Disusun oleh
Nesia Putri Amarasthi
13/ 359960/ PFI/ 377
Bab I
Pendahuluan
A. Latar Belakang
Manusia sering bertanya siapakah saya?. Jawaban spontan seringkali
mengungkapkan dirinya dalam ruang dan waktu tertentu. Misalanya, saya akan
menjawab pertanyaan tersebut dengan nama, tanggal lahir, jenis kelamin,
golongan darah, pekerjaan, tingkat pendidikan, usia, lajang atau menikah, jumlah
anak, alamat, kegemaran, dan lain sebagainya. Kemudian secara substansial
maupun esensial, siapa manusia? mempunyai berbagai macam jawaban dan
sudut pandang dalam menjawabnya. Ernst Cassirer1 pernah menemukan bahwa
jauh sebelum Socrates, Herakleitos telah menempatkan manusia sebagai pusat
penyelidikan filsafat dengan penjelasan antara kosmologis dan antropologis.
Pernyataannya Herakleitos Aku mencari diriku sendiri menjadikan manusia
sebagai pusat tetap dan tak bergeser dalam pemikiran filsafat.
Pada abad pertengahan, tema-tema tentang manusia menjadi pelengkap
dari keagungan Tuhan. Kemudian muncul gerakan Renaissance dan Aufklarung,
yang menandai berkembangnya sains terapan. Ditandai dengan tema-tema
pembahasan tentang manusia manusia dinilai berdasarkan hukum matematika dan
fisika. Dalam abad ini, manusia tidak dijadikan pusat penyelidikan, namun
menjadi subjek yang sejajar dengan posisi objek. Artinya, objek dibiarkan
menjadi diminati oleh subjek. Seperti pemikiran Immanuel Kant yang
memposisikan objek sebagai sesuatu yang apriori dengan kategori tertentu.
Kemudian Kant dikritik keras oleh Hegel perihal batasan objek yang muncul dari
luar dirinya. Pemikiran demi pemikiran berkembang seiring dengan konteks
zamannya. Kemudian sampailah pada corak pemikiran pasca modern. Ini masih
menandai bahwa persoalan identitas manusia dan sekitarnya masih aktual dalam
pemikiran filsafat.
Dalam makalah ini, penulis akan menggunakan pemikiran Jacques-Mariemile Lacan sebagai objek material. Lacan merupakan tokoh yang mempunyai
peran
penting
tentang
subjek
dengan
corak
pemikiran
postrukturalis.
kontinu.
Prosesnya
membentuk
proses
yang
lain
secara
Bab II
Identitas Subjek
A. Jacques Lacan
Lacan terpengaruh oleh pemikiran tokoh strukturalis Ferdinand de
Saussure. Kemudian ia menempatkan bahasa menjadi sesuatu yang penting bagi
subjek dalam mengartikulasikan identitas dirinya. Teori struktural dalam
linguistik dikembangkannya dalam rangka memahami manusia dan duanianya
secara utuh. Atas dasar kepentingan ini, strukturalisme berkembang menjadi
postrukturalisme dan lahir apa yang disebut dengan psikoanalisis-struktural
lacanian, yaitu gagasan baru yang meninjau bagian terdalam dari kehidupan
batin manusia, yakni aspek ketaksadaran (id) melalui pengkajian pelbagai
rangkaian penanda. 5
Kesadaran manusia memiliki pengaruh besar dalam pengambilan
keputusan dan tindakan manusia. Filsuf seperti Spinoza, Leibniz, Schopenhauer,
dan Nietzsche meyakini hal ini. Bagi Spinoza, hal itu adalah intuisi; bagi
Schopenhauer itu adalah kehendak; dan bagi Nietzsche itu adalah nafsu atau
kehendak untuk berkuasa. Kemudian Freud mengemukakan teorinya tentang
wilayah bawah sadar dan hubungannya dalam kehidupan seseorang. Freud
menganggap wilayah bawah sadar ini sebagai wilayah dimana terletak hasrathasrat dan kebutuhan-kebutuhan seseorang. Ingatan dan perasaan seseorang yang
tidak tersimpan dalam wilayah sadar akan disimpan dalam wilayah bawah sadar
dan wilayah ini memegang kendali atas kehidupan seseorang. Wilayah bawah
sadar akan memeprlihatkan dirinya dalam mimpi, slip lidah, lelucon, dan tindakan
yang keliru. 6
Berangkat dari pemikiran Freud, Lacan mempunyai pandangan baru
mengenai wilayah bawah sadar. Bahwa wilayah bawah sadar ini bukanlah
penyebab, karena menurutnya penyebab tak akan dapat dipahami. Dalam seminarseminarnya, Lacan memberikan contoh mengenai kompleksitas hubungan sebabakibat, aksi-reaksi. Ia menjelaskan bahwa wilayah bawah sadar sebagai
penguapan (condensation) dan pengganti kesadaran (displacement) yang khusus
5
Ibid, hlm. 45
Pada tahapan ini perasaan kekurangan berada, aku selalu mencari kepenuhan
atas dirinya. Mencari kepenuhan itu didayai oleh hasrat. Seseorang mengingini
kembali ketempat yang sama seperti semua kebutuhan dan tuntutannya terpenuhi
sama terjadi pada sebelum seorang subjek mengenali simbol dan bahasa.
Subjek yang Terbelah
Dalam identitasnya seseorang tetap sama, selalu identik dengan dirnya
sendiri dan sekaligus berbeda dengan yang lain. Namun karena negativitas,
individu yang identik dapat menegasikan dirinya sendiri dan menjadi identitas
yang lain, bahkan berlawanan.
Partikularitas subjek terjadi dan mengacu pada agen individual. Setiap
manusia dengan sifat manusiawinya ingin menjadi berbeda dari orang lain.
Namun di sisi lain ia ingin diakui dengan partikularitasnya yang unik, sebagai
nilai positif, dan ingin agar pengakuan ini dilihat oleh sebanyak mungkin orang 9.
Artinya, keberadaannya sebagai sebuah identitas perlu sebuah pengakuan dari
orang lain. Universalitas subjek mengacu pada aspek sosial eksistensi manusia.
Ketika secara partikularitas manusia yang universal, maka individualitas dapat
merealisasikan dan memanifestasikan diri. Individualitas merupakan suatu sintesis
yang partikular dan universal, yang universal adalah negasi atau antithesis yang
partikular, yang adalah sesuatu terberi yang arbitrer, yang identik dengan dirinya
sendiri.
Subjek yang terbelah ini terjadi ketika ada gap antara keinginan, tuntutan
dan kebutuhan dengan pemenuhannya. Dengan bahasa dan simbol yang sering
terpeleset dan tergantikan. Misalnya, saya memilih kuliah di Filsafat Universitas
Gadjah Mada dan melanjutkan kuliah di fakultas dan universitas yang sama.
Artinya ada hasrat-hasrat pendorong Yang Lain yang berada di wilayah bawah
sadar yang tidak saya sadari kehadirannya. Kemudian saya mencari pembenaran
dari pilihan saya, misalnya karena ini Universitas Gadjah Mada dan kemudian
Hardono Hadi, Jatidiri Manusia Berdasar Filsafat Proses Alfred North Whitehead, 1996, hlm.
74
11
Ibid,.
rendah bisa berada sendirian, taraf yang lebih tinggi harus didukung oleh taraf
dibawahnya 12.
Taraf-taraf yang tersusun dari pengalaman dan diterima sebagai
pembagian baku, antara lain adalah taraf anorganik, taraf vegetatif, taraf sensitif,
taraf rasional. Pada taraf anorganik bekerja kutub fisik dan kutub mental bisa
dikatakan tidak difungsikan. Kutub fisik pada taraf anorganik ini terjadi
pengambilalihan nilai-nilai dari semesta yang terdiri dari entitas aktual yang ada
di alam semesta, termasuk dirinya sendiri di masa lampau. Dalam benda-benda
anorganik tidak terdapat organisasi yang berarti, apalagi koordinasi dan
subordinasi yang misalnya terjadi pada batu, besi, tembaga, emas, dan lain
sebagainya. 13
Pada taraf selanjutnya, taraf vegetatif sudah terjadi koordinasi antara
fungsi bagian-bagiannya dan terdapat pembagian tugas. Bagian-bagiannya bisa
membentuk koordinasi internal dan membentuk satu kesatuan. Masing-masing
mempunyai fungsinya sendiri-sendiri, seperti satu bagian batang pohon yang
dipotong, maka pohon tersebut akan menumbuhkan batang pohon yang lain. Pada
taraf vegetatif, kutub mental bisa menampakkan citra dirinya. Misalnya, cara
tumbuhan bertahan hidup dan cara tumbuhan tumbuh mengikuti arah datangnya
cahaya. Dalam taraf vegetatif disokong oleh taraf sebelumnya, yaitu taraf
anorganik. Didalam citra diri sebuah pohon disokong oleh cairan dan zat mineral
untuk proses kehidupannya. Kemudian pada taraf sensitif, sistem organisasi dan
subordinasi sudah semakin canggih. Pembagian tugas sudah terjadi dengan teliti,
sehingga jika hilang satu bagian tidak akan bisa tergantikan dengan bagian yang
lain. Misalnya, telinga kelinci yang dipotong tidak akan tumbuh lagi dan
tergantikan dengan bagian yang lain. Dalam koordinasi, pada taraf sensitif, tidak
hanya proses penyesuaian diri dengan lingkungan malah mulai mampu mengatur
lingkungan yang sesuai dengan citra diri. Misalnya, laba-laba membuat jerat
untuk mangsanya. Kutub mental berperan penting dalam perkembangan masingmasing dan pelaksanaan tugasnya. Terdapat inisiatif untuk lebih mengembangkan
12
13
Ibid, hlm 75
Ibid,.
10
sesuatu yang baru bagi kehidupannya, walau masih terbatas. Seperti binatang buas
tidak membuat peternakan mangsanya agar selalu bisa bertahan hidup 14.
Pada makhluk hidup bertaraf rasional, manusia, koordinasi jauh lebih
sempurna. Taraf ini disokong oleh taraf-taraf sebelumnya. Jika salah satu tidak
berjalan, maka ia akan gagal berfungsi sebagaimana mestinya. Jika pada taraf
anorganik - unsur mineral terganggu maka manusia akan tidak terjamin
keseimbangannya. Jika pada taraf vegetatif - sel-sel darah terganggu, maka bagian
lain yang bertaraf sensitif akan terganggu. Jika pada taraf sensitif terganggu
syaraf-syaraf tidak berjalan sebagaimana fungsinya, maka otak akan terganggu.
Artinya, manusia merupakan kesatuan subjek yang terdiri dari bagian-bagian yang
berbeda-beda taraf. Taraf yang lebih rendah berperan di dalam mendukung taraf
yang lebih tinggi, sedangkan taraf tertinggi mengatur dengan perencanaan
keseluruhan maupun detilnya 15.
Proses perkembangan manusia dari waktu ke waktu dan interaksi masingmasing manusia dengan dunianya mempertimbangkan taraf-taraf yang sudah
dijelaskan diatas. Seorang subjek hadir dengan utuh tanpa ada yang berkurang
dari dirinya dalam proses kehidupannya. Nilai-nilai atau bahan-bahan pembentuk
diri subjek menentukan. Tinggal bagaimana menghayati dalam proses
pembentukan diri dengan tingkat kesadaran penuh atau dengan ketidaksadaran.
Artinya, dalam proses pembentukan diri tidak sama merata penuh dalam
kesadaran. Misalnya, dalam mimpi, bagaimanapun mimpi merupakan sebuah
kesatuan diri subjek tak dapat dipotong dan dihilangkan dari kesatuan dirinya.
Dalam proses pembentukan diri subjek melibatkan data sebagai bahan
yang sudah disediakan oleh dunia dan masa lampau. Whitehead menyebut subjek
sebagai salah satu pengada karena pengada bukan hanya dapat dipahami sebagai
manusia. Pengada-pengada yang telah mencapai kepenuhan dan sudah selesai
dalam pembentukan diri disebuh sebagai pengada causa sui. Artinya, dalam
pemahaman yang lebih luas, nilai-nilai diterima, dibentuk, dan disatukan di dalam
pribadinya sendiri mempunyai nilai final tidak bisa diubah, dikoreksi, dilengkapi
14
15
11
ataupun dikurangi. Apa yang telah terjadi, tetaplah terjadi, tidak dapat dikoreksi
lagi.
Suatu peristiwa terjadi atau munculnya pengada baru sebagai sebabnya
disebut dengan causa effisien. Causa effisien menawarkan pengada-pengada
baru yang terbentuk dari masa lalu. Misalnya nilai-nilai baru bersama-sama
membentuk persekutuan agar nilai-nilai dilestarikan oleh pengada baru lagi.
Artinya, dari causa sui dan causa effisien terdapat data-data membentuk
datum. Kemudian datum-datum tersebut membentuk diri secara utuh. Mudahnya,
subjek terbentuk dari nilai-nilai yang sudah penuh sudah jadi dan tidak dapat
dikoreksi atau dirubah. Tetapi seorang subjek bisa mempunyai inisiatif untuk
mengolah datum-datum yang belum jadi untuk menjadi pembentuk diri subjek
yang baru.
Dalam penjelasan diatas, penulis melihat terdapat pembentukan diri subjek
secara kontinyu. Berkelanjutan. Berkesinambungan dan membentuk identitas
subjek yang utuh. Manusia dengan kutub dan taraf yang menyusunnya
membentuk prosesnya. Dari waktu ke waktu dari ruang ke ruang, tidak terbatas
tetapi berdasarkan aktus potensial yang ada dalam dirinya. Serta juga tidak
terlepas dari inisiatif dan peluang mengoreksi dan merubah dari causa effisien.
Misalnya, seseorang yang dilahirkan di kampung preman, ini tidak dapat dirubah.
Artinya, ia tidak dapat dilahirkan kembali dan meminta kepada Sang Pencipta
untuk tidak dilahirkan di kampung preman. Yang bisa dikoreksi dan dirubah
adalah citra dirinya, bagaiman ia memproses subjeknya menjadi sesautu yang
baru. Artinya, inisiatifnya dituntuk untuk menentukan siapa dirinya, mau tetap
menjadi preman atau belajar dan berkembang menjadi guru. Disini, proses
perkembangan pribadi seseorang tidak bisa tidak terlepas dari pengalamannya.
Pengalaman yang akhirnya menentukan siapa saya? Dan bagaimana saya?
dengan modal data-data yang ada.
Berdasarkan pengalaman tersebut, manusia mempunyai keberangkatan
dari mana ia- dan ia akan kemana, lau sekarang sudah sampai dimana. Ini artinya,
manusia mempunyai masa lampau yang menjadi bagian identitasnya, sekarang,
dan masa depan sebagai tujuannya. Meskipun masa lampau menjadi bagian diri
12
seseorang, namun masa lampau bukan sesuatu yang mutlak. Pada saat sekarang,
manusia bisa merombak, mengoreksi dan menyempurnakan cita-cita diri.
Kemudian manusia senantiasa berkembang dalam setiap prosesnya di masa depan.
13
Bab III
Analisis
14
seorang yang cantik dan kaya. Namun secara konsep, dia adalah pencuri.
Kemudian, lewat Whitehead, bisa melihat aktus-potensial seseorang serta
berkembanganya menjadi seorang subjek yang baik dan memberi sumbangan nilai
yang baik kepada masyarakat.
Subjek yang Tidak Terpisah Dari Masyarakat
Dalam pemikiran Lacan, hasrat sering hadir sebagai hasrat yang Lain dan tidak
disadari. Ini artinya, manusia terjalin ikatan dengan Yang Lain. Yang Lain
didefinisikan Lacan sebagai subjek yang lain atau sesuatu diluar subjek seperti
nilai, hukum, bahasa. Lalu bagaimana jika Yang Lain tidak ada. Saya
membayangkan, jika saya dilahirkan di hutan kemudian dibiarkan tumbuh disana
tanpa keberadaan orangtua, tanpa keberadaan nilai, hukum dan bahasa yang biasa
dipakai orangtua saya atau manusia. Bukankah saya pada akhirnya akan menjadi
dan dijadikan Yang Lain bagi lingkungan. Artinya, dalam negativitasnya, hasrat
tetap akan memproduksi suatu proses yang baru atau mengalami peristiwa
berdasarkan pengada aktif disekitar subjek.
Pemikiran Lacan dalam konteks negativitas hasrat ini, polanya digunakan untuk
pemikiran baru mengenai wacana pasca kolonial. Sepintas dapat diungkapkan
bahwa wacana dalam Orientalisme meminjam kategori Lacan, mengenai wacana
histeris. Dimana orang ditulis terus menerus tanpa bisa melakukan apa-apa.
Hubungan dominatif antara penjajah dan yang dijajah itu tidak semutlak seperti
digambarkan Edward Said. Homi Bhabha menjelaskan hubungan ini dengan teori
identifikasi yang dikemukakan oleh Lacan16. Artinya, hubungan antara yang
berhasrat dan dihasrati bukan perihal tidak bisa melakukan apa-apa. Tetapi lebih
ke bagaimana seseorang dengan hasrat sebagai pendorongnya menjadi seorang
subjek yang berarti, baik bagi dirinya sendiri maupun bagi masyarakatnya.
Kontinuitas Identitas Subjek
Dalam analisi terakhir ini, Whitehead menggambarkan bahwa manusia merupakan
bagian dari pengada aktual di alam semesta. Sedangkan manusia sendiri
berkembang dalam prosesnya berdasarkan aktus dan potensialnya. Disini berarti
16
15
16
Daftar Pustaka
Fink, Bruce, 1956, The Lacanian Subject: between language and jouisance,
United Kingdom: Princeton University Press.
Hardono Hadi, 1996, Jatidiri Manusia Berdasar Filsafat Organisme Whitehead,
Yogyakarta: Kanisius.
Hill, Philip, 2002, Lacan untuk Pemula, Yogyakarta: Kanisius.
Irawan, 2008, Animal Ambiguitatis, Yogyakarta: Jalasutra.
Lisa Lukman, 2011, Proses Pembentukan Subjek: Antropologi Filosofis Jacques
Lacan, Yogyakarta: Kanisius.
Sarup, Madan, 2011, Panduan Pengantar untuk Memahami Postrukturalisme dan
Posmodernisme, Yogyakarta: Jalasutra.
Sean Homer, 2005, Critical Thinkers: Jacques Lacan, New York: Routledge.
Sunardi, 2015, Lacan dan Pasca-strukturalis, Makalah Diskusi Posmodernisme
dan Postrukturalisme Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada.
17