TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Definisi Preeklampsia
Preeklampsia adalah hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan
Klasifikasi Preeklampsia
Pembagian preeklamsia sendiri dibagi dalam golongan ringan dan berat.
Tekanan darah sistolik antara 140-160 mmHg dan tekanan darah diastolik
90-110 mmHg
Proteinuria minimal (< 2g/L/24 jam)
Tidak disertai gangguan fungsi organ
2) Preeklamsia berat
Dikatakan preeklamsia berat bila :
Tekanan darah sistolik >160 mmHg atau tekanan darah diastolik >110
mmHg
Proteinuria (> 5 g/L/24 jam) atau positif 3 atau 4 pada pemeriksaan
kuantitatif. Bisa disertai dengan :
a) Oliguria (urine 500 mL/24jam)
b) Keluhan serebral, gangguan penglihatan
c) Nyeri abdomen pada kuadran kanan atas atau daerah epigastrium
d) Gangguan fungsi hati dengan hiperbilirubinemia
e) Edema pulmonum, sianosis
f) Gangguan perkembangan intrauterine
Etiologi Preeklampsia
Etiologi preeklampsia sampai sekarang belum diketahui dengan pasti.
Banyak teori dikemukakan, tetapi belum ada yang mampu memberi jawaban yang
memuaskan. Sedikitnya terdapat empat hipotesis mengenai etiologi preeklampsia
hingga saat ini, yaitu:
1. Iskemia plasenta, yaitu invasi trofoblas yang tidak normal terhadap arteri
spirali sehingga menyebabkan berkurangnya sirkulasi uteroplasenta yang dapat
berkembang menjadi iskemia plasenta.
Patofisiologi Preeklampsia
Pada preeklampsia yang berat dan eklampsia dapat terjadi perburukan
patologis pada sejumlah organ dan sistem yang kemungkinan diakibatkan oleh
vasospasme dan
tahanan
microangiopati menyebabkan
pembuluh
anemia
perifer. Peningkatan
dan
trombositopeni.
output dan
hemolisis
Infark plasenta
1) Perubahan kardiovaskuler
Gangguan fungsi kardiovaskuler yang parah sering terjadi pada
preeklampsia dan eklamsia. Berbagai gangguan tersebut pada dasarnya berkaitan
dengan peningkatan afterload jantung akibat hipertensi, preload jantung yang
secara nyata dipengaruhi oleh berkurangnya secara patologis hipervolemia
kehamilan atau yang secara iatrogenik ditingkatkan oleh larutan onkotik atau
kristaloid intravena, dan aktivasi endotel disertai ekstravasasi ke dalam ruang
ektravaskular terutama paru.
2) Metabolisme air dan elektrolit
Hemokonsentrasi
yang
menyerupai
preeklampsia
dan
eklamsia
tidak diketahui penyebabnya. Jumlah air dan natrium dalam tubuh lebih banyak
pada penderita preeklampsia dan eklamsia daripada pada wanita hamil biasa
atau penderita dengan hipertensi kronik. Penderita preeklampsia tidak dapat
mengeluarkan
disebabkan
dengan
oleh
sempurna
filtrasi
air
glomerulus menurun,
sedangkan
ini
penyerapan
pada
eklamsia
adalah adanya skotoma, diplopia, dan ambliopia. Hal ini disebabkan oleh
adanya perubahan preedaran darah dalam pusat penglihatan dikorteks serebri atau
didalam retina.3
4) Otak
Pada penyakit yang belum berlanjut hanya ditemukan edema dan anemia
pada korteks serebri, pada keadaan yang berlanjut dapat ditemukan perdarahan.2
5) Uterus
Aliran darah ke plasenta menurun dan menyebabkan gangguan pada
plasenta, sehingga terjadi gangguan pertumbuhan janin dan karena kekurangan
oksigen terjadi gawat janin. Pada preeklampsia dan eklamsia sering
peningkatan tonus
terjadi
partus prematur. 3
6) Paru-paru
Kematian ibu pada preeklampsia dan eklamsia biasanya disebabkan oleh
edema paru yang menimbulkan dekompensasi
kordis.
Bisa
juga
karena
Penatalaksanaan Preeklampsia
2.
3.
4.
Pencegahan Kejang
: dosis awal
Maintenance dose
: dosis rumatan
Maintenance dose
-
selama 5 menit
tts/m
1. SM rumatan diberikan sampai 24
jam pada perawatan konservatif
dan 24 jam setelah persalinan
pada perawatan aktif
Syarat pemberian SM :
- Reflex patella harus positif
- Respiration rate > 16 /m
- Produksi urine dalam 4 jam 100cc
- Tersedia calcium glukonas 10 %
Antidotum :
Bila timbul gejala intoksikasi SM dapat diberikan injeksi Calcium
gluconas 10 %, iv pelan-pelan dalam waktu 3 menit
Bila refrakter terhadap SM dapat diberikan preparat berikut :
1. Sodium thiopental 100 mg iv
2. Diazepam 10 mg iv
3. Sodium amobarbital 250 mg iv
4. Phenytoin dengan dosis :
- Dosis awal 100 mg iv
- 16,7 mg/menit/1 jam
500 g oral setelah 10 jam dosis awal diberikan selama 14 jam
b.
Antihipertensi
c.
Diuretikum
Tidak diberikan secara rutin karena menimbulkan efek :
Memperberat hipovolemia
Meningkatkan hemokonsentrasi
Edema paru
2.
3.
Edema anasarka
Krepitasi merupakan tanda edema paru. Jika terjadi edema paru,
Jenis Anestesi
Ada tiga kategori utama anestesi yaitu anestesi umum, anestesi regional
dan anestesi lokal. Masing-masing memiliki bentuk dan kegunaan. Seorang ahli
anestesi akan menentukan jenis anestesi yang menurutnya terbaik dengan
mempertimbangkan keuntungan dan kerugian dari masing-masing tindakannya
tersebut.6
Regional anestesi terbagi atas spinal anestesi, epidural anestesi dan blok
perifer. Spinal & anestesi epidural ini telah secara luas digunakan di ortopedi,
obstetri dan anggota tubuh bagian bawah operasi abdomen bagian bawah. Spinal
anestesi, diperkenalkan oleh Bier pada tahun 1898 dan merupakan teknik regional
pertama utama dalam praktek klinis. Operasi seksio sesaria memerlukan anestesi
yang efektif yaitu regional (epidural atau tulang belakang) atau anestesi umum.
Dengan epidural anestesi, obat anestesi yang dimasukkan kedalam ruang di sekitar
tulang belakang ibu, sedangkan dengan spinal anestesi yaitu obat anestesi
disuntikkan sebagai dosis tunggal ke dalam tulang belakang ibu. Dengan dua jenis
anestesi regional ini ibu terjaga dalam proses persalinan, tetapi mati rasa dari
pinggang kebawah.6,7
Dengan anestesi umum, ibu tidak sadar dalam proses persalinan dan obat
anestesi yang digunakan dapat mempengaruhi seluruh tubuhnya serta bayi yang
akan dilahirkan. Resiko utama yang berhubungan dengan anestesi umum adalah
permasalahan pada jalan nafas. Resiko yang signifikan terjadi adalah aspirasi dari
isi saluran pencernaan dan hanya 30 ml dari cairan aspirasi tersebut yang
menyebabkan sindroma Mendelson. Intubasi menjadi lebih sulit dibandingkan
dari pada pasien-pasien yang tidak hamil, terutama pada ibu yang gemuk.
Permasalahan lainnya adalah leher pendek dan oedem laring.6,7
Saat ini, dokter anestesi dan dokter kandungan percaya bahwa neuraxial
anestesi lebih aman daripada anestesi umum karena kurang morbiditas ibu dan
risiko kematian terkait dengan masalah jalan napasyang sulit. Neuraxial anestesi
termasuk spinal anestesi, epidural anestesi, dan kombinasi spinal-epidural
anestesi. Prosedur ini dilakukan dengan sterilisasi dan identifikasi anatomi
terlebih dahulu. Pendekatan untuk mencapai ruang subarachnoid dilakukan
dengan cara median ataupun paramedian. Epidural anestesi adalah sebuah teknik
yang lebih sulit, tapi menawarkan fleksibilitas yang lebih besar dibandingkan
spinal anestesi dalam hal durasi. Potensi kelanjutan dari analgesia pasca operasi
dengan narkotika atau obat bius lokal telah secara dramatis meningkatkan
popularitas anestesi epidural. Keuntungan dari spinal anestesi dibandingkan
dengan anestesi epidural adalah kecepatan onsetnya. Kerugian spinal anestesi
adalah tingginya kejadian hipotensi, ada mual-muntah intrapartum, kemungkinan
adanya post spinal headache, serta lama kerja obat anestesi terbatas.7,7
Komplikasi yang paling umum ditemui dengan anestesi spinal adalah
hipotensi, yang disebabkan blokade sistem saraf simpatik. Akibatnya, penurunan
resistensi vaskuler sistemik dan perifer terjadi penurunan cardiac output. Dalam
beberapa kasus, efek kardiovaskular dapat bermanifestasi sebagai hipotensi
mendalam & bradikardia. Hipotensi merupakan masalah yang serius yang terjadi
dalam spinal anestesi pada operasi seksio sesaria, dengan insiden yang dilaporkan
dari literatur hampir di atas 83%. Selama 25 tahun, pergeseran uterus ke kiri
dengan manipulasi mengganjal panggul dan pengisian cairan sebelum
dilakukannya spinal anestesi merupakan beberapa cara untuk mencegah terjadinya
hipotensi.8
Karena spinal anestesi mempunyai keuntungan-keuntungan untuk seksio
caesarea, berbagai usaha dilakukan untuk mencegah hipotensi maternal. Dicoba
Pemilihan anestesi6,7
Pemilihan teknik anestesi pada pasien preeklampsia tergantung dari
berbagai faktor, termasuk cara persalinan (per vaginam, bedah Caesar) dan status
medis dari pasien (adanya koagulopati, gangguan pernafasan, dll). Jika persalinan
dilakukan secara bedah Caesar maka pemilihan teknik anestesia di sini termasuk
epidural, spinal, combine spinal-epidural dan anestesia umum. Meskipun
kemungkinan terjadinya hipotensi yang berat pada pasien preeklampsia yang
menjalani anestesia regional (terutama spinal
mendukung pemilihan anestesia regional baik pada bedah Caesar yang berencana
ataupun darurat.
Anestesia umum pada bedah Caesar pada preeklampsia berat dikatakan
berhubungan dengan peningkatan yang bermakna pada tekanan arteri sistemik dan
pulmoner pada saat induksi, jika dibandingkan dengan epidural anestesia. Pada
anestesia umum juga potensial terjadinya aspirasi isi lambung, kesulitan intubasi
endotrakeal yang disebabkan karena adanya resiko edema faring laring.
Apapun teknik anestesia yang dipilih, harus diingat bahwa meskipun
persalinan adalah terapi untuk preeklampsia, pada periode post partum perubahan
kardiovaskular, cardiac output dan status cairan, harus tetap dimonitor.
2.8
pre anestesi dilakukan lebih dini karena tindakan pembedahan Caesar pada
preeklampsia/eklampsia dapat dilakukan secara semi elektif atau darurat.
Pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk menentukan
pilihan cara anestesinya. Pemeriksaan laboratorium meliputi platelet, fibrinogen,
PT/APTT, ureum, creatinin, fungsi liver dan konsentrasi Mg, dilakukan setiap 6-8
jam sampai dengan pasca bedah dini. Monitoring dilakukan terhadap fetus dan
fungsi vital ibu, yaitu tekanan darah, cairan masuk dan keluar, refleks tendon,
pelebaran serviks, dan frekuensi kontraksi uterus.2
Tekanan darah dan pulsasi nadi diukur setiap 15 menit selam minimum 4
jam sampai stabil dan seterusnya setiap 30 menit. Dilakukan pemasangan kateter
urin dan urin output diukur setiap jam disesuaikan dengan pemberian cairan.
Monitoring preeklampsia/eklampsia dapat mendeteksi dini kelainan irama jantung
yang diduga penyebab edema paru yang mengakibatkan kematian mendadak.
Pada eklampsia penanganan pertama ditujukan pada jalan nafas, pemberian
oksigen, left uterine displacement dan penekanan cricotiroid Intubasi dilakukan
bila jalan nafas tidak dapat dipertahankan bebas, terjadi kejang yang lama atau
regurgitasi. Setelah tindakan pertama dilanjutkan dengan penanganan terhadap
kejang dan menurunkan tekanan darah. Kejang dapat diatasi dengan thiopental
atau diazepam. Pilihan obat anti kejang adalah obat yang tidak mengganggu
Tatalaksana anestesi
Penanganan preeklampsia berat dan eklamsia dalam bidang obstetri sama,
Edema dari jalan nafas yang mungkin terjadi pada pasien tersebut menyebabkan
kesulitan untuk intubasi. Intubasi sadar dapat dilakukan pada edema jalan nafas
dan distress yang mungkin disebabkan aspirasi pada saat kejang. Jalan nafas
orotrakeal yang disediakan lebih kecil dari ukuran wanita dewasa. Dengan
pemberian anestesi topical yang baik, intubasi sadar dapat dilakukan dengan baik.
Dilakukan pemberian anestesi topical dengan lidokain spray.7
Tekanan darah pasien preeklampsia/ eklampsia diturunkan sedemikian
rupa sehingga tidak terjadi penurunan pada aliran darah ke plasenta dan otak.
Penyulit saat intubasi yang paling berbahaya adalah meningkatnya tekanan darah
yang berakibat terjadinya edema paru dan perdarahan otak. Pemberian obat anti
hipertensi sangat diperlukan sebelum dilakukan anestesi umum. Pada anestesi
umum, pemberian lidokain 1,5 mg/kg BB secara intravena dapat mengendalikan
respons hemodinamik saat intubasi. Efek farmakologi enflurane yang dianggap
merugikan ginjal dan menurunkan nilai ambang terhadap kejang dan pengaruh
halotan terhadap hepar, menjadikan isoflurane sebagai pilihan pertama obat
anesthesi inhalasi. Pemakaian magnesium sulfat sebagai anti konvulsan dapat
terjadi potensiasi dengan obat pelumpuh otot golongan non depolarisasi, sehingga
pemberian suksinil kolin harus dikurangi. Lambung dikosongkan secara aktif
terlebih dahulu untuk mengurangi kemungkinan terjadinya aspirasi dan diberikan
antasida.
Setelah dilakukan pemasangan infus dan disiapkan peralatan intubasi
dengan ukuran jalan nafas orotrakeal yang lebih kecil dari ukuran wanita normal,
pasien ditidurkan left tilt position 15 dan dilakukan preoksigenasi dengan O2
100%. Saat intubasi posisi head up 45 dan dilakukan maneuver Sellick. Induksi
dapat dilakukan dengan lidokain 1,5 mg/kg BB, thiopental 4 mg/kg BB, suksinil
kolin 1 mg/kg BB yang kemudian dilanjutkan dengan N2O/O2 50% dan
isoflurane. Pembedahan Caesar tidak mutlak membutuhkan relaksasi dan apabila
diperlukan dapat dipikirkan pemberian atracurium.
cairan yang terjadi mulai dalam 24 jam. Jika tidak terjadi diuresis yang memadai
akibat belum kembalinya fungsi ginjal kemungkinan dapat terjadi peningkatan
cairan intravaskuler yang beresiko terjadinya edema paru. Jumlah trombosit dan
fungsinya akan kembali 4 hari setelah persalinan. Kejang pasca bedah terjadi pada
27% pasien. Obat anti hipertensi masih dibutuhkan selama pasca bedah.
Pemberian cairan selama masa antenatal harus dilakukan secara hati-hati untuk
mencegah kelebihan cairan. Total cairan intravena harus dibatasi sebanyak 1
ml/kg/jam.
2.10
diursesis spontan yang kadang terjadi dalam 36-48 jam setelah persalinan.Total
cairan intravena yang diberikan 80 ml/jam: Ringer Laktat atau yang ekuivalen.
Pemberian cairan oral dapat diberikan secara lebih bebas. Urin output harus
dimonitor setiap jam dan tiap 4 jam dijumlahkan dan dicatat. Jika total cairan
yang masuk lebih dari 750 ml dari cairan yang keluar dalam waktu 24 jam, maka
diberikan furosemid 20 mg iv. Kemudian dapat diberikan gelofusine jika sudah
terjadi diuresis. Jika total cairan yang masuk kurang dari 750 ml dari cairan yang
keluar dalam waktu 24 jam, maka diberikan 250 ml gelofusine. Jika urin output
masih kurang, maka diberikan furosemide 20 mg iv.8
Terminasi kehamilan pada pre-eklampsia/eklampsia melalui bedah Caesar
memerlukan kerjasama dan komunikasi yang baik dari berbagai keahlian terkait
agar dapat tercapai hasil yang optimal. Diperlukan monitoring yang ketat serta
terapi, tindakan dan pilihan cara anestesi yang tepat, diawali sejak pra
pembedahan sampai pasca bedah untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas.8
Daftar pustaka
1. Prawirohardjo S. 2012. Ilmu kebidanan. Edisi keempat. Jakarta. PT Bina
Pustaka : Hal 531-532.
of the