PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hukum pada umumnya diartikan sebagai keseluruhan kumpulankumpulan peraturan-peraturan tertulis atau kaidah-kaidah dalam suatu masyarakat
sebagai susunan sosial, keseluruhan peraturan tingkah laku yang berlaku dalam
suatu kehidupan bersama yang dapat dipaksakan pelaksanaannya dengan
memberikan sanksi bila dilanggar. Tujuan pokok dari hukum ialah menciptakan
suatu tatanan hidup dalam masyarakat yang tertib dan sejahtera didalam
keseimbangan-keseimbangan. Dengan terciptanya ketertiban didalam masyarakat
diharapkan kepentingan manusia akan terlindungi.
Oleh karena itu, setiap kesalahan yang diperbuat oleh seseorang, tentunya
harus ada sanksi yang layak untuk diterima si pembuat kesalahan, agar terjadi
keseimbangan dan keserasian didalam kehidupan sosial.
Untuk mengatur kehidupan masyarakat diperlukan kaidah-kaidah yang
mengikat setiap anggota masyarakat agar tidak terjadi kejahatan dan pelanggaran
terhadap ketertiban umum agar masyarakat dapat hidup damai, tenteram dan
aman.
Demikian pula bagi pasien, sebagai anggota masyarakat tentunya juga
memerlukan kaidah-kaidah yang dapat menjaganya dari perbuatan tenaga
kesehatan yang melanggar aturan ketertiban tenaga kesehatan itu sendiri.
1
Bidan sebagai salah satu profesi yang termasuk dalam tenaga kesehatan
seperti yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah No.32 Tahun 1996 tentang
Tenaga Kesehatan, tentu tidak lepas dari permasalahan ini.
Profesi bidan, seperti juga profesi-profesi lain yang merupakan tenaga
kesehatan adalah salah satu profesi yang sangat dibutuhkan masyarakat. Peranan
bidan dalam masyarakat cukup besar, terutama bagi ibu atau wanita hamil untuk
dapat memberikan bimbingan, nasehat dan bantuan baik selama masa kehamilan,
melahirkan hingga pasca melahirkan. Bidan juga dapat memberikan pelayanan
kesehatan kepada masyarakat umum atau dengan kata lain tidak terbatas pada ibu
atau wanita hamil saja, apabila tidak terdapat dokter atau tenaga kesehatan lain
yang berwenang untuk melakukan pengobatan pada wilayah tersebut. Seperti
yang tercantum dalam Pasal 17 Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No. 900/MENKES/SK/VII/2002 tentang Registrasi dan Praktik Bidan, yang
berbunyi: Dalam keadaan tidak terdapat dokter yang berwenang pada wilayah
tersebut bidan dapat memberikan pelayanan pengobatan pada penyakit ringan bagi
ibu dan anak sesuai dengan kemampuannya.
5
6
Pasien yang datang untuk mendapatkan perawatan dari seorang bidan tentu
saja mengharapkan dengan kemampuan dan pengetahuannya di bidang kesehatan,
bidan tersebut dapat membantunya untuk memperbaiki kesehatannya. Bagi ibu
atau wanita hamil yang datang untuk mendapatkan perawatan dari seorang bidan
tentu saja mengharapkan agar bidan tersebut dapat membantunya melahirkan
tanpa ada suatu hal yang tidak diharapkan untuk terjadi yang dapat
membahayakan kesehatan dari sang ibu atau bayinya.
Namun seringkali terjadi dalam prakteknya, perawatan atau tindakan yang
dilakukan oleh bidan terhadap pasiennya justru menimbulkan akibat atau dampak
yang negatif bahkan membahayakan kesehatan sang pasien. Misalnya perawatan
atau tindakan yang dilakukan oleh bidan untuk membantu seorang ibu atau wanita
yang hamil justru mengakibatkan sang ibu atau sang bayi menjadi cacat. Pasien
yang mengalami hal ini, tentu saja merasa dirugikan akibat perbuatan yang
dilakukan oleh bidan tersebut. Hal inilah yang seringkali dijadikan dasar untuk
menuntut bidan dengan alasan malpraktek.
Salah satu contoh kasus malpraktek yang dilakukan oleh bidan adalah
kasus Kuret Ngatemi. Dalam kasus Kuret Ngatemi ini, usus Ngatemi sebagai
korban putus sepanjang 10 cm dan kandungannya menjadi rusak, sehingga
mengakibatkan saluran pembuangan Ngatemi terpaksa dipindahkan ke bagian
perutnya. Abdul Mutalib sebagai suami karena merasa dirugikan, ia menggugat
secara perdata terhadap dokter dan bidan dari Rumah Sakit Bersalin Kartini
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, permasalahan yang akan dibahas
penulis dalam penulisan skripsi ini adalah:
1. Apa saja faktor penyebab terjadinya malpraktek yang dilakukan oleh bidan
dan upaya apa saja yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya
tindak pidana malpraktek yang dilakukan oleh bidan?
2. Bagaimana penyelesaian tindak pidana malpraktek yang dilakukan oleh
bidan menurut hukum pidana?
Mariyanti, Ninik, , Malpraktek Kedokteran Dari Segi Hukum Pidana Dan Perdata,
Jakarta: Bina Aksara 1988,hal 75-76
malpraktek
yang
dilakukan
oleh
bidan,
upaya-upaya
D. Keaslian Penulisan
Penulisan skripsi ini, didasarkan oleh ide, gagasan maupun pemikiran
penulis secara pribadi dari awal hingga akhir berdasarkan penelusuran di
perpustakaan USU. Penulisan mengenai penyelesaian tindak pidana malpraktek
yang dilakukan oleh bidan ini belum pernah dilakukan dalam topik dan
permasalahan yang sama. Karena itu keaslian penulisan ini dapat di
pertanggungjawabkan. Walaupun ada pendapat atau kutipan dalam penulisan ini
menyatakan
malpractice
yang
bahwa
pada
istilah
malparaktek
hakekatnya
adalah
berasal
kesalahan
dari
dalam
menjalankan profesi yang timbul sebagai akibat adanya kewajibankewajiban yang harus dilakukan oleh dokter.
10
d. Ngesti
Lestari
mengartikan
malpraktek
secara
harfiah
sebagai
11
12
13
1) Dalam arti umum : suatu praktek yang buruk, yang tidak memenuhi
standar yang telah ditentukan oleh profesi.
2) Dalam arti khusus (dilihat dari sudut pasien) malpraktek dapat terjadi
di dalam menentukan diagnosis, menjalankan operasi, selama
menjalankan perawatan, dan sesudah perawatan.
g. Menurut Jusuf Hanafiah, malpraktek medik adalah kelalaian seorang
dokter untuk mempergunakan tingkat keterampilan dan ilmu pengetahuan
yang lazim dipergunakan dalam mengobati pasien atau orang yang terluka
menurut ukuran dilingkungan yang sama.
14
Ibid,
Amir, Amri, Bunga Rampai Hukum Kesehatan, Jakarta; Widya Medika, 1997, hal 53
13
Mariyanti, Ninik, op. cit, hal 38
14
Hanafiah, M.Yusuf dan Amri Amir, op.cit, hal 87
12
15
atau
tidak
cermatnya
seorag
ahli
dalam
menjalankan
kewajibannya secara hokum, praktek yang jelek atau ilegal atau perbuatan
yang tidak bermoral).
16
2. Jenis-Jenis Malpraktek
Ngesti Lestari dan Soedjatmiko membedakan malpraktek medik menjadi
dua bentuk, yaitu malpraktek etik (ethical malpractice) dan malpraktek yuridis
(yuridical malpractice), ditinjau dari segi etika profesi dan segi hukum.
17
a. Malpraktek Etik
Yang dimaksud dengan malpraktek etik adalah tenaga kesehatan
melakukan tindakan yang bertentangan dengan etika profesinya sebagai
tenaga kesehatan. Misalnya seorang bidan yang melakukan tindakan yang
bertentangan dengan etika kebidanan. Etika kebidanan yang dituangkan
dalam Kode Etik Bidan merupakan seperangkat standar etis, prinsip,
aturan atau norma yang berlaku untuk seluruh bidan.
b. Malpraktek Yuridis
Soedjatmiko membedakan malpraktek yuridis ini menjadi tiga bentuk,
yaitu malpraktek perdata (civil malpractice), malpraktek pidana (criminal
malpractice) dan malpraktek administratif (administrative malpractice).
18
perbuatan
17
18
Ibid., hal 31
Ibid, hal 33
19
20
21
19
Ibid,
Ibid,
21
Ibid,hal 34
20
malpraktek
perdata
yang
dijadikan
ukuran
dalam
2)
Malpraktek Pidana
Malpraktek pidana terjadi apabila pasien meninggal dunia atau
22
administrastif
terjadi
apabila
tenaga
kesehatan
22
Ibid , hal 35
23
23
penderita gawat darurat tersebut datang tanpa keluarga dan hanya diantar
oleh orang lain yang kebetulan telah menolongnya, maka demi
kepentingan penderita, menurut perundang-undangan yang berlaku,
seorang tenaga kesehatan diwajibkan memberikan pertolongan dengan
sebaik-baiknya. Tindakan ini, secara hukum telah dianggap sebagai
perwujudan kontrak tenaga kesehatan-pasien.
b Teori Perbuatan Yang Disengaja
Teori kedua yang dapat digunakan oleh pasien sebagai dasar untuk
menggugat tenaga kesehatan karena perbuatan malpraktek adalah
kesalahan
yang
dibuat
dengan
sengaja
(intentional
tort),
yang
24
24
Ibid, hal 56
kasus malpraktek yang dibuat oleh tenaga kesehatan tersebut. Hal ini
disebabkan menurut peraturan workmens compensation, semua pegawai
dan pekerja menerima ganti rugi bagi setiap kecelakaan yang terjadi di
situ, dan tidak menjadi persoalan kesalahan siapa dan apa sebenarnya
penyebab cedera atau luka.
Akan tetapi walaupun dengan adanya teori-teori pembelaan
tersebut, tidak berarti seorang tenaga kesehatan boleh bertindak semaunya
kepada pasien. Walaupun terdapat teori-teori pembelaan tersebut, juga
harus dilihat apakah tindakan tenaga kesehatan telah sesuai dengan standar
profesi. Apabila tindakan tenaga kesehatan tersebut tidak sesuai dengan
standar profesi, maka teori-teori pembelaan tersebut tidak dapat dijadikan
alasan pembelaan baginya.
Misalnya pada peraturan good Samaritan yang menyebutkan
bahwa seorang tenaga kesehatan yang memberikan pertolongan gawat
darurat pada peristiwa darurat dapat dibebaskan dari tuntutan hukum
malpraktek. Walaupun terdapat peraturan good samaritan ini, seorang
tenaga kesehatan dalam memberikan pertolongan gawat darurat pada
peristiwa darurat tetap harus memberikan pertolongannya dengan sepenuh
hati berdasarkan pengetahuan dan keahlian yang dimilikinya. Apabila
dalam memberikan pertolongan gawat darurat, seorang tenaga kesehatan
hanya memberikan pertolongan yang sekedarnya dan tidak sungguhsungguh dalam menggunakan pengetahuan dan keahliannya, jika terjadi
sesuatu hal yang membahayakan kesehatan atau nyawa orang yang
ditolongnya itu, maka tenaga kesehatan tersebut tetap dapat dituntut secara
hukum.
F. Metode Penelitian
Dalam penulisan skripsi mengenai penyelesaian tindak pidana malpraktek
yang dilakukan oleh bidan ini penulis melakukan penelitian hukum normatif yang
mengacu pada norma-norma hukum yang terdapat di dalam peraturan perundangundangan. Penelitian ini disebut juga dengan penelitian doktrinal (doktrinal
research), yaitu penelitian yang menganalisis berdasarkan hukum yang tertulis
dalam buku. Selain itu penulis juga menganalisis sebuah kasus yang berkaitan
dengan malpraktek yang dilakukan oleh bidan.
Pengumpulan data yang digunakan dalam penulisan ini adalah melalui
penelitian kepustakaan (library research) untuk mendapatkan konsep, teori dan
doktrin, pendapat atau pemikiran konseptual dan penelitian pendahulu yang
berhubungan dengan telaahan penelitian ini, juga dapat berupa peraturan
perundang-undangan dan karya ilmiah lainnya.
Data pokok dalam penelitian ini adalah data sekunder yang meliputi:
1. Bahan hukum primer, yaitu KUHP, Undang-Undang No.8 tahun 1981
tentang Hukum Acara Pidana, Undang-Undang No. 23 tahun 1992 tentang
Kesehatan, Peraturan Pemerintah No.32 tahun 1996 tentang Tenaga
Kesehatan, Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
369/MENKES/SK/III/2007 tentang Standar Profesi Bidan, dan Keputusan
G. Sistematika Penulisan
Penulisan ini dibuat secara terperinci dan sistematis agar memberikan
kemudahan bagi pembacanya dalam memahami maknanya dan memperoleh
manfaatnya. Keseluruhan sistematika ini merupakan suatu kesatuan yang saling
berhubungan satu dengan yang lain, yang dapat dilihat sebagai berikut:
Bab I : Pendahuluan
Terdiri dari latar belakang, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan,
keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penelitian, dan sistematika
penulisan.
Bab II : Pengaturan Mengenai Malpraktek Yang Dilakukan Oleh Bidan
Membahas tentang berbagai macam pengaturan mengenai malpraktek yang
dilakukan oleh bidan. Baik yang berupa peraturan non hukum yaitu kode etik
bidan, maupun yang berupa peraturan hukum yaitu UU No.23 Tahun 1992
tentang Kesehatan,Hukum Pidana, Hukum Perdata, Peraturan Pemerintah No.32
Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan, dan Keputusan Menteri Kesehatan
No.900/MENKES/SK/VII/2002 tentang Registrasi dan Praktik Bidan.