Penelitian TB Di Puskesmas Gedangan 3 NEW
Penelitian TB Di Puskesmas Gedangan 3 NEW
PENDAHULUAN
I.1. Latar belakang masalah
Tuberkulosis paru (TBP) adalah suatu penyakit infeksi kronik yang sudah
sangat lama dikenal oleh manusia, misalnya dihubungkan dengan tempat tinggal
di daerah urban, lingkungan yang padat , dibuktikan dengan adanya penemuan
kerusakan tulang vertebrae thorax yang khas TB dari kerangka yang digali di
Heidelberg dari kuburan zaman neolitikum, begitu juga penemuan yang berasal
dari mumi dan ukiran dinding pyramid di mesir kuno pada tahun 2000-4000 SM.
Hipokrates telah memperkenalkan terminology phthisis yang diangkat dari bahasa
yunani yang menggambarkan tampilan TB paru ini (Sudoyo, 2006).
Baru dalam tahun 1882, Robert Koch menemukan kuman penyebab
semacam bakteri berbentuk batang, dan dari sinilah diagnosis secara
mikrobiologis dimulai dan penatalaksanaannya lebih terarah. Apalagi pada tahun
1896, Rontgen menemukan sinar X sebagai alat bantu menegakkan diagnosis
yang lebih tepat. Penyakit ini kemudian dinamakan Tuberkulosis, dan hampir
seluruh tubuh manusia dapat terserang olehnya, tetapi yang paling banyak adalah
organ paru (Sudoyo, 2006).
Laporan WHO tahun 2004 menyatakan bahwa terdapat 8,8 juta kasus baru
tuberkulosis pada tahun 2002, 3,9 juta adalah kasus BTA (Basil Tahan Asam)
positif. Sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi kuman tuberkulosis dan
menurut regional WHO jumlah terbesar kasus TB terjadi di Asia tenggara yaitu 33
% dari seluruh kasus TB di dunia, namun bila dilihat dari jumlah penduduk
terdapat 182 kasus per 100.000 penduduk. Di Afrika hampir 2 kali lebih besar dari
Asia tenggara yaitu 350 per 100.000 penduduk ( PDPI,2006).
Diperkirakan angka kematian akibat TB adalah 8000 setiap hari dan 2 - 3
juta setiap tahun. Laporan WHO tahun 2004 menyebutkan bahwa jumlah terbesar
kematian akibat TB terdapat di Asia tenggara yaitu 625.000 orang atau angka
mortaliti sebesar 39 orang per 100.000 penduduk. Angka mortaliti tertinggi
terdapat di Afrika yaitu 83 per 100.000 penduduk, prevalens HIV yang cukup
tinggi mengakibatkan peningkatan cepat kasus TB yang muncul ( PDPI, 2006).
Indonesia masih menempati urutan ke 3 di dunia untuk jumlah kasus TB
setelah India dan Cina.Setiap tahun terdapat 250.000 kasus baru TB dan sekitar
140.000 kematian akibat TB. Di Indonesia tuberkulosis adalah pembunuh nomor
satu diantara penyakit menular dan merupakan penyebab kematian nomor tiga
setelah penyakit jantung dan penyakit pernapasan akut pada seluruh kalangan usia
( PDPI, 2006).
Survei Kanwil Departemen Kesehatan Jawa Timur tahun 2004 tercatat 789
orang pasien dengan BTA +, pada tahun 2005 tercatat 809 orang pasien dengan
BTA + dan pada tahun 2006 tercatat 200 orang pasien dengan BTA + sampai
dengan triwulan pertama. Sementara itu target temuan kasus TB Jawa Timur
sebesar 70% dan diperkirakan jumlah temuan kasus berkisar pada angka 2800
2900 orang penderita (Sidoarjo,2005).
di desa Sawotratap
di desa Sawotratap
yang
mempengaruhi
resiko
kejadian
suspek
Tuberkulosis.
I.4.2. Manfaat bagi instansi
a. Dapat
memperbaiki
strategi
dalam
penyuluhan
Tuberkulosis.
b. Sebagai tambahan data dasar untuk penelitian lebih lanjut,
khususnya yang berkaitan dengan Tuberkulosis.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1. Definisi
Tuberkulosis paru (TBP) adalah suatu penyakit infeksi kronik yang sudah
sangat lama dikenal oleh manusia, misalnya dihubungkan dengan tempat tinggal
di daerah urban, lingkungan yang padat , dibuktikan dengan adanya penemuan
kerusakan tulang vertebrae thorax yang khas TB dari kerangka yang digali di
Heidelberg dari kuburan zaman neolitikum, begitu juga penemuan yang berasal
dari mumi dan ukiran dinding pyramid di mesir kuno pada tahun 2000-4000 SM.
Hipokrates telah memperkenalkan terminology phthisis yang diangkat dari bahasa
yunani yang menggambarkan tampilan TB paru ini (Sudoyo, 2006).
II.2. Distribusi geografis
Indonesia adalah negeri dengan prevalensi tertinggi ke-3 tertinggi didunia
setelah China dan India. Pada tahun 1998 diperkirakan TB di China , India dan
Indonesia berturut turut 1.828.000, 1.414.000, dan 591.000 kasus. Perkiraan
kejadian BTA sputum yang positif di Indonesia adalah 266.000 tahun1998.
Berdasarkan survey terakhir TB paru diperkirakan 24%. Sampai sekarang angka
kejadian TB di Indonesia relatife terlepas dari angka pandemic HIV karena masih
rendahnya infeksi HIV, tetapi ini kemungkinan akan berubah di masa yang akan
datang (Sudoyo, 2006).
II.3 Etiologi
Tuberculosis merupakan penyakit infeksi yang disebabkan kuman
mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini ditemukan oleh Robert Koch dalam tahun
1882. Basil ini dapat hidup dan virulen beberapa minggu dalam keadaan kering,
tetapindalam cairan mati pada suhu 600C dalam 15-20 menit. Adanya lemak di
basil ini menyebabkan sifat tahan asam dan merupakan factor terjadinya fibrosis
dan terbentuknya fibrosis dan terbentuknyasel epiteloid dan tuberkel . Penularan
biasanya melalui udara sehingga menyebabkan focus primer menyerang paru.
Selain menular melalui udara, penularan dapat peroral misalnya dengan minum
susu yang mengandung basil tuberculosis(Sudoyo, 2006).
Dalam penularan infeksi Mycobacterium tuberculosis hal-hal yang perlu
diperhatikan adalah:(WHO,2003)
1. Reservoir, sumber dan penularan
Manusia adalah reservoir paling umum, sekret saluran pernafasan
dari orang dengan lesi aktif terbuka memindahkan infeksi langsung melalui
droplet.
2. Masa inkubasi
Yaitu sejak masuknya sampai timbulnya lesi primer umumnya
memerlukan waktu empat sampai enam minggu, interfal antara infeksi
primer dengan reinfeksi bisa beberapa tahun.
3. Masa dapat menular
Selama yang bersangkutan mengeluarkan basil Turbekel terutama
yang dibatukkan atau dibersinkan.
4. Immunitas
Anak dibawah tiga tahun paling rentan, karena sejak lahir sampai
satu bulan bayi diberi vaksinasi BCG yang meningkatkan tubuh terhadap
TBC.
II.4.Patogenesis
Kuman tuberkulosis yang masuk melalui saluran napas akan bersarang di
jaringan paru sehingga akan terbentuksuatu sarang pneumoni, yang disebut sarang
primer atau afek primer. Sarang primer ini mungkin timbul di bagian mana saja
dalam paru, berbeda dengan sarang reaktivasi. Dari sarang primer akan kelihatan
peradangan salurangetah bening menuju hilus (limfangitis lokal). Peradangan
tersebut diikuti oleh pembesaran kelenjar getah bening dihilus (limfadenitis
regional). Afek primer bersama-sama dengan limfangitis regional dikenal sebagai
kompleks primer. Kompleks primer ini akan mengalami salah satu nasib sebagai
berikut :( Winks,1994)
1. Sembuh dengan tidak meninggalkan cacat sama sekali (restitution ad
integrum)
2. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas (antara lain sarang Ghon,
garis fibrotik, sarang perkapuran dihilus)
Penyebab
penyakit
ini
adalah
bakteri
kompleks
Mycobacterium
10
masih rentan daya tahan tubuhnya maka pemerintah Indonesia telah memasukkan
Imunisasi Tuberkulosis pada anak anak yang disebut sebagai Imunisasi BCG
sebagai salah satu program prioritas imunisasi wajib nasonal beserta dengan 4
jenis imunisasi wajib lainnya yaitu hepatitis B, Polio, DPT dan campak,
jadwalnya ada di Jadwal imunisasi (Sudoyo,2006).
dan
sedikit
kemudian
berubah
menjadi
11
Batuk darah
Sesak nafas dan nyeri dada. Sesak nafas ditemukan pada proses
yang lanjut dari penyakit TB paru, akibat adanya restriksi
(penarikan) dan obstruksi (penyempitan) saluran pernafasan serta
loss
of
vascular
bed/vascular
thrombosis
yang
dapat
12
II.6. Diagnosis
Diagnosis TB paru dibuat atas dasar :
a. Anamnesis
Didapatkan keluhan antara lain: batuk, batuk darah, demam
(subfebris), sesak nafas, nyeri dada, malaise. (PDPI, 2012)
b. Pemeriksaan fisik
c. Laboratorium darah rutin (LED meningkat/normal, limfositosis).
d. Foto thorak PA dan lateral.
e. Pemeriksaan sputum BTA.
Pemeriksaan sputum BTA memastikan diagnosis TB paru namun
pemeriksaan ini tidak sensitif karena hanya 30-70% pasien TB yang
dapat didiagnosis berdasarkan pemeriksaan ini.
f. Tes PAP (Peroksidase Anti Peroksidase)
Merupakan uji serologi imunoperoksidase yang memakai alat
histogen imunoperoksidase staining untuk menentukan adanya IgG
spesifik terhadap basil TB.
g. Tes Mantoux/Tuberkulin
h. Teknik Polymerase Chain Reaction
Deteksi DNA kuman secara spesifik melalui amplifikasi dalam
berbagai tahap sehingga dapat mendeteksi meskipun hanya ada satu
mikroorganisme dalam spesimen. Juga dapat mendeteksi adanya
resisitensi (Depkes, 2010).
13
II.7. Pemeriksaan
II.7.1. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi
Tampak adanya penarikan organ ke daerah yang sakit, misalnya
trakea. Fossa supra dan infraklavikula menjadi cekung, ruang antar iga
menyempit dan gerakan pernafasan menurun (Alsagaff, 2009).
b. Palpasi
Adanya pergerakan pernafasan menurun. Fremitus raba meningkat
(Alsagaf, 2009)
a. Perkusi
Suara ketok redup (Alsagaf, 2009).
d. Auskultasi
Suara nafas, intensitas menurun, terdengar suara nafas bronkial
atau bronkovesikuler. Kalau ada suara amforik merupakan tanda adanya
kavitas. Suara tambahan, terdengar ronki basah yang bervariasi mulai
kasar sampai halus. Ronki kadang-kadang terdengar. Suara vokal
meningkat (Alsagaf, 2009).
II.7.2. Pemeriksaan Penunjang
a. Radiologi
Gambaran radiologi pada TB paru menahun sering didapatkan pada
segmen posterior/apical dari lobus superior/pada segmen superior pada
lobus inferior. Karena proses yang sudah lama jaringan paru telah
14
mengalami penyembuhan
Lesi Minimal
Bila proses TB paru mengenai sebagian kecil dari satu atau dua
paru dengan luas tidak lebih dari volume paru yang terletak di atas
chondrosternal junction dari iga II dan prosesus spinosus dari vertebra
torakalis IV atau korpus vertebra torakalis V dan tidak dijumpai kavitas
(Alsagaf, 2009).
Lesi Sedang
Bila proses penyakit lebih luas dari lesi minimal dan dapat
menyebar dengan densitas sedang, tetapi luas proses tidak boleh lebih
dari luas dari satu paru. Atau jumlah seluruh proses yang ada paling
banyak seluas satu paru atau bila proses TB mempunyai densitas lebih
padat, lebih tebal (confluent) maka luas proses tersebut tidak boleh
lebih dari sepertiga luas satu paru dan proses ini dapat / tidak disertai
kavitas. Bila disertai kavitas, maka luas seluruh kavitas (diameter)
tidak boleh lebih dari 4 cm (Alsagaf, 2009).
Lesi Luas
Kelainan lebih luas dari lesi sedang (alsagaf, 2008).
b. Laboratorium
- Dahak (sputum)
15
Cairan pleura
II.8 Pengobatan
Pengobatan TBC Kriteria I (Tidak pernah terinfeksi, ada riwayat kontak,
tidak menderita TBC) dan II (Terinfeksi TBC/test tuberkulin (+), tetapi tidak
menderita TBC (gejala TBC tidak ada, radiologi tidak mendukung dan
bakteriologi negatif) memerlukan pencegahan dengan pemberian INH 510
mg/kgbb/hari (PAPDI, 2010)
a) Pencegahan (profilaksis) primer
- Anak yang kontak erat dengan penderita TBC BTA (+).
- INH minimal 3 bulan walaupun uji tuberkulin (-).
- Terapi profilaksis dihentikan bila hasil uji tuberkulin ulang menjadi
(-) atau sumber penularan TB aktif sudah tidak ada.
b) Pencegahan (profilaksis) sekunder
- Anak dengan infeksi TBC yaitu uji tuberkulin (+) tetapi tidak ada
gejala sakit TBC.
- Profilaksis diberikan selama 6-9 bulan.
Obat yang digunakan untuk TBC digolongkan atas dua kelompok yaitu:
a) Obat primer : INH (isoniazid), Rifampisin, Etambutol, Streptomisin,
16
Pirazinamid.
Memperlihatkan efektifitas yang tinggi dengan toksisitas yang masih
dapat ditolerir, sebagian besar penderita dapat disembuhkan dengan obatobat ini.
b) Obat sekunder : Exionamid, Paraaminosalisilat, Sikloserin, Amikasin,
Kapreomisin dan Kanamisin.
Tabel 2.1. Dosis obat antituberkulosis (OAT)
Obat
Dosis
Dosis2x/minggu(mg/kgbb/
Dosis3x/minggu(mg/kgbb/
INH
harian(mg/kgbb/hari)
5-15 (maks 300 mg)
hari)
15-40 (maks. 900 mg)
hari)
15-40 (maks. 900 mg)
Rifam
pisin
Pirazi
15-40 (maks. 2 g)
50-70 (maks. 4 g)
15-30 (maks. 3 g)
namid
Etamb
50 (maks. 2,5 g)
15-30 (maks. 3 g)
utol
Strept
15-40 (maks. 1 g)
omisin
17
18
Fase Awal/Fase
Lanjutan
Kategori 1
Kasus baru
- BTA (+)
2 RHZE(S)/ 4RH
2RHZE(S)/4R3H3
parenkim luas
- TB luar yang berat
2RHZE(S)/6HE
19
Kategori 2
Kasus Lama
2RHZES-
- BTA (+)
1RHZE/5RHE
- Kambuh, gagal
2RHZES1RHZE/5R3H3E3
Kategori 3
Kasus Baru
- BTA (-) dengan kerusakan
2RHZ/4RH
2RHZ/4R3H3
Toksisitas utama
Rifampisin
yang lazim
600 mg
Isoniazid
Pirazinamid
Etambutol
300 mg
1,52 g
15 mg/kg
trombositopenia (jarang)
Hepatitis, neuropati perifer
Hepatitis, Hiperurisemia
Neuritis optik (sangat jarang dengan
20
0,75-1 g
dosis ini)
Tuli, penurunan fungsi vestibuler &
Kanamisin
1g
fungsi ginjal
Tuli, penurunan fungsi vestibuler &
Etionamid
PAS
1g
12 g
fungsi ginjal
Hepatitis
Diare, hepatitis, reaksi
Streptomisin
hipersensitivitas
BAB III
KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN
III.1. Kerangka konsep
Faktor
Pendidikan
Faktor
pengetahuan
Suspek TB
Faktor
penghasilan
Faktor
Lingkungan
Masyarakat
umum
21
Faktor
Pekerjaan
Keterengan :
: Diteliti
: Tidak diteliti
22
BAB IV
METODE PENELITIAN
IV.1.Jenis penelitian
Jenis penelitian ini menggunakan penelitian observasional analitik
dengan metode case control study . Kemudian dianalisa dan disajikan dengan
menggunakan uji odds rasio. Dalam penelitian ini, data yang dikumpulkan
adalah data skala nominal.
IV.2. Populasi
Objek penelitian atau populasi adalah semua warga Desa Sawotratap,
Kecamatan Gedangan, Kabupaten Sidoarjo sebanyak 14.065 orang.
IV.3. Sampel
Besar sampel sebanyak 50 orang yang terdiri atas 25 orang penderita
suspek TB dan 25 masyarakat umum.
Sampel diambil menggunakan metode random sampling untuk
pengambilan sampel suspek TB dan masyarakat umum di , yaitu:
a. Desa Sawotratap sebanyak 25 orang suspek TB
b. Masyarakat umum di desa Sawotratap sebanyak 25 orang
IV.4.Variabel penelitian
1.
Variabel terikat
Sebagai variabel terikat dalam penelitian ini adalah suspek TB dan
23
2. Variabel bebas
Sebagai variabel bebas dalam penelitian ini adalah faktor
pengetahuan dan pendidikan.
No
Variabel
Definisi
Faktor
pengetahuan
Kemampuan
responden
menjawab dengan
benar pertanyaan
seputar TB paru.
Alat
Ukur
Skala
Pengukuran
Skala
Ukur
- Baik (menjawab
dengan benar
10 pertanyaan)
Kuesioner - Kurang (menjawab Nominal
dengan benar 9
jawaban)
24
Faktor
Pendidikan
Pendidikan
terakhir responden
Kuesioner
Pendidikan
terakhir
Tuberkulosis
paru
suatu
penyakit
infeksi
kronik
yang sudah sangat
lama dikenal oleh
manusia, misalnya
dia dihubungkan
dengan
tempat
tinggal di daerah
urban
- Mengerti
atau
tidaknya
responden
Kuesioner
Nominal
mengenahi
pengertian TB
paru
Nominal
25
26
BAB V
HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA
27
V.3.Analisis data
1. Analisis Univariat
Pada penelitian ini peneliti menyebarkan kuisoner terhadap 50
responden, pengisian kuisoner didampingi oleh peneliti, yang bertujuan
untuk mendapatkan jawaban yang tepat, untuk menghindari persepsi
yang salah dari pemikiran responden.
Berdasarkan hasil kuesioner yang terkumpul dari 50 responden
didapatkan sebagai berikut:
a. Umur
Tabel 5.1. Umur Responden
Umur
10-20 tahun
21-30 tahun
31-40 tahun
41-50 tahun
51-60 tahun
61-70 tahun
71-80 tahun
Total
Jumlah
1
11
14
11
8
3
2
50
Persentase
2%
22%
28%
22%
16%
6%
4%
100%
b. Jenis Kelamin
Berdasarkan hasil kuesioner yang terkumpul dari 50
28
Jumlah
27
23
50
Persentase
54%
46%
100%
c. Faktor Pendidikan
Berdasarkan hasil kuesioner yang terkumpul dari 50
responden didapatkan tingkat pendidikan sebagai berikut:
Tabel 5.3. Data faktor pendidikan responden
Tingkat Pendidikan
Tidak Bersekolah
SD
SMP
SMA
S1/S2
D3
Total
Tingkat Pendidikan:
Jumlah
1
14
15
19
0
1
50
Persentase
2%
28%
30%
38%
0%
2%
100%
d. Faktor pengetahuan
Tabel 5.4. Data pengetahuan tentang TB paru pada suspek TB paru
Pengetahuan
Baik
Suspek TB
8
Prosentase
32%
29
Kurang
Total
17
25
68%
100%
Masyarakat Umum
10
15
25
Prosentase
40%
60%
100%
Baik
Kurang
Pengetahuan
TB/Masyarakat
30
Suspek TB
17
Masyarakat umum
10
15
Berobat
Tidak berobat
Pengetahuan
Baik
Kurang
13
2. Analisis Bivariat
Setelah diketahui karakteristik masing-masing variabel (univariat)
dapat diteruskan dengan analisis bivariat untuk mengetahui hubungan
antara variabel. Berikut ini akan disajikan hasil pengujian menggunakan
uji Odds Rasio.
a. Faktor Pendidikan
Tabel 5.8. Faktor Resiko Suspek TB paru menurut faktor
pendidikan
Faktor Pendidikan Suspek
Rendah
Tinggi
Jumlah
paru
18
7
25
20
30
25
31
b. Faktor Pengetahuan
Tabel 5.9.Faktor Resiko Suspek TB paru menurut faktor
pengetahuan
Faktor
Suspek
TB Masyarakat
Pengetahuan
paru
umum
Kurang
17
15
Baik
8
10
Jumlah
25
25
Rumus dasar Odds Rasio(OR) tanpa matching :
Jumlah
32
18
50
OR = 17. 10 = 2,83
8.15
Dari rumus di atas didapatkan nilai OR < 1, maka faktor
32
BAB VI
PEMBAHASAN
Dari hasil data yang telah diperoleh, didapatkan beberapa faktor terjadinya
suspek tuberkulosis yang mingkin disebabkan karena :
1. Faktor Pendidikan
Adanya tingkat pendidikan yang rendah , maka ada kecenderungan
meningkatkan suspek TB paru dikarenakan jika pendidikan responden
rendah maka tingkat penguasaan tentang TB paru juga kurang
memadai daripada responden yang mempunyai pendidikan yang
tinggi, sehingga responden tidak mempunyai motivasi untuk
memeriksakan diri sekalipun tanda atau gejala suspek TB paru telah
tampak, sehingga suspek TB paru juga akan meningkat.
2. Faktor Penghasilan
Adanya responden yang mempunyai pengetahuan yang rendah
tentang tuberkulosis paru maka dapat meningkatkan resiko kejadian
33
suspek
TB
paru
dikarenakan
jika
pengetahuan
responden
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN
VII.1. Kesimpulan
1. Faktor pendidikan, faktor penghasilan merupakan faktor resiko
kejadian suspek tuberkulosis
Sidoarjo.
VII.2.Saran
1. Lebih memberikan penyuluhan kepada masyarakat yang berpendidikan
rendah, berpenghasilan rendah dan lingkungan yang kotor di desa
Sawotratap .
34
Kesehatan
RI.(2008).Pedoman
Nasional
Penanggulangan
Kesehatan
RI.(2005).
Pedoman
Nasional
Penanggulangan
Pengetahuan Penderita
TB
35
Paru. Diakses di www.ekologi.litbang.depkes.go.id/data/Vol. 2/B Sukana 23.pdf.doc dikutip tanggal 30 September 2013.
WHO.(2003).Tuberculosis
Fact
Sheet
no.
104.Diakses
di:
36
Lampiran 1
SURAT PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN
( informedconcent )
Setelah mendapat penjelasan dengan baik tentang tujuan dan manfaat
penelitian yang berjudul Beberapa faktor yang menjadi resiko kejadian suspek
TB di Desa Sawotratap, Kecamatan Gedangan, Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten
Sidoarjo , saya mengerti bahwa di minta untuk mengisi kuesiner dan menjawab
pertanyaan tentang berbagai hal yang berkaitan dengan timbulnya kejadian
suspek TB di Desa kami. Saya memerlukan waktu sekitar 15 30 menit
sebagaimana yang telah di jelaskan sebelumnya. Saya memahami bahwa
penelitian ini tidak membawa resiko. Apabila ada pertanyaan yang menimbulkan
respon yang tidak rasional, maka penelitian akan di hentikan, dan peneliti akan
memberi dukungan.
Saya mengerti bahwa catatan mengenai data penelitian akan dirahasiakan,
dan rahasianya ini akan di jamin. Informasi mengenai identitas saya tidak akan di
tulis pada penelitian dan akan tersimpan secara terpisah di tempat yang aman.
37
memuaskan. Secara sukarela saya sadar dan bersedia berperan dalam penelitian
ini dengan menandatangani surat persetujuan menjadi responden.
Sidoarjo, 18 September 2013
Responden
(..)
38
Kecamatan
Gedangan,
Kabupaten
Sidoarjo,
Kabupaten Sidoarjo
KUISIONER PENELITIAN
39
Nama :
Umur :
Alamat
tahun
:
BB / TB Balita :
Kg/
Cm
Karakteristik Responden :
Tingkat pendidikan
1. Apakah pendidikan terakhir anda?
a. Diploma / PerguruanTinggi
b. SLTA
c. SLTP
d. SD
e. Tidak sekolah
Tingkat pengetahuan
2. Apa itu TBC?
a. Penyakit yang ditandai dengan perut terasa sakit dan mencret
b. Penyakit yang ditandai dengan kedua kaki sering bengkak
c. Penyakit yang ditandai dengan pilek hidung terasa buntu dan
sariawan
d. Penyakit menular yang ditandai dengan batuk lebih dari 3 minggu
3. Jika ada penderita TBC sedang batuk saat berbicara dengan anda,apakah
anda bisa tertular?
a. Ya
b. Tidak
c. Tidak Tahu
4. Jika anda keluhan batuk lama ada dahak,dan sering keluar keringat malam
apa yang anda pikirkan?
a. Berobat ke dukun
b. Minum jamu-jamuan
c. Membiarkan saja
40
41
12. Jika tidak diobati secara cepat dan tepat apakah TBC bisa meninggal?
a. Ya
b. Tidak
c. Tidak tahu
13. Penyebab utama TB?
a. Rokok
b. Udara dingin
c. Mycobacterium tuberculosis
d. Mycobacterium leprae
14. Apakah badan kurus secara tiba tiba termasuk gejala TB paru?
a. Ya
b. Tidak
c. Tidak tahu
15. Yang tidak termasuk tindakan pencegahan TB paru pada bayi?
a. Minum susu formula yang mahal
b. Memberi asi pada bayi
c. Imunisasi BCG
d. Menghindari kontak langsung dengan penderita TB Paru
e. Tidak tahu
42
43
44