Anda di halaman 1dari 5

Apakah Inovasi pelayanan Publik Indonesia dapat dikatakan sebagai model perubahan

dalam pelayanan publik di Indonesia

Jawab diskusi

PROLOG PENGANTAR DISKUSI :


Praktik penyelenggaraan pelayanan publik di Indonesia secara ideal mengacu pada
Undang-undang Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik. Isi dari undang-undang ini
mengambarkan bahwa praktik penyelenggaraan layanan publik harus membangun kepercayaan
masyarakat atas pelayanan publik yang dilakukan oleh penyelenggara pelayanan publik, dan
layanan publik juga merupakan kegiatan yang harus dilakukan seiring dengan harapan dan
tuntutan seluruh warga negara dan penduduk Indonesia, sehingga upaya untuk mempertegas
hak dan kewajiban setiap warga negara dan penduduk, serta terwujudnya tanggung jawab
negara dan korporasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik merupakan hal yang
diperlukan. Oleh karena itu, norma-norma hukum yang memberi pengaturan tentang pelayanan
publik harus jelas.
Selanjutnya, jika dilihat dari ruang lingkupnya, maka penyelanggaraan pelayanan publik
(public services) meliputi seluruh aspek kehidupan masyarakat. Di mulai sejak seseorang dalam
kandungan ketika diperiksa dan melahirkan dibantu oleh tenaga medis dan menggunakan
fasilitas medis dari pemerintah, mengurus akta kelahiran, menempuh pendidikan, mengurus
KTP dan KK, mengurus perkawinan, mengurus kartu pencari kerja, dan mengurus segala
sesuatu yang berkaitan dengan pelayanan pemerintah, sampai mengurus administrasi kematian.
Dari kondisi tersebut, seharusnya penyelenggaraan pelayanan publik harus
mengedepankan norma-norma sesuai dengan standar pelayanan. Tetapi fakta menunjukkan,
bahwa praktik pelayanan publik di negara ini belum mengacu pada norma sesuai dengan
standar pelayanan sehingga tidak mengherankan jika dalam praktiknya cenderung tidak adil
dan korup. Hal ini dipertegas oleh data pengaduan masyarakat terkait pelayanan publik yang
masuk ke Ombudsman RI, bahwa permasalahan buruknya pelayanan sebagaian besar
diakibatkan ketidakjelasan standar pelayanan yang menjadi acuan dalam penyelenggaraan
pelayanan publik, seperti ketidakjelasan persyaratan, jangka waktu penyelesaian pelayanan,
prosedur dan biaya pelayanan. Rendahnya kepatuhan terhadap standar pelayanan publik secara
langsung mengakibatkan mal administrasi, berupa ketidakpastian hukum, ketidakakuratan
pelayanan dan praktik-praktik pungli pada penyelenggaraan pelayanan publik dari pusat sampai
ke daerah. Pengabaian terhadap standar pelayanan mengakibatkan kualitas pelayanan publik
buruk dan juga akan mendorong terjadinya potensi perilaku mal administrasi yang berujung
pada inefisiensi birokrasi dan perilaku koruptif. (Ombudsman Republik Indonesia, 2015 : 1)

ANALIS DISKUSI :
1. Hasil dan Pembahasan
Secara subtansif Undang-undang Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik
memiliki empat (4) tujuan kebijakan, yaitu : Pertama, terwujudnya batasan dan hubungan yang
jelas tentang hak, tanggung jawab, kewajiban, dan kewenangan seluruh pihak yang terkait
dengan penyelenggaraan pelayanan publik; Kedua, terwujudnya sistem penyelenggaraan
pelayanan publik yang layak sesuai dengan asas- asas umum pemerintahan dan korporasi
yang baik; dan Ketiga, terpenuhinya penyelenggaraan pelayanan publik sesuai dengan
peraturan perundang-undangan; dan Keempat, terwujudnya perlindungan dan kepastian hukum
bagi masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan publik.
Selanjutnya, untuk merealisasikan tujuan tersebut, maka ada beberapa indikator
sekaligus azas yang harus dikedepankan dalam praktik penyelanggaran pelayanan publik di
Indonesia, yakni : (1) harus mengedepankan kepentingan umum, mengedepankan kepastian
hukum; mengedepankan kesamaan hak; (2) adanya keseimbangan hak dan kewajiban; (3)
menciptakan nilai profesionalisme, partisipatif, dan tidak diskriminatif; (4) harus terbuka dan
akuntabel; (5) memberikan fasilitas dan perlakuan khusus bagi kelompok rentan; serta (6) harus
mengedepankan ketepatan waktu, kecepatan, kemudahan, dan keterjangkauan. Sebetulnya, dari
indikator- indikator tersebut tergambarkan bahwa kebijakan ini secara ideal bisa memberikan
dampak yang signifikan dalam peningkatan kualitas pelayanan publik di Indonesia, tergantung
pelaksanaannya, apakah konsisten atau tidak.
Tetapi faktanya, pelaksanaan kebijakan ini belum dijalankan secara ideal, salah satu
dampaknya adalah rendahnya persepsi stakeholders dalam hal kemudahan berbisnis. Perlu
diketahui bahwa kemudahan berbisnis dipengaruhi oleh performa pelayanan publik. Data
Doing Business Index tahun 2015 menunjukkan bahwa Indonesia masih berada di peringkat
114 (59,15). Sementera itu, jika dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya, seperti
Malaysia, Thailand, dan Singapura, maka negara tersebut lebih unggul dibandingkan Indonesia
dalam kemudahan berbisnisnya dengan menempatkan Malaysia berada di peringkat 18 (78,83),
Thailand berada di peringkat 26 (75,27), dan Singapura berada di peringkat 1 (88,27). (World
Bank, 2015
: 4)
Ada beberapa indikator dalam data doing Business index, yakni : (1) Prosedur, waktu,
biaya dan modal yang disetorkan minimum untuk memulai usaha;
(2) Prosedur, waktu dan biaya untuk menyelesaikan semua formalitas untuk membangun
sebuah gudang; (3) Prosedur, waktu dan biaya untuk dihubungkan ke jaringan listrik; (4)
Prosedur, waktu dan biaya memindahkan property; (5) Movable hukum jaminan dan sistem
informasi kredit; (6) Hak minoritas pemegang saham dalam transaksi dengan pihak terkait; (7)
Pembayaran, waktu dan tarif pajak total untuk perushaan untuk memenuhi seluruh peraturan
pajak; (8) Dokumen, waktu dan

biaya untuk ekspor dan impor oleh institusi pelabuhan; (9) Prosedur, waktu dan biaya untuk
menyelesaikan sengketa komersial; dan ke (10) Waktu, biaya, hasil dan tingkat pemulihan
untuk kepailitan komersial. (World Bank, 2015 : 2)
Selain itu, hasil laporan perkembangan reformasi birokrasi tentang persepsi publik
terhadap birokrasi pemerintah masih menunjukkan persepsi yang negatif. Misalnya dalam hal
akuntabilitas kinerja birkrasi, kualitas pelayanan public, SDM aparatur yang sudah professional
dan lain-lain, untuk jelasnya terlihat pada grafik di bawah ini :
Grafik 1. Persepsi Publik Terhadap Birokrasi Pemerintah

Setuju & Sangat Setuju Tidak Setuju & Sangat Tidak Setuju

Akunabiltas kinerja birokrasi sudah baik 13 87


Kualitas pelayanan publik sudah baik 18 82
Organisasi pemerintahan sudah tepat fungsi… 20 80
Penggunaan sarpas PNS efesien 16 84
Penyelenggaraan pemerintahan sudah bebas… 3 92
Perizinan usaha sudah mudah/sederhana 24 76
Pola pikir dan budaya kerja aparatur negara… 10 90
Proses penyelenggaraan layanan publik sudah… 38 62
SDM aparatur negara sudah profesional 9 91
Sistem rekruitmen aparatur negara sudah… 10 90

Sumber : Laporan Perkembangan Reformasi Birokrasi, Kementrian PAN RB, 2013

Sementara itu, hasil survey yang dilakukan oleh Kompas dan Tempo yang
bekerjasama dengan Ausaid menunjukkan bahwa 62 % responden menyatakan sudah aware
dengan reformasi birokrasi, namun penilaian publik terhadap birokrasi masih buruk, yakni
hanya 18 % responden yang menyatakan setuju dan sangat setuju dengan peningkatan kualitas
pelayanan publik, sedangkan 82 % responden menyatakan tidak setuju dan sangat tidak setuju
adanya peningkatan kualitas pelayanan publik. (Imanuddin. 2015)
Oleh karena itu, untuk mengatasi pesoalan tersebut maka perlu adanya upaya untuk terus
meningkatkan kualitas pelayanan dengan memaksimalkan sistem desentraliasi yang secara
subtantif, yakni menekankan aspek partisipasi masyatakat, akuntabilitas pemerintan daerah,
serta mendorong kualitas pelayanan publik dengan meningkatkan inovasi-inovasi pelayanan
yang dilakukan oleh pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah melalui
gerakan “One Agency One Innovation”, yakni gerakan yang mendorong pemerintah, baik pusat
maupun daerah setiap tahunnya harus menciptakan 1 (satu) inovasi pelayanan publik.
Menurut Peraturan Menteri Pandayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi
Nomor 30 Tahun 2014 Tentang Pedoman Inovasi Pelayanan Publik maka organisasi publik
dalam melakukan inovasi pelayanan harus melakukan pengembangan inovasi, yakni :
Pertama, melakakukan transfer pengetahuan inovasi pelayanan publik. Proses ini merupakan
tahapan atau mekanisme pembelajaran dari satu pihak ke pihak lain tentang praktik inovasi
yang sudah terbukti menjadi solusi efektif terhadap permasalahan dalam pelayanan. Kedua,
melakukan peningkatan kapasitas, Peningkatan kapasitas dilakukan terhadap penerima manfaat
organisasi yang dilakukan oleh fasilitator. Peningkatan ini terdiri dari peningkatan kapasitas
organisasi (meliputi peningkatan kemampuan dalam strategi dan pengembangan inovasi);
peningkatan kapasitas individual (peningkatan kemampuan terhadap kompetensi individu
dalam pengembangan inovasi); dan peningkatan kapasitas sistem (peningkatan kemampuan
dalam pengelolaan pengembangan inovasi).
Ketiga, melakukan jaringan inovasi pelayanan publik. Jaringan inovasi pelayanan publik
adalah simpul kerjasama antar lembaga yang mempunyai minat dalam pengembangan inovasi
pelayanan publik; dan Keempat, pelembagaan dan keberlanjutan inovasi. Untuk menjamin
pelembagaan dan keberlanjutan inovasi maka setiap organisasi public, baik di pemerintah pusat
maupun di pemerintah daerah wajib membuat dasar hukum inovasi dan menyediakan program
serta anggaran yang didukung dengan sistem pengembangan inovasi yang memadai.
Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Imanudin menunjukkan bahwa inovasi
pelayanan tergantung dari budaya organisasi yang memuat nilai, sikap, dan prilaku organiasasi.
Oleh karenanya untuk menciptakan budaya tersebut yang mendukung inovasi pelayanan
publik, maka perlu ada pelembagaan inovasi pelayanan publik, yakni membuat produk hukum,
struktur, serta program dan anggaran sehingga organisasi pelayanan publik dapat dipaksakan
untuk melakukan inovasi pelayanan publik.

KESIMPULAN DISKUSI :
APAKAH INOVASI PELAYANAN PUBLIK INDONESIA DAPAT DIKATAKAN SEBAGAI
MODEL PERUBAHAN DALAM PELAYANAN PUBLIK DI INDONESIA ?
JAWABANNYA :

1) Permasalahan buruknya pelayanan di Indoneisa sebagaian besar diakibatkan


ketidakjelasan standar pelayanan yang menjadi acuan dalam penyelenggaraan
pelayanan publik, seperti ketidakjelasan persyaratan, jangka waktu penyelesaian
pelayanan, prosedur dan biaya pelayanan. Rendahnya kepatuhan terhadap standar
pelayanan publik secara langsung mengakibatkan mal administrasi, berupa
ketidakpastian hukum, ketidakakuratan pelayanan dan praktik-praktik pungli pada
penyelenggaraan pelayanan publik dari pusat sampai ke daerah.

2) Oleh karena itu, untuk mengatasi pesoalan tersebut maka perlu adanya upaya untuk
terus menerus untuk meningkatkan kualitas pelayanan dengan memaksimalkan inovasi-
inovasi pelayanan yang dilakukan oleh pemerintah, baik pemerintah pusat maupun
pemerintah daerah melalui gerakan “One Agency One Innovation”, yakni gerakan yang
mendorong pemerintah, baik pusat maupun daerah setiap tahunnya harus menciptakan
1 (satu) inovasi pelayanan publik. Hal yang harus dilakukan adalah menciptakan
budaya organiasi yang mendukung inovasi pelayanan publik melakukan pelembagaan
inovasi pelayanan public.

REFFRENSI DISKUSI

Hilda, Nurul. 2014. Strategi Inovasi Layanan dalam Meningkatkan Kualitas Pelayanan di
Kantor Pertanahan Kota Surabaya II. Jurnal Kebijakan dan Manajemen Publik,
Volume 2, Nomor 1 (Januari 2014) ISSN 2303
- 341X
Imanuddin, Muhammad. 2015. Inovasi Pelayanan Publik di Indonesia. Ringkasan Disertasi.
Universitas Diponegoro Semarang
Laporan Hasil Survey. 2013. Laporan Pelaksanaan Reformasi Birokrasi. Deputi Bidang
Reformasi Birokrasi, Kementerian Pendagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi
Ombudsman Republik Indonesia. 2015. Ringkasan Hasil Penelitian Kepatuhan Pemerintah
Pusat dan Pemerintah Daerah Terhadap Standar Pelayanan Publik Sesuai Uu
No. 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik. Tim Penelitian dan
Pengembangan Bidang Pencegahan. ORI
World Bank. 2015. Doing Business 2015 : Going Beyond Efficiency. World Bank Group.
Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi. 2014. Kumpulan
Praktik Baik Inovasi Pelayanan Publik Jilid 2. Kementerian Pendayagunaan
Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi
Republik Indonesia. 2009. Undang-undang Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik.
Peraturan Kementrian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 30
Tahun 2014 Tentang Pedoman Inovasi Pelayanan Publik

TUGAS 3
KEPEMIMPINAN KEPALA DAERAH KADANG KADANG DIPERMASALAHKAN
OLEH PUBLIK

Anda mungkin juga menyukai