40711
Kata Pengantar
Pemerintah daerah memainkan peran yang semakin penting dalam pelayanan publik di
Indonesia. Dengan semakin banyaknya tanggung jawab fiskal yang diserahkan ke daerah
saat ini, pemerintah daerah memiliki peran yang jauh lebih besar dalam pelayanan publik.
Di Aceh, pemerintah daerah memainkan peranan penting. Sejak penandatanganan
kesepakatan perdamaian pada bulan Agustus 2005 dan pemilihan kepala daerah yang telah
berhasil dilaksanakan pada Agustus 2006, dua puluh satu pemerintah daerah di Aceh
memiliki momentum berharga untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat melalui
perbaikan akses terhadap pendidikan yang berkualitas, layanan kesehatan yang lebih baik
dan kesempatan untuk pembangunan ekonomi.
Pemerintah daerah Aceh, bersama-sama dengan pemerintah propinsi, mengendalikan dana
dalam jumlah besar. Sekarang adalah saatnya untuk memastikan bahwa dana tersebut
dikelola dengan bijaksana untuk kepentingan semua masyarakat Aceh. Dengan pengelolaan
sumber daya publik yang efisien, transparan, dan efektif pada tingkat daerah, dana ini
memiliki potensi untuk merubah Aceh.
Laporan penelitian ini merupakan hasil kerjasama antara BRR NAD-Nias, Bank Dunia,
Unsyiah dan USAID-LGSP. Laporan ini mewakili sebagian dari upaya kolektif yang tengah
dijalankan untuk membangun kembali Aceh dan Nias yang lebih baik.
Laporan ini disusun terutama untuk pemerintah-pemerintah daerah di Aceh, yang
merupakan pemimpin perubahan. Dengan adanya laporan ini diharapkan pemerintah
daerah dapat mengidentifikasi dan menangani aspek-aspek pengelolaan keuangan yang
membutuhkan perhatian segera. Nilai yang buruk tidak berarti kegagalan, namun suatu
kesempatan untuk memperbaharui upaya dan mencari cara untuk memperbaiki kinerja.
Dengan pendekatan ini, kita dapat bergerak dari penelitian ke rencana kerja yang
komprehensif.
BRR berterima kasih atas dukungan dari semua pihak yang terlibat, dan khususnya kepada
pemerintah-pemerintah daerah Aceh sendiri yang telah banyak memberikan kontribusi
dalam laporan ini.
Assalamu alaikum.
Deputi
Kelembagaan dan Pengembangan SDM
vi
Daftar Isi
Bab 1
Bab 2
Bab 3
Bab 4
Bab 5
Bab 6
Lampiran 1:
Lampiran 2:
Lampiran 3:
Lampiran 4:
Lampiran 5:
Lampiran 6:
vii
Sekda
SK Bupati
SKPD
SKO
SPM
SPP
USAID
Sekretariat Daerah
Surat Keputusan Bupati
Satuan Kerja Perangkat Daerah
Surat Keputusan Otorisasi
Surat Perintah Membayar
Surat Permohonan Pembayaran
United States Agency for International Development
viii
Ikhtisar
Kapasitas pengelolaan keuangan di Aceh sangat beragam antar pemerintah daerah yang
satu dengan yang lain. Beberapa pemerintah daerah memiliki hasil yang cukup baik dalam
kapasitas pengelolaan keuangan, sementara beberapa pemerintah daerah lainnya masih
tertinggal. Perbedaan kapasitas pengelolaan keuangan juga ditemui di dalam masingmasing pemerintah daerah. Hasil rata-rata menunjukkan kelemahan, terutama di dalam
bidang akuntansi dan pelaporan, pengelolaan kas dan audit eksternal.
Hasil PKP
Secara keseluruhan, pemerintah daerah dengan nilai tertinggi adalah Aceh Utara (69
persen) dan yang terendah adalah Aceh Jaya (15 persen); sehingga nilai berada dalam
rentang baik sampai dengan sangat buruk, berdasarkan panduan kerangka penilaian. Nilai
rata-rata adalah 41 persen. Delapan pemerintah daerah mendapatkan nilai antara 39
sampai 42 persen dan enam pemerintah daerah mendapatkan nilai di bawah 39 persen.
Semua pemerintah daerah, kecuali tiga diantaranya, mendapat nilai yang buruk pada
sedikitnya satu bidang strategis. Selama lebih dari lima tahun, setelah pelaksanaan
desentralisasi, kapasitas pengelolaan keuangan di empat belas pemerintah daerah di Aceh
masih relatif lemah.
ix
Implikasi Kebijakan
Hasil PKP ini memiliki empat aplikasi potensial. Pertama, dan yang paling penting, kerangka
PKP ini beserta hasil PKP untuk masing-masing pemerintah lokal, dapat membantu
pemerintah daerah dalam mengatasi kelemahan mereka dalam pengelolaan keuangan.
Dengan mengidentifikasi bidang-bidang yang menjadi kelemahan mereka, pemerintah
daerah dapat mengembangkan strategi untuk meningkatkan kapasitas pada bidang-bidang
tersebut. Oleh sebab itu, langkah pertama yang harus diambil oleh pemerintah daerah
adalah memastikan bahwa kebijakan, prosedur dan peraturan sudah tersedia dan kemudian
memastikan hal-hal tersebut ditaati dan praktek-praktek pengelolaan keuangan yang baik
dilembagakan dan dikembangkan lebih jauh lagi. Tanpa adanya ketaatan dan pelembagaan,
upaya-upaya untuk meningkatkan kapasitas akan menjadi tidak efektif. Hasil PKP ini juga
akan memungkinkan pembelajaraan sesama pemerintah lokal. Lembaga non-pemerintah
dapat mendukung pemerintah daerah dalam mengembangkan kapasitas mereka dengan
cara memberikan bantuan teknis dan pelatihan untuk peningkatan kapasitas, apabila
diperlukan. Pemerintah propinsi bisa mengambil peran utama dalam mengembangkan
strategi untuk semua pemerintah daerah di Aceh.
Kedua, dengan menggaris bawahi bidang-bidang utama yang memiliki kelemahan
kapasitas,, akan memungkinkan badan-badan yang merencanakan untuk bekerja sama
dengan pemerintah daerah untuk mengikutsertakan kapasitas pengelolaan keuangan dan
pemerintah daerah tertentu dalam bentuk kerja sama yang spesifik..
Ketiga, dalam rangka mendorong pendekatan yang pro-aktif oleh pemerintah daerah perlu
diberikan insentif untuk meningkatkan kapasitas pengelolaan keuangan, sebagai contoh
dengan mengaitkan sebagian alokasi dana otonomi khusus dengan perbaikan kapasitas.
Yang terakhir, dengan mengikuti perubahan kapasitas pengelolaan keuangan, pemerintah
Indonesia dapat membuat penilaian yang lebih akurat terhadap dampak desentralisasi di
Aceh. Dengan demikian, hal kebijakan dan peraturan dalam konteks desentralisasi dapat
lebih diidentifikasi, juga dalam kemajuan reformasi dan pelayanan publik dapat dipantau
lebih baik.
Bab 1
Sejak tahun 2001, Indonesia telah menjalani transformasi yang mendasar dari
pemerintahan yang tersentralisasi menjadi pemerintahan yang terdesentralisasi. Namun,
sampai saat ini, pemahaman mengenai transisi kekuasaan dan tanggung jawab menyangkut
sumber daya publik dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah dalam berbagai kapasitas
masih sangat terbatas. Terutama, status otonomi khusus Aceh telah memberikan propinsi
ini persentase sumber daya keuangan yang bahkan lebih besar lagi bagi pemerintah daerah.
Ketiadaan informasi yang sistematis baik kualitatif maupun kuantitatif mengenai bagaimana
desentralisasi fiskal ini dikelola oleh kabupaten telah menjadi pemicu untuk mengembangan
kerangka pengukuran untuk pemerintah daerah di Indonesia.
Kerangka PKP merupakan salah satu dari empat pilar kerangka pengukuran pemerintah
daerah. Pilar-pilar lainnya adalah pemberian layanan publik, iklim investasi, dan kesehatan
fiskal. Dengan mengukur kinerja dalam empat bidang utama ini, penilaian yang sistematis
terhadap kinerja pemerintah daerah dapat dilakukan.
Untuk Aceh, kapasitas pengelolaan keuangan yang efektif di tingkat pemerintah daerah
penting untuk pencapaian tujuantujuan pembangunan jangka panjang. Beberapa faktor
telah membatasi kapasitas pengelolaan keuangan di Aceh. Pertama, desentralisasi yang
dilakukan secara cepat di Indonesia yang merupakan pengalihan tanggung jawab fiskal dan
penyerahan sumber daya keuangan kepada pemerintah daerah tidak diikuti oleh
peningkatan kapasitas pemerintah daerah dalam mengelola sumber daya tersebut.
Mengingat sebelum desentralisasi tugas utama pemerintah daerah hanyalah menjalankan
proritas pembangunan pemerintah pusat, sistem pengelolaan keuangan tidak dirancang
untuk mengatasi perubahan pengaturan fiskal. Kedua, Aceh telah mengalami peningkatan
jumlah pemerintah daerah sejak tahun 2000. Sampai bulan November 2006, dari 21
pemerintah daerah yang ada, 11 diantaranya dibentuk setelah tahun 2000. Walaupun hal
ini tidak serta merta berarti kapasitas pengelolaan keuangan akan selalu lebih rendah pada
pemerintah daerah yang baru dibentuk, hasil dari survei PKP mengindikasikan bahwa,
secara rata-rata, hasil pengelolaan keuangan lebih rendah pada pemerintah daerah yang
baru,
Sebelum diadakannya survei PKP, pengetahuan mengenai kapasitas pengelolaan keuangan
pemerintah daerah di Aceh dan di seluruh Indonesia pada umumnya masih kurang. Apabila
keefektivitasan atas desentralisasi hendak dinilai secara efektif, salah satu komponen
utama penilaian ini adalah kapasitas pemerintah daerah untuk mengelola keuangan
mereka. Jika pengelolaan keuangan masih lemah setelah lima tahun sejak perubahan yang
dibawa oleh desentralisasi, hal ini berarti tujuan-tujuan desentralisasi masih belum tercapai
di Aceh. Yang lebih penting dari penilaian pengelolaan keuangan secara keseluruhan adalah
tujuannya untuk membuat gambaran yang rinci mengenai kapasitas pengelolaan keuangan
masing-masing pemerintah daerah di seluruh Aceh, dan di Indonesia pada umumnya,
karena pada saat ini pemerintah daerahlah yang memiliki pengaruh paling besar terhadap
kehidupan masyarakat. Berangkat dari argumen ini, kerangka PKP dibuat untuk
menfasilitasi penilaian dan analisis kapasitas pengelolaan keuangan pada tingkat daerah.
Pengetahuan ini memiliki beberapa aplikasi. Pertama, hasil dan analisis akan disebarkan
kepada pemerintah daerah itu sendiri. Sehingga, pemerintah daerah akan mendapatkan
penilaian yang akurat dan independen mengenai kapasitas pengelolaan keuangan mereka
sendiri dan dapat berfokus untuk memperbaiki bidang-bidang utama yang menjadi
kelemahan mereka. Kedua, badan-badan pemerintah lainnya, seperti BRR dan pemerintah
propinsi, dapat menggunakan hasil yang diperoleh untuk merancang intervensi peningkatan
kapasitas dan juga untuk merancang program yang lebih baik dengan memperhitungkan
kekuatan dan kelemahan tertentu dalam kapasitas pengelolaan keuangan. Begitu juga
donor akan dapat merancang intervensi peningkatan kapasitas dan mengakomodasi
kapasitas pemerintah daerah dalam berbagai bentuk program secara lebih baik. Ketiga,
hasil dan analisis juga dapat digunakan untuk memberikan insentif bagi pemerintah daerah
untuk meningkatkan kapasitas PKP mereka. Sebagai contoh, apabila survei ini diadakan
kembali setiap tahun atau setiap dua tahun, perubahan kapasitas PKP dapat diidentifikasi.
Pemerintah daerah dengan kinerja yang bagus dapat diberikan penghargaan berupa
tambahan pendapatan melalui dana otonomi khusus untuk mendorong perbaikan yang lebih
jauh, sementara pemerintahan yang terus menerus berkinerja buruk dapat dikecualikan dari
menerima sumber tambahan pendapatan ini. Hal ini dapat menjadi bagian dari keseluruhan
strategi untuk memberikan bantuan bagi pemerintah daerah dalam mengembangkan
kapasitas pengelolaan keuangan mereka.
Bab 2
Kerangka PKP: Bidang strategis, hasil, dan indikator
Kerangka PKP dikembangkan oleh Bank Dunia dan Departemen Dalam Negeri Republik
Indonesia untuk menilai kapasitas pengelolaan keuangan pemerintah daerah. Kerangka ini
terbagi menjadi sembilan bidang strategis yang utama untuk pengelolaan keuangan publik
yang efektif pada tingkat pemerintah daerah: (1) kerangka peraturan perundangan daerah;
(2) perencanaan dan penganggaran; (3) pengelolaan kas; (4) pengadaan; (5) akuntasi dan
pelaporan; (6) audit internal; (7) hutang dan investasi publik; (8) pengelolaan aset; dan (9)
audit eksternal dan pengawasan.
Setiap bidang stragis terbagi atas satu hingga lima hasil, dan sebuah daftar indikator
diberikan untuk setiap hasil. Hasil-hasil ini mencerminkan pencapaian yang diharapkan pada
setiap bidang strategis dan indikator-indikator digunakan untuk menilai sejauh mana
pemerintah daerah telah berhasil mencapai hasil-hasil ini. Walaupun kerangka ini
menggunakan beberapa konsep dan perangkat dari PKP nasional dan internasional,
kerangka PKP ini telah khusus dirancang untuk pemerintah daerah di Indonesia. Sehingga,
walaupun standar minimum internasional telah ditetapkan, standar tersebut tidak dijadikan
dasar dalam mengidentifikasi hasil-hasil yang ideal, atas pertimbangan bahwa standarstandar tersebut terlalu tinggi untuk membuat penilaian yang valid terhadap pemerintah
daerah dalam konteks Indonesia.
Responden diminta untuk memberikan jawaban ya atau tidak untuk setiap pernyataan
pada masing-masing indikator. Respon positif dijumlahkan pada setiap hasil dan nilai
diperhitungkan berdasarkan persentase atas jawaban ya. Persentase nilai kemudian
diberikan untuk setiap hasil yang diinginkan yang mencerminkan sejauh mana pemerintah
daerah telah berhasil mencapai hasil ini. Dengan menjumlahkan semua jawaban positif
pada setiap bidang strategis, didapatkan nilai yang mencerminkan kapasitas pemerintah
daerah pada aspek pengelolaan keuangan tersebut.
Hasil penilaian didapatkan melalui wawancara dan kelompok diskusi terarah dengan
perwakilan pemerintah daerah pada departemen-departemen terkait. Perwakilan
pemerintah termasuk: Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA), bagian
keuangan, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), dinas pendapatan daerah, kantor kas
daerah dan Badan Pengawasan Daerah (lihat Lampiran 4). Untuk memastikan keakuratan
data jawaban ya harus didukung oleh dokumen yang relevan atau/dan diperiksa silang
dengan responden tambahan. Sebagian besar hasil dapat dikumpulkan dalam tempo tiga
atau empat hari.
Gambar di bawah ini menunjukkan struktur kerangka, dengan fokus pada salah satu bidang
strategis sebagai contoh.
Gambar 1. Struktur Kerangka PKP
Pemerintah Daerah
Kapasitas Pengelolaan Keuangan
Bidang Strategis 1:
Kerangka peraturan perundangan daerah
12 indikator
7 indikator
6 indikator
Beberapa bidang strategis memiliki lebih banyak indikator dibanding bidang strategis lainnya. Sebagai
contoh, perencanaan dan penganggaran memiliki 53 indikator, sedangkan hutang dan investasi
publik hanya memiliki 8 indikator. Nilai keseluruhan untuk masing-masing pemerintah daerah adalah
perhitungan rata-rata dari sembilan bidang strategis, sehingga, setiap bidang strategis memiliki bobot
yang sama dalam perhitungan.
22
25
Pengelolaan kas
18
53
Pengadaan
Akuntansi dan pelaporan
Audit internal
27
44
Bab 3
Survei PKP di Aceh
Survei PKP di Aceh dilaksanakan dalam tiga tahap. Tahap pertama melibatkan lima pemerintah
daerah: Banda Aceh, Aceh Besar, Aceh Jaya, Aceh Barat dan Nagan Raya. Survei dilakukan
selama bulan Mei sampai bulan Juni 2006. Kelima wilayah ini dipilih karena USAID-LGSP (Local
Governance Support Program) memiliki program di lima pemerintahan daerah yang terkena
dampak tsunami ini. LGSP mendanai survei tahap pertama ini dan memberikan pelatihan bagi
para peneliti (suatu lokakarya tiga hari dilaksanakan di Medan pada bulan April 2006). LGSP
dan Bank Dunia mengkoordinasikan kegiatan survei dan mengawasi pelaksanaan survei
tersebut. Tahap kedua dilakukan pada empat pemerintah daerah: Aceh Utara, Aceh Timur, Pidie
dan Bireuen. Bank Dunia mendanai dan mengorganisir survei tahap kedua ini, yang dilakukan
pada bulan Juli 2006. Tahap ketiga dilaksanakan pada 12 pemerintah daerah lainnya serta
pemerintah propinsi pada bulan November 2006. Survei tahap ke-tiga ini didanai oleh BRR dan
diorganisir oleh Bank Dunia. Laporan ini berfokus pada 21 pemerintah kabupaten maupun kota.
Survei ini dilaksanakan oleh peneliti dari empat universitas di Indonesia: UNSYIAH di Banda
Aceh, USU di Medan, dan UNHAS di Makassar dan UNAND di Padang. Beberapa peneliti juga
dikontrak dari LSM-LSM yang ada di Aceh. Peneliti-peneliti ini memiliki latar belakang akademis
yang solid di bidang pengelolaan keuangan, sebagian besar dengan gelar MSc yang relevan, dan
beberapa diantara mereka bergelar PhD.
Hasil awal telah dipublikasikan pada Analisa Pengeluaran Publik Aceh1 yang diterbitkan oleh
Bank Dunia dan Aceh and Nias Two Years after the Tsunami2 yang diterbitkan oleh BRR.
Diharapkan bahwa pelaksanaan kerangka PKP di masa yang akan datang dapat mencakup
semua wilayah Indonesia. LGSP juga telah melakukan survei terhadap beberapa pemerintah
daerah di luar Aceh, dengan fokus kepada bidang-bidang strategis yang berkaitan dengan
program-program peningkatan kapasitas yang dimiliki oleh LGSP.
1
2
Analisa Pengeluaran Publik Aceh Belanja untuk rekonstruksi dan pengentasan kemiskinan. Bank Dunia, 2006.
Aceh and Nias Two Years after the Tsunami, Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi, 2006.
11
Ringkasan hasil
Nilai PKP untuk semua 21 pemerintah daerah dan pemerintah propinsi disajikan di bawah ini.
Panduan penilaian juga diberikan untuk menunjukkan tingkatan nilai dari sangat baik sampai
sangat buruk.
Tabel 1: Pedoman penilaian kerangka PKP
Pedoman penilaian
81 - 100%
61 - 80%
41 - 60%
21 - 40%
0 - 20%
80
hasil (%)
60
40
20
12
g
Av
er
ag
Te
e
ng
Ac
ga
eh
r
Se a
la
ta
n
Bi
re
ue
A.
n
Ta
m
ia
Ac
ng
eh
Ba
Ac
ra
eh
t
Te
ng
N
ag
ah
an
Lh
Ra
ok
ya
se
u
m
A.
aw
Ba
e
ra
t
Be
D
a
ne
ya
r
M
er
ia
Ac
h
eh
Ja
ya
A.
ba
n
Pi
di
Sa
Ac
eh
U
ta
Ba
ra
nd
a
Ac
Ac
eh
eh
Be
Ac
sa
eh
r
Ti
m
ur
La
ng
sa
Si
m
eu
lu
e
Si
ng
ki
l
N
AD
G
ay
o
Lu
es
Tabel 2: Nilai PKP berdasarkan bidang strategis untuk pemerintah daerah di Aceh
Bidang Strategis
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
Pemerintah
Hasil
terakhir
Perencanaan
dan
penganggaran
Pengelolaan
kas
Pengadaan
Akuntansi
dan
pelaporan
Audit
internal
Hutang
dan
investasi
Pengelolaan
aset
Audit
eksternal dan
pengawasan
69
56
54
52
50
49
47
42
42
41
40
40
39
39
39
33
29
29
26
25
15
41
Kerangka
peraturan
perundangan
daerah
68
48
56
68
56
36
44
36
32
36
48
24
32
44
8
32
12
24
24
20
20
37
Aceh Utara
Banda Aceh
Aceh Besar
Aceh Timur
Langsa
Simeulue
Singkil
Gayo Lues
Pidie
Sabang
A. Tenggara
Aceh Selatan
Bireuen
A. Tamiang
Aceh Barat
Aceh Tengah
Nagan Raya
Lhokseumawe
A. Barat Daya
Bener Meriah
Aceh Jaya
Rata-rata
74
53
42
51
55
51
51
51
36
34
49
49
47
30
26
40
25
33
42
30
25
43
57
61
48
34
43
43
39
34
48
41
27
16
36
39
50
23
23
36
14
18
14
35
78
68
62
64
66
76
68
58
72
54
74
58
72
58
70
56
64
32
48
38
34
60
63
59
59
52
48
52
33
74
41
59
19
22
41
37
19
30
19
33
15
15
11
38
78
56
67
78
61
56
50
39
67
50
50
44
44
44
61
33
67
50
44
33
11
52
63
50
38
50
50
25
50
25
0
0
38
38
12
38
50
13
12
0
25
13
0
28
68
41
45
36
36
50
36
32
50
41
32
50
36
27
64
27
41
18
14
27
14
37
67
67
67
33
33
56
56
33
33
56
22
56
33
33
0
44
0
33
11
33
11
37
NAD
43
36
46
41
52
56
61
41
56
13
Radar di bawah ini menunjukkan nilai rata-rata pada sembilan bidang strategis untuk
seluruh 21 pemerintah daerah. Rentang nilai rata-rata untuk bidang strategis jauh lebih
sempit dibandingkan dengan rentang nilai untuk pemerintah daerah. Nilai rata-rata tertinggi
adalah untuk pengadaan (60 persen) disusul oleh audit internal (52 persen). Nilai paling
rendah terdapat pada hutang dan investasi publik (28 persen) disusul oleh pengelolaan kas
(35 persen)
Diagram 5: Rata-rata nilai PKP berdasarkan bidang strategis
Kerangka peraturan
perundangan daerah
100
80
Perencanaan dan
penganggaran
60
40
20
Pengelolaan aset
Pengelolaan kas
Pengadaan
Audit internal
Akuntansi dan
pelaporan
14
Diagram 3: Pebandingan pemerintah daerah dengan kinerja terbaik dan kinerja terburuk
Regulatory framework
100
External audit & oversight
80
60
40
20
Asset management
Cash management
Procurement
Internal audit
Aceh Utara
Aceh Jaya
Tim peneliti untuk Aceh Utara mengidentifikasi kemauan politik dan komitmen bupati
merupakan pendorong utama kinerja pengelolaan keuangan yang baik. Memiliki pegawai
dengan kualifikasi baik mendukung upaya peningkatan kapasitas pengelolaan keuangan.
Selain itu, dukungan dari dewan perwakilan rakyat daerah, LSM dan kelompok masyarakat,
mendorong pemerintah daerah untuk meningkatkan kinerjanya. Kinerja buruk Aceh Jaya
sebagian disebabkan karena status kabupaten yang relatif baru, sehingga menyebabkan
sumber daya manusia dan sumber daya keuangan yang dimiliki oleh daerah ini kurang
memadai. Sebagai tambahan, dampak tsunami yang memprihatinkan di Aceh Jaya, (ibukota
Aceh Jaya, Calang, hancur sepenuhnya) tentu saja berdampak pada hasil pengelolaan
keuangan dalam jangka menengah.
Kinerja PKP di pemerintahan daerah yang sudah lama terbentuk dan yang baru
terbentuk
Pemerintah daerah yang banyak baru terbentuk belakangan ini mendapatkan nilai lebih
rendah, secara rata-rata, untuk masing-masing sembilan bidang strategis. Sebelas dari 21
kabupaten/kota baru dibentuk setelah tahun 2000. Hal ini merupakan bagian dari pola
pemekaran kebupaten yang terjadi di seluruh Indonesia serta pembentukan administrasi
kota yang secara fiskal independen sebagai akibat dari desentralisasi. Di Aceh terdapat
sembilan kabupaten dan dua kota yang baru terbentuk. Kapasitas pengelolaan keuangan
yang lebih rendah dapat disebabkan oleh beberapa faktor: kurangnya pra-sarana
pemerintah dalam kabupaten/kota yang baru untuk menjalankan fungsi-fungsi
pemerintahan secara efektif (atau setidaknya, sama baiknya dengan sebelum pemekaran) di
kabupaten baru; kurangnya tenaga-tenaga terlatih apabila kebanyakan pegawai negeri tetap
berada pada kabupaten asal; kurangnya waktu untuk mengembangkan praktek-praktek
15
60
40
20
Pengelolaan aset
Pengelolaan kas
Pengadaan
Audit internal
Pemerintah lama
Pemerintah baru
16
antara kota dan kabupaten tidak menunjukkan perbedaan yang besar, walaupun rata-rata
nilai PKP untuk kota jauh lebih rendah dari yang seharusnya disebabkan kinerja
Lhokseumawe yang buruk (29 persen). Kebalikannya, Langsa, mendapatkan nilai yang lebih
tinggi pada setiap bidang strategis kecuali audit eksternal, dengan nilai keseluruhan sebesar
50 persen.
17
Bab 4
4.1
21
Aceh Jaya
Aceh Utara
100
Bener Meriah
A. Barat Daya
80
Banda Aceh
Aceh Besar
Aceh Timur
60
40
Lhokseumawe
Langsa
20
Nagan Raya
Simeulue
Aceh Tengah
Singkil
Aceh Barat
Gayo Lues
A. Tamiang
Bireuen
Aceh Selatan
Pidie
Sabang
A. Tenggara
Rata rata
Nilai rata-rata untuk bidang strategis ini bagi 21 pemerintah daerah yang disurvei adalah 37
persen, di bawah rata-rata keseluruhan 41 persen. Tiga belas pemerintah daerah
mendapatkan nilai buruk atau sangat buruk. Hanya dua pemerintah daerah yang
mendapatkan nilai baik.
Kerangka peraturan perundangan daerah yang berkinerja baik dan yang berkinerja
kurang baik
Aceh Utara, pemerintah daerah dengan nilai tertinggi, mendapatkan nilai 68 persen untuk
bidang strategis ini. Untuk hasil yang pertama semua, kecuali dua, dari ke dua belas
indikator terpenuhi. Telah ada Perda kecuali untuk peraturan obligasi daerah, dan investasi
publik dan swasta. Untuk hasil yang kedua mengenai penegakan hukum dan struktur
organisasi, empat dari tujuh indikator terpenuhi. Dari ketiga indikator-indikator yang tidak
tercapai, kekurangan meliputi ketiadaan pengukuran kinerja dan ketiadaan struktur
insentif/ sanksi bagi para pegawai. Untuk hasil ketiga mengenai transparansi dan partisipasi
publik, Aceh Utara mendapatkan nilai sebesar 50 persen. Walaupun terdapat tanda-tanda
mengenai keberadaan prosedur keterlibatan publik dalam penganggaran dan proses
pembuatan kebijakan, tidak ada prosedur formal untuk partisipasi bottom-up dalam
perencanaan dan tidak ada peraturan mengenai proses konsultasi atau transparansi. Perlu
untuk dicatat bahwa walaupun secara formal masyarakat mendapatkan akses terhadap
sesi-sesi anggaran di DPRD, kerangka ini tidak menegaskan sejauh mana masyarakat dapat
melakukan observasi atas sesi-sesi anggaran.
Aceh Jaya baru mensahkan peraturan mengenai Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
(APBD) dan baru mensahkan dua SK Bupati sebagai pengganti Perda yang berkaitan dengan
ke sebelas indikator pada hasil satu. Hal yang serupa juga terjadi untuk hasil dua, hanya
satu SK Bupati yang tercatat, yang hanya membahas aspek teknis dari pengelolaan
22
keuangan secara parsial. Hasil tiga mendapatkan nilai nol, karena tidak ada satupun dari ke
enam indikator yang dicapai. Kekurangan kerangka hukum untuk memastikan adanya
transparansi dan keterlibatan masyarakat perlu mendapatkan perhatian segera. Status Aceh
Jaya sebagai kabupaten yang baru dibentuk mungkin dapat dijadikan sebagian dari
penjelasan mengenai rendahnya nilai yang didapatkan (20 persen) untuk kerangka
peraturan perundangan daerah, tetapi ketiadaan SK Bupati sebagai pengganti Perda
menunjukkan bahwa pemerintah daerah tidak memberikan tekanan untuk pembuatan dan
pengesahan peraturan-peraturan pendukung bahkan setelah enam tahun setelah
desentralisasi atau pemerintah daerah tidak dapat mengeluarkan peraturan.
Terdapat kasus-kasus di mana pemerintah daerah bergantung pada Keppres (Keputusan
Presiden). Sebagai contoh, Aceh Barat masih menggunakan Keppres untuk pengadaan
barang dan jasa. Di Aceh Barat dan Nagan Raya hanya tiga indikator yang dipenuhi untuk
hasil yang berkaitan dengan kerangka peraturan perundangan daerah untuk pengelolaan
keuangan. Hambatan dan penghalang perlu untuk diidentifikasi dan diatasi secara
komprehensif, apakah karena kurangnya dorongan dari pemimpin, kekurangan keahlian
teknis atau hubungan yang tidak harmonis antara pemerintah daerah dengan DPRD.
4.2
Perencanaan dan penganggaran yang efektif merupakan inti dari pengelolaan keuangan
yang efektif. Pemerintah daerah tidak akan dapat mengelola keuangannya secara efektif
apabila sistem perencanaan dan penganggaran yang dimiliki buruk. Tujuan strategisnya
adalah untuk pembuatan anggaran daerah multi tahun yang seksama yang secara jelas
terkait dengan rencana daerah. Dari enam hasil, hasil yang pertama mengenai konsistensi
antara proses perencanaan partisipatif bottom-up, pembangunan daerah, perencanaan
sektoral dan APBD merupakan sepertiga dari total nilai bidang strategis ini.
Diagram 7: Perencanaan dan Penganggaran
Aceh Jaya
Bener Meriah
Aceh Utara
100
Banda Aceh
Aceh Besar
80
A. Barat Daya
Aceh Timur
60
40
Lhokseumawe
Langsa
20
Nagan Raya
Simeulue
0
Aceh Tengah
Singkil
Aceh Barat
Gayo Lues
A. Tamiang
Pidie
Bireuen
Aceh Selatan
Sabang
A. Tenggara
Rata rata
23
Perencanaan dan Penanggaran: yang berkinerja baik dan yang berkinerja kurang
baik
Nilai rata-rata untuk bidang strategis ini adalah 43 persen. Sembilan pemerintah daerah
mendapatkan angka buruk atau sangat buruk. Aceh Utara adalah satu-satunya pemerintah
daerah yang mendapatkan nilai di atas 60 persen, dengan nilai 74 persen untuk
perencanaan dan penganggaran. Aceh Utara mendapatkan nilai yang baik untuk dua di
antara empat hasil. Untuk hasil yang pertama mengenai konsistensi antara proses
perencanaan partisipatif bottom-up, perencanaan sektoral dan APBD Aceh Utara memenuhi
14 dari total 17 indikator. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) dinilai
realistis, dengan strategi yang jelas dan program-program yang berdasarkan target.
Perencaaan sektoral didasarkan pada RPJMD dan mencerminkan prioritas-prioritas
pembangunan. Standar pelayanan minimum digunakan untuk keperluan penganggaran dan
dokumen-dokumen perencanaan dan kegiatan-kegiatan di APBD menggunakan struktur
yang konsisten. Namun dokumen perencanaan tidak didukung oleh biaya proyek sejalan
dengan keterbatasan anggaran dan dokumen perencanaan tidak meliputi kegiatan-kegiatan
yang didanai di luar APBD. Untuk catatan, dalam bidang strategis kerangka peraturan
perundangan daerah, proses perencanaan bottom-up tidak dimasukkan ke dalam peraturan
daerah. Hasil dua mengenai penganggaran jangka menengah tidak mendapatkan nilai yang
baik (hanya satu dari antara tiga indikator yang dicapai). Laporan pertanggung jawaban lima
tahunan diserahkan kepada DPRD tetapi kerangka pengeluaran jangka mengenagan tidak
dilaksanakan dan tataran waktu multu tahun tidak digunakan dalam perencanaan dan
proyeksi anggaran.
Hasil tiga mengenai proses pembuatan anggaran yang realistis mendapatkan nilai yang
relatif buruk, hanya empat dari sebelas indikator yang terpenuhi. Seringkali anggaran belum
disetujui pada tanggal 31 Desember, strategi untuk meningkatkan pendapatan yang sejalan
dengan peraturan nasional tidak ada, dan perbedaan antara pengeluaran dan pendapatan
yang direncanakan dan yang terealisasi melebihi 10 persen.
Perencanaan partisipatif bottom-up mendapatkan nilai yang baik, dengan bukti bahwa
RPJMD merupakan suatu usulan yang realistis, sementara dokumen perencanaan yang
didasarkan pada RPJMD mencerminkan prioritas-prioritas pembangunan. Anggaran
sepertinya memihak kelompok miskin dan semua indikator dipenuhi. Data-data kualitatif
dan kuantitatif mengenai kemiskinan dikumpulkan dengan menggunakan pendekatan
partisipatif dan kebijakan yang memihak kepada kelompok miskin dicerminkan pada SKPD
(Satuan Kerja Perangkat Daerah, atau Dinas, anggaran rencana kerja) dan RPJMD. Prioritasprioritas anggaran juga secara umum memihak kepada kelompok miskin dengan
pengeluaran pada layanan publik meningkat dari tahun sebelumnya dan pengeluaran pada
sektor kesehatan, pendidikan dan infrastruktur merupakan 50 persen dari total anggaran.
Walaupun masih terdapat aspek-aspek perencanaan dan penganggaran yang perlu
ditingkatkan, terutama dalam perencanaan dan peanggaran jangka menengah, nilai Aceh
Utara yang tinggi secara keseluruhan dapat dijadikan standar bagi pemerintah-pemerintah
daerah lainnya di Aceh untuk aspek utama pengelolaan keuangan ini.
Kebalikannya Aceh Jaya dan Nagan Raya, mendapatkan nilai terendah untuk perencanaan
dan penganggaran (25 persen). Dari enam hasil, Nagan Raya hanya mendapatkan nilai baik
pada hasil enam mengenai pengendalian pengeluaran untuk memastikan output anggaran.
Hasil satu mengenai konsistensi antara proses perencanaan partisipatif bottom-up,
perencanaan sektoral dan APBD mendapatkan nilai yang sangat buruk, hanya berhasil
24
4.3
25
mendapatkan nilai baik, karena pengelolaan kas yang efektif dan tepat merupakan
komponen dasar pengelolaan keuangan yang mantap. Namun, ke 21 pemerintah daerah
hanya mendapatkan nilai rata-rata 35 persen (buruk), dengan 14 pemerintah daerah
mendapat nilai buruk/ sangat buruk dan hanya satu yang mendapat nilai baik.
Diagram 8: Pengelolaan Kas
Aceh Jaya
Bener Meriah
Aceh Utara
100
Banda Aceh
Aceh Besar
80
A. Barat Daya
Aceh Timur
60
40
Lhokseumawe
Langsa
20
Nagan Raya
Simeulue
0
Aceh Tengah
Singkil
Aceh Barat
Gayo Lues
A. Tamiang
Pidie
Bireuen
Sabang
Aceh Selatan
Pengelolaan kas
A. Tenggara
Rata rata
Pengelolaan kas: yang berkinerja baik dan yang berkinerja kurang baik
Banda Aceh mendapatkan nilai yang paling tinggi untuk pengelolaan kas (61 persen). Banda
Aceh mendapatkan nilai yang cukup baik untuk ke empat hasil. Untuk hasil satu, kebijakan,
prosedur dan kendali untuk mengelola pengelolaan kas sebagian telah ada, pemerintah
daerah memenuhi enam dari 10 indikator. Pedoman tertulis mengenai kebijakan dan
prosedur pengelolaan kas tersedia dan didukung oleh peraturan daerah mengenai
pengelolaan kas yang sejalan dengan peraturan nasional. Namun, pelatihan pegawai secara
rutin dalam pengelolaan kas tidak diadakan dan Bawasda (Badan Pengawasan Daerah)
tidak melaksanakan evaluasi kepatuhan pengelolaan kas tahunan.
Pemasukan dan pengeluaran kas dikelola dengan cukup efisien, memenuhi delapan dari 11
indikator. Penerimaan kas di simpan pada suatu rekening bank yang ditunjuk pada hari
penerimaan atau satu hari setelahnya. Rekonsiliasi harian dibuat untuk penerimaan kas dan
penyimpanan, dan pembayaran di atas Rp 5 juta tidak dilakukan secara tunai melainkan
ditransfer atau dibayar dengan menggunakan cek. Namun, belum ada sistem yang
terkomputerisasi dan rekonsiliasi rekening bank, deposito, piutang dan hutang belum dibuat
secara teratur.
26
Hasil tiga berfokus pada sistem penagihan dan pengumpulan pendapatan daerah dan,
dengan 17 indikator, aspek ini dianggap penting. Banda Aceh memenuhi 10 indikator
mengenai Pendapatan Asli Daerah atau PAD. Kebijakan mengenai retribusi dan pajak
daerah diatur dalam peraturan daerah, yang sejalan dengan peraturan nasional. Dasar dari
pendapatan daerah dievaluasi setiap tahunnya untuk menghitung kapasitas pendapatan
untuk setiap item pendapatan. Konsumen ditagih tepat pada waktunya dan tersedia layanan
untuk menangani pertanyaan- pertanyaan dari wajib pajak. Namun sistem pembuatan tanda
terima tidak memadai untuk mencegah penggelapan dan sistem ini kurang bisa
memberikan kejelasan pada saat timbul masalah. Dan juga sistem penagihan dan
pengumpulan tidak terintegrasi dan sanksi-sanksi tidak dijatuhkan kepada debitor yang
menunggak.
Aceh Jaya dan Aceh Barat Daya mendapatkan nilai paling rendah (14 persen). Aceh Barat
Daya tidak berhasil memenuhi indikator manapun mengenai kebijakan, prosedur dan
kendali pengelolaan kas. Hal ini dikarenakan karena digunakannya SK Bupati dan bukan
peraturan daerah untuk mengatur pengelolaan kas. Sehingga kerangka hukum tersedia
walaupun belum terinstitusionalisasi melalui penerbitan peraturan daerah. Hasil dua
mengenai penerimaan dan pembayaran kas memenuhi empat dari 11 indikator.
Penerimaan kas disimpan di rekening bank khusus dan pembayaran senilai lebih dari Rp 5
juta ditransfer ke sebuah rekening bank. Kontraktor dibayar sesuai dengan persyaratan dan
laporan berkala mengenai neraca kas diberikan kepada bupati, bendahara dan kepala
bagian keuangan. Namun kas seringkali tidak disetorkan pada hari yang sama dengan
penerimaan, tidak ada rekonsiliasi penerimaan dan penyetoran harian, dan kelebihan kas
tidak ditempatkan pada investasi jangka pendek secara teratur. Untuk hasil tiga mengenai
sistem penagihan dan pengumpulan pendapatan daerah, Aceh Barat Daya hanya memenuhi
dua dari 17 indikator. Terdapat kekurangan peraturan dan pedoman mengenai hal ini, sekali
lagi karena bergantung pada SK Bupati sebagai pengganti Perda. Pemberitahuan tagihan
tidak disampaikan kepada wajib pajak, sistem penerimaan tidak dirancang untuk mencegah
penggelapan, seringkali pembayaran tidak diambil tepat pada waktunya, denda tidak
dikenakan atas pembayaran yang terlambat dan sistem penagihan dan pengumpulan tidak
terintegrasi. Hasil empat mengenai PAD mendapatkan nilai nol.
4.4
Tujuan strategis secara keseluruhan adalah untuk mendorong pengadaan barang yang jasa
yang efisien dan kompetitif melalui kebijakan, prosedur dan kendali. Hasil satu dengan 47
indikator berfokus pada nilai uang pada pengeluaran daerah, transparansi dan akuntabilitas
dalam kegiatan pengadaan. Hasil dua, dengan tiga indikator, menyangkut sistem
penanganan keluhan.
27
Diagram 9: Pengadaan
Aceh Jaya
Bener Meriah
Aceh Utara
100
Banda Aceh
Aceh Besar
80
A. Barat Daya
Aceh Timur
60
40
Lhokseumawe
Langsa
20
Nagan Raya
Simeulue
0
Aceh Tengah
Singkil
Aceh Barat
Gayo Lues
A. Tamiang
Pidie
Bireuen
Sabang
Aceh Selatan
Pengadaan
A. Tenggara
Rata rata
28
Terlepas dari nilai yang seringkali tinggi, hal ini tidak serta merta berarti bahwa proses
pengadaan dilakukan secara transparan dan efisien. Kerangka PKP hanya melihat
lingkungan dari praktek-praktek pengadaan dan tidak mengevaluasi praktek-praktek
pengadaan di setiap kabupaten dan kota. Walaupun terdapat prosedur, kepatuhan masih
lemah dan kebocoran dan korupsi masih dapat terjadi walaupun telah ada prosedur formal
di lingkungan di mana kepatuhan dan penegakan lemah. Namun, beberapa pemerintah
daerah telah melakukan upaya-upaya untuk memperbaiki bidang kegiatan pemerintahan
yang banyak dikritisi ini. Langkah pertama adalah menciptakan kerangka hukum,
menegakkan prosedur dan secara ketat menindak lanjuti keanehaan-keanehan yang
dicurigai.
4.5
Akuntansi dan pelaporan merupakan komponen yang tidak dapat dihindarkan pada
pengelolaan keuangan. Bidang ini memerlukan prosedur yang tertata dengan baik dan
pegawai yang terlatih untuk melakukan pencatatan data-data keuangan. Tujuan strategis
adalah untuk membuat sebuah sistem akuntansi yang memastikan akuntansi yang cepat
untuk semua transaksi keuangan dan membuat laporan keuangan eksternal dan internal
yang terpercaya, berimbang dan tepat waktu. Bidang ini meliputi empat hasil: kapasitas
sumber daya manusia dan institusi, sistem akuntansi dan pelaporan yang terintegrasi;
pencatatan yang cepat dan akurat untuk semua transaksi keuangan pemerintah daerah;
dan, laporan informasi pengelolaan keuangan yang terpercaya.
Aceh Jaya
Bener Meriah
Aceh Utara
100
Banda Aceh
Aceh Besar
80
A. Barat Daya
Aceh Timur
60
40
Lhokseumawe
Langsa
20
Nagan Raya
Simeulue
0
Aceh Tengah
Singkil
Aceh Barat
Gayo Lues
A. Tamiang
Pidie
Bireuen
Aceh Selatan
Sabang
A. Tenggara
Rata rata
29
Akuntansi dan pelaporan: yang berkinerja baik dan yang berkinerja kurang baik
Akuntansi dan pelaporan mendapatkan nilai di bawah rata-rata keseluruhan (38 persen dari
41 persen). Gayo Lues mendapatkan nilai tertinggi (74%) dan Aceh Jaya mendapatkan nilai
terendah (11%). Aceh Utara mendapatkan nilai yang cukup tinggi (64%). Aceh Utara
membuat perubahan solid, perkembangan yang dicapai oleh Aceh Jaya di bidang ini sangat
sedikit, kalaupun ada, sejak pembentukan kabupaten ini pada tahun 2002.
Terlepas dari nilai keseluruahn untuk akuntansi dan pelaporan yang tinggi, Aceh Utara tidak
memiliki Badan Pengawasan Keuangan Daerah atau BPKD) dan, sehingga kabupaten ini
mendapatkan angka nol untuk hasil satu. Namun Aceh Utara mendapatkan angka yang
tinggi untuk hasil transaksi dan neraca tercatat secara akurat dan tepat waktu dan juga
untuk laporan keuangan dan informasi pengelolaan dapat diandalkan. Aset dinilai secara
sesuai dan didokumentasikan, sistem pembukuan double-entry diterapkan dan pencatatan
akuntansi dan catatan bank direkonsiliasi secara berkala. Untuk hasil 4, neraca,, realisasi
anggaran dan laporan arus kas dan laporan keuangan tahunan dibuat dan diserahkan
kepada badan audit secara tepat waktu.
Kebalikannya, Aceh Jaya mendapatkan nilai nol untuk tiga hasil. Kapasitas sumber daya
manusia dan kelembagaan sangat lemah, sistem akuntansi dan manajemen tidak
terintegrasi dan transaksi keuangan dan neraca tidak dicatat secara tepat waktu dan akurat.
Dengan sistem akuntansi dan pelaporan yang lemah, Aceh Jaya membutuhkan dukungan
untuk membuat sistem yang dibutuhkan dan mendukung pengembangan staf-staf yang
terampil.
Walaupun Aceh Jaya memberikan gambaran yang sangat bertolak belakang, Aceh Jaya
bukanlah satu-satunya pemerintah daerah di Aceh dengan hasil yang buruk untuk akuntansi
dan pelaporan. Bener Meriah, Aceh Tenggara, Nagan Raya dan Aceh Barat Daya semuanya
mendapat nilai di bawah 20 percent (sangat buruk).
4.6
Audit internal yang efektif merupakan aspek penting dalam pengelolaan keuangan. Audit
internal pemerintah daerah yang efektif memerlukan sistem pencatatan yang tepat dan
efisiensi di departemen-departemen yang ada di pemerintahan daerah, dan penurunan
korupsi dan kebocoran. Tujuan strategis audit internal adalah pembuatan dan pemeliharaan
fungsi-fungsi audit internal yang efektif dan efisien. Untuk menilai sejauh mana tujuan
strategis berhasil dicapai dalam hal ini terdapat tiga hasil: (1) badan audit pemerintah
daerah terorganisir dan berdaya untuk beroperasi secara efektif; (2) standar dan prosedurprosedur yang digunakan dapat diterima; dan (3) temuan-temuan ditindaklanjuti secara
memadai.
Kerangka PKP hanya dapat melihat pengaturan formal untuk audit internal. Kerangka PKP
tidak mengevaluasi efektifitas audit. Laporan tahunan audit internal, yang tidak menemukan
bukti-bukti kejanggalan keuangan atau penyalahgunaan dana, tidak berarti bahwa audit
internal dilakukan dengan benar.
30
Aceh Jaya
Bener Meriah
Aceh Utara
100
Banda Aceh
Aceh Besar
80
A. Barat Daya
Aceh Timur
60
40
Lhokseumawe
Langsa
20
Nagan Raya
Simeulue
0
Aceh Tengah
Singkil
Aceh Barat
Gayo Lues
A. Tamiang
Pidie
Bireuen
Sabang
Aceh Selatan
Audit internal
A. Tenggara
Rata rata
Audit Internal: yang berkinerja baik dan yang berkinerja kurang baik
Secara keseluruhan audit internal mendapatkan nilai rata-rata 52 persen. Aceh Timur dan
Aceh Utara mendapatkan nilai 78 persen dan sekali lagi Aceh Jaya mendapatkan nilai
terendah yaitu 11 persen. Di Aceh Timur peran dan tanggung jawab Bawasda terdefinisi
dengan jelas dan Bawasda memiliki kewenangan untuk menjalankan fungsinya dan
didukung dengan pelatihan pegawai secara berkala. Namun, kualifikasi pegawai berada di
bawah rata-rata dan peralatan-peralatan yang ada tidak memadai. Untuk hasil dua
mengenai standar dan prosedur yang dapat diterima, Aceh Timur mendapatkan nilai baik
karena Aceh Timur melakukan tindak lanjut atas temuan-temuan audit. Sementara Aceh
Jaya hanya memenuhi indikator mengenai peran dan tanggung jawab yang terdefinisi
dengan baik, dan kewenangan untuk menjalankan tugasnya. Standar dan prosedur yang
dapat diterima benar-benar kurang dan temuan-temuan audit internal tidak ditindak lanjuti
secara memadai.
31
4.7
Bidang strategis hutang dan investasi hanya memiliki satu hasil dengan delapan indikator.
Tujuan strategsinya adalah mengimplementasikan pengelolaan hutang dan investasi
pemerintah daerah secara berhati-hati termasuk pengelolaan BUMD. Hasil yang diharapkan
adalah pembuatan dan penerapan kebijakan, prosedur dan kendali atas pengelolaan hutang
dan investasi daerah.
Diagram 12: Hutang dan investasi Publik
Aceh Jaya
Bener Meriah
Aceh Utara
100
Banda Aceh
Aceh Besar
80
A. Barat Daya
Aceh Timur
60
40
Lhokseumawe
Langsa
20
Nagan Raya
Simeulue
0
Aceh Tengah
Singkil
Aceh Barat
Gayo Lues
A. Tamiang
Pidie
Bireuen
Aceh Selatan
Sabang
A. Tenggara
Rata rata
Hutang dan investasi hanya mendapatkan nilai 28 persen yang terendah di antara bidangbidang strategis lainnya. Beberapa pemerintah daerah tidak memiliki hutang dan juga tidak
memiliki investasi jangka panjang. Sebagai contoh, Aceh Barat Daya, dengan nilai 25
persen, tidak memiliki catatan hutang dan investasi selama masa berdirinya yang relatif
baru. Tujuh pemerintah daerah memiliki catatan pinjaman: Aceh Barat, Aceh Selatan, Aceh
Tengah, Aceh Tenggara, Aceh Timur, Aceh Utara dan Banda Aceh. Ke tujuh pemerintahan
daerah itu mendapatkan angka di atas rata-rata kecuali Aceh Tengah. Data Departemen
Keuangan tahun 20044 menunjukkan bahwa pemerintah daerah meminjam sebesar Rp 25
milyar, sedangkan pemerintah propinsi meminjam Rp 24 milyar. PDAM di kabupaten dan
kota meminjam dana Rp 40 milyar, sedangkan PDAM di propinsi tidak melakukan pinjaman.
Beberapa Perusahaan Daerah Air Minum atau PDAM meminjam dana Rp 40 milyar, dari
pemerintah daerah masing-masing. Total hutang pemerintah daerah yang ada pada tahun
2004 mencapai Rp 66 milyar. Total pinjaman meningkat dari Rp 55 milyar pada tahun 2001
4
Departemen Keuangan
32
menjadi Rp 90 milyar pada tahun 2004 (gabungan antara pemerintah daerah dan propinsi).
Penambahan ini dilakukan oleh pemerintah daerah dan tidak ada penambahan hutang oleh
pemerintah propinsi. Terlepas dari peningkatan tersebut, hutang yang diakumulasi masih
berada jauh di bawah rata-rata hutang propinsi secara nasional. Undang-undang nasional
membatasi jumlah hutang yang diizinkan, beberapa pemerintah daerah dilarang untuk
melakukan pinjaman tambahan. Bahkan dengan pembatasan ini, pemerintah daerah Aceh
masih dapat meminjam sampai dengan Rp 500 milyar (lihat: Analisis Pengeluaran Publik
Aceh, Bank Dunia, 2006).
Hutang dan investasi: yang berkinerja baik dan yang berkinerja kurang baik
Aceh Utara mendapatkan nilai tertinggi (63 persen) dan Aceh Tengah mendapatkan nilai
terendah (13 persen) dari semua pemerintah daerah yang memiliki catatan pinjaman. Lima
pemerintah daerah lainnya mendapatkan nilai nol dengan tidak adanya kerangka untuk
mengelola hutang dan investasi. Di Aceh Utara, peran dan kewenangan anggota DPRD dan
pejabat pemerintah terdefinisi dengan baik, anggaran tahunan (APBD) meliputi usulan
pinjaman dan investasi jangka panjang, investasi jangka panjang harus mendapatkan
persetujuan dari DPRD terlebih dahulu, dan transaksi-transaksi hutang dan investasi dicatat
dengan baik pada laporan keuangan yang ditujukan kepada bupati. Namun, kebijakan
pengelolaan tidak konsisten dengan kerangka kebijakan nasional, tidak ada tingkat spesifik
pinjaman yang diperbolehkan dan tidak ada kebijakan yang menyebutkan tujuan pinjaman
tertentu sehingga pinjaman dan jaminan dapat dilakukan. Di Aceh Tengah hanya satu dari
delapan indikator yang dipenuhi: DPRD harus menyetujui transaksi investasi jangka panjang.
Mengingat cakupan pinjaman dan investasi yang dilakukan oleh pemerintah daerah (dan
pemerintah propinsi), penting bagi pemerintahan-pemerintahan sub-nasional ini untuk
memiliki kerangka pengelolaan hutang dan investasi mereka secara efektif. Mengingat
cukup tingginya arus keuangan untuk pemerintah daerah di Aceh pada tahun-tahun
mendatang, penting bagi pemerintah daerah untuk mengembangkan strategi yang jelas
untuk membuat investasi jangka panjang yang efektif.
4.8
Tujuan strategis dari pengelolaan aset adalah untuk pengelolan aset daerah secara efektif
melalui penggunaan rencana pengelolaan aset jangka panjang. Secara eksplisit
penekanan dilektakan pada pengelolaan jangka panjang dan aset-aset ini harus
mendukung tujuan pemberian layanan publik daerah. Kerangka penelitian ini tidak
mengukur nilai dari aset terhadap ekonomi daerah, atau apakah mereka merupakan
kontributor atau penyerap pendapatan tetapi penelitian ini mengevaluasi cara-cara
pengelolaan aset-aset ini. Kapasitas pengelolaan aset dibagi menjadi empat hasil: hasil
pertama menyangkut prosedur dan mekanisme untuk memastikan BUMD dikelola secara
efektif; hasil dua menyangkut kebijakan, prosedur dan kontrol untuk pembelian aset baru
dan pengelolaan aset jangka panjang secara efektif; hasil tiga menyangkut dasar informasi
untuk mendukung pengelolaan aset; dan hasil empat menyangkut kaitan antara
pengelolaan aset dengan rencana dan anggaran.
33
Aceh Utara
100
Banda Aceh
Aceh Besar
80
A. Barat Daya
Aceh Timur
60
40
Lhokseumawe
Langsa
20
Nagan Raya
Simeulue
0
Aceh Tengah
Singkil
Aceh Barat
Gayo Lues
A. Tamiang
Pidie
Bireuen
Aceh Selatan
Pengelolaan aset
Sabang
A. Tenggara
Rata rata
Pengelolaan aset: yang berkinerja baik dan yang berkinerja kurang baik
Nilai rata-rata adalah 37 persen. Lagi-lagi Aceh Utara mendapatkan nilai paling tinggi untuk
pengelolaan aset (68 persen). Aceh Jaya dan Aceh Barat Daya mendapatkan nilai terendah
(14 persen). Aceh Utara mendapatkan nilai yang baik untuk hasil satu, dengan adanya
konsistensi antara kegiatan yang diusulkan untuk Badan Usaha Milik Daerah dengan
rencana pembangunan strategis, rencana bisnis dievaluasi oleh pemerintah daerah untuk
mempertimbangkan pembentukan perusahaan baru dan transaksi-transaksi perusahaan
dievaluasi oleh auditor internal. Hasil dua mendapatkan nilai buruk dengan dua dari tiga
indikator tidak dipenuhi. Aceh Utara tidak memiliki peraturan daerah untuk dijadikan
sebagai kebijakan dan rencana pengelolaan aset daerah dan juga tidak memiliki panduan
pengelolaan aset dan prosedur untuk dijadikan rujukan pengelolaan aset. Hasil tiga
sebagian besar terpenuhi, dengan adanya deskripsi fisik aset yang memadai yang
disertakan pada catatan aset-aset secara tepat. Hasil empat, dengan hanya satu indikator
rencana dan anggaran kabupaten mencerminkan biaya perawatan aset yang tercatat
dalam rencana perawatan tidak terealisasi.
Aceh Barat Daya mendapatkan angka nol untuk hasil satu, dua dan empat. Untuk hasil dua
yang menyangkut kebijakan, prosedur dan kendali Aceh Barat Daya mendapatkan angka nol
karena pemerintah daerah mengunakan Keputusan Menteri Dalam Negeri (Kepmendagri)
dan SK Bupati dan bukan membuat Perda baru. Hasil tiga mendapatkan nilai yang lebih
baik, karena aset diberikan nomor pengenal yang berbeda satu dengan yang lain, lokasilokasi aset dicatat dengan baik dan nama pejabat yang bertanggung jawab atas aset
tersebut juga dicatat dengan baik. Semua indikator-indikator lainnya untuk bidang strategis
pengelolaan aset tidak terealisasi. Sejak pemisahan dengan Aceh Barat, hampir semua aset
di kabupaten baru ini masih berada di bawah kewenangan kabupaten asal. Tidak ada
34
perusahaan daerah yang tercatat walaupun sedang dilakukan pembentukan dan pemilihan.
Kota Lhokseumawe juga mendapatkan nilai yang buruk (18 persen) tetapi angka yang
rendah ini sebagian disebabkan karena ketiadaan Badan Usaha Milik Daerah sampai
dengan akhir tahun 2006 dan dalam rencana pembangunan jangka menengah tidak ada
rencana untuk membentuk Badan Usaha Milik Daerah. Aceh Utara, sebagai kabupaten
induknya, mempertahankan kendali atas semua Badan Usaha Milik Daerah. Pergantian
walikota dan kepala kantor dinas yang sering terjadi mengakibatkan kurangnya
perencanaan strategis di wilayah ini. Aset-aset pemerintah yang lain seperti kantor, kurang
memadai dan prosedur untuk memastikan perawatan aset kurang.
Dua belas pemerintah daerah di Aceh mendapatkan nilai di bawah 40 persen (buruk/
sangat buruk) untuk pengelolaan aset. Hal ini berarti lebih dari separuh dari pemerintahan
gagal dalam bidang pengelolaan keuangan ini. Buruknya pengelolaan keuangan aset yang
dimiliki oleh kabupaten berarti bahwa aset-aset ini memiliki kinerja kurang. Hal ini perlu
dikhawatirkan mengingat skala rekonstruksi di Aceh pada saat ini dan pentingnya merawat
aset-aset yang baru didapat ini. Perlu dilakukan peningkatan kapasitas pada bidang ini dan
peraturan dan kebijakan perlu untuk dibuat dan dilaksanakan segera untuk memastikan
pemerintah daerah dapat mengelola aset-aset ini dengan baik
4.9
Mekanisme audit eksternal yang efektif memainkan peranan penting dalam menciptakan
dan mempertahankan pemerintah daerah yang akuntabel. Badan Pemeriksaan Keuangan
atau BPK memiliki tugas untuk melaksanakan audit eksternal dan hasil dari audit tersebut
diserahkan dan seharusnya dibahas oleh DPRD. Peran utama dari DPRD adalah untuk
memberikan pengawasan independen terhadap fungsi pemerintah daerah, eksekutif.
Semakin lemah audit internal, semakin penting peran audit eksternal.
Audit eksternal memiliki dua hasil dan sembilan indikator. Hasil satu menyangkut
pelaksanaan audit eksternal secara berkala untuk memberikan akuntabilitas kepada
pemerintah daerah secara efektif. Hasil dua berfokus pada keberadaan pengawasan
independen terhadap pengelolaan keuangan pemerintah daerah yang efektif.
35
Aceh Utara
100
Banda Aceh
Aceh Besar
80
A. Barat Daya
Aceh Timur
60
40
Lhokseumawe
Langsa
20
Nagan Raya
Simeulue
0
Aceh Tengah
Singkil
Aceh Barat
Gayo Lues
A. Tamiang
Pidie
Bireuen
Sabang
Aceh Selatan
Audit dan
A. Tenggara
Rata rata
Audit Eksternal: yang berkinerja baik dan yang berkinerja kurang baik
Nilai rata-rata untuk audit eksternal adalah 36 persen. Tiga pemerintah daerah
mendapatkan nilai diterima dan 13 mendapatkan nilai buruk/sangat buruk
Banda Aceh, Aceh Besar dan Aceh Utara semuanya mendapatkan nilai 67 persen,
memenuhi enam dari sembilan indikator. Aceh Barat dan Nagan Raya tidak memenuhi
satupun indikator, dan mendapatkan nilai nol untuk audit eksternal. Aceh Besar memenuhi
tiga dari empat indikator pada hasil satu. Laporan keuangan tahunan diserahkan untuk
pemeriksaan ke BPK dalam batas waktu yang ditetapkan menurut hukum, masyarakat
dapat menghadiri sidang DPRD pada saat laporan pemeriksaan dibahas dan laporan audit
eksternal berisikan opini pemeriksaan yang dapat dipahami oleh masyarakat awam. Namun
laporan audit tidak dipublikasikan di media-media setempat atau dipasang pada papan
pengumuman resmi agar dapat dilihat oleh masyarakat. Untuk hasil yang diharapkan
mengenai pengawasan independen yang efektif, DPRD mengawasi dan mengevaluasi
kinerja pemerintah daerah, memberikan persetujuan kepada laporan tahunan terakhir tanpa
catatan, tidak memberikan sanksi atau memastikan sanksi ditegakkan dan laporan audit
tidak menyarankan untuk dimulainya investigasi mengenai korupsi.
Nagan Raya dan Aceh Barat tidak memiliki sistem audit eksternal. Walaupun nilai untuk
audit internal di kedua wilayah ini di atas 60 persen, ketiadaaan mekanisme audit eksternal
oleh badan independen perlu untuk dijadikan perhatian.
36
Bab 5
Isu-isu Utama
Kurangnya transparansi
Satu hal lagi yang penting dalam pengelolaan keuangan yang efektif adalah garis
akuntabilitas yang jelas. Bagian utama dari hal ini adalah keterlibatan publik dan
pengawasan keuangan oleh publik. Walaupun dijanjikan, informasi keuangan
39
pemerintah daerah terkadang sulit diakses oleh anggota masyarakat, media dan
kelompok-kelompok masyarakat. Walaupun telah terdapat perkembangan dalam
mendorong partisipasi publik yang lebih besar, standar yang lebih tinggi tidak dapat
ditemukan pada pemerintah daerah. Sementara pemerintah daerah mengatakan
telah mendorong partisipasi publik, tidak terlihat adanya keterlibatan yang berarti.
Merubah budaya pemerintahan dalam hal ini merupakan suatu proyek jangka
panjang dan perkembangan lebih lanjut dapat dicapai dengan memberikan tekanan
kepada pemerintah daerah secara internal melalui media setempat dan kelompokkelompok masyarakat.
40
Pemekaran daerah
Aceh Utara dan Lhokseumawe memberikan perbandingan yang bisa menarik, karena
mereka mendapatkan nilai yang sangat jauh berbeda (69 persen dibandingkan
dengan 29 persen) walaupun lima tahun yang lalu kedua kabupaten ini membentuk
satu kabupaten yang sama. Sebagai tambahan, Aceh Utara, mendapatkan hasil yang
relatif baik, terlepas dari tingkat kemiskinan yang relative tinggi. Walaupun survei ini
tidak berusaha untuk menghubungkan hasil pengelolaan keuangan dengan tingkat
kemiskinan atau indikator-indikator lainnya, bagaimanapun juga, perlu dicatat bahwa
hasil yang baik dicapai walaupun tingkat kemiskinan di daerah ini relatif tinggi.
Banyak responden yang menyebutkan kemauan dan komitmen politik tingkat tinggi
dari pimpinan pemerintah daerah sebagai pendorong utama reformasi pengelolaan
keuangan dan bukannya indikator ekonomi yang kuat. Upaya-upaya reformasi
pemerintahan telah didukung oleh DPRD, LSM dan kelompok-kelompok masyarakat
41
Bab 6
Langkah ke depan
Hasil-hasil yang didapatkan dari pelaksaan kerangka PKP disebarluaskan pada semua
pemerintah daerah di Aceh. Sebuah road show pada bulan Maret 2007 menyebarluaskan hasil
ini, bersamaan dengan Kajian Pengeluaran Publik Aceh. Setiap pemerintah daerah akan dapat
menilai kinerjanya sendiri dan membandingkan dengan kinerja rekan-rekannya yang lain.
Kelemahan-kelemahan tertentu akan diidentifikasi bersama-sama dengan langkah-langkah
praktis yang dapat diambil untuk meningkatkan kapasitas pada bidang-bidang tertentu.
Adalah penting terjadi berbagi pengetahuan di antara pemerintah daerah sehingga pemerintah
daerah yang memiliki kinerja baik di bidang tertentu dapat membantu pemerintah daerah
dengan kinerja yang lebih rendah. Mitra-mitra pembangunan dapat membantu memfasilitasi hal
ini. Pembelajaran horisontal antara para pemerintah daerah bisa menjadi lebih efektif dalam
mengembangkan kapasitas pengelolaan keuangan ketimbang intervensi peningkatan kapasitas
oleh donor atau LSM. Mengingat nilai yang didapat oleh Aceh Utara di hampir semua bidang
strategis cukup tinggi, kabupaten ini dapat memainkan peranan penting dalam menyebarkan
informasi mengenai bagaimana meningkatkan kapasitas. Mekanisme yang sesuai perlu untuk
dikembangkan untuk memungkinkan penyebaran informasi dari pemerintah daerah dengan
kinerja yang lebih baik ke pemerintah daerah dengan kinerja yang kurang untuk memahami
mengapa mereka dapat memiliki kinerja yang lebih baik. Penelitian kualitatif akan dilaksanakan
di pemerintah daerah berkinerja tinggi untuk mendapatkan pemahaman mengapa mereka
memiliki kinerja yang baik bersama-sama dengan penelitian pararel pada kabupaten dengan
kinerja yang lebih rendah agar didapatkan pemahaman mengenai hambatan-hambatan yang
menghalangi pencapaian hasil yang lebih baik.
Pemerintah daerah harus didukung untuk mengambil inisiatif dalam mengembangkan kapasitas
pengelolaan keuangan. Dalam rangka mendukung pembangunan kapasitas, terdapat juga ada
peran dari lembaga non pemerintah. Kerjasama yang erat antar lembaga-lembaga ini menjadi
penting pada saat kerangka PKP digunakan di luar Aceh. Disarankan untuk mengembangkan
website khusus untuk hasil-hasil PKP ini yang mana hasil-hasil ini dapat ditambahkan, dan juga
pemerintah daerah dan lembaga-lembaga lainnya dapat mengaksesnya. Keterbukaan sangat
penting untuk memastikan pemerintah daerah menjadi pusat dari proses ini. Penting juga untuk
menjelaskan bahwa tujuan kerangka ini bukan mendapatkan ranking pemerintah daerah.
Dalam jangka pendek, disarankan untuk berfokus pada beberapa bidang saja untuk mencapai
hasil yang terlihat dalam kerangka waktu yang terbatas. Bidang-bidang yang disarankan meliputi
perencanaan dan penganggaran, bidang utama dan merupakan salah satu bidang di mana
pemerintah daerah mendapatkan nilai yang buruk. Mengingat besarnya dana yang mengalir ke
pemerintah daerah di Aceh, hal ini adalah kelemahan yang perlu untuk diperhatikan segera.
Bidang lain yang perlu dimasukkan adalah bidang-bidang yang dapat diperbaiki dengan relatif
mudah. Sebagai contoh, apabila pemerintah daerah memiliki kerangka peraturan perundangan
daerah yang kuat ada kesempatan untuk mentransfer kerangka ini ke pemerintah daerah
lainnya dengan relatif mudah.
Pemerintah daerah juga dapat diberi insentif untuk mengembangkan kapasitas. Perbaikan di
kapasitas pengelolaan keuangan dapat dikaitkan dengan pendapatan, bisa melalui DAU (dana
otsus sebesar 2 persen) atau bahkan melalui dana khusus seperti DAK. Sebagai contoh, apabila
pemerintah daerah dapat membuktikan bahwa mereka telah meningkatkan kapasitas untuk
mengelola keuangan mereka sendiri dana tambahan dapat diberikan.
45
Lampiran
Kerangka Peraturan
Perundangan Daerah
Perencanaan dan
Penganggaran
Pengelolaan Kas
Akuntansi dan
Pelaporan
Hasil
Adanya kerangka peraturan peraturan perundangan
daerah yang komprehensif sebagaimana diamanatkan
oleh kerangka hukum nasional mengenai pengelolaan
keuangan daerah
Kerangka peraturan perundangan daerah mengatur
mengenai penegakan hukum dan struktur organisasi
yang efektif
Kerangka peraturan perundangan daerah mencakup
ketentuan-ketentuan untuk meningkatkan transparansi
dan partisipasi masyarakat
Adanya hubungan yang konsisten antara proses
perencanaan bottom-up yang partisipatif, perencanaan
pembangunan daerah, perencanaan sektoral dan APBD
Jumlah
Indikator
12
7
6
25
17
8
9
4
53
10
11
17
6
44
47
3
50
7
3
9
8
27
47
Lampiran
Audit Internal
Pengelolaan Aset
5
11
2
18
8
8
10
3
8
1
efektifitas
22
4
efektifitas
9
256
48
YA
TIDAK
HASIL NO. 1
ADANYA KERANGKA PERATURAN PERATURAN PERUNDANGAN DAERAH YANG
KOMPREHENSIF SEBAGAIMANA DIAMANATKAN OLEH KERANGKA HUKUM
NASIONAL MENGENAI PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH
1. Peraturan perundangan daerah mengenai penyusunan dokumen
perencanaan dan proses konsultasi publik telah disahkan
PEDOMAN
PASTIKAN BAHWA PERATURAN PERUNDANGAN DAERAH TELAH DISAHKAN
(KEPATUHAN TERHADAP KERANGKA PERATURAN PERUNDANGAN NASIONAL
AKAN DIUJI DI MASING-MASING BIDANG STRATEGIS TERKAIT).
Peraturan perundangan daerah dapat berupa: Perda, Surat Keputusan /
Peraturan Kepala Daerah
Rencana Kerja dan Anggaran Satuan Kerja Pemerintah Daerah (RKA SKPD)
Lampiran
HASIL NO. 2
KERANGKA PERATURAN PERUNDANGAN DAERAH MENGATUR MENGENAI
PENEGAKAN HUKUM DAN STRUKTUR ORGANISASI YANG EFEKTIF
Tepat waktu: dalam waktu 2 bulan setelah disahkan, atau jangka waktu lainnya
yang wajar.
Komprehensif: semua unit kerja terkait mengikuti sosialisasi
Apakah LPJ menyediakan informasi mengenai pelaksanaan peraturan daerah?
6. Ada peraturan mengenai monitoring Kinerja pegawai berdasarkan indikatorindikator yang terukur
HASIL NO. 3
KERANGKA PERATURAN PERUNDANGAN DAERAH MENCAKUP KETENTUANKETENTUAN UNTUK MENINGKATKAN TRANSPARANSI DAN PARTISIPASI
MASYARAKAT
1. Prosedur bagi partisipasi masyarakat dalam proses perencanaan dari bawah
diakomodir dalam peraturan perundangan daerah
2. Proses penganggaran mencakup komponen partisipatif
3. Elemen-elemen partisipatif dalam proses penyusunan kebijakan telah
ditetapkan
4. Peraturan perundangan daerah mengenai konsultasi publik mencakup proses
konsultasi dalam perencanaan pembangunan, penganggaran, penetapan
kebijakan serta evaluasi terhadap kegiatan yang telah diimplementasikan
X
Terminologi lama: Musbangdes(tingkat desa), UDKP (tingkat kecamatan) dan
Rakorbang (tingkat kabupaten)
Terminologi baru: Musrenbang
Contoh komponen partisipatif dapat mencakup konsultasi dengan masyarakat
sipil, forum stakeholder dll.
Hal ini dapat mencakup konsultasi publik (public hearing) terhadap rancangan
peraturan perundangan daerah melalui lembaga-lembaga seperti forum
stakeholder
Periksa kelengkapan Perda mengenai proses konsultasi Untuk mengisi YA,
seluruh aktivitas yang terdaftar harus tercakup. Aktivitas juga dapat berupa iklan
di media lokal mengenai rancangan anggaran di mana masukan dan komentar
diterima
50
Akses ini dapat bersifat secara fisik atau melalui radio, dll.
SKOR HASIL 3
YA
TIDAK
PEDOMAN
HASIL NO. 1
ADANYA HUBUNGAN YANG KONSISTEN ANTARA PROSES PERENCANAAN
BOTTOM-UP YANG PARTISIPATIF, PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH,
PERENCANAAN SEKTORAL DAN APBD
1. Proses - Musbangdes berdasarkan kebutuhan masyarakat
2. Hasil perencanaan dari bawah tidak mencakup usulan yang tidak wajar
(Daftar Belanja)
3. RPJMD merupakan dokumen yang realistis serta berisi strategi, program (dan
kegiatan) yang terkait dengan sasaran
AKU
Lampiran
Apakah outcome (hasil) yang disebutkan memang berkaitan dengan masingmasing program?
Cek DASK badan-badan tertentu dan bandingkan dengan dokumen
perencanaannya
Rencana pembangunan jangka menengah
Cek dengan Bagian Keuangan apakah plafon anggaran memang ada dan apa
dasarnya
HASIL NO. 2
ANGGARAN BERDASARKAN KERANGKA JANGKA MENENGAH
1. Kerangka pengeluaran jangka menengah (MTEF) diimplementasikan
2. Kerangka jangka menengah digunakan dalam perencanaan dan proyeksi
anggaran
X
Ditentukan oleh Undang Undang No. 17/2003, dasar untuk penganggaran multiyear
Apakah ada pertimbangan anggaran jangka menengah? Cek dengan Unit
Keuangan
52
LPJ 5 tahunan
0
1. APBD disahkan dalam batas waktu yang ditentukan dalam kalender anggaran
2. Proyeksi pendapatan bulanan dan triwulanan dicantumkan dalam anggaran
3. Terdapat strategi untuk meningkatkan pendapatan yang sesuai dengan
kerangka hukum nasional
X
Landasan program penanggulan kemiskinan apabila ada. Cek juga informasi
dari program-program yang dilakukan oleh NGO
Lampiran
7. Belanja untuk pelayanan umum (publik) telah meningkat dalam tiga tahun
sebelumnya
Rasio antara belanja aparatur dan belanja publik telah meningkat dalam tiga
tahun terakhir. Belanja publik sebaiknya belanja publik langsung.
Berapa besarkan bagi hasil pendapatan untuk setiap desa? Memadai paling
sedikit Rp.10-20 juta tersedia untuk kegiatan pembangunan (tergantung pada
ukuran dan populasi desa)
SKOR HASIL 4
HASIL NO. 5
SISTEM PEMANTAUAN DAN EVALUASI PARTISIPATIF YANG KOMPREHENSIF
DALAM PROSES PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN TELAH TERBENTUK
1. Kegiatan yang direncanakan namun tidak masuk dalam anggaran diteliti
ulang dan disertakan pada waktu perubahan anggaran atau tahun anggaran
berikutnya
2. SKPD memegang catatan kegiatan-kegiatan yang direncanakan dan yang
terrealisasi, termasuk realisasi anggaran dibandingkan dengan anggaran
yang direncanakan
3. Indikator output dalam anggaran diukur setidaknya setiap enam bulan
4. LAKIP dan LPJ diverifikasi oleh Bawasda
5. Catatan mengenai kegiatan yang dianggarkan yang sebelumnya diputuskan
dalam proses perencanaan dari-bawah dibawa kembali dan diumumkan ke
desa dan kecamatan
6. Dokumen perencanaan dan penganggaran tersedia untuk umum dan mudah
diakses oleh umum
Apa yang terjadi dengan kegiatan yang telah direncanakan namun tidak masuk
dalam anggaran?
Cek dengan sektor yang tertentu yang dipilih apakah mereka mengikuti
perkembangan pengeluaran
Verifikasi dengan Bagian Keuangan
Mintakan ke Bawasda rencana audit dan laporannya
Apakah ada evaluasi?
Diumumkan di mana?
54
X
Cek SKO dan SPMU, SPM dan SPP
YA
TIDAK
PEDOMAN
HASIL NO. 1
KEBIJAKAN, PROSEDUR, DAN PENGENDALIAN UNTUK MENDORONG
PENGELOLAAN KAS YANG EFISIEN TELAH DIBENTUK
1. Ada pedoman tertulis mengenai kebijakan dan prosedur pengelolaan kas
Lampiran
9. Pelatihan reguler dengan materi yang relevan untuk staf pengelolaan kas
dilakukan
Reguler paling tidak setahun sekali, sumber informasi SK yang menyatakan staf
untuk mengikuti pelatihan
Relevan: pelatihan mengenai peraturan perundangan yang baru
HASIL NO. 2
PENERIMAAN KAS, PEMBAYARAN KAS, SERTA SURPLUS KAS TEMPORER
DIKELOLA DAN DIKENDALIKAN SECARA EFISIEN
1. Seluruh penerimaan disetorkan ke dalam suatu rekening bank tunggal, atau
sebagai alternatif, penerimaan dikumpulkan di Perbendaharaan
4. Dasar penilaian pendapatan daerah ditetapkan oleh Dinas pendapatan (hal ini
tidak berlaku untuk pajak penerangan jalan)
5. Seluruh pembayaran melebihi 5 juta rupiah pada umumnya dilakukan melalui
transfer bank
6. Pembayaran kepada kontraktor dilakukan sesuai dengan syarat dan kondisi
kontrak
7. Catatan pembayaran dan penerimaan di bagian perbendaharaan telah
terkomputerisasi
8. Prakiraan arus kas dilakukan untuk periode tertentu dan selisih yang ada
dianalisa
9. Rekonsiliasi rutin atas rekening koran bank, deposito jangka pendek, piutang,
serta hutang dengan saldo pada buku besar/buku pembantu
Cek apakah karakteristik pengelolaan hutang yang baik berikut ini telah
dilaksanakan
Cek apakah kontrak mengatur cara pembayaran
Apakah sudah menggunakan perangkat lunak, ataukah dilakukan secara
manual?
HASIL SKOR 2
56
HASIL NO. 3
TERDAPAT SISTEM PENAGIHAN DAN PEMUNGUTAN PENDAPATAN DAERAH YANG
EFISIEN
1. Kebijakan mengenai pungutan dan pajak daerah ditetapkan dalam peraturan
daerah
2. Pengaturan terinci tata administrasi pajak dan retribusi ditetapkan dalam
bentuk manual pendapatan
X
Periksa isi Perda mengenai pajak dan retribusi
Apakah terdapat manual pendapatan? Cek ke Dispenda atau BPKD
Apakah Perda untuk pajak dan retribusi disetujui oleh MoHA dan MoF
Rincian mengenai nama, alamat, nomor referensi, dan jumlah yang ditagih untuk
tiap pembayar pajak daerah dicatat
Tepat pada waktunya: paling lambat dalam waktu satu minggu setelah tanggal
jatuh tempo, verifikasikan dengan staf Dispenda, BPKD, dan mintalah
dokumentasinya
Verifikasi pada Dispenda atau BPKD
Tepat waktu: segera dan setiap waktu, Verifikasi pada Dispenda atau BPKD
13. Sanksi yang tegas diberlakukan untuk debitur yang masih berhutang
Apakah terdapat penalti atau prosedur lain yang biasa dikenakan? Verifikasikan
dengan Dispenda atau BPKD
HASIL SKOR 3
Lampiran
HASIL NO. 4
Peningkatan dan penanganan manajemen pendapatan
HASIL SKOR 4
YA
TIDAK
PEDOMAN
HASIL NO. 1
58
Periksa apakah terdapat manual pengadaan dan mengatur mengenai semua hal
ini.
8. Seluruh satuan kerja yang membeli barang dan jasa eksternal membuat
perencaan pengadaan tahunan untuk kegiatan yang disetujui anggarannya.
10.Minimal 75% dari total nilai pengadaan barang dan jasa dilakukan melalui
lelang terbuka
11.Panitia pengadaan menyampaikan informasi kepada masyarakat
12.Hukum dan penghargaan diterapkan kepada anggota panitia
Praktik untuk hal ini harus dicek dengan Dinas PU atau badan lainnya yang sering
terlibat dalam pengadaan. Periksa dengan BPKD atau Bagian Keuangan.
16. Seluruh dokumen tender dijaga kerahasiaannya dalam suatu tempat yang
aman sebelum dilakukan pembukaan penawaran
Praktik untuk hal ini harus dicek dengan Dinas PU atau badan lainnya yang sering
terlibat dalam pengadaan. Periksa dengan BPKD atau Bagian Keuangan.
17. Kontrak yang tidak diberikan kepada penawar terendah harus mematuhi
aturan pengadaan barang dan jasa
Praktik untuk hal ini harus dicek dengan Dinas PU atau badan lainnya yang sering
terlibat dalam pengadaan. Periksa dengan BPKD atau Bagian Keuangan.
18. Kinerja kontraktor diawasi dan dilaporkan kepada panitia pengadaan untuk
referensi di masa datang
Praktik untuk hal ini harus dicek dengan Dinas PU atau badan lainnya yang sering
terlibat dalam pengadaan. Periksa dengan BPKD atau Bagian Keuangan.
Praktik untuk hal ini harus dicek dengan Dinas PU atau badan lainnya yang sering
terlibat dalam pengadaan. Periksa dengan BPKD atau Bagian Keuangan.
Praktik untuk hal ini harus dicek dengan Dinas PU atau badan lainnya yang sering
terlibat dalam pengadaan. Periksa dengan BPKD atau Bagian Keuangan.
Lampiran
22. Rincian informasi yang disediakan dalam proses penjelasan pada bidder
yang gagal dicatat dan disimpan dalam file.
Praktik untuk hal ini harus dicek dengan Dinas PU atau badan lainnya yang sering
terlibat dalam pengadaan. Periksa dengan BPKD atau Bagian Keuangan.
24. Semua aktivitas pengadaan diaudit oleh Bawasda, serta hasil audit
dimasukkan dalam laporan audit rutin.
25. Tidak ada permasalahan serius mengenai pengadaan barang dan jasa
dalam laporan Bawasda pada tahun sebelumnya.
27. Peraturan daerah menetapkan sanksi tertentu jika panitia pengadaan tidak
mengikuti kebijakan pengadaan
Apakah ada peraturan tertulis mengenai hal ini? Periksa Perda pengadaan, kode
etik, dll
30. Tender yang tidak memenuhi peraturan dan tender yang berhubungan
dengan tindakan penyimpangan ditolak
31. Tender yang diajukan oleh penyedia barang dan jasa yang masuk daftarhitam ditolak
32. Tindakan diambil atas rekanan yang tebukti bersalah atas praktik kolusi
setelah kontrak dibuat
Contohnya mungkin berupa laporan audit Bawasda, dan catatan keluhan publik
60
39. Penjelasan diberikan kepada bidder yang gagal dalam tender publik dan
daftar hadir disimpan.
40. Asset tak bergerak dijual pronsipnya berbasis pada penawaran kompetitif
atau penawaran khusus
Pelaksanaan masalah ini perlu dicek dengan PU atau Dinas lain yang terlibat
langsung dalam kegiatan pengadaan. Cek ke BPKD atau Bagian Keuangan
Periksa keberatan formal atau jawaban pertanyaan oleh panitia and periksa
bahwa panitia mempunyai "daftar hitam perusahaan"
45. Prosedur untuk evaluasi usulan (teknis dan biaya) jelas dan terbuka
Cek prosedur evaluasi usulan, cek siapa yang menerima dokumen usulan,
dimana dokumen dibuka, adakah masyarakat atau pihak terkait terlibat, dan
adakah laporan kemajuan disampaikan
HASIL NO. 2
SUATU SISTEM PENANGANAN PENGADUAN RESMI BEROPERASI
Cek auditor internal (BAWASDA) dan eksternal (BPK), kontraktor dan masyarakat
HASIL SKOR 2
Lampiran
YA
TIDAK
HASIL NO. 1
ADANYA KAPASITAS SDM DAN KELEMBAGAAN YANG MEMADAI UNTUK FUNGSI
AKUNTANSI DAN KEUANGAN
PEDOMAN
Indikator 1-3 hanya berlaku untuk pemerintah daerah yang telah
mengimplementasikan BPKD. Yang lain secara otomatis memiliki nilai 0.
Ada: Bangunan
Fungsi: kapasitas institusional
Staf berkualifikasi: Akuntan sebagai staf?
Cek komprehensivitas dasar hukum BPKD Kantor yang tersedia? Staf yang
ditugaskan?
6. Paling tidak 10 persen dari staf BPKD merupakan lulusan D3 akuntansi atau
lebih tinggi
7. BPKD memiliki komputer yang cukup untuk melaksanakan tugasnya
HASIL SKOR 1
HASIL NO. 2
SISTEM INFORMASI AKUNTANSI DAN MANAJEMEN sudah TERINTEGRASI
62
HASIL NO. 3
SELURUH TRANSAKSI DAN SALDO KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH DICATAT
SECARA AKURAT DAN TEPAT WAKTU
Periksa
Dokumen investasi
X
Periksa APBD secara acak
Periksa:
Laporan internal menyajikan angka anggaran dan realisasi, serta
selisihnya
Laporan internal diserahkan kepada manajer atu pengambil keputusan
secara periodik dan tepat waktu
Manajer mengkaji ulang laporan internal dan membuat keputusan
berdasarkan laporan internal
Lampiran
4.
5.
6.
7.
8.
Neraca disajikan
Laporan realisasi anggaran atau laporan perhitungan APBD disajikan
Laporan arus kas disajikan
Catatan atas laporan keuangan/nota perhitungan APBD disajikan
Laporan keuangan diserahkan tepat pada waktu untuk pemeriksaan (audit)
HASIL SKOR 4
0
0
YA
TIDAK
HASIL NO. 1
BAWASDA TERORGANISIR DAN DIBERDAYAKAN UNTUK BEROPERASI DENGAN
EFEKTIF
PEDOMAN
Sebagian besar indikator berikut ini ditanyakan kepada Bawasda
1. Peran dan tanggung jawab seluruh pegawai Bawasda ditetapkan secara jelas
dalam peraturan daerah
Periksa apakah ada Perda mengenai audit internal, dan apakah Perda terasebut
mengatur mengenai hal ini
3. Bawasda memiliki staf yang berkualifikasi dalam jumlah yang cukup, termasuk
staf yang mempunyai latar belakang akunting yang bersertifikasi
Periksa dengan staf Bawasda apakah terdapat staf yang berasal dari BPKD?
Tanyakan sertifikasi audit.
HASIL SKOR 1
HASIL NO. 2
STANDAR DAN PROSEDUR AUDIT INTERNAL YANG DIAPLIKASIKAN DAPAT
DITERIMA
1. Audit internal dilaksanakan sesuai dengan Rencana Kegiatan Pemerikasaan
2. Bawasda mengaudit seluruh kegiatan pemerintah daerah
64
4. Terdapat program audit internal untuk seluruh jenis aset dan kewajiban
pemerintah serta seluruh aktivitas pemerintah
Termasuk apa yang diaudit, prosedur yang dijalani, jangka waktu aktivitas yang
tercakup, jangka waktu penugasan, penjelasan atau kualifikasi bila ada,
prosedur dan pengujian yang tidak dapat dijalankan, pembatasan lingkup,
kepatuhan terhadap peraturan yang dapat diterapkan
Periksa dengan kepala daerah
Sudahkah BPK mengaudit laporan ini? Periksa laporan BPK apabila
memungkinkan
HASIL SKOR 3
Lampiran
YA
TIDAK
PEDOMAN
HASIL NO. 1
Cek ada atau tidaknya kebijakan tersebut dan pelaksanaan dengan staf BPKD
8. Transaksi hutang dan investasi dilaporkan tepat waktu dalam laporan kuangan
kepada Wali Kota/Bupati
Periksa APBD
HASIL SKOR 1
66
YA
TIDAK
PEDOMAN
HASIL NO. 1
TERDAPAT PROSEDUR DAN MEKANISME UNTUK MEMASTIKAN EFEKTIFITAS
TATA KELOLA BUMD
1. Usulan kegiatan yang diajukan BUMD konsisten dengan rencana strategis
pemerintah daerah.
Cek ke pimpinan BUMD yang dipilih secara acak mengenai permasalahan ini
dan verifikasikan dengan staf BPKD.
HASIL SKOR 1
HASIL NO. 2
DITETAPKAN DAN DILAKSANAKANNYA KEBIJAKAN, PROSEDUR, DAN
PENGENDALIAN MENGENAI perolehan ASET DAN PENGELOLAAN ASET tetap
YANG dimiliki secara EFEKTIF
1. Peraturan daerah yang berlaku menetapkan kebijakan dan rencana
pengelolaan kekayaan daerah, termasuk aset tetap (aset fisik jangka
X
Cek Perda mengenai pengelolaan keuangan apakah mengatur mengenai
pengelolaan aset. Atau dalam Perda yang terpisah?
Lampiran
panjang)
2. Tugas pejabat yang diberi tanggung jawab tertentu untuk mengelola aset
ditetapkan dalam peraturan daerah.
HASIL NO. 3
BASIS INFORMASI PENDUKUNG PENGELOLAAN ASET DITETAPKAN DAN
DIPELIHARA
1. Deskripsi mengenai aset fisik dijelaskan
2. Aset diberi nomor identifikasi yang khusus
3. Rincian pembelian dicatat
4. Lokasi aset dicatat
5. Nama pejabat yang bertanggung jawab atas aset dicatat
6. Kondisi aset saat ini dicatat
7. Informasi akuntansi dicatat (nilai buku)
8. Aset bergerak dicek secara fisik paling tidak sekali setahun dan hasilnya
dibandingkan dengan catatan.
HASIL SKOR 3
HASIL NO. 4
PENGELOLAAN ASET DIHUBUNGKAN DENGAN PERENCANAAN DAN
PENGANGGARAN (APBD)
X
Cek pelaksanaanya ke BPKD dan mintalah contoh
Cek pelaksanaanya ke BPKD dan mintalah contoh
Cek pelaksanaanya ke BPKD dan mintalah contoh
Cek pelaksanaanya ke BPKD dan mintalah contoh
Cek pelaksanaanya ke BPKD dan mintalah contoh
Cek pelaksanaanya ke BPKD dan mintalah contoh
Cek pelaksanaanya ke BPKD dan mintalah contoh
Cek pelaksanaanya ke BPKD dan mintalah contoh
Periksa rencana kerja tahunan dan APBD, DASK, dan Renja SKPD
HASIL SKOR 4
68
Ya
Tidak
Pedoman
Apabila dalam dua tahun terakhir tidak diaudit oleh auditor eksternal,
maka tidak mendapat skor. Cek di bagian Keuangan (kliping)
HASIL SKOR 1
HASIL NO. 2
ADANYA PEMANTAU INDEPENDEN YANG EFEKTIF TERHADAP
MANAJEMEN KEUANGAN DAERAH
1. DPRD mengawasi dan mengevaluasi kinerja Pemda berdasarkan
laporan keuangan, laporan audit dan laporan pertanggung jawaban
X
Cek dengan anggota DPRD
Lampiran
70
Lampiran
Banda Aceh
1
Bidang Strategis
Kerangka Peraturan
Perundangan Daerah
Perencanaan Dan
Penganggaran
Pengelolaan Kas
Pengadaan Barang
Dan Jasa
Akuntansi Dan
Pelaporan
Hasil
Adanya kerangka peraturan peraturan perundangan daerah yang
komprehensif sebagaimana diamanatkan oleh kerangka hukum nasional
mengenai pengelolaan keuangan daerah
Kerangka peraturan perundangan daerah mengatur mengenai penegakan
hukum dan struktur organisasi yang efektif
Kerangka peraturan perundangan daerah mencakup ketentuan-ketentuan
untuk meningkatkan transparansi dan partisipasi masyarakat
Adanya hubungan yang konsisten antara proses perencanaan bottom-up
yang partisipatif, perencanaan pembangunan daerah, perencanaan
sektoral dan apbd
Anggaran berdasarkan kerangka jangka menengah
Target anggaran layak dan berdasarkan proses penyusunan anggaran
yang realistis
Anggaran memihak kelompok-miskin
Sistem pemantauan dan evaluasi partisipatif yang komprehensif dalam
proses perencanaan dan penganggaran telah terbentuk
Pengendalian Pengeluaran Digunakan Untuk Memastikan Kinerja
Anggaran
Kebijakan, prosedur, dan pengendalian untuk mendorong pengelolaan kas
yang efisien telah dibentuk
Penerimaan kas, pembayaran kas, serta surplus kas temporer dikelola
dan dikendalikan secara efisien
Terdapat sistem penagihan dan pemungutan pendapatan daerah yang
efisien
Peningkatan dan penanganan manajemen pendapatan
Kebijakan, prosedur, dan pengendalian untuk mendorong effisiensi
pengadaan barang dan jasa yang kompetitif ditetapkan dan dilaksanakan
Suatu sistem penanganan pengaduan resmi beroperasi
Adanya kapasitas sdm dan kelembagaan yang memadai untuk fungsi
akuntansi dan keuangan
Sistem informasi akuntansi dan manajemen sudah terintegrasi
Seluruh transaksi dan saldo keuangan pemerintah daerah dicatat secara
akurat dan tepat waktu
Terdapat laporan keuangan dan informasi manajemen yang dapat
diandalkan
Audit Internal
Pengelolaan Aset
Average
Jumlah
indikator
tercapai
6
Jumlah
indikator
48%
8
25
17
1
10
3
11
3
4
9
9
53%
6
53
10
11
10
17
3
61%
32
6
44
47
2
68%
0
3
50
7
0
8
3
9
59%
2
6
2
56%
4
27
5
11
2
18
8
50%
4
8
10
5
0
8
1
41%
2
22
4
67%
57%
256
12
71
Lampiran
Aceh Besar
Bidang Strategis
Hasil
Kerangka Peraturan
Perundangan
Daerah
Perencanaan Dan
Penganggaran
Pengelolaan Kas
Pengadaan Barang
Dan Jasa
Akuntansi Dan
Pelaporan
Audit Internal
Hutang Dan
Investasi Publik
Pengelolaan Aset
Average
72
Jumlah
indikator
tercapai
6
Jumlah
indikator
56%
6
25
17
1
4
3
9
6
3
8
9
2
42%
4
4
53
10
11
10
17
2
48%
29
6
44
47
2
62%
0
3
50
7
3
5
3
9
59%
3
8
1
67%
3
27
5
11
2
18
8
38%
0
8
10
7
1
8
1
45%
3
22
4
12
67%
53%
256
Lampiran
Aceh Barat
Bidang Strategis
Hasil
Kerangka Peraturan
Perundangan Daerah
Perencanaan Dan
Penganggaran
Pengelolaan Kas
Pengadaan Barang
Dan Jasa
Akuntansi Dan
Pelaporan
Audit Internal
Pengelolaan Aset
Average
Jumlah
indikator
tercapai
1
Jumlah
indikator
12
8%
3
25
17
0
1
3
9
5
1
8
9
26%
1
53
10
11
11
17
1
50%
34
6
44
47
1
70%
1
3
50
7
1
1
3
9
19%
3
6
2
61%
4
27
5
11
2
18
8
50%
5
8
10
7
1
8
1
64%
0
22
4
0%
42%
256
73
Lampiran
Aceh Jaya
Bidang Strategis
Hasil
Kerangka Peraturan
Perundangan Daerah
Perencanaan Dan
Penganggaran
Pengelolaan Kas
Pengadaan Barang
Dan Jasa
Akuntansi Dan
Pelaporan
Audit Internal
Pengelolaan Aset
Average
74
Jumlah
indikator
tercapai
3
Jumlah
indikator
20%
3
25
17
1
3
3
9
3
1
8
9
25%
2
53
10
11
17
0
14%
17
6
44
47
0
34%
0
3
50
7
0
0
3
9
11%
2
0
0
11%
0
27
5
11
2
18
8
0%
0
8
10
3
0
8
1
14%
0
22
4
12
11%
19%
256
Lampiran
Nagan Raya
Bidang Strategis
Hasil
Kerangka Peraturan
Perundangan Daerah
Perencanaan Dan
Penganggaran
Pengelolaan Kas
Pengadaan Barang
Dan Jasa
Akuntansi Dan
Pelaporan
Audit Internal
Pengelolaan Aset
Average
Jumlah
indikator
tercapai
2
Jumlah
indikator
12%
2
25
17
0
1
3
9
4
2
8
9
25%
1
53
10
11
17
0
23%
30
6
44
47
2
64%
1
3
50
7
0
2
3
9
19%
4
6
2
67%
1
27
5
11
2
18
8
12%
4
8
10
5
0
8
1
41%
0
22
4
0%
33%
256
12
75
Lampiran
Aceh Timur
Bidang Strategis
Hasil
Kerangka Peraturan
Perundangan Daerah
Perencanaan Dan
Penganggaran
Pengelolaan Kas
Pengadaan Barang
Dan Jasa
Akuntansi Dan
Pelaporan
Audit Internal
Pengelolaan Aset
Average
76
Jumlah
indikator
tercapai
9
Jumlah
indikator
68%
10
25
17
0
3
3
9
6
6
8
9
51%
5
53
10
11
17
0
34%
32
6
44
47
0
64%
4
3
50
7
0
3
3
9
52%
3
9
2
78%
4
27
5
11
2
18
8
50%
4
8
10
4
0
8
1
36%
1
22
4
33%
52%
256
12
Lampiran
Aceh Utara
Bidang Strategis
Hasil
Kerangka peraturan
perundangan daerah
Perencanaan dan
penganggaran
Pengelolaan Kas
Pengadaan Barang
Dan Jasa
Akuntansi Dan
Pelaporan
Audit Internal
Pengelolaan Aset
Average
Jumlah
indikator
tercapai
10
Jumlah
indikator
68%
14
25
17
1
4
3
9
9
7
8
9
74%
6
53
10
11
11
17
1
57%
36
6
44
47
3
78%
0
3
50
7
2
8
3
9
63%
4
8
2
78%
5
27
5
11
2
18
8
63%
9
8
10
6
0
8
1
68%
3
22
4
67%
69%
256
12
77
Lampiran
Bireuen
Bidang Strategis
Hasil
Kerangka Peraturan
Perundangan Daerah
Perencanaan Dan
Penganggaran
Pengelolaan Kas
Pengadaan Barang
Dan Jasa
Akuntansi Dan
Pelaporan
Audit Internal
Pengelolaan Aset
Average
78
Jumlah
indikator
tercapai
3
Jumlah
indikator
32%
10
25
17
0
5
3
9
1
5
8
9
47%
1
53
10
11
17
3
36%
35
6
44
47
1
72%
1
3
50
7
1
2
3
9
41%
1
5
2
44%
1
27
5
11
2
18
8
12%
2
8
10
5
1
8
1
36%
0
22
4
33%
45%
256
12
Lampiran
Pidie
Bidang Strategis
Hasil
Kerangka Peraturan
Perundangan Daerah
Perencanaan Dan
Penganggaran
Pengelolaan Kas
Pengadaan Barang
Dan Jasa
Akuntansi Dan
Pelaporan
Audit Internal
Pengelolaan Aset
Average
Jumlah
indikator
tercapai
4
Jumlah
indikator
32%
5
25
17
0
4
3
9
3
4
8
9
36%
1
53
10
11
11
17
4
48%
36
6
44
47
0
72%
1
3
50
7
1
2
3
9
41%
5
5
2
67%
0
27
5
11
2
18
8
0%
5
8
10
6
0
8
1
50%
0
22
4
33%
47%
256
12
79
Lampiran
10
Aceh Tenggara
Bidang Strategis
Hasil
Kerangka Peraturan
Perundangan Daerah
Perencanaan Dan
Penganggaran
Pengelolaan Kas
Pengadaan Barang
Dan Jasa
Akuntansi Dan
Pelaporan
Audit Internal
Pengelolaan Aset
Average
80
Jumlah
indikator
tercapai
6
Jumlah
indikator
48%
9
25
17
1
4
3
9
6
3
8
9
49%
4
53
10
11
17
1
27%
35
6
44
47
2
74%
0
3
50
7
0
4
3
9
19%
2
6
1
50%
3
27
5
11
2
18
8
38%
3
8
10
3
1
8
1
32%
1
22
4
22%
44%
256
12
Lampiran
11
Simeulue
Bidang Strategis
Hasil
Kerangka peraturan
perundangan daerah
Perencanaan dan
penganggaran
Pengelolaan Kas
Pengadaan Barang
Dan Jasa
Akuntansi Dan
Pelaporan
Audit Internal
Pengelolaan Aset
Average
Jumlah
indikator
tercapai
5
Jumlah
indikator
36%
6
25
17
2
8
3
9
7
1
8
9
3
51%
1
4
53
10
11
10
17
4
43%
36
6
44
47
2
76%
0
3
50
7
0
6
3
9
52%
2
6
2
56%
2
27
5
11
2
18
8
25%
5
8
10
4
1
8
1
50%
3
22
4
56%
53%
9
256
12
81
Lampiran
12
Singkil
Bidang Strategis
Hasil
Kerangka Peraturan
Perundangan Daerah
Perencanaan Dan
Penganggaran
Pengelolaan Kas
Pengadaan Barang
Dan Jasa
Akuntansi Dan
Pelaporan
Audit Internal
Pengelolaan Aset
Average
82
Jumlah
indikator
tercapai
7
Jumlah
indikator
44%
5
25
17
1
7
3
9
8
3
8
9
3
51%
6
4
53
10
11
17
2
39%
32
6
44
47
2
68%
0
3
50
7
0
4
3
9
33%
2
5
2
50%
4
27
5
11
2
18
8
50%
4
8
10
3
1
8
1
36%
1
22
4
56%
48%
256
12
Lampiran
13
Aceh Taming
Bidang Strategis
Hasil
Kerangka Peraturan
Perundangan Daerah
Perencanaan Dan
Penganggaran
Pengelolaan Kas
Pengadaan Barang
Dan Jasa
Akuntansi Dan
Pelaporan
Audit Internal
Pengelolaan Aset
Average
Jumlah
indikator
tercapai
6
Jumlah
indikator
44%
9
25
17
1
2
3
9
2
0
8
9
2
30%
6
4
53
10
11
17
2
39%
28
6
44
47
58%
1
50
7
0
5
3
9
37%
2
5
1
44%
3
27
5
11
2
18
8
38%
4
8
10
2
1
8
1
27%
2
22
4
33%
40%
256
12
83
Lampiran
14
Kota Langsa
Bidang Strategis
Hasil
Kerangka Peraturan
Perundangan Daerah
Perencanaan Dan
Penganggaran
Pengelolaan Kas
Pengadaan Barang
Dan Jasa
Akuntansi Dan
Pelaporan
Audit Internal
Pengelolaan Aset
Average
84
Jumlah
indikator
tercapai
9
Jumlah
indikator
56%
12
25
17
1
4
3
9
3
5
8
9
4
55%
6
4
53
10
11
17
1
43%
32
6
44
47
1
66%
0
3
50
7
0
7
3
9
48%
3
6
2
61%
4
27
5
11
2
18
8
50%
4
8
10
4
0
8
1
36%
2
22
4
12
33%
52%
256
Lampiran
15
Gayo Lues
Bidang Strategis
Hasil
Kerangka Peraturan
Perundangan Daerah
Perencanaan Dan
Penganggaran
Pengelolaan Kas
Pengadaan Barang
Dan Jasa
Akuntansi Dan
Pelaporan
Audit Internal
Pengelolaan Aset
Average
Jumlah
indikator
tercapai
6
Jumlah
indikator
36%
11
25
17
1
4
3
9
5
3
8
9
3
51%
6
4
53
10
11
17
0
34%
28
6
44
47
1
58%
3
3
50
7
3
7
3
9
74%
1
4
2
39%
2
27
5
11
2
18
8
25%
2
8
10
5
0
8
1
32%
2
22
4
12
33%
47%
256
85
Lampiran
16
Bidang Strategis
Hasil
Kerangka peraturan
perundangan daerah
Perencanaan dan
penganggaran
Pengelolaan Kas
Pengadaan Barang
Dan Jasa
Akuntansi Dan
Pelaporan
Audit Internal
Pengelolaan Aset
Average
86
Jumlah
indikator
tercapai
4
Jumlah
indikator
24%
7
25
17
1
4
3
9
3
4
8
9
3
42%
0
4
53
10
11
17
0
14%
24
6
44
47
0
48%
0
3
50
7
0
3
3
9
15%
1
5
2
44%
2
27
5
11
2
18
8
25%
0
8
10
3
0
8
1
14%
0
22
4
11%
30%
256
12
Lampiran
17
Aceh Selatan
Bidang Strategis
Hasil
Kerangka peraturan
perundangan daerah
Perencanaan dan
penganggaran
Pengelolaan Kas
Pengadaan Barang
Dan Jasa
Akuntansi Dan
Pelaporan
Audit Internal
Pengelolaan Aset
Average
Jumlah
indikator
tercapai
4
Jumlah
indikator
24%
11
25
17
2
2
3
9
6
2
8
9
3
49%
1
4
53
10
11
17
0
16%
29
6
44
47
0
58%
0
3
50
7
0
3
3
9
22%
2
4
2
44%
3
27
5
11
2
18
8
38%
6
8
10
4
0
8
1
50%
1
22
4
12
56%
40%
256
87
Lampiran
18
Aceh Tengah
Bidang Strategis
Hasil
Kerangka peraturan
perundangan daerah
Perencanaan dan
penganggaran
Pengelolaan Kas
Pengadaan Barang
Dan Jasa
Akuntansi Dan
Pelaporan
Audit Internal
Pengelolaan Aset
Average
88
Jumlah
indikator
tercapai
4
Jumlah
indikator
32%
8
25
17
0
3
3
9
5
2
8
9
3
40%
1
4
53
10
11
17
0
23%
27
6
44
47
1
56%
0
3
50
7
0
5
3
9
30%
2
3
1
33%
1
27
5
11
2
18
8
13%
2
8
10
2
1
8
1
27%
2
22
4
44%
36%
256
12
Lampiran
19
Bener Meriah
Bidang Strategis
Hasil
Kerangka Peraturan
Perundangan Daerah
Perencanaan Dan
Penganggaran
Pengelolaan Kas
Pengadaan Barang
Dan Jasa
Akuntansi Dan
Pelaporan
Audit Internal
Pengelolaan Aset
Jumlah
indikator
tercapai
2
Jumlah
indikator
20%
5
25
17
0
1
3
9
4
4
8
9
2
30%
2
4
53
10
11
17
0
18%
19
6
44
47
0
38%
0
3
50
7
0
3
3
9
15%
2
3
1
33%
1
27
5
11
2
18
8
13%
3
8
10
2
1
8
1
27%
1
22
4
33%
26%
9
256
12
89
Lampiran
20
Kota Sabang
Bidang Strategis
Hasil
Kerangka Peraturan
Perundangan Daerah
Perencanaan Dan
Penganggaran
Pengelolaan Kas
Pengadaan Barang
Dan Jasa
Akuntansi Dan
Pelaporan
Audit Internal
Pengelolaan Aset
Average
90
Jumlah
indikator
tercapai
4
Jumlah
indikator
36%
4
25
17
0
4
3
9
3
6
8
9
1
34%
2
4
53
10
11
17
1
41%
27
6
44
47
0
54%
3
3
50
7
0
7
3
9
59%
3
4
2
50%
0
27
5
11
2
18
8
0%
4
8
10
3
1
8
1
41%
2
22
4
12
56%
43%
256
Lampiran
21
Kota Lhokseumawe
Bidang Strategis
Hasil
Kerangka Peraturan
Perundangan Daerah
Perencanaan Dan
Penganggaran
Pengelolaan Kas
Pengadaan Barang
Dan Jasa
Akuntansi Dan
Pelaporan
Audit Internal
Pengelolaan Aset
Average
Jumlah
indikator
tercapai
3
Jumlah
indikator
24%
5
25
17
0
1
3
9
4
5
8
9
2
33%
5
4
53
10
11
17
0
36%
16
6
44
47
0
32%
1
3
50
7
0
3
3
9
33%
2
5
2
50%
0
27
5
11
2
18
8
0%
0
8
10
4
0
8
1
18%
1
22
4
12
33%
31%
256
91
Lampiran
22
Bidang Strategis
Hasil
Kerangka Peraturan
Perundangan Daerah
Perencanaan Dan
Penganggaran
Pengelolaan Kas
Pengadaan Barang
Dan Jasa
Akuntansi Dan
Pelaporan
Audit Internal
Pengelolaan Aset
92
Jumlah
indikator
tercapai
5
Jumlah
indikator
36%
3
25
17
0
5
3
9
5
7
8
9
3
46%
6
4
53
10
11
17
0
41%
26
6
44
47
0
52%
2
3
50
7
0
7
3
9
56%
2
7
2
61%
0
27
5
11
2
18
8
0%
3
8
10
4
1
8
1
41%
1
22
4
56%
46%
9
256
12
Lampiran
Lampiran 4: Metodologi
Hasil-hasil pada kerangka PKP dihubungkan kepada dinas terkait. Pertama-tama pertemuan
diadakan dengan kepala daerah Bupati pada pemerintahan daerah dan walikota di kota.
Pada beberapa daerah kepala pemerintahan diwakilkan oleh Sekretaris Daerah (SekDA)
atau kepala SKPD. Tujuannya adalah untuk menjelaskan tujuan survei dan mengadakan
diskusi dengan peserta mengani pengelolaan keuangan di pemerintah daerah. Ditekankan
bahwa tujuan survei adalah untuk mengidentifikasi kelemahan dan kekuatan relatif pada
kapasitas pengelolaan keuangan pemerintah daerah. Para peserta diberitahu bahwa survei
meliputi semua pemerintah daerah di Aceh dan hasilnya akan disampaikan. Dan tidak ada
komitmen yang dibuat mengenai intervensi pembangunan kapasitas, ditekankan bahwa
untuk kepentingan para responden mereka harus memberikan jawaban yang akurat dan
jujur.
Tim peneliti terbagi menjadi kelompok-kelompok kecil, biasanya dua orang pada setiap
kelompok dan masing-masing kelompok memiliki tugas masing-masing. Tabel di bawah ini
memberikan pedoman mengenai bidang strategis mana dan hasil mana yang relevan
dengan dinas-dinas tertentu. Tim harus apabila dirasakan perlu untuk melakukan
pemeriksaan silang terhadap jawaban kepada pejabat dari dinas lain. Semua dokumentasi
yang berkaitan diperiksa biasanya pada saat wawancara atau kemudian apabila pada saat
itu tidak tersedia. Hal ini bukan saja untuk mengkonfimasi (atau membantah) keakuratan
respon tetapi juga memberikan insentif tambahan untuk memberikan jawaban yang akurat.
Jawaban ya/ tidak akan langsung dimasukkan ke dalam kerangka penilaian PKP, yang
secara otomatis akan menghitung semua nilai. Tersedia ruangan untuk menuliskan
komentar-komentar tambahan.
Setiap ketua tim diminta untuk memberikan laporan tertulis mengenai masing-masing
pemerintah daerah yang disurvei. Tujuannya adalah untuk memberikan konteks bagi nilai
PKP dengan menyertakan analisis kualitatif untuk mendukung nilai. Format diberikan
kepada masing-masing ketua tim.
Apabila ditemukan angka yang terlalu tinggi atau rendah, tim peneliti disarankan untuk
memeriksa ulang jawaban, dan apabila perlu mewawancara ulang responden. Sebagai
hasilnya, nilai untuk dua pemerintah daerah direvisi.
93
Lampiran
Bawasda
Bawasda
Bawasda
94
Lampiran
Peneliti
Drs. H. Muhammad Toaha, MBA
Gagaring Pagalung, SE., MS.,
Akt.Phd.Cand.
Syahrir, SE, M. Si, Ak
M. Natsir Kadir, Drs. M. Si., Akt.
Prof. Djamaluddin
Muhammad Saleh
Bismi Khalidin
Ahmad
Bismi Khalidin
Israk Ahmadsyah
Zahrial, SE
USAID-LGSP
Arham Rauf
Farman Izhar
Utoro Sindhubilowo
Sigit Purwanto
95
Lampiran
96