PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Endometriosis merupakan penyakit yang hanya diderita kaum perempuan.
Prevalensi endometriosis cenderung meningkat setiap tahun, walaupun data
pastinya belum dapat diketahui. Menurut Jacoeb (2007), angka kejadian di
Indonesia belum dapat diperkirakan karena belum ada studi epidemiologik, tapi
dari data temuan di rumah sakit, angkanya berkisar 13,6-69,5% pada kelompok
infertilitas. Bila persentase tersebut dikaitkan dengan jumlah penduduk sekarang,
maka di negeri ini akan ditemukan sekitar 13 juta penderita endometriosis pada
wanita usia produktif. Kaum perempuan tampaknya perlu mewaspadai penyakit
yang seringkali ditandai dengan nyeri hebat pada saat haid ini (Widhi, 2007).
Penyebab endometriosis dapat disebabkan oleh kelainan genetik,
gangguan sistem kekebalan yang memungkinkan sel endometrium melekat dan
berkembang,
serta
menyebutkan
bahwa
pengaruh-pengaruh
pestisida
dalam
dari
lingkungan.
makanan
dapat
Sumber
lain
menyebabkan
infertil (mandul). Tetapi ada juga yang melaporkan pernah terjadi pada masa
menopause dan bahkan ada yang melaporkan terjadi pada 40% pasien
histerektomi (pengangkatan rahim). Selain itu juga 10% endometriosis ini dapat
muncul pada mereka yang mempunyai riwayat endometriosis dalam keluarganya
(Widhi, 2007).
B. Permasalahan
Apa penyebab dan bagaimana gejala dari penyakit endometriosis pada
organ reproduksi wanita tersebut.
C. Tujuan
Untuk mengetahui penyebab dan gejala yang ditimbulkan oleh penyakit
endometriosis pada organ reproduksi wanita.
BAB II
PEMBAHASAN
B. Siklus Menstruasi
Istilah siklus menstruasi secara spesifik mengacu pada perubahan yang
terjadi dalam uterus. Melalui kesepakatan, hari pertama periode menstruasi
perempuan atau hari pertama menstruasi dinyatakan sebagai hari 1 dari siklus
tersebut. Fase aliran menstruasi (Menstrual Flow Phase) siklus tersebut, saat
pendarahan
menstruasi
(hilangnya
sebagian
besar
lapisan
fungsional
C. Siklus Ovarium
Siklus ini dimulai dengan fase folikel (Follicular cycle) saat beberapa
folikel di ovarium mulai tumbuh. Sel telur membesar dan pembungkus sel folikel
berlapis-lapis. Di antara beberapa folikel yang mulai tumbuh, umumnya hanya
satu yang membesar dan matang, sementara yang lainnya akan mengalami
disintegrasi. Folikel yang mengalami pematangan itu mengembangkan rongga
internal yang penuh cairan dan tumbuh menjadi sangat besar, dan membentuk
tonjolan dekat permukaan ovarium. Fase folikuler berakhir dengan ovulasi,
ketika folikel dan dinding ovarium di dekatnya pecah sehingga melepaskan oosit.
Jaringan folikel yang tetap ada di ovarium setelah ovulasi berkembang menjadi
korpus luteum (jaringan endokrin yang mensekresikan hormon betina) selama
fase luteal (Luteal Phase) (Guyton, 2007).
posisif.
Hormon-hormon
tersebut
adalah
hormon
pembebas
E. Definisi Endometriosis
Endometriosis adalah suatu keadaan dimana jaringan mirip dengan
dinding rahim (endometrium) ditemukan di tempat lain dalam tubuh (Smeltzer,
2001). Endometriosis juga dapat berupa suatu keadaan dimana jaringan
endometrium yang masih berfungsi terdapat di luar kavum uteri dan diluar
miometrium (Prawirohardjo, 2008).
Definisi lain tentang endometriosis yaitu terdapatnya kelenjar-kelenjar
dan stroma endometrium pada tempat-tempat diluar rongga rahim. Implantasi
endometriosis bisa terdapat pada ovarium, ligamen latum, Cavum Douglasi, tuba
Falopii, vagina, serviks, pada pusat, paru-paru, dan kelenjar-kelenjar limfa
(Rayburn, 2001).
1. Metaplasia
Metaplasia yaitu perubahan dari satu tipe jaringan normal menjadi tipe
jaringan
normal
lainnya.
Beberapa
jaringan
endometrium
memiliki
berbeda
tersebut
telah
diajukan
sebagai
penyebab
endometriosis. Sayangnya, tak satu pun dari teori-teori ini sepenuhnya terbukti,
juga tidak sepenuhnya menjelaskan semua mekanisme yang berhubungan dengan
perkembangan penyakit. Dengan demikian, penyebab endometriosis masih
belum diketahui. Sebagian besar peneliti, berpendapat bahwa endometriosis ini
diperparah oleh estrogen. Selanjutnya, sebagian besar pengobatan untuk
endometriosis saat ini hanya berupaya untuk mengurangi produksi estrogen
dalam tubuh wanita untuk meringankan gejala (Smeltzer, 2001).
10
G. Faktor Risiko
Wanita yang beresiko terkena penyakit endometriosis, yaitu (Wood,
2008b):
Wanita yang ibu atau saudara perempuannya pernah menderita endometriosis
Memiliki siklus menstruasi kurang atau lebih dari 27 hari
Menarke (menstruasi yang pertama) terjadi pada usia relatif muda (< 11 thn)
Masa menstruasi berlangsung selama 7 hari atau lebih
Orgasme saat menstruasi
H. Gejala Endometriosis
Rasa sakit sering berkorelasi dengan siklus menstruasi, namun seorang
wanita dengan endometriosis juga dapat mengalami rasa sakit pada waktu lain
selama siklus bulanan. Bagi banyak wanita, tapi tidak semua, rasa sakit
endometriosis dapat menjadi begitu parah dan berdampak signifikan dengan
hidupnya. Nyeri yang dirasakan saat endometriosis terjadi sebelum, selama, dan
setelah menstruasi, selama ovulasi, dalam usus selama menstruasi, ketika buang
air kecil, selama atau setelah hubungan seksual, dan didaerah punggung bawah
serta gejala lain mungkin dapat terjadi adalah diare atau sembelit (khususnya
dalam kaitannya dengan menstruasi), perut kembung (sehubungan dengan
menstruasi), perdarahan berat atau tidak teratur, dan kelelahan (Wood, 2008c).
Namun perlu ditekankan disini bahwa rasa sakit pada saat menstruasi atau
dysmenorrhea tidak selalu berhubungan dengan gejala endometriosis. Kadar
hormone prostaglandin yang tinggi akan cenderung menyebabkan terjadinya
dysmenorrhea (Wood, 2008c).
11
I. Patologi
Organ yang biasa terkena endometriosis adalah ovarium, organ tuba dan
salah satu atau kedua ligamentum sakrouterinum, Cavum Douglasi, dan
permukaan uterus bagian belakang dapat ditemukan satu atau beberapa bintik
sampai benjolan kecil yang berwarna kebiru-biruan (Prawirohardjo, 2008).
12
Jaringan endometrium juga dapat ditemukan pada bekas luka abdominal dan
mungkin ditemukan di tempat tersebut akibat kesalahan sewaktu pembedahan.
Sejumlah kecil jaringan saat pembentukan embrio yang kemudian berubah
menjadi endometriosis.
Penelitian terbaru menunjukan adanya hubungan antara paparan dioksin dan
endometriosis. Dioksin adalah senyawa yang bersifat toksik yang berasal dari
pembuatan pestisida dan pembakaran sampah plastik.
Jaringan endometriosis dapat berada di abdomen melewati tuba Falopii
saat menstruasi. Transplantasi jaringan ini tumbuh diluar uterus.
Menurut Sumilat (2009, kom. pribadi), penyebab dari penyakit ini belum
diketahui secara pasti, para ahli mengatakan bahwa banyak faktor yang
menyebabkan penyakit endometriosis, dapat berasal dari aliran menstruasi
mundur dan implantasi, metaplasia, predisposisi genetik, dan pengaruh
lingkungan. Orgasme saat menstruasi dapat menimbulkan aliran menstruasi
mundur dan endometriosis dapat menurun ke wanita yang ibu atau saudara
perempuan menderita endometriosis karena terjadi penurunan imunitas pada
penderita endometriosis, hal ini sesuai teori predisposisi genetik yang
dikemukakan oleh Dmoski tahun 1995.
Sumilat (2009, kom. pribadi) juga berpendapat bahwa gangguan sistem
imun juga dapat menyebabkan timbulnya penyakit ini, menurut penelitian J.A.
Hill tahun 1988 mendapatkan adanya kegagalan dalam sistem peluruhan darah
haid oleh makrofag dan fungsi sel NK yang menurun pada endometriosis
(Simatupang, 2003). Sumilat (2009, kom. pribadi) berpendapat bahwa penurunan
sistem imun ini yang kemudian diturunkan ke generasi berikutnya. Sehingga
keturunan selanjutnya memiliki resiko terkena endometriosis lebih besar.
13
Sumber zat
Insinerator, pembakaran bahan plastik,
dan pembuatan produk kertas
Proses pemutih kertas
Makanan cepat saji dan daging ham
Teh, kopi, dan cokelat
14
terhadap tubuh manusia sama dengan dioksin karena klorin merupakan hasil
samping dari pembentukan dioksin (Ruhendra, 1999).
Penelitian Rier et al (1993), menyebutkan faktor lingkungan juga
memberikan
pengaruh
pada
perkembangan
endometriosis,
khususnya
berhubungan dengan zat toksik yang mempunyai efek pada hormon reproduksi
dan respon pada sistem imun. Pada percobaan ini 79% dari kera-kera yang
terpapar dioksin menyebabkan endometriosis pada tubuhnya (Simatupang, 2003).
Dioksin diduga sebagai penyebab endometriosis. Dugaan ini dirumuskan
pada tahun 1994 berdasar hasil observasi langsung terhadap kasus peningkatan
penyakit endometriosis pada primata yang dipapar dengan dioksin. Total radiasi
pada tubuh berhubungan dengan meningkatnya prevalensi endometriosis pada
primata. Pada manusia, bukti-bukti penelitian mengenai pengaruh dioksin masih
kurang. Peristiwa polusi yang terjadi di Seveso, Italia, ditemukan prevalensi
endometriosis tidak meningkat. Juga pada bayi yang masih menyusui yang
kemungkinan terpapar dioksin lewat air susu ibu, prevalensi endometriosis saat
berumur dewasa rendah (Redwine, 2004).
Daging
ham
dan
makanan
cepat
saji
mengandung
kolesterol.
Mengkonsumsi daging ham dan makanan cepat saji dapat berdampak pada
jaringan endometrium di uterus dan di luar uterus dan dapat menimbulkan nyeri
saat menstruasi. Hal ini dikarenakan sel stroma pada uterus menghasilkan
estradiol yang diperoleh dari kolesterol yang selanjutnya menghasilkan estrogen
yang berpengaruh terhadap jaringan endometrium (Bulun, 2009).
Menurut David (1993) dan Bulun (2009), kafein dan kolesterol tidak
dapat dijadikan sebagai penyebab endometriosis karena kafein dan kolesterol
mempengaruhi peningkatan kadar estrogen, hal ini hanya memperparah kista
endometriosis karena jaringan endometrium yang ada di uterus maupun yang di
luar uterus mengalami penebalan sehingga menekan ke tempat perlekatannya.
15
Saat kadar estrogen menurun sel-sel ini tidak dapat keluar sehingga
menyebabkan nyeri dan perlekatan di tempat yang sama sehingga menimbulkan
lesi atau kista keriput dan berwarna cokelat atau biru kehitaman yang
menandakan pendarahan yang tidak dapat keluar. Pembentukan ini disebut
pseudokist (Smeltzer, 2001).
L. Gejala endometriosis
Menurut American Fertility Society (2007a), gejala endometriosis dapat
berupa :
Nyeri haid
Banyak wanita mengalami nyeri pada saat haid normal. Bila nyeri dirasakan
berat maka disebut dysmenorrhea dan mungkin menjadi penyebab
endometriosis atau tipe lain dalam patologi pelvik seperti uteri fibroid atau
adenomiosis. Nyeri berat juga dapat menyebabkan mual-mual, muntah, dan
diare. Dysmenorrhea primer terjadi pada saat awal terjadinya menstruasi,
kemudian cenderung meningkat selama masa reproduktif atau setelah masa
reproduktif. Dysmenorrhea sekunder terjadi setelah kehidupan selanjutnya
dan mungkin akan terus meningkat dengan umur. Ini mungkin menjadi sebuah
tanda peringatan dari endometriosis, walaupun beberapa wanita dengan
endometriosis tidak merasa nyeri.
Nyeri saat berhubungan
Endometriosis
dapat
menyebabkan
rasa
nyeri
selama
dan
setelah
16
17
N. Klasifikasi endometriosis
Berdasarkan visualisasi rongga pelvis dan volume tiga dimensi dari
endometriosis dilakukan penilaian terhadap ukuran, lokasi dan kedalaman invasi,
keterlibatan ovarium dan densitas dari perlekatan. Dengan perhitungan ini
didapatkan nilai-nilai dari skoring yang kemudian jumlahnya berkaitan dengan
derajat klasifikasi endometriosis. Nilai 1-4 adalah minimal (stadium I), 5-15
18
adalah ringan (stadium II), 16-40 adalah sedang (stadium III) dan lebih dari 40
adalah berat (stadium IV) (Rusdi, 2009).
Permukaan
Dalam
Kiri
Permukaan
Dalam
Perlekatan kavum douglas
Ovarium
Perlekatan
Kanan
Kiri
Tuba
Kanan
Kiri
Tipis
Tebal
Tipis
Tebal
Tipis
Tebal
Tipis
Tebal
<1cm
1-3 cm
>1cm
1
2
1
4
1
4
Sebagian
4
<1/3
1
4
1
4
1
4
1
4
2
4
2
16
2
16
Komplit
40
1/3-2/3
2
8
2
8
2
8
2
8
4
6
4
20
4
20
>2/3
4
16
4
16
4
16
4
16
19
20
perlekatan) berurutan dari 1-5, 6-15, 16-40, dan 41-150 dapat disamakan dari
minimal (stadium I), ringan (stadium II), sedang (stadium III), dan berat (stadium
IV) endometriosis (Marcoux, 1997) (Tabel 2 dan Gambar 9).
Pendapat klinik saat ini bahwa prosedur pembedahan seperti laparoskopi
dibutuhkan untuk menentukan diagnosa endometriosis. Laparoskopi dilakukan
untuk melihat keberadaan endometriosis. Pemeriksaan riwayat dan pemeriksaan
badan dapat menemukan nyeri pelvik kronik dan dysmenorrheal, pemunduran
uterus, penebalan ligamen uterosakral tidak sama sekali terdiagnostik. Proses
diagnostik lain (American Fertility Society, 2007b).
21
dengan
infertilitas,
tidak
semua
wanita
yang
memiliki
22
Sistem
Fungsi Koitus
Jenis Gangguan
Dyspareunia (menurunkan frekuensi sanggama)
Inaktivasi sperma
Fungsi Sperma
Fagositosis sperma dengan makrofag
Kerusakan fimbriae
Fungsi Tuba
Falopii
Penurunan motilitas tuba akibat prostaglandin
Anovulasi
Fungsi Ovarium
Pelepasan gonadotropin yang terganggu
Sumber: Widjanarko, 2009.
Endometriosis dapat menyebabkan gangguan pada fungsi sistem organ
reproduksi yaitu fungsi koitus, sperma, tuba Falopii, ovarium. Pada fungsi koitus
menyebabkan rasa nyeri saat senggama (dyspareunia) sehingga mengurangi
frekuensi senggama. Pada fungsi sperma, endometriosis akan menghambat
sperma dengan antibodi tertentu. Hal ini didasari dari hasil penelitian dimana
terhadap antibodi yang memiliki efek menghambat gerakan sperma sehingga
berakibat terjadinya infertilitas (Rusdi, 2009). Pada penderita endometriosis
dibandingkan wanita normal, makrofag teraktifasi oleh adanya kista, hal ini
menyebabkan makrofag pada penderita infertil dengan endometriosis membunuh
lebih banyak sperma. Jika makrofag ini memasuki sistem reproduksi melalui
23
tuba, maka akan terbentuk antibodi terhadap sperma yang akhirnya mematikan
sperma sehingga terjadi infertilitas (Abdullah, 2009).
Endometriosis pada tuba Falopii akan menyebabkan kerusakan pada
fimbriae sehingga tidak dapat menangkap sel telur yang dilepaskan oleh ovarium.
Endometriosis juga menyebabkan penurunan silia pada tuba Falopii sehingga sel
telur tidak dapat turun ke uterus. Pada fungsi ovarium terjadi anovulasi sehingga
folikel yang telah matang langsung membentuk korpus luteum tanpa melepaskan
sel telur. Hal ini juga berpengaruh terhadap hormon gonadotropin dan
mengakibatkan terganggunya siklua ovarium selanjutnya. Menurut Abdullah
(2009) perlengketan tuba yang luas akan menghambat motilitas dan kemampuan
fimbre untuk menangkap sel telur. Sedangkan berkurangnya motilitas tuba dan
transportasi ovum mungkin disebabkan oleh sekresi prostaglandin oleh jaringan
endometritik.
Endometriosis berhubungan dengan perubahan-perubahan fisiologis alat
reproduksi yang dapat menghambat terjadinya kehamilan. Derajat keterlibatan
organ-organ pelvik merupakan faktor utama dalam menentukan kemampuan
reproduksi penderita. Di bawah ini beberapa fenomena yang mungkin
mengurangi kemampuan reproduksi pada penderita endometriosis sesuai dengan
letak jaringan endometriotik berimplantasi (Abdullah, 2009):
24
Q. Penanganan
Penanganan endometriosis di bagi menjadi 2 jenis terapi yaitu terapi
medik dan terapi pembedahan.
a. Terapi medik diindikasikan kepada pasien yang ingin mempertahankan
kesuburannya atau yang gejala ringan (Rayburn, 2001). Jenis-jenis terapi
medik seperti terlampir pada Tabel. 3 dibawah ini (Widjanarko, 2009):
Tabel 4. Jenis-jenis terapi medik endometriosis
Jenis
Kandungan
Fungsi
Mekanisme
Dosis
Progestin Progesteron
Menciptakan
kehamilan
palsu
Menurunkan
kadar FSH, LH,
dan estrogen
Danazol
Androgen
lemah
Menciptakan
menopause
palsu
GnRH
agonis
Analog
GnRH
Menciptakan
menopause
palsu
Mencegah
keluarnya FSH,
LH, dan
pertumbuhan
endometrium
Menekan sekresi
hormon GnRH
dan
endometrium
Medroxyprogest
eron acetate: 10
30 mg/hari;
Depo-Provera
150 mg setiap 3
bulan
800 mg/hari
selama 6 bulan
Efek
samping
Depresi,
peningkatan
berat badan
Jerawat,
berat badan
meningkat,
perubahan
suara
Leuprolide 3.75 Penurunan
mg / bulan;
densitas
Nafareline 200
tulang, rasa
mg 2 kali sehari; kering
Goserelin 3.75
mulut,
mg / bulan
gangguan
emosi
25
Terapi
pembedahan
1.
Kerugian
1.
Sering ditemukan efek
samping
2.
Tidak memperbaiki
fertilitas
Efektif untuk
menghilangkan rasa nyeri
3.
Efektif untuk
menghilangkan rasa nyeri
2.
Lebih efisien
dibandingkan terapi medis
3.
1. Biaya mahal
2. Resiko medis penetapan
kurang baik dan penaksiran
kurang baik sekitar 3%
3. Efisiensi diragukan, efek
menghilangkan rasa nyeri
temporer
26
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Hasil studi pustaka dan diskusi dengan ahli disimpulkan beberapa hal
sebagai berikut:
1. Penyebab utama endometriosis belum dapat dipastikan, akan tetapi
kemungkinan dapat disebabkan oleh aliran menstruasi mundur, predisposisi
genetik, metaplasia, maupun pengaruh dari pencemaran lingkungan
2. Gejala endometriosis yang dapat dirasakan oleh penderita yaitu antara lain
berupa nyeri haid (dysmenorrhea) dan nyeri saat berhubungan (dyspareunia)
3. Penanganan endometriosis dapat dilakukan dengan terapi medik seperti
pemberian progestin, danazol, GnRH agonis, dan microguinon. Sedangkan
terapi pembedahan dilakukan dengan laparoskopi melalui pelepasan
perlekatan, merusak jaringan endometriotik, rekonstruksi anatomis sebaik
mungkin, mengangkat kista, dan melenyapkan implantasi dengan sinar laser
atau elektrokauter.
B. Saran
1. Perlu di informasikan tentang pencegahan dan penanganan penyakit
endometriosis pada remaja.
2. Perlu diadakan penyuluhan tentang bahaya penyakit endometriosis kepada
masyarakat luas agar dapat diantisipasi dengan baik dan dapat mencegah
meningkatnya jumlah penderita.
27
DAFTAR PUSTAKA
28
Purves et al. 2007. Life: The Science of Biology 4th Edition. Sinauer Associates.
(http://www.emc.maricopa.edu/faculty/farabee/Biobk/Biobookreprod.html,
diakses pada tanggal 20 Desember 2007).
Rayburn, W. F., Christopher C. 2001. Obstetri dan Ginekologi. Widya Medika.
Jakarta. Hal 278-282.
Redwine, D. 2009. Endometriosis Advances and Controversies. Marcel
Dekker.Inc. New York. Hal 2-10.
Rier S. E., et al. 1993. Endometriosis in rhesus monkeys following chronic
exposure to 2,3,7,8-tetrachlorodibenzo-dioxin. Toxicological Sciences.
Volume 21, Number 4 : 433-441. (http://toxsci.oxfordjournals.org/cgi/ reprint /
21/4/433)
Ruhendra. 1999. Dioksin. UIKA. Bogor. (http://furl.net/store?u=http:// Fjurnalkopertis 4.tripod.com/ 2F6-01.html & amp;t pendahuluan, diakses pada tanggal
28 Januari 2010).
Rusdi, G. 2009. Tesis Sebaran Kadar Sel T Regulator Cairan Peritoneum Pasien
Endometriosis.
FK
UI.
Jakarta.
(http://www.scribd.com/doc/
22327442/sebaran kadar sel t regulator cairan peritoneum pasien endometriosis,
diakses pada tanggal 07 Januari 2010). 51 hal.
Sampson JA. 2009. Peritoneal endometriosis due to menstrual dissemination of
endometrial tissue into peritoneal cavity. Am J Obstet Gynecol 1927; No. 14:
69-422.
(http://content.nejm.org/cgi/external_ref?access_num=
000202353400057&link_type=ISI)
Simatupang, J. 2003. Referat Iv Perubahan Imunologis Pada Endometriosis
Peritoneal. FK UNSRI. Palembang. (http://digilib.unsri.ac.id/download/
Perubahan%20imunologis%20pada%20endometriosis.pdf, diakses pada tanggal
08 Januari 2009). 29 hal.
Somigliana E., P. Vigano. and P. Vercellini. 2006. A literature review of clinical
and epidemiological studies addressing the risk of cancer in endometriosis.
University of Milano and Center for Research in Obstetrics & Gynaecology
(CROG). Italy. (http://wes.endometriosis.org/ejournal.htm, diakses 30
Desember 2009).
Tangri, N. 2009. Laporan GAIA Insinerator Sampah: Teknologi yang Sekarat.
Global
Anti-Incinerator
Alliance
(GAIA).
Philippines.
(http://www.scribd.com/doc/6548683, diakses pada tangal 28 Januari 2010). 6
hal.
Widjarnako,
B.
2009.
Endometriosis.
(http://obfkumj.blogspot.com/
Endometriosis.html, diakses pada tanggal 07 Januari 2010).
Widhi, N.K. 2007. Plastik, Fast Food & Rokok Biang Utama Endometriosis.
(http://www.detiknews.com/kanal/10/berita/10.html, diakses pada tanggal 10
Januari 2010).
Wood, R. 2008a. Causes. (http://www.endometriosis.org/causes.html, diakses pada
tanggal 2 oktober 2009).
29
30