Anda di halaman 1dari 12

I.

Identitas Pasien
Nama : Nn. T
Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 19 tahun
Alamat : Jl. Ki Uju Kaujon Tengah
Status : Belum Menikah
Tanggal masuk : 24 Mei 2016

II. Anamnesis
Keluhan utama : Ingus berbau busuk
Keluhan tambahan : Nyeri pada pipi kiri dan kanan, pilek, hidung tersumbat,
demam, nafas berbau busuk
Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang dengan keluhan ingus berbau busuk yang dirasakan di
kedua hidung sejak 2 minggu SMRS. Ingus berbau busuk muncul terus
menerus dalam 2 minggu terakhir, kental, berwarna hijau dan banyak. Ingus
berbau busuk terasa turun sampai ke tenggorokan dirasakan sejak 2 minggu
SMRS. Keluhan disertai dengan nyeri pada pipi kiri dan kanan yang hilang
timbul sejak 2 minggu SMRS. Pasien mengatakan nyeri muncul pada pipi
kiri terlebih dahulu, kemudian nyeri muncul pada pipi kanan. Nyeri pada pipi
kiri dan kanan kadang disertai dengan nyeri kepala yang muncul sejak 2
minggu SMRS.
Pasien mengeluh pilek yang muncul terus menerus sejak 1 bulan SMRS.
Keluhan disertai dengan hidung tersumbat pada kedua hidung yang hilang
timbul sejak 1 bulan SMRS. Pasien mengeluh demam hilang timbul yang
muncul bersamaan dengan nyeri pada pipi kiri dan kanan sejak 2 minggu
SMRS. Pasien mengeluh nafas berbau busuk yang dirasakan sejak 2 minggu
SMRS. Penciuman berkurang, pendengaran berkurang, batuk, sesak, riwayat
bersin-bersin, gigi berlubang disangkal.

Riwayat penyakit dahulu:


Riwayat ingus berbau busuk 2 tahun lalu (+)
Riwayat bersin-bersin jika terpapar debu, asap, udara dingin (-)
Riwayat gatal-gatal atau timbul bentol setelah makan makanan atau
kontak dengan bahan tertentu disangkal
Riwayat penyakit keluarga :
Riwayat atopi (-)

III. Pemeriksaan fisik


Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Composmentis
Tanda vital
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Nadi : 81 x/menit
Pernapasan : 20 x/menit
Suhu : 37,1C
Status Generalis
Kepala : normocephale, rambut hitam
Mata : konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-
Bibir : sianosis (-)
Leher : pembesaran KGB (-) JVP tidak
Thorax
Inspeksi : Pergerakan gerak napas simetris saat statis dan dinamis
Palpasi : Nyeri tekan (-) massa tumor (-)
Perkusi : Sonor
Auskultasi : Bunyi utama : Vesikuler
Bunyi tambahan: Wheezing (-/-), Rhonki (-/-)
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
Perkusi : Batas jantung kanan :linea parasternalis dekstra
Batas jantung kiri : linea midclavikularis kiri
Auskultasi : BJ I/II regular, murmur (-) gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : Perut tampak membesar simetris
Auskultasi : BU (+) normal
Perkusi : Timpani (+) Ascites (-)
Palpasi : Hepar : tidak teraba
Limpa : tidak teraba
Massa tumor (-)
Nyeri tekan (-)
Ekstremitas : Akral hangat, tidak ada udem

Status lokalis
Pemeriksaan telinga
Auris
Bagian Kelainan
Dextra Sinistra
Bentuk telinga (-) Normotia
Preaurikula Kelainan kongenital - -
Radang - -
Tumor - -
Trauma - -
Fistel - -
Nyeri tekan - -
Aurikula Kelainan kongenital - -
Radang - -
Tumor - -
Trauma - -
Nyeri tarik - -
Nyeri tekan tragus - -
Retroaurikula Edema - -
Hiperemis - -
Nyeri tekan - -
Radang - -
Tumor - -
Fistel - -
Sikatriks - -

2
Canalis Acustikus Kelainan kongenital - -
Externa Kulit - -
Sekret - -
Serumen + +
Edema - -
Jaringan granulasi - -
Massa - -
Membrana Timpani Intak + +
Reflek cahaya + +

Pemeriksaan fungsi pendengaran dengan garpu tala


Tes Rinne Tes Weber Tes Schwach
Aurikula dextra + Sesuai pemeriksa
Aurikula sinistra + Lateralisasi (-) Sesuai pemeriksa

Pemeriksaan hidung
Dextra Sinistra
Bentuk Simetris kanan dan kiri
Sekret Purulen Purulen
Cavum nasi Lapang Sempit
Mukosa cavum nasi Hiperemis (-) Hiperemis (+)
Edema (-) Edema (+)
Konka media Hipertrofi (-) Hipertrofi (-)
Konka inferior Hipertrofi (-) Hipertrofi (+)
Meatus media Hiperemis (-) Hiperemis (+)
Sekret purulen (+) Sekret purulen (+)
Septum Deviasi (-) Deviasi (-)
Massa (-) (-)

Pemeriksaan sinus paranasal :


Nyeri tekan pada: pangkal hidung (-), pipi kiri (+) pipi kanan (-), dahi (-), tidak
terlihat pembengkakan pada daerah muka

Pemeriksaan tenggorokan
Mukosa: Hiperemis (-/-), Granul (-/-)
Arkus faring : Simetris
Uvula : Deviasi (-/-)
Tonsil : T1 T1, Hiperemis (-), kripta melebar
(-/-), detritus (-/-)
Pemeriksaan cavum oris
Gigi berlubang rahang atas kiri (+)

IV. Pemeriksaan penunjang


Saran pemeriksaan penunjang : Transiluminasi, Rontgen sinus paranasal posisi
Waters, CT Scan sinus paranasal tanpa kontras.
V. Diagnosis
Suspek Sinusitis Maxillaris sinistra akut
Diagnosis Banding :
Rinosinusitis akut
VI. Penatalaksanaan
a. Konsul ke dokter gigi
b. Medikamentosa :
Amoksisilin 2x500 mg
Tremenza tab 2x1
Parasetamol 3x500 mg
c. Non- Medikamentosa
Menghindari faktor pencetus dengan menggunakan masker saat bekerja dan
berkendara.
d. Operasi
Dilakukan bila keluhan semakin memberat dan tidak membaik setelah terapi
adekuat dan menjadi sinusitis kronik disertai kelainan yang ireversibel, serta
muncul tanda-tanda komplikasi.

VII. Prognosis
Ad vitam : ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad bonam

Sinusitis

4
1. Definisi

Sinusitis didefinisikan sebagai inflamasi mukosa sinus paranasal. Bila


mengenai beberapa sinus disebut multisinusitis, sedangkan bila mengenai semua
sinus paranasal disebut pansinusitis. Yang paling sering terkena ialah sinus etmoid
dan maksila. Sinus maksila disebut juga antrum Highmore, letaknya dekat akar
gigi rahang atas, maka infeksi gigi mudah menyebar ke sinus, disebut sinusitis
dentogen.1

2. Etiologi

Beberapa faktor etiologi dan predisposisi antara lain ISPA akibat virus,
rinitis alergi, rinitis hormonal pada wanita hamil, polip hidung, kelainan anatomi
seperti septum deviasi atau hipertrofi konka, sumbatan kompleks ostio-meatal
(KOM), infeksi tonsil, infeksi gigi, kelainan imunologi, diskinesia silia seperti
pada Sindrom Kartagener, dan di luar negeri adalah penyakit fibrosis kistik.1,2

Pada anak, hipertrofi adenoid merupakan faktor penting penyebab sinusitis


sehingga perlu dilakukan adenoidektomi untuk menghilangkan sumbatan dan
menyembuhkan rhinosinusitis.1

Faktor lain yang juga berpengaruh yaitu lingkungan berpolusi, udara


dingin dan kering serta kebiasaan merokok. Keadaan ini lama-lama menyebabkan
perubahan mukosa dan merusak silia.1

3. Patofisiologi

Kesehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostium-ostium sinus dan


lancarnya klirens mukosiliar di dalam kompleks osteo-meatal. Mukus juga
mengandung substansi antimikrobial dan zat-zat yang berfungsi sebagai
mekanisme pertahanan tubuh terhadap kuman yang masuk bersama dengan udara
pernapasan.1

Organ-organ yang membentuk kompleks osteo-meatal letaknya berdekatan


dan bila terjadi edema, mukosa yang berhadapan akan saling bertemu sehingga
silia tidak dapat bergerak dan ostium tersumbat. Akibatnya terjadi tekanan negatif
di dalam rongga sinus yang menyebabkan terjadinya transudasi, mula-mula
serous. Kondisi ini bisa dianggap rhinosinusitis non-bakterial dan biasanya
sembuh dalam beberapa hari tanpa pengobatan.1

Bila kondisi ini menetap, sekret yang terkumpul dalam sinus merupakan
media yang baik untuk tumbuhnya dan multiplikasi bakteri. Sekret menjadi
purulen. Keadaan ini disebut dengan rhinosinusitis akut bakterial dan memerlukan
terapi antibiotik.1

Jika terapi tidak berhasil (misalnya karena ada faktor predisposisi),


inflamasi berlanjut, terjadi hipoksia dan bakteri anaerob berkembang. Mukosa
makin membengkak dan ini merupakan rantai siklus yang terus berputar sampai
akhirnya perubahan mukosa menjadi kronik yaitu hipertrofi, polipoid atau
pembentukan polip dan kista. Pada keadaan ini mungkin diperlukan tindakan
operasi.1

4. Klasifikasi

Konsensus tahun 2004 membagi menjadi akut dengan batas sampai 4


minggu, subakut antara 4 minggu sampai 3 bulan dan kronik jika lebih dari 3
bulan.1

Sinusitis Dentogen

Merupakan salah satu penyebab penting sinusitis kronik. Dasar sinus


maksila adalah prosesus alveolaris tempat akar gigi rahang atas, sehingga rongga
sinus maksila hanya terpisahkan oleh tulang tipis dengan akar gigi, bahkan
kadang-kadang tanpa tulang pembatas. Infeksi gigi rahang atas seperti infeksi
apical akar gigi atau inflamasi jaringan periodontal mudah menyebar secara
langsung ke sinus, atau melalui pembuluh darah dan limfe.1

Harus curiga adanya sinusitis dentogen pada sinusitis maksilaris kronik


yang mengenai satu sisi dengan ingus purulen dan napas berbau busuk. Untuk
mengobati sinusitisnya, gigi yang terinfeksi harus dicabut atau dirawat, dan
pemberian antibiotik yang mencakup bakteri anaerob. Seringkali juga diperlukan
irigasi sinus maksila.1

Etiologi sinusitis dentogen3

a. Penjalanan infeksi gigi seperti infeksi periapikal atau abses apikal gigi dari gigi
kaninus sampai gigi molar tiga atas. Biasanya infeksi lebih sering terjadi pada
kasus-kasus akar gigi yang hanya terpisah dari sinus oleh tulang yang tipis,
walaupun kadang-kadang ada juga infeksi mengenai sinus yang dipisahkan
oleh tulang yang tebal.

b. Prosedur ekstraksi gigi. Pencabutan gigi ini dapat menyebabkan terbukanya


dasar sinus sehingga lebih mudah bagi penjalanan infeksi.

c. Penjalaran penyakit periodontal yaitu dijumpai adanya penjalaran infeksi dari


membran periodontal melalui tulang spongiosa ke mukosa sinus.

6
d. Trauma, terutama fraktur maksila yang mengenai prosesus alveolaris dan sinus
maksila.

e. Adanya benda asing dalam sinus berupa fragmen akar gigi dan bahan tambahan
akibat pengisian saluran akar yang berlebihan.

f. Osteomielitis pada maksila yang akut dan kronis.

g. Kista dentogen yang seringkali meluas ke sinus maksila, seperti kista radikuler
dan folikuler.

h. Deviasi septum kavum nasi, polip, serta neoplasma atau tumor dapat
menyebabkan obstruksi ostium yang memicu sinusitis.

Patofisiologi sinusitis dentogen

Kesehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostium-ostium sinus dan lancarnya


klirens mukosiliar (mucociliary clearance) di dalam kompleks osteomeatal. Sinus
dilapisi oleh sel epitel respiratorius. Lapisan mukosa yang melapisi sinus dapat
dibagi menjadi dua yaitu lapisan viscous superficial dan lapisan serous profunda.
Cairan mukus dilepaskan oleh sel epitel untuk membunuh bakteri maka bersifat
sebagai antimikroba serta mengandungi zat-zat yang berfungsi sebagai
mekanisme pertahanan tubuh terhadap kuman yang masuk bersama udara
pernafasan. Cairan mukus secara alami menuju ke ostium untuk dikeluarkan jika
jumlahnya berlebihan.3

Faktor yang paling penting yang mempengaruhi pathogenesis terjadinya


sinusitis yaitu apakah terjadi obstruksi dari ostium. Jika terjadi obstruksi ostium
sinus akan menyebabkan terjadinya hipooksigenasi, yang menyebabkan fungsi
silia berkurang dan epitel sel mensekresikan cairan mucus dengan kualitas yang
kurang baik. Disfungsi silia ini akan menyebabkan retensi mukus yang kurang
baik pada sinus.3

Kejadian sinusitis maksila akibat infeksi gigi rahang atas terjadi karena infeksi
bakteri (anaerob) menyebabkan terjadinya karies profunda sehingga jaringan
lunak gigi dan sekitarnya rusak. Pulpa terbuka maka kuman akan masuk dan
mengadakan pembusukan pada pulpa sehingga membentuk gangren pulpa. Infeksi
ini meluas dan mengenai selaput periodontium menyebabkan periodontitis dan
iritasi akan berlangsung lama sehingga terbentuk pus. Abses periodontal ini
kemudian dapat meluas dan mencapai tulang alveolar menyebabkan abses
alveolar. Tulang alveolar membentuk dasar sinus maksila sehingga memicu
inflamasi mukosa sinus. Disfungsi silia, obstruksi ostium sinus serta abnormalitas
sekresi mukus menyebabkan akumulasi cairan dalam sinus sehingga terjadinya
sinusitis maksila.3

Dengan ini dapat disimpulkan bahwa patofisiologi sinusitis ini berhubungan


dengan tiga faktor, yaitu patensi ostium, fungsi silia, dan kualitas sekresi hidung.
Perubahan salah satu dari faktor ini akan merubah sistem fisiologis dan
menyebabkan sinusitis.3

Sinusitis Jamur

Sinusitis jamur adalah infeksi jamur pada sinus paranasal. Predisposisi


sinusitis jamur yaitu diabetes mellitus, neutropenia, penyakit AIDS dan perawatan
yang lama di RS. Jenis jamur yang paling sering menyebabkan infeksi sinus
paranasal ialah spesiaes Aspergillus dan Candida. Para ahli membagi sinusitis
jamur menjadi bentuk invasif dan non-invasif. Sinusitis jamur invasif terbagi
menjadi invasif akut fulminan dan invasif kronik indolen.1

Sinusitis jamur invasif akut, ada invasi jamur ke jaringan dan vskular.
Sering pada pasien diabetes tidak terkontrol, pasien imunosupresi seperti
leukemia atau neutropenia, pemakaian steroid lama dan terapi imunosupresan.
Sinusitis jamur invasif kronik gambaran klinisnya tidak sehebat bentuk fulminant
karena perjalanan penyakitnya lebih lambat. Gejalanya seperti sinusitis bakterial,
sekret hidungnya kental dengan bercak-bercak kehitaman. Terapi untuk sinusitis
invasif adalah pembedahan, debridemen, anti jamur sistemik dan pengobatan
terhadap penyakit dasarnya. Obat standarnya adalah amfoterisin B, bisa ditambah
rifampisin atau flusitosin.1

Sinusitis jamur non invasif atau misetoma merupakan kumpulan jamur di


dalam rongga sinus tanpa invasi ke dalam mukosa dan tidak mendestruksi tulang.
Gejala berupa rinore purulen, post nasal drip dan napas bau. Pada misetoma perlu
terapi bedah untuk membersihkan massa jamur, menjaga drainase dan ventilasi
sinus.1

5. Manifestasi klinis

Keluhan utama rinosinusitis akut ialah hidung tersumbat disertai nyeri/rasa


tekanan pada muka dan ingus purulen, yang seringkali turun ke tenggorok (post
nasal drip). Dapat disertai gejala sistemik seperti demam dan lesu.1

Keluhan nyeri atau rasa tekanan di daerah sinus yang terkena merupakan
ciri khas sinusitis akut, serta kadang-kadang nyeri juga terasa di tempat lain
(referred pain). Nyeri pipi menandakan sinusitis maksila, nyeri di antara atau di
belakang orbita menandakan sinusitis ethmoid, nyeri di dahi atau seluruh kepala

8
menandakan sinusitis frontal. Pada sinusitis sfenoid, nyeri dirasakan di verteks,
oksipital, belakang orbita, dan daerah mastoid. Pada sinusitis maksila kadang-
kadang ada nyeri alih ke gigi dan telinga.1,2

Gejala lain adalah sakit kepala, hiposmia/anosmia, halitosis, post nasal


drip yang menyebabkan batuk dan sesak napas pada anak.1

Keluhan sinusitis kronik tidak khas sehingga sulit didiagnosis. Kadang-


kadang hanya 1 atau 2 gejala-gejala di bawah ini yaitu sakit kepala kronik, post
nasal drip, batuk kronik, gangguan tenggorok, gangguan telinga akibat sumbatan
kronik muara tuba eustachius, gangguan ke paru seperti bronkhitis (sino-
bronkhitis), bronkhiektasis dan yang penting adalah serangan asma yang
meningkat dan sulit diobati. Pada anak, mukopus yang tertelan dapat
menyebabkan gastroenteritis.1,2

6. Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan


pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan fisik dengan rhinoskopi anterior, dan
posterior, pemeriksaan naso-endoskopi sangat dianjurkan untuk diagnosis yang
lebih tepat dan dini. Tanda khas ialah adanya pus di meatus medius (pada sinusitis
maksila dan ethmoid anterior dan frontal) atau di meatus superior (pada sinusitis
ethmoidalis posterior dan sfenoid). Pada rinosinusitis akut, mukosa edema dan
hiperemis. Pada anak sering ada pembengkakan dan kemerahan pada kantus
medius.1

Pemeriksaan pembantu yang penting adalah foto polos atau CT-Scan. Foto
polos posisi Waters, PA, lateral, umumnya hanya mampu menilai kondisi sinus-
sinus besar seperti sinus maksila dan frontal. Kelainan akan terlihat
perselubungan, air-fluid level, atau penebalan mukosa.1

CT-Scan sinus merupakan gold standard diagnosis sinusitis karena mampu


menilai secara anatomi hidung dan sinus, adanya penyakit dalam hidung dan sinus
secara keseluruhan dan perluasannya. Namun karena mahal hanya dikerjakan
sebagai penunjang diagnosis sinusitis kronis yang tidak membaik dengan
pengobatan atau pra-operasi sebagai panduan operator saat melakukan operasi
sinus.1,2

Pada pemeriksaan transiluminasi sinus yang sakit akan menjadi suram atau
gelap. Pemeriksaan ini sudah jarang dilakukan karena sangat terbatas
kegunaannya.1
Pemeriksaan mikrobiologik dan tes resistensi dilakukan dengan
mengambil sekret dari meatus medius/superior, untuk mendapatkan antibiotik
yang tepat guna. Lebih baik lagi bila diambil sekret yang keluar dari pungsi sinus
maksila.1

Sinuskopi dilakukan dengan pungsi menembus dinding medial sinus


maksila melalui meatus inferior, dengan alat endoskop bisa dilihat kondisi sinus
maksila yang sebenarnya, selanjutnya dapat dilakukan irigasi sinus untuk terapi.1

7. Penatalaksanaan

Tujuan terapi sinusitis ialah mempercepat penyembuhan, mencegah


komplikasi, dan mencegah perubahan menjadi kronis. Prinsip pengobatan ialah
membuka sumbatan di kompleks osteo-meatal sehingga drainase dan ventilasi
sinus-sinus pulih secara alami.1

Antibiotik dan dekongestan merupakan terapi pilihan pada sinusitis akut


bakterial, untuk menghilangkan infeksi dan pembengkakan mukosa serta
membuka sumbatan ostium sinus. Antibiotik yang dipilih adalah golongan
penisilin seperti amoksisilin. Jika diperkirakan kuman telah resisten atau
memproduksi beta-laktamase, maka dapat diberikan amoksisilin-klavulanat atau
jenis sefalosporin generasi ke-2. Pada sinusitis antibiotik diberikan selama 10-14
hari walaupun gejala klinik sudah menghilang. Pada sinusitis kronik diberikan
antibiotik yang sesuai untuk kuman gram negatif dan anaerob.1,2

Selain dekongestan oral dan topikal, terapi lain dapat diberikan jika
diperlukan, seperti analgetik, mukolitik, steroid oral/topikal, pencucian rongga
hidung dengan NaCl atau diatermi. Antihistamin tidak rutin diberikan karena sifat
antikolinergiknya dapat menyebabkan sekret jadi lebih kental. Bila ada alergi
berat sebaiknya diberikan antihistamin generasi ke-2. Irigasi sinus maksila atau
Proetz displacement juga merupakan terapi tambahan yang dapat bermanfaat.1

Tindakan operasi

Bedah sinus endoskopi fungsional (BSEF/FESS) merupakan operasi


terkini untuk sinusitis kronik yang memerlukan operasi. Tindakan ini telah
menggantikan hampir semua jenis bedah sinus terdahulu karena memberikan hasil
yang lebih memuaskan dan tindakan lebih ringan dan tidak radikal.1

Indikasinya berupa: sinusitis kronik yang tidak membaik setelah terapi,


sinusitis kronik yang disertai kista atau kelainan yang ireversibel, polip ekstensif,
adanya komplikasi sinusitis serta sinusitis jamur.1

8. Komplikasi

10
Komplikasi sinusitis telah menurun secara nyata sejak ditemukannya
antibiotik. Komplikasi berat biasanya terjadi pada sinusitis akut atau pada sinusitis
kronis dengan eksaserbasi akut, berupa komplikasi orbita atau intrakranial.1

Kelainan orbita, disebabkan oleh sinus paranasal yang berdekatan dengan


mata. Yang paling sering ialah sinusitis etmoid. Kelainan yang dapat timbul ialah
edema palpebra, selulitis orbita, dll.1

Kelainan intrakranial, dapat berupa meningitis, abses ekstradural atau


subdural, dll.1

Kelainan paru, seperti bronkhitis kronik dan bronkiektasis.1

Osteomielitis dan abses subperiosteal. Paling sering timbul akibat sinusitis


frontal dan biasanya ditemukan pada anak-anak.1

DAFTAR PUSTAKA
1. Soepardi, Efiaty Arsyad, et al. 2007. Buku Ajar Ilmu Kesehatan: Telinga,
Hidung, Tenggorok, Kepala dan Leher. Ed 6. Jakarta: FKUI.

2. Tanto C, et al. 2014. Kapita Selekta Kedokteran. Ed 4. Jakarta: Media


Aesculapius.

3. Farhat. 2006. Peran Infeksi Gigi Rahang Atas pada Kejadian Sinusitis Maksila
di RSUP H.Adam Malik Medan. Dept. Ilmu Kesehatan THT, Bedah Kepala,
dan Leher FK USU/RSUP H. Adam Malik Medan. p. 386-92.

12

Anda mungkin juga menyukai