K
ertas kebijakan ini merupakan hasil studi singkat etnografi yang menggunakan metode peleburan diri
(immersion) dan pemetaan solusi (solutions mapping) yang mengandalkan pada percakapan informal,
empati, dan mendengarkan secara aktif. Studi yang didukung juga oleh survey publik ini dilakukan bulan
Mei-Juni 2021 di 7 kota di Indonesia serta melibatkan masyarakat perkotaan berpenghasilan rendah yang
terdampak banjir. Paparan dalam kertas kebijakan ini berlandaskan pada perspektif masyarakat terdampak
tentang aspirasi, kebutuhan dan solusi infrastruktur banjir. Studi dikomisikan oleh Direktorat Pengairan dan Irigasi
(DIPI) Bappenas sebagai upaya untuk mengakomodasi perspektif masyarakat terdampak dalam rancangan
kebijakan infrastruktur.
2
Pengelolaan Risiko Banjir Berbasiskan Masyarakat pada Kawasan Perkotaan untuk Membangun Ketahanan Sistemik
Figur 2. Hasil kajian singkat etnografi dalam kerangka pengurangan risiko melalui adaptasi (IPCC)
menjadikan kawasan tersebut rawan bencana. Lab- Institut Teknologi Bandung. UNDP Accelerator
Akibatnya, sebagai gantinya (trade-offs) dinamika air Lab juga telah melakukan survei publik yang diikuti
menghasilkan bencana akibat daya rusak air (misalnya oleh 78 kota dengan 353 responden.
banjir) ketimbang manfaat. Oleh karena ekosistem
perkotaan bersifat dinamis, maka ketahanan sistemik
juga bercirikan kontekstual yang relevansinya perlu
ditinjau secara berkala dari waktu ke waktu. Kajian etnografi dan survey menghasilkan
pemahamanan terkait infrastruktur sosial:
Kerangka infrastruktur ekologis perkotaan menyiratkan
pentingnya saling keterkaitan antara infrastruktur sosial 1. Adanya perbedaan Persepsi masyarakat terhadap
dan infrastruktur fisik dalam membentuk ketahanan banjir, risiko banjir dan penyebab banjir secara
konstekstual
sistemik. Pendekatan tradisional untuk pengelolaan
2. Hubungan erat antara sejarah, pertanahan, tata guna
risiko banjir berfokus pada perlindungan banjir berbasis lahan dan infrastruktur kota
infrastruktur fisik atau perbaikan dalam pemantauan 3. Ragam kepentingan atas ruang hidup masyarakat,
dan prakiraan banjir. Pendekatan ini cenderung swasta, pemerintah
4. Ragam relasi antara masyarakat-swasta-pemerintah
mengabaikan dimensi sosial. DIPI Bappenas berinisiatif
5. Solusi yang telah dilakukan dan ditawarkan oleh
membentuk kebijakan infrastruktur yang inklusif. Dalam masyarakat berdasarkan pengetahuan kontekstual
rangka mendapatkan gambaran infrastruktur ekologis yg didapatkan secara empiris (pengalaman hidup di
perkotaan secara utuh, DIPI Bappenas berkolaborasi ruang tersebut)
6. Perilaku individu dan komunal yang mempengaruhi
dengan UNDP Accelerator Lab, RCUS, serta komunitas ekosistem (sampah, reklamasi mandiri)
tujuh kota di Indonesia (Kota Banjarmasin, Provinsi DKI 7. Dampak banjir terhadap kehidupan sehari-hari,
Jakarta, Kota Semarang, Kota Surabaya, Kota Cirebon, ekonomi, sosial dan budaya masyarakat, termasuk
diantaranya kehilangan potensi mobilitas ekonomi
Kabupaten Malaka, dan Kota Makassar). Kajian singkat
akibat pengeluaran rutin besar oleh masyarakat
etnografi dilakukan guna mendapatkan perspektif terdampak
emik dari komunitas berisiko dan terkena bencana 8. Indikasi terjadinya krisis iklim melalui perubahan
sebagai bukti kebijakan publik (figur 2). Pemetaan frekuensi dan intensitas banjir
9. Belum ada rangkaian kebijakan yang ada belum
solusi akar rumput menggunakan solutions mapping
mencakup wilayah sungai hulu dan hilir secara utuh.
canvas yang dirancang bersama Design Ethnography
3
Kertas Kebijakan
4
Pengelolaan Risiko Banjir Berbasiskan Masyarakat pada Kawasan Perkotaan untuk Membangun Ketahanan Sistemik
kepercayaan lebih tinggi pada pemimpin lokal (baik tersebut bersifat sporadis dan berskala kecil, ada yang
formal maupun informal) daripada Pemerintah. bersifat kolektif namun ada pula yang tergantung pada
Masyarakat juga memiliki hubungan vertikal yang individu/tokoh. Kebanyakan solusi menjadi bagian
dinamis dan beragam dengan Pemerintah, dan dari mekanisme dan strategi bertahan (coping) yang
kerap tidak dapat terpisahkan dari dinamika politik bersifat spontan dan dipengaruhi kapasitas sosial
praktis. Masyarakat juga menyadari dan mengalami ekonomi. Perbedaan siasat yang sangat kontras
kebingungan atas ragam, koordinasi dan perbedaan diamati antara masyarakat kelas atas dan masyarakat
wilayah. Hal ini terjadi sebagai dampak pembagian kelas menengah ke bawah. Siasat berupa merubah
lembaga pemerintah yang tidak sinergis dalam satu fisik hunian (meninggikan lantai dasar dan menambah
luasan area banjir. Masyarakat menyadari bahwa lantai bangunan) yang bersifat permanen umumnya
tingkat kohesi sosial memiliki pengaruh besar terhadap dilakukan oleh masyarakat kelas menengah ke bawah,
tingkat ketahanan dalam mencegah, menanggulangi sedangkan masyarakat kelas menengah ke bawah
dan memulihkan akibat bencana banjir. bertahan dan mengantisipasi banjir dengan membuat
perangkat tambahan (tanggul dan rak) yang bersifat
Dalam kapasitas tertentu, masyarakat juga sementara. Solusi dan inovasi akar rumput yang
menemukan dan menawarkan solusi dan inovasi ditemukan masih bersifat informal dan belum menjadi
terkait adaptasi dan mitigasi banjir. Konstruksi sosial bagian infrastruktur sosial dalam kerangka kerja formal
budaya masyarakat setempat terkait tata kelola air Pemerintah serta belum mampu memberikan dampak
(misalnya perspektif adat tentang “jalan air”) belum secara struktural maupun sistemik terhadap upaya
diakui sebagai potensi sosial. Tekanan eksternal yakni pencegahan bencana banjir.
globalisasi dan ekonomi mengikis praktik budaya dan
nilai adat kebiasaan dalam menghadapi banjir seperti Kegiatan dan perilaku individu dan kelompok
rumah panggung dan pemeliharaan hutan. Ragam yang mempengaruhi ekosistem, misalnya
solusi dan inovasi akar rumput yang teridentifikasi penutupan saluran drainase, masalah sampah dan
memiliki pelbagai bentuk yakni infrastruktur fisik, pembuangannya, reklamasi partikelir skala kecil oleh
berlandaskan alam dan inisiatif bersama (gotong masyarakat, penutupan badan air dan sebagainya.
royong). Banyak solusi akar rumput juga berfungsi Masyarakat menyadari bahwa kegiatan dan perilaku
sebagai pencegahan, penanggulangan dan pemulihan tersebut menjadi kontraproduktif terhadap solusi akar
bencana banjir. Solusi dan inovasi akar rumput rumput, serta mampu mengidentifikasi penyebab
5
Kertas Kebijakan
dan asal muasal kegiatan dan perilaku tersebut. tersebut mempengaruhi aksesibilitas, kesempatan
Kegiatan dan perilaku tersebut berhubungan dengan serta risiko secara fisik dan non fisik (status kesehatan
sistem perkotaan lain, seperti pengelolaan sampah, mental, sosial dan ekonomi). Masyarakat, terutama yang
lemahnya pengawasan pembangunan, hingga tinggal di kawasan risiko banjir dan berpenghasilan
rendahnya partisipasi masyarakat dalam penataan rendah, menyadari bahwa banjir berdampak pada
ruang. Pelibatan masyarakat dalam pembuatan kondisi ekonomi mereka hingga menjadi hambatan
infrastruktur banjir seperti kanal dan tata kelola dan menghilangkan kesempatan terjadinya
sungai, terbukti efektif dalam penanggulangan banjir. mobilitas ekonomi. Relasi ekologi, tekanan ekonomi
Sebaliknya, masyarakat menyadari bahwa ketiadaan serta alternatif mata pencaharian mempengaruhi
partisipasi dalam sistem perkotaan mempengaruhi persepsi risiko masyarakat dalam memaknai hambatan
efektivitas infrastruktur banjir. Peran swasta dalam tersebut, maupun keputusan untuk berpindah tempat
hal penggunaan dan pemanfaatan lahan juga sangat tinggal atau melakukan strategi adaptasi.
penting untuk diperhatikan. Dengan lebih menekankan
pada upaya peningkatan keuntungan internal, pelaku Dampak tak hanya dirasakan pada kejadian banjir,
bisnis sepatutnya memperhatikan dampak lingkungan namun infrastruktur untuk penanggulangan banjir juga
bagi masyarakat sekitar. ternyata memberikan dampak negatif pada kehidupan
sosial, budaya dan ekonomi masyarakat, serta
Masyarakat menyadari kohesi sosial atau solidaritas mengubah lingkungan hidup. Hal ini terjadi ketika
sebagai modal dasar penanggulangan dampak sungai dan sumber daya air hanya direduksi dan dilihat
bencana banjir terutama saat evakuasi kelompok dari kacamata daya rusak air, seperti banjir belaka.
rentan. Masyarakat menyadari ragam tingkat
kerentanan yang menghasilkan dampak banjir yang Secara terbatas, masyarakat mulai
berbeda-beda. Kondisi fisik dan mental tertentu mengidentifikasikan dan mengasosiasikan krisis
(lansia, orang dengan disabilitas fisik dan mental, ibu iklim melalui perubahan dan frekuensi banjir serta
hamil, anak-anak) merupakan kelompok rentan yang intensitas hujan. Identifikasi dan asosiasi tersebut
paling terdampak banjir, disusul oleh kondisi status kemudian diikuti kesadaran bahwa krisis iklim
sosial ekonomi (misalnya buruh informal seperti memperparah masalah klasik yang belum terpecahkan
petani, peternak, pekerja serabutan) serta lokasi (misalnya masalah tata ruang dan perubahan tata guna
tempat tinggal (warga pinggiran sungai dan pantai). lahan).
Masyarakat menyadari pentingnya pendekatan
spesifik bagi pelbagai kelompok rentan ini, mulai dari Rencana pengelolaan risiko banjir juga kerap hanya
pencegahan, penanggulangan serta pemulihan banjir. menempatkan partisipasi masyarakat hanya pada
Masyarakat menyadari ragam tingkat kerentanan peringatan dini, respon tanggap bencana dan pasca
6
Pengelolaan Risiko Banjir Berbasiskan Masyarakat pada Kawasan Perkotaan untuk Membangun Ketahanan Sistemik
C. Rekomendasi Kebijakan
Pendekatan dalam pengelolaan risiko banjir menurut rentan terbangun melalui pemahaman tunggal, yang
RPJMN 2020-2024 berpusat pada penguatan akhirnya berpotensi menimbulkan konflik pada saat
infrastruktur berketahanan sebagai bagian dari implementasi maupun sesudahnya.
infrastruktur pelayanan dasar. Pemusatan pada
infrastruktur dan memperlakukan pengelolaan Kota dan masyarakat memiliki peran penting dalam
risiko banjir sebagai pelayanan dasar berisiko pada menggerakkan transisi pengelolaan risiko banjir
pengambilan kebijakan ala one size fits all yang secara adaptif dalam skala ruang dan waktu. Studi
mengabaikan dinamika, dimensi dan kompleksitas tujuh kota menunjukkan bahwa konteks banjir
masyarakat dan kota. Pendekatan pada infrastruktur pada kawasan perkotaan memiliki kerumitan
Struktur Buatan
Alam - Ekosistem (built environment) - Spasial Budaya - Sosial
Figur 3. Irisan antara struktur buatan-spasial, aspek budaya sosial ekonomi dan lingkungan
7
Kertas Kebijakan
berlapis yang saling berkaitan (figur 3). Model dan Proses pengaturan, pengawasan dan pengendalian
pendekatan yang ada sekarang masih membangun dapat berupa Rencana Pengelolaan Risiko Bencana
pemahaman dan ketahanan pada satu sistem tanpa Berbasiskan Komunitas (RPRBBK).
memperhatikan sistem kompleks lainnya. Model ini
belum tentu mendorong adanya perubahan sistemik. Isi Rencana Pengelolaan Risiko Bencana Berbasiskan
Ketahanan pada masyarakat perkotaan yang dinamis Komunitas adalah:
adalah sebuah proses yang memungkinkan terjadi a. Pemetaan oleh komunitas tentang aspek sosial,
pembelajaran. Ketahanan yang dibangun perlu budaya, ekonomi, kawasan, biofisik dan bahaya
mencakup keberagaman, redundansi dan partisipasi (figur 4), seperti pada bagan berikut:
bermakna yang meliputi atribut nilai-nilai kejujuran,
terbuka, adil, kompeten, responsif, berbasis luas dan
deliberatif.
8
Pengelolaan Risiko Banjir Berbasiskan Masyarakat pada Kawasan Perkotaan untuk Membangun Ketahanan Sistemik
9
Kertas Kebijakan
Dalam mewujudkan RPRBBK memerlukan pelibatan 2. Pemahaman akan hubungan dan solidaritas tak
masyarakat secara terstruktur dan terorganisir dalam terpisahkan antara wilayah hulu dan hilir dalam
implementasi rencana(fase pra rencana sampai konteks perencanaan ruang dan bentang alam.
dengan fase pasca-fungsi kontrol dan keberlanjutan).
Pelibatan tersebut dapat berupa Gugus Tugas Bentuk fungsi pembinaan bisa berupa:
Komunitas Pengelola Risiko Banjir. Isi Gugus Tugas a. Kampanye Solusi dan Inovasi
turut diidentifikasikan sebagai bagian dalam RPRBBK. b. Forum dialog publik lintas sektor dan lintas wilayah
Telah ada model serupa yang mengusung prinsip (hulu dan hilir)
Jogo Kali (Jaga Kali), seperti di Stren Kali Surabaya, c. Repositori pengetahuan bersama
Komunitas Anak Kali Ciliwung di Jakarta dan Forum d. Aksi konkrit yang mempunyai dampak langsung
Komunikasi Winongo Asri. terkait lingkungan,ekonomi, sosial dan budaya
setempat
Fungsi Pembinaan dalam Pencegahan Bencana
dapat menekankan pada kolaborasi dalam produksi Untuk menunjang pencegahan bencana maka
pengetahuan untuk pemahaman bersama: Pemerintah dan komunitas perlu menyelenggarakan
1. Risiko banjir untuk pemantik imajinasi akan Sistem Informasi Sumber Daya Air pada skala lokal,
perubahan yang mungkin terjadi. sesuai dengan konteks kewilayahan dan cakupan
Jenis pemahaman bersama yang perlu dibangun RPRBBK. Sistem Informasi tersebut dapat menggunakan
adalah informasi pada pasal 113 RPP tentang Pengelolaan
a. Ilustrasi risiko banjir yang berdampak besar Sumber Daya Air, dan ditambah konteks tata ruang,
pada kehidupan ekonomi, sosial dan budaya seperti Koefisien Dasar Bangunan dan Koefisien Lantai
masyarakat dan individu. Bangunan terbangun, serta persentase Koefisien
b. Rupa-rupa pemahaman yang mampu mendorong Dasar Hijau eksisting.
masyarakat melihat kemungkinan dan ragam
masa depan yang lain dari yang mereka hadapi
sekarang.
10
Pengelolaan Risiko Banjir Berbasiskan Masyarakat pada Kawasan Perkotaan untuk Membangun Ketahanan Sistemik
2 Penanggulangan -
3 Pemulihan 1. Rencana pengelolaan risiko banjir berbasiskan
komunitas
2. Gugus Tugas Komunitas Pengelola Risiko Banjir
4 Kelembagaan 1. Gugus Tugas Komunitas Pengelola Risiko Banjir
11
Kertas Kebijakan
Referensi
Childers, et.al. (2019) Urban Ecological Infrastructure: An inclusive concept for the non-built urban
environment
Intergovernmental Panel on Climate Change. (IPCC). (2012 & 2014). Risk as a function of hazard,
exposure and vulnerability
Moffatt and Kohler. (2008). Conceptualizing the built environment as a social–ecological system,
Building Research & Information, 36:3, 248-268, DOI:10.1080/09613210801928131
12