Anda di halaman 1dari 13

Diskusi :

Berdasarkan dasar Negara Indonesia, Sistem perekonomian yang Paling cocok sesuai dengan sitem
Perekonomian Indonesia adalah sistem Perekonomkian Pancasila

a. Kemukakan Pendapat Saudara

Jawaban diskusi :

A. Sistem Perekonomian Indonesia

1. Perkembangan Sistem Ekonomi Sebelum Orde Baru


Sejak berdirinya negara Republik Indonesia, banyak sudah tokoh-tokoh
negara pada saat itu telah merumuskan bentuk perekonomian yang tepat
bagi bangsa Indonesia, baik secara individu maupun melalui diskusi
kelompok.

Sebagai contoh, Bung Hatta sendiri, semasa hidupnya mencetuskan ide,


bahwa dasar perekonomian Indonesia yang sesuai dengan cita-cita
tolong menolong adalah koperasi (Moh. Hatta dalam Sri Edi Swasono, 1985),
namun bukan berarti semua kegiatan ekonomi harus dilakukan secara
koperasi, pemaksaan terhadap bentuk ini justru telah melanggar dasar
ekonomi koperasi.

Demikian juga dengan tokoh ekonomi Indonesia saat itu, Sumitro


Djojohadikusumo, dalam pidatonya di negara Amerika tahun 1949,
menegaskan bahwa yang dicita-citakan adalah ekonomi semacam campuran.
Namun demikian dalam proses perkembangan berikutnya disepakitilah
suatu bentuk ekonomi Pancasila yang di dalamnya mengandung unsur
penting yang disebut Demokrasi Ekonomi.

2. Sistem Perekonomian Indonesia Berdasarkan Demokrasi Pancasila

Terlepas dari sejarah yang akan menceritakan keadaan yang sesungguhnya


pernah terjadi di Indonesia, maka menurut UUD’45, sistem perekonomian
pancasila tercermin dalam pasal-pasal 23, 27, 33,
dan 34.

Sistem ekonomi yang diterapkan di Indonesia adalah Sistem Ekonomi


Pancasila yang di dalamnya terkandung demokrasi ekonomi. Demokrasi
ekonomi berarti bahwa kegiatan ekonomi dilakukan dari, oleh dan untuk
rakyat di bawah pengawasan pemerintah.

Ciri-ciri utama sistem ekonomi Indonesia:


a) Landasan pokok perekonomian Indonesia adalah pasal 33 UUD 1945.
b) Demokrasi ekonomi menjadi dasar kehidupan perekonomian Indonesia
dengan ciri-ciri positif Demokrasi Pancasila dipilih, karena memiliki ciri-
ciri positif yang diantaranya adalah (Suroso, 1993) :

 Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas


kekeluargaan.
 Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat
hidup orang banyak dikuasai oleh negara.
 Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai
oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran
rakyat.
 Sumber-sumber kekayaan dan keuangan negara digunakan dngan
permufakatan lembaga-lembaga perwakilan rakyat, serta pengawasan
terhadap kebijaksanaannya ada pada lembaga-lembaga perwakilan pula.
 Warga negara memiliki kebebasan dalam memilih pekerjaan yang
dikehendaki serta mempunyai hak akan pekerjaan dan penghidupan
yang layak.
 Hak milik perorangan diakui dan pemanfaatannya tidak boleh
bertentangan dengan kepentingan masyarakat.
 Potensi, inisiatif dan daya kreasi setiap warga dikembangkan
sepenuhnya dalam batas-batas yang tidak merugikan kepentingan
umum.
 Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa ada lima ciri utama
sistem ekonomi Pancasila yaitu:
a) Peranan dominan koperasi bersama dengan perusahaan negara dan
perusahaan swasta.
b) Manusia dipandang secara utuh, bukan semata-mata makhluk ekonomi
tetapi juga makhluk sosial.
c) Adanya kehendak sosial yang kuat ke arah egalitaririanisme atau
pemerataan sosial.
d) Prioritas utama terhadap terciptanya suatu perekonomian nasional yang
tangguh.
e) Pelaksanaan sistem desentralisasi diimbangi dengan perencanaan yang
kuat sebagai pemberi arah bagi perkembangan ekonomi.

3. Sistem Perekonomian Indonesia sangat Menentang adanya sistem Free


fight liberalism, Etatisme, dan Monopoli

Dengan demikian, di dalam perekonomian Indonesia tidak mengijinkan


adanya:
a) Free fight liberalism ialah adanya kebebasan usaha yang tidak terkendali
sehingga memungkinkan terjadinya eksploitasi kaum ekonomi yang
lemah. Dengan dampak semakin bertambah luasnya jurang pemisah
kaya dan miskin.
b) Etatisme yaitu keikutsertaan pemerintahan yang terlalu dominan
sehingga mematikan motifasi dan kreasi dari masyarakat untuk
berkembang dan bersaing secara sehat.
c) Monopoli suatu bentuk pemusatan kekuatan ekonomi pada satu
kelompok tertentu, sehingga tidak memberikan pilihan lain pada
konsumen untuk tidak mengikuti ‘keinginan sang monopoli’

Pada awal perkembangan perekonomian Indonesia menganut sistem


ekonomi Pancasila. Ekonomi Demokrasi, dan ‘mungkin campuran’, namun
bukan berarti sistem perekonomian liberalis dan etatisme tidak pernah
terjadi di Indonesia. Awal tahun 1950-an - tahun1957-an merupakan bukti
sejarah adanya corak liberalis dalam perekonomian Indonesia. Demikian
juga dengan sistem etatisme, pernah juga mewarnai corak perekonomian
di tahun1960-an - masa orde baru.

Keadaan ekonomi Indonesia antara tahun 1950 - tahun 1965-an sebenarnya


telah diisi dengan beberapa program dan rencana ekonomi pemerintah.
Diantara program-program tersebut adalah:
 Program Banteng tahun 1950, yang bertujuan membantu pengusaha
pribumi.
 Program/ Sumitro Plan tahun 1951.
 Rencana Lima Tahun Pertama, tahun 1955-1960

Namun demikian ke semua program dan rencana tersebut tidak


memberikan hasil yang berarti bagi perekonomian Indonesia.
Beberapa faktor yang menyebabkan kegagalan adalah:
 Program-program tersebut disusun oleh tokoh-tokoh yang relatif bukan
bidangnya, namun oleh tokoh politik, dengan demikian keputusan-
keputusan yang dibuat cenderung menitik beratkan pada masalah
poitik, dan bukannya masalah ekonomi. Hal ini dapat dimengerti
mengingat pada masa-masa ini kepentingan politik lebih dominan,
seperti mengembalikan negara Indonesia ke negara kesatuan, usaha
mengembalikan Irian Barat, menumpas pemberontakan di daerah-
daerah, dan masalah politik sejenisnya.
 Akibat lanjut dari keadaan di atas, dana negara yang seharusnya
dialokasikan untuk kepentingan kegiatan ekonomi, justru dialokasikan
untuk kepentingan politik dan perang.
 Faktor berikutnya adalah, terlalu pendeknya masa kerja setiap kabinet
yang dibentuk (sistem parlementer saat itu). Tercatat tidak kurang dari
13 kabinet berganti saat itu. Akibatnya program dan rencana yang telah
disusun masing-masing kabinet tidak dapat dijalankan dengan tuntas,
kalau tidak ingin disebut tidak sempat berjalan.
 Disamping itu program dan rencana yang disusun kurang
memperhatikan potensi dan aspirasi dari berbagai pihak. Disamping
putusan individu/ pribadi, dan partai lebih dominan daripada
kepentingan pemerintah dan negara.
 Adanya kecenderungan terpengaruh untuk menggunakan sistem
perekonomian yang tidak sesuai dengan kondisi masyarakat Indonesia
(liberalis, 1950 – 1957) dan etatisme (1958 – 1965).

Akibat yang ditimbulkan dari sistem etatisme yang pernah ‘terjadi’ di


Indonesia pada periode tersebut dapat dilihat pada bukit-bukit berikut:
 Semakin rusaknya sarana-sarana produksi dan komunikasi, yang
membawa dampak menurunnya nilai eksport kita.
 Hutang luar negeri yang justru dipergunakan untuk proyek ‘Mercu Suar’.
 Defisit anggaran negara yang makin besar, dan justru ditutup dengan
mencetak uang baru, sehingga inflasi yang tinggi tidak dapat dicegah
kembali.

Keadaan tersebut masih dipaparkan dengan laju pertumbuhan penduduk


(2,8%) yang lebih besar dari laju pertumbuhan ekonomi saat itu, yakni
sebesar 2,2%.

B. Perkembangan Sistem Ekonomi Indonesia Setelah Orde Baru

Iklim kebangsaan setelah Orde Baru menunjukkan suatu kondisi yang sangat
mendukung untuk mulai dilaksanakannya sistem ekonomi yang
sesungguhnya diinginkan rakyat Indonesia. Setelah melalui masa-masa
penuh tantangan pada periode 1945 - 1965, semua tokoh negara yang
duduk dalam pemerintahan sebagai wakil rakyat untuk kembali
menempatkan sistem ekonomi kita pada nilai-nilai yang telah tersirat dalam
UUD 1945.

Dengan demikian sistem demokrasi ekonomi dan sistem ekonomi Pancasila


kembali satu-satunya acuan bagi pelaksanaan semua kegiatan ekonomi
selanjutnya.

Awal Orde Baru diwarnai dengan masa-masa rehabilitasi, perbaikan,


hampir di seluruh sektor kehidupan, tidak terkecuali sektor ekonomi.
Rehabilitasi ini terutama ditujukan untuk:
 Membersihkan segala aspek kehidupan dari sisa-sisa faham dan
sistem perekonomian yang lama (liberal/ kapitalis dan etatisme/
komunis).
 Menurunkan dan mengendalikan laju inflasi yang saat itu sangat tinggi,
yang berakibat terhambatnya proses penyembuhan dan peningkatan
kegiatan ekonomi secara umum.

Tercatat bahwa :
 Tingkat inflasi tahun 1966 sebesar 650%
 Tingkat inflasi tahun 1967 sebesar 120%
 Tingkat inflasi tahun 1968 sebesar 85%
 Tingkat inflasi tahun 1969 sebesar 9,9%

Dari data di atas, menjadi jelas, mengapa rencana pembangunan lima


tahun pertama (REPELITA I) baru dimulai pada tahun 1969.

Sejak bergulirnya reformasi 1998, di Indonesia mulai dikembangkan sistem


ekonomi kerakyatan, di mana rakyat memegang peranan sebagai pelaku
utama namun kegiatan ekonomi lebiih banyak didasarkan pada mekanisme
pasar. Pemerintah mempunyai hak untuk melakukan koreksi pada
ketidaksempurnaan dan ketidakseimbangan pasar.

Ciri-ciri ekonomi kerakyatan diantaranyaadalah sebagai berikut :


 Berkeadilan dengan prinsip persaingan sehat
 Memperhatikan pertumbuhan ekonomi, kepentingan sosial, dan nilai
keadilan serta kualitas hidup
 Mewujudkan pembangungan yang berkelanjutan dan berwawasan
lingkungan
 Menjamin kesempatan bekerja dan berusaha
 Memperlakukan seluruh rakyat secara adil

C. Para Pelaku Ekonomi

a) Tiga Pelaku Ekonomi (Agen-agen pemerintah dalam Pembangunan


Ekonomi)

Dalam ilmu ekonomi mikro kita mengenal tiga pelaku ekonomi, yaitu:
 Pemilik faktor produksi
 Konsumen
 Produsen

Maka jika dalam ilmu ekonomi makro kita mengenal empat pelaku ekonomi
:
 Sektor rumah tangga
 Sektor swasta
 Sektor pemerintah
 Sektor luar negeri

Maka dalam perekonomian Indonesia dikenal tiga pelaku ekonomi pokok


(sering disebut sebagai agen-agen pemerintah dalam pembangunan
ekonomi), yakni:

Sek. Swasta -> Koperasi -> Sek. Pemerintah Sek.


Pemerintah -> Sek. Swasta -> Koperasi Koperasi
-> Sek. Pemerintah -> Sek. Swasta

E. PERANAN PEMERINTAH DALAM SISTEM EKONOMI INDONESIA


Dalam sistem perekonomian Indonesia pemerintah memiliki peranan yang
cukup besar yaitu sebagai pelaku sekaligus sebagai pengatur kegiatan ekonomi.

Secara garis besar peranan pemerintah dalam perekonomian sebagai berikut:

1) Pemerintah berperan dalam mengalokasikan sumber-sumber ekonomi


secara efisien.
2) Pemerintah berperan dalam distribusi pendapatan dari golongan
mampu ke golongan kurang mampu.
3) Pemerintah berperan dalam menstabilkan perekonomian.

Sumber Bahan Diskusi Materi : taff.unila.ac.id/sigit/files/2012/08/Sistem-Perekonomian-


Indonesia.pdf

b. Ciri-ciri sitem perekonomian Pancasila seperti yang tertuang dalam UUD 1945 PASA 33

Jawab :

Pasal 33 Undang-Undang Dasar Tahun 1945 merupakan fundamen sistem perekonomian nassional.
Pasal 33 ayat (1) UUD 1945 menegaskan bahwa “Perekonomian disusun sebagai usaha bersama
berdasar atas asas kekeluargaan.” Makna yang terkandung dalam ayat tersebut sangat dalam yakni
sistem ekonomi yang dikembangkan seharusnya tidak basis persaingan serta atas asas yang sangat
individualistik. Demikian pula dalam Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3) UUD 1945 memberikan maklumat
yang sangat terang-benderang bahwa pemerintah memiliki peran yang sangat besar dalam kegiatan
ekonomi.

Pengertian Sistem Ekonomi Pancasila


Sederhananya, pengertian sistem ekonomi Pancasila adalah suatu bentuk yang dijiwai oleh
ideologi Pancasila, tentunya dengan landasan kekeluargaan dan juga gotong royong. Bebeapa
negara tertentu selalu menerapkan sistem ekonomi yang memang sudah sesuai dengan filosofi
hidup di negara itu, pun sama halnya dengan Indonesia.

Sistem ekonomi Pancasila akan memberikan ruang kebebasan pada seluruh warga negaranya
agar bisa berusaha atau membangun usaha perekonomian dengan adanya batasan dan berbagai
syarat yang sebelumnya sudah ditentukan.
Seperti yang sudah kita ketahui, kebanyakan produksi masyarakat saat ini merupakan usaha
swasta yang bersandingan dengan perusahaan yang mencakup di bidang pertanian, perbanan,
pertambangan, transportasi, dll.

Ciri-Ciri Sebuah Sistem Ekonomi Pancasila


Berikut ini adalah ciri-ciri dari sistem ekonomi Pancasila seperti yang tertuang pada UUD 1945
Pasal 33 dan GBHN Bab 3B No. 14:

Pasal 33 Setelah Amandemen 2002

1. Sistem Perekonomian yang berdasarkan asas kekeluargaan dan disusun sebagai bentuk
usaha bersama.
2. Sumber daya yang mencakup bumi dan air serta kekayaan alam lainnya yang terkandung
di dalamnya, dikuasai oleh negara dengan tujuan digunakan sebesar-besarnya untuk
kemakmuran rakyat.
3. Negara menguasai berbagai cabang produksi yang penting bagi kepentingan hidup orang
banyak.
4. Perekonomian nasional dilakukan dengan adanya prinsip ekonomi kebersamaan atas
dasar demokrasi ekonomi, efisiensi, berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan,
kemandirian dan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.
5. Ketentuan peraturan lebih lanjut tentang pelaksanaan pasal ini diatur dalam undang-
undang

Sumber Bahan diskusi : https://brainly.co.id/tugas/52425598 dan https://accurate.id/ekonomi-


keuangan/pengertian-sistem-ekonomi-pancasila/#Ciri-Ciri_Sebuah_Sistem_Ekonomi_Pancasila

c. Apakah sistem perekonomian Pncasila masih relevan untuk diterapkan pada kondisi saat ini?

Jawab diskusi :

karena pendiri bangsa kita menanamkan nilai" universal pada pancasila dalam berbagai dimensi
kehidupan sehingga selalu relevan masa kini juga masa yg akan datang

Pancasila adalah sebuah sistem perekonomian yang didasarkan pada 5 sila dalam Pancasila. Sistem
Ekonomi Pancasila (SEP) merupakan sistem ekonomi yang digali dan dibangun dari nilai-nilai yang dianut
dalam masyarakat Indonesia.

Beberapa prinsip dasar yang ada dalam SEP tersebut antara lain berkaitan dengan prinsip kemanusiaan,
nasionalisme ekonomi, demokrasi ekonomi yang diwujudkan dalam ekonomi kerakyatan, dan keadilan.
Pada saat ini, sering dipertanyakan "masih relevankah sistem ekonomi pancasila sekarang ini?"
mengingat perekonomian Indonesia yang cenderung memburuk dari tahun ke tahun.

Sistem Ekonomi Pancasila:

1.Perekonomian disusun sebagai usaha bersama atas asas kekeluargaan,

2.Cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak
dikuasai oleh Negara,

3.Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan
untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat,

4.Hak milik peorangan diakui pemanfaatannya tidak boleh bertentangan dengan kepentingan
masyarakat,

5.Fakir miskin dan anak anak terlantar berhak memperoleh jaminan sosial.

Ciri-ciri pokok dari sistem ekonomi Pancasila:

1. Pengembangan koperasi penggunaan insentif sosial dan moral.

2. Komitmen pada upaya pemerataan.

3. Kebijakan ekonomi nasionalis

4. Keseimbangan antaraperencanaan terpusat

5. Pelaksanaan secara terdesentralisasi.


Sumber Bahan diskusi : https://www.kompasiana.com/riska65898/5b0cb462caf7db7bd512f983/masih-
relevankah-sistem-ekonomi-pancasila-sekarang-ini?page=3&page_images=1

Diskusi :

Kenapa Kota Masih menjadi tempat tumpuan migrasi dari desa ke Kota padahal pemerintah
sudah mengimplementasikan UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang desa agar masyarakat dapat
mengembangkan potensi ekonominya.

Jawab diskusi :

Undang-Undang Nomor 6 tahun 2014 setidaknya ingin menjawab dua problem utama desa
selama ini yaitu mengembalikan otonomi asli desa sebagaimana pernah dikesampingkan era orde
baru, serta pada saat yang sama mengembangkan otonomi desa untuk membatasi invasi otonomi
daerah pasca reformasi. Pengakuan atas desa kali ini dengan jelas menjawab persoalan pertama,
yaitu menegaskan kembali keragaman desa sebagaimana lebih awal telah dikoreksi oleh UU
32/2004. Desa dan atau nama lain berhak mengatur dan mengurus urusannya masing-masing
berdasarkan hak asal usul yang diakui dan dihormati oleh negara berdasarkan amanah konstitusi
pasal 18B ayat (1) UUD 1945. Persoalan kedua, tampak bahwa desa diharapkan mampu
mengembangkan otonomi aslinya untuk membatasi ekspansi otonomi daerah yang mengancam
hingga ke pori-pori desa.  

UU Desa membawa harapan dan peluang besar. Cita-cita pemerataan pembangunan sebagai
capaian mimpi dari kemerdekaan bisa terwujud. Ragam tantangan yang disinggung sebelumnya
bisa dikonversi menjadi peluang. UU ini merupakan peluang bagi daerah untuk menjadikan desa
sebagai pusat pertumbuhan dan kreativitas sosial ekonomi masyarakat di desa. Desa benar-benar
menjadi subjek, tak lagi sekedar objek. Karena selama ini, desa hanya selalu menjadi obyek
pembangunan dan eksploitasi dari sistem pembangunan nasional. Padahal, segenap sumber daya
agraria dan termasuk sumber daya manusia di pedesaan. Desa menjadi sumber pangan nasional
tetapi tidak mendapatkan prioritas dalam kebijakan pembangunan nasional. UU ini secara
progresif berupaya menurunkan semangat desentralisasi sampai ke tingkat desa, tak hanya di
daerah. Dengan bahasa lain, UU Desa merupakan langkah maju dalam pembangunan pedesaan
dan sebuah capaian riil dari desentralisasi di level grass root.

Kemudian UU ini bisa memajukan adat istiadat dan budaya masyarakat desa, membangun sistem
pemerintahan lebih efektif dalam kerangka pelayanan masyarakat, memajukan perekonomian
msyarakat desa serta memupus kesenjangan pembangunan nasional. Untuk mengoptimalkan
peluang tersebut, maka strategi yang perlu diperjuangkan adalah mendidik rakyat desa, supaya
memiliki kemampuan untuk mengorganisasikan dirinya (self help) dan memobilisasi semua
sumber daya yang ada di desa. Pengembangan masyarakat yang menjadi upaya terorganisir yang
dilakukan guna meningkatkan kondisi masyarakat, terutama melalui usaha kooperatif dan
mengembangkan kemandirian perdesaan. Penguatan kapasitas masyarakat desa dengan cara
mendorong mereka untuk terlibat langsung dalam mengontrol dan mengawasi pemerintah desa,
menjadi kata kunci untuk mencapai masyarakat desa yang makmur, adil dan demokratis. Tanpa
itu, masyarakat desa tetap terbelit dalam persoalan jeratan kemiskinan.

Pembangunan desa adalah upaya peningkatan kualitas hidup dan kehidupan untuk sebesar-
besarnya kesejahteraan masyarakat desa. Undang-Undang Nomor 6 tahun 2014 menjelaskan
bahwa tujuan pembangunan desa adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa dan
kualitas hidup manusia serta penanggulangan kemiskinan melalui pemenuhan kebutuhan dasar,
pembangunan sarana dan prasarana desa, pengembangan potensi ekonomi lokal, serta
pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan secara berkelanjutan. Untuk mencapai tujuan
pembangunan tersebut pemerintah akan menyalurkan anggaran sebesar Rp 9,1 triliun kepada
72.944 desa yang tersebar di seluruh Indonesia. Berdasarkan kucuran dana tersebut maka
masing-masing desa akan mendapatkan dana antara Rp 800 juta hingga Rp 1,4 milyar yang akan
mulai berlaku pada tahun 2015 (sumber: majalah Akuntan, September 2014).

Kajian ini bertujuan untuk mengidentifikasi titik krusial yang berpotensi menimbulkan masalah
dalam penyaluran dan pengelolaan dana desa yang bersumber dari APBN dan pola pengawasan
yang dibutuhkan, serta peran BPKP dalam meningkatkan kapasitas APIP kabupaten/kota,
khususnya Inspektorat kabupaten/kota. Kajian ini diharapkan dapat memberikan masukan atau
saran kepada pimpinan BPKP untuk merumuskan kebijakan dalam rangka memenuhi kebutuhan
stakeholders yang terkait dengan pelaksanaan penugasan pemberian jasa konsultasi dan quality
assurance, dalam mendukung akuntabilitas pengelolaan keuangan desa.

Berdasarkan kajian ini, terdapat beberapa titik yang berpotensi menimbulkan masalah dalam
pengelolaan dana desa yang bersumber dari APBN yaitu, 1) belum adanya peraturan petunjuk
pelaksanaan dan petunjuk teknis pelaksanaan pengelolaan keuangan desa, 2) perencanaan
pembangunan desa tidak selaras dengan rencana pembangunan pemerintah daerah
kabupaten/kota, 3) perencanaan pembangunan desa dapat mengarah kepada keuntungan
kelompok tertentu sehingga tidak sesuai dengan kepentingan masyarakat dan kekhasan daerah,
4) sumber daya manusia penyelenggaraan pemerintahan desa belum memadai, 5) besarnya
alokasi dana desa dapat dipengaruhi kepentingan politik sehingga alokasi belum sesuai dengan
kondisi desa yang sesungguhnya, 6) pengadaan barang/jasa di desa berpotensi menyimpang dari
aturan, dan 7) pencatatan, penatausahaan dan pelaporan keuangan desa berpotensi tidak
transparan dan akuntabel.

Permasalahan tersebut di atas membutuhkan peran Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP)
untuk melakukan kegiatan pembinaan dan pengawasan pengelolaan dana desa. Menurut Undang
Undang Nomor 6 tahun 2014, kegiatan pembinaan dan pengawasan yang dilaksanakan oleh
pemerintah dilakukan oleh pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten/kota,
antara lain mengawasi penyelenggaraan pemerintahan desa dimana kegiatan pembinaan dan
pengawasan tersebut dapat didelegasikan kepada perangkat daerah.

Dalam rangka menunjang impementasi Undang Undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa,
Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) sebagai APIP dapat mengambil peran
dalam kegiatan pembinaan dan pengawasan baik dalam perencanaan, pelaksanaan, maupun
pemantauan. Sesuai PP 60 Tahun 2008, peran pokok yang harus dilaksanakan BPKP selaku
pengawas (auditor) intern pemerintah, yaitu melalui pemberian jaminan mutu (assurance),
pemberian asistensi (consulting) kepada stakeholders untuk mendorong peningkatan kinerja
pengelolaan keuangan negara, kegiatan pengawasan yang bersifat represif/investigatif, serta
memberikan informasi yang cepat dan akurat atas permasalahan yang bersifat current issues.
Atas dasar hal tersebut, BPKP diharapkan mempunyai peran yang strategis dalam mengawasi
pengelolaan dana desa sehi

Sumber : Bahan diskusi https://www.iaijawatimur.or.id/course/interest/detail/4 dan


ttps://www.bpkp.go.id/puslitbangwas/konten/2473/14.127-Persiapan-Implementasi-UU-No-6-Tahun-
2014-Tentang-Desa

Anda mungkin juga menyukai