Anda di halaman 1dari 20

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Kanker paru-paru adalah kanker yang mematikan dan merupakan tumor ganas
terutama di dunia Barat, dan juga menjadi salah satu masalah kesehatan utama di
negara-negara berkembang. Kanker yang banyak menimbulkan kematian di seluruh
belahan dunia adalah kanker paru.
Kanker paru dibagi menjadi 2 jenis secara garis besar berdasarkan histologi,
yakni kanker paru karsinoma bukan sel kecil (KPKBSK) dan kanker paru karsinoma sel
kecil (KPKSK). 75-85% dari pasien kanker paru termasuk jenis kanker paru karsinoma
bukan sel kecil (KPKBSK) yang mana terdiri dari beberapa sub tipe dan yang paling sering
dijumpai adalah karsinoma skuamosa, adenokarsinoma dan karsinoma sel besar. Jenis
karsinoma bronkoalveolar merupakan subtipe dari adenokarsinoma juga sering ditemukan.
Jenis kanker paru karsinoma sel kecil terdapat pada 15-25% penderita kanker paru.
Dari tahun ke tahun jumlahnya meningkat baik di negara maju seperti Amerika
Serikat, Eropa dan Jepang maupun di negara berkembang termasuk Indonesia. Tahun
2010 di Amerika Serikat kematian karena kanker paru mencapai 29% dari seluruh kematian
kanker pada laki-laki, merupakan urutan pertama penyebab kematian pada laki-laki.
Dan terdapat 26% kematian pada perempuan. 15% kasus baru kanker paru pada laki-laki
dan 14% kasus baru kanker paru pada perempuan pada tahun 2010 di Amerika Serikat.
Tahun 2004 di RS Persahabatan di Indonesia dilaporkan bahwa keganasan di rongga
toraks tercatat 448 kasus, 262 kasus diantaranya didiagnosis kanker paru. Ada 93.4% kanker

paru karsinoma bukan sel kecil (KPKBSK) yang terdiri dari 80% adenokarsinoma, 14.7%
karsinoma sel skuamosa, 3.3% karsinoma sel besar dan 2% jenis lainnya dan kanker paru
karsinoma sel kecil (KPKSK) sangat jarang ditemukan di Indonesia. Panderita kanker paru
ketika datang berobat ke RS Persahabatan sebahagian besar telah berada pada stadium III dan
IV dan hampir 90% penderita meninggal dalam 2 tahun.

Tahun 2002 di RSU.H.Adam Malik Medan, penelitian Siagian P melaporkan dari


38 kasus keganasan yang ditemukan berdasarkan foto toraks, ada 24 kasus tumor terdapat di
sentral (63.2%) dan sebanyak 14 kasus tumor terdapat di perifer (36.8%). Dari 24 kasus
tumor yang terdapat disentral, sebanyak 36.8% adalah karsinoma sel skuamous dan
sebanyak 21.1% adalah adenokarsinoma. Dari 14 kasus tumor yang terdapat di perifer,
sebanyak

10.5%

adalah

karsinoma

sel

skuamous

dan

sebanyak 36,3% adalah

adenokarsinoma. Pada Januari 2007-2010 terdata ada 210 pasien yang didiagnosis kanker paru
secara defenitif (sitologi/histopatologi) yang dirawat di RA3 RSUP HAM Medan.

Penelitian terbaru tahun 2011 oleh Kasuma D dilaporkan bahwa dari 100 penderita
kanker paru yang telah dilakukan bronkoskopi di Instalasi Diagnostik Terpadu (IDT) RSUP
H.Adam Malik Medan, berdasarkan sitologi bronkus, adenokarsinoma menempati urutan
pertama sebanyak 45%, yang kedua adalah karsinoma sel skuamous sebanyak 33%. Saat ini
pengujian biokimia laboratorik sangat membantu penatalaksanaan pasien kanker, termasuk di
dalamnya penatalaksanaan pasien kanker paru. Beberapa

kanker

dihubungkan

dengan

abnormalitas produksi enzim, protein, dan hormon yang dapat diukur di dalam plasma atau
serum. Semua molekul ini dikenal sebagai penanda tumor (tumor marker).

Petanda ganas atau tumor marker merupakan substansi yang dapat digunakan untuk
mendeteksi perubahan-perubahan yang terjadi akibat kanker. Dewasa ini banyak diteliti dan
dikembangkan pemeriksaan petanda ganas ideal yang dapat memberikan petunjuk tentang
perkembangan kanker, baik di tingkat ekstraseluler, seluler maupun molekuler.
Selama terapi aktif, penanda tumor dapat memberikan perkiraan yang akurat dari
efektivitas pengobatan. Deteksi dini kekambuhan memungkinkan modifikasi terapi pada waktu
yang mungkin mendahului klinis normal dari kekambuhan dalam beberapa minggu.
Kombinasi kemoterapi telah menjadi standar perawatan untuk pasien dengan
stadium lanjut pada kanker paru, karena telah terbukti efektif untuk meningkatkan
kelangsungan hidup dan kualitas hidup. Dalam memantau efek dari kemoterapi digunakanlah
penilaian CEA dan CYFRA 21-1 pada penelitian Ardizzoni dkk, yang mana dari 107 pasien
kanker paru yang diberi 2 siklus kemoterapi terdapat pengurangan 20% dari nilai awal
CEA dan cyfra 21-1. CEA dibandingkan dengan CYFRA 21-1, CYFRA 21-1 memiliki
sensitivitas 81% dan CEA 55%.

Data WHO menunjukkan kanker paru merupakan penyebab utama kematian akibat
keganasan baik pada laki-laki maupun perempuan. Setiap tahun sekitar enam juta orang di dunia
meninggal akibat kanker, dimana satu juta di antaranya disebabkan oleh kanker paru.
Karsinoma paru di Indonesia menduduki peringkat ke-4 dari seluruh kanker yang sering
ditemukan di rumah sakit.
Sebagai tolak ukur keberhasilan pengobatan kanker adalah angka ketahanan hidup
(survival rate). Ketahanan hidup pada penyakit kanker dengan keganasan yang tinggi seperti
kanker paru adalah ketahanan hidup 1 tahun (one year survival) dan ketahanan hidup 2 tahun

(two year survival) serta ketahanan hidup 3 tahun (three year survival). Angka ketahanan hidup 5
tahun penderita kanker paru di Amerika Serikat mencapai 15 %, Eropa 10 % dan di negara
berkembang hanya 8,9%.
Beberapa faktor yang mempengaruhi ketahanan hidup dan prognosis penderita kanker
paru antara lain adalah jenis kelamin, umur, stadium kanker, status tampilan (performance
status), jenis histologi tumor, efusi pleura, kadar albumin, kadar hemoglobin dan jenis terapi
penderita kanker paru. Penelitian tentang faktor faktor yang berhubungan dengan ketahanan
hidup penderita kanker paru masih jarang dilakukan, khususnya di Indonesia. Penelitian ini
diharapkan untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang berpengaruh terhadap ketahanan
penderita kanker paru tersebut.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Kanker Paru

Kanker paru dalam arti luas adalah semua penyakit keganasan di paru,
mencakup keganasan yang berasal dari paru sendiri maupun keganasan dari luar paru
(metastasis tumor di paru). Namun dalam penelitian ini, yang dimaksud dengan kanker
paru adalah kanker paru primer, yaitu tumor ganas yang berasal dari epitel bronkus
atau karsinoma bronkus (bronchogenic carcinoma).

2.2. Epidemiologi Kanker Paru

Kanker paru masih menjadi salah satu keganasan yang paling sering, berkisar
20% dari seluruh kasus kanker pada laki-laki dengan risiko terkena 1 dari 13 orang
dan 12% dari semua kasus kanker pada perempuan dengan risiko terkena 1 dari
23 orang. Di Inggris rata-rata 40.000 kasus baru dilaporkan setiap tahun. Perkiraan
insidensi kanker paru pada laki-laki tahun 2005 di Amerika Serikat adalah 92.305
dengan rata-rata 91.537 orang meninggal karena kanker. American Cancer Society
mengestimasikan kanker paru di Amerika Serikat pada tahun 2010 sebagai berikut:
Sekitar 222.520 kasus baru kanker paru akan terdiagnosa (116.750 orang laki-laki
dan 105.770 orang perempuan).

Estimasi kematian karena kanker paru sekitar 157.300 kasus (86.220 pada laki-laki
dan 71.080 pada perempuan), berkisar 28% dari semua kasus kematian karena
kanker. Risiko terjadinya kanker paru sekitar 4 kali lebih besar pada laki-laki
dibandingkan perempuan dan risiko meningkat sesuai dengan usia: di Eropa
insidensi kanker paru 7 dari 100.000 laki-laki dan 3 dari 100.000 perempuan pada
usia 35 tahun, tetapi pada pasien >75 tahun, insidensi 440 pada laki-laki dan 72
pada perempuan. Variasi insidensi kanker paru secara geografik yang luas juga
dilaporkan dan hal ini terutama berhubungan dengan kebiasaan merokok yang
bervariasi di seluruh dunia.

Kanker paru merupakan kanker penyebab kematian nomor satu di dunia. Kanker paru
sudah menjadi penyebab paling banyak kanker penyebab kematian pada pria sejak
awal tahun 1950-an, dan pada tahun 1987, kanker payudara menjadi kanker yang
paling banyak menyebabkan kematian nomor satu pada wanita. Pada tahun 2006,
Kanker paru-paru memiliki tingkat kematian berdasarkan usia yaitu 51,5 per 100.000
penduduk di AS dan menyumbang 31 dan 26 persen dari kanker penyebab kematian
pada laki-laki dan wanita.

Di seluruh dunia selama tahun 2002, 5% dari kasus kanker paru-paru didiagnosis pada
kelompok usia 0-44 tahun, 14% pada kelompok usia 45 hingga 54 tahun, 25% pada
kelompok usia 55-64, dan 55% pada kelompok usia 65 tahun atau lebih. Proporsi ini
cukup seragam untuk laki-laki dan wanita. Tingkat kejadian kanker paru-paru-usia
tertentu adalah antara 1,5-2,3 kali lebih tinggi bagi negara-negara yang lebih maju
dibandingkan dengan negara-negara berkembang untuk setiap kelompok usia.
Terdapat juga proporsi yang lebih tinggi secara segnifikan dari pasien kanker paruparu yang berusia 65 tahun ke atas di diagnosis di negara-negara yang lebih maju
(62% dibandingkan dengan 49% di negara-negara berkembang). Ini mencerminkan
bahwa terdapat angka harapan hidup dan perbedaan distribusi usia yang lebih tinggi
pada negara yang lebih maju dibandingkan dengan negara-negara berkembang.

Kanker paru-paru dapat dibagi menjadi dua jenis utama: small cell lung cancer
(SCLC) dan non-small cell lung cancer (NSCLC). SCLC adalah bentuk paling agresif
dari penyakit ini, memiliki potensi lebih besar untuk metastasis daripada jenis lain dari
kanker paru-paru. Hampir semua pasien (lebih dari 95%) didiagnosis dengan SCLC
adalah perokok atau mantan perokok.

Tabel berikut merupakan distribusi kanker paru berdasarkan tipe histologis dan jenis
kelamin pada beberapa Negara pada tahun 1998-2002 yang dilakukan oleh Cancer
Incidents in Five Continents.

Di Indonesia, di Rumah Sakit Persahabatan jumlah kasus tumor ganas intratoraks


cukup sering ditemukan. Kekerapan kanker paru di rumah sakit itu merupakan 0.06%
dari jumlah seluruh penderita rawat jalan dan 1.6% dari seluruh penderita rawat inap.
Dari hasil penilitian profil patologi sitologi kanker paru di instalasi patologi anatomi
RSUP DR.Sardjito tahun 2013, Usia pasien dengan lung carcinoma memiliki rata-rata
55 16,96 dengan insidensi puncak pada usia 41-50 tahun. Berdasarkan jenis kelamin,
didapatkan rasio pria berbanding wanita 2,5:1, dan proporsi tipe histology terbanyak
adalah adenocarcinoma, 48,4% pada pria dan 54,5% pada wanita.

2.3. Faktor Risiko dan Etiologi Kanker Paru

Banyak penelitian menyatakan bahwa merokok merupakan penyebab utama


kanker paru, dengan periode laten antara dimulainya merokok dengan terjadinya
kanker paru adalah 15-50 tahun. Selain itu, jumlah pack rokok dalam 1 tahun
yang dihabiskan dan usia dimulainya merokok, sangat erat dihubungkan dengan
risiko terjadinya kanker paru. Variasi geografik dan pola dari insidensi kanker paru
baik pada laki-laki maupun perempuan berhubungan dengan kebiasaan merokok.
Di Asia kebiasaan merokok masih tinggi, tetapi angka kebiasaan merokok pada
laki-laki berkurang. Angka kebiasaan merokok pada perempuan Asia masih
rendah, tetapi sekarang semakin meningkat pada perempuan-perempuan usia
muda.

Penyebab lain dari kanker paru adalah polusi udara, paparan terhadap arsen,
asbestos, radon, chloromethyl ethers, chromium, mustard gas, penghalusan nikel,
hidrokarbon polisiklik, beryllium, cadmium, dan vinyl chloride. Insidensi kanker
paru yang lebih tinggi juga ditemukan pada industri-industri gas-batu bara, proses
penghalusan

logam. Predisposisi genetik juga memegang peranan dalam etiologi

kanker paru.

2.4. Diagnosis Kanker Paru

2.4.1. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis baik tanda maupun gejala kanker paru sangat bervariasi.
Faktor-faktor seperti lokasi tumor, keterlibatan kelenjar getah bening di berbagai
lokasi, dan keterlibatan berbagai organ jauh dapat mempengaruhi manifestasi klinis
kanker paru.
Manifestasi klinis kanker paru dapat dikategorikan menjadi:
2.4.1.1. Manifestasi Lokal Kanker Paru (Intrapulmonal Intratorakal)
Gejala yang paling sering adalah batuk kronis dengan/tanpa produksi sputum.
Produksi sputum yang berlebih merupakan gejala dari karsinoma sel bronkoalveolar
(bronchoalveolar cell carcinoma). Hemoptisis (batuk darah) merupakan gejala pada
hampir 50% kasus. Nyeri dada juga umum terjadi dan bervariasi mulai dari nyeri
pada lokasi tumor atau nyeri yang lebih berat oleh karena adanya invasi ke dinding
dada atau mediastinum. Susah bernafas (dyspnea) dan penurunan berat badan juga
sering dikeluhkan oleh pasien kanker paru. Pneumonia fokal rekuren dan
pneumonia segmental mungkin terjadi karena lesi obstruktif dalam saluran nafas.
Mengi unilateral dan monofonik jarang terjadi karena adanya tumor bronkial
obstruksi. Stridor dapat ditemukan bila trakea sudah terlibat.

10

2.4.1.2. Manifestasi Ekstrapulmonal Intratorakal

Manifestasi ini disebabkan oleh adanya invasi/ekstensi kanker paru ke struktur/organ


sekitarnya. Sesak nafas dan nyeri dada bisa disebabkan oleh keterlibatan pleura atau
perikardial. Efusi pleura dapat menyebabkan sesak nafas, dan efusi perikardial dapat
menimbulkan gangguan kardiovaskuler. Tumor lobus atas kanan atau kelenjar
mediastinum dapat menginvasi atau menyebabkan kompresi vena kava superior dari
eksternal. Dengan demikian pasien tersebut akan menunjukkan suatu sindroma vena
kava superior, yaitu nyeri kepala, wajah sembab/plethora, lehar edema dan kongesti,
pelebaran vena-vena dada. Tumor apeks dapat meluas dan melibatkan cabang simpatis
superior dan menyebabkan sindroma Horner, melibatkan pleksus brakialis dan
menyebabkan nyeri pada leher dan bahu dengan atrofi dari otot-otot kecil tangan.
Tumor di sebelah kiri dapat mengkompresi nervus laringeus rekuren.

2.4.1.3. Manifestasi Ekstratorakal Non Metastasis

Kira-kira 10-20% pasien kanker paru mengalami sindroma paraneoplastik. Biasanya


hal ini terjadi bukan disebabkan oleh tumor, melainkan karena zat hormon/peptida
yang dihasilkan oleh tumor itu sendiri. Pasien dapat menunjukkan gejala-gejala
seperti mudah lelah, mual, nyeri abdomen, confusion, atau gejala yang lebih spesifik
seperti galaktorea (galactorrhea). Produksi hormon lebih sering terjadi pada
karsinoma sel kecil dan beberapa sel menunjukkan karakteristik neuro-endokrin.
Peptida yang disekresi berupa adrenocorticotrophic hormone (ACTH), antidiuretic
hormone (ADH), kalsitonin, oksitosin dan hormon paratiroid. Walaupun kadar
11

peptide-peptida ini tinggi pada pasien-pasien kanker paru, namun hanya sekitar
5% pasien yang menunjukkan sindroma klinisnya. Jari tabuh (clubbing finger) dan
hypertrophic pulmonary osteo-arthropathy (HPOA) juga termasuk manifestasi non
metastasis dari kanker paru.

2.4.2. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik sangat penting dalam mendiagnosis suatu penyakit. Tumor


paru ukuran kecil dan terletak di perifer dapat memberikan gambaran normal pada
pemeriksaan fisik. Tumor dengan ukuran besar, terlebih bila disertai atelektasis
sebagai akibat kompresi bronkus, efusi pleura atau penekanan vena kava akan
memberikan hasil yang informatif. Pada pasien kanker paru dapat ditemukan
demam, kelainan suara pernafasan pada paru, pembesaran pada kelenjar getah
bening, pembesaran hepar, pembengkakan pada wajah, tangan, kaki, atau
pergelangan kaki, nyeri pada tulang, kelemahan otot regional atau umum,
perubahan kulit seperti rash, daerah kulit menghitam, atau bibir dan kuku
membiru, pemeriksaan fisik lainnya yang mengindikasikan tumor primer ke
organ lain.

12

2.4.3. Pemeriksaan Radiologi

2.4.3.1. Foto toraks

Pada pemeriksaan foto toraks PA/lateral, kelainan dapat dilihat bila massa tumor
berukuran >1cm. Tanda yang mendukung keganasan adalah tepi yang ireguler, disertai
indentasi pleura, tumor satelit, dan lain-lain. Pada foto toraks juga dapat ditemukan
invasi ke dinding dada, efusi pleura, efusi perikard dan metastasis intrapulmoner.

2.4.3.2. CT scan toraks

CT scan toraks (Computerized Tomographic Scans) dapat mendeteksi


tumor yang berukuran lebih kecil yang belum dapat dilihat dengan foto toraks,
dapat menentukan ukuran, bentuk, dan lokasi yang tepat dari tumor oleh
karena 3 dimensi. CT scan toraks juga dapat mendeteksi pembesaran kelenjar getah
bening regional. Tanda-tanda proses keganasan tergambar dengan baik, bahkan
bila terdapat penekanan terhadap bronkus, tumor intrabronkial, atelektasis, efusi
pleura yang tidak massif dan telah terjadi invasi ke mediastinum dan dinding dada
meski tanpa gejala. Demikian juga ketelitiannya mendeteksi kemungkinan
metastasis intrapulmoner. Pemeriksaan CT scan toraks sebaiknya diminta hingga
suprarenal untuk dapat mendeteksi ada/tidak adanya pembesaran KGB adrenal.

2.4.3.3. MRI (Magnetic Resonance Imaging Scans)

13

MRI tidak rutin digunakan untuk penjajakan pasien kanker paru. Pada
keadaan khusus, MRI dapat digunakan untuk mendeteksi area yang sulit
diinterpretasikan pada CT scan toraks seperti diafragma atau bagian apeks paru
(untuk mengevaluasi keterlibatan pleksus brakial atau invasi ke vertebra).

2.4.3.4. PET scan (Positron Emission Tomography)

PET scan merupakan teknologi yang relatif baru. Molekul glukosa yang memiliki
komponen radioaktif diinjeksikan ke dalam tubuh kemudian scan diambil.
Banyaknya radiasi yang digunakan sangat kecil. Sel-sel kanker mengambil lebih
banyak glukosa daripada sel yang normal karena sel-sel kanker bertumbuh dan
bermultiplikasi dengan cepat. Oleh karena itu, jaringan dengan sel kanker tampak
lebih terang daripada jaringan yang normal. Tumor primer, kelenjar getah bening
dengan sel-sel keganasan, dan tumor metastasis tampak sebagai spot yang terang pada
PET scan.

PET scan tidak rutin digunakan sebagai tes diagnostik lini pertama untuk
kanker paru, kadang digunakan setelah foto toraks atau CT scan toraks untuk
membedakan antara tumor jinak dan ganas. PET scan khusus digunakan untuk
mendeteksi penyebaran tumor ke kelenjar getah bening regional dan metastasis jauh.
Bagaimanapun, terdapat beberapa kondisi yang lain dari kanker yang juga dapat
menyebabkan gambaran positif PET scan. Gambaran PET scan sebaiknya

14

diinterpretasikan dengan hati-hati dan dikorelasikan dengan hasil pemeriksaan


penunjang lainnya.

2.4.4. Sitologi Sputum

Sputum adalah sekret abnormal yang berasal/diekspektorasikan dari sistem


bronkopulmoner. Sputum bukanlah air liur (saliva) dan bukan pula berasal dari
nasofaring. Sputum yang dibatukkan oleh seorang pasien mengindikasikan adanya
suatu proses patologis pada sistem bronkopulmoner yang sedang berlangsung.
Sputum terdiri dari material seluler, non seluler, dan non pulmoner tergantung dari
proses patologis yang mendasarinya. Komponen seluler terdiri dari sel-sel inflamasi
atau sel darah merah dari saluran nafas, sel-sel bronkial dan alveolar yang
dieksfoliasikan, atau sel-sel keganasan dari tumor paru. Sel-sel non pulmoner seperti
sel-sel skuamosa orofaring atau sisa-sisa makanan yang dapat menjadi bagian dari
sputum apabila mengalami aspirasi ke paru dan kemudian dibatukkan. Air merupakan
komponen utama dari sputum (90%), selebihnya terdiri dari protein, enzim,
karbohidrat, lemak, dan glikoprotein. Yang dapat dievaluasi dari sputum adalah
karakteristik fisiknya, mikroorganismenya, adanya sel-sel keganasan, proses
inflamasi, dan perubahan patologis dari mukosa bronkus.

2.5. Klasifikasi Kanker Paru

Klasifikasi kanker paru secara histologi dibagi menjadi 4 jenis untuk


kebutuhan klinis, yaitu :
15

1. Karsinoma skuamosa (karsinoma epidermoid)


2. Karsinoma sel kecil (small cell carcinoma)
3. Adenokarsinoma (adenocarcinoma)
4. Karsinoma sel besar (large cell carcinoma)

Karsinoma sel skuamosa merupakan tipe histologi kanker paru yang paling
sering pada laki-laki. Insidensinya pada laki-laki menurun sejak awal tahun 1980-an,
berbeda dengan adenokarsinoma, insidensinya semakin meningkat sampai tahun
1990-an. Pada pertengahan tahun 1990-an adenokarsinoma menjadi tipe histologi
kanker paru yang paling banyak pada laki-laki di Amerika Serikat. Di negara-negara
barat lainnya, karsinoma sel skuamosa masih menjadi tipe yang paling banyak pada
laki-laki. Pada perempuan, adenokarsinoma menjadi tipe yang paling sering ( 1/3
kasus), demikian juga insidensinya semakin meningkat. Adenokarsinoma terutama
banyak ditemukan pada perempuan-perempuan Asia (72% dari kasus kanker di
Jepang, 65% di Korea, 61% di Cina Singapura). Perbedaan tipe histologi tersebut
sangat dipengaruhi oleh perubahan kebiasaan merokok secara epidemi.
2.6. Sitologi Kanker Paru

2.6.1. Karsinoma Sel Skuamosa

Karsinoma sel skuamosa adalah suatu tumor epitel ganas yang menunjukkan
keratinisasi skuamosa dan keratinisasi intraselular dengan/tanpa intercellular

16

bridges, yang berasal dari epitel bronkus. Sinonimnya adalah karsinoma


epidermoid. Pada umumnya karsinoma sel skuamosa ini berada sentral di bronkus
utama, bronkus lobar atau segmental. Tidak jarang karsinoma sel skuamosa
memiliki kavitas.

Manifestasi sitologi dari karsinoma sel skuamosa bergantung pada derajat diferensiasi
histologi dan jenis sampelnya. Pada latar belakang nekrosis dan debris seluler, sel
tumor yang besar menunjukkan inti (nukleus) hiperkromatik yang ireguler dan
terletak di tengah, dengan satu atau lebih anak inti (nukleolus) dan sitoplasma
yang sedikit. Sel tumor biasanya terisolasi dan dapat menunjukkan bentuk bizarre,
seperti bentuk spindle dan tadpole. Sel-sel tampak dalam bentuk agregat yang
kohesif, biasanya bentuk datar dengan nukleus yang panjang atau spindel. Pada
karsinoma sel skuamosa yang berdiferensiasi baik, sitoplasma yang berkeratin tampak
seperti robins egg blue pada pewarnaan Romanowsky, sedangkan dengan pewarnaan
Papanicolaou, tampak berwarna orange atau kuning. Pada sampel yang eksfoliatif,
lebih dominan sel-sel berasal dari permukaan tumor dan tampak sebagai sel yang
mengalami keratinisasi sitoplasma prominen dan nukleus piknotik yang gelap.
Sebaliknya, pada sikatan bronkus, sel-sel berasal dari lapisan yang lebih dalam,
menunjukkan jauh lebih banyak agregat yang kohesif.

17

Gambar 5. Sitologi karsinoma sel skuamosa.

5A. Karsinoma sel skuamosa dengan keratinisasi (pewarnaan Papanicolaou).


5B. Karsinoma sel skuamosa tanpa keratinisasi (pewarnaan Papanicolaou).
5C. Karsinoma sel skuamosa tanpa keratinisasi (aspirasi jarum halus, pewarnaan
Papanicolaou).

2.6.2. Adenokarsinoma

Adenokarsinoma adalah suatu tumor epitel ganas dengan diferensiasi glandular atau
produksi

mukus,

menunjukkan

bentuk

pertumbuhan

asinar,

papiler,

bronkioloalveolar, atau solid dengan mukus, atau campuran dari bentuk-bentuk


tersebut. Adenokarsinoma biasanya berada di perifer.

Klasifikasi WHO membagi tumor ini menjadi tipe asinar atau papilar, walaupun
dalam

prakteknya kedua tipe ini bisa didapatkan bersamaan dalam satu tumor.

Keduanya cenderung

memproduksi mukus. Klasifikasi

WHO juga meliputi

karsinoma bronkioloalveolar (juga dikenal sebagai karsinoma sel alveolar) sebagai


tipe adenokarsinoma. Penelitian dengan mikroskop elektronik menunjukkan bahwa
18

tumor ini berasal dari sel epitel pada atau lebih distal dari bronkiolus terminalis.
Secara inspeksi, batas tumor tampak kurang tegas dibandingkan dengan jenis lainnya,
sering tampak sebagai nodul pulmoner multipel atau sebagai konsolidasi pneumonia
perifer. Sel tumor sering mengalami eksfoliasi dan dapat dideteksi pada sputum.

Diagnosis adenokarsinoma secara sitologi berdasarkan gabungan sitomorfologi sel


secara individual dan tampilan kelompok-kelompok sel. Sel adenokarsinoma bisa
sendiri atau tersusun dalam morula tiga dimensi, asinus, pseudopapila, papilla sejati
dengan inti fibrovaskular, dengan/tanpa potongan sel. Batas kelompok sel tegas dan
khas. Volume sitoplasma bervariasi tetapi biasanya relatif sedikit. Biasanya khas
bersifat sianofilik dan lebih translusen dibandingkan dengan karsinoma sel skuamosa.

Pada umumnya sitoplasma bersifat homogen atau granular dan sebagian bersifat
foamy oleh karena adanya vakuola-vakuola kecil. Vakuola besar, tunggal, yang
berisi mukus banyak ditemukan, dan pada beberapa kasus, dapat meregangkan
sitoplasma dan menekan nukleus ke satu arah, membentuk yang disebut signet-ring
cell. Nukleus biasanya tunggal, eksentrik, berbentuk bulat sampai oval dengan kontur
yang relatif halus dan sedikit ireguler. Kromatin cenderung bergranular halus dan
tersebar pada tumor yang berdiferensiasi baik tetapi terdistribusi kasar dan ireguler
atau hiperkromatik pada tumor yang berdiferensiasi buruk. Pada kebanyakan tumor,
nukleolus prominen dan secara khas bersifat tunggal, makronukleolus, bervariasi
mulai dari halus sampai bulat ireguler.

19

Gambar 6A

Gambar 6B

Gambar 6C

Gambar 6. Sitologi adenokarsinoma.

6A. Tiga dimensi, kelompok besar sel-sel ganas, dengan struktur nukleus yang tidak
jelas,

nukleolus,

dan

sitoplasma

yang

bervakuola

halus

(pewarnaan

Papanicolaou).
6B. Kelompok kohesif 3-dimensi dengan bentuk papilar (pewarnaan Papanicolaou).
6C. Kelompok sel-sel ganas dengan batas sitoplasma yang kurang jelas, tetapi
menunjukkan vakuolisasi (pewarnaan Papanicolaou).

20

Anda mungkin juga menyukai