Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit menular yang masih menjadi


pemasalahan sampai saat ini.World Health Organization (WHO) melaporkan yaitu
tahun 2012 diperkirakan ada 8,6 juta kasus insiden TBC di dunia, setara dengan 122
kasus per 100.000 penduduk. Sebagian besar terjadi di Asia (58%) dan Afrika(27%),
angka kejadian lebih rendah pada daerah Mediterania Timur (8%), Eropa (4%) dan
Amerika (3%). Indonesia berada di urutan ke-4 terbesar di dunia setelah India, Cina,
dan Afrika Selatan.1
Tuberkulosis tidak hanya menyumbang proporsi yang signifikan dalam beban
penyakit global, juga merupakan kontributor yang signifikan untuk kematian ibu.
Tuberkulosis merupakan salah satu penyakit dari tiga penyebab utama kematian di
kalangan wanita usia 15-45 tahun. Diperkirakan angka kejadian TBC pada wanita
hamil lebih tinggi di Negara berkembang.1
Saat ini Indonesia belum mempunyai data prevalensi TBC pada wanita hamil.
Di Poliklinik Persatuan Pemberantasan Tuberculosis Indonesia (PPTI) tahun 20062007 terdapat 0,2% wanita hamil yang mengidap TB. Angka itu sebanding dengan
prevalensi TB pada masyarakat umum. Untuk itu diasumsikan penyebaran TB pada
wanita hamil minimal tidak berbeda dengan sebaran di kalangan masyarakat.1
Mortalitas perinatal pada perempuan hamil yang menderita TB enam kali lebih
tinggi jika dibandingkan kontrol dengan insidens prematuritas dan berat badan lahir
rendah meningkat dua kali lipat. Diagnosis dan pengobatan yang terlambat
berhubungan dengan meningkatnya morbiditas ibu empat kali lebih tinggi.2

BAB II
TUBERKULOSIS DALAM KEHAMILAN

A. Definisi
Tuberkulosis adalah penyakit infeksi yang menular dan dapat menyerang
berbagai organ dalam tubuh, infeksi ini disebabkan oleh Mycrobacterium
tuberculosis. Tuberkulosis dalam kehamilan merupakan tuberkulosis yang dijumpai
dalam masa kehamilan.2
Tuberkulosis masih menjadi masalah kesehatan dunia demikian juga TB pada
kehamilan. Menurut WHO, insidenTB pada tahun 2008 adalah 9,4 juta dan 3,6 juta
diantaranya menginfeksi wanita. Setiap tahunnya sekitar 700.000 kematian pada pasien
dengan TBsepertiga dari kematian tersebut terjadi pada wanita usia subur. Prevalensi TB
dalam kehamilan di Indonesia menurut survei nasional tahun 2004 adalah 119/100.000
penduduk dan dalam kehamilan prevalensi bervariassi antara 0,37-1,6%. 1
Sedikitnya dalam setahun terdapat sekitar satujuta perempuan yang meninggal akibat
TB.3 Lebh dari 90% perempuan hamil dengan TB aktif ada pada populasi perempuan hamil
dengan infeksi TB laten yang tidak diobati.4

B. Etiologi
Penyebab dari penyakit TB ini adalah kuman Mycobacterium tuberculosis.
Karakteristik dari bakteri ini yaitu berbentuk batang, bersifat aerob tidak membentuk
sporanon motil, parasit intraseluler yang merupakan salah-satu dari lima anggota M.
tuberculosis complex, di manayang lain adalah :M. bovis, M.ulcerans, M. africanum,
M. microti, akan tetapi M. tuberculosis adalah yang bersifat pathogen terhadap
manusia.6,7 Sifat kuman yang aerob menyenangi jaringan yang tinggi kadar
oksigennya.
C. Cara Penularan

Tuberculosis menyebar melalui udara dengan droplet. Cara penularan yang lain dapat
terjadi lewat mulut yang mengonsumsi susu yang tidak dipasteurisasi dan bisa juga
melalui implantasi melalui kulit yang tidak intak atau melaluikonjungtiva.
Ada empatfaktor yang mempengaruhi kecenderungan transmisi M. Tuberkulosis:
1. Jumlah organisme yang dikeluarkan ke udara
2. Konsentrasi mikroorganismedi udara yang ditentukan oleh volume ruangan
dan ventilasi
3. Lamanya waktu seseorang terekspose dengan udara yang terkontaminasi
4. Status imun dari individu yang terekspos
Sumber penularan penyakit TB adalah penderita BTA positif.Pada waktu batuk atau
bersin penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk droplet nuclei (percikan
dahak).Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan.Ventilasi
dapatmengurangi jumlah percikan, sementara sinar matahari dapat membunuh
kuman.percikan dapatbertahan lama dalam ruang lembab dan gelap. Daya penularan
seorang pasien ditentukan oleh banyaknyakuman yang dikeluarkan dari parunya.
Makin tinggi derajat kepositifan hasil pemeriksaan dahak, makin menular pasien
tersebut.9
Faktor yang memungkinkan seseorang terpajan kuman TB ditentukan oleh
konsentrasi percikan dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut.Orang dapat
terinfeksi bila droplet itu masuk ke dalam saluran pernapasan.Kuman TB dapat
menyebar lewat darah, aliran limfe, saluran napas dan penyebaran langsung ke tubuh
lainnya. Salah-satu faktor yang berperan penting dalam penyebaran penyakit ini yaitu
sistem ketahanan tubuh, inilah yang mendasari orang dengan HIV/AIDS sangat
rentan untuk mendapatkan TB.9

Gambaran klinis TB pada kehamilan mirip dengan TB pada perempuan yang tidak
hamil, diagnosis mungkin dapat terlambat ditegakkan karena gejala awal yang tidak
jelas.5

Pemeriksaan penunjang yang dianjurkan dalam kasusini pemeriksaan uji tuberculin


diikuti oleh foto toraks yang dianjurkan pada kelompok resiko tinggi di Amerika
serikat.5
Faktor lain yang paling berperan adalah pemberian regimen kemoterapi yang tepat.
Resiko yang dihadapi oleh ibudan janin lebih besar bila tidak mendapatkan
pengobatan tuberculosis dibanding dengan resiko pengobatan itu sendiri.
Pengetahuan yang cukup tentang pemberian regimen kemoterapi yang tepat dan
adekuat akan memperbaiki kualitas hidup ibu, mengurangi efek samping obat-obat
TB terhadap janin dan mencegah infeksi pada janin yang baru lahir.5 Jika pengobatan
dimulai pada awal kehamilan, maka morbiditas ibu sama dengan penderita TB yang
tidak hamil, sedangkan diagnosis dan pengobatan yang terlambat berhubungan
dengan meningkatanya morbiditas ibu empat kali lebih tinggi.6
Pengolahan TBC dalam Kehamilan
Pengaruh TBC dalam kehamilan meliputi 2 hal yaitu: pengaruh terhadap kehamilan
itu sendiri, termasuk cara persalinan dan pengaruh penyakit dan pengobatannya
terhadap janin maupun bayi yang dilahirkan.7 Bjerkedal dkk, menyatakan
peningkatan resiko toksemia dan perdarahan pervaginam pada perempuan hamil
yangmendapatkan infeksi TB. Mereka melaporkan terdapat 20,1 per 100 pasien TBC
yang mengalamikeguguran kandungan dibandingkan hanya 2,3 per 100 pasien hamil
tanpa TB.7
Penderita dengan TB paru yang tidak aktif lagi serta tidak lagi menjalani pengobatan
dapat menjalani persalinan seperti biasa dan pada pasien yang menderita TB aktif
dalam persalinannya tidak terdapat perbedaan yang signifikan dengan perempuan
hamil yang tidak menderita TB. Infeksi TB pada kehamilan tidak mempengaruhi tipe
persalinan.6Saat persalinan mungkin diperlukan pemberian oksigen yang adekuat dan
cara pesalinan sesuai indikasi obstetrik. Pemakaiaan masker dan ruangan isolasi
diperlukan untuk mencegah penularan.buku merah

Pengaruh TB terhadap janin lebih kompleks karena dapat terjadi penularan secara
limfogen, hematogen atau secara langsung melalui aspirasi cairan amnion selama
kehamilan sehingga dapat terjadi TB kogenital, walaupun hal tersebut jarang
terjadi.Resiko kelahiran preterm, pertumbuhan janin terhambat, berat badan lahir
rendah serta kematian janin dan perinatal yang meningkat. Wanita hamil yang
diketahui atau diduga menderita TB sebaiknya dilakukan pemeriksaan plasenta pada
saat melahirkan berupa pemeriksaan histologi, basil tahan asam (BTA) dan kultur
cairan amnion.7
Tuberkulosis kogenital harus dapat dibedakan dengan TB postnatal. Gejala mungkin
terlihat saat lahir tetapi biasanya pada minggu ke 2dan ke 3. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan hepatomegaly (76%), gangguanpernapasan (72%), demam (48%),
limfadenopati(38%) dan poor feeding. Gambaran foto toraks mungkin normal
segera setelah lahir tetapi berjalan progresif dengan cepat disertai pembentukan
kaviti.Uji tuberkulin tidak banyak membantu karena hasil negatif pada permulaan dan
membutuhkan 1-2 bulan untuk menjadi positif. Pemeriksaan lain seperti basil tahan
asam (BTA) dan biakan pada jaringan atau cairan lambung. Untuk menegakkan
diagnosis dilakukan pemeriksaan biopsi paru terbuka. Pentingnya deteksi dini TB
pada ibu untuk pemberian terapi adekuat sehingga resiko serius yang terjadi pada
janin dan bayibaru lahir dapat dikurangi.5,7

Diagnosis TB pada kehamilan


Diagnosis TB pada kehamilan sama denganTB tanpa kehamilan. Diagnosis mungkin
dapat lambat ditegakkan karena manifestasi klinis yang tidak khas, tertutup oleh
gejala-gejala kehamilan. Gejala yang didapatkandapat berupa 74% gejala batuk, 41%
penurunan berat badan, 30% demam, malaise dan lemah, 19% batuk darah dan 20%
tanpa gejala.5
Penapisan pada perempuan hamil dengan resiko tinggi terinfeksi TB perlu dilakukan
melalui antenatal care (ANC). Pemeriksaan yang dilakukan adalah uji tuberkulin,
foto toraks, sputum BTA dan pemeriksaan biakan.5

Pemeriksaan radiologi harus memakai pelindung timah pada abdomen, sehingga


bahaya radiasi dapat diminimalisir. Pada trimester I hindari pemeriksaan foto toraks
karena efek radiasi yang sedikitpun masih berdampak negative pada sel-sel muda
janin. Diagnosis dapat ditegakkan dengan pemeriksaan hapusan sputum dan
ditemukan basil tahan asam, uji tuberculin dan purified protein derivative (PPD) 5
unit intrakutan, pemeriksaan kultur darah, PCR, dan interferon gamma kuantitatif
pada infeksi laten TB----buku merah.
Penatalaksanaan TBC dalam kehamilan
Sebelum kehamilan perlu diberi konseling mengenai pengaruh kehamilan dan TB.
Penatalaksanaan TBC dalam kehamilan tidak berbeda dengan TBC tanpa
kehamilan.Hal- hal yang perlu diperhatikan adalah pemberiaan obat antituberkuosis
(OAT) yang bisa menyebabkan teratogenik terhadap janin.8
Pengobatan TB dalam kehaamilan menurut WHO adalah dengan pemberiaan 4
regimen kombinasi INH, rifampisin, etambutol, dan pirazinamid selama 6 bulan.
Angka kesembuhan 90% pada pengobatan selama 6 bulan directly observed therapy
(DOT) pada infeksi baru.. buku merah
Penatalaksanaan secara umum terbagiatas pasien dengan TBC aktif dan TBC laten.8
Pasien yang secara klinis TBC aktif sebaiknya diterapi dengan tidak
mempertimbangkan trisemester kehamilan. Obat-obat antituberkolosis seperti
isoniazid, etambutol, dan rifampisin dapat melalui plasenta dalam dosis rendah dan
tidak menimbulkan efek teratogenik pada janin. Piridoksin 50 mg/hari sebaiknya
diberikan untuk mencegah neuropati perifer akibat pemberian isoniazid.Pemeriksaan
fungsi hati sebaiknya dilakukan saat pemberian obat INH dan rifampisin. Pemberian
vitamin K dilakukan pada akhir trimester3 kehhamilan dan bayi baru lahir. Pada
kasus multidrugsresistant (MDR) digunakan pirazinamid walaupun demikian
pirazinamid tidak digunakan secararutin karena bersifatteratogenik. Para-

aminosalisilat (PAS) telah dapat digunakan secara aman pada kehamilan tetapi obat
tersebut ditoleransi secara buruk.5S
TB paru pada kehamilan, menyusui dan pemaakaiaankontrasepsi hormonal
Obat anti Tb lini pertama (RHZE) aman digunakan selama kehamilan, kecuali
streptomisin yang bersifat ototoksik pada fetus. Pasien TB yag sedang menyusui
boleh mendapatkan pengobatan TB karena pengobatan yang tepat merupakan cara
untuk memutuskan transmisi kuman TB pada bayi.
Bayi diperiksa untuk kemungkinan TB aktif, apabila tidak terjadi maka bayi
sebaiknya diberikan INH (isoniazid) preventive theraphy selanjutnya vaksinasi BCG.
Suplemen piridoksin direkomendasikan pada pasien hamil atau sedang menyusui
(yang mendapatkan INH)
Pada pasien TB yang menyusui, OAT dan ASI tetap dapat diberikan, walaupun
beberapa obat OAT dapat masuk ke dalam ASI, akan tetapi konsentrasinya kecil dan
tidak menyebabkan toksik pada bayi
Tidak ada indikasi pengguguran kandungan pada pasien TB dengan kehamilan
Pada perempuan usia produktif yang mendapatkan pengobatan TB dengan
Rifampisin, dianjurkan untuk tidak menggunakan kontrasepsi hormonal, karenadapat
terjadi interaksi obat yang menyebabkanefektivitas obat koontrasepsi hormonal
berkurang.------perhimpunan dokter paru Indonesia. Tuberculosis:pedoman diagnosis
dan penatalaksanaan di Indonesia. 2011.h.39-50.

Kontak dengan bayi dan menyusui baru dapat dilaksanakan setelah ibu mendapat
terapi anti TB paling sedikit 3 minggu.
Bayi: terapi INH profilaksis dan vaksinasi BCG.---buku pedoman diagnosis dan
terapi. Bagian I :obsteri. Bagian obstetric dan ginekologi fakultas kedokteran
universitas sam ratulangi manado. 2006

Langkah penanganan TB pada kehamilan11


Sebelum kehamilan:

konseling mengenai pengaruh kehamilan dan TBC serta pengobatan.


Pemeriksaan penyaring TB pada populasi risiko tinggi
Perbaiki keadaan umum (gizi, anemia)

Selama kehamilan:

TB bukan merupakan indikasi untuk melakukan pengguguran kandungan


Pengobatan dengan regimen kombinasi dapat segera dimulai begitu diagnosis

ditegakkan
ANC dilakukan seperti biasa, dianjurkan pasien datang lebih awal atau paling akhir
untuk mencegah penularan orang disekitarnya.

Saat persalinan:

Persalinan dapat berlangsung seperti biasa. Penderita diberi masker untuk menutuupi

hidung dan mulutnya agar tidak terjadi penyebaran kuman disekitarnya.


Pemerian oksigen adekuat
Tindakan pencegaahan infeksi (kewaspadaan universal)
Ekstraksi vakum/forsep bila ada indikasi obstetri
Sebaiknya persalinan dilakukan di ruang isolasi, cegah perdarahan pasca persalinan
dengan uterotonika

Pasca persalinan:

Observasi 6-8 jam kemudian penderita dapat langsung dipulangkan, bila tidak

mungkin dipulangkan penderita harus di rawat di ruang isolasi


Perawatan bayi harus dipisahkan dari ibunya sampai tidak terlihat tanda proses aktif

lagi (dibuktikan dengan pemeriksaan sputum 3x)


Pemberian ASI tidak merupakan kotraindikasi meskiput ibu mendapatkan OAT
Profilaksis neonatus dengan INH 10mg/kgBB/hari dan vaksin BCG

Gejala klinis TB dapat dibagi menjadi 2 golongan yaitu gejala local dan gejala
sistemik. Bila organ yang terkena adalah paru maka gejala local ialah gejala
respiratori yaitu batuk 2 minggu, batuk darah, sesak napas, nyeri dada. Gejala
respiratori ini sangat bervariasi dari mulai tidak ada gejala sampaii ada gejala. Bila

bronkus belum terlibat dalam proses penyebaran penyakit maka gejal batuk belum
muncul. ..buku tb interna
Gejala lain yang dapat terjadi yaitu gejala sistemik seperti demaam, malaise, keringat
malam, anoreksia dan berat badan menurun. Gejala ini dapat tersamarkan akibat
kehamilan sehingga diagnosis sering terlambat untuk ditegakkan..buku tb interna

Pengobatan TB terbagi dalam 2 fase yaitu fase intensif dan fase lanjutan.Pada
umumnya lama pengobatan 6-8 bulan.
Obat antituberkulosis lini pertama : INH, rifampisin, pirazinamid, etambutol, dan
streptomisin. Obat antituberkulosis lini kedua : kanamisin, kapreomisin, amikasin,
kuinolon, sikloserin, etionamid/protinamid, para amino salisilat/PAS. OAT lini kedua
hanya digunakan untuk kasus resisten obat (MDR).Beberapa obat seperti
kapreomisin, sikloserin, etionamid dan PAS belum terseddiaa di pasaran
Indonesiatetapi sudah digunakan pada pusat pengobatan TB-MDR.
Pengobatan TB standar dibagi menjadi:
o Pasien baru: panduan yang dianjurkan 2RHZE/4HR dengan pemberian dosis
setiap hari. Bila menggunakan OAT program, maka pemberian dosis setiap
hari pada fase intensif dianjurkan dengan pemberian dosis tiga kali seminggu
dengan DOT 2RHZE/4R3H3.
o Pada pasien dengan riwaayat pengobatan TB lini pertama, pengobatan
sebaiknya sesuai hasil uji kepekaan secaraindividual. Selama menunggu hasil
uji kepekaan, diberikan panduan obat 2RHZES/HRZE/5RHE.
o Pasien MDR
Pengobatan suportif dilakukan untuk meningkatkan daya tahan tubuh atau mengatasi
gejala/keluhan.Terdapat banyak bukti bahwa perjalanan klinis dan hasil akhir
penyakit infeksi termasuk TB sangat dipengaruhi kondisi kurangnya nutrisi.Makanan
sebaiknya bersifat tinggikalori-protein. Secara umum protein hewani lebihsuperior
dibandingannkan protein nabati dalam merumat imunitas. Selain ink, vitamin-

vitamin A,D, C dan zat besi diperlukan untuk mempertahankan imunitas tubuh secara
imnitas seluler yang berperan penting dalam melawan TB. Peningkatan pemakaian
energy dan penguraiaan jaringan yang berkaitan dengan penyakit infeksi dapat
meingkatkan kebutuhan mikronutrien seperti vitamin A, E, B6, C, D daan asam folat.
Selain itu perhatikan juga nutrisi yang diberikan selama masa kehamilan.
Evaluasi pengobatan :
Evaluasi pasien meliputi evaluasi klinis, bakteriologi, radiologi, dan efek samping
obat, serta keteraturan berobat.
1. Evaluasi klinis : dilakukan secra periodic, evaluasi terhadap
responpengobatan dan ada tidaknya efek samping obat serta ada tidaknya
komplikasi penyakit. Evaluasi klinis meliputi keluhan, berat badan,
pemeriksaan fisik.
2. Evaluasi bakteriologi (0,2,6/8 bulan pengobatan)
3. Evaluasi radiologi (0,2,6/8 bulan pengobatan)
Pasien yang sudah dikatakan sembuh sebaiknyatetap dievaluasi minimal dalam 2
tahun pertama setelah sembuh.Hal ini dilakukan untuk mendeteksi kekambuhan
penyakit.Hal yang dievaluasi yaitu bakteriologi dan foto toraks.

BAB III
PENUTUP

10

Anda mungkin juga menyukai