Anda di halaman 1dari 31

ANALISIS PERBANDINGAN KARAKTERISTIK LAMPU CFL, PIJAR,

DAN LED
PROPOSAL
TUGAS AKHIR
diajukan untuk memenuhi salah satu syarat Tugas Akhir Teknik Elektro

ditulis oleh :
Muhamad Kusdinar (0905929)

JURUSAN PENDIDIKAN TEKNIK ELEKTRO


FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNOLOGI DAN KEJURUAN
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2014

LEMBAR PENGESAHAN
PROPOSAL TUGAS AKHIR

oleh
Nama
: MUHAMAD KUSDINAR
NIM
: 0902959
Program Studi : S1 PENDIDIKAN TEKNIK ELEKTRO
Konsentrasi
: TEKNIK TENAGA ELEKTRIK
Dilaksanakan
: Semester 10/ Tahun Akademik 2013/2014
Bandung, Februari 2014
Disetujui oleh,
Pembimbing I
Pembimbing II
..................................................
NIP.

..................................................
NIP.
Mengetahui,
Ketua Tugas Akhir

Hasbullah, S. Pd., M. T.
NIP. 19740716 200112 1 003

ABSTRAK

Beredarnya Lampu LED menjadi pengganti Lampu Hemat Energi (LHE)


atau lampu Swabalast di Indonesia, yang menjanjikan penyerapan daya rendah
dengan cahaya yang lebih terang, menyebabkan masyarakat banyak berpindah dari
penggunaan lampu tabung dan lampu pijar ke jenis lampu ini. Bentuk lampu,
variasi daya lampu, umur lampu maupun perbandingan terang lampu yang
ditawarkan oleh produsen dalam label kemasan menambah daya tarik bagi para
konsumen untuk menggunakannya.
Peraturan Pemerintah Indonesia yang mewajibkan produsen lampu LHE
untuk mencantumkan label SNI (Standar Nasional Indonesia) sebagai bukti bahwa
lampu tersebut dalam batas Efikasi yang

telah ditentukan. Efikasi dimaksud

diantaranya adalah memenuhi efisiensi dalam pemakaian energi berdasarkan SNI


04-6958-2003. Peraturan Umum Instalasi Listrik (PUIL) dan PT. PLN
menghimbau kepada konsumennya agar pengguna listrik dapat menjaga agar
faktor daya bebannya tidak kurang dari 0.8.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui besarnya konsumsi arus dan
daya listrik yang dibutuhkan oleh lampu LHE berlabel SNI yang beredar
dipasaran. Pemilihan 10 buah lampu 18 watt, 220 volt dari merk Philip yang
diperoleh secara acak dipasaran, digunakan sebagai sampel. Tegangan catu yang
bervariasi antara 110 volt hingga 240 volt dengan step 10 volt dikenakan pada
lampu untuk diamati perubahan besarnya arus dan daya nyatanya. Pemakaian
hukum Ohm dan segitiga daya digunakan untuk mendapatkan daya semu, daya
reaktif, faktor daya maupun impedansi. Pemanfaatan analisis regresi polynomial
digunakan untuk memperoleh karakteristik dari masing-masing lampu.

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Judul
ANALISIS PERBANDINGAN KARAKTERISTIK LAMPU CFL,
PIJAR DAN LED
1.2 Latar Belakang
Baru-baru ini program yang sedang digalakkan PLN bagi para
konsumennya adalah untuk menghemat energi listrik dalam pemakaian
lampu. Penghematan ini dilakukan dengan cara menggunakan jenis lampu
yang paling hemat energi saat ini atau mengganti lampu terpasang dengan
lampu yang paling hemat energi.
Kenyataan yang dihadapi saat ini, masyarakat masih banyak yang
belum mengenal atau belum memahami apa yang dimaksud dengan
lampu hemat energi. Masyarakat cenderung memilih lampu yang murah
dan mudah didapatkan di pasaran tanpa mengetahui dengan pasti
konsumsi energi dan lampu tersebut. Hemat energi adalah suatu temayang
menarik perhatian penuh di

seluruh

masyarakat

umum,

tapi

dalam

hubungan ini jarang dipikirkan ke masalah penerangan (Pijpaert, 1995).


Yang dimaksud lampu terhemat energi saat ini adalah lampu yang
mengkonsumsi daya listrik (watt) seminimal mungkin untuk menghasilkan
cahaya tampak yang terpakai manusia sebesar mungkin. Saat ini penggunaan
lampu neon TL (Tabung Fluoresen), CFL (Compact Fluorescent Lamp) atau
lampu Swaballast dianggap sudah merupakan lampu hemat energi. Sesuai
perkembangan teknologi perlampuan terdapat lampu yang lebih hemat
dibanding lampu-lampu tersebut, yaitu LED (Light Emitting Dioda).
Penghematan energi bukan sematamata menurunkan konsumsi energi tetapi
dengan cara mengurangi kuat penerangan saja, namun bagaimana
menyediakan penerangan tanpa mengorbankan kualitas pelayanan cahaya

bagi mata manusia. Prinsipnya menyediakan cahaya saat dibutuhkan dalam


jumlah dan kualitas yang cukup.
1.3 Identifikasi Masalah
Beredarnya Lampu LED menjadi pengganti Lampu Hemat Energi
(LHE) atau lampu Swabalast di Indonesia, yang menjanjikan penyerapan
daya rendah dengan cahaya yang lebih terang, menyebabkan masyarakat
banyak berpindah dari penggunaan lampu tabung dan lampu pijar ke jenis
lampu ini. Bentuk lampu, variasi daya lampu, umur lampu maupun
perbandingan terang lampu yang ditawarkan oleh produsen dalam label
kemasan menambah daya tarik bagi para konsumen untuk menggunakannya.
Oleh karena itu dilakukan penelitian untuk membandingkan lampu LED
dengan lampu yang sudah ada untuk mengetahui karakteristik lampu tesebut.
.
1.4 Batasan Masalah
Agar tujuan penelitian ini tercapai dan supaya masalah dalam
penelitian ini lebih terarah, maka penulis perlu membatasi masalah dalam
penelitian ini. Adapun batasan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut :
1.

Dalam penelitian ini difokuskan untuk mengetahui besarnya konsumsi


tegangan,arus, daya listrik, lumen dan lux pada lampu CFL, Pijar dan
LED.

2.

Dalam penelitian ini dilakukan terhadap 3 jenis Lampu yaitu CFL, Pijar
dan LED.
1.5 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka penulis akan
menentukan berbagai permasalahan yang akan dianalisis sebagai berikut:
1. Bagaimana Karakteristik Lampu CFL, Pijar dan LED

2. Bagaimana Konsumsi arus dan daya listrik pada lampu CFL, Pjar dan
LED
3. Bagaimana efisiensi lampu CFL, Pijar dan LED
1.6 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui:
1. Karakteristik Lampu CL, Pijar dan LED; dan
2. Perbandingan konsumsi arus dan daya listrik antara lampu CFL, Pijar
dan LED
1.7 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :
1. Bagi Penulis.
a. Sebagai syarat untuk memenuhi penyusunan Tugas Akhir guna
mendapatkan gelar Sarjana dari program studi Pendidikan
Teknik Elektro di Universitas Pendidikan Indonesia.
b. Sebagai wahana guna mengembangkan wawasan, pengetahuan,
dan konsep mengenai karakteristik lampu berbasis LED serta
perbandingan konsumsi daya bila dibandingkan dengan lampu
yang sudah ada.
2. Bagi Universitas Pendidikan Indonesia.
Tugas Akhir ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan
pertimbangan dalam upaya penghematan energi listrik di lingkungan
Universitas khususnya di gedung FPTK, tanpa mengurangi kualitas
cahaya sesuai SNI.
3. Bagi Pembaca.
Sebagai media informasi perihal karakteristik lampu berbasis
LED serta perbandingan konsumsi daya bila dibandingkan dengan
lampu yang sudah ada. Tugas Akhir ini juga diharapkan dapat
dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam upaya penghematan
energi listrik tanpa mengurangi kualitas cahaya sesuai dengan SNI.

1.8 Metodologi Penelitian


1. Studi literatur
Metode ini digunakan untuk mengumpulkan informasi-informasi
dan pengetahuan sebagai referensi dalam melakukan penelitian tersebut.
Meliputi definisi Lampu CFL, Pijar dan LED
2. Pengumpulan data
Meliputi pengumpulan data dengan mengamati pada setiap bagian
Lampu CFL, Pijar dan LED yang didapat pada saat penelitian.
3. Pengolahan dan analisa
Meliputi data perhitungan yang telah didapat dan diamati pada
saat penelitian Lampu CFL, Pijar dan LED.
1.9 Sistematika Penulisan
Untuk memudahkan pemahaman isi dari laporan tugas akhir ini, maka
laporan ini dibagi dalam Lima bab. Adapun kelima bab tersebut adalah:
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini berisikan tentang latar belakang, manfaat, tujuan penulisan,
rumusan masalah, batasan masalah, metodologi, sistematika penulisan dan
jadwal pelaksanaan.
BAB II STUDI PUSTAKA
Bab ini berisikan tentang teori mengenai Lampu CFL, Pijar dan LED.
BAB III PEMBAHASAN
Bab ini berisikan tentang Karakteristik Lampu CFL, Pijar dan LED.
BAB IV HASIL DAN ANALISIS
Bab ini berisikan tentang Perbandingan Lampu CFL, Pijar dan LED.
BAB V PENUTUP

Bab kesimpulan dan saran.


DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

BAB II
STUDI PUSTAKA
2.1 Pencahayaan
2.1.1

Teori Dasar Mengenai Cahaya


Cahaya hanya merupakan satu agian beragai jenis gelombang
elektromagnetis yang terbang ke angkasa. Gelombang tersebut
memiliki panjang dan frekuensi tertentu, yang nilainya dapat
dibedakan

dari

energi

cahaya

lainnya

dalam

spektrum

elektromagnetis.
Cahaya dipancarkan dari suatu benda dengan fenomena sebagai
berikut:

Pijar padat dan cair memancarkan radiasi yang dapat dilihat


bila dipanaskan sampai 1000K. Intensitas meningkat dan
penampakan menjadi semakin putih jika suhu naik.

Muatan Listrik Jika arus listrik dilewatkan melalui gas maka


atom

dan

molekul

memancarkan

radiasi

dimana

spektrumnya merupakan karakteristik dari elemen yang ada.


Electro luminescence: Cahaya dihasilkan jika arus listrik
dilewatkan melalui padatan tertentu seperti semikonduktor

atau bahan yang mengandung fosfor.


Photoluminescence:
Radiasi pada salah satu panjang
gelombang diserap, biasanya oleh suatu padatan, dan
dipancarkan kembali pada berbagai panjang gelombang.
Bila radiasi yang dipancarkan kembali tersebut merupakan
fenomena yang dapat terlihat maka radiasi tersebut disebut
fluorescence atau phosphorescence.

Cahaya nampak, seperti yang dapat dilihat pada spektrum


elektromagnetik, diberikan dalam Gambar 1, menyatakan
gelombang yang sempit diantara cahaya ultraviolet (UV) dan

energi inframerah (panas). Gelombang cahaya tersebut mampu


merangsang retina mata, yang menghasilkan sensasi penglihatan
yang disebut

pandangan. Oleh karena itu, penglihatan

memerlukan mata yang berfungsi dan cahaya yang nampak.

Gambar Radiasi yang Tampak


(Biro Efisiensi Energi,2005)

Sumber cahaya memancarkan energi dalam bentuk gelombang


yang merupakan bagian dari kelompok gelombang
elektromagnetik. Gambar 1 menunjukkan sumber cahaya alam
dari matahari yang terdiri dari cahaya tidak tampak dan cahaya
tampak.

Gambar Kelompok Gelombang Elektromagnetik

Kecepatan rambat V gelombang elektromagnetik di ruang bebas


3.105 km/det. Jika frekuensi energinya = f dan panjang
gelombangnya (lambda), maka berlaku :
=

V
f

Panjang gelombang tampak berukuran antara 380m sampai


dengan 780m seperti pada tabel berikut ini.
Tabel Panjang Gelombang
Warna
Ungu
Biru
Hijau
Kuning
Jingga
Merah

2.1.2

Panjang Gelombang
(m)
380 420
420 495
495 566
566 589
589 627
627 780

Definisi dan Istilah yang Umum Digunakan


Lumen: Satuan flux cahaya; flux dipancarkan didalam satuan unit
sudut padatan oleh suatu sumber dengan intensitas cahaya yang
seragam satu candela. Satu lux adalah satu lumen per meter
persegi. Lumen (lm) adalah kesetaraan fotometrik dari watt, yang
memadukan respon mata pengamat standar. 1 watt = 683 lumens
pada panjang gelombang 555 nm.
Efficacy Beban Terpasang: Merupakan iluminasi/terang rata-rata
yang dicapai pada suatu bidang kerja yang datar per watt pada
pencahayaan umum didalam ruangan yang dinyatakan dalam
lux/W/m.
Perbandingan Efficacy Beban Terpasang: Merupakan perbandingan
efficacy beban target danbeban terpasang.
Luminaire: Luminaire adalah satuan cahaya yang lengkap, terdiri
dari sebuah lampu atau beberapa lampu, termasuk rancangan

pendistribusian cahaya, penempatan dan perlindungan lampulampu, dan dihubungkannya lampu ke pasokan daya.
Lux: Merupakan satuan metrik ukuran cahaya pada suatu
permukaan. Cahaya rata-rata yang dicapai adalah rata-rata tingkat
lux pada berbagai titik pada area yang sudah ditentukan. Satu lux
setara dengan satu lumen per meter persegi.
Tinggi mounting: Merupakan tinggi peralatan atau lampu diatas
bidang kerja.
Efficacy cahaya terhitung: Perbandingan keluaran lumen terhitung
dengan pemakaian daya terhitung dinyatakan dalam lumens per
watt.
Indeks Ruang: Merupakan perbandingan, yang berhubungan
dengan ukuran bidang keseluruhan terhadap tingginya diantara
tinggi bidang kerja dengan bidang titik lampu.
Efficacy Beban Target: Nilai efficacy beban terpasang yang dicapai
dengan efisiensi terbaik, dinyatakan dalam lux/W/m.
Faktor pemanfaatan (UF): Merupakan bagian flux cahaya yang
dipancarkan oleh lampu-lampu, menjangkau bidang kerja. Ini
merupakan suatu ukuran efektivitas pola pencahayaan.
Intensitas Cahaya dan Flux:
Satuan intensitas cahaya I adalah candela (cd) juga dikenal dengan
international candle. Satu lumen setara dengan flux cahaya, yang
jatuh pada setiap meter persegi (m2) pada lingkaran dengan radius
satu meter (1m) jika sumber cahayanya isotropik 1-candela (yang
bersinar sama ke seluruh arah) merupakan pusat isotropik
lingkaran. Dikarenakan luas lingkaran dengan jarijari r adalah 4r2, maka lingkaran dengan jari-jari 1m memiliki luas
4m2, dan oleh karena itu flux cahaya total yang dipancarkan oleh
sumber 1- cd adalah 41m. Jadi flux cahaya yang dipancarkan oleh
sumber cahaya isotropik dengan intensitas I adalah:
Flux cahaya (lm) = 4 intensitas cahaya (cd)
Perbedaan antara lux dan lumen adalah bahwa lux berkenaan
dengan luas areal pada mana flux menyebar 1000 lumens, terpusat
pada satu areal dengan luas satu meter persegi, menerangi meter

persegi tersebut dengan cahaya 1000 lux. Hal yang sama untuk
1000 lumens, yang menyebar ke sepuluh meter persegi, hanya
menghasilkan cahaya suram 100 lux.
Hukum Kuadrat Terbalik
Hukum kuadrat terbalik mendefinisikan

hubungan

antara

pencahayaan dari sumber titik dan jarak. Rumus ini menyatakan


bahwa intensitas cahaya per satuan luas berbanding terbalik dengan
kuadrat jarak dari sumbernya (pada dasarnya jari-jari).
E = I / d2
Dimana E = Emisi cahaya, I = Intensitas cahaya dan d = jarak
Bentuk lain dari persamaan ini yang lebih mudah adalah:
E1 d1 = E2 d2
Jarak diukur dari titik uji ke permukaan yang pertama-tama kena
cahaya kawat lampu pijar jernih, atau kaca pembungkus dari
lampu pijar yang permukaannya seperti es.
Suhu Warna
Suhu warna, dinyatakan dalam skala Kelvin (K), adalah
penampakan warna dari lampu itu sendiri dan cahaya yang
dihasilkannya. Bayangkan sebuah balok baja yang dipanaskan
secara terus menerus hingga berpijar, pertama-tama berwarna
oranye kemudian kuning dan seterusnya hingga menjadi putih
panas. Sewaktu-waktu selama pemanasan, kita dapat mengukur
suhu logam dalam Kelvin (Celsius + 273) dan memberikan angka
tersebut kepada warna yang dihasilkan. Hal ini merupakan dasar
teori untuk suhu warna. Untuk lampu pijar, suhu warna merupakan
nilai yang sesungguhnya; untuk lampu neon dan lampu dengan
pelepasan intensitas tinggi (HID), nilainya berupa perkiraan dan
disebut korelasi suhu warna. Di Industri, suhu warna dan
korelasi suhu warna kadang-kadang digunakan secara bergantian.
Suhu warna lampu membuat sumber cahaya akan nampak hangat,
netral atau sejuk. Umumnya, makin rendah suhu, makin hangat
sumber, dan sebaliknya.
Perubahan Warna
Kemampuan sumber cahaya merubah warna permukaan secara
akurat dapat diukur dengan baik oleh indeks perubahan warna.

Indeks ini didasarkan pada ketepatan dimana serangkaian uji warna


dipancarkan kembali oleh lampu yang menjadi perhatian relatif
terhadap lampu uji, persesuaian yang sempurna akan diberi angka
100. Indeks CIE memiliki keterbatasan, namun cara ini merupakan
cara yang sudah diterima secara luas untuk sifat-sifat perubahan
warna dari sumber cahaya.
Tabel 1. Penerapan kelompok perubahan warna (Biro Efisiensi
Energi, 2005)
Kelompok
perubahan
warna

Indeks (Ra) umum


Perubahan
Warna CIE

Penerapan khusus

Dimana perubahan warna yang


1A

Ra > 90

akurat

diperlukan

misal

pemeriksaan warna cetakan


Dimana pertimbangan warna
yang
1B

80 < Ra < 90

60 < Ra < 80

40 < Ra < 60

akurat

penting

atau

perubahan warna yang baik


diperlukan

untuk

alasan

penampilan

misal

cahaya

peraga
Dimana perubahan warna yang
cukup/ moderate diperlukan
Dimana perubahan warna
memiliki sedikit arti namun
adanya penyimpangan warna
tidak dapat diterima
Dimana perubahan warna tidak

20 < Ra < 40

ada penting sama sekali dan


penyimpangan

warna

dapat

diterima
Kesalah pahaman yang umum terjadi adalah bahwa suhu warna dan
perubahaan warna keduanya menjelaskan sifat yang sama terhadap
lampu. Selain itu, suhu warna menjelaskan penampilan warna

sumber cahaya dan cahaya yang dipancarkannya. Perubahan warna


menjelaskan bagaimana cahaya merubah warna suatu objek.
2.1.3
2.2 Pengertian Lampu Pijar, CFL dan LED
2.2.1

Pengertian Lampu
Lampu pijar (incandescent lamp) menggunakan filamen tipis di

dalam bola kaca yang hampa udara. Arus listrik mengalir dan memanaskan
filamen. Pada suhu yang sangat tinggi, cahaya akan berpijar pada filamen
tersebut. Apabila bohlam bocor dan oksigen menyentuh filamen panas,
reaksi secara kimia akan terjadi sehingga lampu rusak dan tidak dapat
digunakan lagi.
Cahaya lampu pijar dibangkitkan dengan mengalirkan arus listrik
dalam suatu kawat halus. Dalam kawat ini, energi listrik diubah menjadi
panas dan cahaya. Kalau suhu ditingkatkan, panjang gelombangakan
bergeser. Maksimum grafik energi akan bergeser ke arah gelombang yang
lebih pendek, kearah warna ungu.
Bola lampu pijar terdiri dari hampa udara atau berisi gas, yang
dapat menghentikan oksidasi dari kawat pijar tungsten/wolfram, namun
tidak akan menghentikan penguapan. Warna gelap bola lampu dikarenakan
tungsten yang teruapkan mengembun pada permukaan lampu yang relatif
dingin. Dengan adanya gas inert, akan menekan terjadinya penguapan, dan
semakin besar berat molekulnya akan makin mudah menekan terjadinya
penguapan.

Gambar 3. Lampu pijar dan diagram alir energi lampu pijar.


Di antara berbagai jenis lampu, lampu neon termasuk kategori
lampu hemat energi dan banyak dipakai di perumahan dan perindustrian.
Lampu neon dapat berusia 10 ribu jam, sepuluh kali usia lampu pijar.
Namun dampaknya bagi lingkungan, kedua jenis lampu ini cukup
berbahaya. Lampu pijar sangat boros dalam efisiensi energi dan cahayanya
tidak cukup terang, sehingga di negara-negara maju lampu ini sudah jarang
dipakai lagi. Kandungan merkuri pada lampu neon pun tidak baik bagi
kesehatan manusia maupun lingkungan. Tingkat efisiensi energi yang
rendah membawa pengaruh bagi pemanasan global.

Gambar 4. Rangkaian lampu TL ( neon).

Gambar 5. Diagram alir energi lampu TL.


Adanya lampu neon kompak atau LHE yang tersedia saat ini
membuka seluruh pasar bagi lampu neon. Lampu-lampu ini dirancang
dengan bentuk yang lebih kecil yang dapat bersaing dengan lampu pijar
dan uap merkuri di pasaran lampu dan memiliki bentuk bulat atau segi
empat. Produk di pasaran tersedia dengan gir pengontrol yang sudah
terpasang (GFG) atau terpisah (CFN).

Gambar 6. Lampu neon kompak atau LHE.

Cahaya

pada LED

dipancarkan dalam

adalah energi elektromagnetik yang

bagian spektrum yang dapat dilihat. Cahaya yang

tampak merupakan hasil kombinasi panjang panjang gelombang yang


berbeda dari energi yang dapat terlihat, mata bereaksi melihat pada panjang
panjang gelombang energi elektromagnetik dalam daerah antara radiasi
ultra violet dan infra merah. Cahaya terbentuk dari hasil pergerakan
elektron pada sebuah atom.

Dimana pada sebuah atom, elektron bergerak pada suatu orbit yang
mengelilingi sebuah inti atom. Elektron pada orbit yang berbeda memiliki
jumlah energi yang berbeda. Elektron yang berpindah dari orbit dengan
tingkat energi lebih tinggi ke orbit dengan tingkat energi lebih rendah perlu
melepas energi yang dimilikinya. Energi yang dilepaskan ini merupakan
bentuk dari foton sehingga menghasilkan cahaya.Semakin besar energi
yang dilepaskan, semakin besar energi yang terkandung dalam foton.
LED adalah sejenis diodasemikonduktor istimewa.Seperti sebuah
dioda normal, LED terdiri dari sebuah chip bahan semikonduktor yang diisi
penuh, atau di-dop, dengan ketidakmurnian untuk menciptakan sebuah
struktur yang disebut p-n junction.Panjang gelombang dari cahaya yang
dipancarkan, dan warnanya, tergantung dari selisih pita energi dari bahan
yang membentuk p-n junction.

Gambar 2.Perpindahan elektron pada sebuah LED.


Darimana kita tahu sebuah produk memiliki kualitas yang
baik.Tentunya dari hasil pengujian yang dilakukannya. Hal yang samajuga
berlaku untuk LED. Sebelum dipasarkan lampulampu LED melalui tahap
pengujian, untuk memastikan kualitasnya.Tahap pengujian tersebut
dinamakan binning process.

Pada LED ada empat hal yang harus dibuktikan melalui proses
binning, yaitu konsistensi warna, colour rendering, usia pakai (lifetime),
dan efikasi (jumlah cahaya per daya) yang dinyatakan dalam satuan lumen
per watt (LPW).
Fungsi binning adalah memastikan setiap LED yang dihasilkan
memenuhi standar tersebut. Jika sebuah lampu LED memenuhi setiap
standar, maka ia akan memperoleh predikat Bin 1. Predikat ini terus
menurun ke Bin 2, Bin 3, dan seterusnya, sesuai dengan tingkat pemenuhan
standar kualitas dari setiap lampu LED yang diuji.Makin besar angka Binnya, artinya makin tidak memenuhi standarlah si lampu yang diuji.
Dari hasil binning ini, hanya lampu berpredikat Bin 1 dan Bin 2
yang dinyatakan lulus dan siap dipasarkan. Bagaimana nasib lampulampu
LED dengan predikat Bin3 dan seterusnya. Lampulampu ini tetap dijual
juga, karena tidak lulus binningbukan berarti tidak bisa dipakai.Harganya
pun jelas lebih rendah daripada LED yang lulus uji.
Tak seperti lampu pijar dan neon, LED mempunyai kecenderungan
polarisasi. Chip LED mempunyai kutub positif dan negatif (p-n) dan
hanya akan menyala bila diberikan arus maju. Ini dikarenakan LED terbuat
dari bahan semikonduktor yang hanya akan mengizinkan arus. listrik
mengalir ke satu arah dan tidak ke arah sebaliknya. Chip

LED pada

umumnya mempunyai tegangan rusak yang relatif rendah.


Karakteristik chip LED pada umumnya adalah sama dengan
karakteristik dioda yang hanya memerlukan tegangan tertentu untuk dapat
beroperasi. Namun bila diberikan tegangan yang terlalu besar, LED akan
rusak walaupun tegangan yang diberikan adalah tegangan maju.
2.4 Perhitungan Lumen

Flux cahaya () adalah jumlah keseluruhan watt cahya dengan


satuan lumen, disingkat dengan lm. Satu watt cahaya kira kira sama
dengan 680 lumen. Angka perbandingan 680 ini dinamakan ekivalen
pancaran fotometris.
Intensitas cahaya (I) adalah flux cahaya persatuan sudut ruang yang
dipancarkan ke suatu arah tertentu yang diukur dalam satuan candela (cd).
Sedangkan steradian adalah sudut ruang pada titik tengah bola
antara jari-jari terhadap batas luar permukaan bola sebesar kuadrat jarijarinya.

Gambar Steradian
2
Karena luas permukaan bola 4 r , maka di sekitar titik tengah

bola terdapat 4

sudut ruang yang masing-masing 1 steradian.

Jumlah streradian suatu sudut ruang dinyatakan dengan lambang


(omega)
=

A
R2

(steradian)

Luminansi adalah jumlah cahaya yang dipantulkan atau diteruskan oleh


suatu obyek. Permukaan yang lebuh gelap akan memantulkan cahaya yang lebih

sedikit daripada permukaan yang lebih terang, karena itu dibutuhkan iluminansi
yang sama dengan permukaan yang lebih terang.
2.2.2
2.2.3

Prinsip Kerja PLTMH


PLTMH bekerja ketika air dalam jumlah dan ketinggian tertentu
dijatuhkan melalui pipa pesat (penstok) dan menggerakan turbin yang
dipasang diujung bawah pipa. Putaran turbin di kopel (dihubungkan)
dengan generator sehingga generator berputar dan menghasilkan energi
listrik. Listrik yang dihasilkan dialirkan melalui kabel listrik ke rumahrumah penduduk atau konsumen lainnya. Jadi PLTMH mengubah
energi potensial yang berasal dari air menjadi energi listrik. Untuk
memanfaatkan energi air dengan tepat dan menghasilkan energi listrik
yang baik, diperlukan peralatan yang sesuai dan perencanaan yang
baik.

2.2.4

Komponen PLTMH
Komponen-komponen sipil yang ada pada PLTMH, yakni:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Bendung pengalihan (Diversion Weir);


Intek (saluran pemasukan);
Bak pengendap (Sand Trap);
Saluran pembawa ((Head Race Channel);
Saluran pelimpah (Spillway);
Bak penenang;
Saringan;
Pipa pesat (Penstock);
Rumah pembangkit (Power House); dan

10. Saluran pembuang (Tailrace Channel).


Komponen Mekanikal Dan Elektrikal terdiri dari :
1. Turbin
Turbin merupakan peralatan mekanik yang mengubah energi
potensial air menjadi energi mekanik (putaran). Air yang memiliki
tekanan dan kecepatan tertentu menumbuk sudut-sudut turbin dan

memutar runner turbin sehingga berputar dengan daya yang


sebanding dengan daya dari potensi air.
2. Generator
Generator merupakan komponen yang berfungsi merubah
energi mekanik berupa putaran menjadi energi listrik. Generator
yang digunakan biasanya jenis arus bolak balik (AC) dengan
frekuensi 50 hz pada putaran 1500 rpm. Energi listrik yang
dihasilkan dapat berupa 1 fasa (2 kabel) atau 3 fasa (4 kabel)
dengan tegangan 220/380 volt . Generator diputar oleh turbin
melalui kopel langsung atau melalui puley dan sabuk (belt). Ada
dua jenis generator yang banyak digunakan untuk PLTMH, yaitu
generator sinkron dan motor induksi sebagai generator (generator
induksi).
3. Peralatan Kontrol
Metode kontrol yang di gunakan adalah :
a.

Metode kontrol supervisory yang diklasifikasi lagi menjadi :


pengawasan terus menerus, kontrol jarak jauh, dan kontrol
berkala.
Metode kontrol operasional yang diklasifikasi menjadi:

b.

kontrol manual, konrol manusia, dan kontrol otomatis.


c.

Metode kontrol output yang meliputi kontrol jaringan, kontrol


level air, kontrol debit, dan kontrol operasional.
Selain itu sebuah PLTMH harus juga dilengkapi dengan
kebutuhan minimum untuk suatu sistem pembangkit listrik
pedesaan, meliputi :
a.
b.
c.
d.

Voltmeter untuk tegangan keluaran.


Voltmeter untuk beban dummy.
Amperemeter untuk keluaran generator.
Hourmeter untuk waktu operasional.

e. kWH meter dan kVARH meter untuk mengetahui total energi


yang diproduksi oleh pembangkit.
4. Peralatan Pengaman

Untuk melindungi dan mengatasi gangguan yang timbul


pada sistem pembangkit seperti :
a.
b.
c.

Kelebihan kecepatan turbin dan generator (over speed).


Kekurangan tegangan (voltage drop).
Kelebihan tegangan. (over voltage).

d.

Kelebihan arus ( over load ).

Maka

pada

PLTMH

dibutuhkan

peralatan-peralatan

pengaman seperti :
a.

NFB ( No Fuse Breaker ) atau MCCB ( Molded Case Circuit

b.

Breaker) untuk mendeteksi kelebihan arus.


IGC ( Induction Generator Controller) atau ELC ( Electronic
Load Controller) untuk mengatur dummy sebagai kontrol
terhadap perubahan kecepatan dan tegangan.

c.

MC ( Magnet Contactor) untuk menghubungkan atau


memutuskan rangkaian.
5. No Fuse Breaker (NFB)
NFB berfungsi untuk menghubungkan dan memutus
tegangan/arus utama dengan sirkuit atau beban, selain itu
berfungsi juga untuk memutuskan/melindungi beban dari arus
yang berlebihan ataupun jika terjadi hubung singkat.
Cara kerja NFB, ketika arus yang mengalir melaluinya
melebihi dari nilai yang tertera pada NFB, maka secara otomatis
NFB akan memutuskan arusnya gambar 7 diatas adalah NFB 3
Phase umumnya digunakan pada sirkuit induktion motor atau
control panel.
6. Induction Generator Controller (IGC) Atau Electronic Load
Controller (ELC).
a. ELC (Electronic Load Controller)

Electronic Load Controller (ELC) berfungsi sebagai


pengatur speed turbin (governor) untuk sistim pembangkit
dengan generator sinkron. Prinsip kerja pengatur beban
elektronis (Electronic Load Controller, ELC) ini adalah ELC
akan memonitor frekuensi sistem secara terus menerus.
Frekuensi hasil monitor akan dibandingkan dengan frekuensi
offset (nilai frekuensi yang sudah ditentukan sebelumnya
sesuai dengan nilai toleransi yang diijinkan). Hasil dari
perbandingan

digunakan

untuk

mengatur

besar-

kecilnya ballast loads secara otomatis yakni dengan cara


menambah atau mengurangi ballast loads sebagai kompensasi
beban utama yang pemakaiannya tidak menentu, sehingga
diharapkan total beban generator PLTMH akan terjaga pada
beban aman dan putaran generator menjadi relatif mendekati
putaran konstan.
Pengaturan putaran generator mikrohidro dengan beban
komplemen menggunakan sakelar elektronik yang terdiri atas
tiga bagian utama, yaitu :
1. Sensor Arus Dan Rangkaian Kontrol
Alat ini berfungsi untuk mendeteksi perubahan arus
beban yang dihasilkan oleh generator sebagai akibat
adanya perubahan arus pada beban konsumen yang
kemudian akan dibandingkan dengan harga referensi
yang telah ditentukan. Selanjutnya rangkaian kontrol
akan memberikan aksi atas perubahan tersebut dengan
memberikan trigger pada SCR sesuai dengan perubahan
yang terjadi.
2. Sakelar Elektronik (SCR)
Digunakannya SCR karena dengan menggunakan
arus pengontrol yang kecil dapat men-switch arus yang
jauh lebih besar. SCR berfungsi sebagai pemutus dan

penghantar

arus

ke

beban

komplemen

yang

pengoperasiannya diatur oleh modul kontrol berdasarkan


perubahan yang terjadi. Penghantaran dan pemutusan
arus dapat dilakukan dengan cara mengatur sudut
penyalaan. Modul kontrol yang digunakan adalah modul
kontrol

yang

mendeteksi

perubahan

arus

dan

mengubahnya menjadi tegangan, kemudian mengaktifkan


gate SCR dengan perubahan arus yang terjadi.
3. Beban Komplemen
Beban komplemen digunakan sebagai tempat
pengalihan daya dari perubahan yang terjadi pada beban
sebenarnya dengan tujuan untuk menjaga agar putaran
generator tetap konstan meskipun terjadi perubahan arus
pada beban sebenarnya.
b. IGC (Induction Generator Controller)
Induction Generator Controller (IGC) berfungsi sebagai
pengatur tegangan (Automatic Voltage Regulator) untuk
sistim pembangkit dengan generator asinkron (IMAG).
Dengan cara menyeimbangkan antara daya turbin (input
power) dengan daya generator (output power).
7. Kontaktor Magnet (Magnetic Contactor)
Magnetic Contactor (MC) adalah sebuah komponen yang
berfungsi sebagai penghubung/kontak dengan kapasitas yang
besar dengan menggunakan daya minimal. Dapat dibayangkan
MC adalah relay dengan kapasitas yang besat. Umumnya MC
terdiri dari 3 pole kontak utama dan kontak bantu (aux. contact).
Untuk menghubungkan kontak utama hanya dengan cara
memberikan tegangan pada koil MC sesuai spesifikasinya.
Komponen utama sebuah MC adalah koil dan kontak utama.
Koil dipergunakan untuk menghasilkan medan magnet yang akan

menarik kontak utama sehingga terhubung pada masing-masing


pole.
8. Beban Ballast (Ballast Load)
Beban ballast hanya digunakan pada PLTMH dengan
pemakaian kontrol beban (ELC/IGC) sedangkan pada PLTMH
tanpa kontrol tidak menggunakan beban ballast. Pada PLTMH
tanpa menggunakan kontrol, tegangan dan frekuensi akan naik dan
turun sesuai dengan perubahan beban konsumen, hal ini akan
mengakibatkan lampu dan peralatan elektronik akan cepat rusak.
Beban ballast digunakan untuk membuang energi listrik
yang dibangkitkan oleh generator tetapi tidak terpakai oleh
konsumen. Sehingga daya yang dihasilkan generator dengan daya
yang dipakai akan seimbang, hal ini dimaksudkan untuk menjaga
tegangan dan frekuensi generator tetap stabil.
2.3 Digital Load Controller (DLC)
2.3.1

Pengertian DLC
DLC berfungsi sebagai pengatur speed turbin (governor) untuk
system pembangkit dengan generator sinkron. Sedangkan IGC berfungsi
sebagai pengatur tegangan (AVR) untuk system pembangkit dengan
generator asinkron (IMAG). Dengan cara menyeimbangkan antara daya
turbin (input power) dengan daya generator (output power) dan
mengatur besar kecilnya daya yang dibuang ke ballast load.
DLC/IGC ini merupakan generasi baru dimana system controlnya
berbasis MicroProcessor/MicroController, dimana dapat mengontrol
pembangkit dengan ketelitian yang tinggi. Dengan sistem ini frequency
generator dapat dikontrol dengan mudah dan akurat. Meskipun berbasis
microprocessor, komponen-komponen DLC tahan terhadap tegangan
spike/petir dan full static design. Nominal aplikasi frekuensi adalah 50
Hz atau 60 Hz, sesuai dengan setting pada switch. DLC disimpan pada

box sesuai dengan kapasitasnya, yang dilengkapi dengan Circuit


Breaker, kontaktor/motorized circuit breaker, dan metering.
DLC dapat diaplikasikan untuk PLTMH yang beroperasi
Parallel/Interkoneksi dengan grid. DLC sebagai pengatur speed turbin
bekerja lebih simple dibanding dengan flow control. DLC tidak
memerlukan pengaturan flow dan fly wheel untuk mengatur speed
turbinnya. Dengan menambahkan satu unit synchronizer berikut
proteksinya maka pembangkit tersebut dapat bekerja secara Isolated
maupun Parallel/Interkoneksi.
2.3.2

Prinsip Kerja DLC


Pada prinsipnya pengontrolan dengan DLC bertujuan agar daya
yang dibangkitkan oleh Generator sinkron selalu sama besar dengan
daya yang diserap sehingga dapat dibangkitkan tegangan dan frekuensi
yang stabil dengan cara membuang kelebihan daya yang tidak
digunakan oleh konsumen ke ballast load. Ballast load adalah bagian
dari DLC, tidak untuk keperluan konsumen, ballast load merupakan
beban resistif.
Prinsip kerja dari DLC secara sederhana dapat dijelaskan sebagai
berikut. Apabila daya yang diserap oleh konsumen berubah akan
terdeteksi oleh DLC dan dengan segera merubah daya yang masuk ke
ballast load. Sistem ballast load DLC pada masing-masing phase
terdapat dua step ballast. Ballast 1 akan terisi terlebih dahulu kemudian
setelah ballast 1 penuh maka ballast 2 yang akan diisi. Begitu juga
sebaliknya apabila konsumen membutuhkan daya maka ballast 2 dulu
yang akan dikurangi, setelah ballast 2 kosong maka ballast 1 yang akan
dikurangi lagi. Untuk pengaturan arus ballast digunakan SCR. SCR
tidak lain merupakan saklar electronics yang mengatur besar kecilnya
daya yang dibuang ke ballast load, yang mana SCR dikontrol oleh DLC
secara otomatis.

Diagram selengkapnya DLC dapat dilihat pada gambar dibawah


ini:

DAFTAR PUSTAKA
Prih, Sumardjati, dkk. (2008). Teknik Pemanfaatan Tenaga Listrik Jilid 2.
Jakarta: Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan.
Saputro, Jimy Harto. (2013). Analisis Penggunaan Lampu LED pada
Penerangan Dalam Rumah. Semarang : UNDIP Tembalang.
Setiawidayat Sabar dan Sriyanto Wahyu. Karakteristik Lampu Hemat Energi
(LHE) Merk Panasonic, Shinyoku, dan ACR Ditinjau Dari Pengaruh
Suplai Tegangan Listrik. Malang : Universitas Widyagama Malang
Sukisno, Toto dan Nugroho, Yusuf. Analisis Pengaruh Kombinasi Lampu Pijar,
TL Dan Lampu Hemat Energi Terhadap Kualitas Daya Listrik Di Rumah
Tangga. Yogya : Universitas Negeri Yogyakarta
Tjandrakusuma, Winarto. (2013). LED Sebagai Lampu Masa Depan yang Hemat
Listrik dn Ramah Lingkungan. Bandung: Institut Teknologi Bandung
Wahyu.(2012). Analisa Efisisensi Pemakaian Listrik dengan Lampu LED Untuk
Penerangan Depot LPG Tg. Priok. Jakarta : Pertamina Learning Center.
Zulfikar, Riki. (2012). Evaluasi Kebutuhan Daya Listrik dan Kemungkinan
Untuk Penghematan Energi Listrik di Hotel Santika Bogor. Bogor :
Universitas Pakuan Bogor.

DATA PRIBADI
Nama

: Muhamad Kusdinar

NIM

: 0905929

Alamat

: Jl. Raya serang KM 14

Kebon Kalapa RT/RW 04/04

Kragilan Kab. Serang - Banten.


Telepon

: +62 856-9566-3932

E-mail

: muhamad_kusdinar@yahoo.com

kec

Anda mungkin juga menyukai