CDK 166 Asma
CDK 166 Asma
7
November - Desember 2008
CDK
Cermin Dunia Kedokteran
ISSN: 0125-913 X
http://www.kalbe.co.id/cdk
Artikel :
389
Terapi Inhalasi
Pradjnaparamita
394
386
401
405
411
Berita Terkini :
415
420
422
423
428
432
daftar isi
content
Editorial 386
English Summary 388
Artikel
Terapi Inhalasi 389
Pradjnaparamita
Kepustakaan diberi nomor urut sesuai dengan pemunculannya dalam naskah; disusun menurut ketentuan dalam
Cummulated Index Medicus dan/atau Uniform Requirement
for Manus- cripts Submitted to Biomedical Journals (Ann
Intern Med 1979; 90 : 95-9).
Contoh :
1. Basmajian JV, Kirby RL.Medical Rehabilitation.
1st ed. Baltimore, London: William and Wilkins,
1984; Hal 174-9.
2. Weinstein L, Swartz MN. Pathogenetic properties
of invading microorganisms. Dalam: Sodeman
WA Jr. Sodeman WA, eds. Pathologic physiology:
Mechanism of diseases. Philadelphia:
WB Saunders, 1974 ; 457-72.
3. Sri Oemijati. Masalah dalam pemberantasan filariasis
di Indonesia. Cermin Dunia Kedokt. 1990; 64: 7-10.
Jika pengarang enam orang atau kurang, sebutkan semua;
bila tujuh atau lebih, sebutkan hanya tiga yang pertama dan
tambahkan dkk.
Naskah dikirim ke redaksi dalam bentuk softcopy / CD atau
melalui e-mail ke alamat :
Redaksi CDK
Jl. Letjen Suprapto Kav. 4
Cempaka Putih, Jakarta 10510
E-mail: cdk.redaksi@yahoo.co.id
Tlp: (021) 4208171. Fax: (021) 42873685
Korespondensi selanjutnya akan dilakukan melalui e mail;
oleh karena itu untuk keperluan tersebut tentukan contact
person lengkap dengan alamat e-mailnya.
Kelainan Gigi dan Jaringan Pendukung Gigi yang Sering Ditemui 411
Adi Prayitno
Berita Terkini
CARDIA: OxLDL dan sindrom metabolik 415
Eritropoietin mempunyai efek antidepresa 416
Gabapentin untuk mengurangi ketakutan berpidato 418
Higiene oral yang baik dapat melindungi terhadap 419
infeksi jantung
Metilprednisolon untuk penanganan neuritis vestibular 420
Kamera terkontrol magnet di dalam tubuh 422
Profil keamanan terapi statin 423
Obesitas Meningkatkan Risiko Adenoma Kolorektal 424
Silent stroke menyerang 1 dari 10 orang sehat 425
Semangka merupakan Viagra alami 426
Adalafil dan disfungsi ereksi pasien diabetes 428
Valsartan memperbaiki kekakuan arteri pada pasien 429
diabetes tipe 2, lebih baik daripada Amlodipin ?
Jusuf Kalla: sebaiknya dokter maksimal 431
memeriksa 40 pasien per hari
WHA menghimbau peningkatan fokus pada hepatitis 432
Praktis 434
Info Produk 436
Laporan Khusus 438
Gerai 445
Korespondensi 446
Formulir Berlangganan 447
Indeks Karangan 448
Agenda 450
RPPK 452
385
CDK
Cermin Dunia Kedokteran
ISSN: 0125-913 X
http://www.kalbe.co.id/cdk
Alamat Redaksi
Gedung KALBE
Jl. Letjen. Suprapto Kav. 4
Cempaka Putih, Jakarta 10510
Tlp: 021-4208171
Fax: 021-4287 3685
E-mail: cdk.redaksi@yahoo.co.id
Web: http://www.kalbe.co.id/cdk
Milis: http://groups.yahoo.com/group/milisCDK
Nomor Ijin
151/SK/DITJEN PPG/STT/1976 Tanggal 3 Juli 1976
redaksi kehormatan
Prof. Drg. Siti Wuryan A Prayitno, SKM, MScD, PhD
Bagian Periodontologi, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, Jakarta
Prof. Dr. Abdul Muthalib, SpPD KHOM
Divisi Hematologi Onkologi Medik
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/
RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta
Prof. Dr. Djoko Widodo, SpPD-KPTI
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonsia/
RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta
Prof. DR. Dr. Charles Surjadi, MPH
Pusat Penelitian Kesehatan Unika Atma Jaya Jakarta
Prof. DR. Dr. H. Azis Rani, SpPD, KGEH
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/
RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta
Prof. DR. Dr. Sidartawan Soegondo, SpPD, KEMD, FACE
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/
RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta
DR. Dr. Abidin Widjanarko, SpPD-KHOM
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/RS Kanker Dharmais, Jakarta
DR. Dr. med. Abraham Simatupang, MKes
Bagian Farmakologi, Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Indonesia, Jakarta
Prof. Dr. Sarah S. Waraouw, SpA(K)
Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi, Manado
editorial
Asma merupakan masalah yang sering dijumpai di kalangan anak-anak; dan jika berlanjut
Redaksi
susunan
redaksi
Ketua Pengarah
Dr. Boenjamin Setiawan, PhD
Pemimpin Umum
Dr. Erik Tapan
Ketua Penyunting
Dr. Budi Riyanto W.
Manajer Bisnis
Nofa, S.Si, Apt.
Dewan Redaksi
Prof. Dr. Sjahbanar Soebianto Zahir, MSc.
Dr. Michael Buyung Nugroho
Dr. Karta Sadana
Dr. Sujitno Fadli
Drs. Sie Djohan, Apt.
Ferry Sandra, Ph.D.
Budhi H. Simon, Ph.D.
Tata Usaha
Dodi Sumarna
386
387
ENGLISH SUMMARY
TINJAUAN PUSTAKA
Terapi Inhalasi
Pradjnaparamita
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia
VO2.max Difference
between Students
who Regularly Play
Soccer Compared
with Students who
Dont Play Soccer in
Darul Hijrah
Pesantren, South
Kalimantan
Huldani
Dept. of Physiology, Faculty of Medicine,
Lambung Mangkurat University, Banjarbaru,
South Kalimantan, Indonesia
388
PENDAHULUAN
Terapi inhalasi adalah cara pemberian obat dalam bentuk
partikel aerosol melalui saluran napas.
Sasaran terapi inhalasi yang utama adalah saluran napas atas
dan saluran napas bawah. Saluran napas atas dimulai dari
rongga hidung, dengan sinus di sekitarnya, laring dan farings,
proksimal trakea. Saluran napas bawah dimulai dari bronkus,
bronkioli sampai ke alveoli. Target sasaran ini termasuk mukosa
dan ujung reseptor neuron di dalamnya.
Hypertonic Saline
Bronchial Provocation
Test (BPT)
Bambang Supriyatno,
Nastiti N. Rahajoe
Dept. of Child Health, Faculty of Medicine,
University of Indonesia, Jakarta, Indonesia
Particle size
(microns)
Regional
deposition
Efficacy
Safety
>5
Mouth /
oesophageal
region
No clinical
effect
Absorption
from GI tract
if swallowed
2-5
Upper / Central
airways
Clinical
effect
Subsequent
absorption
from lung
<2
Peripheral
airways / alveoli
Some local
clinical effect
High
systemic
absorption
389
TINJAUAN PUSTAKA
Dalam keadaan tidak sesak napas berat MDI disemprotkan bersamaan dengan inspirasi dalam, sangat diperlukan koordinasi
yang baik antara gerakan menyemprotkan obat dan inspirasi
yang dalam.
Dry Powder Inhalation
DPI dapat lebih mudah digunakan, karena tidak memerlukan
koordinasi yang cepat antara semprot dan sedot. Tetapi pengguna obat jenis ini memerlukan kekuatan otot pipi, sehingga
sulit pada pasien geriatri karena kekuatan otot pipinya sudah
berkurang.
Nebuliser
Nebuliser terdiri dari beberapa bagian yang terpisah, antara lain
generator aerosol, nebuliser, tempat obat cair dan alat hisapnya
yang dapat berupa masker, mouthpiece atau kanul ( kanul
hidung, kanul trakeostomi )
Generator aerosol adalah sumber tenaga yang diberikan
kepada nebuliser sehingga dapat mengubah cairan menjadi
aerosol atau partikel halus (Gb.2). Beberapa macam dasar cara
kerja adalah kompresor, ultrasound atau oksigen. Mekanisme
kerja nebuliser sampai saat ini selalu berkembang, secara
teknologi disesuaikan dengan kebutuhan penggunaan obat,
seperti misalnya untuk obat hipertensi pulmoner, atau insulin,
dibuat secara khusus hanya untuk obat tersebut.
Di samping itu harus diperhatikan pula mengenai kontinuitas
kerja alat nebuliser, karena ada yang menggunakan tombol
pengatur keluarnya aerosol, atau tanpa tombol pengatur sehingga
aerosol keluar terus menerus. Pada tipe kontinu banyak dosis
obat dapat terbuang, sedangkan yang menggunakan tombol
pengatur produksi aerosol dapat disesuaikan dengan pola napas
pemakai. Ada pula tipe nebuliser dengan klep di mouthpiecenya yang akan secara otomatis tertutup bila pemakai tidak
menarik napas, penggunaan obat juga menjadi efektif.
nebulised aerosol size is unstable in entrained ambient
air and rapidly loses water vapour, decreasing size
entrained
ambient air
e.g. 15-7=8 L/min
Gb.2.
patient inhalation
e.g. 15 L/min
compressed air
e.g. 7 L/min
390
TINJAUAN PUSTAKA
Penggunaan terapi inhalasi dalam masalah respirasi biasanya
ditujukan untuk :
- bronkodilatasi
- mukolitik
- antiinflamasi mukosa bronkus
- antibiotik mukosa bronkus dan alveolus
- anastesi lokal bronkus untuk tindakan bronkoskopi.
Kesadaran pasien
Kesadaraan pasien sangat penting untuk mendapatkan hasil
terapi yang maksimal; misal menggunakan masker; sedangkan
pada penderita yang kompos mentis dan kooperatif penggunaan mouthpiece akan lebih efektif. Pada penggunaan nebuliser yang diskontinu, pengaturan pemasukan obat dapat
disesuaikan dengan waktu inspirasi pasien.
Diagnosis kerja
Diagnosis problem respirasi yang dapat menggunakan terapi
inhalasi.
- Asma
- PPOK
- Bronkiektasis
- Fibrosis kistik
- Gagal jantung dengan hipereaktif bronkus
- Stroke dengan retensi sputum
- Pneumoni aspirasi
- Infeksi Pneumocystis carinii
- Hipertensi pulmoner
Saat penggunaan
Dalam keadaan akut :
- Asma serangan akut
- PPOK eksaserbasi
- Gagal jantung dengan hiperaktifitas bronkus
Pada penatalaksanaan jangka panjang :
- Asma persisten sedang sampai berat
- PPOK stabil
- Bronkiektasis
- Fibrosis kistik
- Pencegahan infeksi Pneumocystis carinii
Bentuk obat dan alat bantu
Pemilihan bentuk obat dan alat bantu (MDI, DPI atau nebuliser)
harus disesuaikan dengan kemampuan koordinasi gerakan
pasien. Penggunaan di ruang gawat darurat lebih mudah
dengan nebuliser. Dalam penggunaan jangka panjang bentuk
MDI atau DPI lebih mudah. Nebuliser jet dapat digunakan untuk
suspensi maupun solutio. Nebuliser ultrasound hanya dapat
digunakan untuk solutio.
392
T I N J A UA N PUST A K A
Pemberian dapat membantu melepaskan sputum yang mukoid.
Penambahan antikolinergik dapat meningkatkan efek bronkodilatasi. Kortikosteroid atau antibiotik inhalasi tidak berfungsi
dalam kondisi seperti ini. Pemilihan alat bantu inhalasi sangat
penting, bila kesadaran masih baik pemilihan bentuk mouthpiece akan memberikan efek yang lebih maksimal, bila kesadaran
menurun dapat digunakan masker oro-nasal.
Ruang ICU
Di sini biasanya pasien dalam mesin bantu napas. Pasien dengan
sputum produktif dan mukoid dapat diberi inhalasi mukolitik,
sebaiknya ditambahkan bronkodilator untuk mencegah bronkospasme. Dosis bronkodilator lebih kecil dari dosis untuk bronkodilatasi. Penggunaan steroid inhalasi diberikan untuk menunjang
steroid sistemik pada kasus inflamasi saluran napas cukup nyata
dan memerlukan terapi steroid jangka panjang, misalnya pada
serangan asma berat atau PPOK eksaserbasi akut yang mempunyai
respons positif dengan kortikosteroid.
Antibiotik inhalasi hanya bermanfaat bila infeksi mukosa bronkus
dapat terbukti, ( biasanya pada penggunaan mesin bantu napas
yang sudah beberapa waktu). Penggunaan antibiotik untuk
pencegahan/prevensi infeksi tidak direkomendasi karena dapat
menyebabkan resistensi kuman. Inhalasi pulmonary vasodilator
jangka pendek, misalnya prostacycline atau nitric oxide dapat
menurunkan hipertensi pulmoner dan meningkatkan oksigenasi pada ARDS. Pemilihan alat nebuliser disesuaikan dengan
tipe mesin bantu napas yang digunakan, tidak setiap tipe mesin
bantu napas dapat digunakan untuk terapi inhalasi, bila dimodifikasi harus tetap diperhatikan mekanisme inhalasi yang terjadi,
apakah dapat berefek maksimal.
DAFTAR PUSTAKA
1. ERS Workshop Medical Aerosol. Budapest 2005
2. ERS guideline on the use of nebulizer. Eur Respir J 2001;18:228-242
3. Device Selection and Outcome of Aerosol Therapy: Evidence Based
Guidelines: American College of Chest Physicians/American College of
Asthma, Allergy and Immunology. Chest 2005; 127;335-371
Ruang rawat
Di ruang rawat penggunaan terapi inhalasi berdasarkan berbagai tujuan baik sebagai alat bantu diagnostik ataupun terapi.
Diagnostik inhalasi dengan NaCl pekat dilakukan untuk induksi
sputum sebagai salah satu cara pengumpulaan sputum untuk
bahan pemeriksaan. Uji bronkodilator dilakukan untuk melihat
kecukupan dosis bronkodilator. Pada umumnya terapi inhalasi
di ruang rawat banyak dimanfaatkan untuk obstruksi saluran
napas, bronkokonstriksi cepat teratasi dengan pemberian inhalasi
yang adekuat, dosis maupun kekerapan pemberian.
PEMILIHAN OBAT
Obat yang digunakan dalan terapi inhalasi nebuliser berbentuk
solutio, suspensi atau obat khusus yang memang dibuat untuk
terapi inhalasi, seperti bronkodilator atau kortikosteroid.
Kombinasi obat dalam terapi inhalasi sebaiknya dilakukan
secara rasional.
393
ABSTRAK
Konsumsi oksigen maksimum merupakan parameter fisiologi dalam pemeriksaan standar untuk mengukur daya tahan
kardiovaskuler yang merupakan salah satu komponen terpenting dari kesegaran jasmani. VO2.max merupakan kemampuan
tubuh untuk mengambil, mengedarkan dan memanfaatkan oksigen secara maksimal. Sepakbola merupakan olahraga yang
dapat meningkatkan daya tahan kardiovaskuler, karena dalam sepakbola memuat 4 komponen penting dari kesegaran
jasmani yaitu, ketahanan jantung dan peredaran darah, kekuatan, ketahanan otot dan kelenturan. Salah satu cara untuk
mengukur VO2.max yaitu dengan metode Multistage fitness test. Untuk mengetahui perbedaan VO2.max antara siswa yang
latihan sepakbola dengan yang tidak, telah dilakukan penelitian analitik dengan rancangan penelitian cross sectional. Teknik
sampling menggunakan purposive dengan analisis statistik berupa uji T. Sampel masing masing berjumlah 40 orang. Hasil
penelitian diperoleh thitung = 6,423 dan ttabel = 2,020 dengan taraf signifikan 0,05 sehingga thitung > ttabel. Artinya terdapat perbedaan yang bermakna antara siswa yang latihan sepakbola dengan yang tidak latihan sepakbola.
PENDAHULUAN
Olahraga merupakan bagian integral dari pendidikan yang dapat
memberikan sumbangan berharga bagi pertumbuhan dan
perkembangan manusia (1). Salah satu manfaat dari olahraga
yaitu meningkatkan kesegaran jasmani (2). Unsur terpenting dari
kesegaran jasmani adalah daya tahan kardiovaskuler (cardiovascular endurance) (2,3). Macam atau jenis aktifitas fisik menentukan nilai daya tahan kardiovaskular. Daya tahan kardiovaskular tersebut secara fisiologis dipengaruhi oleh faktor keturunan
(genetik), umur, jenis kelamin, dan aktifitas fisik. Konsumsi
Oksigen Maksimum (VO2-max) adalah parameter fisiologis
yang sangat obyektif dan pengukurannya merupakan pemeriksaan standar untuk mengukur cardiovascular endurance (4-7).
Sepakbola merupakan olahraga yang dapat meningkatkan cardiovascular endurance. Program latihan yang baik akan merefleksikan
kemampuan pemain dalam bertanding(8). Seorang pemain
sepakbola harus mampu menunjukkan kekuatan, kecepatan
dan daya tahan selama 90 menit permainan(9,10), sehingga
kadar VO2. max seorang pemain sangat berpengaruh(11,12).
Diperlukan latihan minimal tiga kali dalam seminggu untuk
memperoleh VO2. max yang baik(10).
394
60
=0 ,05
50
40
30
20
10
45,905 + 6,517
Huldani
Bagian Fisiologi Fakultas Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat Banjarbaru, Kalimantan Selatan, Indonesia
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah: Suatu permukaan datar yang tidak licin, sekurang-kurangnya sepanjang
22 meter, mesin pemutar kaset, kaset audio, pita meteran untuk
mengukur jalur sepanjang 20 meter, kerucut - kerucut penanda
batas jarak + 1 - 1,5 cm.
52,905 + 4,446
HASIL PENELITIAN
HASIL PENELITIAN
0
Siswa yang latihan
sepakbola
395
HASIL PENELITIAN
ABSTRAK
Prevalensi asma makin meningkat baik di negara maju maupun negara berkembang seperti Indonesia. Diagnosis asma
berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan penunjang baku menggunakan uji provokasi dengan histamin atau metakolin.
Mengingat histamin sulit didapat, maka dicari beberapa alternatif antara lain menggunakan salin hipertonis (NaCl 4,5%).
Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan sensitivitas dan spesifisitas uji provokasi salin hipertonis dibandingkan
dengan histamin. Metodologi yang digunakan adalah desain uji diagnostik membandingkan uji provokasi salin hipertonis
dengan histamin. Pasien yang telah didiagnosis asma berdasarkan kriteria Konsesus Nasional Penanganan Asma Anak
manjalani uji provokasi dengan salin hipertonis atau dengan histamin; 30 pasien dengan salin hipertonik dan 22 pasien
dengan histamin. Didapatkan bahwa usia terbanyak adalah 9 tahun dengan perbandingan lelaki dan perempuan adalah
3:1. Yang terbanyak menderita asma episodik jarang (70,0%). 70,0% dengan riwayat atopi pada keluarga sedangkan
atopi pada pasien 66,7%. Uji provokasi bronkus dengan salin hipertonis menghasilkan 53,3% positif, sedangkan uji provokasi dengan histamin 68,2% positif. Berdasarkan derajat asma didapatkan bahwa pada asma episodik jarang 9/21(42,9) %
positif terhadap salin hipertonis dan 9/15(60) % positif terhadap histamin. Sedangkan pada asma episodik sering masingmasing 7/9(77,8) % dan 6/7(85,7)% positif terhadap salin hipertonis dan histamin. Berdasarkan hasil di atas didapatkan
sensitivitas 86,7% dan spesifisitas 85,7% dengan nilai prediktif positif 92,9% dan nilai prediktif negatif 75,0%. Uji provokasi bronkus menggunakan salin hipertonis dapat digunakan sebagai alternatif untuk diagnosis asma dengan nilai sensitivitas dan spesifisitas masing-masing 86,7% dan 85,7%.
Kata kunci: asma, uji provokasi bronkus, salin hipertonik
PENDAHULUAN
Asma didefinisikan sebagai gangguan inflamasi kronik saluran
nafas dengan banyak sel yang berperan, khususnya sel mast,
eosinofil dan limfosit T. Pada orang yang rentan inflamasi ini
menyebabkan episode mengi berulang, sesak nafas, sempit
dada dan batuk khususnya pada malam atau dini hari. Gejala ini
biasanya berhubungan dengan penyempitan jalan nafas yang
luas namun bervariasi, yang paling tidak sebagian bersifat
reversibel baik spontan maupun dengan pengobatan. Inflamasi
ini juga berhubungan dengan hipereaktivitas jalan nafas terhadap
berbagai rangsangan.1
Definisi di atas sehari-hari sukar diterapkan. Untuk itu Unit Kerja
Koordinasi (UKK) Pulmonologi PP IDAI merumuskan definisi
asma sebagai batuk dan/atau mengi berulang dengan karakteristik
timbul secara episodik, cenderung malam hari/dini hari (nokturnal),
musiman, setelah aktifitas fisik, serta adanya riwayat asma atau
atopi lain pada pasien atau keluarganya.2
396
Diagnosis asma sebenarnya tidak sulit. Pasien umumnya mempunyai riwayat serangan yang berulang dan kadang-kadang
hilang secara spontan. Apabila pasien tidak dalam serangan,
pemeriksaan fisik, spirometri dan foto toraks dapat normal
walaupun anamnesis mencurigakan adanya asma. Dalam hal/
keadaan ini perlu dilakukan uji provokasi bronkus.
Uji provokasi bronkus bertujuan untuk mengetahui ada/tidaknya
hipereaktivitas bronkus, suatu kelainan yang mendasari asma.4,5
Diketahui ada beberapa macam uji provokasi bronkus berdasarkan jenis rangsangan dan cara pemberiannya. Cara yang telah
diketahui dan digunakan secara umum adalah menggunakan
histamin dan metakolin serta uji beban kerja; sedangkan cara
lain adalah dengan inhalasi salin hipertonis yang akhir-akhir ini
makin diminati. 4,6,7
Penelitian ini mengenai uji provokasi bronkus dengan inhalasi
salin hipertonis untuk dibandingkan sensitivitas dan spesifisitasnya terhadap uji menggunakan histamin.
HASIL PENELITIAN
METODOLOGI
Desain penelitian ini adalah untuk membandingkan suatu perangkat
diagnostik dengan baku emas; dalam hal ini uji provokasi dengan
salin hipertonik dibandingkan dengan uji menggunakan histamin.
Penelitian dilakukan di Subbagian Pulmonologi Bagian Ilmu
Kesehatan Anak FKUI-RSCM sejak November 2000 - November
2001. Setiap pasien asma yang berobat di Poliklinik Pulmonologi
Anak dan berusia di atas 6 tahun menjalani uji provokasi
dengan salin hipertonik dan dengan histamin. Kriteria inklusi
adalah pasien sudah didiagnosis asma berdasarkan Konsensus
Nasional penanganan asma anak, berusia di atas 6 tahun dan
dapat melakukan uji fungsi paru dengan baik dan benar, bersedia mengikuti penelitian dengan mengisi informed consent,
tidak menggunakan natrium kromoglikat, nedokromil, bronkodilator kerja cepat atau ipatropium bromida dalam 6 jam
sebelum provokasi, tidak menggunakan bronkodilator lepas
lambat dalam 12 jam sebelum provokasi dan dapat menggunakan spirometer dengan baik. Kriteria eksklusi adalah apabila
nilai FEV1 kurang dari 65%. Uji provokasi salin hipertonik
menggunakan larutan NaCl 4,5% produksi Otsuka, dilakukan
sesuai dengan cara Anderson.
Uji provokasi
Menggunakan nebulizer ultrasonik dengan kecepatan antara
1,5 - 2 ml per menit. Canister diisi dengan 200 ml larutan salin
4,5%, bila berkurang harus diisi kembali agar volumenya tidak
kurang dari 150 ml, canister dihubungkan dengan nebulizer.
Sebelum uji dilakukan canister, tabung aerosol serta penutupnya
ditimbang.
Tanpa mengetahui hasil uji provokasi salin hipertonik sebelumnya, minimal 2 minggu kemudian pasien menjalani uji provokasi dengan histamin dengan cara standar. Dikatakan positif
apabila selama proses provokasi terjadi penurunan FEV1 20%
dibanding prediksi. Dikatakan negatif apabila selama proses
provokasi berlangsung tidak terjadi penurunan FEV1 20%
nilai prediksi atau setelah pemberian histamin dosis 8 mg/ml.
HASIL
Karakteristik pasien
Terdapat 22 anak lelaki dan 8 anak perempuan dengan perbandingan 3:1. Usia berkisar antara 7 - 15 tahun dengan usia
terbanyak 9 tahun. Asma yang terutama adalah asma episodik
jarang (70,0%), tidak dijumpai asma persisten. Riwayat atopi
keluarga didapatkan pada 70,0%, sedangkan atopi pasien 66,7%.
Gejala yang selalu ada adalah batuk, sedangkan wheezing hanya
dijumpai pada 36,7% pasien asma. Sebagian besar pasien tidak
terganggu baik aktivitas maupun tidurnya (80,0%). Paparan
terhadap rokok dijumpai pada 26,7%, sedangkan kapuk 50%,
obat nyamuk 56,7%, bulu binatang 40,0%. Peningkatan IgE
dan eosinofil total masing-masing dijumpai pada 70,0% dan
73,3% pasien asma. Uji kulit dilakukan pada 20 pasien dengan
hasil uji positif pada 15/20 (75)% pasien, terutama (90%) positif
terhadap tungau debu rumah.
Tabel 1. Karakteristik pasien
Jumlah
Lelaki
n(%)
Perempuan
n(%)
Umur (tahun):
6-<9
3(13,7)
0(0,0)
9-<12
8(36,3)
5(62,5)
12-<15
8(36,3)
2(25,0)
>15
3(13,7)
1(12,5)
AEJ
14(63,6)
7(87,5)
AES
8(36,4)
1(12,5)
Persisten
0(0,0)
0(0,0)
Positif
15(68,1)
5(62,5)
Negatif
7(31,9)
3(37,5)
Positif
16(72,7)
5(62,5)
Negatif
6(27,3)
3(37,5)
Klasifikasi asma:
Atopi pasien
Atopi keluarga
397
HASIL PENELITIAN
Hasil positif uji provokasi dengan salin hipertonik dijumpai pada
16/30(53,3)% pasien sedangkan pada provokasi dengan
histamin dijumpai pada 15/22(68,2)% pasien. Apabila dirinci
lebih jauh ternyata pada asma episodik jarang dijumpai positif
pada 9/21(42,9)% pasien, sedangkan pada asma episodik
sering pada 7/9(77,9)% pasien (tabel 2). Pada penelitian ini
hanya 22 pasien saja yang diuji provokasi dengan histamin
karena keterbatasan bahan uji.
Tabel 2. Sebaran provokasi dengan salin hipertonik berdasarkan derajat asma
Histamin (n=22)
Negatif (%)
Positif (%)
Negatif (%)
AEJ
9(42,9)
12(57,1)
9(60,0)
6(40,0)
AES
7(77,8)
2(22,2)
6(85,7)
1(14,3)
Asma
persisten
0(0,0)
0(0,0)
0(0,0)
0(0,0)
Negatif
Salin
Positif
13
14
hipertonik
Negatif
15
22
Total
Sensitivitas
Spesifisitas
PPV
NPV
:
:
:
:
13/15 (86,7%)
6/7 (85,7%)
13/14 (92,9%)
6/8 (75,0%)
DISKUSI
Karakteristik pasien
Pada penelitian ini didapatkan perbandingan antara lelaki dan
perempuan adalah 3:1. Hal ini sesuai dengan beberapa penelitian yang mendapatkan bahwa pada asma anak sampai usia
pubertas, lelaki lebih banyak dijumpai. Perbedaan ini sampai
saat ini belum dapat diterangkan, namun diduga karena kaliber
atau ukuran saluran napas pada anak lelaki sampai usia tersebut lebih kecil dibandingkan perempuan.8
399
HASIL PENELITIAN
Hubungan salin hipertonik dan histamin
Diagnosis asma pada anak yang berusia di bawah 5 tahun agak
sulit meskipun kadang-kadang gejalanya sangat jelas. Pada anak di
atas 5 tahun, biasanya lebih mudah apabila terdapat fasilitas
spirometri untuk uji fungsi paru dan uji provokasi. Uji provokasi
dapat dilakukan dengan zat farmakologis seperti histamin dan
metakolin atau cara lain non farmakologis seperti beban kerja,
udara dingin, dan salin hipertonik.15-17
Uji provokasi dengan histamin atau metakolin dianggap sebagai
baku emas untuk diagnosis asma; tetapi mengingat histamin
dan metakolin sulit didapat dan mungkin dilarang, beberapa
ahli mencoba dengan salin hipertonik4. Dasar penggunaan salin
hipertonik adalah bahwa keadaan hiperosmoler saluran nafas
dapat mengakibatkan terjadinya bronkokonstriksi. Mekanisme
tersebut di atas telah diketahui sebagai penyebab asma yang
terinduksi oleh latihan (exercise induced asthma/EIA); selama
hiperventilasi terjadi kehilangan cairan di jalan nafas sehingga
mengakibatkan hiperosmolaritas airway lining fluid yang bisa
berperan sebagai stimulus terjadinya bronkokonstriksi.7,18,19
Mekanisme yang tepat mengapa rangsangan hiperosmoler akan
menyebabkan bronkokonstriksi masih belum jelas; diduga karena
hiperosmolaritas memprovokasi pelepasan mediator dari sel mast
mukosa yang mengakibatkan bronkokonstriksi. Selain itu rusaknya
epithelial tight junction akibat perbedaan gradien osmotik akan
mengakibatkan terpaparnya ujung-ujung saraf sensoris di jalan
nafas yang akan menginduksi terjadinya refleks bronkokonstriksi.20
Hipotesis di atas didukung oleh penelitian-penelitian in vitro yang
memperlihatkan adanya pelepasan histamin dari sel mast akibat
pemberian salin hipertonis, dan bronkokonstriksi yang diinduksi
oleh salin hipertonis ini dapat dihambat dengan pemberian
obat-obat yang menstabilkan sel mast seperti sodium kromoglikat
dan terfenadin.21 Histamin ini dapat secara langsung menyebabkan
bronkokonstriksi maupun secara tidak langsung menyebabkan
refleks bronkokonstriksi melalui nervus vagus.16 Pada penelitian
ini didapatkan sensitivitas 86,7% dan spesifisitas 85,7%. Hal ini
sesuai dengan kepustakaan yang mendapatkan sensitifitas
72-85%, sedangkan spesifisitas 85-100%. Dengan hasil tersebut
maka tampaknya uji provokasi salin hipertonik dapat dilakukan
sebagai alternatif untuk diagnostik asma. Bila ditelusuri lebih jauh, uji
provokasi dengan salin hipertonik yang negatif ternyata sebagian
besar pada asma episodik jarang. Hal ini sesuai dengan kepustakaan bahwa salah satu kelemahan uji provokasi salin hipertonik
adalah kurang sensitif terhadap asma episodik jarang.22
Hasil uji provokasi dengan histamin dapat dibagi menjadi ringan,
dan berat berdasarkan PC20 (konsentrasi histamin yang dibutuhkan untuk menurunkan nilai FEV1 sebanyak 20 persen) yaitu
kurang dari 2 mg/ml disebut berat sedangkan di atas 2 mg/ml
dianggap ringan. Pada uji provokasi dengan salin hipertonik belum
ada patokan serupa.16
400
SIMPULAN
Uji provokasi bronkus dengan salin hipertonis 4,5 % merupakan uji yang mudah dilakukan, mudah didapat, aman, cepat,
dapat diulang, mudah diterima oleh subyek dan memberikan
hasil yang sama atau tidak jauh berbeda dengan uji provokasi
yang sudah lebih dahulu sering dilakukan.
Berdasarkan hasil penelitian ini, uji provokasi dengan salin hipertonik dapat digunakan sebagai alternatif untuk diagnosis asma
dengan sensitivitas 86,7% dan spesifisitas 85,7%. Disarankan
untuk melakukan penelitian yang sama dengan jumlah sampel
yang lebih besar.
TINJAUAN PUSTAKA
DAFTAR PUSTAKA
1. Taking a new look at asthma. Disampaikan pada Global strategy for athma management and prevention NHLBI/WHO Workshop: Asthma management and prevention, Global
initiative for asthma.
2. Unit Kerja Koordinasi (UKK) Pulmonologi PPIDAI Indonesia. Tinjauan ulang konsensus nasional
penanganan asma pada anak. Disampaikan pada Konsensus nasional asma UKK
Pulmonologi IDAI, Bandung, Desember 1998.
3. Nishimura H, Mochizuki H, Tokuyama K, Morikawa A. Relationship between bronchial
hyperresponsiveness and development of asthma in children with chronic cough. Pediatr
Pulmonol 2001; 31:412-8.
4. Araki H, Sly PD. Inhalation of hypertonic salines as a bronchial challenge in children with mild
asthma and normal children. J Allergy Clin Immunol 1989; 84:99-107.
5. Spector SL. Bronchial provocation test. Weiss EB, Stein M, penyunting. Bronchial asthma:
Mechanism and therapeutics; edisi ke-3. Little, Brown; 501-12
6. Riedler J, Reade T, Dalton M dkk. Hypertonic saline challenge in an epidemiologic survey of
asthma in children. Am J Respir Crit Med 1994; 150:1632-9.
7. Smith CM, Anderson SD. Inhalational challenge using hypertonic saline in asthmatic subjects:
a comparison with responses to hyperpnoea, metacholine and water. Eur Respir J 1990:
3:144-51.
8. Martinez FD. Risk factors for the development of asthma. Dalam: Naspitz CK, Szefler SJ,
Tinkelman DG, Warner JO, penyunting. Textbook of Pediatric Asthma. London: Martin
Dunitz; 2001. h.62-82.
9. Kanengiser S, Dozor AJ. Forced expiratory maneuvers in children aged 3 to 5 years. Pediatr
Pulmonol 1994; 18:144-9.
10. Crenesse D, Berlioz M, Bourrier T, Albertini M. Spirometry in children aged 3 to 5 years:
Reliability of forced expiratory maneuvers. Pediatr Pulmonol 2001; 32:56-61.
11. Warner JO, Naspitz CK, Cropp GJA. Third international pediatric consensus statement on the
management of childhood asthma. Pediatr Pulmonol 1996; 25:1-17.
12. Woolcock A, Keena V, Peat J. Definition, classification, epidemiology and risk factors. Dalam:
,
O Byrne PM, Thomson NC, penyunting. Manual of asthma management, edisi ke-2. London:
WB Saunders, 2001.h.3-18.
13. Reijonen TM, Korppi M, Kuikka L, Savolainen K, Kleemola M, Mononen I, et al. Serum
eosinophil cationic protein as a predictor of wheezing after bronchiolitis. Pediatr Pulmonol
1997; 23:397-403.
14. Warner JO. Prediction and prevention of asthma. Dalam: Naspitz CK, Szefler SJ, Tinkelman
DG, Warner JO, penyunting. Textbook of Pediatric Asthma. London: Martin Dunitz; 2001.
h.359-76.
15. Schoor JV, Joos GF, Pauwels RA. Indirect bronchial hyperresponsiveness in asthma:
mechanisms, pharmacology and implications for clinical research. Eur Respir J 2000; 16:514-33.
16. American Thoracic Society. Guidelines for methacoline and exercise challenge testing-1999.
Am J Respir Crit Care Med 2000; 161:309-29.
17. Avital A, Godfrey S, Springer C. Exercise, methacoline, and adenosine 5-monophosphate
challenges in children with asthma: Relation to severity of the disease. Pediatr Pulmonol 2000;
30:207-14.
18. Anderson SD, Robertson CF, Riedler J. The use of hypertonic saline aerosol for evaluating
bronchial hyperresponsiveness for paediatric epidemiological studies. New York. 1994:1-13.
19. Marker HK, Walls AF, Goulding D dkk. Airway effects of local challenge with hypertonic saline
in exercise-induced asthma. Am J Respir Crit Med 1994; 149:1012-9
20. Strauch E, Neupert T, Ihorst G, Vans Gravesande KS, Bohnet W, Hoeldke B, et al. Bronchial
hyperresponsiveness to 4,5% hypertonic saline indicates a past history of asthma-like
symptoms in children. Pediatr Pulmonol 2001; 31:44-50.
21. Silber G, Proud D, Warner J dkk. In vivo release of inflammatory mediators by hyperosmoler
solutions. Am rev respir Dis 1988;137:606-12.
22. Riedler J, Gamper A, Eder W dkk. Prevalence of bronchial hyperresponsiveness to 4,5% saline
and relation to asthma and allergy symptoms in Austrian children. Eur Respir J 1998; 11:355-60.
PENDAHULUAN
Gastrooesphageal Reflux Diseases (GERD) adalah penyakit yang
didapatkan pada 60% penderita asma bronkial.(1) Gejala GERD
disebabkan oleh aliran balik asam lambung dan isi lambung
lainnya ke esophagus akibat inkompetensi sawar/barrier pada
batas (junction) esophagus dan lambung. GERD dapat menyebabkan gejala ekstra esofageal yang sering luput dari perhatian.
Asma bronkial adalah penyakit inflamasi kronik saluran napas
dengan banyak sel dan elemen seluler yang memegang peranan
penting terutama mastosit, eosinofil, T limfosit, makrofag, netrofil
dan epitel; inflamasi ini menyebabkan episode mengi, sesak napas,
dada terasa penuh, batuk, terutama pada malam atau pagi hari.
Episode ini biasanya berhubungan dengan obstruksi saluran
pernapasan yang bisa berubah dengan atau tanpa pengobatan
(spontan). Inflamasi ini menyebabkan hipersensitifitas bronkus
terhadap berbagai stimulasi. Bukti terakhir menyatakan adanya
401
TINJAUAN PUSTAKA
Gambaran klinis
Rasa asam di mulut dan nyeri ulu hati (heartburn) akibat kontak
refluks dengan mukosa yang sensitif, menyebabkan inflamasi
dan disfagi. Zat refluks tersebut dapat mengenai faring dan
mulut, menyebabkan laringitis, suara parau dan pneumonia
aspirasi, fibrosis paru atau asma kronik. Banyak penderita GERD
yang asimptomatis atau mengobati sendiri dan tidak mencari
pertolongan sampai terjadi komplikasi berat.
Gejala GERD tidak hanya gastroesofageal tetapi juga ekstra
esofageal terutama berhubungan dengan asma dan batuk
kronik. Menurut penelitian Platova dkk (2001) pada 14 penderita
asma yang berbeda-beda beratnya, pengobatan GERD mengurangi keluhan asma seperti batuk dan meningkatkan kualitas
hidup penderita meskipun tidak mempunyai efek pada faal
paru dan juga tidak mengurangi dosis pengobatan terhadap
asmanya. Peneliti lain (Yuwanto, Chudahman Manan 2002)
menemukan bahwa pengobatan GERD akan mengurangi dosis
pengobatan asma dan meningkatkan faal paru.
Pengobatan kasus GERD yang ringan cukup dengan mengubah
gaya hidup dan obat anti sekretan yang dijual bebas. Pada
kasus sedang, simetidin 300 mg b.i.d atau famotidin 20 mg
b.i.d atau ranitidin 150 mg b.i.d untuk 6-12 minggu sangat
efektif mengurangi gejala klinis. Pada kasus berat, omeprazol
40 mg/hari, lansoprazol 30 mg/hari selama 8 minggu dapat
menyembuhkan gastritis erosiva pada 90 % penderita. Operasi
antirefluks hanya dilakukan jika refluks resisten terhadap
pengobatan; pada anak-anak, cara laparoskopi fundaplication
memberi hasil yang baik. Indikasi operasi pada anak adalah
bronkopneumonia berulang (29% kasus), apnoe (18% kasus),
gangguan nutrisi (17% kasus), asma bronkial (15% kasus),
striktur esofagus (8%), sufokasi laringitis (6%).
SIMPULAN
Refluks gastroesofageal ditemukan pada 45-89 % penderita
asma bronkial, mungkin disebabkan oleh stimulasi esofagopulmonaris atau refluks esofageal, refleks vagal- bronkhokonstriksi
dan obat-obat asma yaitu obat golongan antikholinergik, beta
adrenergik (relaksasi otot polos), aminofilin, phosphodiesterase
inhibitor yang meningkatkan siklus AMP/siklus GMP yang dapat
menyebabkan inkompetensi otot LES (Lower Esophagus
Sphincter).
Tujuan utama pengobatan adalah mengobati asma dan GERD,
sekaligus mengurangi refluks esofageal dan memproteksi
mukosa esofagus. Telah terbukti bahwa mengobati GERD pada
penderita asma bronkial akan mengurangi keluhan subyektif
seperti batuk dan pirosis (70% kasus) serta mengurangi serangan
asma( 60%), yang akan memperbaiki kualitas hidup penderita.
403
TINJAUAN PUSTAKA
SARAN
Asma bronkial dengan GERD harus bersama-sama diobati
untuk menghindari komplikasi yang lebih berat karena pengobatan terhadap refluks mempunyai efek pada fungsi paru dan
juga mengurangi dosis obat asmanya.
HASIL PENELITIAN
DAFTAR PUSTAKA
1. A Dina Abidin Mahdi. Penatalaksanaan penyakit alergi. Airlangga University
Press 1997.
2. Lapova M et al. Gastroesophageal reflux as the basis of recurent and chronic
respiratory diseases II, Destha Klinika 2. Lekar le fakulty university karlovy aFN,
Praha motal 1 lesk pediatry 1991 mar 46(3) 142-145. (Article in Czech)
3. Field KSM et al. Prevalence of gatroesophageal reflux symptons in asthma.
Chest 1996; 109:316-322.
4. Fenerty MB. Extraesophageal GERD : Presentation and approach to treatment GI
in the next century, clinical advances in esophageal and gastro intestinal
disorder. AGA. Post Graduate Course, Orlando, Florida 1999.1-10.
5. Field SK, Sutherland. Does medical antireflux therapy improve asthma in
asthmatic with gastroesophageal reflux. A critical review of literature. Chest
1998;115: 654-9.
ABSTRAK
Latar Belakang : Rinitis alergi merupakan masalah kesehatan global dengan prevalensi yang terus meningkat serta dapat
berdampak pada penurunan kualitas hidup penderitanya. Salah satu akibat rinitis alergi adalah gangguan fungsi tuba Eustachius. Tujuan Penelitian: Mengetahui pengaruh rinitis alergi sesuai klasifikasi ARIA WHO 2001 terhadap fungsi ventilasi tuba
Eustachius dan membandingkannya dengan kelompok kontrol. Metode Penelitian : Dilakukan pemeriksaan timpanometri
pada 30 orang penderita rinitis (ARIA WHO 2001) dan 30 orang kontrol normal. Seluruh penderita rinitis alergi sebelumnya
menjalani tes cukit kulit dengan alergen inhalan. Hasil : Di kelompok kasus hanya ditemukan 1 orang (3,3%) dengan timpanogram tipe B, 3 orang (10,0%) tipe C dan sisanya 26 orang (86,7%) tipe A. Sedangkan di kelompok kontrol hanya ditemukan timpanogram tipe A. Hanya pada rinitis alergi persisten sedang berat didapat timpanogram tipe B dan C. Kesimpulan :
Rinitis alergi (ARIA WHO 2001) berpengaruh tidak signifikan terhadap gangguan fungsi ventilasi tuba Eustachius.
Kata Kunci: rinitis alergi, ventilasi tuba Eustachius, timpanometri
PENDAHULUAN
Rinitis alergi merupakan penyakit hipersensitivitas tipe 1 yang diperantarai oleh Ig E pada mukosa hidung dengan gejala karakteristik
berupa bersin-bersin, rinore encer, obstruksi nasi dan hidung gatal1.
Berdasarkan atas saat pajanan rinitis alergi diklasifikasikan menjadi
rinitis alergi musiman (seasonal) dan rinitis alergi tahunan (perennial).
ARIA (Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma) bekerja sama
dengan WHO 2001 membuat klasifikasi baru rinitis alergi berdasarkan parameter gejala dan kualitas hidup penderita. Berdasarkan atas lama dan beratnya penyakit, rinitis alergi diklasifikasikan menjadi intermiten ringan, intermiten sedang berat, persisten
ringan dan persisten sedang berat1.
Rinitis alergi berdampak pada penurunan kualitas hidup penderitanya, penurunan produktifitas kerja, prestasi di sekolah, aktifitas sosial dan malah pada penderita dengan alergi berat dan
lama dapat menyebabkan gangguan psikologis seperti depresi 2,3,4.
Rinitis alergi juga dapat mengganggu fungsi fisiologik tuba
Eustachius5. Gangguan fungsi ventilasi tuba menyebabkan perubahan tekanan udara telinga tengah menjadi tekanan negatif.
404
405
HASIL PENELITIAN
Penelitian mengenai gangguan fungsi ventilasi tuba Eustachius
pada penderita rinitis alergi telah dilaporkan oleh Lazo Saenz
dkk. Pada 60 orang penderita rinitis alergi dan 50 orang normal
dilakukan pemeriksaan timpanometri. Di kelompok penderita
rinitis alergi didapatkan 15,5% dengan timpanogram abnormal
( 13% tipe C dan 3% tipe B) sedangkan di kelompok kontrol
seluruhnya dengan timpanogram tipe A11. Kudelska dkk.
melakukan pemeriksaan audiometri dan timpanometri pada 30
penderita rinitis alergi seasonal dan 30 penderita rinitis alergi
perennial. Hasilnya pada penderita rinitis alergi perennial ditemukan gangguan pendengaran tipe konduktif 26,7% dengan
gambaran timpanogram tipe B dan tipe C masing-masing 20%
sedangkan pada penderita rinitis alergi seasonal ditemukan
gangguan pendengaran tipe konduktif 10% dengan gambaran
timpanogram tipe B 3,33% dan tipe C 6,67% 12.
Mempertimbangkan dampak gangguan tuba Eustachius akibat
rinitis alergi pada telinga tengah, maka perlu dilakukan deteksi
fungsi ventilasi tuba Eustachius pada penderita rinitis alergi.
BAHAN dan CARA
Penelitian ini menggunakan rancangan cross sectional study.
Sampel penelitian terdiri dari 2 kelompok yaitu kelompok kasus
dan kelompok kontrol. Kelompok kontrol adalah penderita
rinitis alergi yang datang ke Poliklinik THT-KL RS. Perjan Dr. Wahidin
Sudirohusodo, Makassar dengan hasil prick test alergen inhalan
positif, berusia 17 sampai 60 tahun, membran timpani utuh,
bebas obat antihistamin, kortikosteroid dan dekongestan minimal
5 hari, dan tidak pernah mendapat imunoterapi.
Tabel 1. Distribusi tipe timpanogram telinga kanan pada kelompok kontrol dan kelompok kasus
K a s u s
Tipe
Timpano
gram
Kontrol
Intermiten
ringan
Persisten
ringan
Intermiten
sedang berat
Persisten
sedang berat
Total
28
93,3%
4
100,0%
9
81,8%
1
100,0%
11
78,7%
25
83,3%
As
2
6,7%
0
0,0%
2
18,2%
0
0,0%
1
7,1%
3
10,0%
0
0,0%
0
0,0%
0
0,0%
0
0,0%
0
0,0%
0
0,0%
0
0,0%
0
0,0%
0
0,0%
0
0,0%
2
14,2%
2
6,7%
Total
30
100,0%
4
100,0%
11
100,0%
1
100,0%
14
100,0%
30
100,0%
p = 0,698
406
www.kalbe.co.id
HASIL PENELITIAN
Tabel 2. Distribusi tipe timpanogram telinga kiri pada kelompok kontrol dan kelompok kasus
K a s u s
Tipe
Timpano
gram
Kontrol
Intermiten
ringan
Persisten
ringan
Intermiten
sedang berat
Persisten
sedang berat
Total
26
86,7%
3
75,0%
11
100,0%
1
100,0%
11
78,7%
26
86,7%
As
4
13,3%
1
25,0%
0
0,0%
0
0,0%
1
7,1%
2
6,7%
0
0,0%
0
0,0%
0
0,0%
0
0,0%
1
7,1%
1
3,3%
0
0,0%
0
0,0%
0
0,0%
0
0,0%
1
7,1%
1
3,3%
Total
30
100,0%
4
100,0%
11
100,0%
1
100,0%
14
100,0%
30
100,0%
p = 0,787
Tabel 3. Distribusi hasil tes Valsava telinga kanan pada kelompok kontrol dan kelompok kasus
K a s u s
Tes
Valsalva
Kontrol
Intermiten
ringan
Persisten
ringan
Intermiten
sedang berat
Persisten
sedang berat
Total
Positif
15
50,0%
1
25,0%
3
27,3%
1
100,0%
2
14,7%
7
23,3%
Negatif
15
50,0%
3
75,0%
8
72,7%
0
0,0%
12
85,3%
23
76,7%
Total
30
100,0%
4
100,0%
11
100,0%
1
100,0%
14
100,0%
30
100,0%
p = 0,258
Tes Valsava positif pada telinga kanan kelompok kontrol 15 orang (50,0%) sedangkan pada kelompok kasus hanya 7 orang (23,3%).
Penderita rinitis alergi intermiten ringan 1 orang (25,0%) dengan tes Valsava positif dan 3 orang (75,0%) negatif. Pada rinitis alergi
persisten ringan 3 orang (27,3%) dengan tes Valsava positif dan 8 orang (72,7%) negatif. Hasil tes Valsava pada rinitis alergi persisten
sedang berat didapat hanya 2 orang (14,7%) positif dan 12 orang (85,3%) negatif.
Tabel 4. Distribusi hasil tes Valsava telinga kiri pada kelompok kontrol dan kelompok kasus
K a s u s
Tes
Valsalva
Kontrol
Intermiten
ringan
Persisten
ringan
Intermiten
sedang berat
Persisten
sedang barat
Total
Positif
13
43,3%
0
0,0%
3
27,3%
0
100,0%
4
28,6%
7
23,3%
Negatif
17
56,7%
4
100,0%
8
72,7%
1
0,0%
10
71,4%
23
76,7%
Total
30
100,0%
4
100,0%
11
100,0%
1
100,0%
14
100,0%
30
100,0%
p = 0,608
Pada tabel 4 dapat dilihat bahwa tes Valsava positif pada telinga kiri kelompok kontrol 13 orang (43,3%) dan hanya 7 orang
(23,3%) pada kelompok kasus. Penderita rinitis alergi intermiten ringan dan intermiten sedang berat semuanya (100,0%) dengan
tes Valsava negatif. Pada rinitis alergi persisten ringan 3 orang (27,3%) dengan tes Valsava positif, 8 orang (72,7%) negatif. Hasil
tes Valsalva pada persisten sedang berat adalah 4 orang (28,6%) positif dan 10 orang (71,4%) negatif.
409
HASIL PENELITIAN
PEMBAHASAN
Sampel dalam penelitian ini adalah 30 orang penderita rinitis
alergi dan 30 orang kontrol berusia antara 17 - 60 tahun dengan
rerata (mean) umur 27,97 tahun. Perempuan sedikit lebih banyak
daripada laki-laki, terbanyak di kelompok umur 20 tahun;
paling sedikit kelompok umur 51 - 60 tahun.
Sesuai klasifikasi ARIA WHO 2001, penderita rinitis alergi persisten
sedang berat merupakan sampel terbanyak pada penelitian ini
yaitu 46,7% kemudian rinitis alergi persisten ringan (36,7%),
intermiten ringan (13,3%) dan rinitis alergi intermiten sedang
berat (3,3%). Alimah Y (2005) dalam penelitiannya juga mendapatkan rinitis alergi persisten sedang berat yang paling banyak
yaitu 57,5% dari seluruh sampel. Hal ini karena rinitis alergi umumnya dianggap bukan penyakit yang amat serius bahkan sering
diabaikan. Biasanya penderita baru datang memeriksakan diri
apabila gejala-gejala rinitis alergi sudah berlangsung lama dan
mengganggu aktifitas sehari-hari seperti ada gangguan tidur,
kegiatan di sekolah / pekerjaan, bersantai maupun berolahraga
atau telah timbul komplikasi rinitis alergi.
Pada penelitian ini dilakukan timpanometri terhadap kedua
kelompok sampel. Hasilnya menunjukkan bahwa pada penderita
rinitis alergi didapatkan 1 orang (3,3%) timpanogram tipe B dan
3 orang (10,0%) timpanogram tipe C. Sedangkan pada kelompok
kontrol semuanya dengan timpanogram tipe A dan tipe As.
Angka ini hampir sama dengan hasil penelitian Lazo-Saenz,dkk.
yang melakukan pemeriksaan timpanometri pada 80 orang rinitis
alergi dan 50 orang normal sebagai kontrol, didapatkan 3%
kelompok rinitis alergi dengan timpanogram tipe B dan 13%
tipe C sedangkan pada kelompok kontrol semua dengan timpanogram tipe A.
Bila dilihat dari klasifikasi rinitis alergi, timpanogram tipe B dan
tipe C hanya didapatkan pada penderita rinitis alergi persisten
sedang berat (4 orang -13,3%). Ini menunjukkan bahwa penderita
tersebut telah mengalami gangguan ventilasi tuba Eustachius.
Keadaan ini akibat proses inflamasi alergi di mukosa nasofaring
dan tuba Eustachius yang berlangsung lama dan berat sehingga
tuba tidak mampu menyeimbangkan tekanan telinga tengah
dengan tekanan udara sekitarnya. Hasil uji statistik (Chi-Square, p
< 0,05) antara tipe timpanogram dengan rinitis alergi (ARIA
WHO 2001) pada telinga kanan dan kiri didapatkan nilai p yang
tidak bermakna (kanan p = 0,698 dan kiri p = 0,787 ).
Tabel 3 menunjukkan tes Valsava lebih banyak yang gagal di
kelompok kasus (76,7%). Ini berarti tuba Eustachius pada
penderita rinitis ini tidak mampu menyeimbangkan tekanan
telinga tengah dengan udara sekitarnya yang lebih tinggi. Pada
kedua pemeriksaan tes fungsi tuba ini, kegagalan proses ekualisasi
karena obstruksi oleh edema mukosa tuba Eustachius dan muara
tuba di nasofaring.
410
TINJAUAN PUSTAKA
ABSTRAK
Kesehatan gigi dan mulut merupakan bagian integral kesehatan secara keseluruhan dan perihal hidup. Gigi yang sehat adalah
gigi yang rapi, bersih, bercahaya dan didukung oleh gusi yang kencang dan berwarna merah muda. Tujuan penelitian ini
SIMPULAN
1. Rinitis alergi (ARIA WHO 2001) tidak berpengaruh bermakna
terhadap gangguan fungsi ventilasi tuba Eustachius dibandingkan dengan kelompok kontrol.
2. Berbagai derajat rinitis alergi (ARIA WHO 2001) tidak berpengaruh bermakna terhadap gangguan fungsi ventilasi tuba
Eustachius.
SARAN
1. Meskipun ditemukan pengaruh yang tidak bermakna, pengaruh rinitis alergi terhadap gangguan fungsi ventilasi tuba tidak
dapat diabaikan.
2. Penanganan rinitis alergi jangan hanya difokuskan pada
gejala di hidung saja tetapi perlu juga diingat komplikasinya
terhadap fungsi tuba Eustachius.
3. Perlu penelitian lebih lanjut dengan sampel yang lebih besar
dengan metode dan alat lain untuk mendapat hasil yang lebih
akurat.
KEPUSTAKAAN
1. Bousquet J, Cauwenberge P V, Khaltaev N. ARIA Workshop Group. WHO. Allergic Rhinitis
and Its Impact on Asthma. J Allergy Clin Immunol. 2001, 108 (5 suppl); S147-S276.
2. Quraishi SA, Davies MJ, Craig TJ. Inflammatory Responses in Alergic Rhinitis: Traditional
Approaches and Novel Treatment Strategies. JAODA 2004; 104 (5suppl):57-S15.
3. Roland P, McCluggage CM, Sciinneider GW. Evaluation and Management of Allergic Rhinitis:
a Guide for Family Physicians. Texas Acad. Fam. Physicians 2001, 1- 15.
4. Virant FS. Allergic Rhinitis, Immunol. Allerg. Clin. North Am. 2000;20(2):265-282.
5. Mandel E, Casselbrant M, Fireman P. Otitis Media. In: Atlas of Allergies and Clinical Immunology 3th ed, Fireman P (ed.) Philadelphia: Mosby, Elsevier, 2002, 79 -93.
6. Restuti RD, Sosialisman. Otitis Media Efusi kaitannya dengan Rinitis Alergi. Dalam: Kumpulan
Naskah Simposium Nasional Perkembangan Terkini Penatalaksanaan Beberapa penyakit
Penyerta Rinitis Alergi. Malang. 2006, 1-9.
7. Ghosh MS, Kumar A. Study of Middle Ear Pressure in Relation to Eustachian Tube Patency. Ind
J Aerospace
Med 2002;46(2): 27-31.
,
,
8. O Connor AF. Exanination of The Ear. In: Scott-Brown s Otolaryngology, 6th ed. Kerr AG.(ed.)
Butterworth; London: 1997 , p.20-23.
9. Peck JE. Audiology. In: Essential Otolaryngology Head and Neck Surgery 8th ed. Lee KJ (ed.)
New York:McGraw-Hill, 2003, p.24-64.
10. Bluestone CD, Klein JO. Otitis Media. Atelectasis and Eustachian Tube Dysfunction, in
Pediatric Otolaryngology 3th, vol 1. Bluestone et al. (eds.) Philadelphia:WB. Saunders Co.
1996.p.388-450
11. Lazo-Saenz JG, Galvan-Aguilera AA, Martinez-Ordaz VA et al. Eustachian Tube Dysfunction
in Allergic Rhinitis. Otolaryngol Head and Neck Surg. 2005;132(4): 626-9.
12. Kudelska, Poludniewska B, Biszewska J, Silko, Godlewska. Assessment of the Hearing Organ
in the Patients with Perennial and Seasonal Allergic Rhinitis. Otolaryngol Pal. 2005;59(1):
97-100.
13. Cauwenberge PV, Wang D. Rhinitis and Otitis. In: Rhinitis Mechanisms and Management.
Naclerio et al.(eds.) New York: Marcel Dekker. 1999.p. 447- 458
14. Sweetow RW, Bold JM. Eustachian Tube Dysfunction Test. Available at www.
audiologyonline.com, accessed 3/24/2007
adalah untuk mengetahui macam kelainan dan tindakan yang dilakukan di RSUD dr Muwardi Solo. Jenis Penelitian ini adalah
observasional dengan pendekatan cross sectional. Subjek penelitian ini adalah pasien yang datang berobat ke poliklinik Gigi
dan Mulut RSUD dr Muwardi, Surakarta. Jumlah sampel adalah semua pasien yang datang ke poliklinik selama 1 tahun pada
tahun 1994 dan 2004. Data berupa macam kelainan gigi dan mulut dan tindakan. Data yang terkumpul dianalisis dengan
analisa kuantitatif dan disajikan dalam gambar. Kesimpulan penelitian ini adalah ada perbedaan dalam macam kelainan gigi
dan mulut dan ada perbedaan tindakan antara tahun 1994 dan 2004. Ada kenaikan jumlah pada macam kelainan dan tindakan yang nyata.
Kata kunci : Kelainan Gigi; Kelainan Jaringan Pendukung Gigi; Tindakan; Ilmu Penyakit Gigi dan Mulut
PENDAHULUAN
Kesehatan gigi dan mulut merupakan bagian integral kesehatan
secara keseluruhan dan perihal hidup sehingga perlu dibudidayakan diseluruh masyarakat (Yuyus. R, 1996). Gigi yang sehat
adalah gigi yang rapi, bersih, bercahaya dan didukung oleh gusi
yang kencang dan berwarna merah muda. Pada kondisi normal,
dari gigi dan mulut yang sehat tidak tercium bau tidak sedap.
Kondisi ini hanya dapat dicapai dengan perawatan yang tepat
(1, Lesmana, 1999). Keadaan oral hygine yang buruk seperti
adanya kalkulus dan stain, banyak karies gigi, keadaan tidak
bergigi atau ompong dapat menimbulkan masalah dalam
kehidupan seharihari (2).
Karies gigi adalah penyakit jaringan keras gigi yang ditandai
dengan terjadinya mineralisasi bagian anorganik dan demineralisasi substansi organik (3). Karies dapat terjadi pada setiap gigi
yang erupsi, pada tiap orang tanpa memandang umur, jenis
kelamin, bangsa, maupun status ekonomi (4).
Periodontium adalah jaringan penyangga gigi yang terdiri dari
jaringan gusi, tulang alveolar, ligamentum periodontal dan
cementum yang melekat pada akar gigi (5,Lesmana, 1999).
Marshall-Day menyatakan umumnya keradangan gingiva
pada usia muda rata-rata mencapai 75% atau lebih dan akan
meningkat mendekati 100% (6,7.8).
Gambar 1. Menunjukkan macam kelainan gigi dan jaringan pendukung gigi tahun 1994
411
TINJAUAN PUSTAKA
Gambar 2. Menunjukkan macam kelainan gigi dan jaringan pendukung gigi tahun 2004
Bulan
OK
1994
Poli
1994
OK
2004
Poli
2004
27
Januari
20
Februari
12
31
Maret
20
33
April
11
30
Mei
13
29
Juni
18
Juli
20
34
Agustus
50
September
14
50
Oktober
17
30
November
14
31
Desember
19
40
18
187
53
385
Dari hasil pengamatan tindakan diatas terlihat tindakan penumpatan dan Odontectomy (OD : pencabutan) terlihat menonjol,
tetapi tidak ada perbedaan antara tahun 1994 dengan 2004.
Tindakan perawatan/penataan gigi geligi (orthodonsi) terlihat ada
peningkatan yang berarti dari tahun 1994 hingga 2004.
412
PEMBAHASAN
Pembangunan kesehatan bertujuan meningkatkan kesadaran,
kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar
terwujud derajat kesehatan. Untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan peningkatan sumberdaya manusia serta kualitas hidup,
peningkatan kesejahteraan keluarga dan masyarakat serta mempertinggi kesadaraan masyarakat akan pentingnya hidup sehat.
Kesehatan gigi dan mulut merupakan bagian integral kesehatan
secara keseluruhan dan perihal hidup sehingga perlu dibudidayakan diseluruh masyarakat (Yuyus, 1996).
BERITA TERKINI
TINJAUAN PUSTAKA
Gigi yang sehat adalah gigi yang rapi, bersih, bercahaya dan di
dukung oleh gusi yang kencang dan berwarna merah muda.
Pada kondisi normal, dari gigi dan mulut yang sehat tidak
tercium bau yang tidak sedap. Kondisi ini hanya dapat dicapai
dengan perawatan yang tepat (Eddy, 2003).
Keadaan oral hygine yang buruk seperti adanya kalkulus dan
stain, banyak karies gigi, keadaan tidak bergigi atau ompong
dapat menimbulkan masalah dalam kehidupan seharihari
(Gabriella, 2000). Kebersihan mulut adalah cermin kesehatan.
Faktanya, ada penyakit yang berhubungan dengan kesehatan
mulut dan gusi tersebut (Anonim (A), 2002). Dalam kehidupan
sehari-hari sering dijumpai orang-orang yang merasa malu
untuk tersenyum atau berbicara dengan leluasa. Hal ini terjadi
karena bebagai macam hal, antara lain keadaan oral hygiene
atau kebersihan mulut yang buruk, banyak gigi karies atau
dapat juga karena ompong (Gabriella, 2002). Penyakit gigi dan
mulut yang paling banyak menyerang manusia adalah karies
gigi dan penyakit periodontal (Kristanti, dkk, 1995).
Karies gigi adalah penyakit jaringan keras gigi yang ditandai
dengan terjadinya mineralisasi bagian anorganik dan demineralisasi dari substansi organik (Anies, dkk, 1997). Karies dapat
terjadi pada setiap gigi yang erupsi, pada tiap orang tanpa
memandang umur, jenis kelamin, bangsa, maupun status
ekonomi (Monang, 1996). Penyakit karies ini masih menjadi
masalah di Indonesia, karena prevalensinya mencapai 80% dari
jumlah penduduk (Anies, dkk, 1997). Prevalensi gigi karies itu
sendiri meningkat dengan bertambahnya usia (Foresster, 1981).
Distribusi karies masyarakat menurut kelompok usia di Kabupaten Lampung Tengah Propinsi Lampung tahun 1983 didapatkan untuk kelompok usia 10-19 tahun prevalensinya sebesar
71,6%, usia 20-29 tahun sebesar 86,4% dan usia 30-39 tahun
sebesar 87,8% (Adi Prayitno, dkk., 1983).
Periodonsium adalah jaringan penyangga gigi yang terdiri dari
jaringan gusi, tulang alveolar, ligamentum periodontal dan
sementum yang melekat pada akar gigi (Adi Prayitno, 1983;
Lesmana, 1999). Pada penelitian yang dilakukan Marshall-Day
dinyatakan umumnya keradangan gingiva pada usia muda
rata-rata mencapai 75% atau lebih dan akan meningkat mendekati 100% (Prijantojo (a, b, c), 1996). Prevalensi terjadinya
gingivitis di Amerika Serikat pada tahun 1988 sampai 1991
menurut kelompok usia didapatkan untuk usia 13-17 tahun
sebesar 65,9% dan usia 18-24 sebesar 73,3% (WHO, 1995).
Pada dasarnya kedua penyakit tersebut di atas disebabkan
karena plak yang melekat pada gigi (Kristanti, dkk, 1995). Plak
yang menempel pada sulcus gingiva mampu menimbulkan
infeksi dan menyebabkan kasus serius (Anonim (B), 2003).
414
CARDIA:
OxLDL dan Sindrom Metabolik
Dalam sebuah penelitian diketahui bahwa konsentrasi OxLDL (oxidized low-density lipoprotein
(LDL)-cholesterol) berkaitan dengan sindrom metabolik. Penelitian tersebut dipimpin oleh dr. Paul
Holvoet dari Katholieke Universiteit Leuven, Belgia, dipublikasikan dalam JAMA edisi Mei 2008.
Sedangkan penulis senior, dr. David Jacobs dari University of Minnesota, Minneapolis mengomentari bahwa hasil penelitian ini merupakan bukti lain bahwa oxLDL merusak dan merupakan risiko
penyakit jantung di kemudian hari, walaupun pada pasien yang masih muda dan sehat.
Obesitas abdomen
Trigliserida tinggi
Telah disesuaikan untuk umur, jenis kelamin, ras, senter penelitian, merokok,
indeks massa tubuh, aktivitas fisik dan kadar colesterol LDL
Referensi :
5 (>97.4 U/L)
1. Holvoet P, Lee DH, Steffes M, et al. Association between circulating oxidized lowdensity
lipoprotein and incidence of the metabolic syndrome. JAMA 2008;299:2287-93
Telah disesuaikan untuk umur, jenis kelamin, ras, senter penelitian, merokok,
indeks massa tubuh, aktivitas fisik dan kadar colesterol LDL.
415
BERITA TERKINI
antidepresan
Sebuah studi terhadap terapi depresi telah menemukan adanya potensi suatu kandidat
baru yang tidak lain adalah eritropoietin. Studi ini telah dipublikasikan dalam Biological
Psychiatry pada bulan Desember 2007.
416
Peneliti menemukan bahwa pada kelompok yang mendapat suntikan EPO terjadi pengurangan respon wajah terhadap rasa takut yang terlihat pada daerah korteks oksipitoparietal, tanpa mempengaruhi ekspresi terhadap kondisi
lain. Berdasarkan hasil studi ini Miskowiak menjelaskan ide
pemberian EPO sebagai salah satu strategi penanganan
depresi pada masa datang.
Menurut John Krystal MD dari Yale University School of
Medicine dan the VA Connecticutt Healthcare System;
kemampuan EPO dalam memodulasi aktivitas otak bersamaan
dengan melakukan perbaikan proses emosional sehingga
berpotensi untuk digunakan sebagai antidepresan. (DHS)
Referensi:
1. Douglas,D. Erythropoietin May Have Antidepressant Activity.
http://www.medscape.com/viewarticle/569117
2. Natural human hormone as the next antidepressant?
http://www.elsevier.com
BERITA TERKINI
Ketakutan Berpidato
Dari beberapa penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya, diketahui bahwa gabapentin dapat
mengurangi ketakutan pre-operatif. Pada penelitian lain gabapentin juga diberikan pada pasien
dengan gangguan panik atau gangguan ansietas umum. Apakah gabapentin dapat mengurangi
kecemasan seseorang pada saat harus berbicara di depan umum?
418
Dalam penelitian ini pemberian gabapentin dapat mengurangi ketakutan/kecemasan seseorang dalam berpidato di
depan umum. Penelitian ini sekali lagi membuktikan kemampuan gabapentin yang dapat bersifat anksiolitik.
Para peneliti menyimpulkan bahwa hasil penelitian ini dan
didukung oleh penelitian-penelitian lainnya, memperlihatkan
kemampuan gabapentin mengurangi ketakutan (bersifat
anksiolitik). (YYA)
Referensi:
1. Quevedo J, Barichello T, Izquierdo I et al. Effects of Gabapentin on Anxiety
Induced by Simulated Public Speaking. J. Psychopharmacol. 2003; 17( 2):184-8
2. Mnigaux C, Adam F, Guignard B et al. Preoperative Gabapentin Decreases
Anxiety and Improves Early Functional Recovery from Knee Surgery.
Anesth Analg 2005;100:1394-99
3. Pollack MH, Matthews J., Scott EL. Gabapentin as a Potential Treatment
for Anxiety Disorders. Am J Psychiatr. 1998; 155: 992-3
BERITA TERKINI
Di dalam studi melibatkan 290 pasien, para peneliti menganalisis sejumlah bakteri yang dilepaskan ke dalam aliran
darah (bakteremia) selama gosok gigi dan cabut gigi, dengan
atau tanpa antibiotika. Sampel sarah diambil dari pasien
sebelum, selama dan sesudah aktivitas dan dianalisis spesies
yang berkaitan dengan IE.
Para peneliti menemukan insiden bakteremia terkait IE dari
gosok gigi (23%), 33% cabut gigi dengan antibiotika dan
60% cabut gigi dengan antibiotika.
Penulis studi Peter Lockhart, ketua Departemen Kesehatan
Gigi di Carolina Medical Center di Charlotte mengatakan
bahwa bakteri masuk ke dalam darah ratusan kali setahun,
tidak hanya dari menyikat gigi.
419
BERITA TERKINI
Metilprednisolon
untuk penanganan
neuritis vestibular
Neuritis vestibular merupakan penyebab tersering kedua dari
vertigo vestibular perifer (penyebab tersering pertama adalah
vertigo posisional paroksismal benigna). 7% pasien dari
seluruh pasien klinik rawat jalan yang khusus menangani
gejala dizziness merupakan pasien neuritis vestibular.
Insidens penyakit ini sekitar 3,5/100.000 populasi. Tanda dan gejala neuritis
vestibular adalah adanya sustained rotatory vertigo akut; ketidakseimbangan
postural dengan Rombergs sign (+), misalnya: saat mata tertutup, tubuh
akan jatuh ke arah telinga yang sakit; horizontal spontaneous nystagmus
yang mengarah ke telinga sehat dengan komponen rotasional, dan mual.
Tes kalorik (irigasi telinga menggunakan air hangat atau air dingin) selalu
menunjukkan hiporesponsif atau nonresponsif ipsilateral.
Pada konsep sebelumnya, baik radang saraf vestibular maupun iskemi labirin
telinga diduga sebagai penyebab neuritis vestibular. Namun, konsep terbaru
menyatakan bahwa penyebab neuritis vestibular diduga karena infeksi
virus. Pada suatu studi postmortem diperlihatkan bahwa terjadi atrofi pada
saraf vestibular dan epitelium sensorik vestibular, yang serupa dengan hasil
histopatologik yang disebabkan oleh infeksi virus, seperti herpes zoster
oticus. Dan juga dengan ditemukannya DNA virus herpes simplex tipe 1
(HSV-1) pada saat otopsi dengan menggunakan polymerase chain reaction
pada 2 dari 3 ganglia vestibular manusia. Hal ini mengindikasikan bahwa
ganglia vestibular sudah terinfeksi secara laten oleh HSV-1, seperti ganglia
saraf kranial yang lainnya. Penyebab serupa juga diduga sebagai penyebab
penyakit Bells palsy, hal ini didukung oleh bukti yang kuat, yaitu dengan
ditemukannya DNA HSV-1 pada cairan endoneurial pasien Bells palsy.
Proses penyembuhan neuritis vestibular biasanya tidak sempurna. Pada
suatu studi yang melibatkan 60 pasien, terdapat kelumpuhan kanal
semisirkular horizontal pada sekitar 90% pasien, 1 bulan setelah timbulnya
gejala dan pada 80% pasien setelah 6 bulan timbulnya gejala; hasil normal
pada tes kalorik hanya terdapat pada 42% pasien. Neuritis vestibular juga
menimbulkan unilateral dynamic deficit of the vestibuloocular reflex yang
permanen, yang tidak dapat dikompensasi oleh mekanisme tubuh lain,
dan defisit ini terjadi pada sekitar 4000 orang/tahun di Amerika Serikat.
Defisit ini menimbulkan gangguan penglihatan dan ketidakseimbangan
postural saat berjalan dan khususnya saat menggerakkan kepala ke arah
telinga yang sakit.
420
www.kalbe.co.id
BERITA TERKINI
BERITA TERKINI
422
423
BERITA TERKINI
Obesitas
Meningkatkan
Risiko Adenoma
Kolorektal
Hasil suatu studi kohort retrospektif (diterbitkan dalam the American Journal of Gastroenterology,
Agustus 2008) menemukan bahwa obesitas berhubungan dengan peningkatan risiko adenoma
kolorektal (suatu jenis kanker usus besar), dan penurunan berat badan diharapkan dapat menurunkan risiko tersebut.
424
BERITA TERKINI
Silent
stroke
menyerang 1 dari 10 orang sehat
Menurut studi pada orang Amerika tua tanpa ada masalah kesehatan mayor, kemungkinan
mengalami stroke sekitar 1 dari 10 orang dan mereka tidak menyadarinya. Kemungkinan tidak
cukup parah untuk menyebabkan gejala yang dapat diamati seperti masalah penglihatan,
masalah wajah atau gangguan berjalan, tapi tetap ada blokade arteri otak dan sedikit penurunan
kemampuan berpikir. Studi ini dilaporkan di dalam jurnal Stroke edisi online.
Referensi: MedlinePlus
425
BERITA TERKINI
Semangka
merupakan Viagra alami
Menurut sebuah studi oleh para peneliti di
Texas A&M Fruit and Vegetable Improvement Center, semangka (watermelon) menghasilkan efek yang mirip dengan Viagra
dan obat-obat lain yang digunakan untuk
disfungsi ereksi.
426
IKLAN 10
( VIMAX )
BERITA TERKINI
BERITA TERKINI
Pasien Diabetes
Menurut data NIH Consensus Conference 1993, kurang lebih 30 juta laki-laki di Amerika
menderita disfungsi ereksi. Dan karena meningkatnya angka harapan hidup di Amerika,
angka kejadian disfungsi ereksi akan meningkat lebih dari 30% dalam 25 tahun mendatang.
428
Sebuah penelitian oleh Dr. Janaka Karalliedde dan rekan dari King's College London School of
Medicine menemukan bahwa valsartan, sebuah obat antihipertensi dari golongan ARB
(Angiotensin Receptor Blocker) dapat memperbaiki kekakuan arteri lebih baik dibandingkan
dengan amlodipin pada pasien diabetes tipe 2 dengan hipertensi sistolik dan albuminuri.
Temuan ini dimuat dalam jurnal Hypertension edisi Juni 2008.
Referensi :
1. Ichihara A, Kaneshiro Y, Takemitsu T et al. Effects of amlodipine and
valsartan on vascular damage and ambulatory blood pressure in untreated
hypertensive patients. J. Hum. Hypertens.2006; 20: 78794
2. Karalliedde J, Smith A, DeAngelis L et al. Valsartan improves arterial
stiffness in type 2 diabetes independently of blood pressure lowering.
Hypertension 2008 Jun;51(6):1617-23.
3. Novartis International AG. Leading blood pressure medication Diovan
with diuretic reduces key sign of artery ageing which is linked to risk of
heart attack and stroke. http://hugin.info/134323/R/1225571/259161.pdf
429
BERITA TERKINI
Jusuf Kalla menceritakan pengalamannya saat melihat rumah tingkat dua yang dibangun tepat di samping rumahnya.
Jusuf Kalla :
Sebaiknya dokter maksimal memeriksa
40 pasien per hari
D
431
BERITA TERKINI
WHA menghimbau
peningkatan fokus
pada hepatitis
A
Kurangnya kesadaran menyulitkan para ilmuwan untuk mengakses data tentang hepatitis kronis. Tidak ada pusat sumber
yang mengkoordinasi data statistik hepatitis, dikatakan oleh
Profesor Shivaram Prasad Singh, pemimpin Kalinga Gastroenterology Foundation.
Sumber :
432
http://ww2.aegis.org/files/cdc/dupdate/2008/du080522.html#1023
PRAKTIS
PRAKTIS
Penatalaksanaan Asma
di Indonesia
Asma merupakan gangguan inflamasi kronik saluran nafas yang melibatkan banyak sel dan
elemennya. Hal tersebut menyebabkan peningkatan respon (hiperespon) jalan nafas yang
menimbulkan gejala episodik berulang berupa mengi, sesak nafas, dada terasa berat dan
batuk-batuk terutama malam dan atau dini hari.
Berat asma
I. Intermiten
Gejala
Gejala Malam
Bulanan
Gejala < 1x/minggu
Tanpa gejala di luar
serangan
Serangan singkat
Tidak perlu
.........
.........
Asma persisten
ringan
Steroid inhalasi
(200-400 _g BD/hari
atau ekivalennya)
.........
Asma persisten
sedang
Kombinasi inhalasi
steroid (400-800 _g BD/
hari atau ekivalennya)
& LABA
Steroid inhalasi
(400-800 _g BD/hari atau
ekivalennya) ditambah
teofilin lepas lambat atau
Steroid inhalasi
(400-800 _g BD/hari atau
ekivalennya) ditambah
LABA oral atau Steroid
inhalasi (400-800 _g BD/hari
atau ekivalennya) ditambah
leukotriene modifiers
Asma persisten
berat
Kombinasi inhalasi
steroid (> 800 _g BD
atau ekivalennya) dan
LABA, ditambah
1 dibawah ini:
Teofilin lepas lambat
Leukotriene modifiers
Steroid oral
Prednisolon/metilprednisolon
oral selang sehari 10 mg
ditambah LABA oral,
ditambah
teofilin lepas lambat
.........
Mingguan
Gejala > 1x/minggu,
tetapi < 1x/hari
Serangan dapat
mengganggu aktiviti
dan tidur
Harian
Gejala setiap hari
Serangan mengganggu
aktiviti dan tidur
Membutuhkan
bronkodilator setiap hari
> 1x / seminggu
Kontinyu
Gejala terus menerus
Sering kambuh
Aktiviti fisik terbatas
Sering
Faal paru
APE >80%
* VEP, > 80% nilai prediksi
APE > 80% nilai terbaik
* Variabiliti APE < 20%
Alternatif lain
Asma intermiten
Alternatif/pilihan lain
Ket.: SABA: short acting bronchodilator agent, LABA:long acting bronchodilator agent
APE 60 - 80%
* VEP, 60-80% nilai prediksi
APE 60-80% nilai terbaik
* Variabiliti APE > 30%
Semua tahap: ditambahkan SABA untuk pelega bila dibutuhkan, tidak melebihi 3-4 kali sehari.
Bila tercapai asma terkontrol, pertahankan terapi paling tidak 3 bulan, kemudian turunkan bertahap
sampai mencapai terapi seminimal mungkin dengan kondisi asma tetap terkontrol.
PENGOBATAN
Ringan
Aktifitas relatif normal berbicara satu kalimat dalam
satu nafas. Nadi < 100 x/menit
Sedang
Jalan jarak jauh timbul gejala. Berbicara beberapa kata
dalam satu nafas. Nadi 100-120 x/menit. APE 60-80%
Berat
Sesak saat istirahat. Berbicara kataperkata dalam
satu nafas. Nadi < 120 x/menit. APE < 60% atau
100 l / detik
Mengancam jiwa
Kesadaran berubah/menurun, gelisah, sianosis, gagal nafas
Penatalaksanaan asma bertujuan untuk mengontrol penyakit, disebut sebagai asma terkontrol.
Asma terkontrol adalah kondisi stabil minimal dalam waktu satu bulan.
434
DAFTAR PUSTAKA:
1. Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan Asma di Indonesia. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia 2004.
2. A Pocket Guide for Asthma Management and Prevention. Global Initiative for Asthma (GINA). A Pocket Guide for Physicians and Nurse Update 2005.
3. Global Strategy for Asthma Management and Prevention. Global Initiative for Asthma (GINA). Revised 2006.
435
INFO PRODUK
INVITEC
Referensi:
1. Daldiyono, Syam AF. Perubahan Hormon Gastrointestinal pada Sindroma Dispesia. Dalam Rani A, Manan C, Djojodiningrat D. dkk.(Ed). Dispepsia. Sains dan Aplikasi Klinik. Jakarta.
Subbag Gastroenterologi Bagian Penyakit Dalam FKUI. Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2002:
2. Goldberg AB, Greenberg MB, Darney PD. Misoprostol and pregnancy. N Engl J Med 2001;344:1:38-45.
3. Monk JP, Clissold SP. Misoprostol. A Preliminary Reviews of Its Pharmacodynamic and Pharmacokinetic Properties, and Therapeutic Efficacy in the Treatment of Peptic Ulcer Disease. Drugs 1987;33:1-30
4. Hawkey CJ, Karrasch JA, Szczepanski L, et al. Omeprazole Compared with Misoprostol for Ulcer Associated with Nonsteroidal Antiinflammatory Drugs. N Engl J Med 1998;338:727-34.
436
LAPORAN KHUSUS
National Symposium on
Vascular Medicine ke-4 (ANVIN)
P
438
LAPORAN KHUSUS
Klasifikasi CEAP :
CEAP clinical classification
CEAP etiological classification
CEAP anatomical classification
CEAP pathophysiological classification
Pemeriksaan non-invasif yang dapat dilakukan adalah Imaging
Studies berupa Doppler bidirectional-flow studies dan Doppler
color-flow studies dan pemeriksaan lainnya, seperti photoplethysmography. Pada CVI, pilihan terapi di antaranya adalah
elevasi tungkai, kompresi, obat-obatan venoaktif, perawatan
luka dan terapi operatif.
439
LAPORAN KHUSUS
LAPORAN KHUSUS
Dia membahas beberapa penyakit infeksi seperti penyakit
jantung rematik, malaria tuberkulosis dan AIDS yang masih
prevalen yang dapat meningkatkan risiko stroke; di samping
mulai meningkatnya penyakit degeneratif seperti hipertensi
dan diabetes melitus.
Event
440
No
Microemboli Microemboli
(%)
(%)
Before After
2003 2003
(%)
(%)
Stroke
in year 1
1.2
14.3
< .0001
0.8
.02
MI
in year 1
2.4
8.6
.07
6.5
.0001
Death
in year 1
2.9
12.1
.027
5.1
.12
441
LAPORAN KHUSUS
LAPORAN KHUSUS
442
Saat ini, mutasi pada gen yang mengkode Filaggrin (FLG) telah
dilaporkan sangat berkaitan dengan bentuk tertentu dermatitis atopik dengan onset dini. Mutasi FLG dikaitkan dengan
disfungsi barier epidermal pada dermatitis atopik. Oleh karena
itu, dermatitis atopik dapat timbul dengan latar belakang gen
yang berkaitan dengan protein strutural yang terlibat dalam
fungsi barier epidermal atau yang berkaitan dengan mekanisme
imunologi yang terlibat dalam peningkatan sintesis IgE. Dermatitis
atopik pada kebanyakan pasien (70%) ditandai dengan adanya
peningkatan kadar IgE serum total, namun 30% pasien atopik
menunjukkan kadar IgE yang normal. Dalam presentasi ini juga
disebutkan mengenai penatalaksanaan yang lebih kuat dan proaktif yaitu diagnostik alergologikal, terapi dasar untuk mengkoreksi disfungsi barier epidermal, mengkontrol kolonisasi bakteri
dan mengkontrol inflamasi dengan lebih efektif dengan aplikasi
intermiten steroid topikal atau penghambat kalsineurin topikal.
Menurut Dr.Krisada Duangurai dari Bangkok dalam presentasinya yang berjudul Medical Therapy in Melasma, pigmen
dermis dapat diterapi dengan menghancurkan pigmen misalnya
dengan laser. Sedangkan pigmen epidermis dapat diterapi
dengan obat depigmentasi topikal atau dengan pengelupasan
epidermis. Obat depigmentasi meliputi :
Senyawa phenolic (hydroquinone dan derivatnya)
Obat keratolitik (tretinoin, glycolic acid, salicylic acid)
Kortikosteroid
Lain-lain (Licorice extract, azelaic acid, kojic acid, ascorbic
acid, arbutin). (EKM)
443
GERAI
LAPORAN KHUSUS
Penurunan hormon inilah yang akan menimbulkan banyak masalah/
penyakit pada masa tua. Hal ini bisa dikoreksi, jelas Wimpie bersemangat.
Pengetahuan yang diperoleh dari bidang ilmu Anti-Aging & Regenerative
Medicine bisa membantu manusia untuk tetap hidup berkualitas di
hari tuanya.
Wimpie Pangkahila, Kisjanto, Robert Goldman dan Michael Klentze saat membuka acara
Bertempat di Grand Hyatt Hotel Nusa Dua Bali, acara Anti Aging
Medicine tingkat Asia Pasific dibuka pada Jumat 10 Oktober 2008.
Tak kurang 300 peserta dari pelbagai negara di dunia ikut ambil bagian
pada event yang diselenggarakan oleh American Academy of Antiaging Medicine (A4M)/World Anti-aging Academy of Medicine (WAAAM)
dengan didukung oleh European Society of Preventive Regenerative
and Anti-aging Medicine/ESAAM, FK Udayana dan Perhimpunan Kedokteran Anti Penuaan Indonesia/PERKAPI dan CDK (media partner).
Dalam kata sambutannya, Prof Robert Goldman, Chairman A4M
menyatakan bahwa konferensi di Bali adalah bentuk mini dari konferensi
tingkat dunia di Las Vegas nanti. Semua pembicara adalah pakar
Anti Aging Medicine tingkat dunia yang berasal dari Eropah, Asia
dan Amerika Utara. Bagi Goldman sendiri, Bali sudah merupakan
kampung halamannya. Oleh karenanya meskipun harus melakukan
perjalanan (kali ini) hingga 35 jam, ia merasa senang bisa bertemu
dengan sahabat-sahabatnya praktisi AAM.
Pembicara berikutnya, Prof Michael Klentze, Secretary General ESAAM,
memuji keberanian Indonesia khususnya FK Udayana yang - untuk
pertama kalinya di dunia - menyelenggarakan pendidikan Master (S2)
dalam bidang Anti-Aging and Regenerative Medicine. Langkah besar
FK Udayana ini langsung saja diikuti dengan pembentukan program
serupa pada beberapa universitas di Eropah. Memang pada kata
sambutan yang dibawakan sebelumnya oleh Prof. Wimpie Pangkahila,
selaku tuan rumah, telah menyatakan bahwa dengan adanya program
master yang pesertanya membludak ini pada setiap angkatan, membuktikan bahwa Anti-aging Medicine itu telah diakui eksistensinya di
dunia lebih khusus lagi di Indonesia. Hal ini yang menyebabkan PERKAPI
menurut Prof Kisjanto selaku Ketua PERKAPI akan selalu mendorong
pembukaan bidang studi AAM di pelbagai Universitas di Indoensia.
Fundamental of Scientific Anti-aging & Regenerative Medicine
oleh Prof Wimpie Pangkahila
Pada hari pertama conference ini (10 Oktober 2008), presentasi
menarik dibawakan oleh Prof Wimpie Pangkahila, yang merupakan
satu-satunya pembicara dari Indonesia. Membawakan materi dengan
judul "Fundamental of Scientific Anti-aging & Regenerative Medicine",
Guru Besar dari FK Udayana tersebut menjelaskan perubahan-perubahan
yang terjadi saat usia kronologis manusia beranjak tua. Hampir semua
hormon (HGH, DHEA, Melatonin, Testoteron (pada pria) dan Estrogen
(pada wanita)) akan menurun.
444
Kalbe berpartisipasi pada acara ANVIN 2008 di hotel Crown Jakarta, tanggal 24
Agustus 2008 dengan menampilkan produk Venosmil (hydrosmin 200 mg).
Pada hari pertama ini, setelah acara pembukaan, tampil berturutturut nara sumber seperti:
1. Prof Wimpie Pangkahila, MD, PhD, SpAnd, FAACS dengan topik
"Fundamental of Scientific Anti-Aging & Regenerative Medicine"
2. Prof Robert M. Goldman MD, PhD, DO, FAASP. ABAARM:
"Emerging Technology in the Science of Anti-Aging: Maximum
Human Performance with Anti-Aging Therapeutics"
3. Prof Michael Klentze, MD, PhD, ABAARM: "Breakthrough of
the Year: Genes and Stem Cells Reprogramming"
4. Dr Vijay Sharma, PhD: "Mesenchymal Stem Cell: Bench to Bedside"
5. Dr S. Ali Mohamed, M: "Clinical Prespective: New Standards in
Anti-Aging Hormone Replacement Therapy"
6. Prof Claus Muss, MD, MSc, PhD: "Impact of Oxidative Stress on
Neurodegeneration"
7. Dr Michael Elstein, MD, ABAARM, FACNEM, FAAM: "Aging - A
Nutritional & Bio-Chemical Approach"
8. Dr James T. Bell, PhD, MS, MBA, BS Eng: "Sports Medicine:
Exercise Prescription for Anti-Aging and Care & Prevention of
Age Related Diseases, Disability and Dysfunction"
9. Dr Selvaraj Y. Subramaniam MD, MFSEM, ABAARM: "Fish Oil Omega 3 Anti-inflammatory: What, How, When"
10. dll
Malam harinya peserta dijamu dengan penuh kehangatan di Victus Life.
Dari bincang-bincang Redaksi dengan beberapa peserta (terutama
yang sering mengikuti kegiatan anti aging medicine), tercermin rasa
puas, kerena ilmu yang diperoleh benar-benar Anti Aging Medicine
sehingga mereka bisa lebih jelas apa itu anti aging medicine dan
bagaimana menjalankan praktek Anti Aging Medicine guna memberikan
yang terbaik bagi masyarakat/kliennya di tempat praktek masing-masing.
Para peserta yang megikuti penuh acara ini (konferensi & workshop)
akan memperoleh 16 SKP IDI. Dua hari berikutnya, para peserta akan
mengikuti workshop yang terbagi atas 2 track yang berjalan paralel.
Kalbe turut serta dalam acara PIT PERHATI (Pertemuan Ilmiah Tahunan Perhimpunan Dokter Ahli Telinga Hidung Tenggorok - Bedah Kepala
Leher) di Hotel Hyat Bandung, pada tanggal 30 Juli - 1 Agustus 2008. Seperti terlihat pada foto Tim Marketing Pluto, Discovery dalam stan
Kalbe yang menampilkan produk Tarivid, Climadan, Cravit & Hexilon.
445
KORESPONDENSI
Ass. Wr. Wb,
Nama saya dr. Natalina Christanto, saya seorang dokter PTT yang bertugas di daerah pedalaman Aceh. Akses
komunikasi sangat sulit sekali di daerah tempat tugas saya, sinyal HP saja baru ada tahun 2008 ini tapi kalau mati
lampu sinyal pun ikut menghilang. Siaran TV yang ada hanya semut. Kami baru bisa mendapat informasi apabila
kami sedang mengambil gaji ke kota. Saat itulah baru kami baca koran atau ke internet.
Yang ingin saya tanyakan apakah distribusi CDK sampai ke Aceh ? Kalau ya, bagaimana caranya saya bisa
mendapatkan CDK. Jujur saja saya tidak tahu medrep-medrep yang ada di Aceh karena tempat praktek saya yang
di ujung gunung itu tidak pernah dikunjungi. Kalau bisa saya dapatkan CDK, saya sangat bersyukur sekali, karena
sejak saya PTT di daerah ini saya merasa jadi 'gaptek', kemajuan-kemajuan terbaru atau penelitian-penelitian
terbaru saya tidak tahu dan kalau bisa CDK dikirimkan ke Aceh, ini alamat surat menyurat saya:
dr. Natalina Christanto
d/a Amrisaldin, JKMA Aceh, Jl. Prada I no. 5, Banda Aceh - NAD
Sebelum dan sesudahnya saya ucapkan terima kasih.
Nama Lengkap :
Jenis Kelamin
Pria
Wanita
Gelar
dr. umum
dr. spesialis :
Lain :
Tlp./ Fax.
HP :
E-mail Address :
Yth. dr. Natalina Christanto
di Aceh
Menanggapi surat dokter, kami turut prihatin dengan kondisi tempat tugas saat ini yang masih jauh dari jangkauan
media informasi. Kami sampaikan bahwa majalah CDK selama ini didistribusikan sampai ke daerah-daerah termasuk
Aceh. Untuk dokter yang bertugas di Puskesmas Arafat-Lamteuba, Aceh Besar, kami akan mengirim melalui pos secara
teratur pada setiap penerbitan dengan kategori pelanggan : Institusi/Puskesmas.
Komentar anda mengenai Majalah CDK (jika terpilih akan dipublikasi di CDK) :
Sedangkan untuk pengiriman ke alamat : praktek pribadi, akan dikirim melalui marketing Kalbe cabang kota ybs.
Jika sewaktu2 kiriman majalah CDK terhenti, dokter dapat menghubungi marketing:
Ibu Nurjanah
DM Marketing Stealth
PT. Kalbe Farma Tbk.
Jl. Ir. M. Thahir
Pertigaan Lembah Hijau DS COT Mesjid
Banda Aceh - 23247
Tlp. 0651-22830
Silakan mengembalikan formulir yang telah diisi lengkap kepada : Medical Representative (MedRep)
yang membawa majalah ini.
Atau bisa juga mengirimkannya ke Redaksi CDK dengan cara (pilih salah satu) :
1. Pos: Redaksi CDK, Jl. Letjen Soeprapto kav. IV, Cempaka Putih Jakarta 10150
2. Facsimile: 021-42873685
3. E-mail: cdk.redaksi@yahoo.co.id
Wassalam,
Redaksi
INDEKS KARANGAN
English Summary
IB Putra Adnyana, Haya Harareth :
Risiko Anovulasi pada Penderita Infertil dengan
Hiperprolaktinemi
Ketut Suwiyoga : Akurasi Gineskopi dengan Bantuan Olesan
no.1/2008
Asam Asetat 5% untuk Deteksi Displasia pada Lesi Serviks
Caroline Hutomo : Terapi Pre-eklampsia
IB Putra Adnyana : Hubungan Jumlah Folikel Antral dengan Respons
Ovarium terhadap Stimulasi Ovulasi
Jefferson Rompas : Pertumbuhan Janin Terhambat
Didik Gunawan Tamtomo : Gambaran Histopatologi Kulit pada
Pengobatan Tradisional Kerokan
Dwi Agustina, Caroline T. Sardjono, Ferry Sandra :
Metode Isolasi Inner Cell Mass sebagai Sumber Embryonic Stem Cell
Berita Terkini
Review Cochrane memberikan lampu hijau untuk pemberian Taxane
pada kanker payudara
Analgesia epidural menurunkan tekanan intraabdominal
Midazolam efektif mencegah PONV
Asam folat tingkatkan performa fungsi kognitif lansia
Jogging tidak sebaik sepak bola untuk membakar lemak
Kadar HDL tinggi melindungi jantung Anda
Kafein plus asetaminofen beracun untuk beberapa orang
Melawan kuman dengan sabun dan air hangat
Seksio saesar meningkatkan risiko ibu dan bayi
Informatika Kedokteran (Dani Iswara) : Blog Kedokteran sebagai
Media Komunikasi Pasien dan Dokter
Profil (Ari Satriyo Wibowo) : Mengenal Secara Utuh Sosok
Prof. Dr. Sarwono Prawirohardjo
Korespondensi : Masalah insomnia sering ditemukan pada lanjut usia
Laporan Kegiatan Ilmiah bulan November - Desember 2007
Kalender Kegian Ilmiah bulan Januari Maret 2008
160
vol. 35
162
05
09
12
17
23
28
32
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
48
50
51
54
English Summary
60
Harry Murti, Mokhamad Fahrudin, Caroline Tan Sardjono,
B. Setiawan, Ferry Sandra : Altered Nuclear Transfer :
Pengembangan Teknik Somatic Cell Nuclear Transfer untuk
Mengatasi Masalah Etika
61
no.2/2008
Nurul Aini, Boenjamin Setiawan, Ferry Sandra :
Karakteristik Biologis dan Diferensiasi Stem Cell : Fokus pada Mesenchymal
Stem Cell
64
Frisca, Caroline Tan Sardjono, Ferry Sandra : Ekspansi Endothelial Progenitor Cell
68
Melina Setiawan, Caroline Tan Sardjono, Ferry Sandra :
Menuju Kloning Terapeutik dengan Teknik SCNT
72
Ronny Karundeng : Histofisiologi Sel Endotel dan Sel Progenitor Endotel
dalam Sirkulasi Darah
77
Suzanna Immanuel : Pemeriksaan Laboratorium dalam Anti Aging Medicine
82
Inge Permadhi, Samuel Oetoro, Fiastuti Witjaksono : Efektifitas
Penggunaan Meal Replacement pada Pengaturan Diet Pasien Obesitas dalam
Memperbaiki Komposisi Tubuh dan Faktor Risiko Sindroma Metabolik
87
Berita Terkini
Hadiah Nobel fisiologi atau kedokteran 2007 dianugerahkan pada para pioner stem cell
93
Aspirin dosis rendah plus statin menurunkan risiko kanker kolorektal
94
Efek donepezil pada pasien yang berhenti menggunakan memantine
95
Lemak perut dan risiko Diabetes Melitus
96
Pentoksifilin untuk pemakai EPO yang resisten
97
Kadar vitamin B12 rendah berkaitan dengan peningkatan risiko iskemi serebral
98
Bagaimana virus Chikungunya menyebar
99
Kopi dan teh dapat menurunkan risiko kanker ginjal
100
MRI paling kuat di dunia siap memindai otak manusia
101
Informatika Kedokteran (Rizaldy Pinzon) : Peresepan Elektronik untuk
Meningkatkan Keamanan Pengobatan di Rumah Sakit
102
Profil (Ari Satriyo Wibowo) : Prof. Dr. Samsuhidajat, SpB - Mengenal Lebih
Dekat Sosok Perintis Spesialis Bedah Digestif di Indonesia
104
Praktis : Status Epileptikus
106
Laporan Khusus bulan Januari Februari 2008
108
Laporan Kegiatan Ilmiah bulan Januari Februari 2008
110
161
vol. 35
448
English Summary
04
English Summary
163
INDEKS KARANGAN
116
117
English Summary
Andreas Soejitno : The Role of Telehealth in Educating
Hospitalized Patient
Suwanto, Roveny, Steven : Mind Maps, Humor dan Mnemonic,
Tabel dan Diagram serta Gambar dalam Pembelajaran Ilmu
no.5/2008 Kedokteran
Umatul Khoiriyah : Mini Cex: Apakah Pilihan Tepat untuk
Menilai Kompetensi Klinis Siswa ?
Andreas Erick Haurissa, Gregorius Bimantoro, Pramanta : SPAS : Sistem
Perangkat Penaksiran Hasil Pembelajaran Waktu-Nyata yang Partisipatif
Theresia Ilyan, Sylvie Sakasasmita : Aplikasi Telemedicine bagi Pendidikan
Kedokteran di Pedesaan
Daryo Soemitro : Internet dalam Dunia Kedokteran
Dani Iswara : Peluang Pembelajaran Ubiquitous dalam Pendidikan Kedokteran
Yusuf Alam Romadhon : Hubungan Business to Business (B2B)
Dokter Spesialis-Dokter Umum
Berita Terkini
AMA menetapkan para dokter akan menerima aturan peresepan elektronik
Internet mungkin baik untuk kesehatan Anda
Google melansir catatan medis personal berbasis web
iPod dan alat pacu jantung akhirnya dapat bekerja bersamaan
MEDMARK akan menjadi pusat data kesalahan pengobatan terbesar di dunia
Kesalahan pengobatan dikurangi dengan komputerisasi peresepan dokter
Flu lambung menyebar melalui keyboard komputer yang terkontaminasi
Virtual Human Body, perjalanan interaktif dan 3 dimensi ke dalam anatomi manusia
Tip-tip aman berselancar di website medis
Orang-orang sering berbagi obat resep
Info Produk : Biogaia Chewing Gum
Laporan Khusus bulan Juni - Juli 2008
Laporan Kegiatan Ilmiah bulan Mei - Juni 2008
Gerai
Korespondensi
Agenda Kegiatan Ilmiah bulan Agustus 2008
164
252
253
vol. 35
121
127
133
139
140
142
144
145
146
148
149
152
154
156
158
160
164
166
168
175
177
184
185
English Summary
Ismail Setyopranoto : Pendekatan Evidence-Based Medicine
pada Manajemen Stroke Perdarahan Intraserebral
Rizaldy Pinzon : Analisis Situasi Pengendalian Tekanan Darah
untuk Prevensi Stroke Sekunder
no.6/2008
Andreas Prasadja, Maula N. Gaharu :
Obstructive Sleep Apnea
Lili Indrawati : Efek Coriandri fructus terhadap Distribusi Tidur
Rapid Eye Movement (REM) dibandingkan dengan Lorazepam
Syarief Hasan Lutfie : Penatalaksanaan Rehabilitasi Neurogenic Bladder
Riris L. Puspitasari, Caroline T. Sardjono, Boenjamin Setiawan, Ferry Sandra :
Kultur Embryonic Stem Cell menjadi Sel Neuron dengan Medium Bebas Serum
Eka J. Wahyoepramono : Awake Craniotomy, Alternatif bagi Tumor Intra-aksial
Didik Tamtomo : Aktivasi Komplemen pada Jejas Mekanis Pengobatan
Tradisional Kerokan
Berita Terkini
Latihan fisik dapat mempercepat penyembuhan luka
Astaxanthin, antioksidan dari golongan karotenoid
Homosistein ada hubungannya dengan penyakit jiwa
Hubungan antara selektivitas AINS dengan risiko stroke
Hubungan antara efek antikolinergik dan fungsi kognitif
Piracetam untuk pasca operasi
Simvastatin sebagai neuroprotektor
Lemak alami bentuk trans punya manfaat kesehatan
Polusi ozon di udara dan kematian prematur
Lercanidipine plus Enalapril
Coenzyme Q10 untuk Parkinson
Citicoline untuk pasien pecandu kokain
Praktis : Kejang Demam
Info Produk : Ibufenz
Laporan Khusus bulan Juli-Agustus 2008
Laporan Kegiatan Ilmiah bulan Juli-Agustus 2008
Gerai
Korespondensi
Agenda Kegiatan Ilmiah bulan September - November 2008
165
vol. 35
190
197
203
211
212
213
216
217
218
220
221
222
223
224
226
230
232
234
241
242
243
245
258
264
269
271
279
287
291
294
294
295
297
297
298
299
300
301
303
304
307
312
313
314
315
320
321
328
English Summary
166
388
389
394
396
401
405
411
415
416
418
419
420
422
423
424
425
426
428
429
431
432
434
436
438
445
446
447
448
450
331
334
337
342
345
347
353
354
355
356
359
360
361
362
363
364
365
366
368
370
372
376
378
380
382
449
AGENDA
AGENDA
DESEMBER
Kalender
acara
November 2008
hingga
Januari 2009
NOVEMBER
Asia Pacific Geriatric Conference (APGC) 2008
Tanggal
Tempat
Kalangan
Sekretariat
Email
Phone
Fax
Contact Person
:
:
:
:
:
:
:
:
Tanggal
Tempat
Kalangan
Sekretariat
:
:
:
:
Tanggal
Tempat
Kalangan
Sekretariat
:
:
:
:
Phone
Fax
Contact Person
Email
Phone
Fax
URL
:
:
:
:
info@iofbonehealth.org
00-33-472-914-177
00-33-472-369-052
http://www.iofbonehealth.org/wco/2008/homepage.html
Tanggal
Tempat
Kalangan
Sekretariat
Email
Phone
Fax
Tanggal
Tempat
Kalangan
Sekretariat
Email
Phone
Fax
URL
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
: 27 - 28 November 2008
Tempat
Kalangan
Sekretariat
Phone
: +61 8 93810858
Fax
Tanggal
URL
: centreforehealth.org.au
Tempat
: Bangkok, Thailand
Email
Phone
Fax
:
:
:
:
: endo_id@indo.net.id
: 021-3100075, 3907703
: 021-3928658, 3928659
Tanggal
Tempat
Kalangan
Sekretariat
:
:
:
:
Email
Phone
Fax
Contact Person
URL
:
:
:
:
:
:
:
:
:
Email
Phone
Fax
: pernefri@cbn.net.id
: +62-21-3149208, 314 1203
: +62-21-315 5551, 315 2278
450
HCQ@sgh.com.sg
(65) 6326 6682
(65) 6223 9789
http://www.apshq08.com
:
:
:
:
Phone
Fax
: 031-550 1661
: 031-503 6047
JANUARI
Kalangan
: Specialist, GP
Sekretariat
: Meeting Organizer
: jeerakan.j@hivnat.org
Phone
Tanggal
Fax
: 662-254-7574
Tempat
Contact Person
Kalangan
: pb_papdi@indo.net.id
Phone
: 021-31930956
Fax
: 021-3142108
Tanggal
Tempat
Kalangan
: opthalmologist
Sekretariat
Tanggal
Tempat
Kalangan
: ophtalmologist
: asiaarvo@lvpei.org
: neuro2008@snmail.org
Phone
: +91-40-23548271
Phone
: +91-44-28271616
Contact Person
Fax
: +91-44-28254180
URL
: http://www.asiaarvo2009.org
URL
: www.neuroupdate.org
1. Informasi ini sesuai pada saat dicetak. Apabila ingin mengetahui lebih lanjut, silahkan akses http://www.kalbe.co.id/calendar
2. Apabila Anda mempunyai kegiatan ilmiah, dapat dikirimkan ke: cdk.redaksi@yahoo.co.id
451
RPPIK
Terapi Inhalasi
Pradjnaparamita
2.S
3.S
4.S
5.B
6.B
7.S
8.S
9.B
10.B
JAWABAN : 1.B
2.S
3.B
4.B
5. S 6.B
7.B
8.S
9.B
10.B
452