Anda di halaman 1dari 48

INTEGRASI NILAI-NILAI KONSERVASI DALAM

HABITUASI KAMPUS UNIVERSITAS NEGERI


SEMARANG UNTUK PEMBENTUKAN
KEPRIBADIAN MAHASISWA

PROPOSAL TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh


gelar Magister Pendidikan

Oleh:

SADDAM
0301514024

PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL


PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2016
PERSETUJUAN TIM PENGUJI PROPOSAL TESIS

Proposal tesis dengan judul Integrasi Nilai-nilai Konservasi dalam Habituasi

Kampus Universitas Negeri Semarang untuk Pembentukan Kepribadian

Mahasiswa karya,

Nama : Saddam

NIM : 0301514024

Program Studi : Pendidikan IPS

telah diseminarkan pada tanggal 03 Maret 2016 dan telah direvisi sesuai dengan

masukan tim penguji.

Semarang, 2016

Ketua, Penguji I,

Prof. Dr. Suyahmo, M.Si Prof. Dr. Maman Rachman, M.Sc.


NIP: 195503281983031003 NIP: 194806091976031001

Penguji II, Penguji III,

Dr. Juhadi, M.Si. Prof. Dr. Dewi Liesnoor Setyowati, M.Si


NIP: 195801031986011002 NIP: 196208111988032001
1

I. PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang Masalah

Dunia pendidikan esensinya penanaman nilai dan sikap yang akan dibangun

menjadi kepribadian yang utuh dalam berbangsa dan bernegara. Lembaga

pendidikan baik sekolah-sekolah maupun perguruan tinggi merupakan salah satu

wadah penaman nilai dan sikap yang di arahkan berdasarkan tujuan bersama.

Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 menyebutkan pendidikan

merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan

proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi

dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,

kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan

dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.

Perguruan Tinggi adalah satuan pendidikan yang menyelenggarakan

pendidikan tinggi (Pasal 1 angka 6 UU No. 12 tahun 2012). Pendidikan tinggi

adalah jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah yang mencakup program

diploma, program sarjana, program magister, program doktor, dan program

profesi, serta program spesialis, yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi

berdasarkan kebudayaan bangsa Indonesia (Pasal 1 angka 2 UU No. 12 tahun

2012). Perguruan Tinggi memegang peranan penting dalam membangun bangsa

ini secara berkelanjutan guna mencapai tujuan nasional, sehingga perlu adanya

jenjang dan keahlian tertentu yang terfokuskan pada masing-masing generasi

penerus bangsa. Pendidikan yang diselenggarakan pada Perguruan Tinggi


2

merupakan upaya membentuk generasi penerus bangsa guna mewujudkan

pembangunan nasional.

Fenomena memprihatinkan terjadi akhir-akhir ini terutama dikalangan

sebagian generasi muda mahasiswa. Semangat kebangsaan, berkepribadian

kebangsaan, kepedulian terhadap lingkungan, dan nilai-nilai yang seharusnya

dirasakan belum dimiliki seiring bergulirnya berbagai permasalahan di Negara

dan bangsa ini, sehingga dibawa dalam lingkungan kampus. Mahasiswa seolah

mengabaikan karakteristik identitas bangsa di lingkungan kampus.

Pebangunan nasional harus diimbangi dengan upaya peningkatan kualitas

manusia secara menyeluruh. Peningkatan tersebut pada aspek jiwa, raga, pribadi,

sosial, dan aspek ketuhanan. Oleh karena demikian peran lembaga pendidikan

baik sekolah-sekolah maupun Perguruan Tinggi sangat menentukan bagaimana

masa depan bangsa ini. Lembaga-lembaga ini sebagai wadah yang akan

membentuk anak bangsa, dibangun dari teori-teori dan praktik lapangan secara

akademik yang dipersiapkan secara langsung untuk berada di lapangan atau dunia

sosial. Begitu juga halnya dengan Universitas Negeri Semarang (Unnes) sebagai

lembaga pendidikan tinggi yang menyiapkan mahasiswa dan tenaga-tenaga yang

akan berada pada lingkungan masyarakat.

Unnes adalah perguruan tinggi yang menyelenggarakan program


pendidikan akademik dan vokasi dalam sejumlah disiplin ilmu pengetahuan,
teknologi, seni, dan olahraga, dan jika memenuhi syarat dapat
menyelenggarakan pendidikan profesi sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan (Pasal 1 angka 1 Peraturan Rektor Unnes nomor 27
tahun 2012).

Integrasi nilai dalam dunia pendidikan merupakan proses menuju

kedewasaan berfikir peserta didik. Peserta didik dapat membangun diri,


3

lingkungan, bangsa dan Negara, jika telah dibekali dengan ilmu yang bermanfaat

dalam proses pendidikan. Integrasi nilai itu sendiri adalah persetujuan bersama

mengenai tujuan-tujuan, prinsip dasar, prosedur-prosedur penyelesaian

permasalahan bersama lainnya (Surbakti, 1992). Bersamaan dengan upaya

konservasi secara ekologis, penguatan pada aspek sikap dan perilaku segenap

warga universitas serta lingkungan disekitarnya yang mencerminkan nilai

konservasi menjadi program konservasi dibidang budaya (Badan Pengembangan

Konservasi Unnes, 2014). Proses integrasi nilai-nilai konservasi dalam dunia

pendidikan tinggi, Unnes berharap akan memunculkan ilmuwan dan profesional

yang peka dan peduli terhadap permasalahan lingkungan.

Program konservasi di Unnes telah berlangsung selama lima tahun sejak

dinobatkan oleh Menteri Pendidikan Prof. Muhammad Nuh pada tanggal 12

Maret 2010. Konservasi telah diwujudkan dalam visi Unnes. "Universitas

Konservasi" didefinisikan sebagai sebuah universitas di mana pelaksanaan Tri

Dharma Perguruan Tinggi didasarkan pada prinsip-prinsip konservasi termasuk

tindakan melindungi, melestarikan, dan memanfaatkan sumber daya alam, etika,

seni dan budaya (Setyowati, 2015). Konsep konservasi di Unnes menjadi salah

satu dasar yang dibutuhkan untuk melakukan pembentukan karakter tangguh yang

dihabituasikan. Konsep konservasi yang menjadi landasan atau basis pendidikan

karakter di Unnes tidak dipahami dalam konteks fisik saja, tetapi lebih dimengerti

sebagai nilai yang berperan sebagai pemandu bagi warga Unnes untuk

berkontribusi dalam menyelamatkan planet bumi yang makin rusak dan


4

memelihara budaya (termasuk nilai moral dan sosial) yang makin ditinggalkan

oleh penganutnya (Handoyo dan Tijan, 2010).

Dewasa ini, perlu kiranya ditegaskan lagi kepemilikan nilai-nilai konservasi

mahasiswa Unnes. Nilai-nilai konservasi merupakan nilai yang dihabituasikan di

lingkungan Unnes, lebih-lebih nilai moral dan sosial. Hal ini dapat dilakukan

dengan habituasi yang ditunjang oleh lingkungan dan warga Unnes. Habituasi

merupakan pembiasaan untuk suatu tujuan yang baik guna pembangunan manusia

yang berkarakter, dalam hal ini terkait pembangunan Unnes dan sivitas

akademikanya sebagai universitas konservasi. Nilai-nilai karakter konservasi tidak

hanya dipahami dalam konteks fisik saja, melainkan juga dipahami sebagai nilai

(non fisik) yang perlu dikembangkan secara terus menerus. Seperti halnya

penelitian yang dilakukan Setyowati (2015) bahwa inovasi dikembangkan secara

terus-menerus untuk membangun konservasi di Unnes baik secara fisik maupun

nonfisik pada kegiatan akademik dan nonakademik. Tujuh pilar konservasi telah

menggerakan Unnes dalam melaksanakan tujuh nilai konservasi yang harus

dimiliki oleh orang-orang di Unnes dan diimplementasikan sebagai media untuk

pendidikan konservasi. Unnes terus meningkatkan dengan menerapkan aspek

konservasi di kedua kegiatan akademik Tri Dharma Perguruan Tinggi dan

kegiatan nonakademik dengan mendorong tindakan dan etika konservasi di Unnes

serta membangun kampus hijau melalui bangunan ramah lingkungan, pengelolaan

limbah, efisien energi, panel tenagah suria, pengolahan limbah air dan rencana

konservasi.
5

Integrasi nilai-nilai konservasi di lingkungan kampus Unnes masih berada

pada tatanan konsep. Hal ini terlihat dari kepemilikan nilai-nilai karakter

konservasi mahasiswa yang belum maksimal. Mahasiswa belum memahami nilai-

nilai konservasi secara utuh, sehingga tercermin pada karakter konservasi yang

dimilikinya. Masih terdapat mahasiswa yang melakukan tindakan konservasi atas

inspirasi dan dorongan lembaga atau dosen. Sisi lain kepedulian mahasiswa

terhadap lingkungan kampus pun belum optimal, sehingga hal ini

mengindikasikan integrasi nilai-nilai konservasi belum maksimal agar terbentuk

karakter konservasi mahasiswa. Mahasiswa sebagai peserta belajar dewasa harus

diberikan suasana dan pendekatan belajar yang mengasah kemampuan berfikir

analisis kritis, terutama dalam menyikapi berbagai fenomena yang terjadi pada

kehidupan sehari-harinya terkait penanaman nilai konservasi. Selain itu, proses

integrasi nilai-nilai konservasi selama ini diduga masih bersifat informatif.

Berdasarkan hal di atas, peneliti akan melakukan penelitian tentang integrasi

nilai-nilai konservasi dalam habituasi kampus Unnes, dalam hal ini untuk

menganalisis terhadap pembentukan kepribadian mahasiswanya. Kepribadian

mahasiswa Unnes erat kaitannya dengan karakter konservasi yang dimilikinya,

sehingga akan terlihat tindakan yang dilakukan dalam mengintegrasikan nilai-nilai

konservasi (delapan nilai karakter konservasi mahasiswa) Unnes oleh pihak yang

berperan. Mengacu pada hal tersebut, maka penelitian ini akan peneliti wujudkan

dalam bentuk studi pada Unnes dan akan dituangkan dalam bentuk tulisan ilmiah

tesis dengan judul Integrasi Nilai-nilai Konservasi dalam Habituasi Kampus

Unnes untuk Pembentukan Kepribadian Mahasiswa.


6

I.2. Identifikasi Masalah

Mengacu pada latar belakang masalah di atas, maka masalah yang perlu

diidentifikasi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Nilai-nilai konservasi (delapan nilai karakter konservasi mahasiswa)

yang dikembangkan di Unnes masih berada pada tatanan konsep;


2. Integrasi nilai-nilai konservasi dalam habituasi di Unnes masih dalam

perencanaan sehingga belum menjadi kebiasaan;


3. Sikap dan tanggapan sivitas akademika Unnes terhadap integrasi nilai

konservasi masih berada pada arah tanggapan, dan sikap belum merata

secara mneyeluruh terutama mahasiswa;


4. Kendala yang muncul terhadap integrasi nilai-nilai konsrevasi dalam

habituasi di Unnes;
5. Nilai-nilai konservasi yang dapat membentuk kepribadian mahasiswa

Unnes, tetapi mahasiswa belum memahaminya secara utuh.

I.3. Cakupan Penelitian

Mengacu pada indentifikasi masalah di atas, maka cakupan dalam penelitian ini

adalah strategi integrasi nilai-nilai konservasi dalam habituasi kampus, nilai-nilai

konservasi yang dapat membentuk kepribadian mahasiswa, dan kendala yang

muncul terhadap integrasi nilai-nilai konservasi dalam habituasi di Unnes.

I.4. Rumusan Masalah

Berdasarkan cakupan penelitian di atas maka rumusan masalah dalam penelitian

ini adalah bagaimana integrasi nilai-nilai konservasi dalam habituasi kampus

Unnes untuk pembentukkan kepribadian mahasiswa?

Rumusan masalah tersebut diuraikan dalam bentuk pertanyaan penelitian

sebagai berikut.
7

1. Bagaimana strategi integrasi nilai-nilai konservasi dalam habituasi

kampus Unnes?

2. Bagaimana nilai-nilai konservasi dapat membentuk kepribadian

mahasiswa Unnes?

3. Kendala apa sajakah yang muncul terhadap strategi integrasi nilai-nilai

konservasi dalam habituasi di Unnes?

I.5. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah dan pertanyaan penelitian di atas, maka penelitian

ini bertujuan untuk.

1. Mengidentifikasi dan menganalisis strategi integrasi nilai-nilai

konservasi dalam habituasi kampus Unnes;

2. Menganalisis nilai-nilai konservasi yang dapat membentuk kepribadian

mahasiswa Unnes;

3. Mengkaji kendala yang muncul terhadap strategi integrasi nilai-nilai

konservasi dalam habituasi di Unnes.

I.6. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian adalah sebagai berikut.

I.6.1. Manfaat Teoretis

1. Menguji teori tindakan sosial Parsons dan teori kepribadian Allport

kaitannya dengan konteks penelitian integrasi nilai-nilai konservasi

dalam habituasi kampus untuk pembentukan kepribadian mahasiswa di

Unnes. Intinya menyanggah, mendukung, dan mengkritik ataupun


8

memberi varian-varian baru terhadap teori tindakan sosial Talcott

Parsons dan Teori Kepribadian Gordon W. Allport.

2. Menjadi rujukan awal bagi peneliti lainya yang ingin meneliti lebih

mendalam tentang integrasi nilai-nilai habituasi kampus.

I.6.2. Manfaat Praktis

1. Bagi Unnes (cq. Stakeholder)

Dapat dijadikan rujukan dan bahan pertimbangan bagi kampus yang

bersangkutan untuk pengambilan kebijakan selanjutnya, guna konservasi

habituasi lembaga.

2. Bagi Unit Pelaksanaan Teknis (UPT) Konservasi Unnes

Dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi UPT Konservasi Unnes untuk

memberikan informasi pentingnya nilai-nilai habituasi kampus yang

menumbuh sadarkan dan membentuk kepribadian mahasiswa yang

berkarakter konservasi.

3. Bagi Mahasiswa

Memberikan informasi kepada mahasiswa tentang perlunya memahami

eksistensi diri dalam habituasi kampus, menumbuh-sadarkan mahasiswa

akan pentingnya nilai-nilai konservasi, dan agar dapat mengimplementa-

sikan nilai-nilai konservasi habituasi kampus di lingkungan Unnes

maupun di lingkungan sosial lainnya.

II. KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA TEORETIS, DAN KERANGKA

BERPIKIR
9

II.1. Kajian Pustaka

II.1.1. Integrasi Nilai-nilai Konservasi

II.1.1.1. Pengertian Konservasi

Konservasi berasal dari kata conservation, bersumber dari kata con (together)

dan servare (to keep, to save) yang dapat diartikan sebagai upaya memelihara

milik kita, dan menggunakan milik tersebut secara bijak (wise use). Secara leksikal,

konservasi dimaknai sebagai tindakan untuk melakukan perlindungan atau

pengawetan; sebuah kegiatan untuk melestarikan sesuatu dari kerusakan,

kehancuran, kehilangan, dan sebagainya. Namun dalam perkembangannya, makna

konservasi juga dimaknai sebagai pelestarian warisan kebudayaan (cultural

heritage) (Handoyo dan Tijan, 2010:15). Konservasi adalah usaha melindungi dan

melestarikan nilai budaya dan perilaku manusia dalam berinteraksi dengan

lingkungan (Setyowati dkk, 2015:1).

Konservasi sebagai suatu proses kompleks dan terus-menerus yang


melibatkan penentuan mengenai apa yang dipandang sebagai warisan,
bagaimana ia dijaga, bagaimana ia digunakan, oleh siapa, dan untuk siapa.
Warisan yang disebut dalam definisi tersebut tidak hanya menyangkut hal
fisik tetapi menyangkut juga kebudayaan (Richmond dan Bracker,
2009:xiv).

Konservasi adalah tindakan bijak terhadap lingkungan, baik lingkungan

secara fisik maupun lingkungan secara sosial budaya dengan wujud etika dan

moral yang dilestarikan secara berkelanjutan guna membangunan masyarakat

yang berkepribadian afeksi terhadap lingkungan serta memahami dan mengerti

wujud apa bagaimana dan mengapa harus dilakukan.

II.1.1.2. Nilai-nilai Konservasi


10

Nilai adalah sesuatu yang baik yang selalu diinginkan, dicita-citakan dan dianggap

penting oleh seluruh manusia sebagai anggota masyarakat (Setiadi, 2005:31).

Nilai mengacu pada apa atau sesuatu yang oleh manusia dan masyarakat

dipandang sebagai yang paling berharga. Dengan perkataan lain, nilai itu berasal

dari pandangan hidup suatu masyarakat. Pandangan hidup itu berasal dari sikap

manusia terhadap Tuhan, terhadap alam semesta, dan terhadap sesamanya (Maran,

1999:40). Nilai di sini erat kaitannya dengan apa yang menjadi kesepakatan

bersama, kemudian diberlakukan dan menjadi pedoman bersama dalam kehidupan

sehari-hari. Hal tersebut sejalan dengan yang dikatakan Narwoko dan Suyanto

(2011:55) bahwa suatu tindakan dianggap sah artinya secara moral dapat diterima

kalau harmonis dengan nilai-nilai yang disepakati dan dijunjung oleh masyarakat

di mana tindakan itu dilakukan.

Nilai esensinya mengarahkan bagaimana perilaku dan pertimbangan

seseorang terhadap yang akan dilakukannya, akan tetapi tidak menghakimi apakah

sebuah perilaku itu salah atau benar. Nilai menguat dalam hal yang selaras dengan

keinginan dan tujuan besama manusia sebagai sesuatu yang sangat berharga dan

mampu membentuk manusia sebagai makhluk individu dan juga sosial. Hal ini

sejalan dengan pernyataan Notonagoro dalam Suyahmo (2014) bahwa manusia

dalam melakukan perbuatan baik lahir maupun batin, harus sesuai dengan

kesatuan monodualis susunan kodrat jiwa dan raga, kesatuan monodualis sifat

kodrat manusia individu dan makhluk sosial, serta kesatuan monodualis

kedudukan kodrat manusia pribadi mandiri sebagai makhluk Tuhan. Yang


11

semuanya itu dalam keseimbangan-keserasian kesatuan monopluralis yang

harmonis dan dinamis, inilah cerminan empat tabiat saleh manusia.

Empat tabiat saleh sebagai dasar ajaran moral Pancasila. Secara rinci empat

tabiat saleh tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut.

a. Tabiat saleh kebijaksanaan. Selalu melakukan perbuatan-perbuatan atas


dorongan kehendak yang baik, didasarkan putusan akal untuk mencapai
kebenaran, selaras dengan rasa kemanusiaan yang tertuju pada
keindahan kejiwaan.
b. Tabiat saleh kesederhanaan. Dalam melakukan perbuatan, manusia
selalu membatasi diri jangan sampai tindakan manusia dalam hidup
bersama itu berlebihan melampaui batas kebahagiaan atau kenikmatan.
Dalam konteks ekonomi, manusia harus mampu menyeimbangkan
pendapatan dengan pengeluaran. Dalam konteks moral, manusia harus
bersikap lembah manah, andap asor, tan keno adigang adigung adiguno.
c. Tabiat saleh keteguhan. Dalam melakukan perbuatan, manusia selalu
teguh, tabah, tahan menderita, dalam menghadapi permasalahan yang
ada. Dalam hal ini, manusia selalu berpikir jernih tanpa penuh
emosional. Manusia jangan mudah putus asa dalam menghadapi
persoalan-persoalan yang dihadapi.
d. Tabiat saleh keadilan. Dalam melalukan perbuatan, manusia selalu
memberikan dan melakukan sebagai rasa wajib kepada diri sendiri,
sesama manusia dalam hidup bersama, kepada alam sekitarnya, maupun
kepada Tuhan, segala sesuatu yang telah menjadi haknya (Notonagoro
dalam Suyahmo, 2014:162).

Nilai tabiat saleh sebagai dasar ajaran moral Pancasila di atas menjadi

pedoman utama manusia sebagai makhluk individu maupun makhluk sosial.

Pedoman tersebut sebagai acuan tabiat saleh yang bijaksana, sederhana, teguh,

dan adil dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dab bernegara. Terkait

dengan penelitian di Unnes, nilai yang menjadi pendoman yang bermuara dari

nilai Pancasila termuat dalam tujuh pilar konservasi dan delapan nilai karakter

konservasi mahasiswa Unnes.

Mengingat batasan dan cakupan konservasi, paling tidak, terdapat


empat nilai yang terkandung dalam konsep konservasi, yaitu menanam,
memanfaatkan, melestarikan dan mempelajari. Nilai-nilai tersebut bersifat
12

herarkis, spiral, dan berkesinambungan. Menanam, dapat dimaknai dalam


dua arti. Pertama, secara fisik menanam dapat diartikan menancapkan
sebuah benih atau bibit ke dalam tanah. Kedua, secara non-fisik, menanam
dapat diartikan meletakkan nilai-nilai fundamental dan luhur yang telah
mengkristal menjadi pedoman/ pandangan hidup dan dasar Negara
(Rachman, 2012:3-4).

Berdasarkan hal di atas, nilai konservasi yang pengejawatahannya termuat

dalam tujuh pilar utama Unnes sebagai universitas konservasi merupakan nilai-

nilai konservasi yang menjadi dasar dan pegangan sivitas akademika Unnes dalam

menyikapi secara bijak lingkungan (fisik dan non fisik) sebagai habituasi yang

harus di tanam, dimanfaatkan, dilestarikan, dan dipelajari guna membangun

kepribadian. Delapan nilai karakter konservasi mahasiswa merupakan nilai

karakter yang harus di tanam, dipelajari, dimiliki, dimanfaatkan, dan dilestarikan

oleh mahasiswa Unnes. Hal ini sejalan dengan yang dinyatakan Setyowati dkk

(2015:6) bahwa setiap mahasiswa harus memiliki nilai karakter konservasi. Nilai

karakter konservasi mahasiswa terdiri dari 8 (delapan) nilai yang integral dan

pelaksanaannya senantiasa dilandasi keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang

Maha Esa.
Kedelapan nilai karakter konservasi adalah sebagai berikut.

1. Nilai inspiratif
Berarti memiliki ide atau gagasan untuk bertindak, melakukan sesuatu
yang sengaja datang ke otak kita tanpa mengenal tempat, waktu, dan
kondisi apa pun.
2. Nilai humanis
Sikap seseorang yang mengahargai orang lain, mengharapkan, dan
memperjuangkan terwujudnya pergaulan hidup yang lebih baik,
berdasarkan asas kemanusiaan.
3. Nilai peduli
Kemampuan mengindahkan, memperhatikan, menghiraukan. Peduli
lingkungan adalah sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah
kerusakan lingkungan dan mengembangkan upaya untuk memperbaiki
kerusakan lingkungan yang telah terjadi. Peduli sosial adalah sikap dan
13

tindakan yang selalu ingin memberi bantuan pada orang lain dan
masyarakat yang membutuhkan.
4. Nilai inovatif
Kemampuan mendayagunakan pemikiran, imajinasi, stimulan, dan
lingkungan dalam menghasilkan produk baru (bersifat pembaruan).
5. Nilai sportif
Bersifat ksatria, jujur. Sportifitas berarti bersikap adil terhadap lawan;
bersedia mengakui keunggulan, kekuatan, kebenaran, lawan atau
kekalahan, kelemahan, kesalahan sendiri.
6. Nilai kreatif
Kemampuan berpikir atau bertindak untuk menyelesaikan masalah
secara cerdas dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil
baru dari sesuatu yang telah ada.
7. Nilai kejujuran
Jujur adalah perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya
sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan,
dan pekerjaan.
8. Nilai keadilan
Sifat perbuatan yang adil. Adil artinya tidak berpihak, berpihak kepada
yang benar (Setyowati dkk, 2015:6-8).
Karakter mahasiswa dapat dikatakan kepribadian yang dimiliki mahasiswa

tecermin pada kesehariannya dalam dunia sosial berdasarkan nilai-nilai tertentu

yang dijadikan standar bersama baik yang bersifat khusus maupun umum dalam

suatu lingkungan. Untuk itu karakter mahasiswa dapat dihabituasikan pada

kondisi tertentu, yakni dengan membangun faktor kepribadian pembawaan pada

penguatan nilai-nilai pada suatu lingkungan secara tepat, efisien, dan

berkesinambungan. Seperti yang dikatakan Rachman (2012:28) bahwa subtansi

utama pendidikan moral bertujuan untuk membentuk kualitas generasi muda

Indonesia yang lebih baik. Tujuan tersebut dapat didekati melalui pendidikan

nilai, pendidikan kewarganegaraan, pendidikan moral Pancasila, pendidikan

karakter, dan pendidikan Pancasila.


Nilai-nilai karakter yang menjadi acuan bagi seluruh warga Unnes. Nilai-

nilai karakter luhur yang sudah berkembang selama ini dan dapat dikembangkan
14

lebih lanjut. Nilai tersebut merupakan uraian dari nilai utama Unnes, yaitu sehat,

unggul, dan sejahtera. Berikut nilai karakter tesebut.

1. Religius adalah sikap pandang dan perilaku yang mencerminkan


ketakwaan kepada Tuhan yang Maha Esa.
2. Jujur adalah satunya sikap, ucapan, dan perilaku yang menjadikan
dirinya sebagai orang yang selalu dipercaya.
3. Peduli adalah sikap dan perbuatan yang diarahkan untuk berbagi dan
membantu orang lain dan berbuat untuk memelihara lingkungan alam
secara berkelanjutan.
4. Toleran (tapa slira) adalah sikap memahami dan menerima kenyataan,
sikap, atau tindakan orang lain yang berbeda dari yang diyakini atau
dilakukannya.
5. Demokratis adalah sikap atau tindakan yang didasarkan pada
penghormatan terhadap hak dan kewajiban orang lain dalam kesetaraan.
6. Santun adalah sikap yang mencerminkan kehalusan budi dan tingkah
laku sebagai wujud penghormatan terhadap orang lain.
7. Cerdas adalah kemampuan untuk mengetahui dan memahami segala hal
dengan cepat dan tepat serta kemampuan memecahkan masalah.
8. Tangguh adalah kemampuan yang tak mudah dikalahkan karena
kekuatan, keandalan, ketabahan, dan ketahanannya dalam menghadapi
situasi apa pun (Handoyo dan Tijan, 2010:7).

Nilai-nilai tersebut merupakan nilai yang harus dimiliki mahasiswa Unnes.

Nilai karakter konservasi yang berguna untuk kehidupan baik di lingkungan

kampus dan lingkungan masyarakat. Nilai tersebut berguna untuk memberi

pemahaman, membentuk agar dimiliki mahasiswa tentang karakter konservasi,

utamanya di Unnes, sehingga bisa di bawa dan diimplementasikan dalam

lingkungan masyarakat sebagai dunia sosial.

II.1.1.3. Integrasi Nilai

Integrasi yang berarti bahwa dalam pengelolaan sumber daya diperpadukan

berbagai kepentingan sehingga tidak terjadi pemborosan, atau yang satu

merugikan yang lain (Dwidjoseputro, 1994:32). Integrasi adalah penyatuan

supaya menjadi suatu kebulatan atau menjadi utuh (Triantono, 2007:38). Struktur
15

sosial budaya memiliki tingkat fleksibelitas yang tinggi dalam adaptasi dengan

lingkungan, hal ini disebabkan terdapatnya perangkat sistem sosial, dari yang

sederhana sampai dengan yang sangat kompleks yang semua itu sangat

terintegrasi dalam kehidupan sosial budaya mereka (Purwanto, 2008:255).


Integrasi dalam penelitian ini kaitannya dengan pembauran dan pencapaian

nilai-nilai konservasi menjadi tujuan bersama di Unnes. Dengan ini, integrasi

nilai-nilai konservasi di Unnes diupayakan untuk menjadi karakter konservasi

yang harus dimiliki oleh mahasiswa. Integrasi nilai umumnya dilakukan melalui

proses pembelajaran (akademik) dan nonakademik. Seperti halnya yang

dinyatakan Handoyo dan Tijan (2010) pendidikan karakter di Unnes

diintegrasikan dalam proses pembelajaran (akademik) dan melalui pembinaan

kemahasiswaan, pendidikan karakter ini tidak terpisah tetapi dilakukan secara

terpadu. Proses pembelajaran yang memungkinkan terbentuknya karakter

mahasiswa adalah pembelajaran yang aktif dan kontekstual.


Untuk menuju masyarakat bijak lingkungan menurut Marfai (2005:12-16),

maka.
Solusi dari adanya lingkungan berkelanjutan tersebut seperti harus
menjadi agenda kerja yang tidak kalah seriusnya untuk membangun
kehidupan masyarakat sejahterah untuk menuju cita-cita tersebut terdapat
beberapa hal yang nampaknya perlu mendapat perhatian bersama. Pertama,
program-program kebijakan dan pembangunan yang dilangsungkan hendak
memberi pertimbangan yang seimbang terhadap dampak lingkungan yang
ditimbulkan dari satu hasil kerja industri dan pembangunan yang ada, tidak
semata-mata memperbincangkan polusi yang ditimbulkan secara fisis, biotis,
dan kimiawi saja, tetapi harus diterjemahkan sebagai bentuk dampak
terhadap kondisi lingkungan dan kearifan lokal serta terjadinya perubahan
sosial dan kultur masyarakat. Kedua, pemberdayaan dan penegakan hukum
menjadi agenda yang tidak kalah pentingnya menuju masyarakat bijak
lingkungan. Ketiga, lembaga pendidikan seperti halnya perguruan tinggi dan
ilmuan mempunyai peran penting dan strategis dalam rangka menghasilkan
penelitian-penelitian teknologi yang ramah lingkungan dan menemukan
solusi-solusi dari masalah kerusakan lingkungan melalui berbagai
pendekatan sosial, budaya, teknologi, ideologi, dan lain sebagainya.
16

Keempat, kalangan swasta, penanaman modal dan pelaku kegiatan industri


diharapkan mempunyai semangat kelingkungan, artinya konsekuensi logis
yang ditimbulkan dari segala bentuk praktik industri dan pengelolaan
sumber daya alam itu pencemaran, polusi, degradasi, maupun kerusakan
lingkungan menjadi perhatian serius. Kelima, reaktualisasi nilai-nilai budaya
yang mempunyai bentuk kearifan lokal terhadap lingkungan mulai perlu
dihidupkan kembali dalam masyarakat modern, setelah sekian lama mati suri
tenggelam akibat individualism yang akan menggejala di masyarakat
modern. Keenam, reaktualisasi nilai-nilai religiusitas/ keagamaan di mana
kegiatan penghormatan terhadap hak-hak lingkungan adalah menjadi nilai
dan bentuk praktik dari keberagamaan.

Mewujudkan masyarakat yang beretika lingkungan kita dihadapkan dengan

habituasi diri, habituasi keluarga, dan habituasi lembaga, baik lembaga dalam

kelompok kecil maupun lembaga dalam kelompok besar (Negara). Dengan ini,

ada tiga etika yang perlu kita perhatikan yang berkenaan dengan lingkungan

menurut Keraf (2006:9-22), yakni: Pertama, Etika Deontologi; lakukan apa yang

menjadi kewajiban kamu sebagaimana terungkap dalam norma dan nilai moral

yang ada. Dalam artian suatu tindakan akan dinilai baik atau buruk berdasarkan

apakah tindakan itu sesuai atau tidak dengan kewajiban. Kedua, Etika Teleologi;

menilai baik-buruk suatu tindakan berdasarkan suatu tujuan atau akibat dari

tindakan tersebut. Suatu tindakan dinilai baik kalau bertujuan baik dan

mendatangkan akibat baik. Bagaimana harus bertindak dalam situasi kongret

tertentu, jawaban etika teleologi adalah pilihan tindakan yang membawa akibat

baik. Dan Ketiga, Etika Keutamaan; lebih mengutamakan pengembangan karakter

moral pada diri setiap orang . Aristoteles mengatakan nilai moral di temukan

dan muncul dari pengalaman hidup yang di perlihatkan oleh tokoh-tokoh besar

dalam suatu masyarakat dalam menghadapi dan menyikapi persoalan hidup ini.

II.1.2. Habituasi Kampus


17

Habituasi berarti pembiasaan pada, dengan, atau untuk sesuatu; penyesuaian

supaya menjadi terbiasa (terlatih) pada habitat dan sebagainya (Kamus Besar

Bahasa Indonesia, 2010). Habituasi merupakan pembiasaan konsep tertentu pada

individu atau masyarakat dalam kelompok tertentu sebagai nilai yang dianut dan

menjadi kesepakatan bersama, konsep ini kemudian di integrasikan dalam diri dan

terlihat dalam wujud perilaku masyarakat tertentu. Habituasi kampus lebih pada

upaya penanaman nilai-nilai melalui pendidikan, dalam hal ini menanamkan nilai-

nilai karakter konservasi mahasiswa melalui peroses pengajaran dan kegiatan

kemahasiswaan.
Pendidikan konservasi merupakan sebuah pembelajaran untuk membangun

spirit penduduk (mahasiswa), tentang lingkungan untuk pembangunan

berwawasan masa kini dan memperhatikan generasi masa mendatang (Hardati

dkk, 2015:13). Lebih lanjut, pendidikan konservasi adalah sebuah program yang

dikemas dengan tujuan untuk memberikan pengetahuan kepada siswa pada

khususnya dan masyarakat pada umumnya agar lebih sadar dan memberi

perhatian lebih terhadap lingkungan dan permasalahan serta hubungan timbal

baliknya (Rachman, 2012:7). Pendidikan konservasi dalam konteks ini

dimaksudkan bagaimana menanaman nilai-nilai karakter konservasi mahasiswa

sebagai nilai-nilai yang harus dipelajari, dimiliki, dimanfaatkan, dan dilestarikan

secara berkelanjutan oleh pribadi mahasiswa hingga tumbuh dalam pribadi-

pribadi mahasiswa selanjutnya sebagai generasi penerus bangsa.


Tujuan pendidikan konservasi untuk mengubah perilaku dan sikap yang

dilakukan oleh pihak-pihak yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan,

keterampilan, dan kesadaran masyarakat tentang nilai-nilai lingkungan dan isu


18

permasalahan lingkungan guna menggerakkan masyarakat untuk aktif dalam

upaya pelestarian dan keselamatan lingkungan untuk sekarang dan masa

mendatang (Hardati dkk, 2015).

Konservasi memiliki cita-cita pembangunan yang berkelanjutan, menurut

Keraf (2006:168) bahwa.

Cita-cita dan agenda pembangunan berkelanjutan tidak lain adalah


upaya untuk mensingkronkan, mengintegrasikan, dan memberi bobot yang
sama bagi tiga aspek utama pembangunan, yaitu aspek ekonomi, aspek
sosial budaya, dan aspek lingkungan hidup . yang mau dicapai dengan
pembangunan berkelanjutan adalah menggeser titik berat pembangunan
tidak hanya pembangunan ekonomi tetapi juga mencakup pembangunan
sosial budaya dan lingkungan hidup.
Pembiasaan konsep atau nilai-nilai tertentu yang dianut lembaga pendidikan

kemudian diintegrasikan dan tercermin pada perilaku, dengan tujuan memberikan

pengetahuan dan pemahaman kepada siswa atau mahasiswa serta masyarakat

umumnya. Pada suatu lembaga pendidikan, hal ini bertujuan untuk membentuk

sikap dan kepribadian sivitas akademika lembaga pendidikan tersebut.

Pembentukan tersebut dapat dilakukan melalui proses pendidikan dan habituasi.

II.1.3. Pembentukan Kepribadian

II.1.3.1. Pengertian Kepribadian


Kepribadian merupakan terjemahan dari bahasan inggris personality. Kata

personality sendiri berasal dari bahasa Latin persona yang berarti topeng yang

digunakan oleh para aktor dalam suatu permainan atau pertunjukan (Yusuf dan

Nurihsan, 2008:2). Lebih lanjut, kepribadian (personality) merupakan keseluruhan

cara di mana seorang individu bereaksi dan berinteraksi dengan individu lain.

Kepribadian paling sering dideskripsikan dalam istilah sifat yang bisa diukur yang

ditunjukkan oleh seseorang (Robbins dan Judga, 2008:127).


19

Dari pengertian di atas, kepribadian merupakan suatu susunan sistem psikis

dan fisik yang berpadu dan saling berinteraksi dalam mengarahkan tingkah laku

yang kompleks dan dinamis dalam diri seorang individu, menentukan penyesuaian

diri individu tersebut terhadap lingkungannya, sehingga akan tampak dalam

tingkahlakunya yang unik dan berbeda dengan orang lain. Kepribadian juga dapat

dikatakan keseluruhan cara seorang individu bereaksi dan berinteraksi dengan

individu lain. Kepribadian paling sering dideskripsikan dalam istilah sifat yang

bisa diukur yang ditunjukkan oleh seseorang.


II.1.3.2. Ciri-ciri Kepribadian
Para ahli tampaknya masih sangat beragam dalam memberikan rumusan tentang

kepribadian. Dalam suatu penelitian kepustakaan yang dilakukan oleh Allport

(Hall dan Lindzey, 2012) menemukan hampir 50 definisi tentang kepribadian

yang berbeda-beda. Berangkat dari studi yang dilakukannya, akhirnya dia

menemukan satu rumusan tentang kepribadian yang dianggap lebih lengkap.

Menurut pendapat dia bahwa kepribadian adalah organisasi dinamik dalam

individu atas sistem-sistem psikofisis yang menentukan caranya yang unik dalam

menyesuaikan diri terhadap lingkungannya.


Ada beberapa konsep yang berhubungan erat dengan kepribadian bahkan

kadang-kadang disamakan dengan kepribadian. Konsep-konsep yang

berhubungan dengan kepribadian adalah.


1) Character (karakter), yaitu penggambaran tingkah laku dengan
menonjolkan nilai (banar-salah, baik-buruk) baik secara eksplisit
maupun implisit.
2) Temperament (temperamen), yaitu kepribadian yang berkaitan erat
dengan determinan biologis atau fisiologis.
3) Traits (sifat-sifat), yaitu respon yang senada atau sama terhadap
sekelompok stimuli yang mirip, berlangsung dalam kurun waktu (relatif)
lama.
4) Type attribute (ciri), mirip dengan sifat, namun dalam kelompok stimuli
yang lebih terbatas.
20

5) Habit (kebiasaan), merupakan respon yang sama dan cenderung berulang


untuk stimulus yang sama pula (Alwisol dalam Kuntjojo, 2009).

Untuk menjelaskan tentang kepribadian individu, Syamsuddin (2003)

mengemukakan tentang aspek-aspek kepribadian, yang di dalamnya mencakup.


a) Karakter yaitu konsekuen tidaknya dalam mematuhi etika perilaku,
konsisten tidaknya dalam memegang pendirian atau pendapat,
b) Temperamen yaitu disposisi reaktif seorang, atau cepat lambatnya
mereaksi terhadap rangsangan-rangsangan yang datang dari lingkungan,
c) Sikap; sambutan terhadap objek yang bersifat positif, negatif atau
ambivalen,
d) Stabilitas emosi yaitu kadar kestabilan reaksi emosional terhadap
rangsangan dari lingkungan. Seperti mudah tidaknya tersinggung,
marah, sedih, atau putus asa,
e) Responsibilitas (tanggung jawab) adalah kesiapan untuk menerima risiko
dari tindakan atau perbuatan yang dilakukan. Seperti mau menerima
risiko secara wajar, cuci tangan, atau melarikan diri dari risiko yang
dihadapi.
f) Sosiabilitas yaitu disposisi pribadi yang berkaitan dengan hubungan
interpersonal. Seperti: sifat pribadi yang terbuka atau tertutup dan
kemampuan berkomunikasi dengan orang lain.

Setiap individu memiliki ciri-ciri kepribadian tersendiri, mulai dari yang

menunjukkan kepribadian yang sehat atau justru yang tidak sehat. Menurut

Robbins dan Judga (2008:129-130) karakteristik yang umum melekat dalam diri

seorang individu adalah malu, agresif, patuh, malas, ambisius, setia, dan takut.

Karakteristik tersebut, ketika ditunjukkan dalam berbagai situasi disebut sifat-sifat

kepribadian (personality traits). Semakin konsisten dan sering muncul

kerakteristik tersebut dalam berbagai situasi, maka akan semakin mendeskripsikan

karakteristik seorang individu. Lebih lanjut, Robbins dan Judga (2008:136)

mengatakan terdapat tiga cara untuk menilai kepribadian: (1) survey mandiri, (2)

survey peringkat oleh pengamat, dan (3) ukuran proyeksi.


II.1.3.3. Faktor yang Mempengaruhi Kepribadian
Perkembangan kepribadian individu dipengaruhi oleh berbagai faktor di antaranya

faktor hereditas dan lingkungan. Faktor hereditas yang mempengaruhi


21

kepribadian antara lain: bentuk tubuh, cairan tubuh, dan sifat-sifat yang di

turunkan orang tua. Adapun faktor lingkungan antara lain lingkungan rumah,

sekolah, dan masyarakat. Disamping itu, meskipun kepribadian seseorang itu

relatif konstan, kenyataannya sering ditemukan perubahan kepribadian. Perubahan

itu terjadi di pengaruhi oleh faktor gangguan fisik dan lingkungan.


Ada dua faktor utama yang mempengaruhi perkembangan kepribadian, yaitu

faktor hereditas (genetika) dan faktor lingkungan (environment).


a. Faktor Pembawaan (Genetika)
Masa dalam kandungan dipandang sebagai saat (periode) yang kritis dalam

perkembangan kepribadian, sebab tidak hanya sebagai saat pembentukan

pola-pola kepribadian, tetapi juga sebagai masa pembentukan kemampuan-

kemampuan yang menentukan jenis penyesuaian individu terhadap

kehidupan setelah kelahiran. Dalam perkembangannya pengaruh gen

terhadap kepribadian, sebenarnya tidak secara langsung, karena yang

dipengaruhi gen secara langsung adalah (1) kualitas sistem saraf, (2)

keseimbangan biokimia tubuh, dan (3) struktur tubuh (Yusuf dan Nurihsan,

2008).
Kemampuan belajar dan penyesuaian diri individu di batasi oleh sifat-

sifat yang inheren dalam organisme individu itu sendiri (Cattel dalam Yusuf

dan Nurihsan, 2008). Misalnya kapasitas fisik (perawakan, energy, kekuatan,

dan kemenarikannya), dan kapasitas intelektual (cerdas, normal, dan

terbelakang). Meskipun begitu batas-batas perkembangan kepribadian,

bagaimanapun lebih besar dipengaruhi oleh faktor lingkungan.


b. Faktor Lingkungan (Enviroment)
Faktor lingkungan yang mempengaruhi kepribadian di antaranya keluarga,

kebudayaan, dan sekolah (Yusuf dan Nurihsan, 2008).


1) Keluarga
22

Keluarga dipandang sebagai penentu utama pembentukan


kepribadian anak.
2) Faktor Kebudayaan
Setiap kelompok masyarakat (bangsa, rasa atau suku) memiliki
tradisi, adat, adat atau kebudayaan khas. Kebudayaan suatu
masyarakat memberikan pengaruh terhadap setiap warganya, baik
yang menyangkut cara berpikir (cara memandang sesuatu), cara
bersikap atau cara berperilaku.
3) Sekolah/ Lingkungan Pendidikan
Lingkungan sekolah dapat mempengaruhi kepribadian anak. Faktor-
faktor yang di pandang berpengaruh itu di antaranya sebagai berikut.
(1) iklim emosional kelas, (2) sikap dan perilaku guru, (3) disiplin
(tata-tertib), (4) prestasi belajar, dan (5) penerimaan teman sebaya.

II.1.4. Kajian Penelitian yang Relevan

Kajian penelitian yang relevan berguna sabagai pembanding antara penelitian-

penelitian yang pernah dilakukan oleh peneliti terdahulu yang memiliki sisi

kesesuaian dengan penelitian yang akan peneliti lakukan. Hal ini sebagai bahan

rujukan peneliti melakukan penelitian, dengan menganalisis pada sisi perbedaan

dan persamaan antara penelitian yang pernah dilakukan dengan penelitian yang

akan peneliti lakukan. Letak perbedaan dan persamaan bisa meliputi pendekatan

penelitian yang digunakan, teknik analisis data yang digunakan dan hasil

penelitian atau bahkan penelitian tersebut belum pernah dilakukan. Penelitian

yang relevan yang peneliti gunakan dalam penelitian ini terlampir.


Berdasarkan penelitian terdahulu tersebut maka terdapat persamaan

penelitian ini dengan penelitian sebelumnya. Persamaan tersebut meliputi, sama-

sama mengkaji tentang nilai-nilai yang dihabituasikan pada lokasi tertentu,

dihadapkan pada suatu proses pengintegrasian dengan maksud dan tujuan tertentu

pula. Persamaan pada segi lokasi terletak pada penelitian yang dilakukan

Setyowati (2015), Yuniawan dkk (2014), Arswendi (2014), dan Raharjo (2015)

dengan penelitian yang akan peneliti lakukan, yakni berlokasi di Unnes. Meskipun
23

terdapat persamaan dengan penelitian-penelitian yang pernah dilakukan

sebelumnya, penelitian inipun memiliki perbedaan pada metode yang digunakan,

teori yang digunakan, dan juga pada ruang lingkup kajiannya. Pada lingkup kajian

penelitian-penelitian tersebut terlihat perbedaan dengan penelitian yang akan

dilakukan peneliti, di mana peneliti lebih memotret dan menganalisis integrasi

nilai-nilai konservasi sebagai nilai yang dihabituasikan untuk pembentukan

kepribadian mahasiswa, sedangkan penelitian sebelumnya, ada yang mengkaji

nilai habituasi beradasarkan realisasi konservasi di kampus (Setyowati, 2015),

kajian ekolinguistik sikap mahasiswa (Yuniawan dkk, 2014), konservasi berbasis

komunitas (Arswendi, 2014), dan pembelajaran inkuiri sosial bagi mahasiswa

dalam pendidikan karakter pilar konservasi budaya (Raharjo dkk, 2015).


Terdapat beberapa perbedaan beberapa penelitian berikut dengan penelitian

yang akan dilakukan peneliti. Perbedaan tersebut terlihat dari lokasi, fokus yang

di teliti, dan teori yang digunakan. Berikut adalah perbedaan dari fokus masalah

yang dikaji, seperti penelitian yang dilakukan Ardiwinata dkk (2016) lebih

menekankan pada pentingnya model pelatihan berbasis nilai keagamaan dalam

membentuk karakter generasi muda.


Penelitian Feldman dkk (2014) lebih menekankan pada konservasi sumber

daya sebagai sudut pandang dalam hal ini sumber daya pribadi, harapan, dan

penghargaan di antara mahasiswa. Penelitian ini mengkaji hubungan dan

pencapaian tujuan untuk perubahan dalam tiga sumber daya pribadi (harapan,

keberhasilan diri dan optimisme), dengan adanya intervensi pada sebelum dan

partisipasi berikutnya. Penelitian selanjutnya, dilakukan oleh Faiza dkk (Tanpa

Tahun) lebih memfokuskan pada model bahan ajar berbasis masalah (PBL) untuk
24

membiasakan kesadaran konservasi siswa. Lebih lanjut, penelitian yang dilakukan

Ilyas (2016) mengkaji pendidikan karakter melalui pembelajaran dirumah

(Homeschooling). Sedangkan segi persamaan penelitian-penelitian di atas dengan

penelitian yang akan dilakukan peneliti adalah pada konsep kepribadian atau

tingkahlaku yang dikonservasikan dengan pola tertentu sebagai nilai yang

dihabituasikan pada kelompok mahasiswa atau masyarakat tertentu dengan

menanamkan nilai dalam upaya membentuk karakter atau kepribadian.


Penelitian ini difokuskan pada starategi integrasi nilai-nilai konservasi dalam

habituasi kampus, nilai-nilai konservasi yang dapat membentuk kepribadian

mahasiswa, dan kendala yang muncul terhadap strategi integrasi nilai-nilai

konservasi dalam habituasi di Unnes. Nilai-nilai konservasi habituasi kampus

untuk pembentukan kepribadian mahasiswa ini lebih dikaji pada nilai karakter

konservasi yang terbentuk pada kepribadian mahasiwa Unnes.

II.2. Kerangka Teoretis

II.2.1. Teori Tindakan Sosial

Ide dasar dalam teori tindakan sosial yang dikembangkannya oleh Talcott Parsons

bahwa studi mengenai perubahan sosial harus dimulai dengan studi mengenai

struktur sosial terlebih dahulu. Struktur sosial dapat didefinisikan sebagai cara

bagaimana suatu masyarakat terorganisasi dalam hubungan-hubungan yang dapat

diprediksi melalui pola perilaku berulang antar individu dan antar kelompok

dalam masyarakat tersebut (Martono, 2014:58). Pandangan Parsons mengacu pada

dinamika yang terjadi dalam sistem sosial sebagai bagian dari struktur sosial.

Sebuah sistem memiliki identitas dan lingkungannya, dan harus memiliki

keterkaitan dengan lingkungan lainnya. Sistem sosial menurut Parsons terdiri atas
25

sejumlah aktor individual yang saling berinteraksi dalam situasi yang sekurang-

kurangnya mempunyai aspek lingkungan atau fisik, aktor-aktor yang memiliki

motivasi, dalam arti memiliki kecenderungan untuk mengoptimalkan kepuasan

yang berhubungan dengan situasi yang didefinisikan dan dimediasi dalam simbol

bersama yang terstruktur melalui habituasi.

Menurut Parsons, ada dua hal pokok yang harus dipenuhi agar seluruh

sistem dapat hidup dan berlangsung. Dua hal pokok dari kebutuhan itu ialah yang

berhubungan dengan lingkungannya dan berhubungan dengan pencapaian sasaran

atau tujuan serta sarana yang perlu untuk mencapai tujuan. Dari premis ini, secara

deduktif Parsons menciptakan empat kebutuhan fungsional, yakni adaptation atau

adaptasi (A), goal attainment atau pencapaian tujuan (G), integration atau

integrasi (I), dan latent pattern maintenance atau pemeliharaan pola-pola laten

(L), yang dikenal dengan teori AGIL (Wirawan, 2012:25-26).

Keempat fungsi tersebut menurut Parsons merupakan fungsi imperatif atau

prasyarat berlangsungnya sistem sosial. Ada fungsi-fungsi atau kebutuhan tertentu

yang harus dipenuhi oleh setiap sistem yang hidup. Dua pokok penting yang

termasuk ke dalam kebutuhan fungsional ini adalah, pertama yang berhubungan

dengan kebutuhan sistem internal atau kebutuhan sistem ketika berhubungan

dengan lingkungannya. Kedua, yang berhubungan dengan sistem sasaran atau

tujuan serta sarana yang perlu untuk mencapai tujuan tersebut (Parsons, dalam

Martono, 2014:58). Ketika tindakan kita sudah menjadi kebiasaan dan kita

menjalankannya secara otomatis, teori tindakan kita menjadi tidak dapat di

ungkapkan. Ketika tindakan kita menjadi tidak efektif, kita menjadi peduli
26

terhadap teori tindakan kita dan memperbaharuinya (Johnson dan Johnson,

2012:49).

Adaptation pada fungsinya, sistem harus dapat beradaptasi dengan cara

menanggulangi situasi eksternal yang kompleks, dan sistem harus dapat

menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Fungsi ini merupakan fungsi

organisme atau sistem organis tingkah laku. Goal attainment pada fungsinya,

sistem harus mampu mengatur dan menjaga hubungan bagian-bagian yang

menjadi komponennya. Selain itu sistem harus dapat mengelola dan mengatur

ketiga fungsi (AGI). Integration pada fungsinya merupakan sistem sosial.

Sedangkan, Latent patern maintenance pada fungsinya, sistem harus mampu

memelihara pola, sebuah sistem harus memelihara dan memperbaiki motivasi

pola-pola individu dan kultural. Dikatakan juga fungsi ini fungsi kultural

(budaya).

Skema ini dapat diterapkan dalam berbagai sistem sosial. Di sini Parsons

mencontohkan penerapan skema AGIL dalam sistem tindakan. Parsons

mengilustrasikan sebagai berikut.

Tabel 2.1.
Skema Penerapan AGIL dalam Sistem Tindakan

Sistem Tindakan Syarat Fungsional

Sistem Kultural Latency

Sistem Sosial Integration

Sistem Kepribadian Goal attainment

Organisme Perilaku Adaptation


27

Organisme perilaku adalah sistem tindakan yang melaksanakan fungsi

adaptasi dengan menyesuaikan diri dengan dan mengubah lingkungan eksternal.

Sistem kepribadian melaksanakan fungsi pencapaian tujuan dengan menetapkan

tujuan sistem dan memonilisasi sumber daya yang ada untuk mencapaianya.

Sistem sosial menanggulangi fungsi integrasi dengan mengendalikan bagian-

bagian yang menjadi komponennya. Terakhir sistem cultural melaksanakan fungsi

pemeliharaan pola dengan menyediakan actor seperangkat norma dan nilai yang

memotivasi mereka untuk bertindak (Ritzer dan Goodman, 2007).

Teori Tindakan Sosial yang dikembangkan Parsons digunakan untuk

menganalisis penelitian ini. Dengan mengacu pada teori ini akan dianalisis nilai

kepribadian mahasiswa Unnes berdasarkan nilai konservasi yang dihabituasikan

sebagai jenis kampus. Dengan ini, akan tergambar tindakan apa yang dilakukan

sivitas akademika Unnes untuk mengintegrasikan nilai-nilai konservasi yang akan

dihabituasikan di Unnes. Suatu tindakan akan dihadapkan pada hasil, jika

tindakan tersebut terorganisir dengan baik maka hasilnya pun akan baik pula.

Tindakan ini yang tepat akan menghasilkan pencapaian tujuan, dengan cara

menganalisis kendala dan kelemahan yang pernah ada, kemudian dilanjutkan

dengan upaya yang serius.

Berdasarkan teori tindakan sosial yang dikembangkan parsons ini berarti

akan terlihat jika-maka pada kepribadian konservasi warga Unnes. Secara

langsung ini akan menguraikan bentuk nilai-nilai konservasi yang terintegrasi

dalam diri warga Unnes. Jika diintegrasikan dengan pola, strategi, dan manajemen

yang baik dan tepat, maka itu akan terlihat pada kepribadian warga termasuk
28

mahasiswa Unnes. Dengan teori ini diharapkan akan terurai upaya yang selama ini

dilakukan sivitas akademika Unnes dalam hal membentuk kepribadian konservasi

melalui habituasi, juga sivitas akademika itu sendiri. Namun, dalam menganalisis

ini dibutuhkan data awal tentang kepribadian warga Unnes melalui pengamatan.

II.2.2. Teori Kepribadian

Ide dasar teori kepribadian yang dikembangkan oleh Gordon W. Allport bahwa

setidaknya pada individu yang normal, pikiran-pikiran dan dorongan sadar jauh

lebih penting dari pada dorongan atau kebutuhan tak sadar (Hall dan Lindzey,

2012). Sejalan dengan keyakinannya ini, Allport sendiri mengajukan konsep yang

terkenal, yakni otonomi fungsional. Otonomi fungsional menurut Allport bahwa

manusia dewasa yang normal terutama dikuasai oleh unsur-unsur dorongan sadar,

dan tingkah lakunya ditentukan oleh faktor-faktor masa kini dan masa mendatang,

bukan oleh masa lalu. Penekanannya adalah pada sifat kompleks dan unik dari

tingkah laku manusia. Sifat kompleks dan beragam pada individu ini memiliki

dasar kebulatan dan kesatuan (unitas).

Objek kajian kepribadian adalah human behavior, perilaku manusia, yang

pembahasannya terkait dengan apa, mengapa, dan bagaimana perilaku tersebut

(Yusuf dan Nurihsan, 2008:1). Teori Kepribadian yang dikembangkan Allport

tidak memfokuskan mengenai kuantifikasi yang mendorong tingkah laku manusia

atau dorongan-dorongan tak sadar yang mendorong tingkah laku manusia.

Sejak tahun tiga puluhan pemikiran-pemikiran yang terutama di dalam


psikologi ialah mengenai kuantifikasi atau pencarian dasar tak sadar yang
mendorong tingkah laku manusia. Dalam situasi ilmiah yang demikian itu
Gordon W. Allport mengambil jalannya sendiri yang berbeda atau
menyimpang dari padangan umum itu; dia mengadakan penyelidikan secara
secara kualitatif dan mengutamakan dorongan-dorongan sadar. Dengan cara
29

ini dia dapat membuat sintesis antara pemikiran psikologi yang tradisional
dengan teori kepribadian (Suryabrata, 2008:199).

Berdasarkan hal di atas, mempelajari perilaku merupakan hal yang sangat

kompleks. Di sini diyakini akan keunikan individu dan konsistensi perilaku

sehingga kompleksitas itulah yang akan membawa sifat rumit dalam mempelajari

tingkah laku. Menurutnya metode-metode dalam ilmu alam akan menyebabkan

kesalahan dalam mempelajari perilaku manusia yang sangat kompleks. Hal inilah

yang menggambarkan pemahamannya bahwa pengutamaan yang terlalu dini

terhadap pentingnya operationism, usaha yang mengunsur untuk mengkhususkan

pengukuran-pengukuran, yang timbul dari tiap konsepsi empiris dapat

menghambat kamajuan di bidang psikologi.

Pembentukan attitude senantiasa berlangsung dalam interaksi manusia dan

berkaitan dengan objek tertentu. Interaksi sosial di dalam kelompok maupun luar

kelompok dapat mengubah attitude atau membentuk attitude yang baru

(Gerungan, 2009:166-167). Baik sifat, kebiasaan, maupun sikap merupakan

kecenderungan. Ketiganya bersifat unik, merupakan produk faktor genetis dan

belajar, dan dapat merupakan pembangkit atau penuntun perilaku. Akan tetapi,

ada perbedaan antara ketiga hal ini, demikian juga bila dibandingkan dengan tipe

lainnya. Sifat memiliki karakteristik yang lebih umum daripada kebiasaan.

Berdasarkan hal di atas, menurut peneliti teori kepribadian yang

kembangkan oleh Allport dapat digunakan dalam penelitian ini. Pegunaan ini

untuk menganalisis rumusan permasalahan dalam penelitian tentang bagaimana

integrasi nilai-nilai konservasi dalam habituasi kampus Unnes, dan bagaimana

nilai-nilai konservasi dapat membentuk kepribadian mahasiswa Unnes. Teori ini


30

akan digunakan untuk menganalisis kepribadian mahasiswa (karakter konservasi

mahasiswa) Unnes dan bagaimana kecenderungan kepribadian mereka

berkembang dan berubah ke arah yang dihabituasikankah atau bagaimana.

Sorotannya berdasarkan nilai-nilai konservasi yang menjadi jenis kampus Unnes.

Diharapkan dengan bimbingan dan acuan dalam teori ini peneliti akan lebih

terarah dalam menganalisis data yang nantinya dari lapangan untuk menjawab

permasalahan yang peneliti ingin ungkapkan dalam penelitian ini.

Ada bebarapa alasan mengapa peneliti memilih teori kepribadian yang

dikembangkan Allport untuk mengkaji rumusan permasalahan dalam penelitian

ini, antara lain; Pertama, yang dikaji adalah integrasi nilai-nilai konservasi dalam

habituasi kampus. Di mana untuk menganalisis hal tersebut perlu diamati secara

mendalam pada pribadi-pribadi yang terlibat dalam proses ini. Kedua, yang dikaji

adalah kepribadian mahasiswa Unnes. Di mana kepribadian adalah tindakan-

tindakan yang muncul dari diri pribadi. Hal ini secara langsung menggambarkan

kepribadian objek yang diteliti, sehingga dapat dikaji berdasarkan dasar nilai

konservasi yang dihabituasikan. Setiap tindakan selalu dikaitkan dengan apa yang

mendasari tindakan tersebut, sehingga perlu diamati dan kaji bagaimana tindakan

tersebut bisa timbul, yang membentuk nilai-nilai pada individu-individu dalam suatu

kelompok pada Unnes. Studi yang dikaji merupakan suatu kesatuan yang tak

terpisahkan karena tindakan yang terjadi di kalangan sivitas akademika Unnes

melibatkan sekian faktor yang saling terkait. Salah satu cara mengamati nilai

tersebut terintegrasi dengan baik atau belum adalah dengan meneliti.

II.3. Kerangka Berpikir


31

Penelitian ini akan menggali integrasi nilai-nilai konservasi dalam habituasi

kampus Unnes. Kepemilikan nilai-nilai konservasi mahasiswa belum maksimal.

Mahasiswa belum memahami nilai-nilai konservasi secara utuh, sehingga

tercermin pada karakter konservasi yang dimilikinya. Masih banyak mahasiswa

yang melakukan tindakan konservasi atas inspirasi dan dorongan lembaga atau

dosen. Mahasiswa sebagai peserta belajar dewasa harus diberikan suasana dan

pendekatan belajar yang mengasah kemampuan berfikir analisis kritis, terutama

dalam menyikapi berbagai fenomena yang terjadi pada kehidupan sehari-harinya

terkait penanaman nilai konservasi.

Konservasi adalah tindakan bijak terhadap lingkungan, baik lingkungan

secara fisik maupun lingkungan secara sosial budaya dengan wujud etika dan

moral yang dilestarikan secara berkelanjutan. Hal ini guna membangunan

masyarakat yang berkepribadian afeksi terhadap lingkungan. Nilai konservasi

yang pengejawatahannya termuat dalam tujuh pilar utama universitas konservasi

merupakan nilai-nilai konservasi yang menjadi dasar dan pegangan sivitas

akademika Unnes dalam menyikapi lingkungan secara bijak. Mahasiswa

diharapkan memiliki nilai karakter konservasi Unnes, yang meliputi nilai

inspiratif, nilai humanis, nilai peduli, nilai inovatif, nilai sportif, nilai kreatif, nilai

kejujuran, dan nilai keadilan. Proses tersebut melalui integrasi nilai konservasi

oleh Dosen, UPT Konservasi, dan didukung lingkungan kampus Unnes.

Teori tindakan sosial Parsons dan teori kepribadian Allport akan digunakan

untuk mengkaji tentang integrasi nilai-nilai konservasi dalam habituasi kampus

Unnes dan nilai-nilai konservasi yang dapat membentuk kepribadian mahasiswa


32

Unnes. Kesadaran kelompok pelopor konservasi akan menentukan bagaimana

nilai-nilai konservasi diintegrasikan pada mahasiswa Unnes. Allport mengatakan

bahwa manusia dewasa yang normal terutama dikuasai oleh unsur-unsur dorongan

sadar, dan tingkah lakunya ditentukan oleh faktor-faktor masa kini dan masa

mendatang, bukan oleh masa lalu. Inilah yang akan dijadikan pegangan dalam

menganalisis nilai habituasi di Unnes.

Konservasi menjadi hal penting guna mencetak mahasiswa yang

berkepribadian sesuai harapan Unnes juga bangsa dan Negara. Meskipun

kepribadian seseorang itu relatif konstan, kenyataannya sering ditemukan

perubahan kepribadian. Salah satu yang mempengaruhi perubahan itu adalah

faktor lingkungan. Kerangka berpikir di atas dapat digambarkan sebagai berikut.

Mahasiswa belum memahami nilai-nilai


konservasi secara utuh, sehingga tercermin
pada karakter konservasi yang dimilikinya.

Habituasi nilai-nilai Konservasi Delapan nilai karakter konservasi


Unnes` melalui kegiatan akademik mahasiwa Unnes; nilai inspiratif,
dan nonakademik berbasis nilai humanis, nilai peduli, nilai
konservasi inovatif, nilai sportif, nilai kreatif,
nilai kejujuran, dan nilai keadilan

Integrasi nilai-nilai konservasi oleh Dosen,


UPT Konservasi, dan didukung lingkungan
kampus Unnes (Teori Tindakan Sosial
Parsons)

Kepribadian/ karakter mahasiswa Habituasi Mahasiswa melalui


yang bijaksana, sederhana, teguh, kegiatan kurikuler, ektrakurikuler,
adil, religius, jujur, santun, UPT Konservasi, dan karyawan
toleran, demokratis, cerdas, terhadap lingkungan kampus.
tangguh dan peduli. (Teori
Kepribadian Allport)
33

Mahasiswa Unnes yang berkarakter konservasi

Gambar 2.1
Kerangka berpikir integrasi nilai-nilai konservasi dalam habituasi kampus

III. METODE PENELITIAN

III.1. Latar Penelitian

Penelitian ini akan menggunakan pendekatan dan desain studi kasus kualitatif. Alasan

menggunakan pendekatan kualitatif dalam penelitian ini adalah; Pertama, masalah

yang dikaji adalah integrasi nilai-nilai dalam habituasi, sehingga menghadapkan pada

tindakan dan bagaimana tindakan tersebut. Kedua, penelitian kualitatif memberi

peluang untuk meneliti fenomena secara holistik. Fenomena yang dikaji merupakan

satu kesatuan yang tak terpisahkan karena tindakan yang terjadi melibatkan sekian

faktor yang saling terkait. Dan ketiga, penelitian kualitatif memberikan peluang

memahami fenomena menurut pandangan aktor setempat. Proses tindakan di

dalamnya terkait dengan makna subjektif yang dipahami.

Oleh karena itu dalam penelitian ini lebih diwujudkan dalam bentuk studi

kasus. Dalam hal ini menggali dan memotret nilai-nilai yang hanya Unnes miliki,

dengan menggunakan metode pengumpulan data yang difungsikan untuk sivitas

akademika dan lingkungan Unnes. Kemudian akan dikaji menggunakan teori

tindakan sosial dan teori kepribadian.


34

Penelitian ini akan dilakukan di Unnes sebagai Universitas Konservasi.

Alasan dipilihnya lokasi tersebut adalah pertama, mengingat saat ini perhatian dunia

salah satunya tertuju pada masalah pelestarian lingkungan, dan Unnes merupakan

satu-satunya universitas konservasi di Negara Indonesia. Kedua, konservasi

dijadikan sebagai ciri khas baru yang dapat mengangkat Unnes di mata

masyarakat. Untuk mendukung ciri khas tersebut, berbagai program dirancang

dengan melibatkan internal dan eksternal organisasi. Dan ketiga, habituasi nilai-

nilai konservasi Unnes. Membuat saya tertarik ingin memotret karakter konservasi

mahasiswa Unnes yang diintegrasikan sivitas akademika.

III.2. Fokus Penelitian

Fokus utama dalam penelitian ini adalah integrasi nilai-nilai konservasi (delapan nilai

karakter konservasi mahasiswa) dalam habituasi kampus Unnes untuk pembentukkan

kepribadian mahasiswa. Lebih lanjut, fokus ini diuraikan dalam sub fokus berikut.

1. Strategi integrasi nilai-nilai konservasi dalam habituasi kampus Unnes,

meliputi; kegiatan kurikuler dan ekstrakurikuler (dosen pengampu mata

kuliah pendidikan konservasi dan mahasiswa yang sudah menempuh

mata kuliah pendidikan konservasi), kegiatan oleh UPT Konservasi

untuk mahasiswa di lingkungan kampus, dan karyawan terhadap

lingkungan kampus.

2. Nilai-nilai konservasi yang dapat membentuk kepribadian mahasiswa

Unnes, di sini peneliti fokuskan pada delapan nilai karakter konservasi

mahasiswa Unnes meliputi; nilai inspiratif, nilai humanis, nilai peduli,


35

nilai inovatif, nilai sportif, nilai kreatif, nilai kejujuran, dan nilai

keadilan.

3. Kendala yang muncul terhadap strategi integrasi nilai-nilai konservasi

dalam habituasi di Unnes, peneliti fokuskan pada kendala internal sivitas

akademika baik fisik maupun nonfisik.

Sub fokus dari fokus penelitian yang akan dikaji di atas nantinya akan

digunakan sebagai panduan awal penelitian. Panduan awal penelitian ini untuk

menggali data di lapangan. Item pada fokus penelitian nantinya akan peneliti

jabarkan ke dalam bentuk-bentuk pokok pertanyaan sebagai pedoman umum,

kemudian peneliti kembangkan pertanyaan berdasarkan kondisi kebutuhan di

lapangan, dalam penelitian ini peneliti sendiri sebagai instrumen kunci.

III.3.Sumber Data Penelitian

III.3.1. Informan Penelitian

Informan pada penelitian ini akan ditentukan oleh peneliti sendiri. Informan pada

penelitian ini dipilih dan ditentukan dengan pertimbangan-pertimbangan tertentu

yang telah ditentukan oleh peneliti. Dalam hal ini, peneliti pertimbangkan pada

informan yang sudah cukup lama dan intensif menyatu dengan kegiatan

konservasi di Unnes, juga betul-betul memahami dan pernah terlibat dalam

kagiatan tersebut, yang ditandai dengan kemampuan memberikan informasi

tentang konservasi, informan yang masih terlibat secara aktif dalam kegiatan

konservasi, informan yang mempunyai cukup banyak kesempatan untuk

diwawancara, informan yang akan menyampaikan informasi apa adanya, dan

subjek tersebut sebagai guru baru peneliti.


36

Pemilihan informan penelitian terdiri atas UPT Konservasi, dosen pengampu

mata kuliah pendidikan konservasi, karyawan, dan mahasiswa Unnes yang telah

menempuh mata kuliah pendidikan konservasi. Hal ini didasari pada fokus kajian

tentang strategi integrasi nilai-nilai konservasi dalam habituasi kampus, nilai-nilai

konservasi yang dapat membentuk kepribadian mahasiswa, dan kendala yang

muncul terhadap strategi integrasi nilai-nilai konservasi dalam habituasi di Unnes.

Penentuan informan pada penelitian ini, peneliti akan mempertimbangkan

latar belakang posisi, jabatan, mata kuliah yang di ampu (bagi dosen), dan tingkat

semester serta telah menempuh mata kuliah pendidikan konservasi (bagi

mahasiswa). Pemilihan karyawan dan dosen Unnes dalam hal ini peneliti

pertimbangkan pada posisi dan jabatan serta keterkaitan dengan kegiatan

konservasi. Sedangkan pemilihan mahasiswa sebagai informan penelitian, peneliti

pertimbangkan pada pra semester telah diwajibkan mengikuti kegiatan-kagiatan

berbasis konservasi dan telah menempuh mata kuliah pendidikan konservasi. Data

ini sumbernya langsung dari pihak yang mengalami dan melakukan. Di lihat dari sisi

kegunaannya, data primer ini menempati posisi utama untuk dijadikan arah analisis

selanjutnya.

III.3.2. Sumber Peristiwa/ fenomena

Pengamatan secara langsung berdasarkan fenomena di lapangan dalam suatu

penelitian dan dijadikan sebagai sarana untuk menganalisis persoalan yang sedang

dikaji, data-data, peristiwa dan fenomena tentang strategi integrasi nilai-nilai

konservasi dalam habituasi kampus, nilai-nilai konservasi yang dapat membentuk

kepribadian mahasiswa, dan kendala yang muncul terhadap integrasi nilai-nilai


37

konservasi dalam habituasi di Unnes. Hal ini untuk mengamati peristiwa/ fenomena

dan menganalisis konservasi fisik dan non fisik pada lingkunga n Unnes.

III.3.3. Sumber Dokumen

Sumber tertulis berasal dari beberapa buku atau referensi lain yang digunakan sebagai

acuan untuk mengupas permasalahan penelitian. Dalam hal ini buku atau referensi

yang terkait dengan strategi integrasi nilai-nilai konservasi dalam habituasi

kampus, nilai-nilai konservasi yang dapat membentuk kepribadian mahasiswa,

dan kendala yang muncul terhadap integrasi nilai-nilai konservasi dalam habituasi

di Unnes.

III.4. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data

Peneliti sendiri merupakan instrumen kunci, oleh karena itu peneliti harus betul-betul

memahami konteks yang diteliti, penguasaan wawasan pengetahuan terhadap apa

yang akan diteliti, dan kesiapan memasuki objek yang akan diteliti. Dalam hal ini

peneliti harus memahami nilai-nilai konservasi Unnes sabagai universitas konservasi

secara utuh baik pada lingkungan fisik dan non fisik.

Instrumen pengumpulan data dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri.

Menginggat keterbatasan peneliti dalam megingat data yang dibutuhkan, maka pada

penelitian ini akan digunakan alat bantu berupa pedoman wawancara dan lembar

observasi.

Teknik pengumpulan data yang akan digunakan pada penelitian ini meliputi

observasi, dokumentasi, dan wawancara.

III.4.1. Observasi
38

Observasi di lakukan untuk mengamati perilaku konservasi sivitas akademika Unnes.

Dalam penelitian ini akan digunakan observasi nonpartisipasi, di mana peneliti tidak

perlu terlibat secara langsung dalam aktivitas yang sedang diamati. Pada rencana

penelitian ini akan diamati dari strategi integrasi nilai-nilai konservasi dalam

habituasi kampus, nilai-nilai konservasi yang dapat membentuk kepribadian

mahasiswa, dan kendala yang muncul terhadap integrasi nilai-nilai konservasi

dalam habituasi di Unnes. Observasi dipergunakan untuk mengamati dan

menganalisis konservasi fisik dan nonfisik pada lingkungan Unnes, yakni mengamati

perilaku/ karakter konservasi mahasiswa, peran dosen, karyawan, serta UPT

Konservasi Unnes. Proses observasi akan menggunakan lembar observasi.

III.4.2. Dokumentasi

Dokumentasi digunakan untuk memperoleh data-data berupa gambar, dokumen-

dokumen, dan potret dari aktivitas konservasi sivitas akademika Unnes. Dengan

demikian, penggunaan dokumentasi ini untuk memperoleh data-data, potret aktivitas

dan dokumen-dokumen tentang strategi integrasi nilai-nilai konservasi dalam

habituasi kampus, nilai-nilai konservasi yang dapat membentuk kepribadian

mahasiswa, dan kendala yang muncul terhadap strategi integrasi nilai-nilai

konservasi dalam habituasi di Unnes.

III.4.3. Wawancara

Wawancara digunakan untuk memperoleh data tentang strategi integrasi nilai-nilai

konservasi dalam habituasi kampus, nilai-nilai konservasi yang dapat membentuk

kepribadian mahasiswa, dan kendala yang muncul terhadap strategi integrasi nilai-

nilai konservasi dalam habituasi di Unnes. Pada penelitian ini akan digunakan jenis
39

wawancara mendalam, dan wawancara tidak terstruktur untuk memperoleh data yang

luas, sehingga dapat dikembangkan oleh peneliti di lapangan. Proses wawancara

akan digunakan pedoman umum wawancara, dilengkapi pedoman wawancara

yang tidak terstruktur, serta mencantumkan isu-isu yang harus diliput tanpa

menentukan urutan pertanyaan, bahkan mungkin tidak terbentuk pertanyaan yang

eksplisit. Hal ini, informasi yang dicari melalui wawancara di arahkan pada UPT

Konservasi, dosen pengampu mata kuliah pendidikan konservasi, karyawan, dan

mahasiswa Unnes yang sudah menempuh mata kuliah pendidikan konservasi.

III.5. Uji Keabsahan Data

Pada penelitian ini peneliti akan menggunakan tiga macam triangulasi yaitu

triangulasi sumber, triangulasi teknik dan triangulasi teori. Triangulasi sumber yakni

membandingkan dan mengecek derajat kepercayaan suatu informasi dengan

menggunakan teknik pengumpulan data tertentu pada sumber yang berbeda.

Triangulasi teknik yakni membandingkan dan mengecek derajat kepercayaan suatu

informasi dengan menggunakan teknik pengumpulan data berbeda pada sumber yang

sama. Dan triangulasi teori di sini dimaksudkan teori tersebut digunakan untuk

mengkontruksikan dengan data dari hasil penelitian. Teori yang digunakan dalam

penelitian ini yaitu teori tindakan sosial Parsons dan teori kepribadian Allport.

Teori tindakan sosial yang dikembangkan Parsons akan digunakan untuk

menganalisis strategi integrasi nilai-nilai konservasi dalam habituasi kampus Unnes.

Integrasi tersebut akan terlihat pada cara pembauran nilai-nilai konservasi oleh UPT

Konservasi, dosen, dan bagaimana lingkungan kampus sebagai habituasi untuk

membentuk mahasiswa yang berkarakter konservasi. Teori Kepribadian yang


40

dikembangkan Allport akan digunakan untuk menganalisis kepribadian

mahasiswa Unnes. Kepribadian mahasiswa Unnes akan terlihat pada

kesehariannya dilingkungan.

Triangulasi tersebut dipergunakan agar sasaran kajian ini dapat terkumpul data

yang komprehensif dan efisien. Data yang komprehensif dan efisien tersebut akan

mengantarkan peneliti pada pengkajian yang tepat, sehingga dalam menganalisispun

peneliti lebih teliti dan mampu memberikan jawaban atas permasalahan yang diteliti.

Permasalahan tersebut akan dianalisis dengan menggunakan teori yang dipakai

peneliti dalam penelitian ini.

III.6. Teknis Analisis Data dan Interpretasi

Pada tahap ini analisis data akan dilakukan dalam suatu proses. Proses berarti

pelaksanaanya mulai dilakukan sejak pengumpulan data di lapangan dan

dikerjakan secara intensif sesudah meninggalkan lapangan. Analisis data kualitatif

digunakan untuk menganalisa data yang diperoleh dari lapangan, karena data yang

diperoleh dengan metode pengumpulan data hanya berupa gambaran masalah

dengan kata-kata biasa atau simbol.

Konservasi Unnes semula berada dalam pikiran manusia, dan bentuknya

adalah organisasi pikiran tentang fenomena yang akan diteliti, maka di sini

bagaimana menemukan dan menggambarkan organisasi pikiran tersebut.

Penelitian ini akan menggunakan teknis analisis data dari Spradley (2006). Di

mana peneliti mengambil tiga langkah yaitu; membuat analisis domain, membuat

analisis taksonomik, dan membuat analisis komponensial.

III.6.1.Analisis Domain
41

Analisis domain merupakan tahap pertama dalam teknis analisis data kualitatif ini.

Langkah ini dilakukan untuk memperoleh gambaran umum dan menyeluruh data

penelitian. Berdasarkan penelitian ini maka data yang akan dianalisis pada tahap

ini adalah data tentang strategi integrasi nilai-nilai konservasi dalam habituasi

kampus Unnes meliputi kegiatan akademik dan kemahasiswaan (dosen pengampu

mata kuliah pendidikan konservasi, mahasiswa yang sudah menempuh mata

kuliah pendidikan konservasi), dan UPT Konservasi. Nilai-nilai konservasi yang

dapat membentuk kepribadian mahasiswa di sini peneliti arahkan pada delapan

nilai karakter konservasi mahasiswa meliputi nilai inspiratif, nilai humanis, nilai

peduli, nilai inovatif, nilai sportif, nilai kreatif, nilai kejujuran, dan nilai keadilan.

Dan kendala yang muncul terhadap integrasi nilai-nilai konservasi dalam habituasi

di Unnes akan peneliti fokuskan pada kendala internal baik fisik dan nonfisik.

Analisis domain bukanlah suatu prosedur yang berjalan sekaligus. Analisis

ini harus dilakukan secara berulang ketika ada data baru yang muncul melalui

wawancara. Selama berjalannya penelitian, peneliti harus menggunakan prosedur

ini untuk mendapatkan domain-domain baru. Analisis domain perlu dilakukan

secara sistematis dengan mengumpulkan semua data dalam penelitian.

III.6.2.Analisis Taksonomik

Tahap selanjutnya yang perlu dilakukan adalah analisis taksonomik. Tahapan ini

dilakukan setelah peneliti melakukan analisis domain, sehingga ditemukan

domain-domain tertentu, kemudian domain tersebut dipilih oleh peneliti untuk

ditetapkan sebagai fokus penelitian, dan perlu diperdalam lagi melalui

pengumpulan data di lapangan. Pengumpulan data melalui pengamatan,


42

wawancara mendalam dan dokumentasi sehingga data yang terkumpul sebanyak

yang dibutuhkan.

Domain-domain tersebut meliputi integrasi delapan nilai karakter konservasi

melalui kegiatan akademik dan kemahasiswaan, dosen pengampu mata kuliah

pendidikan konservasi, mahasiswa yang sudah menempuh mata kuliah pendidikan

konservasi, kegitan konservasi oleh UPT Konservasi untuk mahasiswa, dan

karyawan terhadap lingkungan kampus. Delapan nilai karakter konservasi

mahasiswa Unnes yang meliputi nilai inspiratif, nilai humanis, nilai peduli, nilai

inovatif, nilai sportif, nilai kreatif, nilai kejujuran, dan nilai keadilan, dan kendala

internal terhadap strategi integrasi nilai-nilai konservasi dalam habituasi di Unnes.

III.6.3.Analisis Komponensial

Tahapan ini, mencakup ruang lingkup proses pencarian berbagai perbedaan,

pemilihan berbagai perbedaan itu, pengelompokannya sebagai dimensi perbedaan,

dan memasukkan semua informan ini pada suatu paradigma. Data ini

dikumpulkan melalui observasi, dokumentasi dan wawancara yang terseleksi.

Dengan triangulasi teknik pengumpulan data tersebut, sejumlah dimensi yang

spesifik dan berbeda pada setiap elemen akan dapat ditemukan. Analisis ini

mencakup pula pembuktian informasi ini pada informan, dan menambah

informasi yang kurang. Data yang akan dianalisis menggunakan analisis

komponensial adalah data tentang delapan nilai karakter konservasi mahasiswa

Unnes yang meliputi nilai inspiratif, nilai humanis, nilai peduli, nilai inovatif,

nilai sportif, nilai kreatif, nilai kejujuran, dan nilai keadilan kaitan dengan
43

integrasi nilai-nilai tersebut melelui kegiatan pembelajaran (akademik) dan

kemahasiswaan dalam upaya membentuk kepribadian mahasiswa.

DAFTAR PUSTAKA

Ardiwinata, Jajat S., Hasanah, Viena Rusmiati., dan Sudiapermana, Elih. 2016.
Model Pelatihan Berbasis Nilai Keagamaan dalam Membentuk Karakter
Generasi Muda. Journal of Nonformal Education. Vol 2 No 1. Tersedia pada
http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/jne (diunduh pada tanggal 10 Maret
2016).
Arswendi, Riki. 2014. Konservasi Berbasis Komunitas (Studi Tentang Strategi
Branding Universitas Negeri Semarang Sebagai Universitas Konservasi).
Undip: Tesis. Tersedia pada ejournal.undip.ac.id/index.php/interaksi/article/
download/6586/5419 (diunduh pada tanggal 12 Mey 2015).
Badan Pengambangan Konservasi (Bangvasi) Unnes. 2015. Kaderisasi
Konservasi. Tersedia pada http://konservasi.unnes.ac.id/?page_id=19
(diunduh pada tanggal 12 Mei 2015).
Dwidjoseputro. 1994. Ekologi Manusia dengan Lingkungannya. Jakarta:
Erlangga.
Faizah, Ulfi., Prastiwi, Muji Sri., Subekti, Niken., Setyowati, Dewi Liesnoor.,
Rachmadiarti, Fida., Kuntjoro, Sunu. Teaching Materials Model -Based
Problem Based Learning (PBL) To Habituate Students Conservation
Awareness. Jounal Of Konservation. Tersedia pada
https://mail.google.com /mail/u/0/?tab=wm#inbox/1534c5ac8e4d9e37?
projector=1 (diunduh pada tanggal 7 Maret 2016).
Feldman, David B., Davidson, Oranit B., dan Margalit, Malka. 2014. Personal
Resources, Hope, and Achievement Among College Students: The
Conservation of Resources Perspective. Department of Counseling
Psychology. Hlm 543560. Vol 16. DOI 10.1007/s10902-014-9508-5.
44

Tersedia pada http://link.springer.com/ (diunduh pada tanggal 15 November


2015).
Gerungan, W.A. 2009. Psikologi Sosial. Bandung: PT. Refika Aditama.
Hall, Calvin S., Lindzey, Gardner. 2012. Teori-teori Sifat dan Behavioristik.
Yogyakarta: Kanisius.
Handoyo, Eko dan Tijan. 2010. Model Pendidikan Karakter Berbasis Konservasi
Pengalaman Universitas Negeri Semarang. Semarang: Widya Karya &
Unnes.
Hardati, Puji., Setyowati, Dewi Liesnoor., Wilonoyudho, Saratri., Martuti, Nana
Kariadi Tri., dan Utomo, Asep Purwo Yudi. 2015. Pendidikan Konservasi.
Semarang: Magnum Pustaka Utama dan Pusat Pengembangan Kurikulum
MKU Unnes Semarang.
Ilyas. 2016. Pendidikan Karakter Melalui Homeschooling. Journal of Nonformal
Education. Vol. 2 No 1. Tersedia pada http://journal.unnes.ac.id/nju/
index.php/jne (diunduh pada tanggal 10 Maret 2016).
Indonesia, Undang-undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2012 tentang
Pendidikan Tinggi, Diundangkan di Jakarta pada Tanggal 10 Agustus 2012.
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia.Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 158. Tersedia pada
http://sipuu.setkab.go.id/PUUdoc/17624/UU0122012_Full.pdf (diunduh pada
tanggal 13 Desember 2015).
Indonesia, Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional, Diundangkan di Jakarta pada Tanggal 8 Juli
2003 Sekretaris Negara Republik Indonesia, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4301. Tersedia pada
kemenag.go.id/file/dokumen/UU2003.pdf (dinduh pada tanggal 13 Desember
2016).
Johnson, David W., Johnson, Frank P. 2012. Dinamika Kelompok Teori dan
Keterampilan (Edisi Kesembilan). Jakarta: PT. Indeks.
Keraf, A. Sonny, 2006, Etika Lingkungan, Jakarta: Kompas.
Kuntjojo. 2009. Psikologi Kepribadian. Kediri: Pendidikan Bimbingan Dan
Konseling Universitas Nusantara PGRI Kediri.
Maran, Rafael Raga. 1999. Manusia dan Kebudayaan dalam Perspektif Ilmu
Budaya Dasar. Jakarta: Rineka Cipta.
Marfai, Muh Aris. 2005, Moralitas Lingkungan: Refleksi Kritis Atas Krisis
Lingkungan Berkelanjutan. Yogyakarta: Kreasi Wacana.
45

Martono, Nanang. 2014. Sosiologi Perubahan Sosial Perspektif Klasik, Modern,


Posmodern, dan Poskolonial. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.
Narwoko, J. Dwi & Suyanto, Bagong. Sosiologi Teks Pengantar dan Terapan.
Surabaya: Fajar Interpratama Mandiri.
Poerwanto, Hari. 2008. Kebudayaan dan Lingkungan dalam Perspektif
Antropologi (Cetakan ke-IV). Yogyakarta: Pustaka Belajar.
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 2010. Kamus Besar Bahasa
Indonesia offline versi 1.3 dengan mengacu pada data dari KBBI Daring
(edisi III). Tersedia pada http://pusatbahasa.kemdiknas.go.id/kbbi/ (diunduh
pada tanggal 14 Oktober 2015).
Program Pascasarjana Unnes. 2014. Pedoman Penulisan Tesis dan Disertasi.
Semarang: Universitas Negeri Semarang.
Rachman, Maman, 2012. Konservasi Nilai dan Warisan Budaya. Indonesian
Journal of Conservation. Vol. 1 No. 1. Hlm. 30-39. Tersedia pada
http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/ijc/article/view/2062 (diunduh pada
tanggal 8 Mei 2015).
Raharjo, Tri Joko., RC, Achmad Rifai., & Suminar Tri. 2015. Keefektifan
Manajemen Pendidikan Karakter Pilar Konservasi Budaya Melalui Strategi
Pembelajaran Inkuiri Sosial Bagi Mahasiswa Jurusan Pendidikan Luar
Sekolah Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang. Journal of
Nonformal Education. Tersedia pada http://journal.unnes.ac.id/nju/index.
php/jne (diunduh pada tanggal 14 Desember 2015).
Richmond, Alison and Bracker, Alison. 2009. Conservation: Principles,
Dilemmas and Uncomfortable Truths. London: Victoria and Albert Museum
London.
Ritzer, George dan Goodman, Douglas J. 2007. Teori Sosiologi Modern (Edisi
Keenam). Prenada Media Group: Jakarta.
Robbins, Stephen P. dan Judge, Timothy A. diterjemahkan oleh Angelica,
Diana.2008. Perilaku Organisasi (Organizational Behavior) Edisi 12.
Jakarta: Salemba Empat.
Setiadi, Elly M., Hakam, H. Kama A., Effendi, Ridwan. 2005. Ilmu Sosial Budaya
Dasar. Bandung: Prenada Media Group.
Setyowati, Dewi Liesnoor., Suyitno, Hadi., Yuniawan, Tommi., Hidayah, Taufik.,
Urip, Sri Rejeki., Rodiyah., Tjahjono, Heri., Rasdi., Priyono, Bambang.,
Surahmat. 2015. Etika Karakter Konservasi Mahasiswa Universitas Negeri
Semarang. Semarang: Unnes Press.
46

Setyowati, Dewi Liesnoor. 2015. The realization of conservation in semarang


state University Campus. Journal of Conservation. Tersedia pada
https://mail.google.com/mail/u/0/?tab=wm#inbox/1534c5ac8e4d9e37?
projector=1 (diunduh pada tanggal 7 Maret 2016).
Surbakti, Ramlan. 1999. Memahami Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia Widiasarana
Indonesia.
Suryabrata, Sumadi. 2008. Psikologi Kepribadian. Jakarta: PT. RajaGarafindo
Persada.
Suyahmo. 2014. Filsafat Pancasila. Semarang: Magnum Pustaka Utama.
Spradley, James P. 2006. Metode Etnografi, diterjemahkan oleh Misbah Julfa
Elizabeth. Yogyakarta: Tiara Wacana.
Syamsuddin, Abin. 2003. Psikologi Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosda
Karya.
Triantono. 2007. Model Pembelajaran Terpadu dalam Teori dan Praktik. Jakarta:
Prestasi Pustaka Publisher.
Unnes. Peraturan Rektor Universitas Negeri Semarang Nomor 27 Tahun 2012
Tentang Tata Kelola Kampus Berbasis Konservasi. Ditetapkan dan
diberlakukan di Semarang pada tanggal 28 September 2012 Rektor
Universitas Negeri Semarang. Tersedia pada http://konservasi.unnes.ac.id/ ?
page_id=378 (diunduh pada tanggal 9 Mei 2015).
Wirawan, I.B. 2013. Teori-Teori Sosial dalam Tiga Paradigma (Fakta Sosial,
Definisi Sosial, dan Perilaku Sosial. Surabaya: Prenadamedia Group.
Yuniawan, Tommi., Masrukhi., dan Alamsyah. 2014. Kajian Ekolinguistik Sikap
Mahasiswa Tarhadap Ungkapan Pelestarian Lingkungan di Universitas
Negeri Semarang. Indonesian Journal Of Conservation. Hlm. 41-49. Vol. 3
No. 1. Tersedia pada http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/ijc/article/
(diunduh pada tanggal 12 Mei 2015).
Yusuf LN, Syamsu dan Nurihsan, A. Juntika. 2008. Teori Kepribadian. Bandung.
PT. Remaja Rosda Karya.

Anda mungkin juga menyukai