H.S. DILLON
KEMISKINANKESENJANGAN:
PERBUATAN
ATAU
PEMBIARAN?
CIPTA
AKADEMI
JAKARTA
ORASI KEBUDAYAAN
H.S. DILLON
KEMISKINANKESENJANGAN:
PERBUATAN
ATAU
PEMBIARAN?
SAMBUTAN
KETUA AKADEMI JAKARTA
Assalamualaikum Wr.Wb,
Setelah dua hari dalam suasana gegap gempita Bandung akhirnya terbebas juga dari pesta internasional yang
membanggakan ini. Tetapi seketika para tamu agung itu
telah meninggalkan kota Bandung, Walikota pun harus
mengurut dada. Dalam suasana kebanggaan ia menghadapi
fakta betapa kebersihan kota dan keindahan taman bunga
telah berantakan. Hal ini terjadi bukan karena keteledoran
para tamu asing, tetapi akibat keasyikan dan enthusiasme
penduduk Bandung dalam menikmati kemeriahan ulang tahun ke 60 Konferensi Asia Afrika ini . Tetapi bagaimanakah
kemeriahan perasaan ini bisa ditahan? Bukankah pada
hari-hari di akhir bulan April enam puluh tahun yang lalu
Bandung telah mulai terkenal di seluruh dunia? Bukankah
pula sejak itu nama Bandung abadi tercatat dalam sejarah
dunia modern? Maka siapakah yang akan heran kalau kerusakan akan keindahan yang telah diusahakan dengan
susah payah ini, harus dibayar penduduk Bandung dengan
gotong-royong bersama Walikota? Maka ternyatalah betapa kebanggaan harus dibayar dengan keikhlasan kerja.
Semua hal ini bukan saja dikisahkan oleh surat kabar
dan majalah berita tetapi juga dipertontonkan oleh TV,
yang kini jumlahnya entah telah berapa. Tetapi adakah
berita yang mengisahkan betapa sekian banyak rencana
harus ditunda akibat peristiwa di minggu terakhir di bulan April itu? Entah karena merasa terpaksa, entah karena
ingin menjadi bagian dari suasana yang meriah ini, tetapi yang jelas apa yang telah direncanakan itu harus menunggu. Maka bisalah dimaklumi juga kalau penundaan
yang tidak masuk berita ini biasanya terjadi di Bandung
dan Jakarta. Jadi tidak perlulah diherankan kalau salah
iii
Sejak menyelesaikan sekolah ini maka berbagai peran sosial politik telah dijalankannya dan malah sampai
sekarangpun ia masih aktif. Dillon bukan saja seorang ilmuwan, yang telah dipersenjatai dengan segudang ilmu
dan pengetahuan, tetapi adalah pula seorang intellektual,
yang selalu mempertanyakan keabsahan segala corak ketimpangan sosial. Karena itu bisa pulalah dipahami kalau ia sering juga memainkan peranan sebagai seorang
aktivis sosial -mencoba dan berusaha memperbaiki situasi kemasyarakatan yang dianggapnya tidak semestinya demikian. Jika ketiga peranan ini saja belum cukup,
Lali pun sering juga dipercaya sebagai eksekutif bahkan
kadang-kala juga sebagai penesehat dalam urusan pemerintahan dan bahkan hukum. Dalam keragaman peranan
sosial inilah ia pernah menjabat Direktur Eksekutif Pusat Studi Kebijakan Pertanian, ketua Badan koordinasi
Penanggulangan Kemiskinan dan sebagainya dan tentu
saja yang terakhir Utusan Khusus Presiden untuk Urusan
kemiskinan. Iapun pernah juga menjadi anggota Dewan
Ekonomi Nasional dan bahkan sebelumnya ia adalah seorang Komisioner dari Komisi Hak Azasi Manusia. Dengan segala subjektivitas saya tentu saja saya tak mungkin
lupa dengan kedudukannya sebagai Direktur Eksekutif
Kemitraan bagi Pembaruan Tata Kelola di Indonesia.,
UNDP. Saya tidak lupa karena entah apa sebabnya- saya
sempat juga diundang untuk menyampaikan pemikiran
pada tokoh-tokoh N.U. dan Muhammadyah. Akhirnya,
maafkanlah kalau saya sempat juga merasa heran, karena
ternyata selama dua tahun (2004-2006) ia adalah Ketua
Majelis Wali Amanat, Institut Teknologi Bandung, ITB
-padahal sejak muda ia sibuk belajar dan bergiat dalam
masalah pertanian. Ia tamatan USU-Medan dan diasah di
IPB-Bogor, tetapi yang pasti bukan ITB-Bandung. Tetapi
memang harus disadari juga, ketika pengakuan akan keteladanan telah diakui berbagai kemungkinan pun telah tervi
Wassalamulaikum.
Taufik Abdullah
Ketua AKADEMI JAKARTA
vii
viii
RESUME ORASI
HS DILLON
merupakan salah
satu tokoh nasional yang sebagian besar perjalanan karier dan kiprahnya
secara konsisten menyuarakan dan mendorong setiap
rezim pemerintahan untuk memberikan perhatian yang
lebih besar kepada rakyat miskin. Dalam pandangan seorang HS Dillon di Negara Indonesia yang kaya raya ini
tidak sepatutnya masih banyak terdapat rakyat miskin dan
kesenjangan yang semakin meningkat. Untuk itu, dalam
usianya yang menginjak 70 tahun, HS Dillon ingin membangkitkan kembali semangat kepeloporan, kejuangan,
dan pengabdian demi membangun Republik yang mampu
mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Apalah artinya Merdeka manakala hampir separuh
saudara kita masih berada dalam cengkeraman kemiskinan? Apalah artinya Republik apabila yang dituai hanyalah kesenjangan?
Ada banyak aspek yang sangat menarik dan sangat
perlu untuk disuarakan kembali dalam orasi budaya ini.
Tiga paradoks pembangunan yang disampaikan pada
bagian awal orasi sangatlah menggambarkan kondisi di
Indonesia. Pertama, kemiskinan meningkat tajam di tengah masyarakat yang kaya. Kedua, di tengah-tengah keix
nya mengajak seluruh rakyat Indonesia untuk melakukan revolusi yang digelorakan dengan istilah Menjebol
dan Membangun. Menurut Bung Karno, esensi revolusi
adalah menghancurkan nilai-nilai, kebiasaan, dan praktek sistim kolonialisme dan imperialisme di lapangan
ekonomi, politik, dan sosial-budaya dan segala bentuk
Lexploitation de lhomme par lhomme.
Ada empat fakta besar yang mengindikasikan Indonesia tidak mampu menjadi negara besar dan berdaulat
secara penuh. Pertama, selama satu dekade terakhir
(2003-2013) nilai impor pangan kita melonjak 346%, yaitu
dari sekitar 3,34 milyar US$ (2003) menjadi 14,9 milyar
US$ (2013). Kondisi ini menjadikan kita saat ini menghadapi fenomena todongan pistol masalah pangan jilid 2
yang lebih kompleks. Kedua, pengurasan sumberdaya
perdesaan semakin masif dilakukan dan ironisnya hanya
setetes dua tetes saja yang kembali ke perdesaan. Ketiga,
kesenjangan pendapatan dan penguasaan lahan semakin
meningkat dan menggelisahkan, yang diindikasikan dari
nilai indeks gini masing-masing sebesar 0,41 dan 0,72. Keempat, pembangunan Indonesia sejak Orde Baru hingga
saat ini bias ke wilayah barat Indonesia. Hal ini diindikasikan dari kontribusi PDRB Pulau Jawa terhadap PDB nasional yang masih sekitar 57,39%, sementara Pulau Sumatera sekitar 23,16%.
Carut marut pembangunan yang semakin menjauh
dari masyarakat miskin dan semakin memperdalam jurang kesenjangan; utamanya disebabkan karena kita (sadar atau tidak sadar) telah terjebak dalam sociology of
ignorance (pembiaran). Ada tiga sikap pembiaran yang
umum dilakukan, yaitu acuh pada saat melihat kekeliruan
atau kejahatan; acuh karena kita terlibat konspirasi jahat; dan acuh karena keilmuan kita telah terbeli. Dampak
dari sikap pembiaran ini sungguh dahsyat mempengaruhi perilaku masyarakat yang semakin menjauh dari ada
xi
xii
KEMISKINANKESENJANGAN:
PERBUATAN
ATAU
PEMBIARAN?
Yth Excellencies, para cendekia, para pegiat,
para pejabat dan para pengusaha.
Ibu dan Bapak para undangan serta hadirin
yang dimuliakan,
Selamat sore.
(2014) melaporkan total nilai 50 orang terkaya di Indonesia mencapai US$102 miliar; terlintas seketika, berapa
sebenarnya dana yang diperlukan untuk menutup poverty
gap, agar kemiskinan tidak tersisa?
Kedua, di tengah-tengah kekayaan yang melimpah,
kesempatan mewujudkan kepedulian semakin menciut.
Menjelang akhir, tatkala menyadari bahwa pemerataan
yang diharapkan dari paradigma Trilogi Pembangunan tidak kunjung terwujud, Presiden Suharto mencoba menagih tanggung-jawab kebangsaan dari para konglomeratkroninya. Jelmaan The Big Five zaman penjajahan diminta
membagi 15% sahamnya kepada lapisan karyawan mereka
yang terendah. Ternyata himbauan Bapak Pembangunan
menemukan hati yang sudah membeku. Malah, tatkala
Pak Harto lengser akibat didesak krisis ekonomi yang
dipicu keserakahan kroninya tadi, justeru mereka yang
diselamatkan IMF/Bank Dunia; sementara hutangnya
dialihkan keatas pundak rakyat, semakin melanggengkan
kesenjangan. Konglomerat yang tumbuh-subur dalam pemerintahan otoriter ternyata berhasil menguasai kembali
pemerintahan (state re-capture) pasca-Reformasi yang
mati suri.
Ketiga, kebutuhan tenaga kerja sangat besar, namun
pengangguran terus meningkat. Jumlah pengangguran
terbuka 2014 mencapai 7,24 juta orang dan jumlah tersebut relatif tidak berubah selama kurun waktu empat tahun terakhir (BPS, 2015). Lantas apa makna dari pertumbuhan ekonomi selama dasa warsa 2004-2014 yang selalu
tercatat di atas 5%/tahun? Kemana larinya nilai tambah
ekonomi, sehingga kita tidak mampu menyediakan kesempatan kerja dan berusaha yang bermartabat? Siapakah
yang diuntungkan dari pertumbuhan ini? Untuk siapakah
sebenarnya pembangunan nasional?
Ketiga paradoks pembangunan tersebut hadir di tengah masyarakat kita karena tipisnya nurani para kong4
Inilah gejala kaum tani yang tergusur derita, sehingga terpaksa menyewakan dirinya kepada bangsa asing yang belum mampu menghargai kemanusiaan.
Pertanda kedua adalah rendahnya produktivitas
tenaga kerja sektor pertanian yang hanya Rp 34,44 juta/
orang/tahun, atau yang terendah dibandingkan dengan
sektor ekonomi lainnya. Sebagai perbandingan, produktivitas tenaga kerja sektor pertanian kurang dari seperempatnya sektor industri pengolahan dan kurang dari
seperduapuluhnya sektor pertambangan dan penggalian.
Ini bukti prima facie bahwa program yang dijuluki pembangunan pertanian belum mampu mendayagunakan
anggaran belanja, kelembagaan dan iptek untuk memungkinkan kaum tani mengakumulasi modal agar dapat naik
kelas menuju kehidupan yang lebih bermartabat.
Gejala ketiga adalah rendahnya pendapatan yang
diperoleh petani. Selama kurun waktu 2011-2013, BPS
mencatat Nilai Tukar Petani (NTP) hanya sekitar 104. Artinya, surplus pendapatan yang diperoleh petani sangatlah kecil. Selain itu, upah riil buruh tani selama kurun
waktu 2009-2013 secara konsisten juga mengalami penurunan dari sekitar Rp 30,5 ribu per hari menjadi Rp 27,5
ribu per hari. Kondisi ini menunjukkan terjadinya penurunan daya beli buruh-tani dan apabila terus terjadi pembiaran maka mereka akan semakin terjerumus kedalam
kemiskinan struktural. Terkesan kuat bahwa penguasa
dan pengusaha membiarkan kaum tani semakin miskin
agar armada buruh dan pembantu rumah-tangga murah
terus tersedia untuk melayani kepentingan elit.
Perkembangan keempat adalah semakin ditinggalkannya usaha pertanian oleh generasi muda. Selama dasawarsa 2003-2013, jumlah petani yang berusia 45 tahun
ke atas semakin bertambah; sementara yang berusia 45 tahun ke bawah semakin menurun dan yang lebih memprihatinkan penurunan yang tertinggi terjadi pada kelompok
6
kankan bahwa dunia, masyarakat dan manusia secara inheren dimulai dalam kesetaraan. Setiap manusia, meski
berbeda-beda secara individual, namun secara esensial
adalah setara. Dunia, relasi dan praktik sosial yang datang
kemudianlah yang membuat manusia terbelah-belah dalam partisi-partisi, hingga menghasilkan masyarakat yang
timpang, relasi dominasi dan ketaksetaraan. Dalam postulat baru, tugas politik dan ekonomi adalah merobohkan
partisi-partisi sosial, ekonomi itu untuk mengembalikan
lagi kesetaraan sebagai keadilan.
Dengan jalan pikiran itu, anda barangkali akan menuduh saya tengah bermimpi. Namun demikian, menurut
saya, dalam soal yang sepenting ini, kita memang mesti
memulai dari posisi yang paling lugas dan jelas. There are
many ways of being human, but each society makes a choice
of the way it prefers or tolerates. Ada banyak cara untuk
menjadi manusia, namun setiap masyarakat menyediakan pilihan-pilihan yang bisa diacu atau bisa diterima secara khas. Artinya, mengenai apa dan bagaimana wajah
dan tingkat dignitas kita, dapat dideterminasi oleh kita
sendiri. Kita yang mesti merencanakan dan mencanangkan cita-cita dan kehendak terbaik yang mau kita bangun
untuk masyarakat kita. Dalam kerangka itu, apa salahnya
meletakkan postulat yang diujung untuk masalah yang paling penting dalam kehidupan kita bersama.
Hadirin sekalian,
Secara etis, penanggulangan kemiskinan Indonesia sudah sejak lama dijalankan dengan penghampiran keliru.
Paradigma serta kebijakan yang tumbuh, setidaknya sejak Orde Baru hingga kini, diselenggarakan dengan basis
pembiaran terhadap orang miskin. Apa maksudnya? Apa
pula buktinya?
Kita ketahui bahwa Pemerintahan Suharto memulai
Orde Baru dengan memberikan peran utama dalam pro13
ses produksi kepada para pemilik modal. Struktur kelembagaan yang didominasi oleh militer dan para terpelajar,
lebih memfokuskan pada stabilitas, pertumbuhan, dan
pemerataan. Mereka meyakini bahwa keberhasilan pembangunan suatu bangsa, ditentukan oleh peningkatan laju
pertumbuhan ekonominya, hingga dari situ diharapkan
menghasilkan Trickle Down Effect yang pada gilirannya
akan dapat mensejahterakan dan membawa kemajuan
bagi rakyat.
Petumbuhan dan Trickle Down Effect mengandaikan beberapa kondisi: Pertama, bahwa aktor ekonomi
mesti dimulai dari mereka yang bermodal besar. Kedua,
bahwa untuk terjadinya efek menetes, maka penggelembungan mesti terjadi terlebih dahulu di wilayah yang dimiliki oleh para pemilik modal besar itu. Ketiga, selama
penggelembungan dilakukan, efek menetes tidak dapat
terjadi, distribusi tidak dimungkinkan. Keempat, untuk
mendapatkan manfaat pembangunan, orang miskin mesti
menunggu hingga penggelembungan kekayaan ekonomi
menghasilkan efek yang diharapkan. Ringkasnya, selama
orang kaya belum bertambah kaya, selama itu pula orang
miskin mesti tetap dibiarkan miskin. Pun, sekiranya orang
kaya bertambah kaya, tidak dengan serta merta orang miskin berubah menjadi kaya. Cara pandang ini sedari awal
berpijak pada asumsi yang keliru karena telah berpihak
kepada kaum pemodal. Bahwa kemajuan orang miskin
dan seluruh kehidupannya hanya dianggap sebagai akibat atau efek samping saja dari dunia orang kaya. Di sini,
orang miskin dipandang semata-mata sebagai recipient
atau penerima yang pasif. Dimensi kepasifan ini pula,
yang pada ujungnya menjadi mekanisme penghalang bagi
kemungkinan perubahan sosial yang lebih otentik, sehingga dengan itu jurang kaya-miskin tetap dipertahankan. Sebuah teori pembangunan atau kebijakan nasional
yang dimaksudkan untuk mewujukan keadilan sosial bagi
14
seluruh rakyat sebaiknya tidak dimulai dengan bias ideologi dan identifikasi aktor serta prioritas yang keliru. Inilah yang pada bagian muka saya sebut sebagai kesalahan
dalam postulat lama tentang keadilan itu.
Malangnya, cara kita memandang orang miskin,
hingga kini masih belum berubah banyak. Meski pranata
politik kita telah banyak berubah dari era otoritarian, namun pandangan dan ideologi pembangunan kita, dalam
hal yang prinsipil masih terus terbelenggu dalam paradigma pertumbuhan dan efek menetes, sehingga pada
akhirnya terperangkap dalam postulat yang salah mengenai pembangunan. Selama elit masih menganggap perlunya kehadiran rakyat sebagai permanent underclass, maka
kemiskinan dan kesenjangan akan sangat sulit dihapuskan di negeri yang kita cintai ini.
Kita memang sudah tidak lagi mengerahkan mesin
kekerasan untuk memompa justifikasi terhadap pembangunan. Dengan berkembangnya pengakuan terhadap
hak asasi manusia, justifikasi politik keamanan terhadap
pembangunan juga dilakukan secara lebih hati-hati untuk mencegah korban manusia, sebagaimana yang biasa
terjadi di masa lalu. Selain itu, selama periode sepuluh
tahun terakhir, memang ada slogan baru mengenai pembangunan dengan menekankan pada prioritas dan ide-ide:
pro-growth, pro-job, propoor, pro-environment.
Namun demikian, ungkapan pro-poor dan ideal
equality di sini masih diposisikan sebagai sequences yang
terlepas dan terpisah dari paradigma pembangunan secara keseluruhan. Pro-poor lebih merupakan keterangan
yang ditempelkan pada paradigma pembangunan lama
growth with equity, yang masih menekankan pertumbuhan yang bias para pemodal besar. Pembangunan tetap
masih dioperasikan dalam asumsi pertumbuhan dengan
efek menetes ke bawah. Kenyataan ini secara gamblang,
juga kelihatan dari bagaimana setiap pemimpin, birokrat
15
dan kesehatan. Pengabaian terhadap penyediaan fasilitas publik adalah bentuk tirani terhadap kebebasan yang
mengerdilkan manusia dan dapat berujung pada minimnya
produktivitas dan terjadinya proses pemiskinan.
Pesan peraih Nobel ekonomi 1998 tersebut saya terjemahkan dalam frasa singkat, yaitu pembangunan yang
berkeadilan sedari awal (growth through equity). Esensi
utama dari pembangunan yang berkeadilan adalah masyarakat miskin diupayakan untuk menerima manfaat
yang lebih besar (dibandingkan dengan masyarakat kaya)
dari adanya pembangunan dan investasi publik yang dilakukan oleh pemerintah. Benar, hal ini tidak mudah diimplementasikan, karena hingga saat ini fenomena yang
terjadi hampir di seluruh belahan dunia adalah penerima
manfaat terbesar dari pembangunan infrastruktur dan investasi publik adalah masyarakat kaya; sementara masyarakat miskin tetap menjadi penonton glamour masyarakat
kaya yang semakin kaya.
Lantas model pembangunan yang seperti apa, yang
dapat memberikan manfaat dan kesempatan yang lebih
besar terhadap masyarakat miskin? Seperti mengangkat
batang terendam maka pembangunan yang berkeadilan
harus dilakukan agar pertumbuhan yang kita kejar tidak
hanya dinikmati oleh segelintir orang tetapi membawa
kemaslahatan bagi setiap rakyat, betapapun tidak berdayanya dia, melalui people-driven development.
Paradigma people driven tidak bermaksud menafikan
pendekatan market driven maupun technology driven, kendati kedua pendekatan itu telah terasa semakin menjauhi
tujuan utama dari pembangunan ekonomi itu sendiri,
yaitu mewujudkan keadilan sosial. Mazhab pembangunan
ini mengutamakan kemanusiaan yang menganjurkan agar
semua kebijakan yang disusun, kelembagaan yang dibangun, teknologi yang dirakit maupun diambil-alih, ditentukan oleh komposisi kebutuhan dan kemampuan rakyat
18
to power, ada baiknya manakala kita ingat kembali wejangan leluhur kita;
Hendaklah berjasa, kepada yang sebangsa
Hendaklah jadi kepala, buang perangai yang cela
Hendaklah memegang amanat, buanglah khianat
Raja Ali Haji, 1847; penggalan Gurindam XII, Pasal 11
Agar dapat menjadikannya pegangan moral dalam meningkatkan kadar pengabdian kita kepada Bangsa
maupun menunaikan tanggung-jawab kita kepada Sang
Khalik.
Bagaimana pemerintah dapat memulai menapak
kejalan yang benar? Pertama-tama, agar tidak terbilang
khianat, para pemimpin, mulai dari yang tertinggi harus
mampu melintasi segala kepentingan kelompok, keluarga,
suku, maupun agama, dan menyatukan diri dengan kepentingan Bangsa. Mantapkan kelembagaan agar mindset
birokrasi, termasuk pejabat di daerah, mengalami revolusi
dan mulai mengutamakan kepentingan rakyat. Sudah saatnya merampingkan birokrasi, mulai dari pusat. Hukum
korupsi didorong keserakahan sementara memberikan
jaminan kehidupan yang layak kepada pegawai negeri
yang tersisa setelah perampingan. Kelola BUMN melalui
kendali corporate governance yang baik, bukan birokrasi
otoriter seperti selama ini Kedua, tinggalkan keangkuhan
penguasa; selenggarakan diskursus setara dengan rakyat
agar dapat lebih menjiwai hambatan yang mereka rasakan,
bukan yang kita perkirakan. Tuntut tanggung jawab yang
lebih besar dari pejabat daerah, yang menghabiskan sekitar 70 persen anggaran untuk dirinya sendiri. Laksanakan
e-governance hingga ke unit pemerintahan yang paling
rendah, sehingga kontribusi setiap PNS dapat terekam
secara akurat. Ketiga, komunikasikanlah strategi pembangunan memanusiakan-manusia dengan bahasa rakyat,
21
agar timbul rasa aman dari perlakuan semena-mena penguasa maupun kelompok masyarakat, dan terpupuk harapan untuk masa depan yang lebih baik. Bentangkan apa
yang ingin dicapai hingga 2019 kendati perkembangan
ekonomi global kurang menguntungkan, termasuk langkah-langkah positip yang telah ditempuh seperti pengurangan subidi BBM, dan temui-kenali prakarsa mana yang
merupakan landasan untuk pembangunan pasca-2019,
agar perubahan strategi pembangunan people-driven
development menjadi lebih jelas. Keempat, dalam urutan
yang tepat, upayakan agar rakyat sudah memiliki kemampuan mendaya-gunakan segala infrastruktur yang kelak
dibangun pemerintah. Kelima, jalankan strategi redistributif mulai dari kebijakan makro fiskal moneter, yang
menyertakan setiap warga negara dalam meraih manfaat
pembangunan (ekonomi inklusif ) hingga ke Reforma
Agraria, yang memberikan akses lahan, saprodi, teknologi, kredit, penyuluhan, dan kepastian pasar, sehingga
akumulasi kapital terjadi di tingkat keluarga petani dan
nelayan kecil
Sedari awal saya berkeyakinan bahwa reforma agraria merupakan kebijakan utama yang dapat membantu
menanggulangi kemiskinan secara lebih berarti sekaligus
meletakkan landasan untuk melangkah maju mengurangi
kesenjangan. Kedepan, alokasi lahan yang memadai kepada petani akan menurunkan kemiskinan secara berarti,
meningkatkan produksi pangan dan berpotensi membebaskan bangsa dari ketergantungan impor pangan-utama.
Apakah ini hanyalah sekedar khayalan seorang pemimpi,
atau memang feasible?
Sebenarnya hal ini telah dibuktikan almarhum Ir
Rahman Rangkuty, yang bersama puluhan alumni FP USU
menjadi pionir pembangunan perkebunan kelapa sawit
rakyat di Aek Nabara. Akan tetapi, seperti biasa, kita kurang menghargai karya anak Bangsa kita sendiri. Oleh ka22
dapatkan akses. Dengan akses, dia dapat lebih baik menghasilkan pendapatan. Jelas terlihat bahwa bahwa urutan
pembangunan yang berkelanjutan adalah Asset Voice
Access Income.
Selanjutnya, belajar dari negara-negara lain yang
berhasil maupun yang gagal dalam melaksanakan reforma
agraria, maka setidaknya ada lima prasyarat utama yang
harus dipenuhi untuk mendukung implementasi di negeri
kita. Pertama, tata kelola pemerintahan yang baik (good
governance) dan penetapan landasan hukum yang kuat,
transparan, dan operasional. Landasan hukum yang kuat
sangat diperlukan untuk menghadapi pengaruh tuan tanah terhadap Pemerintah. Dengan dijaganya transparency,
kita dapat meningkatkan genuine participation sehingga
kita dapat bersama-sama memastikan accountability sistem yang dibangun. Kedua, penetapan kebijakan ekonomi
makro dan penyediaan infrastruktur yang memadai untuk
pengembangan usaha pertanian. Ketiga, pengalaman dan
keterampilan individu/rumah tangga yang memperoleh
pembagian lahan dalam melaksanakan usahatani sangat
diperlukan untuk menunjang keberhasilan pelaksanaan
reforma agraria. Keempat, pemberian kompensasi yang
memadai terhadap individu/rumah tangga yang terkena
dampak pembatasan kepemilikan lahan, sehingga pengurangan kepemilikan lahan tidak berdampak negatif
terhadap kesejahteraan mereka. Jepang, Korea Selatan,
dan Taiwan sudah membuktikan hal ini dan berhasil. Kelima, administrasi kepemilikan lahan harus dilaksanakan
secara tertib dan akurat, sehingga sertifikat kepemilikan
lahan dapat segera diproses dan dimiliki oleh masyarakat
yang berhak.
Lima prasyarat di atas tidaklah terlalu sulit untuk
diterapkan pemerintah. Reforma agraria harus menjadi
agenda utama pemerintahan karena memang sudah terlalu terlambat. Penundaan kembali pelaksanaan reforma
24
agraria akan semakin mempersulit pelaksanaan di lapangan karena selain lahan yang tersisa hanyalah lahan
kurang subur dan bermasalah; biaya yang diperlukan pun
akan semakin mahal karena para tuan tanah akan semakin
memperkuat hak kepemilikan lahannya. Untuk itu, perlu
segera dibentuk Panitia Reforma Agraria untuk mewujudkan reforma agraria yang benar-benar berpihak kepada
rakyat miskin. Mulai dengan lahan yang dikuasai Negara,
berikan kompensasi yang adil kepada pengusaha yang terkena dampak Reforma Agraria.
Alangkah baiknya manakala pemerintah visioner
benar mempergunakan momen Reforma Agraria untuk
memindahkan pertanian bernilai-rendah, termasuk gula
dan padi, keluar Jawa. Komposisi dan opportunity cost
sumber-daya serta infrastruktur menuntut bahwa usaha
di Pulau Jawa harus sekaligus padat karya, padat-modal,
dan padat-teknologi, ditopang oleh sistem pengelolaan
air yang sesuai. Tentunya hal ini harus dilakukan bertahap, selaras dengan meningkatnya kemampuan manusia
tani kita yang ditempa melalui pendidikan, pelatihan, dan
pendampingan yang berkesinambungan.
Hadirin yang berbahagia dan dimuliakan,
Khusus berkaitan dengan upaya penanggulangan kemiskinan, pertama-tama harus ditetapkan satu lembaga yang
bertanggung-jawab, agar tidak lagi terfragmentasi seperti
selama ini. Kemudian disusun tahapan pembangunan
yang dipastikan akan dapat lebih banyak dinikmati oleh
masyarakat miskin, dengan antisipasi hijrahnya kemiskinan ke perkotaaan.
Oleh karena itu sebaiknya dimulai dengan menempatkan manusia tani sebagai aktor utama dalam memperkokoh pembangunan ekonomi perdesaan. Dilanjutkan
dengan pembangunan jaringan sosial dan infrastruktur
fisik yang meluas, seperti memperbaiki dan meningkat-
kan sarana pendidikan dasar, mendirikan sekolah kejuruan dan memberlakukan wajib belajar pendidikan menengah dan atas, serta memberdayakan pelayanan keluarga
berencana, program peningkatan pangan dan gizi, serta
pelayanan kesehatan yang menjangkau dan terjangkau.
Kesemua prakarsa ini perlu dikoordinasikan sedemikian
rupa sehingga membentuk tangga bagi rakyat miskin
untuk keluar dari kenestapaan.
Saran pemikiran yang terakhir yang saya anggap
penting dan sangat menentukan keberadaan bangsa Indonesia di masa yang akan datang, yaitu menggugah rasa
nasionalisme dan keutuhan Nusantara dari Sabang hingga
Merauke. Sangat saya khawatirkan bahwa dalam dua
hingga tiga dasawarsa kita akan semakin kehilangan jati
diri sebagai bangsa, manakala kelas menengah konsumtif
kita dengan sadar dan suka hati menjadi pasaran empuk
berbagai komoditi, produk, jasa maupun ideologi dari negara lain. Masalah daya saing mestinya bukanlah masalah
yang rumit dan bahkan dapat dikatakan sangat mudah
diatasi asalkan kita mampu merakit system insentif yang
mendorong tebentuknya kelas menengah produktif yang
berkomitmen untuk menghasilkan barang, produk, dan
jasa yang berkelas dunia.
Para sahabat yang bijaksana,
Demikianlah pokok-pokok pikiran yang saya sampaikan
dalam Forum Akademi Jakarta yang sangat terpelajar ini.
Tentunya kita tidak ingin terus menikmati kemerdekaan
hasil perjuangan dan pengorbanan generasi pendiri semata, tetapi kitapun bertekad dicatat sejarah sebagai generasi dengan kecerdasan kehidupan yang rela mewakafkan
dirinya untuk mentransformasi pernyataan menjadi kenyataan Merdeka. Mampu melepaskan diri dari perangkap perbuatan dan pembiaran kemiskinan agar keadilan
sosial dapat dienyam oleh seluruh rakyat Indonesia.
26
Merdeka!
27
Jiwa kepeloporannya terlihat ketika turut mendirikan dan kemudian memimpin Asian Society of Agricultural Economists (Seoul). Ini merupakan kelanjutan
dari diutusnya HSD untuk mewakili Indonesia di International Association of Agricultural Economists (Illinois), serta kepemimpinannya di Perhimpunan Ekonomi
Pertanian. Kepeloporannya ini mencuat kembali tatkala
sebagai anggota pimpinan KOMNASHAM, HSD menghimpun perwakilan petani dari seluruh Tanah Air, untuk
menggalang persatuan memperjuangkan haknya. Juga
sewaktu turut mendirikan Tim Gabungan Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi. Kemudian, sebagai Executive Director Partnership for Governance Reform in Indonesia,
HSD berhasil meyakinkan NU dan Muhammadiyah untuk
menggalang kekuatan bersama menggusur politik busuk.
Untuk meraih tujuan yang sama HSD memfasilitasi kelahiran dan langkah-langkah awal Komisi Pemberantasan
Korupsi.
Visinya yang jauh kedepan mendorongnya untuk
mengajak sesama ekonom pertanian untuk mendirikan
Centre For Agricultural Policy Studies (Jakarta) untuk
dapat mewarnai penyusunan kebijakan pembangunan
pertanian. Timbul lagi tatkala sebagai Ketua Majelis Wali
Amanat Institut Teknologi Bandung mendorong transfor29
30