Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Osteomielitis adalah merupakan suatu bentuk proses inflamasi pada
tulang dan struktur-struktur disekitarnya akibat infeksi dari kuman-kuman
piogenik. Infeksi muskuloskeletal merupakan penyakit yang umum terjadi
dapat melibatkan seluruh struktur dari sistem muskuloskeletal dan dapat
berkembang menjadi penyakit yang berbahaya bahkan membahayakan jiwa.
Dalam dua puluh tahun terakhir ini telah banyak dikembangkan tentang
bagaimana cara menatalaksana penyakit ini dengan tepat. Seringkali usaha ini
berupa suatu tim yang terdiri dari ahli bedah ortopedi, ahli bedah plastik, ahli
penyakit infeksi, ahli penyakit dalam, ahli nutrisi, dan ahli fisioterapi yang
berkolaborasi untuk menghasilkan perawatan multidisiplin yang optimal bagi
penderita. Infeksi dalam suatu sistem muskuloskeletal dapat berkembang
melalui dua cara, baik melalui peredaran darah maupun akibat kontak dengan
lingkungan luar tubuh. Referat ini berusaha merangkum mengenai patogenesis,
diagnosis, dan tatalaksana dari infeksi muskuloskeletal tersebut.
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas maka kami ingin memberi referat
ini dengan judul OSTEOMYELITIS AKUT DAN KRONIS.
1.2. Tujuan
Untuk lebih memahami osteomyelitis akut dan kronis terutama tentang
definisi, proses terjadinya osteomyelitis, epidemiologi, patogenesis serta
penatalaksanaannya.

1.3. Manfaat
Penulisan referat ini diharapkan dapat bermanfaat bagi penulis dan
pembaca sehingga dapat membantu dalam mempelajari penatalaksanaan
osteomyelitis akut dan kronis.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI
Osteomielitis (osteo berasal dari bahasa yunani, yang berarti tulang,
mielo-yang berarti sumsum tulang, dan itis adalah inflamasi) yang berarti suatu
infeksi dari tulang dan sumsum tulang. Osteomielitis dapat tetap terlokalisasi atau
dapat tersebar melalui tulang, melibatkan sumsum, korteks, jaringan kanselosa
dan

periosteum.

Osteomielitis

dapat

diklasifikasikan

pada

organisme

penyebabnya (bakteri piogenik atau mikobakteria), durasi, dan anatomi lokasi


infeksi.
2.2 EPIDEMIOLOGI
Morbiditas
Prevalensi keseluruhan adalah 1 kasus per 5.000 anak. Prevalensi neonates
adalah sekitar 1 kasus per 1.000 kejadian. Sedangkan kejadian pada pasien
dengan anemia sel sabit adalah sekitar 0,36%. Prevalensi osteomielitis setelah
trauma pada kaki sekitar 16% (30-40% pada pasien dengan DM). insidensi
osteomielitis vertebral adalah sekitar 2,4 kasus per 100.000 penduduk.
Morbiditas dapat signifikan dan dapat termasuk penyebaran infeksi lokal
ke jaringan lunak yang terkait atau sendi; berevolusi menjadi infeksi kronis,
dengan rasa nyeri dan kecacatan; amputasi ekstremitas yang terlibat; infeksi
umum; atau sepsis. Sebanyak10-15% pasien dengan osteomielitis vertebral
mengembangkan temuan neurologis atau kompresi corda spinalis. Sebanyak 30%
dari pasien anak dengan osteomielitis tulang panjang dapat berkembang menjadi
trombosis vena

dalam

(DVT).

Perkembangan

DVT juga dapat

menjadi

penanda adanya penyebarluasan infeksi. (Randall, 2011).

Komplikasi vaskular tampaknya lebih

umum

dijumpai

dengan

Staphylococcus Aureus yang resiten terhadap methacilin yang didapat dari


komunitas (Community-Acquired Methicillin-Resistant Staphylococcus Aureus /
CA-MRSA) dari yang sebelumnya diakui.
Mortalitas
Tingkat mortalitas rendah, kecuali yang berhubungan dengan sepsis atau
keberadaan kondisi medis berat yang mendasari.
Ras
Tidak ada peningkatan kejadian osteomielitis dicatat berdasarkan ras.
Jenis kelamin
Pria memiliki resiko relatif lebih tinggi, yang meningkatkan melalui masa
kanak-kanak, memuncak pada masa remaja dan jatuh ke rasio rendah pada orang
dewasa.
Usia
Secara

umum, osteomielitis memiliki

distribusi

usia

bimodal.

Osteomielitis akut hematogenous merupakan suatu penyakit primer pada


anak. Trauma langsung dan fokus osteomielitis berdekatan lebih sering terjadi
pada orang dewasa dan remaja dari pada anak. Osteomielitis vertebral lebih
sering pada orang tua dari 45 tahun.
2.3 ETIOLOGI
Walaupun sistem muskuloskeletal dapat diinfeksi oleh berbagai macam
agen, tetapi yang paling banyak disebabkan oleh infeksi bakteri. Staphylococcus
aureus, Streptococcus, dan Haemophilus influenza adalah yang paling umum
menyebabkan osteomielitis hematogen pada anak-anak. Organisme bakteri yang
jarang menyebabkan osteomielitis termasuk Borrelia burgdorferi (penyakit

Lyme), Mycobacterium tuberculosis, Brucella, dan bakteri anaerob Clostridium


dan Bacteroides. Organisme yang tidak biasa menyebabkan infeksi secara umum
tetapi bersimbiosis dengan penyakit immunocomprimesed seperti jamur
(Blastomyces,

Cryptococcus,

Histoplasma,

Sporotrichum,

dan

Coccidioidomycoses) dan atipikal mikobakteri (kansasii, avium-intracellulare,


fortuitum, triviale, dan scrofulaceum).
Peningkatan populasi immunocompromised karena penyebab iatrogenik
(misalnya, transplantasi organ) dan penyakit lain (misalnya, AIDS dan rheumatoid
arthritis) telah meningkatkan spektrum bakteri yang dapat menyebabkan infeksi
muskuloskeletal. Beberapa bukti bahkan menunjukkan bahwa penyakit Paget
merupakan manifestasi lambat suatu infeksi tulang.

2.4 PATOGENESIS
Seluruh infeksi harus selalu adanya keterkaitan antara penyerangan
mikroba dan pertahanan penjamu. Infeksi terjadi apabila jika organisme bersifat
virulen dan jumlah inokulum yang besar. Bakeri dapat masuk kedalam tubuh
secara langsung dengan adanya trauma tembus, dengan penyebaran secara
hematogen dari sisi sampingnya atau suatu fokus infeksi, atau paparan selama
opeasi.
Pada osteomielitis akut anak-anak, metafisis biasanya terlibat. Hal ini
dikarenakan pembuluh darah arteri nutrisi kosong sampai dengan vena-vena
sinusoidal, menyebabkan aliran yang melambat dan turbulen pada perbatasan ini.
6

Kondisi ini memudahkan bakteri berpindah ke endothelium dan menempel pada


matriks. Juga, tekanan oksigen yang rendah pada daerah ini menurunkan aktivitas
fagositik dari sel darah putih. Trombosis menyebabkan daerah yang terkena
menjadi nekrosis yang bisa menyebabkan terbentuknya abses. Kumpulan pus dan
tekanan yang dihasilkan, dapat meembus korteks melalui sistem haversian dan
kanal Volkmann dan akan dikumpulkan dibawah periostium. Abses subperiostium
dapat menstimulasi terbentuknya involucrum periosteal. Sekali mengenai korteks,
pus dapat menembus jaringan lunak sampai permukaan kulit, membentuk sinus
pengeluaran (draining sinus).
2.5 KLASIFIKASI
Ada beberapa sistem dalam mengklasifikasikan osteomielitis. Sistem
tradisional membagi infeksi tulang berdasarkan durasi gejala: akut, subakut, dan
kronis. Osteomielitis akut diidentifikasi dalam onset 7-14 hari. Infeksi akut
seringkali berhubungan dengan penyebaran secara hematogen dari tulang pada
anak-anak. Bagaimanapun, orang dewasa juga dapat menjadi infeksi akut
hematogen, terutama pada sekeliling dari protesis metal implant dan fiksasi keras.
Durasi dari osteomielitis subakut antara beberapa minggu dan beberapa bulan.
Osteomielitis kronis adalah infeksi tulang yang terjadi paling tidak beberapa
bulan. Ini berhubungan dengan nekrosis tulang episenter atau yang disebut
sequestrum yang secara umum menyebabkan pengaktifan kembali vaskularisasi
yang disebut involucrum.
Sistem lainnya, dikembangkan oleh Waldyogel, mengkategorikan infeksi
tulang berdasarkan etiologi dan kronisitas: hematogen, penyebaran secara
kontinyu (dengan atau tanpa keikut- sertaan penyakit vaskular), dan kronis.
Infeksi hematogen dan penyebaran kontinyu dapat tejadi secara akut, walaupun
sebelumnya berhubungan dengan trauma atau infeksi jaringan lunak local seperti
ulkus diabetes tungkai.

Ciemy dan Mader mengembangkan system tahapan pada osteomielitis


yang mengklasifikasikan berdasarkan luas anatomis dari infeksi dan status
fisiologis host dibandingkan dengan kronisitas dan etiologi. Empat tahapan
memiliki karakteristik berdasarkan pada keterlibatan tulang yang infeksi dalam
meningkatkan kompleksitas: tahap 1 hanya sum-sum tulang, tahap 2 hanya
korteks superficial, tahap 3 sum-sum tulang dan korteks lokal, dan tahap 4
sumsum tulang dan korteks difus.

2.6 JENIS OSTEOMIELITIS


2.6.1 Osteomielitis Hematogen Akut
Osteomielitis hematogen akut merupakan infeksi tulang dan sumsum
tulang akut yang disebabkan oleh bakteri piogenik dimana mikroorganisme berasal dari focus di tempat lain dan beredar melalui sirkulasi
darah. Kelainan ini sering ditemukan pada anak-anak dan sangat jarang
pada orang dewasa. Osteomielitis hematogen akut pada dasarnya adalah
penyakit pada tulang yang sedang tumbuh. Diagnosis yang dini sangat
penting oleh karena prognosis tergantung dari pengobatan yang tepat dan
segera. Osteomielitis hematogen akut sering sekali mengenai metafisis
tulang panjang pada anak-anak, tersering pada femur dan diikuti oleh tibia,
humerus, radius, ulna, dan fibula. Secara klinis, pasien memiliki gejala
9

seperti inflamasi yang akut. Rasa nyeri biasanya terlokalisir, tetapi bisa saja
menjalar kebagian tubuh lainnya. Sebagai contoh, jika anak mengeluhkan
nyeri pada lutut, sendi panggul harus juga dievaluasi untuk melihat
kemungkinan adanya arthritis septik. Jika tulang pada kaki terinfeksi, anak
akan mengalami kesulitan untuk berjalan atau berhenti berjalan. Pada
pemeriksaan sering didapatkan terdapatnya nyeri lokal dan biasanya diikuti
dengan pergerakan yang terbatas pada sendi sebelahnya, tetapi bengkak
dan kemerahan agak jarang dijumpai. Tanda sistemik seperti demam dan
menggigil biasanya ada, dan bayi biasanya menunjukkan irritable atau
letargik dan tidak ada selera makan.
Faktor predisposisi osteomilitis akut adalah :
A. Umur, terutama mengenai bayi dan anak-anak
B. Jenis kelamin, lebih sering pada laki-laki dari pada wanita dengan
perbandingan 4:1
C. Trauma; hematoma akibat trauma pada daerah metafisis, merupakan
salah satu faktor predisposisi terjadinya osteomielitis hematogen akut
D. Lokasi; osteomielitis hematogen akut sering terjadi di daerah
metafisis karena daerah ini merupakan daerah aktif tempat terjadinya
pertumbuhan tulang.
E. Nutrisi, lingkungan dan imunitas yang buruk serta adanya fokus
infeksi sebelumnya (seperti bisul, tonsilitis) merupakan faktor
predisposisi osteomielitis hematogen akut.
Penyebaran osteomielitis melalui dua cara, yaitu :
A. Penyebaran umum

Melalui sirkulasi darah berupa bakteremia dan septikemia

Melalui embolus infeksi yang menyebabkan infeksi multifocal


pada daerah-daerah lain

B. Penyebaran lokal

Subperiosteal abses akibat penerobosan abses melalui periost


10

Selulitis akibat abses subperiosteal menembus sampai di bawah


kulit

Penyebaran ke dalam sendi sehingga terjadi arthritis septik

Penyebaran ke medula tulang sekitarnya sehingga sistem sirkulasi


dalam tulang terganggu. Hal ini menyebabkan kematian tulang
lokal dengan terbentuknya tulang mati yang disebut dengan
sekuestrum

Teori terjadinya infeksi pada daerah metafisis yaitu :


A. Teori vaskular (Trueta)
Pembuluh darah pada daerah metafisis berkelok-kelok dan
membentuk sinus-sinus sehingga menyebabkan aliran darah menjadi
lebih lambat. Aliran darah yang melambat pada daerah ini
memudahkan bakteri berkembang biak.
B. Teori fagositosis (Rang)
Daerah metafisis merupakan daerah pembentukan system
retikulo-endotelial. Bila terjadiinfeksi, bakteri akan difagosit oleh selsel fagosit matur di tempat ini. Meskipun demikian di daerah ini
terdapat juga sel-sel fagosit imatur yang tidak dapat memfagosit
bakteri sehingga beberapa bakteri tidak difagosit dan berkembang biak
di daerah ini.
C. Teori trauma
Bila trauma artifisial dilakukan pada binatang percobaan maka
akan terjadi hematoma pada daerah lempeng epifisis. Dengan
penyuntikan bakteri secara intravena, akan terjadi infeksi pada daerah
hematoma tersebut.
Patologi yang terjadi pada osteomielitis hematogen akut tergantung
pada umur, daya tahan penderita, lokasi infeksi serta virulensi kuman.
Infeksi terjadi melalui aliran darah dari fokus tempat lain dalam tubuh pada
11

fase bakteremia dan dapat menimbulkan septicemia. Embolus infeksi


kemudian masuk ke dalam juksta epifisis pada daerah metafisis disertai
pembentukan pus. Terbentuknya pus dalam tulang dimana jaringan tulang
tidak dapat berekspansi akan menyebabkan tekanan dalam tulang
bertambah. Peninggian tekanan dalam tulang mengakibatkan terganggunya
sirkulasi darah dan timbulnya thrombosis pada pembuluh darah tulang
yang akhirnya menyebabkan nekrosis tulang. Selain itu, pembentukan
tulang baru yang ekstensif terjadi pada bagian dalam periosteum sepanjang
diafisis (terutama anak-anak) sehingga terbentuk suatu lingkungan tulang
seperti peti mati yang disebut involucrum dengan jaringan sekuestrum
didalamnya. Proses ini terlihat jelas pada akhir minggu kedua. Apabila pus
menembus tulang, maka terjadi pengaliran pus (discharge) dari involucrum
keluar melalui lubang yang disebut kloaka atau melalui sinus pada jaringan
lunak dan kulit.
Pada tahap selanjutnya penyakit akan berkembang menjadi
osteomielitis kronis. Pada daerah tulang kanselosa, infeksi dapat terlokalisir
serta diliputi oleh jaringan fibrosa yang membentuk abses tulang kronis
yang disebut abses bordie.
Berdasarkan umur dan pola vaskularisasi pada daerah metafisis dan
epifisis, Trueta membagi proses patologis pada osteomielitis akut atas tiga
jenis, yaitu :
A. Bayi
Adanya pola vaskularisasi fetal menyebabkan penyebaran
infeksi dari metafisis dan epifisis dapat masuk ke dalam sendi, sehingga
seluruh tulang termasuk persendian dapat terkena. Lempeng epifisis
biasanya lebih resisten terhadap infeksi.
B. Anak
Dengan terbentuknya lempeng epifisis serta osifikasi yang
sempurna, resiko infeksi pada epifisis berkurang oleh karena lempeng
12

epifisis merupakan barier terhadap infeksi. Selain itu, tidak ada


hubungan vaskularisasi yang berarti antara metafisis dan epifisis.
Infeksi pada sendi hanya dapat terjadi bila ada infeksi intra-artikuler.
C. Dewasa
Osteomielitis akut pada orang dewasa sangat jarang terjadi oleh
karena lempeng epifisis telah hilang. Walaupun infeksi dapat menyebar
ke epifisis, namun infeksi intra-artikuler sangat jarang terjadi. Abses
subperiosteal juga sulit terjadi karena periost melekat erat dengan
korteks.
Gambaran klinis osteomielitis hematogen tergantung dari
stadium patogenesis dari penyakit. Osteomielitis hematogen akut
berkembang secara progresif dan cepat. Pada keadaan ini mungkin
dapat ditemukan adanya infeksi bacterial pada kulit dan saluran napas
bagian atas. Gejala lain dapat berupa nyeri yang konstan pada daerah
infeksi, nyeri tekan dan terdapat gangguan fungsi anggota gerak yang
bersangkutan.
Gejala-gejala umum yang timbul akibat bakteremia dan septikemia
berupa panas tinggi, malaise serta nafsu makan yang berkurang.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan nyeri tekan dan gangguan
pergerakan sendi oleh karena pembengkakan sendi, gangguan akan
semakin berat bila terjadi spasme local. Gangguan pergerakan sendi juga
dapat disebabkan oleh efusi sendi atau infeksi sendi (arthritis septik).
Pada orang dewasa lokalisasi infeksi biasanya pada daerah vertebra
torako-lumbal yang terjadi akibat torakosintesis atau akibat prosedur
urologis dan dapat ditemukan adanya riwayat kencing manis, malnutrisi,
adiksi obat-obatan atau pengobatan dengan imunosupresif, oleh karena itu
riwayat hal-hal yang tersebut di atas perlu ditanyakan.

13

Pemeriksaan laboratorium
A. Pemeriksaan darah
B. Sel darah putih meningkat sampai 30000, dengan peningkatan LED
C. Pemeriksaan titer antibody anti-stafilokokus
D. Kultur darah untuk menentukan jenis bakterinya dan uji sensitivitas.
E. Pemeriksaan feses, untuk dilakukan kultur atas kecurigaan infeksi
oleh bakteri Salmonella.
F. Biopsy, dilakukan pada tempat yang dicurigai untuk menyingkirkan
dengan suatu tumor. Karena gambaran klinis dan radiologis yang
diperlihatkan pada osteomielitis menyerupai beberapa neoplasma
inflamasi seperti leukemia akut limfositik, sarcoma Ewing, dan
histiositosis sel Langerhans (yang disebut juga dengan granuloma
eosinofilik). Maka dari itu, biopsy dapat menyingkirkan sebuah tanda
infeksi dari suatu tumor.
Pemeriksaan radiologis
A. Foto polos pada 10 hari pertama, tidak ditemukan kelainan radiologis
yang berarti dan mungkin hanya ditemukan pembengkakan jaringan
lunak. Gambaran destruksi tulang dapat terlihat setelah 10 hari (2
minggu) berupa rarefaksi tulang yang bersifat difus pada daerah
metafisis dan pembentukan tulang baru di bawah periosteum yang
terangkat. Akan terlihat gambaran lesi radiolusen dan perubahan dari
periosteum.
B. Pemeriksaan

radioisotope

dengan

99mtechnetium

akan

memperlihatkan penangkapan isotop pada daerah lesi. Dengan


menggunakan teknik label leukosit dimana 111mindium menjadi
positif
C. Pemeriksaan ultrasonografi, dapat memperlihatkan adanya efusi pada
sendi. Juga memperlihatkan suatu area radiolusen pada tulang
kanseolus dan adanya perubahan pada periosteum.
14

D. MRI (Magnetic Resonance Imaging), menunjukkan gambaran


inflamasi awal dari sumsum tulang dengan inflamasi periosteum dan
jaringan lunak sekelilingnya sebagai bentuk progresivitas infeksi. Pada
tahap selanjutnya maka akan terbentuk abses yang akan terlihat
sebagai suatu tanda dari gambaran kontras gadolinium.
Komplikasi
A. Septikemia
Dengan makin tersedianya obat-obat antibiotic yang memadai,
kematian akibat septicemia pada saat ini jarang ditemukan.
B. Infeksi yang bersifat metastatik
Infeksi dapat bermetastasis ke tulang/sendi lainnya, otak dan
paru-paru, dapat bersifat multifokal dan biasanya terjadi pada penderita
dengan status gizi yang jelek.
C. Arthritis supuratif
Dapat terjadi pada bayi muda karena lempeng epifisis bayi
(yang bertindak sebagai barier) belum berfungsi dengan baik.
Komplikasi terutama terjadi pada osteomielitis hematogen akut di
daerah metafisis yang bersifat intra-kapsuler (misalnya pada sendi
panggul) atau melalui infeksi metastatik.
D. Gangguan pertumbuhan
Osteomielitis hematogen akut pada bayi dapat menyebabkan
kerusakan lempeng epifisis yang menyebabkan gangguan pertumbuhan,
sehingga tulang yang terkena akan menjadi lebih pendek. Pada anak
yang lebih besar akan terjadi hiperemi pada daerah metafisis yang
merupakan stimulasi bagi tulang untuk tumbuh. Pada keadaan ini
tulang tumbuh lebih cepat dan menyebabkan terjadinya pemanjangan
tulang.

15

E. Osteomielitis kronis
Apabila diagnosis dan terapi yang tepat tidak dilakukan, maka
osteomielitis akut akan berlanjut menjadi osteomielitis kronis.
Diagnosis banding
A. Selulitis
B. Arthritis supuratif akut
C. Demam reumatik
D. Krisis sel sabit
E. Penyakit Gaucher
F. Tumor Ewing
Pengobatan
A. Istirahat dan pemberian analgesic untuk menghilangkan rasa nyeri
B. Pemberian cairan intravena dan kalau perlu tranfusi darah
C. Istirahat lokal dengan bidai atau traksi
D. Pemberian antibiotik secepatnya sesuai dengan penyebab utama yaitu
stafilokokus aureus sambil menunggu hasil biakan. Antibiotik diberikan
3-6 minggu dengan melihat keadaan umum dan laju endap darah
penderita. Antibiotik tetap diberikan hingga 2 minggu setelah laju
endap darah normal.
E. Drainase bedah. Apabila setelah 24 jam pengobatan local dan sistemik
antibiotik gagal (tidak ada perbaikan keadaan umum), maka dapat
dipertimbangkan

drainase

bedah.

Pada

drainase

bedah,

pus

subperiosteal dievakuasi untuk mengurangi tekanan intra-oseus


kemudian dilakukan pemeriksaan biakan kuman. Drainase dilakukan
selama beberapa hari dengan menggunakan cairan Nacl 0,9% dan
dengan antibiotik.

16

2.6.2 Osteomielitis Hematogen Subakut


Kelainan ini dapat ditemukan di beberapa negara dengan insiden yang
hampir sama dengan osteomielitis akut. Gejala osteomielitis subakut lebih
ringan oleh karena organisme penyebabnya kurang purulen dan penderita lebih
resisten. Osteomielitis hematogen subakut biasanya di sebabkan oleh
Stafilokokus aureus dan umumnya berlokasi di bagian distal femur dan
proksimal tibia.
17

Infeksi subakut biasanya berhubungan dengan pasien pediatrik. Infeksi


ini biasanya disebabkan oleh organisme dengan virulensi rendah dan tidak
memiliki gejala. Osteomielitis subakut memiliki gambaran radiologis yang
merupakan kombinasi dari gambaran akut dan kronis. Seperti osteomielitis
akut, maka ditemukan adanya osteolisis dan elevasi periosteal. Seperti
osteomielitis kronik, maka ditemukan adanya zona sirkumferensial tulang yang
sklerotik. Apabila osteomielitis subakut mengenai diafisis tulang panjang,
maka akan sulit membedakannya dengan Histiositosis Langerhans atau
Ewings Sarcoma.
Patologi
Biasanya terdapat kavitas dengan batas tegas pada tulang kanselosa dan
mengandung cairan seropurulen. Kavitas dilingkari oleh jaringan granulasi
yang terdiri atas sel-sel inflamasi akut dan kronis dan biasanya terdapat
penebalan trabekula.
Gambaran klinis
Osteomielitis hematogen subakut biasanya ditemukan pada anak-anak
dan remaja. Gambaran klinis yang ditemukan adalah atrofi otot, nyeri local,
sedikit pembengkakan dan dapat pula penderita menjadi pincang. Terdapat rasa
nyeri pada daerah sekitar sendi selama beberapa minggu atau mungkin
berbulan-bulan. Suhu tubuh penderita biasanya normal.
Pemeriksaan laboratorium
Leukosit umumnya normal, tetapi laju endap darah meningkat.
Diagnosis
Dengan foto rontgen biasanya ditemukan kavitas berdiameter 1-2 cm
terutama pada daerah metafisis dari tibia dan femur atau kadang-kadang pada
daerah diafisis tulang panjang.
18

Pengobatan
Pengobatan yang dilakukan berupa pemberian antibiotic yang adekuat
selama 6 minggu. Apabila diagnosis ragu-ragu, maka dapat dilakukan biopsi
dan kuretase.
2.6.2 Osteomielitis Kronis
Osteomielitis kronis umumnya merupakan lanjutan dari osteomielitis
akut yang tidak terdiagnosis atau tidak diobati dengan baik. Osteomielitis
kronis dapat juga terjadi setelah fraktur terbuka atau setelah Tindakan operasi
pada tulang.
Bakteri penyebab osteomielitis kronis terutama oleh Stafilokokus
aureus (75%), atau E. colli, Proteus, atau Pseudomonas. Stafilokokus
epidermidis merupakan penyebab utama osteomielitis kronis pada operasioperasi ortopedi yang menggunakan implant.
Patologi dan Patogenesis
Infeksi tulang dapat menyebabkan terjadinya sekuestrum yang
menghambat terjadinya resolusi dan penyembuhan spontan yang normal pada
kulit. Sekuestrum ini merupakan benda asing bagi tulang dan mencegah
terjadinya penutupan kloaka (pada tulang) dan sinus (pada kulit). Sekuestrum
diselimuti oleh invoucrum yang tidak dapat keluar/dibersihkan dari medulla
tulang kecuali dengan tindakan operasi. Proses selanjutnya terjadi destruksi
dan sklerosis tulang yang dapat terlihat pada foto rontgen.
Gambaran Klinis
Penderita sering mengeluhkan adanya cairan yang keluar dari
luka/sinus setelah operasi, yang bersifat menahun. Kelainan kadang-kadang
disertai dengan demam dan nyeri local yang hilang timbul di daerah anggota
gerak tertentu. Pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya sinus, fistel atau
19

sikatriks bekas operasi dengan nyeri tekan. Mungkin dapat ditemukan


sekuestrum yang menonjol keluar melalui kulit. Biasanya terdapat riwayat
fraktur terbuka atau osteomelitis pada penderita.
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium menunjukkan adanya peningkatan LED,
leukositosis, serta peningkatan titer antibodi anti-stafilokokus. Pemeriksaan
kultur dan uji sensitivitas

diperlukan untuk menentukan organisme

penyebabnya.
Pemeriksaan Radiologis
A. Foto polos
Pada foto rontgen dapat ditemukan adanya tanda-tanda porosis
dan sklerosis tulang, penebalan periost, elevasi periosteum dan mungkin
adanya sekuestrum.
B. Radioisotop scanning
Radioisotop scanning dapat membantu menegakkan diagnosis
osteomielitis kronis dengan memakai 99mTCHDP.
C. CT dan MRI
Pemeriksaan ini bermanfaat untuk membuat rencana pengobatan
serta untuk melihat sejauh mana kerusakan tulang yang terjadi.
Pengobatan
A. Pemberian antibiotik
Osteomielitis kronis tidak dapat diobati dengan antibiotic
semata-mata. Pemberian antibiotic ditujukan untuk:
B. Mencegah terjadinya penyebaran infeksi pada tulang sehat lainnya
20

C. Mengontrol eksaserbasi akut


Tindakan operatif
Tindakan operatif dilakukan bila fase eksaserbasi akut telah reda
setelah pemberian dan pemayungan antibiotik yang adekuat. Operasi
dilakukan dengan tujuan :
A. Mengeluarkan seluruh jaringan nekrotik, baik jaringan lunak maupun
jaringan tulang (sekuestrum) sampai ke jaringan sehat sekitarnya.
Selanjutnya dilakukan drainase dan dilanjutkan irigasi secara kontinyu
selama beberapa hari. Adakalanya diperlukan penanaman rantai
antibiotic di dalam bagian tulang yang terinfeksi.
B. Sebagai dekompresi pada tulang dan memudahkan antibiotic mencapai
sasaran dan mencegah penyebaran osteomielitis lebih lanjut.
Komplikasi
A. Kontraktur sendi
B. Penyakit amiloid
C. Fraktur patologis
D. Perubahan menjadi keganasan pada jaringan epidermis (karsinoma
epidermoid, ulkus Marjolin)
E. Kerusakan epifisis sehingga terjadi gangguan pertumbuhan
2.7 PROGNOSIS
Prognosis dari osteomielitis beragam tergantung dari berbagai macam
faktor seperti virulensi bakteri, imunitas host, dan penatalaksanaan yang diberikan
kepada pasien. Diagnosis yang dini dan penatalaksanaan yang agressif akan dapat
memberikan prognosis yang memuaskan dan sesuai dengan apa yang diharapkan
meskipun pada infeksi yang berat sekalipun. Sebaliknya, osteomyelitis yang
ringan pun dapat berkembang menjadi infeksi yang berat dan meluas jika telat
dideteksi dan antibiotik yang diberikan tidak dapat membunuh bakteri dan
21

menjaga imunitas host. Pada keadaan tersebut maka prognosis osteomyelitis


menjadi buruk.
2.8 PENCEGAHAN
Osteomielitis hematogen akut dapat dihindari dengan mencegah
pembibitan bakteri pada tulang dari jaringan yang jauh. Hal ini dapat dilakukan
dengan penentuan diagnosis yang tepat dan dini serta penatalaksanaan dari fokus
infeksi bakteri primer.
Osteomielitis inokulasi langsung dapat dicegah dengan perawatan luka
yang baik, pembersihan daerah yang mengekspos tulang dengan lingkungan luar
yang sempurna, dan pemberian antibiotik profilaksis yang agresif dan tepat pada
saat terjadinya cidera.

BAB III
KESIMPULAN

22

Ostemomielitis adalah suatu proses inflamasi akut maupun kronik pada tulang
dan struktur disekitarnya yang disebabkan oleh organisme pyogenik. Pada dasarnya,
semua

jenis organisme, termasuk

menghasilkan

osteomielitis,

virus,
tetapi

parasit, jamur,
paling

sering

dan

bakteri, dapat
disebabkan oleh

bakteri piogenik tertentu dan mikobakteri. Penyebab osteomielitis pyogenik adalah


kuman Staphylococcus aureus (89-90%), Escherichia coli, Pseudomonas, dan
Klebsiella.
Infeksi dapat mencapai tulang dengan melakukan perjalanan melalui aliran
darah atau menyebar dari jaringan di dekatnya. Osteomielitis juga dapat terjadi
langsung pada tulang itu sendiri jika terjadi cidera yang mengekspos tulang, sehingga
kuman dapat langsung masuk melalui luka tersebut.
Osteomielitis sering ditemukan pada usia dekade I-II; tetapi dapat pula
ditemukan pada bayi dan infant. Anak laki-laki lebih sering dibanding anak
perempuan (4:1). Lokasi yang tersering ialah tulang-tulang panjang seperti femur,
tibia, radius, humerus, ulna, dan fibula. Kejadian tertinggi pada negara berkembang.
Tingkat mortalitas osteomielitis adalah rendah, kecuali jika sudah terdapat sepsis atau
kondisi medis berat yang mendasari. Penatalaksanaannya harus secara komprehensif
meliputi pemberian antibiotika, pembedahan, dan konstruksi jaringan lunak, kulit,
dan tulang.

DAFTAR PUSTAKA

23

Adam, Greenspan. Orthopedic Imaging: A Practical Approach, 4th Edition.


Lippincott Williams & Wilkins. USA. 2004.
Anonym, OSTEOMIELITIS : Perkembangan 10 tahun Terakhir. Available from:
http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/cdk_023_sendi_&_tulang.pdf
Daniel, Lew, et al. 2012. Review Article Current Concepts OSTEOMYELITIS
available from: http://www.nejm.org/doi/pdf/10.1056/nejm1997040333606
Kumar, Vinay; Abbas, Abul K.; Fausto, Nelson; & Mitchell, Richard N. (2007).
Robbins Basic Pathology (8th ed.). Saunders Elsevier. pp. 810811a
Rasjad, Chairuddin. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Penerbit Yarsif Watampone.
2003. Halaman 132-141.
Skinner, Harry B, MD, PhD. Current Diagnosis and Treatment in Orthopedics, Fourth
Edition. Chapter 8 : Orthopedic Infections. The McGraw Hill Companies, Inc.
2006.
Swiontkowski, Marc F, MD; Stovitz, Steven D, MD. Manual of Orthopaedics, 6th
Edition. Lipponcott Williams and Wilkins. 2001. Chapter 3 : Prevention and
Management of Acut Musculoskeletal Infections.

24

Anda mungkin juga menyukai