Isi
Kata Pengantar.................................................................................................................... 1
Daftar Isi ............................................................................................................................ 2
Skenario III......................................................................................................................... 3
Concept Map....................................................................................................................... 4
Learning Objective.............................................................................................................. 5
Pendekatan Diagnosa.......................................................................................................... 6
Struktur vertebra................................................................................................................. 10
Proses remodelling tulang.................................................................................................... 12
Osteoporosis ....................................................................................................................... 16
Kifosis ................................................................................................................................ 29
Osteoartritis ........................................................................................................................ 31
Spondilitis........................................................................................................................... 37
Riketsia..............................................................................................................................
43
Spondilosis ........................................................................................................................
44
Spondilolisis......................................................................................................................
49
Spondilolistesis.................................................................................................................
52
Spondilodiscitis.................................................................................................................
56
Daftar pustaka...................................................................................................................
62
Pendekatan Diagnosa
Pasien pada skenario datang dengan keluhan nyeri punggung, berikut dengan keterangan lainnya.
Untuk lebih memudahkan kita mengarahkan pada suatu diagnosis banding, maka kami mencoba untuk
melakukan assessment pada tiap-tiap gejala tersebut.
Nyeri punggung (back pain)
Jenis nyeri punggung:
Nyeri spondilogenik
Nyeri ini berkaitan dengan masalah pada tulang. Merupakan jenis nyeri paling sering yang terjadi
pada punggung.
Nyeri viserogenik
Nyeri ini dapat muncul akibat gangguan pada ginjal, bagian viscera dari pelvis dan tumor tumor
peritoneum
Nyeri vaskulogenik
Aneurisma dan penyakit pembuluh darah perifer dapat memunculkan gejala nyeri. Nyeri pada
aneurisma abdominal tidak ada hubungannya dengan aktivitas dan nyerinya dijalarkan ke kaki.
Sedang pada penyakit pembuluh darah perifer, penderita sering mengeluh nyeri dan lemah pada kaki
yang juga diinisiasi dengan berjalan pada jarak dekat.
Nyeri neurogenik
Misal pada iritasi arachnoid dengan sebab apapun dan tumor tumor pada spinal duramater dapat
menyebabkan nyeri belakang.
Nyeri psikogenik
Pada ansietas, neurosis, peningkatan emosi , nyeri ini dapat muncul.
Mengidentifikasi tipe nyeri yang dirasakan pasien adalah langkah pertama yang paling esensial dalam
mendiagnosa pasien yang datang dengan keluhan nyeri pada punggung. Ditambah dengan penggalian
informasi mengenai factor resiko penyakit, keluhan penyerta, lokalisasi nyeri, hal yang memperbarat dan
memperingan, dan riwayat keluhan sebelumnya.
2
Osteoporosis
Osteoarthritis
Spondilitis
Osteomalasia
Mieloma multiple.
Untuk memudahkan kita melakukan penilaian, maka tabel berikut ini dapat dijadikan acuan :
Diagnosis Banding
Osteoporosis
Alasan di-inklusi
Alasan di-ekslusi
Keterangan
dengan beraktivitas
paling
kerja,
3
dan
berkurang osteoporosis.
namuh
dengan istrahat
dilakukan
Deformitas tulang
Insidensi
harus
pemeriksaan
pada
biokimiawi
untuk
Terutama
massa
(CTx)
memastikan
diagnosis.
terjadi
Nyeri
pada
progresif
dan
memberat
dengan
beraktivitas
sendi
yang yang
menopang
lanjut
mirip
penunjang radiologis
Spondilitis
paling
Umumnya
penyakit
mengekslusi
lebih lanjut.
Tidak
ada
dan
tentang
tanda-tanda
bertambah
dengan aktivitas
Osteomalasia
Biasanya
semakin progresif
dengan
Adanya
deformitas
tulang
Mieloma multipel
disertai Diperlukan
kelemahan pemeriksaan
untuk
kondisi
matriks tulang.
bawah
Prevalensi
semakin progresif
Biasanya
40-70 tahun.
disertai
dengan
kelemahan
anggota
nyeri
gerak
Tidak
ada
tanda
umum
keganasan
pada
skenario,
anemia,
tanda-
seperti
berat
Walaupun sebenarnya informasi pada skenario dapat dikatakan masih sangat kurang, namun dari
tabel diatas, secara tersirat dapat kita tarik sebuah kesimpulan bahwa kemungkinan besar pasien pada
skenario mengalami osteoporosis. Penjelasan lebih lanjut mengenai hal ini dan diagnosis banding lainnya
akan dibahas pada pembahasan selanjutnya dari laporan ini.
Struktur vertebra
Tulang punggung vertebra adalah tulang membentuk punggung yang mudah digerakkan, terdapat 33
tulang pada manusia, 5 diantaranya bergabung membentuk sacral, dan 4 tulang membentuk tulang ekor. Tiga
bagian diatasnya terrdiri dari 24 tulang yang dibagi menjadi 7 tulang cervical (leher), 12 tulang thorax, 5
lumbal.
Sebuah tulang punggung terdiri atas dua bagian yakni bagian anterior yang terdiri dari badan tulang
atau corpus vertebrae, dan bagian posterior yang terdiri dari arcus vertebrae. Arcus vertebrae dibentuk oleh
dua "kaki" atau pediculus dan dua lamina, serta didukung oleh penonjolan atau procesus yakni procesus
articularis, procesus transversus, dan procesus spinosus. Procesus tersebut membentuk lubang yang disebut
foramen vertebrale. Ketika tulang punggung disusun, foramen ini akan membentuk saluran sebagai tempat
sumsum tulang belakang atau medulla spinalis. Di antara dua tulang punggung dapat ditemui celah yang
disebut foramen intervertebrale.
a. Tulang leher (7 tulang cervical)
Secara umum memiliki bentuk tulang yang kecil dengan spina procesus spinosus (bagian seperti
sayap belakang pada tulang) yang pendek, kecuali tulang ke-2 dan 7 yang prosesus spinosusnya pendek.
Diberi nomor sesuai urutannya dari C1-C7 (cervical).
b. 12 tulang thorax
Prosesus spinosusnya akan berhubungan dengan tulang rusuk. Beberapa gerakan memutar (rotation
dan lateral flexion) dapat terjadi. Bagian ini dikenal juga sebagai sebutan tulang punggung dorsal dalam
korteks manusia. Bagian ini diberi nomor T1-T12
c. 5 tulang lumbar
Bagian ini diberi istilah L1-L5, bagian ini paling tegap konstruksinya dan menangguang beban terberat dari
yang lainnya bagian ini memungkinkan pergerakan flexi dan ekstensi tubuh dan beberapa gerakan rotasi
dengan derejat yang kecil.
Struktur tulang panggul terbagi atas dua bagian yakni :
Bagian anterior yang terdiri atas badan tulang dan corpus vertebra
Bagian posterior yang terdiri dari arcus vertebra
Arcus vertebra dibentuk oleh :
Dua pediculus
Dua lamina
Didukung oleh prosesus :
a. Prosesus aricularis
b. Prosesus spinosus berfungsi sebagai tempat melekatnya otot-otot
Kolumna vertebralis fungsinya menopang tubuh manusia dalam posisi tegak, yang secara
mekanik sebenarnya melawan gaya gravitasi agar tubuh secara seimbang tetap tegak
Tulang terdiri dari jaringan ikat atau matriks tulang (proteoglikan, glikoprotein, serat kolagen) dan
mineral tulang (kalsium, fosfat, natrium, magnesium, dsb)
Secara normal, jaringan osseous atau jaringan tulang dapat melakukan Remodelling yaitu proses
pembentukan dan proses resorpsi tulang yang bertujuan untuk memastikan agar komposisi dan struktur
tulang seimbang.
Mekanisme remodelling tulang terdiri dari dua mekanisme, yaitu:
a. Build-up pembentukan matriks tulang dan mineralisasi
b. Break-down penghancuran matriks tulang (osteoid) dan demineralisasi
Kedua proses ini bukanlah proses yang terpisah melainkan proses-proses yang terjadi secara bersamaan.
Mekanisme Konstruksi & Mineralisasi Tulang
1. Pembentukan matriks (osteoid) tulang dipicu oleh insulin dan dihambat oleh glukokortikoid
6
2. Mineralisasi tulang atau penyimpanan kalsium & fosfat dipicu enzim alkalin fosfatase yg diproduksi
oleh osteoblas dan dihambat oleh pirofosfat
Kadar kalsium dan fosfat di dalam darah juga berperan sangat penting dalam proses remodelling
tulang. Penurunan kadar kalsium & fosfat akan menstimulasi pelepasan PTH (Parathormone) yang akan
menyebabkan resorpsi/pengikisan dari tulang, dan akan menstimulasi produksi dan fungsi dari Kalsitriol.
Kalsitriol berperan dalam peningkatan absorpsi kalsium di saluran cerna dan meningkatkan kadar kalsium
dalam darah
Pembentukan Kalsitriol:
1. 7-dehidrokolesterol dibawah kulit terkena sinar UV diubah jadi vitamin D3
2. Vitamin D3 ke hepar karena efek estrogen diubah menjadi 25-OH2-D3
3. 25-OH2-D3 ke ginjal karena efek PTH diubah menjadi 1,25-H2-D3 >> (bentuk aktif)
Mineralisasi kalsium dan fosfat, selain karena adanya peningkatan kalsium dan fosfat di dalam darah,
juga dipicu oleh Mechanical Use dari tulang, contoh: jika tulang sering digunakan, maka akan terdapat
peningkatan tekanan pada tulang yang berikutnya akan menstimulasi proses mineralisasi tulang.
Use it or Lose it = jika individu lebih sering bergerak/berolahraga, maka kalsium & fosfat akan lebih
banyak yang dimineralisasi ke dalam tulang.
Mekanisme Break-down dari matriks tulang bisa disebabkan banyak faktor, di antaranya adalah
imobilisasi & terdapatnya Osteoclast Activating Factor (OAF) pada tulang.
DEPOSISI MINERAL
Proses deposisi mineral atau proses mineralisasi adalah proses kristalisasi dimana ion kalsium dan
fosfat diambil dari plasma darah dan dideposit ke jaringan tulang. Proses ini mulai terjadi sejak proses
ossifikasi pada masa fetal dan terus berlanjut hingga akhir hayat. Osteoblast pertama kali akan memproduksi
kolagen dengan pola heliks di sepanjang osteon. Serat kolagen ini kemudian ditutupi oleh mineral-mineral
khususnya kalsium dan fosfat yang akan mengeraskan matriks. Kristal kalsium fosfat hanya akan terbentuk
jika kadar kalsium dan fosfat di jaringan tulang telah mencapai level kritis yang disebut Solubility Product.
Sebagian besar jaringan lain di tubuh memiliki mekanisme yang akan menghambat proses mineralisasi ke
dalam jaringannya sehingga jaringan tersebut tidak akan mengalami kalsifikasi.
Osteoblast yang ada pada tulang akan menghambat proses inhibisi tadi sehingga memungkinkan
proses mineralisasi tetap terjadi di tulang. Semakin banyak hidroksiapetit yang terbentuk maka akan
semakin banyak penarikan mineral ke jaringan hingga matriks sepenuhnya terkalsifikasi.
RESORPSI MINERAL
Proses resorpsi mineral atau proses demineralisasi adalah proses yang akan melarutkan tulang.
Proses ini akan melepas mineral ke dalam darah agar ion-ion mineral tadi dapat digunakan untuk mekanisme
homeostasis tubuh. Proses resorpsi dijalankan oleh osteoclast. Osteoclast akan memproduksi Asam
Hidroklorida dengan pH +4 yang akan melarutkan tulang dan melepaskan ion-ion mineral ke dalam
sirkulasi darah melalui Haversian Cannal.
HOMEOSTASIS KALSIUM DAN FOSFAT
Kalsium dan fosfat juga memiliki peran penting lain selain sebagai komponen mineralisasi tulang.
Kalsium diperlukan untuk komunikasi antar neuron, kontraksi otot, pembekuan darah, dan eksositosis.
Kalsium juga merupakan second messenger dari berbagai proses interaksi sel dan hormonal serta merupakan
ko-faktor dari beberapa enzim. Tulang merupakan tempat reservoar dari kalsium.
Defisiensi kalsium disebut Hipokalsemia. Kondisi ini menyebabkan eksitabilitas yang berlebihan
pada sistem saraf dan memicu tremor otot, spasme atau tetani (ketidakmampuan otot untuk berelaksasi).
Salah satu tanda hipokalsemia adalah tetani pada tangan dan kaki yang disebut Spasme Carpopedal.
Laringospasme juga dapat terjadi jika terjadi penurunan kadar kalsium yang lebih lanjut yang dapat
menyebabkan penutupan jalan napas dan menyebabkan sufokasi.
Kelebihan kadar kalsium dalam darah disebut Hiperkalsemia. Kadar kalsium yang berlebih ini akan
melekat pada permukaan sel, meningkatkan voltase pada membran sel sehingga menyebabkan kanal natrium
sulit terbuka. Hiperkalsemia akan menyebabkan depresi sistem saraf, gangguan emosional, kelemahan otot,
dan terkadang gagal jantung.
1. Kalsitriol
Kalsitriol berperan untuk meningkatkan kadar kalsium dalam darah, yaitu dengan cara:
a. Meningkatkan absorpsi kalsium di saluran cerna
b. Peningkatan pengikisan (resorpsi/absorpsi) tulang, dengan cara melekat dengan osteoblast yang akan
melepas Osteoclast Stimulating Factor yang akan memicu aktivitas osteoclast.
c. Memicu reabsorpsi kalsium di ginjal sehingga lebih banyak kalsium yang dibuang lewat urin.
2. Kalsitonin
Kalsitonin diproduksi oleh C-cells di kelenjar tiroid. Hormon ini berperan dalam penurunan kadar
kalsium dalam darah. Kondisi ini dicapai dengan:
a. Inhibisi osteoclast sebesar 70% aktivitasnya dihambat hanya setelah 15 menit dilepaskan ke
sirkulasi
b. Stimulasi osteoblast
3. PTH (Parathyroid Hormone)
Memiliki fungsi untuk meningkatkan kadar kalsium dalam darah, yaitu dengan cara:
a. Berikatan dengan reseptornya di osteoblast dan menstimulasi resorpsi tulang
8
KALSITRIOL
PTH
KALSITONIN
Fungsi
kadar Ca2+
kadar Ca2+
kadar Ca2+
Mekanisme
Kerja
cerna,
osteoclast,
osteoclast,
Menstimulasi osteoclast, Reabsorpsi kalsium di Stimulasi
Reabsorpsi kalsium di
ginjal
osteoblast
Membantu produksi
ginjal
Inhibisi
Kalsitriol
Osteoporosis
A. Definisi
Osteoporosis merupakan penyakit tulang sistemik yang ditandai oleh penurunan densitas massa
tulang dan perburukan mikro arsitektur tulang sehingga tulang menjadi rapuh dan mudah patah.
B. Faktor Resiko
C. Klasifikasi
Osteoporosis dibagi 2 kelompok, yaitu;
1. Osteoporosis primer(involusional)
Merupakan osteoporosis yang tidak diketahui penyebabnya
Osteoporosis primer dibagi lagi menjadi osteoporosis type I dan II.
Osteoporosis tipe I disebut juga osteoporosis pasca menopause, disebabkan oleh defisiensi estrogen
akibat menopause
Osteoporosis tipe II disebut juga osteoporosis senilis, disebabkan oleh gangguan absorbs Ca di usus
sehingga menyebabkan hiperparatiroidisme sekunder yang mengakibatkan timbulnya osteoporosis. Selain
itu, pada Osteoporosis tipe II ini dapat juga disebabkan oleh defisiensi estrogen.
9
2. Osteroporosis skunder
Ppenyebabnya diketahui.
Karakteristik Osteoporosis tipe I dan II
Indikator
Tipe I
1. Umur
50-75
2. Perempuan : Laki-laki
6:1
3. Tipe kerusakan tulang
4. Perbaikan tulang
Terutama trabekular
5. Lokasi fraktur terbanyak
Tinggi
6. Fungsi paratiroid
7. Efek estrogen
Vertebra, radius distal
8. Etiologi utama
Menurun
Tipe II
>70 tahun
2:1
Trabekular dan kortikal
Rendah
Vertebra, Kolum femoris
Meningkat
Terutama skeletal
Terutama ekstraskeletal
Defisiensi estrogen
D. Patognesis
Patognesis Osteoporosis tipe I
Menopause
Estrogen menurun
Bone marrow
stromal sCell
+ sel
Osteobl
ast
Sel
endotel
Osteokl
ast
Penuruna
n
Absorpsi
Penruna
n
reabsor
10
HIL-1,
TNF-, IL6, M-CSF
Hipokalsem
ia
Diferensiasi dan
Peningkatan
PTH
maturasi osteoklast
resorpsi
Osteoporosis
Usia lanjut
Defisiensi Vit.D,
aktifitas 1-,
Penrunan
absorpsi Ca di
hidroksilaseresisten
Penrunan
absorpsi Ca di
ginjal
11
Penrunan
sekresi GH dan
Gangguan fungsi
osteoblast
Penurunan
aktivitas
fisik
Penrunan
sekresi
estrogen
Peningkatan
turnover tulang
Osteoporos
is
Hiperparatiroidi
sme sekunder
Peninhkatan
resiko
terjatuh(penruna
n kekuatan otot,
pernrunan
aktivitas otot,
medikasi
gangguan
keseimbangan,
gangguan
Fraktur
E. Diagnosis
Untuk menegakan diagnosis osteoporosis, diperlukan pendekatan yang sistematis, terutama untuk
menyingkirkan osteoporosis sekunder. Sebagaimana penyakit lain, diperlukan anamnesis, pemeriksaan fisik,
laboratorium, pemeriksaan radiologi dan kalaau perlu biopsy tulang.
Anamnesis
Anamnesis memegang peranan yang penting pada evaluasi pasien osteoporosis. Kadang-kadang,
keluhan utama dapat langsung mengarah kepada diagnosis.
Faktor lain yang harus ditanyakan juga adalah fraktur pada trauma minimal, imobilisasi lama,
penurunan inggi badan pada orang tua, kurangnya paparan sinar matahari, asupan ca, fosfor dan vitamin D,
latihan teratur yang bersifat weight-bearing.
12
Obat-obatan yang diminum dalam jangka waktu yang lama juga harus diperhatikan. Merokok dan
alcohol juga merupakan faktor resiko osteoporosis. Penyakit-penyakit lain yang harus ditanyakan yang juga
berhubungan dengan osteoporosis adalah penyakit ginjal,, saluran cerna, hati, endokrin dan insufisisensi
pancreas.Riwayat haid, umur menarke dan menopause, penggunaan obat-obat kontrasepsi juga harus
diperhatikan. Riwayat keluarga dengan osteoporosis juga harus diperhatikan, karena ada beberapa penyakit
tulang metabolic yang bersifat herediter.
Pemeriksaan Fisik
Tinggi badan dan berat badan harus diukur pada setiap pasien osteoporosis. Demikian juga dengan
gaya berjalan pasien, deformitas tulang, nyeri spinal dan apakah terdapat jaringan parut pada leher(bekas
oprasi tiroid?).
Hipokalsemia ditandai oleh iritasi muskuloskletal, yang berupa tetani. Biasanya akan didapat adduksi
jempol tangan, fleksi sendi MCP dan ekstensi sendi-sendi IP.
Pada pasien hipoparatiroidisme idiopatik, pemeriksaan harus mencari tanda-tanda sindrom kegagalan
poliglandular.
Pada pasien hiperparatiroidisme primer, dapat ditemukan band keratoplasty akibat deposisi Ca fosfat
pada tepi limbic kornea.
Pasien dengan osteoporosis sering menunjukan kifosis dorsal atau gibbus dan penurunan tinggi badan.
Selain itu juga didapatkan protuberansi abdomen, spasme otot paravertebral dan kulit yang tipis.
Pemeriksaan Biokimia Tulang
Pemeriksaan ini terdiri dari Ca total dalam serum, ion ca, kadar fosfor serum, ca urin, fosfat urin,
osteokalsin serum, piridinolin urin dan bila perlu hormone paratiroid dan vitamin D.
Untuk menentukan turnover tulang, dapat diperiksa petanda biokimia tulang. petanda biokimia tulang
terdiri dari petanda formasi dan resorpsi tulang.
Manfaat pemeriksaan petanda biokimiawi tulang;
Pemeriksaan Radiologis
13
Pemeriksaan radiologis ini untuk menilai densitas massa tulang sangat tidak sensitive. Seringkali
penurunan densitas massa tulang spinal lebih dari 50% belum memberikan gambaran radiologic yang
spesifik.
Gambaran radiologic yang khas pada osteoporosis adalah penipisan korteks dan daerah trabekular
yang lebih lusen. Hal ini akan tampak pada tulang-tulang vertebra yang memberikan gambaran pictureframe vertebra.
Pada tulang-tulang vertebra, pemeriksaan radiologic sangat baik untuk mencari adanya fraktur
kompresi, fraktur baji atau fraktur bikonkaf.
Pemeriksaan Densitas Massa Tulang(Densitometer)
Densitas massa tulang berhubungan dengan kekuatan tulang dan resiko fraktur. Berbagai penelitian
menunjukan peningkatan resiko fraktur pada densitas massa tulang yang menurun secara progresif dan terus
menerus.
Densitometri tulang merupakan pemeriksaan yang akurat dan presis untuk menilai densitas massa
tulang, sehingga dapat digunakan untuk menilai factor prognosis, prediksi fraktur dan bahkan diagnosis
osteoporosis.
Magnetic Resonance Imaging
MRI mempunyai kemampuan yang cukup menjanjikan dalam menganalisa struktur trabekular dan
sekitarnya. Metode ini mempunyai kelebihan berupa tidak adanya radiasi.
Biopsi Tulang dan Histomorfometri
Merupakan pemeriksaan yang sangat penting untuk menilai kelainan metabolism tulang. Biopsi
biasanya dilakukan didaerah transiliakal, yaitu 2cm posterior SIAS dan sedikit inferior Krista iliaka. Alata
yang digunakan adalah jarum Bordier-Meunier.
F. Tatalaksana
Secara teoritis, osteoporosis dapat diobati dengan menghambat keja osteoklast (antiresorptif)
dan/atau meningkatkan kerja osteoblast(stimulator tulang). Walaupun demikian, saat ini obat yang beredar
pada umumnya bersifat antiresorptif. Yang termasuk golongan iobat ini adalah estrogen, antiestrogen,
bifosfonat dan kalsitonin.Sedangkan yang termasuk stimulator tulang adalah Na-fluorida, PTH, dan lain
dsebagainya.
Ca dan Vitamin D tidak mempunyai efek antoresorptif ataupun stimulator tulang, tetapi diperlukan
untuk mineralisasi osteoid setelah proses formasi oleh osteoblast.
14
Anjurkan pasien untuk melakukan aktivitas fisik yang teratur untuk memelihara kekuatan, kelenturan
dan koordinasi system neuromuscular serta kebugaran, sehingga dapat mencegah resiko terjatuh.
Jaga asupan Ca 1000-1500 mg/hari, baik melalui makanan sehari-hari maupun suplementasi.
Hindari merokok dan minum alcohol
Diagnosis dini dan terapi yang tepat terhadap defisiensi testosterone pada laki-laki dan menopause
prliferasi
osteoblast
Sintesis DNA
Alkali Fosfatase
Osteoklast
Apoptosis
c-fos,
Osteosit
Ekspresi ERalfa
Kondosit
c-jun,
Pertumbuhan
TGF-
TRAP,cathepsin
B,D
endokondral
selama
pubertas,
Mempercepat
penutupan
lempeng
15
Kolagen type I
Mineralisasi
Sintesis IGF-1
Apoptosis efipisis
osteoklast
tulang
formasi
osteoklast
sintesis TGF-
beta
Sintesis BMP-6
Sintesis TNF-
alfa
Sintesis OPG
Aksi PTH
Ekspresi
ERalfa
Apoptosis
osteoblast
anti estrogen yang mempunyai efek seperti estrogen di tulang dan lipid, tetapi tidak
Bisfosfonat
Bisfosfonat merupakan obat yang digunakan untuk pengobatan osteoporosis, baik sebagai
pengobatan alternative setelah terapi pengganti hormonal pada osteoporosis pada wanita, maupun untuk
pengobatan osteoporosis oada laki-laki dan osteoporosis akibat steroid.
Bifosfonat dapat mengurangi resorpsi tulang oleh osteoklast dengan cara berikatan pada permukaan
tulang dan menghambat kerja osteoklast dengan cara mengurangi produksi proton dan enzim lisosomal
dibawah osteoklast.
Bifosfonat juga memiliki efek tak langsung terhadap osteoklast dengan cara merangsang osteoblast
menghasilkan substansi yang dapat menghambat osteoklas dan menurunkan kadar stimulator osteoklast.
Dengan mengurangi aktivitas osteoklast, maka pemberian bisfosfonat akan memberikan keseimbangan yang
positif terhadap unit remodeling tulang.
Kalsitonin(CT)
Kalsitonin adalah suatu peptide yang terdiri daruu32 asam amino, yang dihasilkan oleh sel C
kelenjar tiroid dan berfungsi menghambat resorpsi tulang oleh osteoklast.
Sekresi CT secara akut diatur oleh kadar Ca didalam darah dan secara kronik diatur oleh umur dan
jenis kelamin. Kadar CT pada bayi, akan tinggi, sedangkan pada orang tua kadarnya rendah. Pada wanita
kadar CT lebih rendah dibandingkan pada laki-laki.
Konsentrasi Ca plasma merupakan regulator sekresi CT yang penting. Bila kadar Ca plasma
meningkatsekresi CT juga meningkat, begitu juga sebaliknya jjika kadar Ca plasma turun sekresi Ct
juga turun. Walaupun demikian, bila hiper dan hipokalsemia berlangsung lama, maka efeknya terhadap
sekresi CT nampaknya tidak adekuat, mungkin terjadi kelelahan pada sel C tiroid untuk merespon
rangsangan tersebut.
Hormon Paratiroid(PTH)
PTH berfungsi untuk mempertahankan kadar Ca di dalam cairan ekstraselular dengan cara
merangsang sintesa 1,25(OH)2 D di ginjal, sehingga absorbs Ca dio usus meningkat. Selainitu juga PTH
berfungsi untuk pembentukan tulang.
Vitamin D
Pada penelitian didapatkan suplementasi 500 IU kalsiferol dan 500 mg Ca peroral selama 18 bulan
ternyata mampu menurunkn fraktur nonspinal sampai 50 % .
17
Vitamin D diindikasikan pada orang-orang tua yang tinggal dipantai yangkurang terpapar sinar
matahari, dan tidak diindikasikan pada populasi ASIA yang banyak terpapar sinar matahari.
Kalsium
Asupan Ca pada penduduk asia pada umumnya lebih rendah dari kebutuhan Ca yang
direkomendasikan, yaitu sebesar 1200 mg. Ca sebagai monoterapi ternyata tidak mencukupi untuk
mencegah fraktur pada pasien osteoporosis. Preparat Ca yang terbaika adalah Ca karbonat, kemudia Ca
fosfat, kalsium sitrat, kalsium laktat dan Ca gukonat.
Pembedahan
Pembedahan pada pasien osteoporosis dilakukan bila terjadi fraktur, terutama fraktur panggul.
Tujuan terapi bedah adalah untuk mendapatkan fiksasi yang stabil, sehingga mobilisasi pasien dapat
dilakukan sedini mungkin. Asupan Ca tetap harus diperhatikan dal tindakan bedah agar mineralisasi kalus
menjadi sempurna.
Walaupun telah melakukan interpensi bedah, terapi medikamentosa dengan bisfosfonat, raloksifen
atau terapi pengganti hormonal , maupun kalsitonin tetap harus diberikan.
Evaluasi Pengobatan
Evaluasi hasil pengobatan dapat dilakukan dengan menglang pemeriksaan densitometry setelah 1-2
tahun pengobatan dan dinilai peningkatan densitasnya. Bila dalam waktu 1 tahun tidak terjadi peningkatan
maupun penurunan densitas tulang maka pengobatan dianggap berhasil., karena resopsi tulang sudah dapat
ditekan.
FARMAKOTERAPI OSTEOPOROSIS
Ada beberapa agen yang dipercaya untuk terapi osteoporosis diantaranya Estrogen (digunakan hanya
pada pasien wanita), hormon anabolik, bisfosfonat, kalsitonin, Vitamin D, kalsium dan sodium fluoride.
Jika melihat berdasarkan teori osteoporosis, pengobatannya seharusnya dengan menghambat kerja
osteoklas dan atau meningkatkan kerja osteoblas. Akan tetapi obat-obatan yang digunakan pada umumna
besifat anti resorpsi. Yang termasuk antiresopsi diantaranya; estrogen , kalsitonin, bisfosfonat. Sedangkan
kalsium dan vitamin D tidak mempunyai efek antiresorpsi maupun stimulator tulang, tetapi diperlukan
untuk optimalisasi mineralisasi osteoid setelah proses proses pembentukkan tulang oleh sel osteoblast.
1. Estrogen
Mekanisme
18
Mempengaruhi aktivitas sel-sel osteoblast maupun osteoklast, termasuk menjaga keseimbangan kerja
dan kedua sel tersebut melalui pengaturan produksi faktor parakrin-parakrin utamanya oleh sel
osteoblas. Seperti dikemukakan diatas bahwasanya sel osteoblast memiliki reseptor estrogen alpha
dan betha (ER dan ER )di dalam sitosol. Dalam differensiasinya sel osteoblast memiliki
mengekspresikan ER 10 kali lipat dari ER.
Kontraindikasi
Kontraindikasi absolut penggunaan estrogen adalah:kanker payudara, kanker endometrium,
hiperplasi endometrium, perdarahan uterus disfungsional, hipertensi, penyakit tromboembolik,
karsinoma ovarium,dan penyakit hait yang berat
Absorbsi
Estrogen sangat baik diabsorbsi melalui kulit, mukosa vagina, dan saluran cerna.
Preparat Estrogen
Bebrapa preparat estrogen yang dapat digunakan dengan dosis untuk antiresorpsi, adalah estrogen
terkonjugasi 0,625 mg/hari, 17-estradiol oral 1-2mg/hari, 12-estradiol perkutan 1,5mg/hari, dan 17estraiol subkutan 25-59 mg setiap 6 bulan. Kombinasi estrogen dengan progesteron akan
menurunkan resiko kanker endometrium dan harus diberikan pada setiap wanita yang mendapatkan
TSH, kecuali yang telah menjalani histerektomi.
Saat ini pemakaian fitoestrogen (isoflavon) sbagai suplemen mulai gigalakkan pemakainannya
sebagai TSH. Berbagai penelitian menyatakan meb\mberikan hasil yang baik untuk keluah
defisienasi estrogen, atau mencegah osteoporosis.
Preparan baru yaitu Raloksifen yang disebut juga Selective Estrogen Receptor Modulators (SERM).
Golongan ini bekerja pada ER sehingga tidak menyebabkan perdarahan dan kejadian keganasan
payudara. Mekanisme kerjanya terhadap tulang adalah dengan mengaktifkan TGF yang dihasilkan
oleh osteoblast yang berfungsi menghambat diferensiasi osteoklast.
Efek samping
Efek samping estrogen meliputi nyeri payudara (mastalgia), retensi cairan, peningkatan beratbadan,
tromboembolisme, dan pada pemakaian jangkapanjang dapat meningkatkan risiko kanker payudara.
2. Bisfosfonat
Mekanisme
Bisfosfonat dapat mengurangi resorpsi tulang oleh sel osteoklas dengan cara berikatan dengan
permukaan tulang dan menghambat kerja osteoklas dengan cara mengurangi produksi proton dan
enzim lisosomal di bawah osteoklas.
19
Absorbsi
Pemberian bisfosfonat secara oral akan diabsorpsi di usus halus dan absorpsinya sangat buruk
(kurang dari 55 dari dosis yang diminum). Absorpsi juga akan terhambat bila diberikan bersamasama dengan kalsium, kation divalen lainnya, dan berbagai minuman lain kecuali air. Idealnya
diminum pada pagi hari dalam keadaan perut kosong. Setelah itu penderita tidak diperkenankan
makan apapun minimal selama 30 menit dan selama itu penderita harus dalam posisi tegak, tidak
boleh berbaring. Sekitar 20 50% bisfosfonat yang 167 diabsorpsi, akan melekat pada permukaan
tulang setelah 12 24 jam. Setelah berikatan dengan tulang dan beraksi terhadap osteoklas,
bisfosfonat akan tetap berada di dalam tulang selama berbulan-bulan bahkan bertahuntahun, tetapi
tidak aktif lagi. Bisfosfonat yang tidak melekat pada tulang, tidak akan mengalami metabolisme di
dalam tubuh dan akan diekresikan dalam bentuk utuh melalui ginjal, sehingga harus hati-hati
pemberiannya pada penderita gagal ginjal.
Preparat Bisfosfonat
Generasi Bisfosfonat adalah sebagai berikut:
Generasi I:
- Etidrona
- Klodronat
Generasi II:
- Tiludronat
- Pamidronat
- Alendronat
Mekanisme
Seperti diketahu terjadinya osteoporosis akibat dari jumlah dan aktivitas sel osteoklas menyerap
tulang. Dalam hal ini secara biomolekuler RANK-L sangat berperan. RANK-L akan bereaksi dengan
reseptor RANK pada osteoklas dan membentuk RANK- RANK-L kompleks, yang lebih lanjut akan
mengakibatkan meningkatnya deferensiasi dan aktivitas osteoklas. Untuk mencegah terjadinya reaksi
20
tersebut digunakanlah monoklonal antibodi (MAbs) dari RANK-L yang dikenal dengan:
denosumab.49,50 Besarnya dosis yang digunakan adalah 60 mg dalam 3 atau 6 bulan.
Kifosis
Pada columna vertebralis dewasa, terdapat 4 kurvatura atau lengkungan, yaitu :
1. Curvatura Primer :
a. Thoracic
b. Sacral
2. Curvatura Sekunder :
a. Cervical
b. Lumbar
Pada orang yang mengalami kifosis, terjadi peningkatan abnormal pada curvatura thorakal, kolumna
vertebralis melengkung secara posterior.
Penyebabnya dapat terjadi karena erosi pada 1 atau lebih vertebra. Apabila terjadi erosi yang
progresif dan collapse vertebrae, maka individu akan kehilangan tinggi badan. Sedangkan pada wanita yang
lebih tua, terjadinya fraktur multipel pada vertebrae thorakal akibat osteoporosis juga dapat menyebabkan
terjadinya kifosis.
OSTEOARTRITIS
Osteoartritis (OA) merupakan penyakit sendi degeneratif yang berkaitan dengan kerusakan kartilago
sendi. Vertebra, panggul, lutut dan pergelangan kaki paling sering terkena OA. Prevalensi OA lutut
radiologis di Indonesia cukup tinggi, yaitu mencapai 15.5% pada pria dan 12.7% pada wanita.
Etiopatogenesis osteoartritis
Berdasarkan patogenesisnya OA dibedakan menjadi dua yaitu OA primer dan OA sekunder.
Osteoartritis primer disebut juga OA idiopatik yaitu OA yang kausanya tidak diketahui dan tidak ada
hubungannya dengan penyakit sistemik maupun proses perubahan lokal pada sendi. OA sekunder
adalah OA yang didasari oleh adanya kelainan endokrin, inflamasi, metabolik, pertumbuhan, herediter,
jejas mikro dan makro serta imobilisasi yang terlalu lama. Osteoartritis primer lebih sering ditemukan
dibanding OA sekunder
Para pakar yang meneliti penyakit ini sekarang berpendapat bahwa OA ternyata merupakan
penyakit gangguan homeostasis dari metabolisme kartilago dengan kerusakan struktur proteoglikan
kartilago yang penyebabnya belum jelas diketahui. Jejas mekanis dan kimiawi pada sinovia sendi yang
terjadi multifaktorial antara lain karena faktor umur, stres mekanis atau penggunaan sendi yang berlebihan,
defek anatomik, obesitas, genetik, Immoral dan faktor kebudayaan. Jejas mekanis dan kimiawi ini diduga
21
merupakan faktor penting yang merangsang terbentuknya molekul abnormal dan produk degradasi
kartilago didalam cairan sinovial sendi yang mengakibatkan ter adi inflamasi sendi, kerusakan khondrosit dan
nyeri. Osteoartritis ditandai dengan fase hipertrofi kartilago yang berhubungan dengan suatu
peningkatan terbatas dari sintesis matriks makromolekul oleh khondrosit sebagai kompensasi perbaikan
(repair). Osteoartritis tadi sebagai basil kombinasi antara degradasi rawan sendi, remodelling tulang dan
inflamasi cairan sendi.
Peningkatan degradasi kolagen akan mengubah keseimbangan metabolisme rawan sendi. Kelebihan
produk basil degradasi matriks rawan sendi ini cenderung berakumulasi di sendi dan menghambat fungsi
rawan sendi serta mengawali suatu respons imun yang menyebabkan inflamasi sendi.
Pada rawan sendi pasien OA juga terjadi proses peningkaian aktivitas fibrinogenik dan penurunan
aktivitas fibrinolitik. Proses ini menyebabkan terjadinya penumpukan trombus dan komplek lipid pada
pembuluh darah subkondral yang menyebabkan tejadinya iskemia dan nekrosis jaringan subkhondral
tersebut. Ini mengakibatkan dilepaskannya mediator kimiawi seperti prostaglandin dan interleukin yang
selanjutnya menimbulkan bone angina lewat subkhondral yang diketahui mengandung ujung saraf sensibel
yang dapat menghantarkan rasa sakit. Penyebab rasa sakit itu dapat juga berupa akibat dari dilepasnya
mediator kimiawi seperti kinin dan prostaglandin yang menyebabkan radang sendi, peregangan tendo
atau ligamentum serta spasmus otot-otot ekstra artikuler akibat kerja yang berlebihan. Sakit pada sendi
juga diakibatkan oleh adanya osteofit yang menekan periosteum dan radiks saraf yang berasal dari
medulla spinalis serta kenaikan tekanan vena intrameduler akibat stasis vena intrameduler karena proses
remodelling pada trabekula dan subkondrial.
Faktor resiko osteoartritis
Secara garis besar faktor risiko untuk timbulnya OA (primer) adalah seperti di bawah ini.
Faktor-faktor yang menyebabkan beban biomekanis tak normal pada sendi-sendi tertentu.
Kegemukan, faktor genetik dan jenis kelamin adalah faktor risiko umum yang penting.
1. Umur
Prevalensi dan beratnya OA semakin meningkat dengan bertambahnya umur. OA hampir tak pernah
pada anak-anak, jarang pada umur di bawah 40 tahun dan sering pada umur di atas 60 tahun. Akan tetapi
harus diingat bahwa OA bukan akibat ketuaan saja. Perubahan tulang rawan sendi pada ketuaan berbeda
dengan perubahan pada OA.
2. Jenis Kelamin
Wanita lebih sering terkena OA lutut dan OA banyak sendi, dan lelaki lebih sering terkena OA
paha, pergelangan tangan dan leher. Secara keseluruhan, di bawah 45 tahun frekuensi OA kurang lebih sama
22
pada laki-laki dan wanita, tetapi di atas 50 tahun (setelah menopause) frekuensi OA lebih banyak pada wanita
daripada pria. Hal ini menunjukkan adanya peran hormonal pada patogenesis OA.
3. Suku Bangsa
OA paha lebih jarang di antara orang-orang kulit hitam dan Asia daripada Kaukasia. OA lebih sering
dijumpai pada orang-orang Amerika ash (Indian) daripada orang-orang kulit putih. Hal ini mungkin
berkaitan dengan perbedaan cara hidup maupun perbedaan pada frekuensi kelainan kongenital dan
pertumbuhan
4. Genetik
Faktor herediter juga berperan pada timbulnya OA misalnya, pada ibu dari seorang wanita
dengan OA pada sendi-sendi interfalang distal (nodus Heberden) terdapat 2 kali lebih sering OA pada
sendi-sendi tersebut, dan anak-anaknya perempuan cenderung mempunyai 3 kali lebih sering, daripada
ibu dan anak perempuan-perempuan dari wanita tanpa OA tersebut.
5. Kegemukan dan Penyakit Metabolik
Berat badan yang berlebih nyata berkaitan dengan meningkatnya risiko untuk timbulnya OA baik
pada wanita maupun pada pria. Oleh karena itu di samping faktor mekanis yang berperan (karena
meningkatnya beban mekanis), diduga terdapat faktor lain (metabolik) yang berperan pada timbulnya kaitan
tersebut.
6. Cedera Sendi, Pekerjaan dan 0lahraga
Pekerjaan berat maupun dengan pemakaian satu sendi yang terus menerus (misalnya tukang pahat,
pemetik kapas) berkaitan dengan peningkatan risiko OA tertentu. Demikian juga cedera sendi dan olah raga
yang terus menimbulkan cedera sendi berkaitan dengan risiko OA yang lebih tinggi. Aktivitas-aktivitas
tertentu dapat menjadi predisposisi OA cedera traumatik (misalnya robeknya meniscus, ketidak stabilan
ligamen) yang dapat mengenai sendi.
7. Kelainan Pertumbuhan
Kelainan kongenital dan pertumbuhan paha telah dikaitkan dengan timbuln ya OA paha pada usia
muda.
8. Faktor-faktor Lain
Tingginya kepadatan tulang dikatakan dapat meningkatkan risiko timbulnya OA. Hal ini
mungkin timbul karena tulang yang lebih padat (keras) tak membantu mengurangi benturan beban yang
diterima oleh tulang rawan sendi. Akibatnya tulang rawan sendi menjadi lebih mudah robek.
Sendi-sendi yang terkena
Adanya predileksi OA pada sendi-sendi tertentu (carpometacarpal I, metatarsophalangeal I, sendi
apofiseal tulang belakang, lutut dan paha) adalah nyata sekali. Sebagai perbandingan, OA siku, pergelangan
23
tangan, glenohumeral atau pergelangan kaki jarang sekali dan terutama terbatas pada orang tua.
Riwayat penyakit
Pada umumnya pasien OA mengatakan bahwa keluhan-keluhannya sudah berlangsung lama, tetapi
berkembang secara perlahan-lahan.
Gejala klinis
1. Nyeri Sendi
Keluhan ini merupakan keluhan utama yang seringkali membawa pasien ke dokter. Nyeri biasanya
bertambah dengan gerakan dan sedikit berkurang dengan istirahat. Beberapa gerakan tertentu kadangkadang menimbulkan rasa nyeri yang lebih disbanding gerakan yang lain. Nyeri pada OA juga dapat berupa
penjalaran atau akibat radikulopati, misalnya pada OA servikal dan lumbal. OA lumbal yang menimbulkan
stenosis spinal mungkin menimbulkan keluhan nyeri di betis, yang biasa disebut dengan claudicatio
intermitten.
2. Hambatan Gerakan Sendi
Gangguan ini biasanya semakin bertambah berat dengan pelan-pelan sejalan dengan bertambahnya rasa
nyeri.
3. Kaku Pagi
Pada beberapa pasien, nyeri atau kaku sendi dapat timbul setelah imobilitas, seperti duduk di kursi
atau mobil dalam waktu yang cukup lama atau bahkan setelah bangun tidur.
4. Krepitasi
Rasa gemeretak (kadang-kadang dapat terdengar) pada sendi yang sakit.
Pembesaran Sendi (deformitas)
Pasien mungkin menunjukkan bahwa salah satu sendinya (seringkali terlihat di lutut atau tangan) secara
pelan-pelan membesar.
5. Perubahan Gaya Berjalan
Gejala ini merupakan gejala yang menyusahkan paasien. Hampir semua pasien OA pergelangan kaki, tumit,
lutut atau panggul berkembang menjadi pincang. Gangguan berjalan dan gangguan fungsi sendi yang lain
merupakan ancaman yang besar untuk kemandirian pasien OA yang umumnya tua.
Pemeriksaan fisik
1. Hambatan Gerak
Perubahan ini seringkali sudah ada mekipun pada OA yang masih dini (secara radiologis). Biasanya
bertambah berat dengan semakin beratnya penyakit, sampai sendi hanya bisa digoyangkan dan menjadi
kontraktur. Hambatan gerak dapat konsentris (seluruh arah gerakan) maupun eksentris (salah satu arah
gerakan saja).
24
2. Krepitasi
Gejala ini lebih berarti untuk pemeriksaan klini OA lutut. Pada awalnya hanya berupa perasaan akan adanya
sesuatu yang patah atau remuk oleh pasien atau dokter yang memeriksa. Dengan bertambah beratnya
penyakit, krepitasi dapat terdengar sampai jarak tertentu. Gejala ini mungkin timbul karena gesekan kedua
permukaan tulang sendi pada saat sendi digerakkan atau secara pasif di manipulasi.
3. Pembengkakan Sendi yang Seringkali Asimetris
Pembengkakan sendi pada OA dapat timbul karena efusi pada sendi yang biasanya tak banyak (< 100 cc).
Sebab lain ialah karena adanya osteofit, yang dapat mengubah permukaan sendi.
4. Tanda-tanda Peradangan
Tanda-tanda adanya peradangan pada sendi (nyeri tekan, gangguan gerak, rasa hangat yang merata dan warns
kemerahan) mungkin dijumpai pada OA karena adanya sinovitis. Biasanya tanda-tanda ini tak menonjol dan
timbul belakangan, seringkali dijumpai di lutut, pergelangan kaki dan sendi-sendi kecil tangan dan kaki.
5. Perubahan Bentuk (deformitas) Sendi yang Permanen
Perubahan ini dapat timbul karena kontraktur sendi yang lama, perubahan permukaan sendi, berbagai
kecacatan dan gaya berdiri dan perubahan pada tulang dan permukaan sendi.
6. Perubahan Gaya Berjalan
Keadaan ini hampir selalu berhubungan dengan nyeri karena menjadi tumpuan berat badan. Terutama
dijumpai pada OA lutut, sendi paha dan OA tulang belakang dengan stenosis spinal. Pada sendi-sendi lain,
seperti tangan bahu, siku dan pergelangan tangan, osteoartritis juga menimbulkan gangguan fungsi.
Pemeriksaan diagnostik
Diagnosis OA biasanya didasarkan pada gambaran klinis dan radiografis.
Radiografis Sendi yang Terkena
Pada sebagian besar kasus, radiografi pada sendi yang terkena osteoartritis sudah cukup memberikan
gambaran diagnostik yang lebih canggih.
Gambaran radiografi sendi yang menyokong diagnosis OA ialah :
Penyempitan celah sendi yang seringkali asimetris (lebih berat pada bagian yang menanggung beban).
Kista tulang
Pemeriksaan laboratorium
Hasil pemeriksaan laboratorium pada OA biasanya tak banyak berguna. Darah tepi (hemoglobin,
leukosit, laju endap darah) dalam batas-batas normal, kecuali OA generalisata yang harus dibedakan dengan
arthritis peradangan
25
Tatalaksana
Terapi non-farmakologis :
Edukasi atau penerangan; Terapi fisik dan rehabilitasi; Penurunan berat badan.
Terapi farmakologis :
- Analgesik oral non-opiat; - Analgesik topikal;
- OAINS (obat anti inflamasi non steroid);
- Chondroprotective;
- Steroid intra-artikuler
Terapi Bedah :
PONDILITIS
Spondilitis atau radang pada vertebra.
SPONDILITIS TUBERKULOSA ( POTT DISEASE )
Tuberkulosis tulang belakang atau dikenal juga dengan spondilitis tuberkulosa merupakan
peradangan granulomatosa yang bersifat kronik destruktif oleh mikobakterium tuberkulosa. Tuberkulosis
tulang belakang selalu merupakan infeksi sekunder dari fokus di tempat lain dalam tubuh. Percivall Pott
( 1793 ) yang pertama kali menulis tentang penyakit ini dan menyatakan bahwa terdapat hubungan antara
penyakit ini dengan deformitas tulang belakang yang terjadi, sehingga penyakit ini disebut juga sebagai
penyakit Pott.
Spondilitis ini paling sering ditemukan pada vertebra T8 L3, dan paling jarang pada vertebra C1-2.
Spondilitis tuberkulosa biasanya mengenai korpus vertebra, tetapi jarang mengenai arkus vertebra.
INSIDENS
Spondilitis tuberkulosa merupakan 50 % dari seluruh tuberkulosis tulang dan sendi yang terjadi.
Spondilitis tuberkulosa terutama ditemukan pada kelompok umur 2 10 tahun dengan perbandingan yang
sama antara wanita dan pria.
26
Sering mengenai vertebra 40 50 %, panggul 30% dan sendi lutut dan sendi sendi lainnya. Dapat
disertai dengan adanya tuberkulosis paru paru.
ETIOLOGI
Tuberkulosis tulang belakang merupakan infeksi sekunder dari tuberkulosis di tempat lain di tubuh,
90 95 % disebabkan oleh mikobakterium tuberkulosis tipik ( 2/3 dari tipe human dan 1/3 dari tipe bovin )
dan 5 10 % oleh mikobakterium tuberkulosa atipik. Lokalisasi spondilitis tuberkulosa terutama pada
daerah vertebra torakal bawah dan lumbal atas, sehingga diduga adanya infeksi sekunder dari suatu
tuberkulosa traktus urinarius, yang penyebarannya melalui pleksus Batson pada vena paravertebralis.
PATOFISIOLOGI
Penyakit ini pada umumnya mengenai lebih dari satu vertebra. Infeksi berawal dari bagian sentral,
bagian depan atau daerah epifisial korpus vertebra. Kemudian terjadi hiperemi dan eksudasi yang
menyebabkan osteoporosis dan perlunakan korpus. Selanjutnya terjadi kerusakan pada korteks epifisis,
diskus intervertebralis, dan vertebra sekitarnya. Kerusakan pada bagian depan korpus ini akan menyebabkan
terjadinya kifosis.
Kemudian eksudat ( yang terdiri atas serum, leukosit, kaseosa, tulang yang fibrosis serta basil
tuberkulosa ) menyebar ke depan, di bawah ligamentum longitudinal anterior. Eksudat ini dapat menembus
ligamentum dan berekspansi ke berbagai arah di sepanjang garis ligamen yang lemah.
Pada daerah servikal, eksudat terkumpul di belakang fasia paravertebralis dan menyebar ke lateral di
belakang muskulus sternokleidomastoideus. Eksudat dapat mengalami protrusi ke depan dan menonjol ke
dalam faring yang dikenal sebagai abses faringeal. Abses dapat berjalan ke mediastinum mengisi tempat
trakea, esofagus, atau kavum pleura.
Abses pada vertebra thorakalis biasanya tetap tinggal pada daerah thoraks setempat menempati
daerah paravertebral, berbentuk massa yang menonjol dan fusiform. Abses pada daerah ini dapat menekan
medula spinalis sehingga timbul paraplegia.
Abses pada daerah lumbal dapat menyebar masuk mengikuti muskulus psoas dan muncul di bawah
ligamentum inguinal pada bagian medial paha. Eksudat juga dapat menyebar ke daerah krista iliaka dan
mungkin dapat mengikuti pembuluh darah femoralis pada trigonum skarpei atau regio glutea.
Kumar membagi perjalanan penyakit ini dlam 5 stadium, yaitu :
1. Stadium Implantasi
27
Setelah bakteri berada dalam tulang, maka bila daya tahan tubuh penderita menurun, bakteri akan
berduplikasi membentuk koloni yang berlangsung selama 6 8 minggu. Keadaan ini umumnya
terjadi pada daerah paradiskus dan pada anak anak umumnya pada daerah sentral vertebra.
2. Stadium Destruksi Awal
Setelah stadium implantasi, selanjutnya terjadi destruksi korpus vertebra serta penyempitan yang
ringan pada diskus. Proses ini berlangsung selama 3 6 minggu.
3. Stadium Destruksi Lanjut
Pada stadium ini terjadi destruksi yang masif, kolaps vertebra dan terbentuk massa kaseosa serta pus
yang berbentuk cold abses ( abses dingin ), yang terjadi 2 3 bulan setelah stadium destruksi awal.
Selanjutnya dapat terbentuk sekuestrum serta kerusakan diskus intervertebralis. Pada saat ini
terbentuk tulang baji terutama di sebelah depan ( wedging anterior ) akibat kerusakan korpus
vertebra, yang menyebabkan terjadinya kifosis atau gibus.
4. Stadium gangguan neurologis
Gangguan neurologis tidak berkaitan dengan beratnya kifosis yang terjadi, tetapi terutama ditentukan
oleh tekanan abses ke kanalis spinalis. gangguan ini ditemukan 10% dari seluruh komplikasi
spondilitis tuberkulosa. vertebra thorakalis mempunyai kanalis spinalis yang lebih kecil sehingga
gangguan neurologis lebih mudah terjadi pada daerah ini.Bila terjadi gangguan neurologis, maka
perlu dicatat derajat kerusakan paraplegia, yaitu :
Derajat I
: Kelemahan pada anggota gerak bawah terjadi setelah melakukan aktifitas atau
setelah berjalan jauh. Pada tahap ini belum terjadi gangguan saraf sensoris.
Derajat II
: Terdapat kelemahan pada anggota gerak bawah tapi penderita masih dapat
melakukan pekerjaannya.
Derajat III
: Terjadi gangguan saraf sensoris dan motoris disertai gangguan defekasi dan miksi.
Tuberkulosis paraplegia atau Pott paraplegia dapat terjadi secara dini atau lambat tergantung dari
keadaan penyakitnya.
Pada penyakit yang masih aktif, paraplegia terjadi oleh karena tekanan ekstradural dari abses
paravertebral atau akibat kerusakan langsung sumsum tulang belakang oleh adanya granulasi
jaringan. Paraplegia pada penyakit yang sudah tidak aktif / sembuh terjadi oleh karena tekanan pada
jembatan tulang kanalis spinalis atau oleh pembentukan jaringan fibrosis yang progresif dari jaringan
granulasi tuberkulosa. Tuberkulosis paraplegia terjadi secara perlahan dan dapat terjadi destruksi
tulang disertai angulasi dan gangguan vaskuler vertebra.
Derajat I III disebut sebagai paraparesis dan derajat IV disebut sebagai paraplegia.
28
PEMERIKSAAN RADIOLOGIS
foto polos vertebrae, ditemukan osteoporosis, osteolitik dan destruksi korpus vertebrae, disertai
penyempitan diskus intervertebralis yang berada di antara korpus tersebut dan mungkin dapat
ditemukan adanya massa abses paravetebral.
29
pada foto AP, abses paravetebral di daerah servikal berbentuk sarang burung ( birds nets ), di daerah
torakal berbentuk bulbus dan pada daerah lumbal abses berbentuk fusiform
pada stadium lanjut terjadi destruksi vertebrae yang hebat sehingga timbul kifosis
pemeriksaan melografi dilakukan bila terdapat gejala gejala penekanan sumsum tulang
pemeriksaan MRI
DIAGNOSIS
Diagnosis SA dapat ditegakkan berdasarkan Kriteria New York 1984 yang dimodifikasi:1,8,9 Kriteria klinis:
1. Keterbatasan gerak vertebra lumbal terhadap bidang frontal dan sagital.
2. Nyeri pinggang bawah lebih dari 3 bulan, menjadi baik dengan latihan dan tidak hilang dengan
istirahat.
3. Penurunan ekspansi dada.
Kriteria radiologis:
1. Sakroilitis bilateral tingkat 3-4.
2. Sakroilitis unilateral tingkat 3-4.
Diagnosis ditegakkan bila ditemukan minimal 1 kriteria radiologis ditambah 1 kriteria klinis.
Untuk melengkapkan pemeriksaan, maka dibuat suatu standar pemeriksaan pada penderita tuberkulosis
tulang dan sendi, yaitu :
1. pemeriksaan klinik dan neurologis lengkap
2. foto tulang belakang posisi AP dan lateral
3. foto polos toraks posisi PA
30
4. uji mantoux
5. biakan sputum dan pus untuk menemukan basil tuberkulosa
PENGOBATAN
Pada prinsipnya pengobatan tuberkulosis tulang belakang harus dilakukan sesegera mungkin untuk
menghentikan progresifitas penyakit serta mencegah paraplegia.
Pengobatan terdiri atas :
1. Terapi konservatif berupa :
1. Tirah baring
2. memperbaiki keadaan umum penderita
3. pemasangan brace pada penderita, baik yang dioperasi maupun yang tidak dioperasi
4. pemberian obat anti tuberkulosa
Obat obatan yang diberikan terdiri atas :
Isonikotinik hidrasit ( INH ) dengan dosis oral 5 mg / kg BB per hari dengan dosis maksimal 300 mg.
Dosis oral pada anak anak 10 mg / kg BB.
Rifampisin. Dosis oral 10 mg / kg BB diberikan pada anak anak. Pada orang dewasa 300 400 mg
per hari.
tuberkulosis terhadap obat yang diberikan maka diberikan kombinasi beberapa obat tuberkulostatik.
2. Terapi Operatif
31
Walaupun pengobatan kemoterapi merupakan pengobatan utama bagi penderita tuberkulosis tulang
belakang, namun tindakan operatif masih memegang peranan penting dalam beberapa hal, yaitu bila terdapat
cold abses ( abses dingin ), lesi tuberkulosa, paraplegia dan kifosis.
Riketsia
Definisi
Riketsia merupakan penyakit yang terjadi karena kekurangan vitamin D yang membantu penyerapan
kalsium dan fosfor dari darah sehingga terhambatnya pengerasan tulang. Penyakit ini terjadi pada anak.
Riketsia menyebabkan tulang kaki tumbuh membengkok. Riketsia terjadi bila pengerasan tulang terhambat
sehingga menjadi lembek. Tubuh memperoleh vitamin D dari aksi sinar ultraviolet terhadap ergosterol pada
lapisan dalam kulit atau dari makanan-makanan tertentu, sepeti ikan, telur, mentega, dan magarin.
Faktor resiko
Anak-anak akan berisiko menderita defisiensi vitamin D bila kurang terkena sinar matahari,
mempunyai kulit berpigmen, atau diet yang buruk. Kecukupan vitamin D pada ibu-ibu yang sedang
menyusui harus adekuat sehingga air susu yang diberikan kepada bayinya cukup mengandung vitamin D
yang diperlukan untuk pertumbuhan yang cepat.
Etiologi
Defisiensi Vitamin D
Fungsi utama vitamin D adalah bersama vitamin A, vitamin C, hormon paratiroid dan kalsitonin,
protein kolagen serta mineral kalsium, fosfor, magnesium, dan flour membantu pembentukan dan
pemeliharaan tulang. Fungsi khusus vitamin D adalah membantu pengerasan tulang dengan cara mengatur
agar kalsium dan fosfor tersedia di dalam darah untuk diendapkan pada proses pengerasam tulang. Sehingga
apabila pasokan vitamin D kurang pada tubuh maka akan menyebabkan terganggunya proses pemadatan
tulang khususnya pada tulang panjang.
Manifestasi Klinis
Kaki membengkok (membentuk huruf O atau X), ujung-ujung tulang panjang membesar (lutut dan
pergelangan), tulang rusuk membengkok, pembesaran kepala karena penutupan fontanela terlambat, gigi
terlambat keluar, bentuk gigi tidak teratur dan mudah rusak. Riketsia jarang dapat disembuhkan sepenuhnya.
32
Diagnosis
Di minggu-minggu pertama kehidupan, diagnosis riketsia mungkin diduga bila tulang tengkorak
teeraba lembek, yang disebut kaniotabes. Pada anak yang berusia 3-6 bulan terdapat pembesaran ujungujung tulang iga yang mengesankan suatu rachitic rosary. Pada anak berusia 12-18 bulan yang baru saja
mulai berjalan, ujung tulang-tulang panjangnya membengkok kea rah luar atau kearah dalam.
Pengobatan dan Pencegahan
Penyembuhan dan pencegahan dari penyakit ini adalah dengan penambahan kalsium, fosfor, dan
vitamin D ke dalam diet. Vitamin D bisa didapat dengan berjemur di panas matahari.
SPONDYLOSIS
Definisi
Spondilosis adalah suatu penyakit degenerative tulang belakang. Spondilosis bisa menyerang
servikal disebut sebagai spondilosis servukal dan vertebra torakal serta lumbal. Kelainan ini juga bersifat
degenerative pada diskus dan persendian vertebra servikal.
Pendapat lain menyebutkan bahwa spondilosis adalah suatu degenerasi diskus intervertebral dengan
spur tulang reaktif pada tepi ruas tulang belakang.
SPONDILOSIS VERTEBRA TORAKAL DAN LUMBAL
Penyakit degenerative
instabiltas,hiperekstensi dan penyempitan segmental dari vertebra. Juga dapat terjadi herniasi diskus
intervertebralis.
Osteofit yang terjadi dapat memberikan tekanan pada foramen intervertebralis yang memberikan
tekanan pada saraf yang melewatinya.
Gambaran Klinis
Osteoarthritis lumbal dapat terjadi tanpa memberikan gejala-gejala yang khas. Umumnya gejalagejala berupa nyeri punggung bawah yang bertambah apabila penderita melakukan aktifitas. Juga terdapat
rasa kaku pada daerah punggung bawah. Pada spondilosis vertebra torakal biasanya nyeri punggung
berhubungan dengan perubahan posisi dari pasien. Biasanya nyeri pada pasien akan berkurang dengan
membungkuk.
Apabila terdapat jepitan pada saraf akibat penyempitan maka akan menimbulkan gejala nyeri
radikuker. Pada pemeriksaan hanya ditemukan kelainan yang ringan, mungkin hanya berupa spasme ringan
pada otot-otot punggung bawah serta gangguan pergerakan tulang belakang.
Diagnosis
Kelainan degenerative pada vertebra lumbal merupakan kelainan yang paling sering ditemukan
sebagai penyebab nyeri punggung bawah pada orangtua, yang perlu dibedakan dengan kelainan yang lain
sebagai diagnosis banding.
Pemeriksaan Radiologis
Pada foto rontgen didapatkan adanya kelainan berupa penyempitan ruang intervertebralis serta adanya
osteofit.
SPONDILOSIS SERVIKAL
Definisi
Spondilosis servikal adalah suatu penyakit degeneratif pada vertebra servikal. Kelainan ini juga
bersifat degeneratif pada diskus dan persendian vertebra servikal.
Patologi dan Patogenesis
Spondilosis adalah penyakit yang paling lazim pada vertebra servikal. Diskus intervertebralis
berdegenerasi dan rata. Tonjolan tulang (spur) tampak di tepi anterior dan posterior pada corpus vertebra
34
tonjolan tulang yang muncul di bagian posterior dapat melewati batas foramen intervertebralis, sehingga
menyebabkan tekanan pada sarung akar dura dan akar saraf itu sendiri.
Gambaran klinis
Pasien biasanya berumur di atas 40 tahun dengan gambaran degeneratif pada diskus atau pada sendi
Keluhan utama nyeri leher dan kekakuan. Gejala timbul perlahan-lahan dan sering semakin buruk
pada saat bangun tidur. Nyeri dapat menjalar luas ke : belakang kepala, otot scapula dan turun ke salah
satu atau kedua lengan.
Pada anggota gerak atas keluhan samar-samar berupa nyeri yang menjalar ke daerah persendian bahu
atau gejala-gejala oleh karena iritasi saraf.
Paraestesia, kelemahan dan kekakuan kadang-kadang timbul. Secara khas terjadi eksaserbasi gangguan
yang semakin berat dan terdapat periode reda yang relatif lama.
Penampilan pasien biasanya normal. Nyeri tekan terasa pada otot leher posterior dan daerah scapula;
semua gerakan terbatas dan nyeri.
Pada salah satu atau kedua lengan kadang-kadang dapat ditemukan baal atau kelemahan dan salah satu
refleknya dapat tertekan.
Kompresi pada akar saraf servikal antara C 5/6 kelemahan pada otot deltoid dan otot bisep, hilangnya
refleks bisep dan gangguan sensibilitas kulit pada ibu jari dan jari telunjuk.
Tekanan pada vertebra C 6/7 memberikan kelemahan pada otot trisep, berkurangnya refleks trisep dan
gangguan sensibilitas pada jari telunjuk dan jari tengah.
Diagnosis
Pemeriksaan Radiologis
Sinar-X memperlihatkan penyempitan satu ruang intervertebra atau lebih, dengan pembentukan
tonjolan (lipping) pada tepi anterior dan posterior diskus itu. Tonjolan tulang ini (sering disebut osteofit)
dapat menganggu foramen intervertebralis. Kalau dipertimbangkan untuk operasi, CT atau MRI harus
digunakan untuk mendapatkan gambaran yang ppaling tepat mengenai kanalis spinalis dan isinya.
Pencegahan
35
Olahraga yang teratur dengan jumlah dan intensitasnya harus cukup, jangan berlebihan. Bagi yang
mempunyai riwayat keturunan, dianjurkan berenang, hindari loncat-loncat, tidak mengangkat beban
berat, hindari membungkuk saat mengambil benda di lantai.
Berdiet dengan cara menghindari makanan-makanan banyak lemak, asam urat. Usahakan tetap
menjaga berat badan ideal.
Hidup dalam lingkungan yang sehat dengan udara yang bersih dan menghindari polusi yang
berlebihan
Mengkonsumsi sayur dan buah karena banyak mengandung vitamin, mineral dan antioksidan.
Olahraga yang dianjurkan adalah yang latihan isometric, yaitu latihan untuk menguatkan otot-otot
penyangga tubuh, tanpa menggerakkan tulang dan sendi. Gerakan ini dapat dilakukakn di dalam air, seperti
mengencangkan otot kaki dan perut dalam air. Gerakan yang dilakukan didalam air akan membantu
melindungi sendi-sendi dan juga mempermudah gerakan-gerakan yang banyak menggunakan tulang
belakang, seperti membungkuk dan mengangkat berat.
36
SPONDYLOLYSIS
Definisi
Spondilolisis adalah suatu istilah yang digunakan bilamana terdapat defek pseudo-artrosis yang
mengenai lamina atau arkus neuralis vertebra.
Etiologi
o Faktor herediter 60% penderita dimana kedua orangtuanya menderita spondilolisis maka anaknya
akan menderita kelainan yang sama.
o Kelainan bawaan spinal
o Stres fraktur atau fraktur yang terjadi sebagai suatu trauma tunggal diakibatkan daerah lumbal
merupakan daerah yang paling banyak menerima beban pada posisi berdiri.
o Terjadi karena fraktur :
Microfracture yang berulang-ulang disebabkan oleh stress fracture pada pars interartikularis.
Hereditas
Olahraga ( base ball, foot ball, wrestling, gymnastic, tennis )
Pasien dengan spina bifida okulta
95 % terjadi pada lumbal 5
Lisis dapat terjadi pada tingkat lumbal maupun torakal
Dapat terjadi secara unilateral ataupun bilateral
Patologi
Defek ini biasanya terjadi pada bagian lamina di antara permukaan artikularis superior dan inferior
yang disebut pars interartikularis. Apabila defek dari lamina vertebra bersifat bilateral, pemisahan dari
defek pada badan vertebra dari lamina akan menyebabkan suatu tekanan mekanik yang menyebabkan
pergerakan ke depan dari vertebra yang deficit.
Spondilolisis biasanya terjadi 85% pada L5 dan sisanya 15% pada L4. Defek ini terdiri atas jaringan ikat.
Daerah yang sering mengalami spondilolisis biasanya pada daerah lamina yang lemah yaitu pada daerah
ismus yang sempit.
Gambaran Klinis
37
o CT Scan
Pada lumbal spine akan terlihat linear lucency atau kehancuran yang sampai pars interrtikularis dan dapat
ditemukan dengan muda pada sagital reconstructions di axial.
Komplikasi
Pada spondilolisis yang bersifat bilateral, vertebra dapat bergerak ke depan dan akan menimbulkan
spondilolistesis
38
SPONDYLOLISTHESIS
DEFINISI
Merupkan pergeseran suatu vertebra ke depan terhadap yang lainnya, biasanya pada lumbal kelima
(L5) di atas korpus sacrum atau lumbal keempat (L4) di atas lumbal kelima yang biasanya disebabkan oleh
defek perkembangan pada pars interartikularis (bagian dari lamina yang terletak diantara processus
articularis superior dan inferior vertebrae lumbales).
Lamina sendiri pada keadaan normalnya dengan permukaan sendi merupakan mekanisme
penguncian yang mencegah tulang belakang bergerak ke depan di atas tulang belakang yang lain, dan bila
mekanisme ini gagal, dapat terjadi pergeseran ke depan (atau slip).
untuk
menyingkirkan
factor
muuncul
pada
ras
tertentu
bisa
40
PATOLOGIKAL
Pada tipe spodilolistesis ini perubahan yang terjadi pada tulang merupakan akibat perubahan pada struktur
pedikel, pars artikularis, atau processus artikularis destruksi tulang (misalnya akibat tuberculosis atau
neoplasma / penyakit pada tulang lainnya) yang dapat mengakibatkan pergeseran vertebra.
PASCA OPERASI; terkadang, penglihatan tulang depan operasi mengakibatkan ketidakstabilan yang
progresif.
PATOLOGI
Pada spondilolistesis jenis litik yang biasa, pars interartikularis berada
dalam 2 potongan (spondilolisis) dan celah itu ditempati oleh jaringan
fibrosa; dibelakang celah itu prosesus spinosus, lamina dan permukan
artikular inferior tetap sebagai segmen tersendiri.
Dengan adanya tekanan, corpus vertebra dan permukaan superior di
muka celah dapat mengalami subluksasi atau dislokasi ke depan,
membawa serta koloumna vertebralis yang berada di atasnya; segmen
arkus neuralis yang terisolasi memepertahankan hubungan normalnya
dengan permukaan sacrum. Bila tidak ada celah, pars interartikularis
memanjang atau defek pada permukaan. Tingkat pergeseran diukur dengan tingkat tumpang tindih corpus
vertebra yang berdekatan dan biasanya dinyatakan dengan suatu presentase.
Pada pergeseran ke depan mungkin ada tekanan pada dura mater dan kauda ekuina, atau pada akar
saraf yang muncul; akar ini mungkin juga mengalami kompresi pada foramen intervertebalis yang
menyempit. Prolaps diskus cenderung terjadi.
41
GAMBARAN KLINIK
Pada usia anak-anak biasanya perlu dicurigai dengan adanya gambaran cara berdirinya yang ganjil dan
mungkin tanpa rasa sakit, dan biasanya ibunya mungkin melihat perut anaknya terlalu menonjol.
Remaja dan orang dewasa biasanya ditemukan nyeri punggung yang sering timbul sebentar-sebentar
(biasanya timbul setelah latihan olahraga/peregangan/semacamnya). Skiatika ( sindrom yang ditandai
dengan nyeri yang menyebar dari punggugn ke pantat dan ke dalam ekstremitas bawah sepanjang aspek
posterior atau lateralnya, dan paling sering disebabkan oleh penonjolan discus invertebralis lumbal
bawah ) dapat terjadi pada suatu kaki atau keduanya.
Pasien berumur >50 tahun: biasanya adalah wanita dengan spondilolistesis degenerative. Mereka
selalu menderita sakit punggung.; beberapa diantaranya menderita skiatika dan beberapa menderita
pseudoklaudikasio akibat stenosis spinal.
Pada pemeriksaan:
Sacrum tampak meluas ke pinggang,
Bokong tampak datar dan mencurigakan dan terlihat adanya lipatan-lipatan melintang pinggang.
Tulang belakang lumbal berasda pada bidang di muka sacrum dan tampak terlalu pendek.
Kadang-kadang terdapat skoliosis.
kaku. Biasanya pergerakan normal pada pasien muda tapi mungin ada
SPONDYLODISCITIS
DEFINISI
42
Spondylitis adalah osteomyelitis dari kolom tulang belakang. Ini didefinisikan sebagai infeksi
disertai oleh kehancuran badan vertebra, dimulai dari end plates, tetapi dengan keterlibatan sekunder dari
diskus intervertebralis.
Sedangkan istilah spondylodiscitis berarti infeksi primer dari disk
intervertebralis (ruang antar piringan sendi intervertebralis) oleh
patogen, dengan infeksi sekunder tubuh vertebra yang ada pada
deretannya (tetangga).
Jadi Spondylodiscitis di sini merupakan inflamasi lapisan bagian
bawah dan atas vertebra maupun bagian tengah discus intervertebral
dan sering disertai dengan spondylitis (inflamasi bagian vertebra).
Pada diagnosis, perubahan inflamasi baik dalam tubuh vertebralis
(body of vertebrae) dan diskus intervertebralis biasanya terlihat dari
sinar-x, sehingga asal infeksi bakteri tidak lagi jelas.
ETIOLOGI
Spektrum patogen
Infeksi Spondylodiscitis disebabkan oleh bakteri, jamur atau parasit dan dapat merupakan dampak dari
perubahan bentuk segmen vertebral dan komplikasi neurological.
Kemungkinan patogen termasuk bakteri (sebagian besar), jamur,
virus, atau parasit (lebih jarang). Tergantung pada patogen,
pembedaan dibuat antara spondilitis spesifik dan non-spesifik.
Penyakit inflamasi dari kolom tulang belakang dapat digolongkan
dalam
kelompok
non-infeksius
dengan
gambaran
klinis
Clostridium perfringens
Proteus mirabilis
Spondilitis tertentu selalu terjadi melalui jalur endogen. Kerangka TB ditemukan di 3% sampai 5% dari
penderita TB dan HIV-negatif hingga 60% pasien TB-HIV positif. Setengah dari seluruh tuberkulosis tulang
terjadi pada tulang belakang.
FAKTOR PREDISPOSISI
Penyakit rematik,
Asupan steroid kronis,
Adaya kanker,
Sebelumnya memiliki riwayat penyakit
sistemik,
TBC yang lama,
Anemia sel sabit,
Penyalahgunaan obat, dan
HIV
JALUR
INFEKSI
Sebuah perbedaan dibuat antara jalur endogen dan eksogen infeksi.
Spondylodiscitis Endogen; sebagian besar didahului oleh infeksi jauh dari tubuh vertebra (body of
vertebrae) infeksi ini kemudian disebarkan oleh darah, yang menyebabkan kolonisasi satu atau
beberapa tempat pada tubuh vertebra (body of vertebrae) tadi oleh patogen. Pada prinsipnya, penyebaran
bisa melalui baik arteri atau vena. Peradangan biasanya menyebar di bagian ventral dari kolom tulang
belakang. Fokus utama dari infeksi sering tidak lagi dikenali ketika spondylodiscitis pada diagnosis di
klinik.
Spondylodiscitis Eksogen; dapat disebabkan oleh operasi atau dengan cara penyuntikan dekat tulang
belakang. Di sisi lain, infeksi tulang belakang juga dapat timbul dari sistem limfatik dan akan terus
menyebar dengan ini.
awalnya atau merupakan reaktivasi dari penyakit yang subklinis. Reaktivasi ini dapat pula terjadi pada
pemberian terapi BCG Mycobacterium bovis pada pasien dengan keganasan vesica urinaria.
Faktor lain yang menentukan adalah tingkat endemisitas penyakit tuberkulosis. Di daerah endemik, berbagai
lokasi sendi dapat terlibat dan lebih menyerang mereka dengan usia lebih muda. Berbeda dengan daerah
yang non-endemik, maka pasien usila dengan imobilisasi lama atau menderita penyakit kronik seperti artritis
reumatoid, pemakai kortikosteroid lama dan keadaan imuno-kompromais, lebih rentan untuk terjadinya
tuberkulosis osteoartikular.
GEJALA
Sakit perut
Sakit punggung
Kesulitan bangkit dan berdiri
Peningkatan kelengkungan belakang
Demam ringan (kurang dari 102 derajat Fahrenheit)
Penolakan untuk duduk, berdiri, atau berjalan (anak muda)
Kekakuan di belakang
Berdebar, berdenyut-denyut rasa sakit kembali
rasa sakit yang berulang yang dihasilkan dari gerakan dan tekanan
Tekanan dan rasa sakit kompresi di kolom tulang belakang, sering disertai dengan perubahan dalam
abses atau bahan nekrotik ke dalam kanal tulang belakang, sehingga kompresi saraf tulang belakang.
Karena propagasi terus abses dapat berkomplikasi:
abses psoas
Paravertebral (sebelah vertebra) abses jaringan lunak
Gejala khusus yang timbul dari kelompok organ lain yang tidak berkaitan langsung dengan tulang
belakang dan disebabkan oleh penyakit primer (misalnya TBC, tifus, dll).
45
KOMPLIKSASI
Dalam beberapa kasus bakteri ini dapat menyebabkan radang bernanah, radang paru atau saluran
kemih, dimana patogen juga dapat menginfeksi tulang belakang dengan melakukan perjalanan dari
pusat peradangan melalui aliran darah atau sistem limfatik. Setelah tulang belakang terinfeksi, abses
dan pelunakan vertebra dan diskus intervertebralis dapat menyebabkan penetrasi dari abses ke dalam
kanal tulang belakang yang dapat menyebabkan komplikasi saraf.
Persistent kembali sakit (jarang)
Terdapat adanya efek samping obat
DIAGNOSIS
1. Anamnesis :
Menggali dan menanyakan terkait apakah pasien memiliki riwayat infeksi bakteri?
Apakah pasien memiliki riwayat pembedahan sebelumnya atau prosedur terapeutik lainnya pada
kolumna spinalis ?
Apakah pasien menderita penyakit kausatif seperti tuberculosis atau salIs salmonellosis?
Apakah pasien menderita beberapa penyakt autoimmune atau diabetes mellitus (penggalian kearah
factor resiko) ?
2. Pemeriksaan Fisik dan Neurologi:
Letak lokasi nyeri ?
Apakah terdapat gejala radicular atau pseudoradicular neurological
Pemeriksaan klinis meliputi pemeriksaan berkonsentrasi pada perubahan lokal dan mengambil status
neurologis rinci.
Ada rasa sakit biasanya tumit, impaksi, dan perkusi, tapi rasa sakit lokal sedikit pada tekanan.
Pasien mengambil sikap mengurangi dan menghindari menekankan bagian ventral dari kolom tulang
belakang.
Secara khusus, kecenderungan dan kembali ereksi digambarkan terasa menyekitkan.
3. Diagnosis Laboraturium:
Parameter laboratorium untuk ditentukan adalah leukosit, protein C-reaktif (CRP), dan tingkat
sedimentasi eritrosit (ESR).
46
4. Deteksi pathogen:
Kultur Darah
Biopsi
5. Metode Imaging:
Rangka skintigrafi
Daftar pustaka
Kasper et al. 2005. Harrisons Principles of internal medicine 16th edition. McGrawHill. Newyork
Kumar,dkk. Robbins Basic Pathology 8th edition. Saunders, Elseviers.
Mc.Ray Ronald. The knee; Clinical Orthopaedic Examination. 5th edition. Churcill Livingstone; 2004
Rasjad, chairuddin, 2003. Pengantar ilmu bedah Ortopedi, Bintang Lamumpatue:Makassar
Sudoyo, Aru W.dkk.2006. Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid II Edisi IV. FK UI. Jakarta.
47
Townsend et al. 2004. Sabiston Textbook of surgery the biological basis of modern surgical
practice, 17 th edition, Saunders.Philadelphia
Wim De Jong, Sjamsuhidayat. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah, edisi 2. EGC: Jakarta
48