Anda di halaman 1dari 8

1.

a) Pengertian sistem adalah suatu kesatuan, baik itu dalam bentuk objek yang nyata
ataupun abstrak dan terdiri dari beragam unsur ataupun komponen yang saling
berhubungan, bergantungan, mendukung, dan semuanya menyatu menjadi satu
kesatuan agar bisa mencapai tujuan tertentu secara efektif dan juga secara efisien.
b) Fungsi sistem ekonomi secara umum adalah:
– Sebagai penyedia dorongan untuk berproduksi.
– Berfungsi dalam mengoordinasi kegiatan individu dalam suatu perekonomian.
– Sebagai pengatur dalam pembagian hasil produksi di seluruh anggota
masyarakat agar dapat terlaksana seperti yang diharapkan.
– Menciptakan mekanisme tertentu agar distribusi barang dan jasa berjalan
dengan baik.
c) Sistem Ekonomi adalah susunan unsur-unsur ekonomi yang saling berhubungan
dan bekerja untuk memecahkan masalah ekonomi serta mencapai tujuan tertentu.
d) Sistem Ekonomi Indonesia adalah menganut sistem ekonomi Pancasila (SEP).
Pada laman Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) dijelaskan bahwa SEP
merupakan sistem ekonomi yang sesuai dengan nilai kebangsaan seperti gotong
royong dan saling menguatkan. Konstitusi ekonomi Indonesia adalah sistem ekonomi
Pancasila dengan arah kebijakan ekonomi yang mengutamakan kemakmuran
masyarakat daripada kemakmuran individu.
e) Sistem Ekonomi Kapitalis adalah sistem ekonomi yang memungkinkan swasta
untuk memiliki seluruh faktor produksi. Keempat faktor produksi tersebut adalah
pengusaha, modal, sumber daya alam, dan pekerja. Sistem ini memiliki kaitan erat
dengan pasar bebas, permintaan-penawaran, tarif, dan banyak lainnya. Hal-hal
tersebut mempengaruhi keberlangsungan sistem ini untuk dapat terus berkembang.
Adanya pasar bebas, kebijakan bebas tarif, permintaan yang bagus akan membuat
sistem ini semakin kuat. Salah satu semboyan yang digaungkan dalam sistem ini
adalah “greed is good” karena ketamakan bisa membuat bisnis terus berkembang.
Contoh negara-negara yang menerapkan sistem ini adalah Hongkong, Singapura,
Swiss, Estonia, Kanada, dan banyak lainnya. Negara-negara ini memberlakukan
kebebasan tarif dalam rangka menghilangkan halangan yang bisa mengganggu
perdagangan bebas.
Kelebihan Sistem Ekonomi Kapitalis :
 Kapitalisme membuat barang-barang paling diinginkan akan dihargai dengan
harga yang lebih tinggi. Dampaknya adalah para produsen akan berlomba-
lomba dalam menciptakan barang-barang dengan kualitas terbaik.
 Efek dari keinginan untuk meningkatkan kualitas adalah adanya inovasi yang
terjadi terus menerus. Inovasi pun akan terus dilakukan demi mendapat harga
tertinggi. Penemuan-penemuan baru akan terus dibuat dan hal ini bisa
meningkatkan kesejahteraan hidup manusia.
Kekurangan Sistem Ekonomi Kapitalis :
 Kapitalisme akan menjadi kejam bagi mereka yang tidak memiliki
kemampuan. Para produsen cenderung menginginkan produksi yang efisien
sehingga orang-orang yang kurang mampu akan disingkirkan oleh mereka
yang lebih berkemampuan. Dampaknya adalah munculnya pengangguran.
 Demi mengejar pertumbuhan, seringkali kapitalisme menihilkan beberapa
akibat dari kegiatan produksinya. Salah satunya adalah kerusakan lingkungan.
f) Sistem Ekonomi Sosialis adalah sistem yang masyarakatnya memiliki kesetaraan
dalam kepemilikan atas faktor-faktor produksi. Meski dimiliki oleh setiap anggota
masyarakat, pengelolaannya sendiri diatur oleh negara secara penuh. Pemerintah
berperan penuh dalam mengatur distribusi dari hasil produksi. Faktor produksi dalam
sistem sosialis adalah pekerja, pengusaha, modal, dan sumber daya alam. Semua
faktor ini dimiliki oleh masyarakat dan diatur sepenuhnya oleh negara. Pada
kenyataannya, sulit untuk menentukan bahwa satu negara menerapkan ekonomi
sosialis secara penuh. Seringkali sistem ini digabungkan dengan sistem lain seperti
liberal dan komunis. Norwegia, Denmark, dan Swedia menjadi contoh negara yang
menerapkan sebagian dari sistem ekonomi sosialis. Negara-negara tersebut
menyediakan layanan bagi masyarakatnya mulai dari kesehatan, pendidikan, dan
jaminan pensiun.
Kelebihan Sistem Ekonomi Sosialis
Di bawah sistem ini, para pekerja tidak mengalami eksploitasi. Hal ini dapat terjadi
karena mereka akan mendapatkan hasil sesuai dengan apa yang mereka upayakan.
Sistem ini bisa menghilangkan penderitaan rakyat karena seluruh akses terhadap
pendidikan, kesehatan, dan kebutuhan dasar lainnya telah diatur dan disediakan oleh
negara. Ketersediaan tersebut memungkinkan masyarakat tidak perlu pusing lagi dan
bisa fokus dengan apa yang ingin mereka raih. Dikarenakan kontrol negara yang kuat,
pengelolaan sumber daya alam bisa dilakukan dengan lebih bijak.
Kekurangan Sistem Ekonomi Sosialis
 Sistem ekonomi sosialis mempercayai bahwa pada dasarnya manusia memiliki
kecenderungan untuk bekerjasama. Kepercayaan ini menihilkan fakta bahwa
terdapat persaingan yang bisa timbul antar manusia. Keadaan yang seperti
inilah yang mengakibatkan sistem ekonomi sosialis menjadi sulit untuk
diterapkan secara penuh.
 Dikarenakan setiap anggota masyarakat telah memiliki peran yang diatur oleh
negara, keinginan untuk menjadi wirausaha pun berpotensi menurun.
Dampaknya adalah tingkat inovasi yang cenderung lebih rendah jika
dihadapkan kepada sistem kapitalis.
 Peran negara yang terlalu besar juga bisa berbahaya bagi masyarakat jika
pemimpin yang terpilih ternyata menyalahgunakan kekuasaannya.
g) Sistem Ekonomi Campuran adalah perpaduan dari sistem ekonomi tradisional,
sosialis, dan kapitalis. Setiap kelebihan yang dimiliki masing-masing sistem
digabungkan ke dalam satu sistem. Masyarakat memiliki kebebasan dalam sektor
ekonomi, namun pemerintah juga memiliki kendali dalam sektor perekonomian. Ini
bertujuan untuk mencegah adanya penguasaan penuh oleh segelintir masyarakat.
Beberapa negara yang menggunakan sistem ekonomi campuran di antaranya India,
Filipina, dan Malaysia. Kelebihan dari penggunaan sistem ekonomi campuran adalah
kestabilan ekonomi lebih terjamin dan mencegah adanya monopoli pasar oleh
sekelompok masyarakat tertentu. Namun, kekurangan dari sistem ekonomi ini,
keuntungan sektor swasta kurang maksimal apabila dibandingkan dengan sistem
ekonomi liberal, dan kadang bisa ditemukan ketidakjelasan mengenai batasan
pemerintah dan swasta dalam sektor perekonomian.
2. D
3. – Ekonomi Indonesia jaman Soekarno (1945-1967) Orde Lama :
Indonesia mengalami tiga fase perekonomian di era Presiden Soekarno. Fase pertama
yakni penataan ekonomi pasca-kemerdekaan, kemudian fase memperkuat pilar
ekonomi, serta fase krisis yang mengakibatkan inflasi. Pada awal pemerintahan
Soekarno, PDB per kapita Indonesia sebesar Rp 5.523.863. Pada 1961, Badan Pusat
Statistik mengukur pertumbuhan ekonomi sebesar 5,74 persen. Setahun berikutnya
masih sama, ekonomi Indonesia tumbuh 5,74 persen. Lalu, pada 1963,
pertumbuhannya minus 2,24 persen. Angka minus pertumbuhan ekonomi tersebut
dipicu biaya politik yang tinggi. Akibatnya, Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (APBN) defisit minus Rp 1.565,6 miliar. Inflasi melambung atau hiperinflasi
sampai 600 persen hingga 1965. Meski begitu, pertumbuhan ekonomi Indonesia
masih dapat kembali ke angka positif pada 1964, yaitu sebesar 3,53 persen. Setahun
kemudian, 1965, angka itu masih positif meski turun menjadi 1,08 persen. Terakhir di
era Presiden Soekarno, 1966, ekonomi Indonesia tumbuh 2,79 persen.
- Ekonomi Indonesia jaman Soeharto (1967-1998) Orde Baru :
Masa kekuasaan Soeharto adalah yang terpanjang dibandingkan presiden lain
Indonesia hingga saat ini. Pasang surut perekonomian Indonesia juga paling
dirasakan pada eranya. Ia menjadi presiden di saat perekonomian Indonesia tak
dalam kondisi baik. Pada 1967, ia mengeluarkan Undang-undang (UU) Nomor 1
Tahun 1967, tentang Penanaman Modal Asing. UU ini membuka lebar pintu bagi
investor asing untuk menanam modal di Indonesia. Tahun berikutnya, Soeharto
membuat Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita) yang mendorong
swasembada. Program ini mendongkrak pertumbuhan ekonomi Indonesia hingga
tembus 10,92 persen pada 1970. Ekonom Lana Soelistianingsih menyebut, iklim
ekonomi Indonesia pada saat itu lebih terarah, dengan sasaran memajukan pertanian
dan industri. Hal ini membuat ekonomi Indonesia tumbuh drastis. Setelah itu, di
tahun-tahun berikutnya, hingga sekitar tahun 1997, pertumbuhan ekonomi Indonesia
cenderung tinggi dan terjaga di kisaran 6-7 persen. Namun, selama Soeharto
memerintah, kegiatan ekonomi terpusat pada pemerintahan dan dikuasai kroni-kroni
presiden. Kondisinya keropos. Pelaku ekonomi tak menyebar seperti saat ini, dengan
70 persen perekonomian dikuasai pemerintah. Begitu dunia mengalami gejolak pada
1998, struktur ekonomi Indonesia yang keropos itu tak bisa menopang
perekonomian nasional. "Ketika krisis, pemerintah kehilangan pijakan, ya bubarlah
perekonomian Indonesia karena sangat bergantung pada pemerintah," kata Lana.
Posisi Bank Indonesia (BI) pada era Soeharto juga tak independen. BI hanya alat
penutup defisit pemerintah. Begitu BI tak bisa membendung gejolak moneter, maka
terjadi krisis dan inflasi tinggi hingga 80 persen. Pada 1998, negara bilateral pun
menarik diri untuk membantu ekonomi Indonesia, yaitu saat krisis sudah tak
terhindarkan. Pertumbuhan ekonomi pun merosot menjadi minus 13,13 persen. Pada
tahun itu, Indonesia menandatangani kesepakatan dengan Badan Moneter
Internasional (IMF). Gelontoran utang dari lembaga ini mensyaratkan sejumlah
perubahan kebijakan ekonomi di segala lini.
- Ekonomi Indonesia jaman BJ Habibie (1998-1999) Era Reformasi
Pemerintahan Presiden Baharuddin Jusuf Habibie dikenal sebagai rezim transisi.
Salah satu tantangan sekaligus capaiannya adalah pemulihan kondisi ekonomi,
dari posisi pertumbuhan minus 13,13 persen pada 1998 menjadi 0,79 persen pada
1999.

Habibie menerbitkan berbagai kebijakan keuangan dan moneter dan membawa


perekonomian Indonesia ke masa kebangkitan. Kurs rupiah juga menguat dari
sebelumnya Rp 16.650 per dollar AS pada Juni 1998 menjadi Rp 7.000 per dollar
AS pada November 1998.
Pada masa Habibie, Bank Indonesia mendapat status independen dan keluar dari
jajaran eksekutif.
- Ekonomi Indonesia jaman Abdurrahman Wahid (1999-2001)
Abdurrahman Wahid alias Gus Dur meneruskan perjuangan Habibie
mendongkrak pertumbuhan ekonomi pasca krisis 1998. Secara perlahan, ekonomi
Indonesia tumbuh 4,92 persen pada 2000.
Gus Dur menerapkan kebijakan desentralisasi fiskal dan otonomi daerah.
Pemerintah membagi dana secara berimbang antara pusat dan daerah. Kemudian,
pemerintah juga menerapkan pajak dan retribusi daerah. Meski demikian,
ekonomi Indonesia pada 2001 tumbuh melambat menjadi 3,64 persen.
- Ekonomi Indonesia jaman Megawati Soekarnoputri (2001-2004)
PADA masa pemerintahan Megawati, pertumbuhan ekonomi Indonesia secara
bertahap terus meningkat dari tahun ke tahun. Pada 2002, pertumbuhan Indonesia
mencapai 4,5 persen dari 3,64 persen pada tahun sebelumnya. Kemudian, pada
2003, ekonomi tumbuh menjadi 4,78 persen. Di akhir pemerintahan Megawati
pada 2004, ekonomi Indonesia tumbuh 5,03 persen. Tingkat kemiskinan pun terus
turun dari 18,4 persen pada 2001, 18,2 persen pada 2002, 17,4 persen pada 2003,
dan 16,7 persen pada 2004. "Saat itu mulai ada tanda perbaikan yang lebih
konsisten. Kita tak bisa lepaskan bahwa proses itu juga dipengaruhi politik.
Reformasi politik juga mereformasi ekonomi kita," kata Lana. Perbaikan yang
dilakukan pemerintah saat itu yakni menjaga sektor perbankan lebih ketat hingga
menerbitkan surat utang atau obligasi secara langsung. Saat itu, kata Lana,
perekonomian Indonesia mulai terarah kembali. Meski tak ada lagi repelita seperti
di era Soeharto, namun ekonomi Indonesia bisa lebih mandiri dengan tumbuhnya
pelaku-pelaku ekonomi.
- Ekonomi Indonesia jaman Soesilo Bambang Yudhoyono (2004-2014)
MESKI naik-turun, pertumbuhan ekonomi Indonesia di bawah kepemimpinan
Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY) relatif stabil. Pertumbuhan Indonesia cukup
menggembirakan di awal pemerintahannya, yakni 5,69 persen pada 2005. Pada
2006, pertumbuhan ekonomi Indonesia sedikit melambat jadi 5,5 persen. Di tahun
berikutnya, ekonomi Indonesia tumbuh di atas 6 persen, tepatnya 6,35 persen.
Lalu, pada 2008, pertumbuhan ekonomi masih di atas 6 persen meski turun tipis
ke angka 6,01 persen. Saat itu, impor Indonesia terbilang tinggi. Namun, angka
ekspor juga tinggi sehingga neraca perdagangan lumayan berimbang. Pada 2009,
di akhir periode pertama sekaligus awal periode kedua kepemimpinan SBY,
ekonomi Indonesia tumbuh melambat di angka 4,63 persen. Perlambatan tersebut
merupakan dampak krisis finansial global yang tak hanya dirasakan Indonesia
tetapi juga ke negara lain. Pada tahun itu, Bank Sentral Amerika Serikat (The Fed)
menaikkan suku bunga yang membuat harga komoditas global naik. "Saat Bank
Sentral AS menarik dana dari publik, tidak injeksi lagi, harga komoditas
melambat lagi. Kita mulai keteteran," kata Lana. "Ekspor kita memang tinggi, tapi
impornya lebih tinggi," tambah dia. Meski begitu, Indonesia masih bisa
mempertahankan pertumbuhan ekonomi walaupun melambat. Pada tahun itu,
pertumbuhan ekonomi Indonesia masuk tiga terbaik di dunia. Lalu, pada 2010,
ekonomi Indonesia kembali tumbuh dengan capaian 6,22 persen. Pemerintah juga
mulai merancang rencana percepatan pembangunan ekonomi Indonesia jangka
panjang. Pada 2011, ekonomi Indonesia tumbuh 6,49 persen, berlanjut dengan
pertumbuhan di atas 6 persen pada 2012 yaitu di level 6,23 persen. Namun,
perlambatan kembali terjadi setelah itu, dengan capaian 5,56 persen pada 2013
dan 5,01 persen pada 2014.
- Ekonomi Indonesia jaman Joko Widodo (2014-Sekarang)
PADA masa pemerintahannya, Joko Widodo atau yang lebih akrab disapa Jokowi
merombak struktur APBN dengan lebih mendorong investasi, pembangunan
infrastruktur, dan melakukan efisiensi agar Indonesia lebih berdaya saing. Namun,
grafik pertumbuhan ekonomi Indonesia selama empat tahun masa pemerintahan
Jokowi terus berada di bawah pertumbuhan pada era SBY. Pada 2015,
perekonomian Indonesia kembali terlihat rapuh. Rupiah terus menerus melemah
terhadap dollar AS. Saat itu, ekonomi Indonesia tumbuh 4,88 persen. "Defisit
semakin melebar karena impor kita cenderung naik atau ekspor kita yang
cenderung turun," kata Lana. Di era Jokowi kata Lana, arah perekonomian
Indonesia tak terlihat jelas. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
(RPJMN) seolah hanya sebagai dokumen tanpa pengawasan dalam
implementasinya. Dalam kondisi itu, tak diketahui sejauh mana RPJMN
terealisasi. Ini tidak seperti repelita yang lebih fokus dan pengawasannya
dilakukan dengan baik sehingga bisa dijaga. Pada 2016, ekonomi Indonesia mulai
terdongkrak tumbuh 5,03 persen. Dilanjutkan dengan pertumbuhan ekonomi tahun
2017 sebesar 5,17. Berdasarkan asumsi makro dalam APBN 2018, pemerintah
memprediksi pertumbuhan ekonomis 2018 secara keseluruhan mencapai 5,4
persen. Namun, pertumbuhan ekonomi di kuartal I-2018 ternyata tak cukup
menggembirakan, hanya 5,06 persen. Sementara pada kuartal II-2018, ekonomi
tumbuh 5,27 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Hanya ada
sedikit perbaikan dibandingkan kuartal sebelumnya. Pada Senin (5/11/2018), BPS
mengumumkan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal III-2018 sebesar
5,17 persen, malah melambat lagi dibandingkan kuartal sebelumnya. Untuk
kuartal IV-2018, pertumbuhan ekonomi diprediksi meleset dari asumsi APBN.
Bank Indonesia, misalnya, memprediksi pertumbuhan Indonesia secara
keseluruhan pada 2018 akan berada di batas bawah 5 persen. Namun, fakta
mendapati, ekonomi Indonesia pada 2018 tumbuh 5,17 persen. Ini menjadi
pertumbuhan ekonomi tertinggi di era Jokowi. Konsumsi rumah tangga masih
menjadi penopang utama dengan porsi 5,08 persen. Pada 2018, investasi
menyumbang porsi 6,01 persen bagi pertumbuhan ekonomi, ekspor 4,33 persen,
konsumsi pemerintahan 4,56 persen, konsumsi lembaga non-rumah tangga 10,79
persen, dan impor 7,10 persen. Total PDB pada 2018 tercatat Rp 56 juta atau
3.927 dollar AS memakai kurs saat itu. Tahun pemilu, 2019, Indonesia
mencatatkan pertumbuhan ekonomi 5,02 persen. Perang dagang AS-China, tensi
geopolitik Timur Tengah, dan harga komoditas yang fluktuatif dituding sebagai
penyebab penurunan kinerja ekonomi ini dibanding capaian pada 2018. "Saya
pikir angka 5,02 (persen) dengan pelemahan pada 2019 ini cukup baik," kata
Suhariyanto di Gedung BPS, Jakarta, Rabu (5/2/2020). Konsumsi rumah tangga
memberi andil 2,73 persen pada kinerja ekonomi 2019, sementara investasi
menyumbang 1,47 persen. PDB Indonesia pada 2019 tercatat Rp 59,1 juta atau
setara 4.175 dollar AS memakai kurs saat itu.

DAFTAR PUSTAKA

Deliarnov. (1995). Perkembangan Pemikiran Ekonomi. Jakarta: PT Raja

Grafindo Utama.

Gregory Stuart. (1982). Comparative Economic System. Boston.

Hamid, Edy Suandi. (2005). Ekonomi Indonesia. Yogyakarta: UII Press.

Hamid, Edy Suandi. (2004). Sistem Ekonomi, Utang Luar Negeri, dan

Politik-Ekonomi, Yogyakarta: UII Press.

Hudiyanto. (2004). Ke luar dari Ayun Pendulum Kapitalisme-Sosialisme.

Yogyakarta: UMY Press.

Hudiyanto. (2001). Ekonomi Indonesia: Sistem dan Kebijakan. Yogyakarta:

PPE UMY.

Ma’arif, Syafi’i, Dr Candra Muzaffar dan Kapitalisme 3 K, dalam majalah

Prospek, FIS-UNY, edisi Desember 2004.

Mubyarto. (2000). Membangun Sistem Ekonomi. Yogyakarta: BPFE.

Mubyarto. (2002). Ekonomi Pancasila. Yogyakarta: BPFE.

Mubyarto. (2000). Reformasi Sistem Ekonomi. Yogyakarta: Aditya Media.

Robinson, Joan. (1979). Aspects of Development and Underdevelopment.

Cambridge: Cambridge University Press.

Wayne, Ellwood. (2001). No-Nonse Guide to Globalization. Oxford: New

International Publication

Anda mungkin juga menyukai