Anda di halaman 1dari 14

kebijakan publik

Senin, 14 Maret 2011

TRANSPARANSI PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK DI INDONESIA

TRANSPARANSI PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK DI INDONESIA Oleh :


AHMAD HIDAYAT
(Dosen Ilmu Pemerintahan Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta)

ABSTRAK

Artikel ini menyajikan konsep dasar pelayanan publik dan parameter-parameter transparansi
dalam penyelenggaraan pelayanan publik. Trans paransi atau keterbukaan pelayanan publik
adalah meru pakan salah satu hal yang harus segera diwujudkan demi untuk meningkatkan
keberhasilan pelaksanaan otonomi daerah dan memenangkan persaingan di era globalisasi
sekarang ini. Selain itu, transparansi merupakan salah satu prinsip dalam perwujudan
pemerintahan yang baik. Penjabaran secara lebih rinci mengenai transparansi pelayanan publik
sangat diperlukan, karena pelaksanaan transparansi dalam penyelenggaraan pelayanan publik
akan dapat meningkatkan kinerja pelayanan publik. Trans paransi harus dilaksanakan pada
seluruh aspek manajemen pelayanan publik, meliputi kebijakan, perencanaan, pelaksanaan,
pengawasan/pengendalian, dan laporan hasil kinerjanya. Transparansi hendaknya dimulai dari
proses perencanaan pengembangan pelayanan publik, karena sangat terkait dengan kepastian
berusaha bagi investor baik dalam negeri maupun luar negeri, serta kepastian pelayanan bagi
masyarakat umum yang memerlukan dan yang berhak atas pelayanan.
Kata Kunci : Transparansi, pelayanan publik, pemerintahan yang baik.

ABSTRACT
This article presents public service base concept and transparency parameters in the management
of public service. Transparency or service openness of public is one thing which must soon is
realized for the shake of increase success of execution of area autonomy and wins emulation in
present globalization era. Besides, transparency is one of principle in materialization of good
governance. Formulation more detailedly about service transparency of public hardly is required,
because execution of transparency in the management of service of public will be able to
increase public service performance. Transparency must be executed at all management aspect of
public service, covers policy, planning, execution, control, and report result of its the
performance. Transparency shall be started from service expansion planning process of public,
because hardly related to certainty tries for investor either in country and also overseas, and
service certainty for public required and which is entitled to service.
Keyword : Transparency, public service, good governance.

PENDAHULUAN

Seiring dengan di berlakukannya otonomi daerah di era perdagangan bebas sakarang yang
mengacu pada UU No. 32 Tahun 2004, tuntutan akan kinerja pelayan an publik yang baik
menjadi semakin mengemuka. Dapat dikatakan bahwa keberhasilan pelaksanaan otonomi daerah
sangat ditentukan oleh kinerja pelayanan publik, karena masyarakat akan menilai baik buruknya
otonomi daerah berdasarkan baik atau buruknya kinerja pelayanan publik. Dalam UU tersebut
dinyatakan dengan tegas bahwa penyelenggaraan pemerintahan daerah, yang mengatur dan
mengurus sendiri urusan pemerintan menurut asas otonomi dan medebewind (tugas
pembantuan), diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui
peningkatan service (pelayanan), empowerment (pemberdayaan), peran serta masyarakat, serta
peningkatan daya saing daerah dengan mempertimbangkan prinsip demokrasi, pemerataan,
keadilan, keistimewaan, dan kekhususan suatu daerah dalam sistem NKRI.
Namun, beberapa studi menunjukkan bahwa akar perma salahan yang menyebabkan buruknya
kinerja pelayanan publik adalah prosedur pelayanan publik yang berbelit-belit dan tidak
transparan (tidak terbuka). Oleh karena itu, transparency (trans paransi/keterbukaan) pelayanan
publik adalah meru pakan salah satu hal yang harus segera diwujudkan demi untuk
meningkatkan keberhasilan pelaksanaan otonomi daerah dan memenangkan persaingan di era
globalisasi sekarang ini.
Transparency (transparansi) merupakan salah satu prinsip dalam perwujudan good governance
(pemerintahan yang baik). Good governance dan otonomi daerah adalah dua konsep yang saling
berkaitan, dan berinteraksi dalam suatu korelasi yang bersifat positif. Keduanya saling
menyediakan iklim kondusif yang perkembangan satu sama lain. Akan tetapi, konsep good
governance mudah diucapkan, namun sebenarnya agak sulit untuk merumuskan ke dalam satu
bahasa yang bisa diterima khalayak karena di dalamnya ada unsur etika atau tata nilai.
Dalam kaitan di atas, maka pemerintah mengeluarkan kebijakan pengembangan transparansi
pelayanan publik. Kebijakan pemerintah untuk mengembangkan transparansi pelayanan publik
diatur dalam Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor. KEP/
26/M.PAN/2/2004 Tanggal 24 Februari 2004 Tentang Petunjuk Teknis Transparansi dan
Akuntabilitas Dalam Penyelenggaraan Pelayanan Publik. Kebijakan ini berlandaskan pada
Undang-Undang Dasar 1945 telah mengamanatkan bahwa negara wajib melayani setiap warga
negara dan penduduk untuk memenuhi kebutuhan dasarnya dalam rangka pelayanan umum dan
meningkatkan kesejah teraan masyarakat. Di samping itu, pada kondisi aktual selama ini,

penyelenggaraan public service (pelayanan publik) yang dilaksanakan oleh aparatur pemerintah
dalam ber bagai sektor pelayanan, terutama yang menyangkut pemenuhan hak-hak sipil dan
kebutuhan dasar masyarakat, kinerjanya masih belum seperti yang diharapkan.
Mengenai hal di atas dapat dilihat antara lain dari banyaknya penga duan atau keluhan dari
masyarakat dan dunia usaha, baik melalui surat pembaca maupun media pengaduan lainnya,
seperti menyangkut prosedur dan mekanisme kerja pelayanan yang berbelit-belit, tidak
transparan, kurang informatif, kurang akomodatif, kurang konsisten, terbatasnya fasilitas, sarana
dan prasarana pelayanan, sehingga tidak menjamin kepastian (hukum, waktu dan biaya), serta
masih banyak dijumpai praktik pungutan liar serta tindakan-tindakan yang berindikasikan
penyim pangan dan KKN.
Buruknya kinerja pelayanan publik selama ini antara lain dikarenakan belum di laksanakannya
transparansi dalam penyelenggaraan pelayanan publik. Oleh karena itu, pelayanan publik harus
dilaksanakan secara transparan oleh setiap unit pela yanan instansi pemerintah karena kualitas
kinerja biro krasi pelayanan publik memiliki implikasi yang luas dalam mencapai kesejahteraan
masyarakat.
Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2003 Tentang Paket Kebijakan Ekonomi
Menjelang dan Sesudah Berakhirnya Program Kerjasama dengan International Monetary Fund
(IMF), menginstruksikan antara lain kepada Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara untuk
melakukan langkah-langkah dalam rangka meningkatkan transparansi pelayanan masyarakat,
terutama yang menyangkut kepastian prosedur, waktu, dan pembiayaan pelayanan publik. Selain
itu, disarankan mewujudkan pelayanan yang berkualitas, dan ini telah ditindak lanjuti dengan
mengeluarkan Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor. KEP/
26/M.PAN/2/2004 pada tanggal 24 Februari 2004. Namun demikian, dalam faktanya
transparansi dan yang merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan secara utuh oleh setiap
instansi dan unit pelayanan instansi pemerintah sesuai dengan tugas dan fungsinya, belum juga
dapat dilaksanakan secara menyeluruh.
Sehubungan dengan hal tersebut, perlu penjabaran secara lebih rinci mengenai transparansi
pelayanan publik, karena pelaksanaan transparansi dalam penyelenggaraan pelayanan publik
akan dapat meningkatkan kinerja pelayanan publik. Trans paransi harus dilaksanakan pada
seluruh aspek manajemen pelayanan publik, meliputi kebijakan, perencanaan, pelaksanaan,
pengawasan/pengendalian, dan laporan hasil kinerjanya. Transpa- ransi hendaknya dimulai dari
proses perencanaan pengembangan pelayanan publik, karena sangat terkait dengan kepastian

berusaha bagi investor baik dalam negeri maupun luar negeri, serta kepastian pelayanan bagi
masyarakat umum yang memerlukan dan yang berhak atas pelayanan.
Dalam konteks di atas, kondisi aktual yang diharapkan terjadi dalam penyelenggaraan pelayanan
publik oleh seluruh instansi pemerintahan adalah adanya transparansi/keterbukaan dalam
melakukan pelayanan kepada warga masyarakat. Namun, yang menjadi persoalan adalah, apakah
semua instansi pemerintah sudah transparan/terbuka dalam menyelenggaran pelayanan publik
selama ini ?. Dalam beberapa hal, pelayanan publik yang dilakukan oleh instansi pemerintah
selama ini masih kurang atau tidak transparan. Ketidaktrasparansian terutama dalam
hal kepastian prosedur (masih berbelit-belit) dan waktu penyelesaian pelayanan kadang-kadang
kurang jelas/tepat. Selain itu, pembiayaan untuk beberapa pelayanan kurang transparan (terutama
dalam pengambilan KTP dan pengurusan surat keterangan ijin), serta juga kegiatan manajemen
dan pelaksanaan pelayanan tidak semuanya diinformasikan pada warga dan masih sulit diakses
oleh warga.
Artikel ini menyajikan konsep dasar pelayanan publik dan parameter-parameter transparansi
dalam penyelenggaraan pelayanan publik, yang meru pakan salah satu hal yang harus segera
diwujudkan demi untuk meningkatkan keberhasilan pelaksanaan otonomi daerah dan
memenangkan persaingan di era globalisasi sekarang ini.

KONSEP DASAR PELAYANAN PUBLIK Pengertian Pelayanan Publik


Taliziduhu (2000 : 59-60) menyatakan bahwa layanan dapat diartikan sebagai produk dan

dapat juga diartikan sebagai cara atau alat yang digunakan oleh provider (penyedia layanan)
dalam memasarkan atau mendistribusikan produknya. Jika barang dan jasa dianggap sebagai
produk (komoditi), maka perdagangannya dapat disertai dengan layanan sebagai cara atau alat.
Yang dimaksud dengan layanan dalam pengertian di atas adalah layanan sebagai produk.
Kemudian, bagaimana halnya dengan layanan jasa publik ?
Dari segi konseptual, pengertian pelayanan publik dapat ditelusuri melalui istilah layanan civil.
Istilah civil berasal dari kata Latin civil (kata sifat), yaitu segala sesuatu yang menyangkut
kehidupan sehari-hari warganegara di luar urusan militer dan ibadah. Pelayanan civil semula
diartikan sebagai suatu cabang pelayanan publik, menyangkut semua fungsi pemerintahan di luar
pelayanan militer. Seiring dengan perkembangan masyarakat ilmu pengetahuan, setiap disiplin
memakai konsep-konsep itu dalam konteks yang berbeda-beda, sehingga setiap pemakaian

mempunyai konteks yang berbeda-beda pula.

Layanan civil dapat dibedakan menjadi layanan civil guna memenuhi hak bawaan (asasi)
manusia dan layanan civil guna memenuhi hak derivatif, hak berian, atau hak sebagai akibat
hukum yang menyangkut diri seseorang. Misalnya, wajib minta ijin jika seseorang ingin
membuka usaha.
Provider (penyedia) layanan civil yang disebut belakang di atas adalah birokrasi. Oleh karena itu,
layanan civil jenis itu dapat juga disebut layanan birokrasi atau layanan publik. Jadi, layanan
birokrasi atau layanan publik termasuk di dalam layanan civil. Mengingat produk birokrasi itu
bersifat jasa, maka birokrasi adalah pabrik jasa pemerintahan. Dalam kaitan ini, Taliziduhu
(2000 : 65) menegaskan bahwa di Indonesia, pelayanan birokrasi atau pelayanan publik itu yang
paling lemah dan terkesan sebagai sarang KKN, dan lebih dari pada itu berperan sebagai pasar
politik. Birokrasi memasang ”jebakan” melalui peraturan, lalu menetapkan ”tarif” yang tinggi,
sementara warga masyarakat tidak mempunyai bargaining position (posisi tawar menawar)
terhadap birokrasi.
Kemudian, definisi yang sangat simpel tentang pelayanan antara lain diberikan oleh Ivancevich,
Lorenzi, Skinner, dan Crosby (2000 : 448), yaitu ”pelayanan adalah produk-produk yang tidak
kasat mata (tidak dapat diraba) yang melibatkan uisaha-usaha manusia dan menggunakan
peralatan.” Sedangkan menurut Gronroos (2001 : 27), pelayanan adalah suatu aktivitas atau
serangkaian aktivitas yang bersifat tidak kasat mata (tidak dapat diraba) yang terjadi sebagai
akibat adanya interaksi antara konsumen dan karyawan atau hal-hal yang disediakan oleh
organisasi pemberi pelayanan yang dimaksudkan untuk memecahkan permasalahan masyarakat
yang dilayani.
Dengan mengacu pada dua definisi di atas, maka dapat diketahui bahwa ciri pokok pelayanan
adalah tidak kasat mata (tidak dapat diraba) dan melibatkan upaya manusia (karyawan) atau
peralatan lain yang disediakan oleh organisasi penyelenggara pelayanan. Menurut Zemke,
ciri lainnya untuk pelayanan jasa antara lain moral karyawan berperan sangat menentukan, serta
tujuan pelaksanaan pelayanan adalah keunikan (setiap orang yang dilayani dan setiap kontak
pelayanan adalah ”spesial”) (dalam Collins dan McLaughlin, 2002 : 559).
Dalam hubungannya dengan pelayanan publik, di Indonesia, konsep pelayanan administrasi
pemerintahan seringkali dipergunakan secara bersama-sama atau dipakai sebagai sinonim dari
konsep pelayanan perijinan, pelayanan umum, serta pelayanan publik. Keempat istilah pelayanan
itu dipakai sebagai terjemahan dari public service. Hal ini dapat dilihat dalam dokumen-
dokumen

pemerintah sebagaimana dipakai oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara.

Secara normatif, Keputusan Menpan No. 81 Tahun 1993 tentang Pedoman Tatalaksana

Pelayanan Umum, yang kemudian disempurnakan dengan Keputusan Menpan No. 63 Tahun
2003 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan mendefinisikan pelayanan umum sebagai
berikut : ”Segala bentuk pelayanan yang dilaksanakan instansi pemerintah di Pusat, di Daerah,
dan di lingkungan BUMN atau BUMD dalam bentuk barang dan atau jasa, baik dalam rangka
upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan
perundang-undangan.” Dalam kaitan pengertian ini, indeks kepuasan masyakat yang dilayani
adalah tingkat kepuasan masyarakat dalam memperoleh pelayanan yang diperoleh dari
penyelenggara atau pemberi pelayanan sesuai dengan harapan dan kebutuhan masyarakat.
Definisi tersebut di atas menunjukkan bahwa pelayanan publik atau pelayanan umum dapat
diartikan sebagai segala bentuk jasa pelayanan, baik dalam bentuk barang publik maupun jasa
publik yang pada prinsipnya menjadi tanggung jawab dan dilaksanakan oleh instansi pemerintah
di Pusat, di Daerah, dan di lingkungan BUMN atau BUMD dalam bentuk barang dan atau jasa,
baik dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan
ketentuan peraturan perundang-undangan (Keputusan Menpan No. 63 Tahun 2003).
Untuk pelayanan administrasi pemerintahan atau pelayanan perijinan, dapat diartikan sebagai
segala bentuk jasa pelayanan yang pada prinsipnya menjadi tanggung jawab dan dilaksanakan
oleh instansi pemerintah di Pusat, di Daerah, dan di lingkungan BUMN atau BUMD, baik dalam
rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan
perundang-undangan, yang bentuk produk layanannya adalah ijin atau waskat.
Pelayanan publik atau pelayanan umum dan pelayanan administrasi pemerintahan atau pelayanan
perijinan tersebut mungkin dilakukan sebagai upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat,
misalnya upaya Kantor Pertanahan untuk memberikan jaminan kepastian hukum atau
kepemilikan tanah dengan menerbitkan akta tanah, pelayanan penyediaan air bersih oleh PAM,
pelayanan transportasi oleh Dephub., pelayanan penyediaan listrik oleh PLN, pelayanan
pemberian KTP oleh Kantor Kelurahan, dan lain-lain. Pelayanan publik atau pelayanan umum
dan pelayanan administrasi pemerintahan atau pelayanan perijinan juga mungkin
diselenggarakan sebagai pelaksanaan peraturan perundang-undangan. Misalnya, karena adanya
ketentuan perundang-undangan bahwa setiap orang yang melaksanakan pesta perkawinan harus
memiliki
ijin pesta keramaian dari Kantor Kelurahan dan Polsek setempat, maka diselenggarakan
pelayanan perinjinan tersebut. Demikian halnya yang berkaitan dengan perlunya ada surat
pengantar kelakuan baik, surat laporan kehilangan, surat pengantar UUG, dan lain-lain.
Hakikat, Asas, dan Prinsip Pelayanan Publik

Keputusan Menpan No. 63 Tahun 2003 menyatakan bahwa hakikat pelayanan publik adalah
pemberian pelayanan prima kepada masyarakatt yang merupakan perwujudan kewajiban
aparatur pemerintah sebagai abdi masyarakat.
Berdasarkan Keputusan Menpan di atas, maka untuk dapat memberikan pelayanan yang
memuaskan bagi pengguna jasa, penyelenggaraan pelayanan harus memenuhi asas-asas
pelayanan sebagai berikut : (1) Transparan (bersifat terbuka, mudah dan dapat diakses oleh
semua pihak yang membutuhkan dan disediakan secara memadai serta mudah dimengerti); (2)
Akuntabilitas (dapat dipertanggung jawabkan sesuai dengan kebutuhan perundangan); (3)
Kondisional (sesuai dengan kondisi dan kemampuan pemberi serta penerima pelayanan dengan
tetap berpegang pada prinsip efesiensi dan efektivitas); (4) Partisipatif (mendorong peranserta
masyarakat dalam pelaksanaan pelayanan publik dengan memperhatikan aspirasi, kebutuhan,
dan harapan masyarakat); (5) Kesamaan hak (tidak diskriminatif, dalam arti tidak membedakan
suku, ras, agama, golongan, gender, dan status ekonomi); dan (6) Keseimbangan hak dan
kewajiban (pemberi dan penerima pelayanan publik harus memenuhi hak dan kewajiban masing-
masing
pihak).

Adapun prinsip pelayanan publik adalah : (1) Kesederhanaan (prosedur pelayanan tidak berbelit-
belit, mudah dipahami, dan mudah dilaksanakan); (2) Kejelasan (misalnya kejelasan persyaratan
teknis dan administrasi pelayanan publik); (3) Kepastian waktu (dapat dilaksanakan dalam kurun
waktu yang telah ditentukan); (4) Akurasi (produk layanan publik diterima dengan benar, tepat,
dan sah); (5) Keamanan (proses dan produk pelayanan publik memberikan rasa aman dan
kepastian hukum); (6) Tanggung jawab (pimpinan penyelenggara pelayanan publik bertanggung
jawab atas pelaksanaan pelayanan dan penyelesaian keluhan atau persoalan dalam pelaksanaan
pelayanan publik; (7) Kelayakan sarana dan prasarana (tersedianya sarana dan prasarana kerja,
peralatan kerja, dan pendukung lainnya yang memadai, termasuk penyediaan sarana teknologi
dan informatika atau telematika); (8) Kemudahan akses (termpat dan lokasi serta sarana
pelayanan yang memadai, mudah dijangkau oleh masyarakat, dan dapat memanfaatkan
telematika); (9) Kedisiplinan, kesopanan, dan keramahan (pemberian pelayanan harus bersikap
disiplin, sopan santun, ramah, serta memberikan pelayanan yang ikhlas); dan (10) Kenyamanan
(lingkungan pelayanan harus tertib, teratur, disediakan ruang tunggu yang nyaman,

bersih, rapi, dan lingkungan yang indah, sehat, serta dilengkapi dengan fasilitas pendukung
pelayanan seperti parkir, toilet, tempat ibadah, dan lain-lain).

TRANSPARANSI DALAM PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK

Transparansi dalam konteks penyelenggaraan pelayanan publik adalah terbuka, mudah, dan
dapat diakses oleh semua pihak yang membutuhkan serta disediakan secara memadai dan mudah
dimengerti (Ratminto, Winarsih, 2005 : 19). Pelayanan publik adalah segala kegiatan pelayanan
yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan
penerima kebutuhan pelayanan maupun pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan
(Ratminto dan Winarsih, 2005 : 18). Jadi secara konseptual, transparansi dalam penyelenggaraan
publik adalah segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik
sebagai upaya pemenuhan kebutuhan penerima pelayanan maupun pelaksanaan ketentuan
peraturan perundang-undangan, yang bersifat terbuka, mudah, dan dapat diakses oleh semua
pihak yang membutuhkan serta disediakan secara memadai dan mudah dimengerti oleh semua
penerima kebutuhan pelayanan.
Desentralisasi merupakan konsekuensi dari demokrasi, dan tujuannya adalah membangun good
governance mulai dari akan rumput politik. Desentralisasi inilah yang menghasilkan local
government (pemerintahan daerah) (Grosroos, 2001 : 59). Dalam konsep good governance
tersebut, ada 3 aktor yang bermain, yaitu pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat (Wibawa dan
Yuyun, 2002 : 39). Pemerintah di sini berfungsi untuk memediasi kepentingan-kepentingan yang
antara lain berkenaan dengan pelaksanaan pelayanan publik (Pamudji, 2000 : 23), dan menurut
Zeithaml dan Berry (2001 : 67) pelayanan publik itu harus dilaksanakan oleh birokrasi
pemerintah dengan sebaik-baiknya, transparan, dan akuntabel agar tidak merugikan warga yang
dilayani. Pelayanan publik yang transparan adalah merupakan salah satu prinsip dalam
perwujudan good governance (pemerintahan yang baik).
Di Indonesia, penyelenggaraan pelayanan publik secara umum didasarkan pada filosofi dari
UUD 1945 dan UU No. 32 Tahun 2004. Khusus untuk kebijakan transparansi dalam
penyelenggaraan pelayanan publik dijabarkan dalam Kep. Menpan RI No. KEP/26/ M.PAN/2/
2004. Maksud ditetapkan Keputusan tersebut adalah sebagai acuan bagi seluruh penyelenggara
pelayanan publik untuk meningkatkan kualitas transparansi pelayanan yang meliputi pelaksanaan
prosedur, persyaratan teknis dan administratif, biaya, waktu, akta/janji, motto pelayanan, lokasi,
standar pelayan an, informasi, serta pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab dalam

penyelenggaraan pelayanan publik. Adapun tujuannya adalah untuk memberikan kejelasan bagi
seluruh penyeleng gara pelayanan publik dalam melaksanakan pelayanan publik agar berkualitas
dan sesuai dengan tuntutan dan harapan masyarakat.
Transparansi penyelenggaraan pelayanan publik adalah pelaksanaan tugas dan kegiatan yang
bersifat terbuka bagi masyarakat dari proses kebijakan, perencanaan, pelaksanaan, dan
pengawasan/pengendaliannya, serta mudah diakses oleh semua pihak yang membutuh kan
informasi. Transparansi dibangun dalam suasana adanya aliran informasi yang bebas. Dalam
suasana ini, proses, institusi, dan informasi dapat secara langsung di akses oleh mereka yang
berkepentingan. Di samping itu, juga tersedia cukup informasi untuk memahami dan memonitor
ketiga hal itu (Hamdi, 2001 : 52-51). Menurut Riswandha (2003 : 59), transparansi adalah rakyat
paham akan keseluruhan proses pengambilan keputusan yang dilakukan oleh pemerintah. Jadi,
transparansi itu berarti bersifat terbuka, mudah, dan dapat diakses oleh semua pihak yang
membutuhkan dan disediakan secara memadai serta mudah dimengerti. Transparansi
mensyaratkan bahwa pelaksana pelayanan publik memiliki pengetahuan tentang permasalahan
dan informasi yang relevan dengan yang kegiatan pelayanan.
Dalam konteks transparansi pelaksana pelayanan publik, pelaksana harus terbuka pada setiap
tindakannya dan siap menerima kritikan maupun masukan, terutama yang dapat dari masyarakat
adalah merupakan kebutuhan utama adar agar aparatur memahami aspirasi riil masyarakat.
Keterbukaan sangat diperlukan untuk mengurangi peluang timbulnya perilaku aparatur yang
dapat merugikan negara dan masyarakat.
Selanjutnya, menurut Ratminto dan Winasih (2005 : 209-216), paling tidak ada 10 (sepuluh)
dimensi atau kondisi aktual yang diharapkan terjadi dalam transparansi penyelenggaraan
pelayanan publik, yaitu :
1. Manajemen dan pelaksanaan pelayanan publik harus diinformasikan dan mudah diakses oleh
masyarakat. Transparansi terhadap manajemen dan penyeleng garaan pelayanan publik meliputi
kebijakan, peren canaan, pelaksanaan, dan pengawasan/pengen dalian oleh masyarakat. Kegiatan
tersebut harus dapat diinformasikan dan mudah diakses oleh masyarakat.
2. Prosedur pelayanan harus dibuat dalam bentuk Bagan Alir. Prosedur pelayanan adalah
rangkaian proses atau tata kerja yang berkaitan satu sama lain, sehingga menunjukkan adanya
tahapan secara jelas dan pasti serta cara-cara yang harus ditempuh dalam rangka penyelesaian
sesuatu pelayanan. Prosedur pelayanan publik harus sederhana, tidak

berbelit-belit, mudah dipahami, dan mudah dilak sanakan, serta diwujudkan dalam bentuk Flow
Chart (Bagan Alir) yang dipampang dalam ruangan pelayanan. Bagan Alir sangat penting dalam
penyelenggaraan pelayanan publik karena berfungsi sebagai berikut :
(a) Petunjuk kerja bagi pemberi pelayanan. (b) Informasi bagi penerima pelayanan.
(c) Media publikasi secara terbuka pada semua unit kerja pelayanan mengenai prosedur
pelayanan kepada penerima pelayanan.
(d) Pendorong terwujudnya sistem dan mekanisme kerja yang efektif dan efisien.

(e) Pengendali (kontrol) dan acuan bagi masyarakat dan aparat pengawasan untuk melakukan
penilaian/pemeriksaan terhadap konsistensi pelaksanaan kerja.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan Bagan Alir adalah sebagai berikut :

(a) Bagan Alir harus mampu menggambarkan proses pelayanan, petugas/pejabat yang
bertanggung jawab untuk setiap tahap pelayanan, unit kerja terkait, waktu, dan dokumen yang
diperlukan, dimulai dari penerimaan berkas permohonan sampai dengan selesainya proses
pelayanan.
(b) Model Bagan Alir dapat berbentuk bulat, kotak, dan tanda panah atau disesuaikan dengan
kebutuhan unit kerja masing-masing.
(c) Ukuran Bagan Alir disesuaikan dengan luas ruangan, ditulis dalam huruf cetak dan mudah
dibaca dalam jarak pandang minimal 3 (tiga) meter oleh penerima pelayanan atau disesuaikan
dengan kondisi ruangan.
(d) Bagan Alir diletakkan pada tempat yang mudah dilihat oleh penerima pelayanan.

3. Persyaratan teknis dan administratif pelayanan harus diinformasikan secara jelas pada
masyarakat. Untuk memperoleh pelayanan, masyarakat harus memenuhi persyaratan yang telah
ditetapkan oleh pemberi pelayanan, baik berupa persyaratan teknis dan atau persyaratan
administratif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dalam menentukan
persyaratan, baik teknis maupun administratif harus seminimal mungkin dan dikaji terlebih
dahulu agar benar-benar sesuai/relevan dengan jenis pelakanan yang akan diberikan. Harus
dihilangkan segala persyaratan yang bersifat duplikasi dari instansi yang terkait dengan proses
pelayanan. Persyaratan tersebut harus diinformasikan secara jelas dan diletakkan di dekat loket
pelayanan, ditulis dengan huruf cetak dan dapat dibaca dalam jarak pandang minimum 3 (tiga)
meter atau disesuaikan dengan kondisi ruangan.
4. Kepastian rincian biaya pelayanan harus diinformasikan secara jelas pada masyarakat.

Biaya pelayanan adalah segala biaya dan rinciannya dengan nama atau sebutan apapun sebagai
imbalan atas pemberian pelayanan umum yang besaran dan tata cara pembayarannya ditetapkan
oleh pejabat yang berwenang sesuai ketentuan peraturan per undang-undangan. Kepastian dan
rincian biaya pelayanan publik harus diinformasikan secara jelas dan diletakkan di dekat loket
pelayanan, ditulis dengan huruf cetak dan dapat dibaca dalam jarak pandang minimum 3 (tiga)
meter atau disesuaikan dengan kondisi ruangan. Transparansi mengenai biaya dilakukan dengan
mengurangi semaksimal mungkin pertemuan secara personal antara pemohon/penerima
pelayanan dengan pemberi pelayanan. Unit pemberi pelayanan seyogyanya tidak menerima
pembayaran secara langsung dari penerima pelayanan. Pembayaran hendaknya diterima oleh unit
yang bertugas menge lola keuangan/Bank yang ditunjuk oleh Pemerintah/unit pelayanan. Di
samping itu, setiap pungutan yang ditarik dari masyarakat harus disertai dengan tanda bukti
resmi sesuai dengan jumlah yang dibayarkan.
5. Kepastian dan kurun waktu penyelesaian pelayanan harus diinformasikan secara jelas pada
masyarakat. Waktu penyelesaian pelayanan adalah jangka waktu penyelesaian suatu pelayanan
publik mulai dari di lengkapinya/ di penuhinya persyaratan teknis dan atau persyaratan
administratif sampai dengan selesainya suatu proses pelayanan. Unit pelayanan instansi
pemerintah dalam mem berikan pelayanan harus berdasarkan nomor urut permintaan pelayanan,
yaitu yang pertama kaii mengajukan pelayanan harus lebih dahulu dilayani/diselesaikan apabila
persyaratan lengkap (melak sanakan asas First in First Out/ FIFO). Kepastian dan kurun waktu
penyelesaian pelayanan publik harus diinformasikan secara jelas dan diletak kan di depan loket
pelayanan, ditulis dengan huruf cetak dan dapat dibaca dalam jarak pandang mini mum 3 (tiga)
meter atau disesuaikan dengan kondisi ruangan.
6. Pejabat/petugas yang berwenang dan bertanggung jawab memberikan pelayanan harus
ditetapkan secara formal berdasarkan SK. Pejabat/petugas yang berwenang dan bertanggung
jawab memberikan pelayanan dan atau menye lesaikan keluhan/
7. persoalan/sengketa, diwajibkan memakai tanda pengenal dan papan nama di meja/tempat kerja
petugas. Pejabat/petugas tersebut harus ditetapkan secara formal berdasarkan Surat
Keputusan/Surat Penugas an dari pejabat yang berwenang. Pejabat/petugas yang memberikan
pelayanan dan menyelesaikan keluhan harus dapat menciptakan citra positif ter hadap penerima
pelayanan dengan memperhatikan sebagai berikut :

(a) Aspek psikologi dan komunikasi, serta perilaku melayani.

(b) Kemampuan melaksanakan empati terhadap penerima pelayanan, dan dapat mengubah
keluhan penerima pelayanan menjadi senyuman.
(c) Menyelaraskan cara penyampaian layanan melalui nada, tekanan dan kecepatan suara, sikap
tubuh, mimik, dan pandangan mata.
(d) Mengenal siapa dan apa yang menjadi kebu tuhan penerima pelayanan. (e) Berada di tempat
yang ditentukan pada waktu dan jam pelayanan.
8. Lokasi pelayanan harus jelas. Tempat dan lokasi pelayanan diusahakan harus tetap dan tidak
berpindah-pindah, mudah dijangkau oleh pemohon pelayanan, dilengkapi dengan sarana dan
prasarana yang cukup memadai termasuk penye diaan sarana telekomunikasi dan informatika
(telematika). Untuk memudahkan masyarakat dalam memperoleh pelayanan, dapat membentuk
Unit Pelayanan Ter padu atau pos-pos pelayanan di Kantor Kelurahan/ Desa/Kecamatan serta di
tempat-tempat strategis lainnya.
9. Janji pelayanan harus tertulis secara jelas. Akta atau janji pelayanan merupakan komitmen
tertulis unit kerja pelayanan instansi pemerintah dalam menyediakan pelayanan kepada
masyarakat. Janji pelayanan tertulis secara jelas, singkat dan mudah dimengerti, menyangkut
hanya hal-hal yang esensial dan informasi yang akurat, termasuk di dalamnya mengenai standar
kualitas pelayanan. Dapat pula dibuat "Motto Pelayanan", dengan penyusunan kata-kata yang
dapat memberikan semangat, baik kepada pemberi maupun penerima pelayanan. Akta/janji,
motto pelayanan tersebut harus diinfor masikan dan ditulis dengan huruf cetak dan dapat dibaca
dalam jarak pandang minimum 3 (tiga) meter atau disesuaikan dengan kondisi ruangan.
10. Standar pelayanan publik harus realistis dan dipublikasikan pada masyarakat. Setiap unit
pelayanan instansi pemerintah wajib menyusun Standar Pelayanan masing-masing sesuai dengan
tugas dan kewenangannya, dan dipublikasi kan kepada masyarakat sebagai jaminan adanya
kepastian bagi penerima pelayanan. Standar pelayanan merupakan ukuran kualitas kinerja yang
dibakukan dalam penyelenggaraan pelayanan publik yang wajib ditaati oleh pemberi dan atau
penerima pelayanan. Standar pelayanan yang ditetapkan hendaknya realistis, karena merupakan
jaminan bahwa janji/komitmen yang dibuat dapat dipenuhi, jelas dan mudah dimengerti oleh
para pemberi dan penerima pelayanan.
11. Informasi Pelayanan harus dipublikasikan dan disosialisasikan pada masyarakat melalui
media. Untuk memenuhi kebutuhan informasi pelayanan kepada masyarakat, setiap unit

pelayanan instansi pemerintah wajib mempublikasikan mengenai prosedur, persyaratan, biaya,


waktu, standar, akta/ janji, motto pelayanan, lokasi serta pejabat/petugas yang berwenang dan
bertanggung jawab sebagaimana telah diuraikan di atas. Publikasi dan atau sosialisasi tersebut di
atas melalui antara lain, media cetak (brosur, leaflet, booklet), media elektronik (Website, Home
Page, Situs Internet, Radio, TV), media gambar dan atau penyuluhan secara langsung kepada
masyarakat.
Uraian-uraian tersebut di atas dapat digambarkan secara skematis seperti dikemukakan di bawah
ini :

Anda mungkin juga menyukai