Anda di halaman 1dari 7

1.

Apabila segala sesuatu diatasnamakan negara, maka hal tersebut sudah harus
tuntas, dan direlakan; semua orang harus berkorban demi negaranya. Dengan
demikian, pelayanan yang semula dikonsep untuk masyarakat umum, terbalik
menjadi pelayanan untuk negara. Padahal konsep awal dari Public Administration
sesuai dengan terjemahannya adalah “Administrasi Publik” yaitu berorientasi
kepada masyarakat. Perkembangan terbaru paradigma administrasi publik,
mengarah kepada masyarakat dan berorientasi kepada masyarakat serta berupaya
bagaimana strategi melakukan atau melayani masyarakat (publik). Hal ini sejalan
dengan hakekat pelaksanaan era otonomi, yakni peningkatan kualitas pelayanan
kepada masyarakat.
2. Dalam rangka peningkatan kualitas pelayanan publik,
tentunya dibutuhkan adanya suatu strategi dalam melakukan atau melayani
masyarakat ( Publik ). Berikut ini strategi dalam memberikan pelayanan kepada
masyarakat :
1. Budaya Pelayanan Prima
Peningkatan kualitas dan keprofesionalan aparatur pemerintah adalah salah satu
cara dalam menciptakan pelayanan publik yang baik kepada stakeholder. Sebab
dewasa ini, keluhan-keluhan dari para stakeholder yang menilai pelayanan publik
yang diberikan kepada mereka terkendala akibat masih belum tingginya
sikap atau perilaku sumber daya aparatur yang langsung berhadapan
dengan stakeholder. Oleh karena itu diperlukan adanya aparatur yang
profesional dengan sikap atau budaya melayani dengan setulus hati sehingga
diharapkan tidak ada lagi keluhan-keluhan dari stakeholder atas pelayanan yang
diberikan.
Satu hal lagi yang perlu dicermati dalam upaya peningkatan pelayanan publik
melalui peningkatan kualitas sumber daya aparatur dan keprofesionalan
pegawai terkait masalah attitude atau perilaku. Yaitu, diperlukan sikap mental
yang baik dari setiap aparatur pemerintah yang langsung berhadapan
dengan stakeholder dalam pemberian layanan. Sikap baik ini tentunya bukanlah
seperti yang terjadi selama ini, dimana stakeholder dibuat susah dengan adanya
pungutan-pungutan liar yang dilakukan oleh pegawai yang melayani. Hal ini perlu
diperhatikan, sebab seprofesional apapun aparatur penyelenggara pelayanan
publik bila memiliki sikap yang bobrok dan integritas yang rendah hanya akan
menimbulkan ketidakpuasan lain dari stakeholder.
Dengan demikian peningkatan sumber daya manusia dan profesionalitas
pegawai menjadi suatu aspek yang patut diperhatikan dalam upaya peningkatan
pelayanan publik. Kondisi birokrat yang memiliki kompetensi, kecakapan,
ketrampilan, perilaku yang patuh pada hukum dan peraturan yang berlaku, serta
penempatan posisi yang sesuai dengan bidangnya, tentunya akan memberikan
dampak yang positif kepada terciptanya pelayanan publik yang andal.  
2. Standar Pelayanan Publik
Langkah selanjutnya sebagai salah satu cara peningkatan pelayanan publik yaitu
dengan menciptakan kebijakan-kebijakan yang mendukung terselenggaranya
peningkatan kualitas pelayanan kepada publik. Diharapkan dengan penerbitan
kebijakan mengenai peningkatan pelayanan publik itu akan semakin mendorong
terciptanya kualitas pelayanan yang efektif, efisien dan akuntabel.
Salah satu tujuan dari pembuatan kebijakan itu untuk mengubah image dan citra
pelayanan publik selama ini yang cenderung berbelit-belit, boros dan memakan
waktu yang lama. Sehingga, dengan adanya standar yang baku diharapkan pada
akhirnya nanti stakeholder akan semakin terpuaskan dengan setiap layanan
yang diberikan oleh pemerintah.
Di samping itu adalah dengan membuat kebijakan standar pelayanan minimal.
Standar pelayanan minimal merupakan sebuah kebijakan publik yang mengatur
jenis dan mutu pelayanan dasar yang berhak diperoleh
setiap stakeholder secara minimal. Untuk Standar Pelayanan Minimal pada
kantor vertikal Ditjen Perbendaharaan berdasarkan keputusan Direktorat
Jenderal Perbendaharaan No.KEP-222/PB/2012 meliputi jenis layanan, lingkup
kegiatan, pemangku kepentingan, dan indikator SPM (sebagai tolok ukur).
 Selain untuk mempercepat proses pelaksanaan pelayanan publik
bagi stakeholder, kebijakan pemerintah dengan menerbitkan standar pelayanan
minimal juga bertujuan memberikan jenis pelayanan beserta transparansi dan
akuntabilitasnya kepada stakeholder. Sehingga dengan kebijakan itu, akan
menghindari perilaku-perilaku menyimpang yang selama ini dilakukan oleh
aparatur pemerintah dalam memberikan layanan. 
3. Peningkatan Fasilitas Penunjang
Selain memperhatikan kedua aspek diatas, salah satu sisi lain yang patut
diperhatikan oleh pemerintah dalam upaya peningkatan pelayanan publik adalah
dengan meningkatkan penyediaan fasilitas yang menunjang kualitas pelayanan
publik tersebut. Sebab, tanpa didukung tersedianya fasilitas yang lengkap maka
akan menghambat proses penyelenggaraan pelayanan publik
kepada stakeholder. 
Seiring dengan perkembangan teknologi yang semakin canggih, maka sudah
sepatutnya pemerintah menerapkan kemajuan teknologi itu untuk menunjang
penyelenggaraan pelayanan publik dengan membuat inovasi-inovasi yang
bermanfaat bagi stakeholder. 
Ketersediaan fasilitas berupa sarana dan prasarana disadari atau tidak akan
semakin mempercepat sekaligus meningkatkan penyelenggaraan pelayanan
publik. Dan untuk mewujudkannya maka tentunya diperlukan alokasi dana untuk
penyediaan sarana dan prasarana tersebut. Dengan begitu, maka segala
kendala yang menghalangi penyelenggaraan pelayanan publik
kepada stakeholder akan dapat teratasi. 
4. Penilaian Kepuasan Terhadap Layanan
Pelayanan yang sudah diberikan kepada stakeholder tidak akan dapat kita
ketahui tanpa adanya penilaian. Penilaian menggambarkan sejauh mana
pelayanan yang sudah kita berikan selama ini. Penilaian tersebut dapat
berbentuk kuesioner maupun survey kepuasan. Dari hasil survey maupun
kuesioner inilah nanti yang menentukan apakah pelayanan yang kita berikan
sudah baik, cukup, ataukah masih perlu diperbaiki lagi. 
3. Penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan publik yang
dilakukan oleh pemerintah atau pemerintah daerah, selama ini didasarkan pada
paradigma rule government (pendekatan legalitas). Dalam merumuskan,
menyusun dan menetapkan kebijakan senantiasa didasarkan pada pendekatan
prosedur dan keluaran (out put), serta dalam prosesnya menyandarkan atau
berlindung pada peraturan perundang-undangan atau mendasarkan pada
pendekatan legalitas. Penggunan paradigma rule government atau pendekatan
legalitas, dewasa ini cenderung mengedepankan prosedur, hak dan kewenangan
atas urusan yang dimiliki (kepentingan pemerintah daerah), dan kurang
memperhatikan prosesnya. Pengertiannya, dalam proses merumuskan,
menyusun dan menetapkan kebijakan, kurang optimal melibatkan stakeholder
(pemangku kepentingan di lingkungan birokrasi, maupun masyarakat)
4. Good Governance merupakan paradigma baru dalam tatanan pengelolaan
kepemerintahan. Terdapat tiga pilar governance, yaitu pemerintah, sektor
swasta, dan masyarakat. Sementara itu, paradigma pengelolaan pemerintahan
yang sebelumnya berkembang adalah government sebagai satu-satunya
penyelenggara pemerintahan. Dengan bergesernya paradigma dari government
ke arah governance, yang menekankan pada kolaborasi dalam kesetaraan dan
keseimbangan antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat madani (civil
society) maka dikembangkan pandangan atau paradigma baru administrasi
publik yang disebut dengan kepemerintahan yang baik (good governance).
Good governance mengandung arti hubungan yang sinergis dan konstruktif di
antara negara, sektor swasta, dan masyarakat (society). Dalam hal ini adalah
kepemerintahan yang mengembangkan dan menerapkan prinsip-prinsip
profesionalitas, akuntabilitas, transparansi, pelayanan prima, demokrasi,
efisiensi, efektivitas, supremasi hukum, dan dapat diterima oleh seluruh
masyarakat. Syarat bagi terciptanya good governance, yang merupakan prinsip
dasar, meliputi partisipatoris, rule of law (penegakan hukum), transparansi,
responsiveness (daya tanggap), konsensus, persamaan hak, efektivitas dan
efisiensi, dan akuntabilitas.
5. Dalam mewujudkan Tata pemerintahan yang baik dan bersih (Good Governance
and Clean Government) adalah seluruh aspek yang terkait dengan kontrol  dan
pengawasan terhadap kekuasaan yang dimiliki Pemerintah dalam menjalankan
fungsinya melalui institusi formal dan informal. Untuk melaksanakan prinsip
Good Governance and Clean Government, maka Pemerintah harus
melaksanakan prinsip-prinsip akuntabilitas dan pengelolaan sumber daya secara
efisien. Untuk itu perlu didukung sistem pengelolaan keuangan yang efektif,
efisien, transparan, dan akuntabel.
Good governance adalah cita-cita yang menjadi visi setiap penyelenggaraan
negara di berbagai belahan bumi, termasuk Indonesia. Secara sederhana good
governance dapat diartikan sebagai prinsip dalam mengatur pemerintahan yang
memumngkinkan layanan publiknya efisien, sistem pengadilannya bisa
diandalkan, dan administrasinya bertanggungjawab pada publik
Ada sembilan asas umum pemerintahan yang baik (good governance),
berdasarkan literatur yang selama ini menajdi acuan, yaitu :
1.    Asas kecermatan formal
2.    Fairplay
3.    Perimbangan
4.    Kepastian hukum formal
5.    Kepastian hukum material
6.    Kepercayaan
7.    Persamaan
8.    Kecermatan
9.    Asas keseimbangan
6. New Public Management (NPM) atau dalam bahasa Indonesia juga dikenal
sebagai Manajemen Publik Baru adalah sebuah pendekatan dalam menjalankan
kegiatan pelayanan publik yang diselenggarakan oleh organisasi
publik/pemerintahan baik pada level pusat maupun daerah, yang
menitikberatkan pada anggapan bahwa manajemen yang dilakukan sektor bisnis
lebih unggul dari pada manajemen yang selama ini diselenggarakan oleh
birokrasi sehingga perlu diganti. Paradigma baru ini mulai mendapat banyak
sorotan pada tahun 1990an setelah Christopher Hood pertama kali
menggunakan istilah tersebut dalam tulisannya pada tahun 2003, [1] meski pada
perkembangannya paradigma ini juga kerap disamakan dengan istilah-istilah lain
yang berkembang setelahnya seperti Post-bureaucratic Paradigm yang
dikenalkan Michael Barzeley pada 1992, [2] dan Reinventing Government yang
dikenalkan Osborne dan Gaebler pada 1992
NPM beranggapan bahwa praktik manajemen sektor swasta adalah cara yang lebih baik
dibandingkan dengan praktik manajemen pada birokrasi publik. Karena itu, buruknya
sistem manajemen dalam organisasi publik dapat diselesaikan dengan pengadopsian
beberapa praktik dan teknik manajemen yang diterapkan di sektor bisnis/swasta seperti
mekanisme pasar, kompetisi tender, hingga privatisasi terhadap perusahaan-perusahaan
yang dikelola birokrasi organisasi publik/negara.[4][5][6]
Penerapan konsep New Public Management telah menyebabkan terjadi perubahan
manajemen sektor publik yang drastis dari sistem manajemen tradisional yang kaku,
birokratis, dan hierarkis menjadi model manajemen sektor publik yang fleksibel dan lebih
mengakomodasi pasar. Penerapan konsep NPM dapat dipandang sebagai suatu bentuk
modernisasi atau reformasi manajemen dan administrasi publik, depolitisasi kekuasaan,
atau desentralisasi wewenang yang mendorong demokrasi. Perubahan tersebut juga telah
mengubah peran pemerintah terutama dalam hal hubungan antara pemerintah dengan
masyarakat.[4]
Sebagai sebuah paradigma, banyak ahli ikut menulis pandangannya terhadap New Public
Management, terdapat banyak persamaan dan perbedaan khususnya dalam penekanan
aspek apa yang mendasar dan paling penting dalam penerapan NPM. Meski berakhir
pada kesimpulan tidak adanya kesepakatan umum pada semua ahli mengenai pengertian
dan aspek di dalamnya, namun secara objektif para ahli sepakat bahwa NPM bertujuan
untuk mereformasi pemerintahan agar lebih efektif dan responsif terhadap permintaan
warga

Osborne dan Gaebler menyimpulkan bahwa NPM adalah usaha memasukkan nilai-nilai
wirausaha dan memberlakukannya di dalam lingkungan birokrasi publik. Mereka menyebut
setidaknya ada sepuluh nilai baru yang seharusnya dapat mengganti nilai birokrasi yang lama,
yaitu:[10]

No. Prinsip Lama Prinsip Baru


1. Pemerintahan yang mengayuh Pemerintahan katalis: hanya mengarahkan
Pemerintah dibentuk untuk melayani Pemerintah milik masyarakat: masyarakat punya
2.
masyarakat kontrol
Menyuntukkan persaingan dalam pemberian
3. Monopoli pelayanan publik
pelayanan
4. Digerakkan oleh peraturan Digerakkan oleh misi
5. Berorientasi prosedur/proses Berorientasi hasil
Berorientasi memenuhi kebutuhan
6. Berorientasi memenuhi kebutuhan pelanggan
birokrasi
7. Cenderung membelanjakan Cenderung menghasilkan
Pemerintahan hadir untuk
8. Pemerintahan hadir untuk mencegah masalah
menyelesaikan masalah
Desentralisasi yang membuka partisipasi dan
9. Hirarkis dan sentralistis
membentuk tim kerja
Pemerintah sebagai pemasok barang
10. Pemerintahan yang berorientasi pasar
dan jasa

Anda mungkin juga menyukai