PENDAHULUAN
World Health Organization (WHO) mendefinisikan stroke sebagai suatu sindrom klinis yang
berkembang cepat akibat gangguan otak fokal atau global dengan gejala yang berlangsung selama
24 jam atau lebih dan dapat menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain selain vaskuler.1
Berdasarkan data dari seluruh dunia didapatkan 15 juta orang terkena stroke setiap tahunnya.
Sepertiganya akan meninggal pada tahun berikutnya dan sepertiganya bertahan hidup dengan
kecacatan, dan sepertiga sisanya dapat sembuh kembali seperti semula. 2 Kasus stroke meningkat di
negara maju seperti Amerika Serikat. Berdasarkan data statistik di Amerika, setiap tahunnya terjadi
750.000 kasus stroke baru di Amerika. Dari data tersebut menunjukan bahwa setiap 45 menit, ada
satu orang di Amerika yang terkena serangan stroke. Dan pada tahun 2020 diperkirakan 7,6 juta
orang akan meninggal karena stroke. 3 Di Eropa stroke merupakan penyebab disabilitas ke 2 setelah
infark miokard dan urutan ke 6 di seruluh dunia. Prevalensi stoke dari tahun ke tahun semakin
meningkat, Di Eropa angka kejadian stroke tahun 2000 sebanyak 1,1 juta dan akan menjadi 1,5 juta
tahun 2025.5
Di Indonesia stroke merupakan pembunuh nomor tiga. Berdasarkan data Riset Kesehatan
Dasar (Riskesdas) tahun 2007 pada usia 45-54 tahun angka kematian akibat stroke sebesar 15,9%
(di daerah perkotaan) dan 11,5% (di daerah pedesaan). 3 Dari jumlah total pasien stroke di Indonesia,
sekitar 2,5 persen atau 250 ribu orang meninggal dunia dan sisanya cacat ringan maupun berat. 4
Perlu penanganan yang tepat untuk pasien dengan stroke. Apalagi secara khusus untuk
mereka yang masih dalam usia produktif dan menjadi tulang punggung keluarga. Selain
penatalaksanaan medikamentosa, perlu juga diperhatikan untuk penanganan melalui rehabilitasi. 6
Rehabilitasi merupakan lapangan spesialisasi ilmu kedokteran baru yang berhubungan dengan
penanganan secara menyeluruh dari pasien yang mengalami gangguan fungsi atau cedera
(impairment), kehilangan fungsi (disability) yang berasal dari susunan otot tulang (muskuloskletal),
susunan saraf (neuromuskular), susunan jantung dan paru (kardiovaskuler), serta gangguan mental,
sosial dan kekayaan yang menyertai kecacatan tersebut. Dengan pelayanan rehabilitasi yang tepat,
maka 80% pasien dapat berjalan tanpa bantuan, 70% dapat melakukan aktivitas mengurus diri
sendiri dan 30% dapat kembali bekerja. 7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1
Kata stroke merupakan istilah dalam bahasa Inggris yang artinya pukulan. Stroke
digunakan untuk menamakan sindrom hemipareis atau hemiparalisis akibat lesi vaskular yang bisa
bangkit dalam beberapa detik sampai hari, tergantung penyakit kausanya. 8
A. Definisi Stroke
Stroke adalah sindrom klinis yang berkembang cepat akibat gangguan otak fokal atau global
dengan gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih dan dapat menyebabkan kematian tanpa
adanya penyebab lain selain vaskuler.1
2
Sedangkan peredaran darah vena terdiri dari kelompok vena interna dan vena eksterna. Sinus
sagitalis superior dan sinus basilaris lateral menuju vena jugularis lalu menuju jantung. 10
C. Klasifikasi Stroke
Stroke dapat diklasifikasikan berdasarkan etiologinya, antara lain:
1. Stroke iskemik yaitu tersumbatnya pembuluh darah yang menyebabkan aliran darah ke otak
sebagian atau keseluruhan terhenti. 80% stroke adalah stroke Iskemik. Stroke iskemik ini
dibagi menjadi 2 jenis, yaitu:11
a. Trombosis serebri
b. Emboli serebri
2. Stroke hemoragik adalah stroke yang disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak.
Hampir 70% kasus stroke hemoragik terjadi pada pasien hipertensi. 11
3
ii. Ketidakmampuan untuk berbicara atau mengerti bahasa lisan (disfasia) bila gangguan
terletak pada sisi dominan.
iii. Kelumpuhan pada sisi tubuh yang berlawanan (hemiparesis kontralateral) dan dapat disertai
sindrom Horner pada sisi sumbatan.
4
i. Afasia yaitu hilangnya kemampuan dalam berbahasa. Afasia dibagi dua yaitu, afasia motorik
adalah ketidakmampuan untuk berbicara, mengeluarkan isi pikiran melalui perkataannya
sendiri, sementara kemampuannya untuk mengerti bicara orang lain tetap baik. Afasia
sensorik adalah ketidakmampuan untuk mengerti pembicaraan orang lain,namun masih
mampu mengeluarkan perkataan dengan lancar, walau sebagian diantaranya tidak memiliki
arti, tergantung dari luasnya kerusakan otak.
ii.Alexia adalah hilangnya kemampuan membaca karena kerusakan otak. Dibedakan dari
Dislexia (yang memang ada secara kongenital), yaitu verbal alexia adalah ketidakmampuan
membaca kata, tetapi dapat membaca huruf. Lateral alexia adalah ketidakmampuan
membaca huruf,tetapi masih dapat membaca kata. Jika terjadi ketidakmampuan keduanya
disebut Global alexia.
iii. Agraphia adalah hilangnya kemampuan menulis akibat adanya kerusakan otak.
iv. Akalkulia adalah hilangnya kemampuan berhitung dan mengenal angka setelah terjadinya
kerusakan otak.
v. Right-Left Disorientation& Agnosia jari (Body Image) adalah sejumlah tingkatkemampuan
yang sangat kompleks, seperti penamaan, melakukan gerakan yang sesuai dengan perintah
atau menirukan gerakan-gerakan tertentu. Kelainan ini sering bersamaan dengan Agnosia
jari (dapat dilihat dari disuruh menyebutkan nama jari yang disentuh sementara pasientidak
boleh melihat jarinya).
vi. Hemi spatial neglect (Visuo spatial agnosia) adalah hilangnya kemampuan melaksanakan
bermacam perintah yang berhubungan dengan ruang.
vii. Syndrome Lobus Frontal, ini berhubungan dengan tingkah laku akibat kerusakan pada
kortex motor dan premotor dari hemisfer dominan yang menyebabkan terjadinya gangguan
bicara.
viii.Amnesia adalah gangguan mengingat yang dapat terjadi pada trauma kapitis, infeksi virus,
stroke, anoksia dan pasca operasi pengangkatan massa di otak.
ix.Dementia adalah hilangnya fungsi intelektual yang mencakup sejumlah kemampuan.
E.
Diagnosis Stroke
Diagnosis didasarkan atas hasil:
a. Anamnesis
Terutama terjadinya keluhan/gejala defisit neurologik yang mendadak. Tanpa trauma
kepala, dan adanya faktor risiko stroke. Beberapa gejala/tanda yang mengarah kepada diagnosis
stroke antara lain: hemiparesis, gangguan sensorik satu sisi tubuh, hemianopia atau buta
mendadak, diplopia, vertigo, afasia, disfagia, disartria, ataksia, kejang atau penurunan
kesadaran yang keseluruhannya terjadi secara mendadak. 13,14
b. Pemeriksaan Fisik
5
Adanya defisit neurologik fokal seperti hemiparesis/hemiplegi, kelumpuhan nervus
kranialis, penurunan kesadaran, tanda kaku kuduk, ditemukan faktor risiko seperti hipertensi,
kelainan jantung dan kelainan pembuluh darah lainnya. 13,14
c. Pemeriksaan tambahan/Laboratorium
1. Pemeriksaan Neuro-Radiologik
Computerized Tomography Scanning (CT-Scan), sangat membantu diagnosis dan
membedakannya dengan perdarahan terutama pada fase akut. Angiografi serebral (karotis atau
vertebral) untuk mendapatkan gambaran yang jelas tentang pembuluh darah yang terganggu,
atau bila CT Scan tak jelas. Indikasi pemeriksaan penunjang pada pasien stroke akut: 15
F. Rehabilitasi Medik
Tujuan rehabilitasi medik adalah tercapainya sasaran fungsional yang realistik dan untuk
menyusun suatu program rehabilitasi yang sesuai dengan sasaran tersebut. Rehabilitasi merupakan
lapangan spesialisasi ilmu kedokteran baru, berhubungan dengan penanganan secara menyeluruh
dari pasien yang mengalami ganguan fungsi atau cedera (impairment), kehilangan fungsi
(disability) yang berasal dari susunan otot tulang (muskuloskletal), susunan saraf (neuromuskular),
susunan jantung dan paru (kardiovaskuler), serta gangguan mental, sosial dan kekayaan yang
menyertai kecatatan tersebut.7
1. Fase Awal
6
Tujuannya adalah mencegah komplikasi sekunder dan melindungi fungsi yang tersisa.
Program ini dimulai sedini mungkin setelah keadaaan umum memungkinkan dimulainya
rehabilitasi. Hal-hal yang dapat dikerjakan adalah proper bed positioning, latihan lingkup
gerak sendi, stimulasi elektrikal dan setelah pasien sadar dimulai penanganan emosional. 17
2. Fase Lanjutan
Tujuannya untuk mencapai kemandirian fungsional dalam mobilisasi dan aktivitas
sehari-hari (AKS).Fase ini dimulai pada waktu pasien secara medik telah stabil.Biasanya
pasien dengan stroke trombotik atau embolik mobilisasi dimulai pada 2-3 hari setelah
stroke.Pasien dengan perdarahan subarachnoid mobilisasi dimulai 10-15 hari setelah stroke.
Program pada fase ini meliputi: 17
1) Fisioterapi17
a. Stimulasi elektrikal untuk otot-otot dengan kekuatan otot (kekuatan 2 ke bawah).
b. Diberikan terapi panas superfisial (infrared) untuk melemaskan otot.
c. Latihan gerak sendi bisa pasif, aktif dibantu atau aktif tergantung dari kekuatan otot.
d. Latihan untuk meningkatakan kekuatan otot.
e. Latihan mobilisasi, transfer dan ambulasi
2) Okupasi Terapi
Sebagian besar pasien mencapai kemandirian dalam AKS, meskipun pemulihan
fungsi neurologis pada ektremitas yang terkena belum tentu baik. Dengan alat bantu
yang disesuaikan, AKS dengan menggunakan satu tangan seara mandiri dapat
dikerjakan, kemandirian dapat dipermudah dengan pemakaian alat-alat yang
disesuaikan.17
3) Terapi Wicara17
Pasien stroke sering menagalami gangguan bicara dan komunikasi. Ini dapat
ditangani oleh speech therapist dengan cara:
a. Latihan pernapasan (pre speech training) berupa latihan napas, menelan, meniup,
latihan gerak bibir, lidah dan tenggorokan.
b. Latihan di depan cermin utnuk latihan gerakan lidah, bibir dan mengucapkan kata-
kata.
c. Latihan pada pasien disartria lebih ditekankan ke artikulasi mengucapkan kata-kata.
d. Pelaksana terapi adalah tim medik dan keluarga.
4) Ortotik Prostetik
7
Pada pasien stroke dapat digunakan alat bantu atau alat ganti dalam membantu
transfer dan ambulasi pasien. Alat-alat yang sering digunakan antara lain: wheel chair,
tripod, walker.17
5) Psikologi
Semua pasien dengan gangguan fungsional yang akut akan melampaui serial fase
psikologis, yaitu: fase syok, fase penolakan, fase penyesuaian dan fase penerimaan.
Sebagain pasien mengalami fase-fase tersebut secara cepat, sedangkan sebagian lain
mengalami secara lambat, berhenti pada satu fase, bahkan kembali ke fase yang telah
lewat. Pasien harus berada pada fase psikologis yang sesuai untuk dapat menerima
rehabilitasi.17
6) Sosial Medik
Pekerjaan sosial medik dapat memulai pekerjaan dengan wawancara keluarga,
keterangan tentang pekerjaan, kegemaran, sosial, ekonomi dan lingkungan hidup serta
keadaan rumah pasien17
G. Problem Rehabilitasi17
Kesukaran/tidak dapat ambulasi
Kesukaran/tidak dapat berkomunikasi
Kesukaran/tidak dapat merawat diri sendiri
Kesukaran/tidak dapat melakukan gerak
H. Problem Psikis16
Rasa Malu
Rasa rendah diri
Tidak dapat menerima kenyataan
Tidak mau menyesuaikan diri dengan kecacatannya
Beberapa mengalami penurunan intelegensia
I. Prognosis16
Faktor-faktor yang mempengaruhi prognosis:
1. Saat mulainya rehabilitasi medik, program dimulai kurang dari 24 jam maka pengembalian
fungsi lebih cepat. Bila dimulai kurang dari 14 jam maka kemampuan memelihara diri akan
kembali lebih dahulu.
2. Saat dimulainya pemulihan klinis, prognosis akan lebih buruk bila ditemukan adanya: 1-4
minggu gerak aktif masih nol (negatif); 4-6 minggu fungsi tangan belum kembali dan
adanya hipotonia dan arefleksia yang menetap.
8
BAB III
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. RA
Umur : 60 tahun
Jenis kelamin : laki-laki
Alamat : Woloan
Pekerjaan : Pedagang Ayam
Pendidikan : SMP (tidak tamat)
Agama : Kristen Katolik
Tanggal Pemeriksaan : 24 November 2015
B. ANAMNESIS
Keluhan Utama
Kelemahan anggota gerak kanan
Riwayat Penyakit Sekarang
Kelemahan anggota gerak kanan dialami pasien sejak 10 hari yang lalu. Saat itu pasien
sedang menonton TV di rumah, tiba-tiba anggota gerak kanan pasien terasa kram dan diikuti
dengan adanya kelemahan dan bicara pelo. Tidak terdapat riwayat sakit kepala, mual dan
muntah, kejang dan penurunan kesadaran. Pasien kemudian dibawa ke RSUP Prof Kandou
dan dilakuan perawatan selama 5 hari. Saat ini pasien sudah bisa berjalan tanpa
menggunakan alat bantu, namun terkadang pasien merasakan kaki kanan berat jika berjalan .
Buang air besar dan buang air kecil normal.
9
d. Tidak terdapat riwayat trauma kepala, penyakit stroke, diabetes melitus, ginjal, hati,
dan paru.
Riwayat Kebiasaan
Pasien tidak memiliki kebiasaan merokok dan konsumsi alkohol.
Riwayat Psikologi
Pasien merasa cemas terhadap kelemahan lengan dan tungkai kanannya. Pasien bersifat
kooperatif saat di anamnesis dan berkeinginan untuk cepat pulih kembali.
C. PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
Keadaan Umum : Sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tanda Vital : Tekanan Darah : 130/90 mmHg
Nadi : 88x/menit, reguler, isi cukup
Respirasi : 20x/menit
Suhu :36,50C
TB : 170 cm
BB : 65 kg
IMT : 22,49 kg/m2(normal)
Kepala : konjungtiva anemis -/-, sklera ikterus -/-, Pupil bulat isokor, diameter
3mm/3mm, refleks cahaya +/+, Bibir sianosis (-), garis nasolabial tidak
simetris, lidah deviasi ke kanan.
Leher : Trakea letak di tengah, pembesaran KGB (-)
Thorax :Paru-paru: Inspeksi :pergerakan simetris kiri = kanan
Palpasi :Stem fremitus kiri = kanan
Perkusi :Sonor kiri = kanan
10
Auskultasi :Suara pernapasan vesikuler, Ronkhi -/-,
Wheezing-/-
Jantung: Inspeksi :Iktus kordis tidak tampak
Palpasi :Iktus kordis teraba di ICS V
Perkusi :Batas jantung dalam batas normal
Auskultasi :SI-SII normal, bising (-), gallop (-)
Status Neurologis
Kesadaran (Glasgow Coma Scale) : Eye4 Motoric6 Verbal5
Pemeriksaan N. Kranialis : paresis N. VII, dan XII dextra UMN
Status Motorik
Ekstremitas Atas Ekstremitas Bawah
Kanan Kiri Kanan Kiri
Gerakan Normal Normal Normal Normal
Kekuatan Otot 4/4/4/4 5/5/5/5 4/4/4/4 5/5/5/5
Tonus Otot Normal Normal Normal Normal
Refleks Fisiologis Normal Normal Normal Normal
Refleks Patologis - - - -
Sensibilitas
Normal Normal Normal Normal
- Protopatik
Normal Normal Normal Normal
- Proprioseptik
Indeks Barthel
11
Inkontinensia alvi 0
Tanpa dibantu (buka/pakai baju, bersihkan dubur tidak
mengotori baju). Boleh berpegangan pada bar dinding
10
C benda, memakai bad pen, dapat meletakkan di kursi & 5
Toilet
membersihkan,
Dibantu hanya salah satu kegiatan di atas. 5
Dibantu 0
D Tanpa dibantu cuci muka, menyisir, hias, gosok gigi
10
Kebersihan termasuk persiapan alat2 tersebut. 10
diri Dibantu 5
Tanpa dibantu buka/pakai, resleting, ikat tali sepatu,
termasuk pakaian khusus, boleh pakaian yang
E 10
disesuaikan keadaan, mis. Kancing depan. Dibantu 10
Berpakaian
sebagian minimal, setengah tidak dibantu.
Dibantu 5
Tanpa dibantu memakan makanan normal lengkap 10
F Memakai alat-alat makanan. Dibantu sebagian hasil
5 5
Makanan memotong, memoles mentega.
Dibantu 0
Dari kursi roda ke tempat duduk/sebaliknya termasuk
15
duduk dan berbaring tanpa dibantu.
G Bantuan minor secara fisik atau verbal pada langkah2
10
Transfer/ diatas. 15
Berpindah Bantuan mayor secara fisik (1/2 org terlatih), tetapi
5
dapat duduk/dgn tanpadibantu.
Tidak dapat duduk berpindah (sitting balance) 0
Berjalan 16 m (50 yard) ditempat datar, boleh dengan
alat bantu kecuali rolling walker. Mengayuh kursi roda 15
H 16 m, berkeliling, berputar, berjalan tanpa dibantu. 15
Mobilitas Menguasai alat bantuannya, berjalan dengan bantuan
10
minor fisik/verbal. Memakai kursi roda dengan di bantu.
Imobile 5
I Tanpa dibantu 10
Naik/Turun Dibantu secara fisik/verbal 5 5
Tangga Tidak dibantu 0
J Tanpa dibantu berendam, memakai pancuran 5
5
Mandi Dibantu 0
Total 100 85
Nilai Interpretasi :
0-20 disabilitas total.
25-45 disabilitas berat.
12
50-75 disabilitas sedang.
80-90 disabilitas ringan.
100 mandiri
Total 30 25
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium:
13
9/11/2015
Leukosit : 12.070 /uL Globulin : 3,02 mg/dL
Hemoglobin : 14,7 g/dL Ureum : 47 mg/dL
Hematokrit : 48,5% Kreatinin : 1,1 mg/dL
Trombosit : 212.000/uL HDL : 40 mg/dL
SGOT : 33 U/L LDL : 109 mg/dL
SGPT : 19 U/L Trigliserida : 54 mg/dL
Protein total : 6,39 mg/dL GDP :100 mg/dL
Albumin : 3,37 mg/dL GD2PP : 82 mg/dL
CT-Scan Kepala:
RESUME
Seorang laki-laki 60 tahun datang
dengan keluhan kelemahan anggota gerak
kanan sejak 10 hari yang lalu disertai
bicara pelo. Saat ini pasien sudah bisa
berjalan tanpa menggunakan alat bantu,
namun terkadang pasien merasakan kaki kanan berat jika berjalan. Riwayat hipertensi dan jantung
sejak 5 tahun lalu, minum obat tidak teratur. Dari pemeriksaan fisik didapatkan, TD 130/90
mmHg. Pada pemeriksaan nervus cranialis didapatkan paresis N. VII dan XII dextra UMN. Pada
pemeriksaan status motorik didapatkan kekuatan otot ektremitas superior dan inferior kanan
4/4/4/4. Skor indeks barthel 85 (ketergantungan ringan), skor MMSE 25 (tidak terdapat gangguan
kognitif).
14
DIAGNOSIS
Diagnosis klinis : Hemiparesis dextra dan disartria
Diagnosis topis : Subkortikal
Diagnosis etiologis : Stroke Non-Hemoragik
Diagnosis fungsional :
- Body structure : Otak
- Body function : Kelemahan anggota gerak kanan dan disartria
- Environment : WC jongkok
- Participation :-
- Activity :Gangguan aktivitas kehidupan sehari-hari (AKS) seperti
toileting, kebersihan diri, berpakaian, dan naik turun tangga
- Personal factor : Laki-laki, 60 tahun, penyakit jantung dan hipertensi
15
Program :
Latihan peningkatan AKS dengan aktivitas dan ketrampilan.
d. Terapi Wicara
Evaluasi :
Disartria
Mulut mencong ke kanan saat tersenyum
Program :
Breathing exercise
Latihan bicara dan artikulasi.
e. Psikologi
Evaluasi :
Kontak dan pengertian baik.
Motivasi untuk berobat dan latihan baik.
Pasien cemas akan sakitnya
Program :
Memberikan dukungan mental pada pasien dan keluarga tentang penyakit pasien
dan prognosisnya.
Memberikan dukungan agar pasien rajin menjalankan terapi
Support mental pasien dan keluarga
f. Sosial Medik
Evaluasi :
Biaya hidup sehari-hari cukup
Biaya perawatan ditanggung oleh BPJS
Program :
Home visite
Memberikan edukasi dan bimbingan kepada pasien untuk berobat dan berlatih
secara teratur.
PROGNOSIS
Quo ad vitam :Dubia ad bonam.
Quo ad functionam : Dubia ad bonam.
Quo ad sanationam : Dubia ad bonam.
16
DAFTAR PUSTAKA
1. World Health Organisation (WHO). WHO steps stroke manual : the WHO stepwise approach
to stroke survelance/noncomunicable and mental health. Geneva : WHO Press. 2006
2. World Health Organisation (WHO). Surveillance of major non-communicable disease in South
East Asia region. Report of an intercountry consultation. Geneva: WHO: 2005.
3. Sjahrir, Hasan. Stroke Iskemik. Yandira Agung: Medan. 2009.
4. British Geriatrics Society. Human economic burden of stroke. Age and ageing. 2009 ; 38 :4-5.
5. Menkes RI. Endang Rahayu Sedyaningsih. Available from URL:
http://www.sport.news.viva.co.id/news/read/25974-menkes-stroke-tidak-kenal-umur (Cited 24
november 2015).
6. Ahmad Airiza. Petunjuk Perawatan Pasien Pasca Stroke. Jakarta : Unit Perawatan Khusus
Stroke Soepardjo Roestam. 2010.
7. Abdersib T, Rehabilitation Of Patients with completed stroke. Dalam: kottke FJ, Lehmann JF,
penyunting. Krusens hand book of physical medicine and Rehabilitation. Edisi ke 4.
Philadelphia : WB Saunders;1990.h. 656-78.
8. Mardjono M, Sidharta P. Neurologi klinis dasar. Jakarta : Dian Rakyat. 2009. H.269-92
17
9. Hansen JT, Koeppen BM. Atlas of neuroanatomy and neurophysiologi. USA: Icon costum
communication.. 2002
10. Mackay J, Mensah G. editors. The Atlas of Heart Disease and Stroke. Geneva: WHO. 2008.
11. Sacco RL. Pathogenesis, Classification, and Epidemiology of Cerebrovascular Disease. dalam:
Rowland, Lewis penyunting. Merritts neurologi edisi 11. New york : Lippincott Williams &
Wilkins. 2005.
12. Jauch EC. Stettler B. Ischemic stroke. http://emedicine.medscape.com/article/1916852-
overview. update november 23, 2015.
13. National institute of health and care excellence (NICE). Stroke Diagnosis and initial
management of acute stroke and transient ischaemic attack (TIA) Issued: July 2008 last
modified: September 2015.h 2-42
14. Sidharta Priguna. Tata Pemeriksaan Klinis. Dalam Neurologi. Jakarta : Dian Rakyat. 2008.
15. Sunardi. Compute tomography scan (CT Scan) dan magnetic resonance imaging (MRI) pada
sistem neurologis. 1-20.
16. Tim Bagian/SMF Ilmu Penyakit Saraf FK Undip. Penatalaksanaan stroke. Dalam: Materi
Lokakarya Stroke. Semarang : Bagian/SMF Ilmu Penyakit Saraf FK Undip. 1996.
17. Angliadi L. Rehabilitasi Stroke. Dalam: bahan kuliah rehabilitasi medik FK Unsrat.
18