PENDAHULUAN
Infeksi virus dengue merupakan masalah kesehatan global. Dalam tiga dekade
terakhir terjadi peningkatan angka kejadian penyakit ini di berbagai Negara yang
dapat menimbulkan kematian kurang dari 1%.1
Badan kesehatan dunia World Health Organization (WHO) mencanangkan
strategi global untuk mengurangi angka kejadian penyakit dengue di seluruh dunia
dengan menargetkan untuk mengurangi angka mortalitas minimal 50% pada tahun
2010, mengurangi angka morbiditas minimal 25% pada tahun 2020, dan
memperkirakan kejadian dengue yang sebenarnya pada tahun 2015.2
Diperkirakan setiap tahun sekitar 50 juta manusia terinfeksi virus dengue yang
500.000 diantaranya memerlukan rawat inap, dan hampir 90% dari pasien rawat inap
merupakan anak-anak. Banyak faktor yang mempengaruhi peningkatan kasus
demam dengue (DD) dan demam berdarah dengue (DBD), seperti perubahan
demografi, iklim, virulensi dari virus, dan pertumbuhan populasi.1
Asia Tenggara dengan jumlah penduduk sekitar 1,3 milyar mempunyai
beberapa daerah endemis seperti Indonesia, Banglades, India, Myanmar, Sri lanka,
Thailand dan Timor Leste termasuk dalam kategori endemik A (endemik tinggi). Di
Negara tersebut penyakit dengue merupakan alasan utama rawat inap dan salah satu
penyebab utama kematian pada anak.1
Di Indonesia tahun 2008 dilaporkan kasus DBD 137.469 orang, kemudian
meningkat pada tahun 2009 dan 2010. Pada tahun 2011 mengalami penurunan jumlah
kasus lebih dari setengahnya, namun meningkat kembali pada tahun 2012.1
Sulawesi Utara dari tahun 2005-2009 tergolong daerah yang mempunyai risiko
tinggi terjadinya DBD yaitu >55 kejadian per 100.000 penduduk data ini berdasarkan
data Ditjen PP & PL Depkes RI, 2009.3
1
Anak mempunyai risiko 40 kali lebih besar untuk mengalami perburukan
dibandingkan orang dewasa. Dalam hal ini dapat terjadi karena meningkatnya
permeabilitas vaskuler pada infeksi sekunder.4
Tanda dan gejala berupa demam, manifestasi perdarahan dan trombositopenia
dapat terjadi pada anak dengan DD dan DBD, namun tanda-tanda peningkatan
permeabilitas vaskuler hanya didapatkan pada DBD. Ensefalopati dan perdarahan
gastrointestinal hanya didapatkan pada kasus DSS. Sindrom syok dengue (DSS)
sebagian besar infeksi sekunder, sedangkan DD infeksi primer.1,5
Beberapa hipotesis berdasarkan kepustakaan yang ada menyatakan bahwa
demam dengue berhubungan dengan status gizi, dimana obesitas menjadi salah satu
faktor yang memperberat terjadinya DSS, selain dari trombosit <200.000/uL,
kebocoran plasma dengan hematokrit yang meningkat > 25%, dan infeksi sekunder.6
Berikut ini merupakan laporan kasus seorang anak perempuan yang dirawat di
bagian kesehatan anak BLU RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado dengan demam
dengue dan obesitas.
2
BAB II
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama : G.P
Jenis Kelamin : Perempuan
11
Lahir padaTanggal/Umur : 31 Desember 2001/ 13 tahun
12
3
FAMILY TREE
ANAMNESIS
Anamnesis diberikan oleh Ibu Pasien.
Keluhan Utama : demam
Riwayat Penyakit Sekarang
Demam sejak ± 2 hari sebelum masuk rumah sakit (SMRS). Demam pada
awalnya sumer-sumer kemudian naik tinggi. Demam turun dengan obat penurun
panas namun tidak sampai normal, tapi kemudian naik lagi. Demam disertai dengan
nyeri perut, mual, nyeri kepala yang hilang timbul dan timbul ruam pada lengan,
badan dan tugkai. Muntah dialami ± 3 hari SMRS, frekuensi > 5 kali/hari, dengan
volume ± ¼ gelas belimbing/muntah. Muntah berisi cairan dan sisa makanan, lendir
dan darah disangkal. Nyeri menelan, muntah, gusi berdarah, dan mimisan tidak ada.
Nafsu makan dan minum berkurang ± 3 hari SMRS. Buang air besar dan buang air
kecil tidak ada keluhan.
4
Pertusis :-
Diare :+
Cacing :-
Batuk pilek :+
Anamnesis Antenatal
Sewaktu hamil ibu pasien teratur ANC sebanyak 6x di Posyandu.
Suntik TT 2 kali
Selama hamil ibu dalam keadaan sehat.
Kepandaian/Kemajuan Bayi
Pertama kali membalik : 3 bulan
Pertama kali tengkurap : 4 bulan
Pertama kali duduk : 4 bulan
Pertama kali merangkak : 6 bulan
Pertama kali berdiri : 8 bulan
Pertama kali berjalan : 9 bulan
Pertama kali tertawa : 3 bulan
Pertama kali berceloteh : 5 bulan
Pertama kali memanggil mama : 10 bulan
Pertama kali memanggil papa : 9 bulan
5
Bubur halus :-
Nasi lembek : 2 – 4 tahun
Imunisasi
Jenis Imunisasi Dasar Ulangan
I II III I II III
BCG +
POLIO + + +
DTP + + +
CAMPAK +
HEPATITIS + + +
Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : Tampak sakit
Kesadaran : Kompos Mentis
Berat Badan : 54 kg
Tinggi Badan : 152 cm
Gizi : obesitas (kurva CDC terlampir) BB/TB 127%
Sianosis : Tidak ditemukan
Anemia : Tidak ditemukan
Ikterus : Tidak ditemukan
Kejang : Tidak ada
6
Tanda Vital
Tekanan darah : 100/60 mmHg
Nadi : 100x/menit (reguler, isi cukup)
Respirasi : 24 x/m
Suhu : 37,5°C
Kulit
Warna : Sawo matang
Efloresensi : Normal
Pigmentasi : Tidak ada
Jaringan Parut : Tidak ada
Lapisan lemak : Tebal
Turgor : Kembali Cepat
Tonus : Eutoni
Edema : Tidak ada
Kepala
Bentuk : normocephal
Ubun-ubun besar : menutup
Rambut : Hitam, tidak mudah dicabut
Mata
Exophtalmus/endophtalmus : Tidak ada
Tekanan Bola Mata : Normal pada perabaan
Conjunctiva : Anemis -/-
Sclera : Ikterus -/-
Corneal Reflex : Normal +/+
Pupil : RC +/+, bulat isokor, ø 3mm/3mm
Lensa : Jernih
Fundus & Visus : Tidak dievaluasi
7
Gerakan : Normal
Mulut
Bibir : Sianosis (-)
Lidah : Beslag (-)
Gigi : Caries (-)
Gusi : Perdarahan (-)
Bau Pernafasan : Foetor (-)
Tenggorokan
Tonsil : T1 – T1, hiperemis (+)
Faring : Hiperemis (+)
Leher
Trakea : Letak di tengah
Kelenjar : Pembesaran kelenjar getah bening (KGB) (-)
Kaku Kuduk : (-)
Thorax
Bentuk : Normal
Ruang intercostal : Normal
Retraksi : (-)
Paru-paru
Inspeksi : Simetris, retraksi (-)
Palpasi : Stem fremitus kanan=kiri
8
Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi : Sp. Bronkovesikuler, Rh -/-, Wh -/-
Jantung
Detak Jantung : 100x/m
Iktus : Tidak tampak
Batas Kiri : Linea midclavikularis sinistra
Batas Kanan : Linea parasternalis dextra
Batas Atas : ICS II – III
Bunyi Jantung Apex : M1 < M2
Bunyi Jantung Apex Aorta : A1 < A2
Bunyi Jantung Pulm : P1 > P2
Bising : (-)
Abdomen
Bentuk : Cembung, lemas, BU (+) N, nyeri tekan epigastrium (+)
Hepar : Tidak teraba
Lien : Tidak teraba
9
Resume
11
Anak perempuan usia 13 tahun dengan BB: 54 kg dan TB: 152 cm, masuk rumah
12
sakit tanggal 14 Desember 2015 pukul 10.30 WITA dengan keluhan utama demam
sejak 2 hari naik turun lalu, turun dengan obat penurun panas tapi tidak sampai
normal. Demam disertai dengan nyeri perut, mual, nyeri kepala yang hilang timbul
dan timbul ruam pada lengan, badan dan tugkai. Muntah sejak ± 3 hari SMRS,
frekuensi >5 kali/hari, volume ± ¼ gelas belimbing/ muntah. Nafsu makan dan
minum berkurang ± 3 hari SMRS.
KU : Tampak sakit
Kesadaran : Compos Mentis
Tensi : 100/60 mmHg
Nadi : 100 x/menit
Respirasi : 24 x/menit
Suhu : 37,5°C
Kepala : Conj. An -/-, Scl. Ikt -/-, PCH (-), tonsil : T1-T1
hiperemis (+), faring hiperemis (+)
Thorax :Simetris, retraksi (-)
Pulmo: Sp. Bronkovesikuler, Rh -/-, Wh -/-
Cor: SI-II normal, bising (-), gallop (-)
Abdomen : Cembung, lemas, BU (+) N, nyeri tekan pada
epigatrium (+), Hepar/Lien: tidak teraba
Ekstremitas : Akral hangat, CRT ≤2”, terdapat ruam, Rumpe leede test (+)
Pemeriksaan penunjang
Hematologi Lengkap
Leukosit : 6200 /uL
Hematokrit : 44,6 %
Trombosit : 91000/uL
NS1 : positif
10
Diagnosis
Demam dengue + obesitas + dispepsia
Diagnosis banding:
Infeksi Saluran Kemih (ISK), Demam berdarah dengue, Malaria
Terapi
IVFD RL (Holiday Segar) 20-21gtt/mnt
Paracetamol 3 x 1 tab (kalau perlu)
Antasida syr 4x1 cth
Oralit ad libitum
Anjuran
Pcv/6 jam
Darah Lengkap
SGOT/ SGPT
Diff count
Na, K, Cl, Ca
Urinalisis
DDR
Feses lengkap
Konsul pediatri gizi
11
Follow Up
Urinalisis :
Makroskopis : Nitrit :-
Warna : kuning Protein :-
Kekeruhan : jernih Glukosa : Normal
Kimia: Keton :+
Berat jenis : 1020 Urobilinogen : Normal
pH :6 Bilirubin :+
Leukosit :- Darah/Eritrosi :-
A : Demam dengue + obesitas
12
P : IVFD RL (Holiday Segar) 20-21gtt/mnt
Paracetamol 3 x 1 tab (kalau perlu)
Oralit ad libitum
Diet :
Energi : 40-55 kkal/KgBB/hari : 2160-2970kkal
Karbohidrat 50-60% :1282kkal = 320gram
Protein 15-20% : 445 kkal = 89 gram
Lemak 30% : 870 kkal = 96 gram
Serat : 19 gram/hari
Diberikan oral : makan besar 3x/hari dan cemilan (buah segar) 2x/hari
13
MCHC : 35,1 g/dL Netrofil segmen:50
MCV : 82,6 fl Limfosit : 37
Eosinofil :3 Monosit :7
Basofil : 0 SGOT :43
Netrofil batang :3 SGPT :15
14
Pulmo: Sp. Bronkovesikuler, Rhonki -/-, Wheezing -/-
Abd : datar, lemas, bising usus (+) normal, hepar/lien tidak teraba.
Ext : akral hangat, Capillary Refill Time ≤ 2 ”
Laboratorium
Leukosit : 7300 /uL Trombosit : 21000/uL
Eritrosit : 4,88 x 106/uL MCH : 29,1 pg
Hemoglobin : 14,2 MCHC : 35,3 g/dL
Hematokrit : 40,2 % MCV : 82,4 fl
15
THT : T1-T1, hiperemis (-), Faring hiperemis (-)
Tho : simetris, retraksi (-)
Cor: bising (-), Gallop (-), murmur (-)
Pulmo: Sp. Bronkovesikuler, Rhonki -/-, Wheezing -/-
Abd : datar, lemas, bising usus (+) normal, hepar/lien tidak teraba.
Ext : akral hangat, Capillary Refill Time ≤ 2 ”
Laboratorium
Leukosit : 6200 /uL Trombosit : 56000/uL
Eritrosit : 4,5 x 106/uL MCH : 28 pg
Hemoglobin : 12,6 MCHC : 32,7 g/dL
Hematokrit : 38,5 % MCV : 85,5 fl
16
Berat badan : 54kg, Berat badan ideal :42 kg
Kepala : conjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), PCH (-)
THT : T1-T1, hiperemis (-), Faring hiperemis (-)
Tho : simetris, retraksi (-)
Cor: bising (-), Gallop (-), murmur (-)
Pulmo: Sp. Bronkovesikuler, Rhonki -/-, Wheezing -/-
Abd : datar, lemas, bising usus (+) normal, hepar/lien tidak teraba.
Ext : akral hangat, Capillary Refill Time ≤ 2 ”
17
BAB III
PEMBAHASAN
Demam Dengue merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh virus yang berasal
dari family Flaviviridae yang disebarkan oleh nyamuk Aedes. Di Indonesia nyamuk
penular (vektor) penyakit DBD yang penting adalah Aedes aegypti, Aedes albopictus,
dan Aedes scutellaris, tetapi sampai saat ini yang menjadi vektor utama dari penyakit
DBD adalah Aedes aegypti.7
Virus dengue memiliki 4 jenis serotipe: DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4.
Infeksi salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi terhadap serotipe yang
bersangkutan, namun tidak untuk serotipe yang lainnya, sehingga seseorang dapat
terinfeksi DD 4 kali selama hidupnya.7
Seluruh wilayah Indonesia mempunyai risiko untuk terjangkit penyakit DBD ,
kecuali daerah yang memiliki ketinggian lebih dari 1000 meter di atas permukaan
laut. Penyakit DD dan DBD dipengaruhi oleh kondisi lingkungan, mobilitas
penduduk, kepadatan penduduk, adanya kontainer buatan ataupun alami di tempat
pembuangan akhir sampah (TPA) ataupun di tempat sampah lainnya, penyuluhan dan
perilaku masyarakat, antara lain : pengetahuan, sikap, kegiatan pemberantasan sarang
nyamuk (PSN), fogging, abatisasi, dan pelaksanaan 3M (menguras, menutup, dan
mengubur).8,9
Tersedianya air dalam media akan menyebabkan telur nyamuk menetas dan
setelah 10 – 12 hari akan berubah menjadi nyamuk. Bila manusia digigit oleh nyamuk
dengan virus dengue maka dalam 4 - 7 hari kemudian akan timbul gejala DBD.
Sehingga bila hanya memperhatikan faktor risiko curah hujan, maka waktu yang
dibutuhkan dari mulai masuk musim hujan hingga terjadinya insiden DBD adalah
sekitar 3 minggu. Kasus cenderung meningkat pada musim penghujan (Desember–
Maret) dan menurun pada musim kemarau (Juni-September), walaupun setiap daerah
mempunyai variasi musim sesuai regionalnya.3
Pada kasus ini ditemukan pasien bertempat tinggal lingkungan sekitar pasar
yang mempunyai sanitasi yang kurang, selain itu dari Oktober-Maret merupakan
18
musim hujan sehingga mudah untuk mendapatkan genangan air yang dapat menjadi
tempat perindukan bagi nyamuk betina.8
Pada anamnesis kasus ini didapatkan pasien merupakan seorang remaja
dengan demam selama 2 hari yang pada awalnya sumer-sumer kemudian naik tinggi,
setalah diberikan obat panas demam turun namun tidak sampai normal, kemudian
demam kembali naik. Selain itu pasien juga mengeluh nyeri kepala, nyeri pada otot
dan sendi.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan suhu badan 37,8 C, ruam pada ekstemitas.
Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan leukosit 6400/mm3, hemoglobin 16,3g/dL,
trombosit 91.000/mm3, hematokrit 44,7% dan NS1 positif. Namun, tidak ditemukan
tanda-tanda dari kebocoran plasma seperti asites atau efusi pleura. Berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik dan laboratorium pasien didiagnosis dengan demam
dengue.
Walaupun DD dan DBD disebabkan oleh virus yang sama, tapi mekanisme
patofisiologinya berbeda dan menyebabkan perbedaan klinis. Perbedaan utama yaitu
pada DBD terdapat kebocoran plasma yang diduga karena proses imunologi.8
Manifestasi klinis DD timbul akibat reaksi tubuh terhadap masuknya virus yang
berkembang di dalam peredaran darah dan ditangkap oleh makrofag. Selama 2 hari
akan terjadi viremia (sebelum timbul gejala) dan berakhir setelah 5 hari timbul gejala
panas. Makrofag akan menjadi antigen presenting cell (APC) dan mengaktivasi sel T-
Helper dan menarik makrofag lain untuk memfagosit lebih banyak virus. T-helper
akan mengaktifasi sel T- sitotoksi yang akan melisis makrofag yang sudah
memfagosit virus. Juga mengaktifkan sel B yang akan melepas antibody. Ada tiga
jenis antibody yang telah dikenali yaitu antibody netralisasi, antibody hemaglutinasi,
antibody fiksasi komplemen. Proses tersebut yang akan menyebabkan terlepasnya
mediator-mediator yang akan merragsang terjadinya gejala sistemik seperti demam,
nyeri sendi, otot, malaise dan gejala lainnya.8
Setelah masuk ke dalam tubuh manusia, virus dengue berkembangbiak dalam
sel retikuloendotelial yang selanjutnya diikuti dengan viremia yang berlangsung 5-7
hari. Akibat infeksi ini, muncul respon imun baik humoral maupun selular antara lain:
19
antibody netralisasi, antibody hemaglutinasi, antibody fiksasi komplemen. Antibody
yang muncul pada umumnya adalah Ig G dan Ig M.8
Kejadian DD sebagian besar terjadi pada anak yang lebih tua, remaja dan
orang dewasa.10 Penegakan diagnosis demam dengue apabila ditemukan gejala
demam ditambah dengan adanya dua atau lebih tanda dan gejala lain, yaitu1 :
Demam 2-7 hari, yang timbul mendadak, tinggi dan terus-menerus, bifasik.
Manifestasi perdarahan baik spontan seperti petekie, purpura, ekimosis,
epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis dan atau melena; maupun berupa uji
tourniquet positif.
Nyeri kepala, mialgia, artralga, muntah, fotofobia dan nyeri retroorbital
Dijumpai kasus DBD baik di lingkungan sekolah, rumah atau di sekitar rumah
Leukopenia <4.000/mm3
Trombositopenia <100.000/mm3
Demam bifasik juga dapat tejadi pada: demam kuning, demam Colorado tick,
demam relaps, influenza, infeksi LCMV, leptospirosis.11
Trombositopenia pada DD dan DBD melibatkan dua mekanisme utama, yaitu
penurunan produksi dan peningkatan destruksi perifer atau peningkatan penggunaan.
Penurunan produksi dikarenakan supresi sumsum tulang. Pada DBD yang lebih
penting adalah mekanisme yang menyebabkan peningkatan destruksi dan
peningkatan penggunaan.12
Sitokin yang mensupresi hemopoesis yang dilepaskan ke dalam aliran darah
pada fase awal demam dengue, yaitu tumor necroting factor (TNF-α), interleukin (IL-
2, IL-6, IL-8) dan interferon (INF-α dan INF-γ). Keparahan kondisi klinis penderita
infeksi virus dengue dan periode terjadinya supresi sumsum tulang tergantung dari
kadar sitokin tersebut. Penurunan produksi di sumsum tulang atau perusakan di
sistem monosit makrofag yang berlebihan akan berakhir dengan jumlah trombosit
yang rendah.12
Pada kasus dengue dapat dilakukan pemeriksaan antibodi IgM yang dapat
dideteksi pada hari ke 5, meningkat sampai minggu ke tiga dan menghilang setelah
60-90 hari. IgG pada infeksi primer mulai terdeteksi pada hari 14, pada infeksi
sekunder mulai hari kedua. Sedangkan antigen NS1 dapat ditemukan sampai hari ke 5
20
(lihat gambar 1).7,10 Pada pasien ini dilakukan pemeriksaan NS 1 karena demam
dirasakan 2 hari sehingga antigen NS1 masih ditemukan.
Gambar 1 Peningkatan NS1, IgM dan IgG Setelah Terinfeksi Virus Dengue10
21
tidak ada orang tua atau pengasuh yang dapat diandalkan. Demikian juga pasien yang
muntah persisten atau menolak makan dan minum.1
Secara teori, pada obesitas terjadi peningkatan produksi interleukin (IL)6, IL8
dan tumor necrosik factor a (TNFa). Mediator-mediator tersebut diperkirakan dapat
meningkatkan permeabilitas kapiler dan progresivitasan dan kebocoran plasma.
Penelitian sebelumnya melaporkan bahwa obesitas mempunyai kontribusi pada DSS.
Meskipun masih belum jelas jika obesitas pada anak merupakan faktor risiko yang
memperburuk DHF pada anak yang tidak mengalami obesitas.16
Jaringan adiposa memproduksi dan mensekresikan molekul-molekul bioaktif
yang bervariasi, yang disebut adipocytokine, termasuk adiponectin, TNF-a (tumour
necrosis factor-a), leptin, dan resistin. Level plasma adiponectin berhubungan dengan
IMT terutama pada orang yang obesitas. Semakin meningkat IMT nya, semakin
rendah level adiponectin dalam tubuh. Level adiponektin yang lebih tinggi
berhubungan erat dengan level TNF-a yang lebih rendah.16
Selain karena faktor autoimun, anak yang obesitas memiliki konsentrasi
adiponektin yang lebih rendah sehingga mengakibatkan komplikasi pada
kardiovaskular.15 Terdapat pengaruh status penyakit kronis anak dengan tingkat
keparahan DBD. Anak dengan DBD yang parah ditemukan lebih besar 2,29 kali pada
mereka yang mempunyai sakit kronis dibandingkan pada anak dengan DBD tidak
parah. 16
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Maria dkk16 menunjukkan bahwa
obesitas bukan faktor risiko yang memperburuk infeksi virus dengue. Didukung juga
oleh penelitian yang dilakukan oleh Kevin menyatakan bahwa tidak ada hubungan
yang bermakna antara status gizi dengan lama perbaikan DBD, leukopenia, derajat
trombositopenia dan derajat hemokonsentrasi.
Pada pasien ini diberikan cairan RL 2080 mL perhari berdasarkan perhitungan
holiday segar dengan berat badan ideal 42 kg, kemudian diberikan parasetamol 10-
15mg/KgBB/kali jika panas dengan interval 4-6 jam. Penggunaan cairan kristaloid
merupakan terapi utama, baik pada DD, DBD maupun SSD.5 Tidak ada terapi yang
spesifik untuk DD, prinsip utama yaitu terapi suportif untuk memcukupi kebutuhan
cairan dan simptomatis. Volume cairan yang diberikan disesuaikan dengan berat
22
badan, kondisi klinis dan temuan laboratorium. Pasien denga obesitas, pemberian
jumlah cairan harus hati-hati karena mudah terjadi kelebihan cairan, perhitungan
cairan sebaiknya berdasarkan berat badan ideal.1
Komplikasi DD dengan perdarahan dapat terjadi bersamaan dengan penyakit
underlying disease seperti peptic ulcers, trombositopenia berat dan trauma.10 Survival
rate pada DD dan DBD di Bagian Anak RSUD Ulin Banjarmasin 100% sedangkan
SSD 96%.5
Selama perawatan pasien ini tidak terdapat komplikasi. Pasien di pulangkan
pada hari perawatan ke 6 dengan kondisi klinis yang baik, bebas panas 1 hari dan
trombosit 56.000/mm3.
Berdasarkan pedoman WHO pasien diperbolehkan pulang jika sudah tidak
demam selama 24jam tanpa menggunakan antipiretik, meningkatnya nafsu makan,
urine output cukup, minimum 2-3 hari setelah syok teratasi, tidak ada efusi pleura dan
tidak ada asites, trombosit >50.000/mm3. 1,10
23
DAFTAR PUSTAKA
1. Unit kerja kordinasi (UKK) infeksi dan penyakit tropis ikatan dokter anak
Indonesia. Pedoman diagnosis dan tatalaksana infeksi dengue pada anak.
Badan penerbit ikatan dokter anak Indonesia. 2014: 1-69.
5. Hartoyo E. Spektrum klinis demam berdarah dengue pada anak. Sari pediatri.
2008; 10: 145-50.
6. Apriani G, hardinsyah, effendi YH. Pengaruh status gizi awal dan konsumsi
chorella growth factor terhadap keluhan klinis penderita demam berdarah.
Journal of nutrition food. 2010;5: 139-47.
7. Ikadan dokter Indonesia (IDI). Panduan praktis klinis bagi dokter di fasilitas
pelayanan kesehatan primer. Jakarta. 2013: 45-8.
25
11
G.P 13 tahun
12
Berat Badan : 54 kg
Tinggi Badan : 152 cm
BB/U : 54/49x
100%=110,2%
TB/U:152/160 x
100%=95%
BB/TB:54/42 x
100%=128,6%
26