Anda di halaman 1dari 4

Ringkasan Eksekutif

Amandemen UUD 1945 pasca reformasi telah membawa


perubahan mendasar terhadap sistem pemerintahan di
Indonesia,

diantaranya

adalah

diperkuatnya

sistem

desentralisasi dalam kerangka otonomi daerah. Dalam


konteks ini pemerintah daerah memiliki kewenangan
luas

untuk

mengatur

sendiri

tata

kelola

yang

dimiliki

pemerintahannya (UU No. 23/2014).


Pada

satu

sisi,

kewenangan

luas

pemerintah daerah telah membuka peluang besar bagi


setiap kepala daerah untuk berinovasi menciptakan
cara-cara baru/program-program yang bersifat out of the
box dalam upaya mewujudkan kesejahteraan serta
meningkatkan

kualitas

hidup

seluruh

elemen

masyarakatnya ke arah yang lebih baik. Namun pada sisi


lain, hal ini juga membuka peluang besar bagi setiap
kepala

daerah

untuk

seperti

membuat

menyalahgunakan

kebijakan

yang

wewenang,

ditujukan

untuk

memperkaya diri sendiri dan kelompoknya, serta tidak


berpihak

pada

kepentingan

masyarakat

secara

keseluruhan (korupsi, kolusi dan nepotisme). Untuk


menghindari potensi penyalahgunaan wewenang serta
untuk menciptakan kebijakan-kebijakan yang berpihak
pada kepentingan masyarakat, diperlukan penerapan

sistem tata kelola pemerintahan yang terbuka (open


governance)

sebagai

jalan

untuk

mewujudkan

pemerintahan yang bersih (clean goverment). Secara


garis besar, sistem tersebut tersusun atas 3 (tiga)
paradigma, yakni paradigma transparansi, partisipasi
dan akuntabilitas. Ketiga paradigma tersebut bersifat
saling melengkapi dan tidak dapat dipandang secara
parsial.
Ditinjau dalam perspektif pembangunan daerah, sistem
tata

kelola

pemerintahan

yang

terbuka

dapat

diimplementasikan oleh setiap kepala daerah terpilih


sebagai pemegang kekuasaan di daerah. Tiga paradigma
yang

melandasi

sistem

tersebut

dapat

dijabarkan

sebagai strategi ke dalam Rencana Pembangunan Jangka


Menengah Daerah (RPJMD). Dalam konteks ini RPJMD
menjadi pegangan dan landasan utama kepala daerah
beserta

segala

aparatur

di

bawahnya

dalam

menjalankan pemerintahan selama kurun waktu jabatan


kepala daerah tersebut. Penjabaran paradigma ke dalam
RPJMD ini dilakukan agar program-program turunan dari
ketiga paradigma (yang bertujuan untuk mewujudkan
open

governance)

memiliki

kejelasan

secara

administratif dan dasar hukum yang jelas. Oleh karena


itu, penelitian ini bertujuan untuk merumuskan kriteria-

kriteria dari paradigma transparansi, partisipasi dan


akuntabilitas

sehingga

dapat

dijabarkan

kedalam

strategi RPJMD, yang kemudian ditindaklanjuti menjadi


program-program konkret selama satu periode dan
diimplementasikan setiap tahunnya. Dalam penelitian ini
digunakan strategi RPJMD Jawa Barat Tahun 2008-2013
sebagai objek penelitian.
Adapun cara untuk melakukan penelitian ini adalah
dengan

melakukan

transparansi,

telaah

partisipasi

dan

terhadap

paradigma

akuntabilitas

dengan

menempatkan ketiga paradigma tersebut di dalam


kerangka sistem pembangunan daerah yang mengacu
pada UU No. 25/2004 Tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional dan UU No.23/2014 Tentang
Pemerintahan Daerah. Kemudian dirumuskan kriteriakriteria

yang

melandasi

masing-masing

paradigma

tersebut. Selanjtunya dilakukan verifikasi kriteria-kriteria


yang telah terbentuk dalam strategi RPJMD Provinsi Jawa
Barat Tahun 2008-2013. Dalam tahap ini dapat diketahui
kriteria mana saja yang telah terakomodasi dalam
strategi RPJMD, untuk kemudian dilakukan simplifikasi
menjadi paradigma apa yang telah terakomodasi dalam
pembangunan Jawa Barat.
Dari

tahapan

tersebut

diketahui

bahwa

kriteria

paradigma

transparansi

yang

terakomodasi

dalam

Strategi RPJMD Provinsi Jawa Barat Tahun 2008-2013


hanya sebanyak 1 (satu) kriteria dari 7 (tujuh) kriteria,
paradigma partisipasi hanya 1 (satu) kriteria dari 4
(kriteria), kemudian paradigma akuntabilitas hanya 2
(dua) dari 5 (lima) kriteria. Dari hasil yang diperoleh
dapat diketahui bahwa pembangunan Jawa Barat yang
terekam dalam dokumen RPJMD Tahun 2008-2013 tidak
mengakomodasi
transparansi,
beberapa

seluruh

partisipasi

kriteria

yang

kriteria
dan

dari

paradigma

akuntabilitas.

terpenuhi

pun

Adapun
tidak

di

implementasikan oleh pemerintah Provinsi Jawa Barat.


Hal ini diketahui berdasarkan hasil analisis implementasi
kriteria-kriteria

yang

mengacu

pada

data

capaian

indikator program dari strategi yang tidak terdapat


dalam LKPJ, LPPD, Lakip, dan Jawa Barat Dalam Angka
(publikasi BPS) Tahun 2009-2013. Dalam perspektif ini,
pembangunan Provinsi Jawa Barat belum menerapkan
sistem tata kelola pemerintahan yang terbuka (open
governance).

Anda mungkin juga menyukai