PENDAHULUAN
tekanan osmotic koloid plasma 3. Serum albumin merupakan salah satu parameter
penting dalam pengukuran status gizi pada penderita dengan penyakit akut maupun
kronik. Peran albumin semakin penting disebabkan oleh beberapa alasan, antara lain
keadaan hipoalbuminemia atau hipoproteinemia yang merupakan faktor penyulit pada
tindakan bedah dan anestesi. Hipoalbuminemia sering dijumpai pada pasien dengan
pra bedah, masa recovery atau pemulihan setelah tindakan operasi ataupun dalam
proses penyembuhan. Selain itu albumin dapat digunakan sebagai prediktor terbaik
harapan hidup penderita.
Hati merupakan organ sintesis protein albumin dan globulin, pada keadaan normal
albumin dibentuk oleh hati. Bila fungsi hati terganggu maka pembentukan albumin
juga terganggu sehingga tekanan koloid osmotik berkurang. Konsentrasi albumin
yang rendah dapat mempengaruhi farmakodinamik obat anestesi dan menurunkan
volume distribusi beberapa obat anestesi 4. Hipoalbuminemia juga berhubungan
dengan penurunan volume plasma, oleh karena itu nutrisi dan terapi cairan
perioperatif pada pasien dengan hipoalbumin harus diperhatikan untuk mencapai
hasil yang optimal dari operasi. Tujuannya mengurangi morbiditas operasi
diantaranya infeksi luka operasi, penyembuhan luka yang lambat, pneumonia dan
sepsis.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2
2.1 DEFINISI
pergeseran
cairan
dari
ruang
intravaskuler
ke
ruang
2.2 PATOFISIOLOGI
Beberapa mekanisme berbeda dapat menyebabkan penurunan kadar albumin,
namun yang tersering adalah penurunan produksi albumin yang disintesis di
hati.
A. Penurunan Sintesis Albumin
Pasien dengan penyakit hati yang parah seperti sirosis dan hepatitis kronis
dapat menyebabkan penurunan secara drastis kapasitas sel-sel parenkim
hati dalam membentuk protein. Cairan asites pada sirosis berasal dari
transudat yang merembes dari permukaan peritoneum dan kapsul hati
akibat sumbatan pembuluh-pembuluh limfe hati akibat jaringan parut
fibrosa hepatic pada sirosis. Cairan yang tertimbun ini dapat mencapai
literan dan protein utamanya adalah albumin. Ini menyebabkan
berkurangnya simpanan albumin tubuh yang dapat memperparah
hipoalbunemia yang sudah ada 5.
B. Malnutrisi
Albumin merupakan indikator status gizi, agar sel-sel hati normal dapat
membentuk dan mengeluarkan albumin dalam jumlah besar, maka asupan
protein makanan serta zat-zat gizi essensial lainnya harus cukup. Kadar
albumin dengan konsentrasi yang rendah dapat dijumpai pada penurunan
protein makanan. Pasien-pasien yang rentan terhadap malnutrisi, terutama
3
2.3 KLASIFIKASI
Defisiensi albumin atau hipoalbuminemia dibedakan berdasarkan selisih atau jarak
dari nilai normal kadar albumin serum, yaitu 3,55 g/dl. Menurut U.S. Department of
Health and Human Services Food & Drug Administration, klasifikasi hipoalbumin
adalah sebagai berikut 7:
2.5.1 Pre-Operatif
Tujuan penilaian pre-operatif pada pasien adalah untuk menentukan derajat
disfungsi, menilai faktor risiko morbiditas dan mortalitas berkaitan dengan
tindakan operasi, sehingga penanganan pre-operatif dapat diberikan secara
lebih optimal dan komplikasi pasca-operasi dapat ditekan. Penanganan faktor
penyulit seperti malnutrisi dan hipoalbuminemia dan pemantauan pascaoperasi harus dilakukan secara optimal agar dapat menurunkan risiko
komplikasi atau kematian pasca-operasi. Oleh sebab itu dalam memberikan
penilaian preoperatif diperlukan pengumpulan dan penilaian data secara lebih
teliti sehingga dapat direncanakan kapan saatnya tindakan operasi.
1. Terapi Diet
Persiapan pre bedah penting sekali untuk memperkecil risiko operasi
karena hasil akhir suatu pembedahan sangat tergantung pada penilaian
keadaan penderita dan persiapan preoperatif.
Makanan tinggi potein pada pasien dengan hipoalbuminemia bertujuan
meningkatkan dan mempertahankan kadar albumin serta meminimalkan
kemungkinan penurunan kadar albumin untuk mencegah komplikasi
lebih lanjut.
Kebutuhan energi pada hipoalbuminemia diupayakan terpenuhi karena
apabila asupan energi kurang dari kebutuhan maka bisa terjadi
pembongkaran protein tubuh untuk diubah menjadi sumber energi
sehingga beresiko memperburuk kondisi hipoalbuminemia. Oleh karena
itu pada pasien-pasien hypoalbumin khususnya dan pasien bedah pada
umumnya di RSUP Dr Kariadi diberikan diet TKTP, kalau perlu
diberikan ekstra putih telur, ekstra ikan gabus, dan atau MPT (Modisco
Putih Telur). Kombinasi MPT komposisinya antara lain: agar-agar
dengan variasi rasa, putih telur ayam, gula pasir, susu skim dengan berat
80 gr. Pada penelitian di RSUP Kariadi, pemberian tambahan putih telur
pada diet tinggi kalori dan protein dapat memberikan pengaruh pada
kadar albumin darah walaupun tidak bermakna signifikan karena masih
banyak faktor lain yang mempengaruhi contohnya paruh waktu albumin
metabolism makanan menjadi asam amino di dalam tubuh 8. Sedangkan
pada pemberian MPT dapat dengan cepat memberikan suplai albumin
dalam darah 6.
2. Terapi Medis
Pasien-pasien yang rentan terhadap malnutrisi, terutama yang terkait
dengan hipoalbumin seperti hipermetabolisme akibat stress (penyakit,
infeksi, tindakan medik dan bedah), pasien DM terutama dengan ulkus
dan gangren, gangguan fungsi ginjal, gangguan fungsi hati, penyakit
saluran cerna, perioperatif, kasus bedah digestive, keganasan, anoreksia
nervosa, luka bakar, geriatric dan penyakit-penyakit kronis lainnya oleh
team medis diberikan transfusi FFP (Fresh Frozen Plasma) atau human
albumin.
Pemberian albumin dapat mengoreksi hipoalbumin secara cepat
dibandingankan melalui diet TKTP. Albumin yang dapat digunakan
adalah albumin 20% dan 25% yang merupakan cairan hypotonic tapi
hiperonkotik
yang
dapat
meningkatkan
tekanan
koloid
dan
Rumus:
(albumin yang diharapkan albumin awal pasien) x BB x 0,8 g
9
11
12
. Untuk volume
dan kecepatan tetesan tergantung pada status volume, kondisi dan respon
pasien terhadap pemberian albumin tetapi tidak boleh melebihi 2-3
ml/menit untuk larutan albumin 20% dan 25% 13. Menurut London
Health Science Centre, human albumin 25% tidak boleh
melebihi kecepatan tetesan 2 - 3 ml/menit karena
berfungsi untuk menarik cairan dari ruang ekstravaskuler
ke dalam sirkulasi vena dan menyebabkan kelebihan
cairan dan semua cairan darah, plasma dan platelet
harus diinfuskan dalam 4 jam setelah segel dibuka
18
. Jika
17
20%
100 ml.
Diketahui:
Berat badan = 50 kg
Albumin awal = 2 g/dl
Waktu = 6 jam
Faktor tetes transfusi set 1 cc = 20 tetes/menit
Sediaan serum albumin
Jawab:
Kebutuhan Albumin =
Albumin x BB x 0,8
300 ml x 20 tetes/menit =
6000 tetes
6 x 60 menit
360 menit
Dibuktikan dengan =
300 ml x 20 tetes/ml
17 tetes/menit x 60 menit
6000 tetes
1020 tetes
11
BAB III
KESIMPULAN
Pasien dengan kadar protein albumin yang rendah dapat menurunkan daya tahan
tubuh dan mempermudah infeksi, keadaan malnutrisi juga dapat menyebabkan
komplikasi lain seperti luka yang sukar sembuh, oedema anasarka, gangguan motilitas
usus, gangguan enzim dan metabolisme, kelemahan otot, atau hal-hal lain yang
semuanya memperlambat penyembuhan pasien. Keadaan hipoalbumin pre-operatif
yang tidak dikoreksi dapat menyebabkan komplikasi yang berat pasca-operatif dan
berakibat fatal.
Penilaian pre-operatif dan persiapan yang optimal dapat menurunkan risiko
komplikasi atau kematian pasca-operatif. Hipoalbuminemia merupakan faktor
penyulit pada tindakan bedah dan anestesi, sehingga pemantauan pasca-operasi harus
dilakukan secara optimal agar dapat menurunkan risiko komplikasi atau kematian
pasca-operatif.
13
DAFTAR PUSTAKA
1. Susetyowati, et al. 2006. Status gizi pasien bedah mayor preoperasi berpengaruh
terhadap penyembuhan luka dan lama rawat inap pascaoperasi di RSUP Dr
Sardjito Yogyakarta. Jurnal Gizi Klinik Indonesia 2010;VII(1).
2. Gupta, D., Lis, CG. 2010. Pretreatment serum albumin as predictor of cancer
survival: A systematic review of the epidemiological literature. Nutritional
Journal 2010; vol 9(69).
3. RSU Dokter Soetomo. 2003. Pedoman Penggunaan Albumin. Edisi II. Balai
Penerbit FKUNAIR.
4. Keegan MT, Plevak DJ. Preoperative assessment of the patient with liver disease.
Am J Gastroeterol 2005;100:2116-27.
5. Sacher, RA., Mcpherson, RA. 2004. Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan
Laboratorium. Jakarta: ECG; ed II.
6. Supriyanta. 2012. Pengaruh Suplementasi Modisco Putih Telur Terhadap
Perubahan Kadar Albumin pada Pasien Bedah dengan Hypoalbuminemia di
RSUP Dr. Kariadi Semarang. Med Hosp 2013; vol 1 (2) : 130-133.
7. U.S. Department of Health and Human Services Food and Drug Administration
Center for Biologics Evaluation and Research. 2007. Guidance for Industry
Toxicity Grading Scale for Healthy Adult and Adolescent Volunteers Enrolled
in Preventive Vaccine Clinical Trials.
8. Suprihati, D. et al. 2013. Pengaruh Pemberian Tambahan Putih Telur pada Diet
Tinggi Kalori dan Protein terhadap Kadar Albumin Darah Penderita
Keganasan Kepala Leher dengan Hipoalbumin. Med Hosp 2013; vol 1 (3) :
14
159-163.
9. Wiryana, M. 2007. Nutrisi pada Penderita Kritis. J Peny Dalam; vol 8 (2) Mei
2007.
10. Cahyono, J. 2007. Manajemen Perioperatif Pada Pasien Penyakit Hati. Majalah
Kedokteran Indonesia; vol 57 (3) November 2007.
11. Hoffman, R., et al. 2013. Hematology: Basic Principles and Practice.
Philadelphia; Elsevier Saunders; ed VI. Chapter 116:1683.
12. Baxter Healthcare Corporation. 2013. Buminate 25%, Albumin (Human), USP,
25% Solution. Westlake Village: Baxter International Inc.
13.
Medscape.
Albumin
IV.
Diakses
pada
Agustus
2014.
(http://reference.medscape.com/drug/albuminar-alba-albumin-iv-342425#0)
14. McNeely, T., et al. 2012. Adult Fluid Replacement: Proof Behind the Formula.
Ochsner
Medical
Center.
Diakses
pada
Agustus
2014.
(http://academics.ochsner.org/uploadedFiles/Education/Knowledge_Managem
ent/Medical_Editing/Academic_Update/Articles/Honor%20EBP%20Pour.pdf)
15. Sutjahjo, RA., Sulistyono, H., Sunartomo, T. 1986. Terapi Cairan Paska Bedah,
dalam Simposium Terapi Cairan pada Penderita Gawat.
16. Meilany, T., et al. 2012. Pengaruh Malnutrisi dan Faktor Lainnya terhadap
Kejadian Wound Dehiscence pada Pembedahan Abdominal Anak pada Periode
Perioperatif. Sari Pediatri 2012; vol. 14 (2).
17. Octapharma Pharmazeutika. 2008. Albumin (Human) Solution. Daily Med.
Diakses
pada
Agustus
2014.
(http://dailymed.nlm.nih.gov/dailymed/lookup.cfm?setid=4ddaae99-05e1e05c-e63c-0c58965d157d#section-2).
18. London Health Sciences Centre. 2014. Blood Transfusion Resource Manual.
Pathology and Laboratory Medicine. Diakses pada 14 Agustus 2014.
(http://www.lhsc.on.ca/lab/bldbank/btm/H_adminprod.pdf).
19. Kalbe Farma. 2004. Fimalbumin
16