Anda di halaman 1dari 35

BAGIAN ILMU BEDAH

FAKULTAS KEDOKTERAN
Long Case
UNIVERSITAS HASANUDDIN

Mei

2014

Ca Mammae

DI BAWAKAN OLEH :
Nahdhiah Zainuddin
1102090114
PEMBIMBING:
dr. Aris Abidin

SUPERVISOR :
dr. Septiman, Sp.B(K)Onk

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN


KLINIK
BAGIAN ILMU BEDAH FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
1

MAKASSAR
2014

LEMBAR PENGESAHAN
Yang bertandatangan dibawah ini menyatakan bahwa :
Nama:

Nahdhiah Zainuddin

NIM

1102090114

Judul :

Ca Mammae

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan


klinik pada Bagian Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas
Hasanuddin.

Makassar,

Mei

2014
Pembimbing,
Supervisor,

dr. Aris Abidin

dr.

Septiman, Sp.B(K)Onk

BAB I
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama
Jenis Kelamin
Umur
Status
Agama
Kebangsaan
Alamat
Pendidikan
Pekerjaan
Tanggal MRS
No. RM

: Ny. F
: Perempuan
: 47 Tahun
: Menikah
: Islam
: Indonesia
: Desa Tompe Sirenja Donggala
: S1
: Pegawai Negeri Sipil
: 12 mei 2014
: 643611

I. DIAGNOSIS
1.1. Anamnesis (16 Mei 2014)
Keluhan Utama
Benjolan pada payudara kanan
Riwayat Perjalanan Penyakit
Dialami sejak 2 tahun yang lalu sebelum masuk RS. Awalnya
benjolan sebesar kelereng lama kelamaan membesar hingga sebesar bola
tenis dalam waktu 6 bulan terakhir. Nyeri ada, dirasakan tidak terusmenerus. Pasien mengeluhkan puting dan kulit payudara tertarik kedalam
sejak 2 bulan terakhir, ada riwayat keluar cairan dari puting payudara kanan.
Riwayat demam tidak ada, batuk tidak ada, sesak tidak ada, mual dan
muntah tidak ada, sakit kepala tidak ada. Berat badan dirasakan turun dalam
3 bulan terakhir sebanyak 10 kg. BAB: biasa, warna kuning. BAK :
Lancar, warna kuning kesan cukup.
Riwayat haid pertama pada usia 13 tahun, siklus haid teratur tiap bulan,
sampai saat ini masih haid.

Riwayat menikah pada usia 24 tahun. Melahirkan 1 orang anak pada usia 30
tahun
Riwayat menyusui selama 2 tahun
Riwayat penggunaan alat kontrasepsi tidak pernah
Riwayat menderita penyakit yang sama dalam keluarga ada, yaitu tante (adik
ibu pasien)
Riwayat penyakit kandungan tidak ada
Riwayat terkena radiasi tidak ada
Riwayat hipertensi disangkal
Riwayat FNAB ada dengan kesan adenocarsinoma mammae
Riwayat kemoterapi sebelumnya ada, sebanyak 3 kali (februari,maret,april)
1.2. Pemeriksaan Fisik (16 Mei 2014)
Status Generalis
Keadaan Umum

: Tampak sakit sedang

Performance Status : 80 % (Karnofsky score)


Kesadaran

: Compos mentis

Pernafasan

: 20 x/menit

Nadi

: 80 x/menit

Tekanan Darah

: 120/70 mmHg

Suhu

: 36,5C

Kepala

: Konjungtiva pucat -/-, sklera ikterik -/-

Pupil

: Isokor, refleks cahaya +/+

Leher

: JVP (5-2) cm H2O, tidak ada kelainan

Kelenjar getah bening: Lihat status lokalis


Thorax

: Vesikular +/+ Normal, ronkhi -/-, wheezing -/-,


murmur (-), gallop (-), gambaran tumor lihat status
lokalis.

Abdomen

: Datar, ikut gerak napas, peristaltik (+)


kesan normal,

Hepar dan Lien tidak

teraba.
Ekstremitas Superior : Tidak ada kelainan
Ekstremitas Inferior : Tidak ada kelainan

Status Lokalis

Regio Mamma Dextra


Inspeksi

: Tampak massa tumor pada kuadran lateral atas dan


medial atas, warna kulit sama dengan sekitarnya,
peau dorange (-), dimpling (+). Retraksi papil (+),
nipple discharge (-), ulkus (-)

Palpasi

: Teraba massa tumor pada quadran lateral atas dan


medial atas dengan ukuran 8x9x4 cm, permukaan
rata, konsistensi padat kenyal, mobile, batas tegas,
nyeri tekan (+)

Regio Mamma Sinistra


Inspeksi

: Tidak tampak benjolan, tidak tampak ulkus, tidak ada


retraksi puting, tidak ada gambaran Peau dorange.

Palpasi

: Tidak teraba massa.

KGB Axilla Sinistra


Inspeksi

: Tidak tampak benjolan.

Palpasi

: Tidak teraba massa

KGB Axilla Dextra


Inspeksi

: Tidak tampak benjolan

Palpasi

: Tidak teraba massa

KGB Infraklavikula Sinistra


Inspeksi

: Tidak tampak benjolan

Palpasi

: Tidak teraba massa

KGB Infraklavikula Dextra


Inspeksi

: Tidak tampak benjolan

Palpasi

: Tidak teraba massa

KGB Supraklavikula Sinistra


Inspeksi

: Tidak tampak benjolan

Palpasi

: Tidak teraba massa

KGB Supraklavikula Dextra


Inspeksi

: Tidak tampak benjolan

Palpasi

: Tidak teraba massa

KGB Mammaria interna sinistra


Inspeksi

: Tidak tampak benjolan

Palpasi

: Tidak teraba massa

KGB Mammaria interna dextra


Inspeksi

: Tidak tampak benjolan

Palpasi

: Tidak teraba massa

1.3 Pemeriksaan Penunjang


a. Pemeriksaan Laboratorium
Darah Rutin: (9 Mei 2014)
Hemoglobin

: 12 g/dl

( 11,5 16 gr/dl )

Hematokrit

: 36,1 vol%

( 37 47 vol%)

Leukosit

: 8.700/mm3

( 4000 10000/mm3)

Trombosit

: 225.000/mm3

( 150.000 400.000/mm3 )

Eritrosit

: 4.240.000//mm3

(4.000.000-6.000.00//mm3)

Kimia Darah: (15 April 2014)


GDS

: 96 mg/dl

( < 200 mg/dl )

Ureum

: 17 mg/dl

(10-50 mg/dl)

Creatinin

: 0,80 mg/dl

(0,6-1,3 mg/dl)

SGOT

: 42 U/L

(< 38 U/L)

SGPT

: 34 U/L

(<41 U/L)

Natrium

: 145 mmol/l

(135 155 mmol/l )

Kalium

: 4,1 mmol/l

( 3,5 - 5,0 mmol/l )

Clorida

: 101 mmol/l

(97-111 mmol/l)

b. Rontgen Thorax (27 Desember 2013)

Kesan : Tidak tampak tanda-tanda metastasis pada foto thorax


c. USG whole abdomen (27 desember 2013)
Kesan : Tidak tampak tanda-tanda metastase pada
organ intraabdominal.
d. Hasil pemeriksaan Fine Needle Aspiration (30 Desember 2014)
Mikroskopik : Sediaan apusan aspirasi sangat seluler, terdiri dari sel epitel
maligna inti bulat, ukuran inti besar-besar, kromatin inti kasar, nucleoli

sangat prominent, terdapat inklusi dalam inti, sitoplasma cukup. Sel


umumnya tersusun berbentuk kelenjar dengan kohesi longgar, sel yang
tersebar satu-satu masih mengandung sitoplasma. Dengan latar belakang
eritrosit.
Kesan : Adenocarsinoma Mammae
e. Hasil Pemeriksaan Biopsi Jaringan (3 Februari 2014)
Makroskopis : Jaringan biopsy ukuran 2x2x1,5 cm, penampang putih,
padat, kenyal, 1 coupe
Mikroskopis : Sediaan jaringan menunjukkan proliferasi sel-sel maligna
asal epitel ductus asini kelenjar mammae, dengan anti atypic, pleomorfik,
hiperkromatik, dan nucleoli prominent. Bentukan tubuler kelenjar masih
dapat dikenali (score: 2), Pleomofisme inti (Score: 3), Mitosis cukup
banyak (score2). Total score : 2+3+2 = 7 (Moderately Differentiated)
Kesan : Invasif Ductal Carcinoma Mammae, Moderate Grade Malignancy.
f. Imuhistokimia

Status:
ER / PR NEGATIF/NEGATIF
Her 2 / Neu NEGATIF

Setelah

dilakukan

anamnesis,

pemeriksaan

fisis

dan

pemeriksaan penunjang maka diagnosis pada pasien ini adalah


Ca Mammae Dextra.
II. STAGING
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis dan pemeriksaan
penunjang maka berdasarkan klasifikasi TNM, pada penderita ini
adalah cT4aN0M0, stadium III B, sebagaimana :
T4a : Ekstensi ke dinding dada tidak termasuk otot
pektoralis
N0 : Tidak ada metastasis ke KGB
M0 : Tidak terdapat metastasis jauh

Klasifikasi TNM tersebut berdasarkan American Joint


Committe on Cancer (AJCC,2002), dimana T merupakan
ukuran primer tumor, N merupakan kelenjar getah bening
regional dan M adalah metasis. Berdasarkan Klasifikasi TNM
tersebut

stadium

carcinoma

mammae

pada

pasien

ini

digolongkan dalam stadium IIIB.


III. STATUS PENAMPILAN
Status penampilan yang digunakan adalah status karnofsky, dan status
karnofsky pada pasien ini adalah 80 % dimana pasien mengalami hambatan pada
aktifitas fisik berat namun masih dapat mengerjakan pekerjaan ringannya/
pekerjaan yang tidak banyak pindah tempat
IV. RENCANA TERAPI
Modified Radical Mastectomi
Kemoterapi adjuvant
V. PROGNOSIS
Prognosis
Quo ad vitam

: dubia ad malam

Quo ad sanationam

: dubia ad malam

VI. RESUME
Wanita usia 47 tahun masuk Rumah Sakit dengan keluhan massa
pada mamma dextra. Nyeri ada dirasakan intermitten. Berat badan dirasakan
turun dalam 3 bulan terakhir sebanyak 10 kg. Riwayat nipple discharge
(+), Riwayat kemoterapi (+) sebanyak 3 kali pada bulan februari, maret dan
april. Pada Pemeriksaan fisis, status lokalis pada mamma dextra tampak
massa tumor pada kuadran lateral atas dan medial atas, terdapat dimpling
dan retraksi papil, dan pada palpasi teraba massa tumor quadran lateral atas

dan medial atas dengan ukuran 8x9x4 cm, permukaan rata, konsistensi
padat kenyal, mobile, batas tegas, nyeri tekan (+).
Pada Foto thorax dan USG abdomen tidak didapatkan tanda-tanda
metastasis. Pada pemeriksaan Fine Needle Aspiration Biopsy didapatkan
kesan adenocarsinoma mammae, pada pemeriksaan Biopsi Jaringan
didapatkan kesan invasive ductal carsunima mammae, moderate grade
malignancy, pada pemeriksaan imunohistokimia memberikan hasil
status ER / PR NEGATIF/NEGATIF, Her2/Neu NEGATIF.
Pasien ini didiagnosa dengan carcinoma mammae Dextra
cT4aN0M0, stadium III B, karnofsky 80%.
Rencana terapi pada pasien ini adalah Modified Radical
Mastectomy (MRM) dan kemoterapi adjuvant.

Diskusi
Diagnosis karsinoma mamma ditegakkan berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
Dari anamnesis, penderita mengeluh adanya benjolan
pada payudara kanan yang dialami sejak 2 tahun sebelum
Masuk RS. Awalnya benjolan sebesar kelereng dan membesar
secara progresif dalam 3 bulan terakhir hingga menjadi
sebesar bola tenis. Nyeri ada dirasakan kadang-kadang.
Terdapat dimpling dan retraksi papil. Hal ini sesuai dengan
gambaran klinis dari karsinoma mamma. Perubahan papilla
mamma berupa retraksi, distorsi papilla mamma yang
umumnya

terjadi

akibat

tumor

menginvasi

jaringan

subpapilar. Selain itu, usia penderita yang sudah 47 tahun,


adanya riwayat terlambat memliki anak dan riwayat keluarga
menderita penyakit yang sama merupakan faktor resiko
terjadinya karsinoma mamma.
Pada pemeriksaan fisik di regio mamma dextra, pada
inspeksi tampak massa tumor

pada kuadran lateral dan


10

medial atas, ada dimpling dan retraksi papilla mamma,


Sedangkan pada palpasi, teraba benjolan berukuran 8x9x4
cm pada kuadran lateral dan medial atas. Permukaan rata,
konsistensi padat kenyal, mobile, benjolan berbatas tegas,
nyeri

tekan

tidak

ada.

Kelenjar

aksilla

dan

kelenjar

supraklavikula tidak teraba.


Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk mempertegas
diagnosis dan melihat ada tidaknya metastasis jauh.

Pada

pasien ini, didapatkan Foto Thoraks dan USG Abdomen


memberikan kesan tidak tampak tanda-tanda metastasis. dan
pemeriksaan

PA

Adenocarcinoma

berupa

sitologi

mammae),

Biopsi

(FNA,

kesimpulan:

jaringan

memberikan

kesan invasif ductal carcinoma mammae moderate grade


malignancy, dan pemeriksaan Imunohistokimia / IHC dengan
status ER/PR (-), dan HER-2 / NEU (-).Estrogen reseptor (ER)/
Progesteron Reseptor (PR) merupakan reseptor nuclear yang
dapat mengikat DNA, pada 70 % kanker payudara reseptor ini
mengalami over-ekspresi, mekanisme proses karsinogenesis
dapat

terjadi

melalui

ikatan

estrogen

pada

ER,

yang

menstimulasi proliferasi sel-sel payudara yang menimbulkan


peningkatan

pembelahan

sel

menimbulkan

mutasi,

dan

dan

replikasi

DNA

metabolisme

yang

estrogen

memproduksi toksik terhadap gen dan metabolit yang


menyebabkan mutasi, pemeriksaan reseptor ini digunakan
untuk menentukan respon penderita terhadap terapi hormon.
Human epidermal Growth Factor reseptor (HER-2/Neu) adalah
reseptor membran sel hasil eksresi suatu HER2 gen pada
kromosom 17, Protein reseptor HER2 mengatur pertumbuhan,
perlekatan, pertahanan, perpindahan dan diferensiasi suatu
sel melalui suatu mekanisme pengiriman sinyal reseptor
kedalam

nucleus.

Fungsi

pengaturan

tersebut

menjadi

11

terganggu oleh sel kanker, sehingga pada beberapa kasus


kanker, reseptor HER2 menjadi terlalu banyak, sehingga
pertumbuhan sel menjadi tidak terkontrol.
Dan berdasarkan klasifikasi TNM, pada penderita ini :
T4a :
Ekstensi ke dinding dada tidak termasuk otot
pektoralis
N0 : Tidak ada metastasis ke KGB
M0 : Tidak terdapat metastasis jauh
Klasifikasi TNM tersebut berdasarkan American Joint
Committe on Cancer (AJCC,2002), dimana T merupakan
ukuran primer tumor, N merupakan kelenjar getah bening
regional dan M adalah metasis. Berdasarkan Klasifikasi TNM
tersebut

stadium

carcinoma

digolongkan dalam stadium IIIB.


Berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan

penunjang

dari

mammae

pada

pemeriksaan
pasien,

maka

pasien
fisik,

ini
dan

didiagnosis

dengan Ca mamma dextra, cT4 N0 M0 stadium IIIB, dengan


Status karnofsky 80% karena pasien tidak perlu perawatan
khusus, tetapi memiliki beberapa keluhan atau gejala.
Tindakan atau pengobatan yang dilakukan pada kasus ini
adalah tindakan operatif dan kemoterapi adjuvant.

12

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Payudara

2.1.1 Anatomi payudara


Payudara normal mengandung jaringan kelenjar, duktus, jaringan otot
penyokong lemak, pembuluh darah, saraf dan pembuluh limfe.

Pada bagian

lateral atas kelenjar payudara, jaringan kelenjar ini keluar dari bulatannya ke arah
aksila, disebut penonjolan Spence atau ekor payudara. Setiap payudara terdiri atas
12-20 lobulus kelenjar yang masing-masing mempunyai saluran ke papilla
mamae, yang disebut duktus lactiferous. Di antara kelenjar susu dan fasia
pectoralis, juga di antara kulit dan kelenjar tersebut mungkin terdapat jaringan
lemak. Di antara lobules tersebut ada jaringan ikat yang disebut ligamentum
Cooper yang memberi rangka untuk payudara.1

13

Gambar 1. Anatomi payudara, potongan tangensial dan melintang


(Sumber: Schwartzs principle of surgery, 9th edition)
Perdarahan payudara terutama berasal dari cabang a.perforantes anterior dari
a.mamaria interna, a.torakalis lateralis yang bercabang dari a.aksilaris, dan
beberapa a.interkostalis. Persarafan kulit payudara diurus oleh cabang pleksus
servikalis dan n. interkostalis. Jaringan kelenjar payudara sediri diurus oleh saraf
simpatik. Ada beberapa saraf lagi yang perlu diingat sehubungan dengan penyulit
paralisis dan mati rasa pasca bedah, yakni n.interkostobrakialis dan n.kutaneus
brakius medialis yang mengurus sensibilitas daerah aksila dan bagian medial
lengan atas. Pada diseksi aksila, saraf ini sedapat mungkin disingkirkan sehingga
tidak terjadi mati rasa di daerah tersebut. Saraf n.pektoralis yang mengurus
m.pektoralis mayor dan minor, n. torakodorsalis yang menguurus m.latisimus
dorsi, dan n.torakalis longus yang mengurus m.serratus anterior sedapat mungkin
dipertahankan pada mastektomi dengan diseksi aksila. Penyaliran limfe dari
payudara kurang

lebih 75% ke aksila, sebagian lagi ke kelenjar parasternal,

terutama dari bagian yang sentral dan medial dan ada pula penyaliran yang ke
kelenjar interpektoralis. Pada aksila terdapat rata-rata 50 (berkisar dari 10-90)
buah kelenjar getah bening yang berada di sepanjang arteri dan vena brakialis.1

14

Gambar 2. Aliran pembuluh darah pada payudara, aksila, dan dinding dada
(Sumber: Schwartzs principle of surgery, 9th edition)
Saluran limfe dari seluruh payudara menyalir ke kelompok anterior aksila,
kelompok sentral aksila, kelenjar aksila bagian dalam, yang lewat sepanjang
v.aksilaris dan yang berlanjut langsung ke kelenjar servikal bagian kaudal dalam
fosa supraklavikuler. Jalur limfe lainnya berasal dari daerah sentral dan medial
yang selain menuju ke kelenjar sepanjang pembuluh mammaria interna, juga
menuju ke aksila kontralateral, ke m.rectus abdominis lewat ligamentum
falsiparum hepatis ke hati, pleura, dan payudara kontralateral.1

Gambar 3. Jalur aliran limfatik payudara

15

(Sumber: Schwartzs principle of surgery, 9th edition)


2.2

Kanker payudara

2.2.1 Definisi
Kanker adalah suatu kondisi dimana sel telah kehilangan pengendalian dan
mekanisme normalnya, sehingga mengalami pertumbuhan yang tidak normal,
cepat dan tidak terkendali. Kanker payudara (Carcinoma mammae) adalah suatu
penyakit neoplasma yang ganas berasal dari parenchyma. Karsinoma merupakan
keganasan pada payudara yang paling umum terjadi dan kanker payudara
merupakan jenis kanker non kulit yang paling sering terjadi pada wanita.2
2.2.2 Insidensi dan epidemiologi
Menurut WHO 8-9% wanita akan mengalami kanker payudara. Ini
menjadikan kanker payudara sebagai jenis kanker yang paling banyak ditemui
pada wanita. Kanker payudara merupakan penyebab kematian tertinggi pada
wanita usia 20-59 3. Setiap tahun lebih dari 250.000 kasus baru kanker payudara
terdiagnosa di Eropa dan kurang lebih 175.000 di Amerika Serikat. Tahun 2001,
sebanyak 240.000 wanita terdiagnosis kanker payudara, dan lebih dari 40.000
diantaranya meninggal akibat penyakit tersebut. Diperkirakan sepertiga dari
jumlah tersebut akan bertambah dalam 20 tahun kedepan. Insidensi kanker
payudara meningkat terutama pada wanita usia tua, namun tidak ditemukan
hubungan antara kejadian kanker payudara dengan lingkungan. Belum ada data
statistik yang akurat di Indonesia, namun data yang terkumpul dari rumah sakit
menunjukkan bahwa kanker payudara menduduki ranking pertama di antara
kanker lainnya pada wanita.2
2.2.3 Faktor resiko
Beberapa faktor risiko yang memegang peranan penting di dalam proses
kejadian kanker payudara berhasil diidentifikasi melalui penelitian epidemiologi.
a. Usia.
Kanker payudara jarang dijumpai pada wanita berusia < 25 tahun. Insidensi
meningkat seiring meningkatnya usia, tujuh puluh tujuh persen kasus terjadi
pada usia > 50 tahun. rata-rata usia terdiagnosis kanker payudara adalah 64
tahun.
16

b. Usia saat menarche.


Wanita dengan usia saat menarche kurang dari 11 tahun memiliki resiko
terkena kanker payudara sebesar 20% dibandingkan dengan wanita yang
menarche saat usia 14 tahun keatas. Menopause yang lebih lama juga
meningkatkan resiko namun besarnya resiko belum berhasil teridentifikasi
c. Usia saat pertama kali melahirkan
Wanita yang hamil dan melahirkan pada usia < 20 tahun memiliki resiko
terkena kanker payudara dua kali lebih tinggi dibandingkan nullipara atau
wanita yang hamil pertama kali di usia lebih dari 35 tahun.
d. Faktor keturunan
Resiko kanker payudara meningkat pada wanita yang memiliki ibu, saudara
perempuan, atau anak perempuan dengan riwayat mengidap kanker.
e. Riwayat biopsi payudara sebelumnya, hal ini terjadi pada wanita dengan
riwayat biopsi sebelumnya dengan hasil hiperplasia atipikal.
f. Ras
Insidensi kanker payudara lebih rendah pada keturunan Afrika-Amerika. Faktor
sosial seperti kurangnya akses ke fasilitas kesehatan dan masih kurangnya
penggunaan mammografi, dan faktor genetik juga berpengaruh. Wanita kulit
hitam yang berusia < 40 tahun lebih sering mengalami kanker payudara
dibandingkan wanita kulit putih. Wanita Kaukasoid memiliki rating tertinggi
dalam terjadinya kanker payudara, angka kejadiannya pada usia > 50 tahun
adalah 1 diantara 15 wanita, sedangkan pada wanita afrika adalah 1 diantara 20,
1 diantara 26 pada wanita Asia Pasifik, dan 1 diantara 27 pada wanita
Hispanik.1
2.2.4 Patofisiologi
Faktor resiko utama yang berhubungan dengan perkembangan kanker
payudara adalah faktor hormonal dan genetik (riwayat keluarga). Kanker payudara
juga bisa terjadi secara sporadis, berkaitan dengan paparan hormonal, kasus
herediter, dan riwayat mutasi germ sel pada keluarga. Dari faktor genetik,
berkaitan dengan mutasi gen BRCA 1 pada kromosom nomor 17q21 dan BRCA 2
pada kromosom nomor 13q12. Adanya mutasi pada gen BRCA1 akan
menyebabkan penurunan atau terhentinya produksi dari protein BRCA1. Mutasi
BRCA1 sangat erat kaitannya dengan kejadian kanker payudara herediter dan

17

sindrom kanker ovarium. Secara umum, ditemukannya gen BRCA1 akan


menyebabkan peningkatan resiko terjadinya kanker payudara sebesar 83% dan
resiko terjadinya kanker ovarium sebesar 63% pada usia lebih dari 70 tahun.
sedangkan gen BRCA2 berhubungan dengan kanker payudara pada laki-laki dan
memiliki resiko terkena kanker ovarium sebesar 10%. Pada suatu penelitian di
Negeri Belanda, mutasi gen BRCA1 terdapat pada 10.000 dari setiap 4 juta wanita
Belanda yang berumur 25-55 tahun

4,5

. Namun hingga saat ini, penyebab kanker

payudara belum diketahui secara pasti. Penyebab kanker payudara termasuk


multifaktorial, yaitu banyak faktor yang terkait satu dengan yang lain. Beberapa
faktor yang diperkirakan mempunyai pengaruh besar dalam terjadinya kanker
payudara adalah riwayat keluarga, hormonal, dan faktor lain yang bersifat
eksogen.1
2.2.5 Gejala Klinis
Karsinoma payudara biasanya mempunyai gambaran klinis sebagai berikut :
a. Terdapat benjolan keras yang lebih melekat atau terfiksir.
b. Tarikan pada kulit di atas tumor.
c. Ulserasi atau koreng.
d. Peaud orange.
e. Discharge dari puting susu.
f. Asimetri payudara.
g. Retraksi puting susu.
h. Elovasi dari puting susu.
i. Pembesaran kelenjar getah bening ketiak.
j. Satelit tumor di kulit.
k. Eksim pada puting susu.
l. Edema.2
2.2.6
a.

Stadium, Sistem TNM, dan Jalur Penyebarannya


Stadium
Stadium penyakit kanker adalah suatu keadaan dari hasil penilaian dokter

saat mendiagnosis suatu penyakit kanker yang diderita pasiennya, sudah sejauh
manakah tingkat penyebaran kanker tersebut baik ke organ atau jaringan sekitar

18

maupun penyebaran ketempat jauh. Stadium hanya dikenal pada tumor ganas atau
kanker dan tidak ada pada tumor jinak. Untuk menentukan suatu stadium, harus
dilakukan pemeriksaan klinis dan ditunjang dengan pemeriksaan penunjang
lainnya yaitu histopatologi atau PA, rontgen , USG, dan bila memungkinkan
dengan CT Scan, scintigrafi dll. Banyak sekali cara untuk menentukan stadium,
namun yang paling banyak dianut saat ini adalah stadium kanker berdasarkan
klasifikasi sistim TNM yang direkomendasikan oleh UICC(International Union
Against Cancer dari WHO atau World Health Organization) / AJCC (American
Joint Committee On Cancer yang disponsori oleh American Cancer Society dan
American College of Surgeons).5,6
b.

Klasifikasi Stadium TNM berdasarkan American Joint Committee on

Cancer (AJCC, 2002)

T = ukuran primer tumor.

Ukuran T secara klinis, radiologis, dan mikroskopis adalah sama. Nilai T dalam
cm, nilai paling kecil dibulatkan ke angka 0,1 cm.
Tx

: Tumor primer tidak dapat dnilai.

To

: Tidak terdapat tumor primer.

Tis

: Karsinoma in situ.

Tis(DCIS)

: Ductal Carcinoma In Situ.

Tis(LCIS)

: Lobular Carcinoma In Situ.

Tis(Pagets)

: Penyakit Paget pada putting tanpa adanya tumor.

Catatan: Penyakit Paget dengan adanya tumor dikelompokkan sesuai dengan


ukuran tumornya.
T1

: Tumor dengan ukuran diameter terbesarnya 2cm atau kurang.

T1mic

: Adanya mikroinvasi ukuran 0,1 cm atau kurang.

T1a

: Tumor dengan ukuran lebih dari 0,1 cm sampai 0,5 cm.

T1b

: Tumor dengan ukuran lebih dari 0,5 cm sampai 1 cm.

T1c

: Tumor dengan ukuran lebih dari 1 cm sampai 2 cm.

T2

: Tumor dengan ukuran diameter terbesarnya lebih dari 2 cm

sampai 5 cm.
T3

: Tumor dengan ukuran diameter terbesar lebih dari 5 cm.


19

T4

: Ukuran tumor berapapun dengan ekstensi langsung ke dinding


dada atau kulit.

T4a

: Ekstensi ke dinding dada tidak termasuk otot pektoralis.

T4b

: Edema (termasuk peau dorange), ulserasi, nodul satelit pada


kulit yang terbatas pada 1 payudara.

T4c

: Mencakup kedua hal di atas.

T4d

: inflammatory carcinoma.

N = kelenjar getah bening regional.

Nx

: Kgb regional tidak bisa dinilai (telah diangkat sebelumnya).

N0

: Tidak terdapat metastasis kgb.

N1

: Metastasis ke kgb aksila ipsilateral yang mobil.

N2

: Metastasis ke kgb aksila ipsilateral terfiksir, berkonglomerasi,


atau adanya pembesaran kgb ke mamaria interna ipsilateral
(klinis) tanpa adanya metastasis ke kgb aksila.

N2a

: Metastasis pada kgb aksila terfiksir atau berkonglomerasi atau


melekat ke struktur lain.

N2b

: Metastasis hanya pada kgb mamaria interna ipsilateral secara


klinis dan tidak terdapat metastasis pada kgb aksila.

N3

: Metastasis pada kgb infraklavikular ipsilateral dengan atau


tanpa metastasis kgb aksila atau klinis terdapat metastasis pada
kgb aksila; atau metastasis pada kgb supraklavikula ipsilateral
dengan atau tanpa metastasis pada kgb aksila/mamaria interna.

N3a

: Metastasis ke kgb infraklavikular ipsilateral.

N3b

: Metastasis ke kgb mamaria interna dan kgb aksila.

N3c

: Metastasis ke kgb supraklavikula.

Catatan: Terdeteksi secara klinis; terdeteksi dengan pemeriksaan fisik atau secara
imaging (di luar limfoscintigrafi).

M = metastasis jauh.

Mx

: Metastasis jauh belum dapat dinilai.

M0

: Tidak terdapat metastasis jauh.

M1

: Terdapat metastasis jauh.


20

Tabel 1. Klasifikasi stadium carcinoma mammae 5


Stage 0
Stage I
Stage IIA

Tis
T1
T0
T1
T2
T2
T3
T0
T1
T2
T3
T3
T4
T4
T4
T (semua)
T (semua)

Stage IIB
Stage IIIA

Stage IIIB
Stage IIIC
Stage IV

N0
N0
N1
N1
N0
N1
N0
N2
N2
N2
N1
N2
N0
N1
N2
N3
N (semua)

M0
M0
M0
M0
M0
M0
M0
M0
M0
M0
M0
M0
M0
M0
M0
M0
M1

Gambar 5. Stadium carcinoma mamma


(kankerpayudara.wordpress.com)
2.2.7 Jalur Penyebaran
a.

Invasi lokal
Kanker mammae sebagian besar timbul dari epitel duktus kelenjar. Tumor

pada mulanya menjalar dalam duktus, lalu menginvasi dinding duktus dan ke
sekitarnya, ke anterior mengenai kulit, posterior ke otot pektoralis hingga ke
dinding toraks 2
b.

Metastasis kelenjar limfe regional

21

Metastasis tersering karsinoma mammae adalah ke kelenjar limfe aksilar.


Data di China menunjukkan: mendekati 60% pasien kanker mammae pada
konsultasi awal menderita metastasis kelenjar limfe aksilar. Semakin lanjut
stadiumnya, diferensiasi sel kanker makin buruk, angka metastasis makin tinggi.
Kelenjar limfe mammaria interna juga merupakan jalur metastasis yang penting.
Menurut observasi klinik patologik, bila tumor di sisi medial dan kelenjar limfe
aksilar positif, angka metastasis kelenjar limfe mammaria interna adalah 50%; jika
kelenjar limfe aksilar negative, angka metastasis adalah 15%. Karena vasa limfatik
dalam kelenjar mammae saling beranastomosis, ada sebagian lesi walaupun
terletak di sisi lateral, juga mungkin bermetastasis ke kelenjar limfe mammaria
interna. Metastasis di kelenjar limfe aksilar maupun kelenjar limfe mammaria
interna dapat lebih lanjut bermetastasis ke kelenjar limfe supraklavikular.6
c.

Metastasis hematogen
Sel kanker dapat melalui saluran limfatik akhirnya masuk ke pembuluh

darah, juga dapat langsung menginvasi masuk pembuluh darah (melalui vena kava
atau sistem vena interkostal-vertebral) hingga timbul metastasis hematogen. Hasil
autopsy menunjukkan lokasi tersering metastasis adalah paru, tulang, hati, pleura,
dan adrenal.6
2.2.8 Diagnosis kanker payudara
Sebanyak 33% kasus kanker payudara mengeluh terdapat benjolan pada
payudaranya. Tanda dan gejala lainnya meliputi, pembesaran payudara yang tidak
simetris, perubahan puting susu, retraksi, atau mengeluarkan sekret, ulkus atau
kemerahan pada kulit payudara, benjolan pada ketiak, dan nyeri pada otot sekitar
payudara. Nyeri adalah fisiologis kalau timbul sebelum atau sewaktu haid dan
dirasakan pada kedua payudara. Tumor-tumor jinak, seperti kista retensi atau
tumor jinak lain, hampir tidak menimbulkan nyeri. Kanker payudara dalam taraf
permulaan pun tidak menimbulkan rasa nyeri. Nyeri baru terasa kalau infiltrasi ke
sekitar sudah mulai 7.
a. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik payudara harus dikerjakan secara halus, tidak boleh kasar dan
keras. Tidak jarang palpasi yang keras menimbulkan perdarahan atau nyeri yang

22

hebat dari penderita, tumor ganas tidak boleh dilakukan pemeriksaan fisik yang
berulang-ulang karena kemungkinan dapat
mempercepat penyebaran.
1)Inspeksi
Pada inspeksi dapat dilihat dilatasi pembuluh-pembuluh balik di bawah kulit
akibat pembesaran tumor jinak atau ganas dibawah kulit. Edema kulit harus
diperthatikan pada tumor yang terletak tidak jauh di bawah kulit. Edema
kulit dapat tampak seperti gambaran kulit jeruk (peau doranges) pada
kanker payudara. Selain itu, Dapat dilihat Puting susu tertarik ke dalam,
eksem pada puting susu, edema, ulserasi, satelit tumor di kulit, atau nodul
pada axilla.6,7
2)Palpasi
Pemeriksaan dilakukan dengan tangan pasien di samping dan sesudah itu
tangan di atas dengan posisi pasien duduk. Palpasi harus meliputi seluruh
payudara, dari parasternal kearah garis aksila ke belakang, dari
subklavikular ke arah paling distal. Palpasi harus meliputi seluruh payudara,
mulai dari parasternal ke arah garis aksila ke belakang dan dari
subklavikular ke arah paling distal. Palpasi dilakukan dengan memakai 3-4
jari yang dirapatkan, palpasi payudara di antara dua jari harus dihindarkan
karena dengan cara ini kelenjar payudara normalpun teraba seperti massa
tumor. Palpasi dimulai dari bagian perifer sampai areola mammae dan
papilla mammae, apabila terdapat massa maka perlu dievaluasi tentang :

Besar atau diameter serta letak dan batas tumor dengan jaringan sekitarnya
Hubungan kulit dengan tumor apakah masih bebas atau ada perlengketan
Hubungan tumor dengan jaringan di bawahnya apakah bebas atau ada

perlengketan,
Kelenjar limfe di aksila, infraklavikular, dan supraklavikular.
Adanya tumor satelit 6,7

Pemeriksaan sitologi
Pemeriksan sitologi dapat diperoleh sediaan dari pungsi jarum halus serta
dapat menentukan apakah akan segera disiapkan pembedahan dengan sediaan
beku atau akan dilakukan pemeriksaan yang lain atau akan langsung dilakukan

23

ekstirpasi. Hasil positif pada pemeriksaan sitologi bukan indikasi untuk bedah
radikal sebab hasil negatif palsu sering terjadi 3. Dapat dipakai untuk menegakkan
diagnosa kanker payudara melalui tiga cara :

Pemeriksan sekret dari puting susu.


Pemeriksaan sediaan tekan (Sitologi Imprint).
Aspirasi jarum halus (Fine needle aspiration).
Biopsi
Biopsi insisi ataupun eksisi merupakan metoda klasik yang sering

dipergunakan untuk diagnosis berbagai tumor payudara. Biopsi dilakukan dengan


anestesi lokal ataupun umum tergantung pada

kondisi pasien. Apabila

pemeriksaan histopatologi positif karsinoma, maka pada pasien kembali ke kamar


bedah untuk tindakan bedah terapetik. 6

USG (Ultrasonografi)
USG ini sangat menguntungkan karena memiliki keuntungan yaitu tidak

mempergunakan sinar pengion sehingga tidak ada bahaya radiasi dan pemeriksaan
bersifat non invasif, relatif mudah dikerjakan, serta dapat dipakai berulang-ulang.
USG biasanya dapat untuk membedakan tumor padat dan kiste pada payudara
serta untuk menentukan metastasis di hati. USG ini berperan terutama untuk
payudara yang padat pada wanita muda, jenis payudara ini kadang-kadang sulit
dinilai dengan mammografi.6

Mammografi
Mammografi adalah foto roentgen payudara yang menggunakan peralatan

khusus yang tidak menyebabkan rasa sakit dan tidak memerlukan bahan kontras
serta dapat menemukan benjolan yang kecil sekalipun 2. Pemeriksaan mammografi
adalah pemeriksaan terpenting dalam diagnosa kelainan payudara. Mammografi
sampai saat ini masih menjadi pemeriksaan dasar dalam program deteksi dini
kanker payudara. Telah banyak penelitian yang menyatakan bahwa penggunaan
mammografi sebagai alat penapisan telah mampu menurunkan mortalitas akibat
kanker payudara pada wanita yang berusia lebih dari 50 tahun, dan banyak
penelitian terbaru didapatkan secara statistik terdapat keuntungan yang signifikan
pada wanita dengan usia 40-49 tahun.5

24

Mammografi harus dibuat dengan proyeksi cranio-caudal dan mediolateral


atau oblique medio-lateral, dengan pesawat khusus mammografi dengan target
dari Molybdenum. Tanda-tanda malignitas yang dapat dideteksi dengan
mamografi adalah :
a. Adanya massa berstruktur stellate (massa dengan tepi tidak rata, radial,
seperti isi kedondong).
b. Mikrokalsifikasi, yang

terdapat

pada

massa

stellate

atau

hanya

mikrokalsifikasi saja. Tipe kalsifikasi dapat tersebar (cluster type)


c. Adanya retraksi papilla yang terlihat pada mammografi
d. Adanya infiltrasi pada subkutan, atau infiltrasi tumor pada kulit
e. Pembesaran limfonodi di daerah aksilla 4
2.2.8 Tatalaksana kanker payudara
a.

Terapi operatif
Pasien yang pada awal terapi termasuk stadium 0, I, II dan sebagian stadium

III disebut kanker mammae operable. Pola operasi yang sering dipakai adalah
sebagai berikut :
1) Mastektomi radikal
Tahun 1890 Halsted pertama kali merancang dan memopulerkan operasi radikal
kanker mammae, lingkup reseksinya mencakup kulit berjarak minimal 3 cm dari
tumor, seluruh kelenjar mammae, m.pectoralis mayor, m.pectoralis minor, dan
jaringan limfatik dan lemak subskapular, aksilar secara kontinyu enblok reseksi.
2) Mastektomi radikal modifikasi
Lingkup reseksi sama dengan teknik radikal, tapi mempertahankan m.pektoralis
mayor dan minor (model Auchincloss) atau mempertahankan m.pektoralis mayor,
mereseksi m.pektoralis minor (model Patey). Pola operasi ini memiliki kelebihan
antara lain memacu pemulihan fungsi pasca operasi, tapi sulit membersihkan
kelenjar limfe aksilar superior.
3) Mastektomi total
Hanya membuang seluruh kelenjar mammae tanpa membersihkan kelenjar limfe.
Model operasi ini terutama untuk karsinoma in situ atau pasien lanjut usia.
4) Mastektomi segmental plus diseksi kelenjar limfe aksilar

25

Secara umum ini disebut dengan operasi konservasi mammae. Biasanya dibuat
dua insisi terpisah di mammae dan aksila. Mastektomi segmental bertujuan
mereseksi sebagian jaringan kelenjar mammae normal di tepi tumor, di bawah
mikroskop tak ada invasi tumor tempat irisan. Lingkup diseksi kelenjar limfe
aksilar biasanya juga mencakup jaringan aksila dan kelenjar limfe aksilar
kelompok tengah.
5) Mastektomi segmental plus biopsy kelenjar limfe sentinel
Metode reseksi segmental sama dengan di atas. kelenjar limfe sentinel adalah
terminal pertama metastasis

limfogen dari karsinoma mammae, saat operasi

dilakukan insisi kecil di aksila dan secara tepat mengangkat kelenjar limfe
sentinel, dibiopsi, bila patologik negative maka operasi dihentikan, bila positif
maka dilakukan diseksi kelenjar limfe aksilar. Untuk terapi kanker mammae
terdapat banyak pilihan pola operasi, yang mana yang terbaik masih kontroversial.
Secara umum dikatakan harus berdasarkan stadium penyakit dengan syarat dapat
mereseksi tuntas tumor, kemudian baru memikirkan sedapat mungkin konservasi
fungsi dan kontur mammae.6
b.

Radiasi
Penyinaran/radiasi adalah proses penyinaran pada daerah yang terkena

kanker dengan menggunakan sinar X dan sinar gamma yang bertujuan membunuh
sel kanker yang masih tersisa di payudara setelah operasi. Pada saat ini, radiasi
post mastektomi (postmastectomy radiation) dilakukan pada wanita dengan tumor
primer T3 atau T4, serta telah mengenai 4 atau lebih limfonodi . Efek pengobatan
ini tubuh menjadi lemah, nafsu makan berkurang, warna kulit di sekitar payudara
menjadi hitam, serta Hb dan leukosit cenderung menurun sebagai akibat dari
radiasi. 5,6
c.

Kemoterapi
Kemoterapi adalah proses pemberian obat-obatan anti kanker dalam bentuk

pil cair atau kapsul atau melalui infus yang bertujuan membunuh sel kanker. Tidak
hanya sel kanker pada payudara, tapi juga di seluruh tubuh. Efek dari kemoterapi
adalah pasien mengalami mual dan muntah serta rambut rontok karena pengaruh
obat-obatan yang diberikan pada saat kemoterapi 6. Kemoterapi menurunkan

26

angka kekambuhan dan meningkatkan harapan hidup pada semua kelompok


(penurunan angka rekurensi = 23.5% 2% dan penurunan mortalitas = 15.3%
2%). Hal tersebut sangat menonjol pada wanita premenopausal dan pada reseptor
esterogen negatif. Kemajuan terapi akan tampak pada 5 tahun pertama dan 5 tahun
kedua. Penurunan rekurensi dan mortalitas tampak sama pada wanita pre maupun
post menopause dan pada metastase limfonodi positif maupun yang negatif.
Kemoterapi yang diberikan setelah dilakukan terapi operatif dikenal sebagi
kemoterapi ajuvan (adjuvant chemotherapy). Kemoterapi ajuvan berfungsi
membunuh atau menghambat mikrometastasis carcinoma mamma setelah operasi
primer. Pemberian kemoterapi ajuvan dengan atau tanpa pemberian terapi
hormonal telah diketahui meningkatkan angka harapan hidup pada penderita.
Kemoterapi ajuvan dapat meningkatkan harapan hidup 10 tahun penderita berkisar
antara 7%-11% baik pada wanita premenopausal dengan stadium dini dan sebesar
2%-3% pada wanita lebih dari 50 tahun 10.
Pilihan kemoterapi lini pertama :

Anthracycline-based.
Taxanes.
Cyclophosphamide, methotrexate and 5-fluorouracil (CMF)

Pilihan kemoterapi lini kedua :

Jika obat lini pertama menggunakan anthracycline-based atau CMF, obat lini

keduanya adalah taxane.


Jika lini pertama menggunakan taxane, maka obat lini keduanya adalah

anthracycline-based atau CMF.


Regimen capecitabine, 5-fluorouracil (via infusion), vinorelbine, dan
mitoxantrone.

Kegagalan penggunaan dua atau tiga regimen kemoterapi menurut Eastern


Cooperative Oncology Group merupakan indikasi untuk pemberian terapi suportif
saja. 10
Pada pasien dengan tumor yang mengekspresikan HER2/neu, dapat
dipertimbangkan pemberian trastuzumab yang dikombinasikan dengan paclilaxel,
docetaxel atau vinorelbine. Trastuzumab juga dapat dikombinasikan dengan
doxorubicin dan cyclophosphamide (AC), namun penggunaan trastuzumab dengan
27

AC sering dihubungkan dengan efek toksik pada jantung. Trastuzumab merupakan


antibodi

monoklonal

(humanized

monoclonal

antibody)

yang

berfungsi

menduduki reseptor gen HER-2/neu pada domain ekstraseluler. Sebagai agen


tunggal, trastuzumab berhasil meningkatkan respon terapi sebesar 15% pada
kanker payudara stadium lanjut (advanced breast cancer), sebagai terapi lini kedua
11

d.

Terapi hormonal
Terapi hormonal diberikan jika penyakit telah sistemik berupa metastasis

jauh, biasanya diberikan secara paliatif sebelum kemoterapi karena efek terapinya
lebih lama. Terapi hormonal paliatif dilakukan pada penderita pramenopause. Hal
ini disebabkan adanya reseptor esterogen pada sel karsinoma mammae pada
sebagian besar wanita dengan ca mammae. Reseptor tersebut dapat dimasuki oleh
hormon esterogen yang diproduksi ovarium. Akibat pengaruh esterogen tersebut,
dapat memacu proliferasi sel tumor mammae, sehingga wanita pre menopause
dengan ca mamma mempunyai prognosis yang buruk. Esterogen dapat
menstimulasi pertumbuhan sel kanker payudara, namun dapat berefek sebaliknya
jika diberikan dengan dosis tinggi 8. Manipulasi hormonal dapat dilakukan dengan
cara :
a. Ovarektomy bilateral, disebut juga sebagai prophylactic oophorectomy telah
diketahui mampu menurunkan resiko terjadinya kanker payudara. Pada sebuah
penelitian prospektif, pemberian HRT (hormone replacement therapy) pada
pasien post ooforektomi bilateral tidak mampu menurunkan resiko kanker
payudara pada penderita yang memiliki gen mutasi BRCA1.8
b. Memberikan obat first line hormonal therapy berupa Tamoksifen 2 x 10 mg
selama 2 tahun. Tamoxifen merupakan obat anti kanker non steroid yang
memiliki efek anti-esterogen pada payudara. Obat ini bekerja menghambat
esterogen berikatan dengan reseptor esterogen pada sel kanker yang sensitif
esterogen. Obat ini digunakan pada ca mamma dengan reseptor esterogen
positif. Selain itu, obat ini juga diduga memiliki efek preventif pada wanita
yang memiliki resiko tinggi terkena ca mamma. Pemberian tamoxifen sebagai
terapi ajuvan pada terapi ca mamma telah dikemukakan oleh Early Breast

28

Cancer Trialists Collaborative Group (EBCTCG), bahwa pada terapi


tamoxifen selama 5 tahun pada wanita penderita kanker payudara dengan
esterogen receptor positive (ER+) berhasil menurunkan rasio kematian akibat
kanker payudara per tahun sebesar 31%, tidak tergantung usia, cara pemberian
kemoterapi, status reseptor progesteron, maupun karakteristik tumor 4,8,9,12
2.2.9`Prognosis
Karakteristik dari beberapa tumor sangat penting untuk dikenali karena
dapat menentukan prognosis secara signifikan dan dapat dipertimbangkan sebagai
acuan dalam penentuan strategi terapi pada tiap individu penderita. Prognosis
karsinoma mamma tergantung dari :

Usia
Ukuran tumor.
Adanya metastasis ke kelenjar limfe. Hal ini sangat panting dalam
memprediksi rekurensi penyakit dan harapan hidup. Dimana pasien tanpa
metastase ke kelenjar limfe angka harapan hidup 10 tahun mencapai 70%-80%,
dan prognosis akan mebih buruk pada pasien dengan metastase ke kelenjar

limfe.
Derajat kanker secara histologis.
Adanya reseptor estrogen (ER) dan reseptor progesterone (PR). Pasien dengan
tumor dengan reseptor positif memiliki resiko kekambuhan yang lebih rendah
dan harapan hidup yang lebih panjang dibandingkan dengan tumor reseptor

negatif.
HER2-neu (C-erb B2). 10
Namun Stadium klinis dari kanker payudara merupakan indikator terbaik

untuk menentukan prognosis penyakit ini. Menurut National Cancer Data Base,
berdasarkan jumlah penderita kanker payudara pada tahun 2001 dan 2002
didapatkan persentase harapan hidup pasien kanker payudara dalam lima tahun
digambarkan dalam tabel five-year survival rate berikut ini :
Stage
0
I
IIA
IIB

5-year survival rate


93%
88%
81%
74%

29

IIIA
IIIB
IIIC
IV

67%
41%
49%
15%

(Sumber : American Cancer Society, 2011)


2.3

Kanker payudara metastase ke limfonodi axillaris


Meskipun pada saat ini, penegakan diagnosis dini dan terapi kanker

payudara telah banyak tersedia, namun mekanisme terjadinya metastase masih


sangat sedikit diketahui. Kanker payudara menyebar pertama kali melalui sistem
limfatik. Limfonodi regional merupakan tempat pertama terjadinya penyebaran,
kemudian menyebar lebih jauh ke organ lainnya seperti paru, hepar, dan tulang.
Meskipun telah banyak faktor prognosis yang telah diketahui, namun status
limfonodi regional merupakan faktor prognosis tunggal yang paling penting pada
kanker payudara. Pasien yang telah terdiagnosis kanker payudara disertai dengan
metastasis ke kelenjar axilla memiliki prognosis yang lebih buruk dibandingakan
tanpa adanya metastase.14
Ditemukannya kanker pada limfonodi axilla dapat disebabkan oleh
karsinoma primer dari jaringan kelenjar heterotrofik (glandular heterotopic tissue)
atau merupakan metastase neoplasma. Kanker yang berasal dari jaringan kelenjar
heterotopik seharusnya disertai dengan adanya komponen kelenjar yang bersifat
non neoplastik (pre-existing non-neoplastic) dan jaringan ektopik tersebut akan
tampak pada limfonodi yang lain 15 .
2.3.1 Patofisiologi
Hampir seluruh jaringan tubuh mempunyai saluran limfatik yang
mengalirkan kelebihan cairan secara langsung dari ruang interstitial. Beberapa
pengecualian antara lain bagian permukaan kulit, sistem saraf pusat, bagian dalam
dari saraf perifer, endomisium otot dan tulang. Meskipun jaringan-jaringan
tersebut mempunyai pembuluh interstitial kecil yang disebut prelimfatik yang
dapat dialiri cairan interstitial, namun pada akhirnya cairan ini akan mengalir ke
pembuluh limfe atau pada otak akan mengalir ke cairan serebrospinal dan
kemudian langsung kembali ke peredaran darah. Cairan limfe dari sisi kanan
30

kepala dan leher, lengan kanan, dan sebagian thoraks memasuki duktus limfatikus
dekstra, yang kemudian bermuara ke dalam sistem vena pada pertemuan antara
vena subklavia kanan dan vena jugularis interna. Oleh karena itu, bila terjadi
pendesakan vena ataupun aliran limfe di bagian proksimal lengan akibat metastase
kanker pada limfonodi dapat menyebabkan terjadinya gangguan drainase limfe
yang kemudian menimbulkan penumpukan cairan di bagian distal yang kita sebut
sebagai edema. Ditambah lagi dengan menumpuknya molekul-molekul protein di
jaringan interstitial yang tidak bisa masuk kembali ke kapiler vena pembuluh
darah, sehingga memperberat edema akibat tekanan osmotik interstitial yang
meningkat 16.
Penelitian klinis dan patologis sudah banyak dilakukan mengenai
mekanisme penyebaran tumor, namun jalur metastase yang paling umum dari
kanker adalah melalui sistem limfatik via pembuluh darah aferen dan mengikuti
drainase limfatik. Sehingga pada saat ini, penyebaran kanker melalui mekanisme
limfatik dikatakan lebih banyak dikemukakan para peneliti dibandingkan
mekanisme angiogenesis (pembentukan pembuluh darah baru). Dimana
angiogenesis telah diterima secara luas berkaitan dengan pertumbuhan dan
penyebaran tumor yang bersifat padat (solid tumor). Seperti sebuah penelitian
yang dilakukan oleh Cunnick et al (2008) yang mengemukakan bahwa pada
kanker payudara pembentukan pembuluh limfe baru (limfangiogenesis) lebih
banyak terbentuk dibandingkan pada jaringan normal. Selain itu, pada kanker
payudara yang telah metastase ke kelenjar limfe regional mengekspresikan lebih
banyak marker pembentukan saluran limfatik (VEGF-C, VEGF-D) dibandingkan
kanker yang belum metastase. Dimana adanya ekspresi berlebih dari marker
tersebut juga menunjukkan prognosis yang lebih buruk 14.
2.3.2`Tatalaksana kanker payudara pada stadium T4, N0, N1, N2, Mx
Tatalaksana kanker payudara pada stadium IIIc (T4,N2,Mx) meliputi terapi
operatif, kemoterapi, dan radioterapi external.
2.3.2.1 Terapi operatif

31

1. Simple mastectomy
Simple mastectomy adalah operasi pengangkatan payudara, tanpa dilakukan
diseksi axilla. Operasi ini dapat merupakan tindakan paliatif, pada tumor stadium
T3 atau T4b. Terapi simple mastectomy harus dilanjutkan dengan kemoterapi dan
radioterapi. Biopsi eksisi dilaksanakan pada stadium inoperable T4a, T4c.
2.3.2.2 Kemoterapi
Kemoterapi diberikan sebagai terapi utama bersama sama terapi terapi
hormonal dan radioterapi. Tujuan pemberian kemoterapi adalah :
a. Mengeradikasi (menghancurkan) sel-sel tumor maligna yang sudah lepas
ke dalam sirkulasi darah, sehingga kemungkinan terjadinya metastasis
jauh berkurang.
b. Menambah sitotoksisitas pada tumor bed sehingga pada saat dilakukan
radiasi eksternal, lebih banyak residual disease di tumor bed yang dapat
dihancurkan oleh radiasi.
Kemoterapi diberikan dalam 6 siklus, dengan interval antara siklus 3-4
minggu. Regimen kemoterapi yang dapat diberikan bervariasi, yang menunjukkan
efektivitas paling baik adalah :

C.A (Cyclophosphamide 600 mg/m2 + Doxorubicin 50 mg/m2


CAF (Cyclophosphamide 600 mg/m2 + Doxorubicin 50 mg/m2 + 5

Fluorouracil 750 mg)


Taxol + Doxorubicin (Taxol 130 mg + Doxorubicin 50 mg/m2)

2.3.2.3 Radioterapi eksternal


a. Radiasi eksternal pada mammae dengan tehnik tangential, dosis radiasi
kuratif pada mamma 7000 cGy. Jaringan paru yang diperkenankan terkena
radiasi sekitar 2 cm.
b. Radiasi limfonodi regional level 1 (Lnn axillaris externa, Lnn
subscapularis, Lnn mammaria externa), radiasi Lnn regional level II (Lnn
sentralis) dan level III (Lnn infraklavikularis dan Lnn supraklavikularis).
Dosis radiasi 5000 cGy dengan lapangan langsung dari anterior. Sudut
Gantry 10 derajat kearah kontra lateral.

32

c. Untuk daerah axilla, oleh karena kedalaman melebihi 3 cm, perlu booster
dari lapangan posterior dengan dosis radiasi sekitar 600 cGy sampai
dengan 800 cGy dalam 3-4 fraksi radiasi 4.
2.3.3 Prognosis
Semakin banyak jumlah limfonodi yang terlibat maka semakin besar
kemungkinan

terjadinya

kekambuhan

dan

mortalitas.

Penelitian

terbaru

menggunakan metode cohort didapatkan bahwa ukuran tumor metastase ke


limfonodi aksilar berhubungan dengan prognosis. Dimana ukuran metastase
kelenjar aksila kurang dari 2 mm memiliki prognosis yang lebih baik
dibandingkan metastase dengan ukuran lebih dari 2 mm 17. Secara umum, angka
harapan hidup pasien kanker payudara tersamar (occult breast cancer) adalah 5071%. Angka harapan hidup tidak tergantung pada temuan kanker primer pada
mastektomi radikal 15.

33

DAFTAR PUSTAKA
1. Lester SC. The Breast. In : Robins and Cotran Pathologic Basis of Disease,
Seventh Edition, W.B. Saunders Company. 2005. p.1129-1152
2. Sjamsuhidajat R, de Jong W (Editor). Payudara. Dalam : Buku Ajar Ilmu
Bedah. Edisi kedua. Jakarta : EGC, 2004. Hal. 388-402
3. Brunicardi CF. Schwartzs principles of surgery. Ninth edition. USA :
McGraw-Hills, 2010.
4. Tjokronagoro, M. Radioterapi pada carcinoma mammae. Buku ajar kuliah
radiasi onkologi volume II. Yogyakarta : Fakultas Kedokteran Universitas
Gadjah Mada, 2001. Hal. 4-5
5. Pass HA. Disease of the Breast. In : Norton JA (Editor). Essential practice
of surgery: basic science and clinical evidence. New York : Springer, 2002.
p. 655-68
6. Ashar
I.

Carcinoma

mammae.

2010.

Available

from

http/:www.fkumy.ac.id/. Accesses Mei 13th, 2014.


7. Wiknjosastro H. Kelainan pada payudara. Dalam : Ilmu kandungan
sarwono prawirihardjo. Edisi kedua. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prwirohardjo, 2005. Hal. 477-81.
8. Lea R. Use of hormonal replacement therapy after treatment of breast
9.

cancer. J Obstet Gynaecol Can 2004;26(1):49-54


Katzung BG, Trevor AJ, Masters SB. Cancer chemotherapy. In : Katzung
and trevors pharmacology. Sixth edition. USA : McGraw-Hill, 2002.

p.483-86
10. WHO-Regional Office for the Eastern Mediterranean. Treatment policy.
In: Guidelines for management of breast cancer. Egypt : EMRO Technical
Publications Series 31, 2006. p. 16-25.
11. Colantuoni G, Rossi A, Ferrara C, Nicolella D et al. (Review article)
Chemotherapy in elderly patients with advanced breast cancer. Cancer
Therapy 2003; 1: 71-79.
12. Ryan PD, Goss PE. Adjuvant hormonal therapy in peri- and
postmenopausal breast cancer. The oncologist 2006; 11:718-731
13. American Cancer Society. 2011. Breast cancer survival rates by stage.
Available

from

http://www.cancer.org/Cancer/BreastCancer/DetailedGuide/breast-cancersurvival-by-stage. Accessed : Mei 15, 2014

34

14. Cunnick GH, Jiang WG, Jones TD, Watkins G et al. Lymphangiogenesis
and lymph node metastasis in breast cancer. Molekular cancer 2008,
7:23.p 1-10.
15. Abe H, Naitoh H, Umeda T, Shiomi H et al. Occult breast cancer
presenting axillary nodal metastasis: a case report. Jpn J Clin Oncol 2000;
30(4).p 185-87
16. Setiawan I (editor). 1997. Mikrosirkulasi dan sistem limfatik. Dalam :
Guyton AC, Hall JE. Buku ajar fisiologi kedokteran. Edisi ke-9. EGC,
Jakarta. Hal. 243-247.
17. Colleoni M, Rotmensz N, Peruzzotti G, Maissonneuve P et al. Size of
breast cancer metastases in axillary lynph nodes: clinical relevance of
minimal lymph node involvement. Journal of clinical oncology 2005;
23(7). p. 1379-1388.

35

Anda mungkin juga menyukai