Anda di halaman 1dari 70

PEDOMAN

AKSES KE PELAYANAN DAN KONTINUTAS PELAYANAN


A. SKRINING / TRIAGE PASIEN
BAB I
PENDAHULUAN
a. Latar Belakang
Rumah sakit seharusnya mempertimbangkan bahwa pelayanan di rumah sakit
merupakan bagian dari suatu sistem pelayanan yang terintegrasi dengan para
profesional dibidang pelayanan kesehatan dan tingkat pelayanan yang akan
membangun

suatu

kontinuitas

pelayanan.

Maksud

dan

tujuannya

adalah

menyelaraskan kebutuhan pasien dibidang pelayanan kesehatan dengan pelayanan


yang

tersedia

di

rumah

sakit,

mengkoordinasikan

pelayanan,

kemudian

merencanakan pemulangan dan tindakan selanjutnya. Hasilnya adalah meningkatkan


mutu pelayanan pasien dan efisiensi penggunaan sumber daya yang tersedia di rumah
sakit. Informasi diperlukan untuk membuat keputusan yang benar tentang kebutuhan
pasien yang mana yang dapat dilayani rumah sakit, pemberian pelayanan yang efisien
kepada pasien, dan transfer dan pemulangan pasien yang tepat ke rumah atau ke
palayanan lain.
Menyesuaikan kebutuhan pasien dengan misi dan sumber daya rumah sakit
tergantung pada keterangan yang didapat tentang kebutuhan pasien dan kondisinya
lewat skrining pada kontak pertama. Skrining pada unit emergency dilaksanakan
melalui kriteria triase, evaluasi visual atau pengamatan, pemeriksaan fisik atau hasil
dari pemeriksaan fisik, psikologik, laboratorium klinik atau diagnostik imajing
sebelumnya.
Skrining dapat terjadi disumber rujukan, pada saat pasien ditransportasi
emergensi atau apabila pasien tiba di rumah sakit. Hal ini sangat penting bahwa
keputusan untuk mengobati, mengirim atau merujuk hanya dibuat setelah ada hasil
skrining dan evaluasi. Hanya rumah sakit yang mempunyai kemampuan
menyediakan pelayanan yang dibutuhkan dan konsisten dengan misinya dapat
dipertimbangkan untuk menerima pasien rawat inap atau pasien rawat jalan dan
rujukan kepelayanan kesehatan lainnya yang memiliki fasilitas yang memadai sesuai
kebutuhan pasien.
b. Ruang Lingkup
Ruang lingkup pelayanan instalasi gawat darurat meliputi:
1. Pasien dengan kasus True Emergency

Yaitu pasien yang tiba-tiba berada dalam keadaan gawat darurat atau akan
menjadi gawat dan terancam nyawanya atau anggota badannya (akan menjadi
cacat) bila tidak mendapat pertolongan secepatnya.
2. Pasien dengan kasus False Emergency
Yaitu pasien dengan:
Keadaan gawat tetapi tidak memerlukan tidak memerlukan tindakan darurat
Keadaan gawat tetapi tidak mengancam nyawa dan anggota badannya
Keadaan tidak gawat dan tidak darurat
Berdasarkan Permenkes RI Nomor 986/Menkes/Per/11/1992 pelayanan rumah
Departemen Kesehatan dan Pemerintah Daerah diklasifikasikan menjadi kelas/tipe
A,B,C,D dan E (Azwar,1996):
1. Rumah Sakit Umum Kelas D adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas
dan kemampuan sekurang-kurangnya pelayanan umum dan 2 (dua) pelayanan
medik spesialis dasar.
2. Rumah Sakit Umum Kelas C adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas
dan kemampuan sekurang-kurangnya pelayanan medik 4 (empat) spesialis dasar
dan 4 (empat) pelayanan penunjang medik.
3. Rumah Sakit Umum Kelas B adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas
dan kemampuan pelayanan medik sekurang-kurangnya 4 (empat) spesialis dasar, 4
(empat) spesialis penunjang medik, 8 (delapan) spesialis lainnya dan 2 (dua)
subspesialis dasar serta dapat menjadi RS pendidikan apabila telah memenuhi
persyaratan dan standar.
4. Rumah Sakit Umum Kelas A adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas
dan kemampuan pelayanan medik sekurang-kurangnya 4 (empat) spesialis dasar, 5
(lima) spesialis penunjang medik, 12 (dua belas) spesialis lainnya dan 13 (tiga
belas) subspesialis serta dapat menjadi RS pendidikan apabila telah memenuhi
persyaratan dan standar.
Menyesuaikan kebutuhan pasien dengan misi dan sumber daya rumah sakit
tergantung pada keterangan yang didapat tentang kebutuhan pasien dan kondisinya
lewat skrining pada kontak pertama. Skrining pada unit emergency dilaksanakan
melalui kriteria triase, evaluasi visual atau pengamatan, pemeriksaan fisik atau hasil
dari pemeriksaan fisik, psikologik, laboratorium klinik atau diagnostik imajing
sebelumnya.
Skrining dapat terjadi disumber rujukan, pada saat pasien ditransportasi
emergensi atau apabila pasien tiba di rumah sakit. Hal ini sangat penting bahwa

keputusan untuk mengobati, mengirim atau merujuk hanya dibuat setelah ada hasil
skrining dan evaluasi.
Pelayanan Medik Spesialis Dasar adalah pelayanan medik spesialis Penyakit
Dalam, Obstetri dan ginekologi, Bedah dan Kesehatan Anak. Pelayanan Spesialis
Penunjang adalah pelayanan medik Radiologi, Patologi Klinik, Patologi Anatomi,
Anaestesi dan Reanimasi, Rehabilitasi Medik. Pelayanan Medik Spesialis lain
adalah pelayanan medik spesialis Telinga Hidung dan Tenggorokan, Mata, Kulit dan
Kelamin, Kedokteran Jiwa, Syaraf, Gigi dan Mulut, Jantung, Paru, Bedah Syaraf,
Ortopedi. Pelayanan Medik Sub Spesialis adalah satu atau lebih pelayanan yang
berkembang dari setiap cabang medik spesialis. Pelayanan Medik Sub Spesialis
dasar adalah pelayanan subspesialis yang berkembang dari setiap cabang medik
spesialis 4 dasar. Dan Pelayanan Medik Sub Spesialis lain adalah pelayanan
subspesialis yang berkembang dari setiap cabang medik spesialis lainnya.
c. Batasan Operasional
1. Instalasi gawat darurat
Adalah unit pelayanan dirumah sakit yang memberikan pelayanan pertama pada
pasien dengan ancaman kematian dan kecacatan secara terpadu dengan melibatkan
berbagai multidisiplin.
2. Triage
Adalah pengelompkan

korban

yang

berdasarkan

atas

berat

ringannya

trauma/pemnyakit serta kecepatan penanganan/ pemindahannya.


3. Prioritas
Adalah penetuan mana yang harus didahulukan mengenai penanganan dan
pemindahan yang mengacu tingkat ancaman jiwa yang timbul
4. Survey primer
Adalah deteksi cepat dan koreksi segera terhadap kondisi ang mengancam jiwa
5. Survey Sekunder
Adalah melengkapi survey primer dengan mencari perubahan perubahan anatomi
yang akan berkembang menjadi semakin parah dan memperberat perubahan
fungsi vital yang ada berakhir dengan mengancam jiwa bila tidak segera diatasi.
6. Pasien gawat darurat
Pasien yang tiba-tiba dalam keadaan gawt atau akan menjadi gawat dan terancam
nyawanya atau anggota badannya (akan menjadi cacat) bila tidak mendapatkan
pertolongan secepatnya.
7. Pasien gawat tidak darurat
Pasien berada dalam keadaan gawat tetapi tidak memerlukan tindakan darurat
misalnya kanker stadium lanjut
8. Pasien darurat tidak gawat

Pasien akibat musibah yang dating tiba-tiba tetapi tidak mengancam nyawa dan
anggota badannya, misalnya luka sayat dangkal
9. Pasien tidak gawat tidak darurat
Misalnya pasien dengan ulcus peptikum, tbc kulit
10. Kecelakaan ( Accident)
Suatu kejadian dimana terjadi interaksi berbagai faktor yang dating secara
mendadak, tidak dikehendaki sehingga menimbulakan cedera fisik, mental, dan
social.
Kecelakaan dan cedera dapat diklasifikasikan menurut:
1) Tempat kejadian
Kecelakaan lalu lintas
Kecelakaan dilingkungan rumah tangga
Kecelakaan dilingkungan pekerjaan
Kecelakaan di sekolah
Kecelakaan di tempat-tempat umum lein seperti halnya : tempat rekreasi,
perbelanjaan, diarea olah raga dan lain-lain
2) Mekanisme kejadian
Tertumbuk, jatuh, terpotong, tercekik oleh benda asing, tersengat, terbakar baik
karena efek kimia, fisik maupun listrik atau radiasi.
3) Waktu kejadian
a) Waktu perjalanan (travelling/ transport time)
b) Waktu bekerja, sekolah, waktu bermain dan lain-lain
11. Bencana
Peristiwa atau rangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam dan atau manusia
yang mengakibatkan korban dan penderitaan manusia, kerugian harta benda,
kerusakan lingkungan, kerusakan sarana dan prasarana umum serta menimbulkan
gangguan terhadap tata kehiduapan masyarakat dan pembangunan nasional yang
memerlukan pertolongan dan bantuan.
Kematian dapat terjadi bila seseorang mengalami kerusakan atau kegagalan dari
salah satu system atau organ dibawah ini, yaitu:
1. Susunan saraf pusat
2. Pernafasan
3. Kardiovaskuler
4. Hati
5. Ginjal
6. Pancreas
Kegagalan system / organ tersebut dapat disebabkan oleh:
1.
2.
3.
4.
5.

Trauma/ cedera
Infeksi
Keracunan
Degeneresasi (failure)
Asfiksia

6. Kehilangan cairan dan elektrolit dalam jumlah yang besar (excessive loss of
water and electrolit)
Kegagalan system susunan saraf pusat, kardiovaskuler, pernafasan dan
hipoglikemia dapat meyebabkan kematian dalam waktu yang singkat, sedangkan
kegagalan system organ yang lain dapat meyebabkan kematian dalam waktu yang
lama.
Dengan demikian keberhasilan penanggulangan penderita gawat darurat
(PPGD) dalam mencegah kematian dan cacat ditentukan oleh
1. Kecepatan menemukan penderita gawat darurat
2. Kecepatan meminta pertolongan
3. Kecepatan dan kualitas pertolongan yang diberikan
a. Ditempat kejadian
b. Dalam perjalanan ke rumah sakit
c. Pertolongan selanjutnya secara mantap dirumah sakit
BAB II
DEFINISI
Gawat darurat adalah suatu keadaan yang mana penderita memerlukan
pemeriksaan medis segera, apabila tidak dilakukan akan berakibat fatal bagi penderita.
Instalasi Gawat Darurat (IGD) adalah salah satu unit di rumah sakit yang harus dapat
memberikan pelayanan darurat kepada masyarakat yang menderita penyakit akut dan
mengalami kecelakaan, sesuai dengan standar.
IGD adalah suatu unit integral dalam satu rumah sakit dimana semua pengalaman
pasien yang pernah datang ke IGD tersebut akan dapat menjadi pengaruh yang besar bagi
masyarakat tentang bagaimana gambaran Rumah Sakit itu sebenarnya. Fungsinya adalah
untuk menerima, menstabilkan dan mengatur pasien yang menunjukkan gejala yang
bervariasi dan gawat serta juga kondisi-kondisi yang sifatnya tidak gawat. IGD juga
menyediakan sarana penerimaan untuk penatalaksanaan pasien dalam keadaan bencana,
hal ini merupakan bagian dari perannya di dalam membantu keadaan bencana yang terjadi
di tiap daerah.
Rumah sakit merupakan terminal terakhir dalam menanggulangi penderita gawat
darurat oleh karena itu fasilitas rumah sakit, khususnya instalasi gawat darurat harus
dilengkapi sedemikian rupa sehingga dapat menanggulang gawat darurat. Pelayanan
keperawatan gawat darurat merupakan pelayanan profesional yang didasarkan pada ilmu
dan metodologi keperawatan gawat darurat berbentuk Bio-Psiko-Sosio-Spiritual yang
komprehensif ditujukan kepada klien atau pasien yang mempunyai masalah aktual atau
potensial mengancam kehidupan tanpa atau terjadinya secara mendadak atau tidak di
perkirakan tanpa atau disertai kondisi lingkungan yang tidak dapat dikendalikan.

Skrining

(screening)

merupakan

pemeriksaan

sekelompok

orang

untuk

memisahkan orang yang sehat dari orang yang mempunyai keadaan patologis yang tidak
terdiagnosis atau mempunyai risiko tinggi. (Kamus Dorland ed. 25 : 974 ). Menurut
Rochjati P (2008), skrining merupakan pengenalan dini secara pro-aktif pada ibu hamil
untuk menemukan adanya masalah atau faktor risiko. Sehingga skrining bisa dikatakan
sebagai usaha untuk mengidentifikasi penyakit atau kelainan yang secara klinis belum
jelas, dengan menggunakan tes, pemeriksaan atau prosedur tertentu yang dapat digunakan
secara cepat untuk membedakan orang yang terlihat sehat, atau benar benar sehat tapi
sesungguhnya menderita kelainan.
Skrining pada unit emergency dilaksanakan melalui kriteria triase, evaluasi visual
atau pengamatan, pemeriksaan fisik atau hasil dari pemeriksaan fisik, psikologik,
laboratorium klinik atau diagnostik imajing sebelumnya.
1. Tujuan Skrining
Untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas dari penyakit dengan pengobatan

a)
b)
c)
d)
e)

dini terhadap kasus-kasus yang ditentukan.


Test skrining dapat dilakukan
Pertanyaan/ Quesioner
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan laboratorium
X-ray
Diagnostik imaqina

2. Langkah- Langkah Skrining unit emergency


Penderita non trauma atau trauma/multitrauma memerlukan penilaian dan pengelolaan
yang cepat dan tepat untuk menyelamatkan jiwa penderita. Waktu berperan sangat
penting, oleh karena itu diperlukan cara yang mudah, cepat dan tepat. Proses awal ini

2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

dikenal dengan Initial assessment ( penilaian awal ).


Penilaian awal meliputi:
1. Persiapan
Triase
Primary survey (ABCDE)
Resusitasi
Tambahan terhadap primary survey dan resusitasi
Secondary survey
Tambahan terhadap secondary survey
Pemantauan dan re-evaluasi berkesinarnbungan
Transfer ke pusat rujukan yang lebih baik
Urutan kejadian diatas diterapkan seolah-seolah berurutan namun dalam praktek
sehari-hari dapat dilakukan secara bersamaan dan terus menerus.
I.
PERSIAPAN
A. Fase Pra-Rumah Sakit
1. Koordinasi yang baik antara dokter di rumah sakit dan petugas lapangan
2. Sebaiknya terdapat pemberitahuan terhadap rumah sakit sebelum penderita

mulai diangkut dari tempat kejadian.


3. Pengumpulan keterangan yang akan dibutuhkan di rumah sakit seperti
waktu kejadian, sebab kejadian, mekanisme kejadian dan riwayat
penderita.
B. Fase Rumah Sakit
1. Perencanaan sebelum penderita tiba
2.Perlengkapan airway sudah dipersiapkan, dicoba dan diletakkan di tempat
yang mudah dijangkau
3. Cairan kristaloid yang sudah dihangatkan, disiapkan dan diletakkan pada
tempat yang mudah dijangkau
4. Pemberitahuan terhadap tenaga laboratorium dan radiologi apabila
sewaktu-waktu dibutuhkan.
5. Pemakaian alat-alat proteksi diri
II.

TRIASE
Triase adalah cara pemilahan penderita berdasarkan kebutuhan terapi dan sumber
daya yang tersedia. Dua jenis triase :
A. Multiple Casualties
Jumlah penderita dan beratnya trauma tidak melampaui kemampuan rumah
sakit. Penderita dengan masalah yang mengancam jiwa dan multi trauma akan
mendapatkan prioritas penanganan lebih dahulu.
B. Mass Casualties
Jumlah penderita dan beratnya trauma melampaui kemampuan rumah sakit.
Penderita dengan kemungkinan survival yang terbesar dan membutuhkan
waktu, perlengkapan dan tenaga yang paling sedikit akan mendapatkan
prioritas penanganan lebih dahulu.
Pemberian label kondisi pasien pada musibah massal :
A. Label hijau
Penderita tidak luka . Ditempatkan di ruang tunggu untuk dipulangkan.
B. Label kuning
Penderita hanya luka ringan. Ditempatkan di kamar bedah minor UGD.
C. Label merah
Penderita dengan cedera berat. Ditempatkan di ruang resusitasi UGD dan
disiapkan dipindahkan ke kamar operasi mayor UGD apabila sewaktu-waktu
akan dilakukan operasi
D. Label biru
Penderita dalam keadaan berat terancam jiwanya. Ditempatkan di ruang
resusitasi UGD disiapkan untuk masuk intensive care unit atau masuk kamar
operasi.
E. Label hitam
Penderita sudah meninggal. Ditempatkan di kamar jenazah.
Alur Skema Triase

Ukur Tanda Vital dan Tingkat Kesadaran


LANGKAH 1

GCS<14 atau Tek. Darah Sistolik<90 atau


RR<10 atau >29 atau RTS<11 atau PTS<9

YA. Panggil tim trauma

LANGKAH 2

TIDAK. Nilai anatomi cedera

Flail chest Paralisis ekstremitas


Fraktur 1/lebih fraktur tulang Fraktur pelvis
Panjang Kombinasi trauma-luka bakar
Amputasi proks. Wrist/ankle Luka bakar luas
Cedera Tembus kepala, leher, toraks
abdomen, proksimal lutut/siku
Fr. Tengkorak, terbuka dan impresi

YA. Panggil tim trauma

TIDAK. Nilai mekanisme


cedera dan bukti benturan keras

Terlempar dari mobil Waktu ekstrikasi >20 menit


Meninggal di mobil yang sama Jatuh > 6 m
Pejalan kaki terlempar/terlindas Mobil terbalik
Mobil kecepatan tinggi Pejalan kaki X Mobil kecepatan
Kecepatan >64 km/jam > 8 km/jam
Mobil penyok >50 cm KLL motor kecepatan > 32 km/jam
Instruksi dalam kabin > 30 cmatau moto-pengendara terpisah
LANGKAH 3

III.

PRIMARY
TIDAK
YA. SURVEY
Panggil tim trauma atau
A. Airway
kontrol servikal
rujuk dengan
ke pusat trauma
1. Penilaian
a. Mengenal patensi airway ( inspeksi, auskultasi, palpasi)
b. Penilaian secara cepat dan tepat akan adanya obstruksi
Umur < 5 atau > 55 tahun Penyakit jantung-paru
2. Pengelolaan
airway
Hamil IDDM, Sirosis
a. Lakukan chin
lift dan morbid
atau jaw
thrust
dengan kontrol servikal in-line
Imunosupresi
obesity,
koagulopati
immobilisasi
b. Bersihkan airway dari benda asing bila perlu suctioning dengan alat
YA. Panggil tim trauma

rujuk
pusat trauma
yangkerigid
LANGKAH 4

TIDAK, Re evaluasi bersama


control medik

c. - Pasang pipa nasofaringeal atau orofaringeal


- Pasang airway definitif sesuai indikasi ( lihat tabel 1 )
3. Fiksasi leher
4. Anggaplah bahwa terdapat kemungkinan fraktur servikal pada setiap
penderita multi trauma, terlebih bila ada gangguan kesadaran atau
perlukaan diatas klavikula.
5. Evaluasi
Tabel 1- Indikasi Airway Definitif

Kebutuhan untuk perlindungan

Kebutuhan untuk ventilasi

airway
Tidak sadar
Fraktur maksilofasial

Bahaya aspirasi
Perdarahan
Muntah - muntah
Bahaya sumbatan
Hematoma leher
Cedera laring, trakea
Stridor

Apnea
Paralisis neuromuskuler
Tidak sadar
Usaha nafas yang tidak adekuat
Takipnea
Hipoksia
Hiperkarbia
Sianosis
Cedera kepala tertutup berat yang
membutuhkan hiperventilasi singkat,
bila terjadi penurunan keadaan neurologis

Gambar 2
Algoritme Airway
Keperluan Segera Airway Definitif
Kecurigaan cedera servikal
Oksigenasi/Ventilasi
Apneic
Intubasi orotrakeal
dengan imobilisasi
servikal segaris

Bernafas
Intubasi Nasotrakeal
atau orotrakeal
dengan imobilisasi
servikal segaris*
Cedera
maksilofasial berat

Tidak dapat intubasi

Tidak dapat intubasi

Tidak dapat intubasi


Tambahan farmakologik
Intubasi orotrakeal
Tidak dapat intubasi

Airway Surgical
* Kerjakan sesuai pertimbangan klinis dan tingkat ketrampilan/pengalaman

B. Breathing dan Ventilasi-Oksigenasi


1. Penilaian
a. Buka leher dan dada penderita, dengan tetap memperhatikan kontrol
servikal in-line immobilisasi
b. Tentukan laju dan dalamnya pernapasan
c. Inspeksi dan palpasi leher dan thoraks untuk mengenali kemungkinan
terdapat deviasi trakhea, ekspansi thoraks simetris atau tidak,
pemakaian otot-otot tambahan dan tanda-tanda cedera lainnya.
d. Perkusi thoraks untuk menentukan redup atau hipersonor
e. Auskultasi thoraks bilateral
2. Pengelolaan
a. Pemberian oksigen konsentrasi tinggi ( nonrebreather mask 11-12
liter/menit)
b. Ventilasi dengan Bag Valve Mask
c. Menghilangkan tension pneumothorax
d. Menutup open pneumothorax
e. Memasang pulse oxymeter
3. Evaluasi
C. Circulation dengan kontrol perdarahan
1. Penilaian
a. Mengetahui sumber perdarahan eksternal yang fatal
b. Mengetahui sumber perdarahan internal
c. Periksa nadi : kecepatan, kualitas, keteraturan, pulsus paradoksus.
Tidak diketemukannya pulsasi dari arteri besar merupakan pertanda
diperlukannya resusitasi masif segera.
d. Periksa warna kulit, kenali tanda-tanda sianosis.
e. Periksa tekanan darah
2. Pengelolaan
a. Penekanan langsung pada sumber perdarahan eksternal
b. Kenali perdarahan internal, kebutuhan untuk intervensi bedah serta
konsultasi pada ahli bedah.
c. Pasang kateter IV 2 jalur ukuran besar sekaligus mengambil sampel
darah untuk pemeriksaan rutin, kimia darah, tes kehamilan (pada
wanita usia subur), golongan darah dan cross-match serta Analisis Gas
Darah (BGA).
d. Beri cairan kristaloid yang sudah dihangatkan dengan tetesan cepat.
e. Pasang PSAG/bidai pneumatik untuk kontrol perdarahan pada pasienpasien fraktur pelvis yang mengancam nyawa.
f. Cegah hipotermia
3. Evaluasi
D. Disability
1. Tentukan tingkat kesadaran memakai skor GCS/PTS
2. Nilai pupil : besarnya, isokor atau tidak, reflek cahaya dan awasi tandatanda lateralisasi

3. Evaluasi dan Re-evaluasi aiway, oksigenasi, ventilasi dan circulation.


E. Exposure/Environment
1. Buka pakaian penderita
2. Cegah hipotermia : beri selimut hangat dan tempatkan pada ruangan yang
cukup hangat.
IV.

RESUSITASI
A. Re-evaluasi ABCDE
B. Dosis awal pemberian cairan kristaloid adalah 1000-2000 ml pada dewasa dan
20 mL/kg pada anak dengan tetesan cepat ( lihat tabel 2 )
C. Evaluasi resusitasi cairan
1. Nilailah respon penderita terhadap pemberian cairan awal ( lihat gambar 3,
tabel 3 dan tabel 4 )
2. Nilai perfusi organ ( nadi, warna kulit, kesadaran dan produksi urin ) serta
awasi tanda-tanda syok
D. Pemberian cairan selanjutnya berdasarkan respon terhadap pemberian cairan awal.
1. Respon cepat
- Pemberian cairan diperlambat sampai kecepatan maintenance
- Tidak ada indikasi bolus cairan tambahan yang lain atau pemberian
-

darah
Pemeriksaan darah dan cross-match tetap dikerjakan
Konsultasikan pada ahli bedah karena intervensi operatif mungkin

masih diperlukan
2. Respon Sementara
- Pemberian cairan tetap dilanjutkan, ditambah dengan pemberian

darah
- Respon terhadap pemberian darah menentukan tindakan operatif
- Konsultasikan pada ahli bedah ( lihat tabel 5 ).
3. Tanpa respon
- Konsultasikan pada ahli bedah
- Perlu tindakan operatif sangat segera
- Waspadai kemungkinan syok non hemoragik seperti tamponade
-

jantung atau kontusio miokard


Pemasangan CVP dapat membedakan keduanya ( lihat tabel 6 )

Gambar 3
a. Rapid response

b. Transient response

c. No response

Tabel 2- Perkiraan Kehilangan Cairan dan Darah,


Berdasarkan Presentasi Penderita Semula

KELAS I
Kehilangan Darah (mL) Sampai 750
Kehilangan Darah (% Sampai 15%

Kelas II
750-1500
15%-30%

Kelas III
1500-2000
30%-40%

Kelas IV
>2000
>40%

volume darah)
Denyut Nadi
Tekanan Darah
Tekanan nadi
(mm Hg)

<100
Normal
Normal atau

>100
Normal
Menurun

>120
Menurun
Menurun

>140
Menurun
Menurun

Naik
14-20
>30

20-30
20-30

30-40
5-15

>35
Tidak berarti

Frekuensi Pernafasan
Produksi Urin
(mL/jam)
CNS/ Status
Mental
Penggantian Cairan
(Hukum 3:1)

Sedikit cemas Agak cemas Cemas,


Bingung,lesu
bingung
(lethargic)
Kristaloid
Kristaloid
Kristaloid dan Kristaloid dan
darah

darah

Table 3-Penilaian Awal dan Pengelolaan Syok

KONDISI
Tension
Pneumothorax
Massive hemothorax

Cardiac tamponade

PENILAIAN

(Pemeriksaan Fisik)
Deviasi Tracheal
Distensi vena leher
Hipersonor
Bising nafas (-)
Deviasi Tracheal
Vena leher kolaps
Perkusi : dullness
Bising nafas (-)
Distensi vena leher
Bunyi jantung jauh
Ultrasound

Perdarahan Intraabdominal Distensi abdomen

PENGELOLAAN
Needle decompression
Tube thoracostomy
Venous access
Perbaikan Volume
Konsultasi bedah
Tube thoracostomy
Pericardiocentesis
Venous access
Perbaikan Volume
Pericardiotomy
Thoracotomy
Venous access

Uterine lift, bila hamil


DPL/ultrasonography
Pemeriksaan Vaginal
Perdarahan Luar

Kenali sumber perdarahan

Perbaikan Volume
Konsultasi bedah
Jauhkan uterus dari vena
cava
Kontrol Perdarahan
Direct pressure
Bidai / Splints
Luka Kulit kepala yang
berdarah : Jahit

Tabel 4-Penilaian Awal dan Pengelolaan Syok


KONDISI IMAGE FINDINGS
SIGNIFICANCE
Fraktur
Pelvic x-ray
Kehilangan darah kurang
Fraktur Ramus
dibanding jenis lain
Pelvis
Mekanisme
Pubic
Kompresi Lateral
Open book
Pelvic volume

Vertical shear

Sumber perdarahan
banyak

Cedera Organ CT scan


Perdarahan
Dalam
intraabdomimal

Potensial kehilangan
darah
Hanya dilakukan bila
hemodinamik stabil

INTERVENSI
Perbaikan Volume
Mungkin Transfuse
Hindari manipulasi
berlebih
Perbaikan Volume
Mungkin Transfusi
Pelvic volume
Rotasi Internal Panggul
PASG
External fixator
Angiography
Traksi Skeletal
Konsultasi Ortopedi
Perbaikan Volume
Mungkin Transfusi
Konsultasi Bedah

Tabel 5-Transient Responder


ETIOLOGI
Dugaan Jumlah
perdarahan kurang

PEM.FISIK

Distensi Abdomen
Fraktur Pelvis
Fraktur Pelvis
Perdarahan Luar

PEM.DIAGNOSTIK
TAMBAHAN
DPL atau

ultrasonografi

atau
Perdarahan Berlanjut
Nonhemorrhagic
Distensi vena leher Pericardiocentesis
Cardiac
Bunyi jantung jauh
Ultrasound
tamponade
Bising nafas normal
Recurrent/
Deviasi Tracheal
persistent tension Distensi versa leher
pneumothorax
Hipersonor
Bising nafas (-)

INTERVENSI
Konsultasi Bedah
Perbaikan Volume
Mungkin Transfusi
Pasang bidai

Reevaluasi toraks
Dekompresi jarum
Tube thoracostomy

Tabel 6-Non responder


ETIOLOGI

PEM.FISIK

Massive blood loss Distensi


(Class III atau IV)
Abdomen
Intraabdominal
bleeding
Nonhemorrhagic
Tension
pneumothorax

PEM.DIAGNOST
IK
TAMBAHAN
DPL/USG

Distensi Vena
Leher
Trachea tergeser
Suara nafas

tamponade

Distensi vena
leher
Bunyi jantung

Intervensi segera
(ahli bedah)
Perbaikan Volume
Resusitasi Operatif
Chest Decompresion
(Needle
thoracocentesis
diteruskan
dengan tube

menghilang
Hipersonor

Nonhemorrhagic
Cardiac

INTERVENSI

thoracostomy)
Mungkin diperlukan
penggunaan
monitoring
invasive
Pericardiocentesis Nilai ulang ABCDE
Nilai ulang jantung
Pericardiocentesis

jauh
Ultrasound
Bising nafas
Cedera tumpul
jantung

normal
Nadi # teratur
Perfusi jelek

EKG : kelainan
iskemik
Transesophageal

Persiapan OK
Invasive monitoring
Inotropic support

echocardiography Pertimbangkan
Ultrasonography
operasi
(pericardial)
V.

TAMBAHAN PADA PRIMARY SURVEY DAN RESUSITASI


A. Pasang EKG
1. Bila ditemukan bradikardi, konduksi aberan atau ekstrasistole harus
dicurigai adanya hipoksia dan hipoperfusi
2. Hipotermia dapat menampakkan gambaran disritmia
B. Pasang kateter uretra
1. Kecurigaan adanya ruptur uretra merupakan

kontra indikasi

pemasangan kateter urine


2. Bila terdapat kesulitan pemasangan kateter karena striktur uretra atau
BPH, jangan dilakukan manipulasi atau instrumentasi, segera
konsultasikan pada bagian bedah
3. Ambil sampel urine untuk pemeriksaan urine rutine
4. Produksi urine merupakan indikator yang peka untuk menilai perfusi ginjal
dan hemodinamik penderita
5. Output urine normal sekitar 0,5 ml/kgBB/jam pada orang dewasa, 1
ml/kgBB/jam pada anak-anak dan 2 ml/kgBB/jam pada bayi
C. Pasang kateter lambung
1. Bila terdapat kecurigaan fraktur basis kranii atau trauma maksilofacial
yang merupakan kontraindikasi pemasangan nasogastric tube, gunakan
orogastric tube.
2. Selalu tersedia alat suction selama pemasangan kateter lambung, karena
bahaya aspirasi bila pasien muntah.
D. Monitoring hasil resusitasi dan laboratorium
Monitoring didasarkan atas penemuan klinis; nadi, laju nafas, tekanan darah,
Analisis Gas Darah (BGA), suhu tubuh dan output urine dan pemeriksaan
laboratorium darah.
E. Pemeriksaan foto rotgen dan atau FAST
1. Segera lakukan foto thoraks, pelvis dan servikal lateral, menggunakan
mesin x-ray portabel dan atau FAST bila terdapat kecurigaan trauma
abdomen.
2. Pemeriksaan foto rotgen harus selektif dan jangan sampai menghambat proses
resusitasi. Bila belum memungkinkan, dapat dilakukan pada saat secondary
survey.
3. Pada wanita hamil, foto rotgen yang mutlak diperlukan, tetap harus dilakukan.

VI.

SECONDARY SURVEY
A. Anamnesis (khusus pasien trauma)
Anamnesis yang harus diingat :
S : Syndrome

A : Alergi
M : Mekanisme dan sebab trauma
M : Medikasi ( obat yang sedang diminum saat ini)
P : Past illness
L : Last meal (makan minum terakhir)
E : Event/Environtment yang berhubungan dengan kejadian perlukaan.
B. Pemeriksaan Fisik ( lihat tabel 7 )
Tabel 7- Pemeriksaan Fisik pada Secondary Survey
Hal yang Identifikasi/
Penilaian
dinilai
Tentukan
Tingkat
Beratnya
Skor GCS
Kesadaran
trauma
Pupil

Kepala

kapitis
Jenis cedera Ukuran
Bentuk
kepala
Reaksi
Luka pada
mata
Luka pada
kulit kepala
Fraktur
tulang
tengkorak

Inspeksi
adanya

Penemuan Klinis
8, cedera kepala berat
9 -12, cedera kepala sedang
13-15, cedera kepala ringan

Konfirmasi
dengan
CT Scan
Ulangi tanpa
relaksasi Otot

"mass effect"
Diffuse axional injury
Perlukaan mata

CT Scan

Luka kulit kepala


Fraktur impresi
Fraktur basis

CT Scan

Fraktur tulang wajah

Foto tulang

luka dan
fraktur
Palpasi
adanya

Maksilofas Luka
ial

jaringan
lunak
Fraktur
Kerusakan

fraktur
Inspeksi :

deformitas
Cedera jaringan lunak
Maloklusi
Palpasi :
krepitus

wajah
CT Scan tulang
wajah

syaraf
Luka dalam
Leher

mulut/gigi
Cedera pada Inspeksi
Deformitas faring
Palpasi
Emfisema subkutan
faring
Auskultasi Hematoma
Fraktur
Murmur
servikal
Tembusnya platisma
Kerusakan
Nyeri, nyeri tekan C spine
vaskular
Cedera
esofagus

Foto servikal
Angiografi/
Doppler
Esofagoskopi
Laringoskopi

Gangguan
neurologis
Perlukaan

Toraks

dinding
toraks
Emfisema
subkutan
Pneumo/

Inspeksi
Jejas, deformitas, gerakan
Palpasi
Paradoksal
Auskultasi Nyeri tekan dada, krepitus
Bising nafas berkurang
Bunyi jantung jauh
Krepitasi mediastinum
Nyeri punggung hebat

hematotorak
Cedera

Foto toraks
CT Scan
Angiografi
Bronchoskopi
Tube torakostomi
Perikardio
sintesis
USG TransEsofagus

bronchus
Kontusio
paru
Kerusakan
aorta
torakalis
Tabel 7- Pemeriksaan Fisik pada Secondary Survey ( lanjutan )
Hal yang
Dinilai
Abdomen/
pinggang

Identifikasi/
tentukan
Perlukaan dd.
Abdomen
Cedera intraperitoneal
Cedera

Pelvis

retroperitoneal
Cedera Genitourinarius
Fraktur pelvis

Penilaian

Inspeksi
Palpasi
Auskultasi
Tentukan arah
penetrasi

Penemuan klinis
Nyeri, nyeri tekan

abd.

Iritasi peritoneal

Cedera organ viseral

Cedera
retroperitoneal

rinarius (hematuria)

Fraktur pelvis

Perlukaan

perineum, rektum,

Palpasi simfisis Cedera Genitopubis untuk


pelebaran
Nyeri tekan
tulang elvis
Tentukan
instabilitas
pelvis (hanya
satu kali)
Inspeksi
perineum
Pem.
Rektum/vagina

vagina

Konfirmasi
dengan
DPL
FAST
CT Scan
Laparotomi
Foto dengan
kontras
Angiografi
Foto pelvis
Urogram
Uretrogram
Sistogram
IVP
CT Scan dengan
kontras

Medula
spinalis

Kolumna
vertebralis

Trauma kapitis Pemeriksaan


Trauma medulla
motorik
spinalis
Pemeriksaan
Trauma syaraf
sensorik
perifer
Fraktur
Respon verbal
lnstabilitas
terhadap nyeri,
kolumna
tanda lateralisasi
Nyeri tekan
Vertebralis
Deformitas
Kerusakan

syaraf
Ekstremitas Cedera jaringan Inspeksi
Palpasi
lunak
Fraktur
Kerusakan sendi
Defisit neurovascular

VII.

"mass effect"
unilateral
Tetraparesis
Paraparesis
Cedera radiks syaraf
Fraktur atau
dislokasi

Jejas,
pembengkakan,
pucat
Mal-alignment
Nyeri, nyeri tekan,
Krepitasi
Pulsasi hilang/

Foto polos
MRI

Foto polos
CT Scan

Foto ronsen
Doppler
Pengukuran
tekanan
kompartemen
Angiografi

berkurang
Kompartemen
Defisit neurologis
TAMBAHAN PADA SECONDARY SURVEY
A. Sebelum dilakukan pemeriksaan tambahan, periksa keadaan penderita dengan
teliti dan pastikan hemodinamik stabil
B. Selalu siapkan perlengkapan resusitasi di dekat penderita karena pemeriksaan

tambahan biasanya dilakukan di ruangan lain


C. Pemeriksaan tambahan yang biasanya diperlukan :
1. CT scan kepala, abdomen
2. USG abdomen, transoesofagus
3. Foto ekstremitas
4. Foto vertebra tambahan
5. Urografi dengan kontras
VIII. RE-EVALUASI PENDERITA
A. Penilaian ulang terhadap penderita, dengan mencatat dan melaporkan setiap
perubahan pada kondisi penderita dan respon terhadap resusitasi.
B. Monitoring tanda-tanda vital dan jumlah urin
C. Pemakaian analgetik yang tepat diperbolehkan

B. PANDUAN PENDAFTARAN RAWAT JALAN & PENERIMAAN


PASIEN RAWAT INAP
BAB I
DEFINISI

Pelayanan pendaftaran adalah mencatat data sosial/mendaftar pasien utkmendapatkan pelayanan


kesehatan yg dibutuhkan, dan mencatat hasil pelayanannya.. RSB ASIH harus menyediakan
skrining medis yang sesuai untuk setiap orang yang datang ke rumah sakit yang meminta
pemeriksaan atau pengobatan untuk suatu kondisi medis. Skrining medis harus dapat
digunakan untuk menentukan apakah pasien mempunyai kondisi medis yang emergensi.
Suatu kondisi medis yang emergensi berarti pasien dengan gejala akut yang cukup berat
dan tanpa perhatian medis yang segera dapat diperkirakan akan mengakibatkan kesehatan
pasien dalam bahaya yang serius, gangguan fungsi tubuh yang serius, atau disfungsi yang
serius dari organ tubuh atau bagian.
Pasien bukan emergensi akan mendapat perawatan yang kontinue sesuai dengan
status klinisnya dan sumber daya yang tersedia. Untuk pasien yang membutuhkan
pelayanan diluar dari yang tersedia di RSB Asih, mereka akan dipindahkan/dirujuk ke
fasilitas perawatan kesehatan yang sesuai. RSB Asih mempunyai perjanjian dan
hubungan dengan organisasi/fasilitas agar dapat memberikan pasien perawatan yang
sesuai jika sumber daya yang dibutuhkan tidak tersedia di RSB Asih. Daftar dari fasilitas
perawatan kesehatan yang berafiliasi dapat dilihat di Ruang Emergensi.
Struktur dari kebijakan ini terdiri dari tiga bagian: Bagian I: Kebijakan Utama,
bagian II: ruang lingkup pelayanan di RSB Asih, bagian III: pedoman akses untuk
perawatan dan penerimaan. Walaupun terdapat perbedaan dalam setiap aspek menurut
persyaratan praktis dari pelayanan, persyaratan tersebut akan mempunyai prinsip umum
yang sama.
Dokumen ini berlaku untuk semua petugas kesehatan yang bekerja di RSB Asih,
termasuk para manajer, bidan, perawat, dokter, dan petugas kesehatan yang
berhubungan atau siapapun yang membuat kontak pertama dengan pasien dan
melakukan penilaian mengenai kebutuhan pasien tersebut
A. Tujuan
1. Tujuan umum adalah meregistrasi pasien untuk memastikan agar catatan
pelayanan kesehatan pasien sekarang, sebelumnya dan berikutnya terangkum di
dalam satu catatan rekam medis pasien yang sama.
2. Tujuan khusus dari pendaftaran rawat jalan adalah :
a. Untuk membangun repons yang sesuai oleh unit emergensi dalam menerima,
menyaring dan menstabilkan pasien yang datang dengan kondisi klinis
darurat.
b. Untuk memastikan standarisasi penerimaan pasien rawat inap, dan
pendaftaran pelayanan pasien rawat jalan.

c. Untuk memberikan pedoman bagi semua staf petugas kesehatan dalam


memberikan perawatan untuk proses akses bagi pasien untuk mendapat
perawatan, serta kontinuitas perawa
B. Tanggung Jawab
1. Direktur Utama (CEO) bertanggung jawab untuk memastikan bahwa
mekanisme/protokol yang dijelaskan dalam kebijakan ini dan dokumen yang
terkait tersedia untuk implementasi, monitoring dan revisi kebijakan ini secara
keseluruhan serta dapat diakses dan dimengerti oleh semua staf terkait.
2. Direktur yang terlibat dalam ruang lingkup kebijakan ini bertanggung jawab
untuk memastikan bahwa semua Kepala Instalasi:
a) Menyebarkan kebijakan ini di wilayah yang menjadi tanggung jawab mereka
b) Mengimplementasikan kebijakan ini di dalam wilayah yang menjadi tanggung
jawab mereka
c) Mengidentifikasi dan mengalokasikan sumberdaya yang tepat untuk
terpenuhinya kebijakan ini
d) Memastikan bahwa semua staf dibawah pengawasan mereka mengetahui
kebijakan ini dan mengikuti pelatihan untuk kebijakan ini
1) Semua Kepala Instalasi juga bertanggung jawab untuk memastikan
bahwa audit internal dilaksanakan.
2) Kepala Unit yang terlibat dalam ruang lingkup ini bertanggung jawab
untuk implementasi kebijakan ini di bagian yang mereka kelola dan harus
memastikan bahwa:
i.
Semua staf baru dan lama mempunyai akses dan tahu mengenai
ii.

kebijakan ini serta kebijakan, SPO dan formulir lain yang terkait
Adanya SPO tertulis yang mendukung dan patuh pada kebijakan ini

dan dipantau untuk kepatuhannya.


3) Semua staf yang terlibat dalam ruang lingkup kebijakan ini bertanggung
jawab untuk mengimplementasikan kebijakan ini dan harus memastikan
bahwa:
i.
Mereka mengerti dan mematuhi kebijakan ini
ii.
Akan menggunakan kebijakan ini dalam hubungannya dengan
iii.
iv.

semua kebijakan dan SPO lainnya


Ketidak patuhan pada kebijakan ini dapat mengakibatkan tindakan
indisiplin
Setiap anggota staf dapat mengisi laporan kejadian bila ditemukan
ketidak patuhan.

BAB II
RUANG LINGKUP
Pasien dapat mengakses layanan perawatan di unit emergensi dan VK 24 jam/hari,
7 hari/minggu, 52 minggu/tahun. Pasien akan ditriase dan dikategorikan untuk penilaian
dan perawatan dapat dilakukan pada saat yang bersamaan.
Pasien dapat melakukan akses untuk mendapat perawatan :
a. Rawat Jalan Poliklinik dan one day care (ODC)
b. Unit Emergensi
c. VK
d. Pendaftaran langsung (Direct Admission) ke unit rawat inap (Booked admission)
sebagaiman diterangkan pada point 7.1 kebijakan ini.
Pasien dapat mengakses layanan perawatan di medical center dengan membuat
perjanjian atau dengan datang langsung. Medical center dapat diakses mulai dari senin
sampai sabtu, pagi hari mulai dari jam 08.00 sampai 14.00 dan sore hari mulai jam 17.0020.00.
.Pasien hanya dapat dilayani di RSB ASIH jika tersedia jenis layanan yang di
butuhkan. Apabila layanan yang di butuhkan tidak memadai atau tidak ada, maka pasien
harus di rujuk ke rumah sakit lain yang memiliki kebutuhan jenis layanan yang
dibutuhkan pasien saat itu dengan sebelumnya dilakukan test pemeriksaan penunjang
sebagai dasar pengambilan keputusan sesuai standard pelayanan medis.

Pasien akan dipindahkan ke rumah sakit lain, untuk mendapatkan pelayanan yang
sesuai, ketika tidak tersedianya pelayanan tersebut di RSB ASIH atau jika pasien ingin
untuk dipindahkan ke rumah sakit dikarenakan asuransi atau masalah lainnya (merujuk
kepada kebijakan transfer pasien).
Pada pasien dengan hambatan/keterbatasan/kendala fisik / komunikasi / bahasa /
budaya, RSB Asih memfasilitasi untuk menyelesaikan kendala tersebut.

BAB III
TATA LAKSANA
Semua pasien yang mendapatkan pelayanan perawatan kesehatan, atau yang akan
mendapatkan pelayanan kesehatan, harus diregistrasikan di dalam data pasien dan
mendapatkan nomor rekam medis. Ini meliputi pasien rawat inap (termasuk bayi baru
lahir), pasien rawat jalan, dan pasien yang hanya memeriksakan spesimen (contoh:
sample darah) diregisterkan sebagai pasien. Keberhasilan mengidentifikasi pasien
menurunkan angka duplikasi registrasi. Jika pasien tidak mempunyai satu identitas unik
dan spesifik maka hal ini dapat mengganggu pelayanan pasien.
A. Proses Penerimaan Pasien Rawat Jalan:
1. Pasien datang di bagian loket pendaftaran dan diterima oleh petugas loket
pendaftaran.
2. Petugas menanyakan apakah pasien tersebut merupakan pasien baru (pasien yang
baru pertama kali berkunjung, tidak membawa kartu berobat dan kehilangan
kartu) atau pasien lama;
3. Jika pasien tersebut adalah pasien baru, maka petugas pendaftaran mendaftar
pasien sbb:
Petugas pendaftaran melengkapi formulir rekam medis penerimaan pasien baru
dengan mewawancarai pasien tersebut;
1) Petugas pendaftaran mencetak KIB (Kartu Identitas Berobat) dan IUP (Index
Utama Pasien);
2) Petugas pendaftaran menyerahkan KIB kepada pasien;
3) Petugas pendaftaran membawa formulir rekam medis pasien kepoli / unit
pelayanan yang dituju;
4. Di Unit Pelayanan / Poliklinik:
a) Petugas di unit pelayanan memberikan pelayanan kesehatan bagi pasien;
b)
Apakah pasien perlu dirujuk ke unit pelayanan penunjang yang lain?

Jika Ya petugas, maka petugas membawa formulir rujukan ke unit yang dituju;
Jika tidak, maka pasien / keluarganya dipersilahkan mengambil obat di bagian
farmasi;
Kemudian

c)

petugas

mempersilahkan

pasien

menyelesaikan

administrasi

pembayaran di kasir.
Jika pasien tersebut adalah pasien lama, maka petugas pendaftaran mendaftar
pasien sebagai berikut:
Petugas menerima dan meneliti kartu identitas berobat pasien;
Petugas pendaftaran mendaftar pasien sesuai dengan pelayanan yang akan dituju

dengan mewawancarai pasien tersebut;


Petugas membuat tracer berdasarkan KIB pasien;
Petugas mengambil berkas rekam medis pasien ke Filing sesuai dengan tracer

tersebut;
Apakah berkas rekam medis pasien sudah terkumpul?
Jika berkas belum terkumpul, maka petugas menunggu sampai berkas terkumpul

banyak di bagian admisi;


Jika berkas sudah terkumpul, maka petugas mendistribusikan semua berkas rekam

medis pasien ke poliklinik yang dituju;


Di Unit Pelayanan / Poliklinik:
Petugas di unit pelayanan memberikan pelayanan kesehatan bagi pasien;
Apakah pasien perlu dirujuk ke unit pelayanan penunjang yang lain?
Jika Ya, maka petugas membawa formulir rujukan ke unit yang dituju;
Jika tidak, maka pasien / keluarganya dipersilahkan mengambil obat di bagian

farmasi.
Petugas mempersilahkan pasien menyelesaikan administrasi pembayaran di kasir
Petugas mempersilahkan pasien pulang

Jika prosedur diatas tidak diindahkan oleh petugas pendaftaran dan terkait, maka,
petugas yang bersangkutan mendapatkan sangsi oleh pihak manajemen maupun direktur.
Merujuk ke prosedur registrasi pasien rawat jalan dan rawat inap untuk informasi proses
yang lebih rinci.
B.

Proses Penerimaan Pasien Rawat Inap :


Pasien dapat didaftarkan masuk ke rumah sakit oleh dokter spesialis yang
memiliki Surat Ijin Praktek di RSB Asih. Dokter spesialis akan menjabarkan kondisi
pasien dan diagnosis sementara kepada admission dalam SPR. SPR tersebut berlaku
tidak lebih dari 24 jam. Jika lebih dari masa berlaku tersebut, pasien harus dikaji
ulang. Penerimaan pasien non-emergensi atau pasien rujukan ke RSB ASIH harus

dilakukan verfikasi terlebih dahulu mengenai kelayakan pasien serta kesediaan unit
pelayanan sesuai kebutuhan pasien untuk dirawat di RSB ASIH
Semua admission, tidak termasuk perinatologi, memerlukan kelengkapan lembar
kerja admission dari dokter spesialis atau dokter umum dengan instruksi dari dokter
spesialis, yaitu:
1.
Lembar admission (Surat Pengantar Rawat ARM)
2.
Diagnosis saat datang
Jenis-jenis pendaftaran :
i.
Pendaftaran yang direncanakan (elektif): Pendaftaran yang sudah direncanakan
merupakan pendaftaran rawat inap dari pasien yang sudah direncanakan
sebagai tindak lanjut untuk mendapatkan pelayanan rawat inap. Semua data
akan
ii.

dikumpulkan

sebelum

tanggal

yang

sudah

ditentukan.

Pasien

diinstruksikan untuk melapor ke bagian pendaftaran.


Pendaftaran bagi pasien rawat jalan: Pasien mungkin didaftarkan secara
langsung dari poliklinik RSb ASIH. Dokumen yang diperlukan akan
dikirimkan ke bagian pendaftaran dan pasien akan mendapatkan kamar

iii.

perawatan yang sesuai dan tersedia di unit rawat inap.


Pendaftaran dari Unit Emergensi: Pasien dari Unit Emergensi memerlukan
pendaftaran rawat inap, harus mempunyai formulir dari pendaftaran dan
dikirimkan bagian pendaftaran dan pasien akan diberikan kamar rawat yang

iv.

tersedia di ruang rawat inap.


Pendaftaran pasien observasi: Pasien dapat di observasi di emergensi dan VK
maksimal 6 jam sejak pasien masuk rumah sakit, selanjutnya dokter harus
memutuskan apakah pasien masuk dalam perawatan RS, rujuk ke rumah sakit
lain atau pasien di pulangkan dan di informasikan kepada pasien atau keluarga.
Selama observasi pasien dimonitor secara berkala. Ketika pasien diobservasi
dan diputuskan oleh dokter memerlukan perawatan rawat inap, harus
melengkapi formulir dan dikirimkan ke bagian pendaftaran dan pasien akan

v.

diberikan kamar rawat yang tersedia di ruang rawat inap.


Pasien transfer dari rumah sakit lain: Ketika permintaan transfer diterima oleh
bagian pendaftaran, selanjutnya dialihkan kepada dokter umum di Unit
Emergensi. Kemudian Unit Emergensi akan mengkoordinasikan transfer pasien
dengan bagian admission dan mengumpulkan data yang diperlukan..
Merujuk kepada prosedur di bawah ini:
i. Pendaftaran pasien- Pemesanan Kamar Rawat
ii. Pendaftaran pasien- Rawat jalan dan Unit Emergensi
iii. Pendaftaran pasien Rawat Inap
iv. Penerimaan pelayanan di Emergensi

v. Menerima pasien rujukan dari fasilitas kesehatan lain untuk perawatan


vi. Observasi pasien di Unit Emergensi
vii. Observasi pasien di VK
Proses penerimaan pasien rawat inap:
1. Pasien datang di bagian admisi dan diterima oleh petugas admisi
2. Petugas menyerahkan Surat Pengantar Rawat Inap yang berasal dari poliklinik, UGD
maupun rujukan dari dokter swasta;
3. Petugas mengisi berkas rekam medis dengan melakukan wawancara kepada pasien
mengenai tempat/fasilitas dan jaminan kesehatan yang diinginkan;
4. Petugas mengecek / mencarikan tempat / fasilitas yang diinginkan;
5. Petugas menanyakan apakah pasien meminta fasilitas atau perawatan yang lain;
a) Jika pasien / keluarga pasien meminta fasilitas / perawatan yang lain sesuai
permintaan pasien tersebut, maka pasien diminta untuk mengisi form
persetujuan;
b) Jika pasien tidak meminta fasilitas yang lain, maka petugas mendaftar pasien
berdasarkan identifikasi data social pasien;
6. Petugas menanyakan apakah pasien setuju dengan fasilitas yang sesuai dengan
permintaan pasien;
a) Jika setuju, maka pasien mengisi formulir persetujuan;
b) Jika tidak setuju, maka petugas menanyakan apakah pasien memilih tempat yang
lain selama tempat yang diinginkan belum ada;
c) Jika setuju, maka petugas mengisi formulir persetujuan sesuai tempat yang
diinginkan pasien;
d) Jika tidak setuju, maka petugas merujuk pasien ke rumah sakit lain sesuai
permintaan pasien;
e) Petugas mendaftar pasien berdasarkan identifikasi data social pasien;
7. Petugas memberitahukan ke pihak ruangan rawat inap akan ada pasien baru;
a) Petugas memberikan informasi kepada pasien bahwa tempat sudah disiapkan;
b) Petugas mengantarkan pasien untuk diantar ke ruangan rawat inap;
8. Petugas medis di unit pelayanan rawat inap memberikan pelayanan kesehatan bagi
pasien;
a) Apakah pasien perlu pemeriksaan penunjang yang lain atau tidak;
b) Jika perlu pemeriksaan penunjang, maka petugas memberikan formulir ke unit
pemeriksaan yang dituju;
c) Jika tidak, maka pasien tetap mendapatkan pelayanan kesehatan rawat inap;
9. Petugas Rawat Inap menanyakan kepada dokter apakah pasien sudah diperbolehkan
untuk pulang;
a) Jika diperbolehkan untuk pulang, maka petugas menginformasikan kepada
pihak pendaftaran ada pasien yang keluar / discharge;
b) Petugas mempersilahkan pasien untuk menyelesaikan
pembayaran di bagian kasir;
c) Petugas mempersilahkan pasien untuk pulang;

administrasi

d) Jika tidak diperbolehkan untuk pulang, maka pasien tetap mendapatkan


pelayanan kesehatan rawat inap;
Jika prosedur diatas tidak diindahkan oleh petugas rawat inap, maka petugas yang
bersangkutan mendapatkan sangsi oleh pihakmanajemen maupun Direktur Rumah
Sakit.
C. Pengaturan Kamar Rawat
Alokasi kamar di RS. Sehat Sejahtera dibedakan berdasarkan:
a) Lantai 1 untuk perawatan pasien, yang terdiri dari :
1) Kamar Kelas 1
2) Kamar kelas 2
3) Kamar kelas 3
4) Neonatus (nursery room)
b) Lantai 2untuk perawatan pasien, yang terdiri dari :
1. Kamar kelas Vip
2. Kamar kelas 2
Pengalokasian kamar dikendalikan oleh bagian pendaftaran. Pasien diperbolehkan
untuk memilih kelas ruangan yang diinginkan, terkecuali pasien dengan kebutuhan
Ruang isolasi atau pelayanan intensive setelah dikaji /assessment oleh dokter
Kelas ruangan meliputi:
1) VIP
2) Kelas Satu
3) Kelas dua
4) Kelas tiga
Jika kelas kamar yang diminta tidak ada akan ditawarkan kelas yang tersedia. Jika
pasien tetap menolak, permintaan pasien akan disampaikan kepada Manajemen
untuk ditindaklanjuti. Pasien yang sudah tidak ada indikasi rawat disegerakan untuk
dipulangkan dari RS untuk berobat Jalan.
Box neonatus yaitu. neonatus dengan ibu kelas 3, maka tarif kamar bayi
yang berlaku adalah kamar bayi kelas 3 tapi jika ibu dirawat di kelas 2, kelas 1, VIP
dan Suite maka tarif kamar bayi disesuaikan dengan kamar ibu.
Pasien dengan suspek atau penyakit menular :
A.
Di dalam kebijakan rumah sakit, pasien yang diketahui atau diperkirakan
dengan penyakit menular harus (ketika dalam prakteknya) dirawat di satu
ruangan dengan tanda isolasi.
B.
Semua kasus menular yang baru di dalam rumah sakit harus dilaporkan
kepada tim infection control secepatnya.
C.
Jika jumlah pasien dengan diare dan/atau muntah- muntah meningkat di
dalam satu area bangsal, pertama tama harus dilaporkan ke tim infection control
dan dilakukan rapat tentang berjangkitnya penyakit tersebut mungkin
diperlukan.

C. PEDOMAN IDENTIFIKASI PASIEN


1. Tujuan

Mendeskripsikan prosedur untuk memastikan tidak terjadinya kesalahan dalam

identifikasi pasien selama perawatan di rumah sakit.


Mengurangi kejadian / kesalahan yang berhubungan dengan salah identifikasi.
Kesalahan ini dapat berupa: salah pasien, kesalahan prosedur, kesalahan
medikasi, kesalahan transfusi, dan kesalahan pemeriksaan diagnostik.

2. Lingkup Area

Panduan ini diterapkan kepada semua pasien rawat inap, pasien Instalasi Gawat

Darurat (IGD), dan pasien yang akan menjalani suatu prosedur.


Pelaksana panduan ini adalah para tenaga kesehatan (medis, perawat, farmasi,
bidan, dan tenaga kesehatan lainnya); staf di ruang rawat, staf administratif, dan
staf pendukung yang bekerja di rumah sakit.

3. Prinsip

Semua pasien rawat inap, IGD, dan yang akan menjalani suatu prosedur harus
diidentifikasi dengan benar saat masuk rumah sakit dan selama masa

perawatannya.
Kapanpun dimungkinankan, pasien rawat inap harus menggunakan gelang

pengenal dengan minimal 2 data (nama pasien, tanggal lahir).


Tujuan utama tanda pengenal ini adalah untuk mengidentifikasi pemakainya.

Tanda pengenal ini digunakan pada proses untuk mengidentifikasi pasien ketika
pemberian obat, darah, atau produk darah; pengambilan darah dan spesimen lain
untuk pemeriksaan klinis; atau pemberian pengobatan atau tindakan lain.

4. Kewajiban dan Tanggung Jawab


a) Seluruh staf Rumah Sakit
1) Memahami dan menerapkan prosedur identifikasi pasien
2) Memastikan identifikasi pasien yang benar ketika pemberian obat, darah,
atau produk darah; pengambilan darah dan spesimen lain untuk
pemeriksaan klinis; atau pemberian pengobatan atau tindakan lain.
3) Melaporkan kejadian salah identifikasi pasien; termasuk hilangnya gelang
pengenal.
b) Perawat yang bertugas (perawat penanggung jawab pasien)
i. Bertanggungjawab memakaikan gelang pengenal pasien dan memastikan
kebenaran data yang tercatat di gelang pengenal.
ii. Memastikan gelang pengenal terpasang dengan baik. Jika terdapat
kesalahan data, gelang pengenal harus diganti, dan bebas coretan.
c) Kepala Instalasi / Kepala Ruang
i. Memastikan seluruh staf di Instalasi memahami prosedur identifikasi
pasien dan menerapkannya.
ii. Menyelidiki semua insidens salah identifikasi pasien dan memastikan
terlaksananya suatu tindakan untuk mencegah terulangnya kembali
insidens tersebut.
d) Manajer
1) Memantau dan memastikan panduan identifikasi pasien dikelola dengan
baik oleh Kepala Instalasi.
2) Menjaga standarisasi dalam menerapkan panduan identifikasi pasien.
5. Prosedur Pemakaian Gelang Pengenal
a) Semua pasien harus diidentifikasi dengan benar sebelum pemberian obat,
darah, atau produk darah; pengambilan darah dan spesimen lain untuk
pemeriksaan klinis; atau pemberian pengobatan atau tindakan lain.
b) Pakaikan gelang pengenal di pergelangan tangan pasien yang dominan,
jelaskan dan pastikan gelang tepasang dengan baik dan nyaman untuk pasien.
c) Pada pasien dengan fistula arterio-vena (pasien hemodialisis), gelang pengenal
tidak boleh dipasang di sisi lengan yang terdapat fistula.
d) Jika tidak dapat dipakaikan di pergelangan tangan, pakaikan di pergelangan
kaki. Pada situasi di mana tidak dapat dipasang di pergelangan kaki, gelang
pengenal dapat dipakaikan di baju pasien di area yang jelas terlihat. Hal ini
harus dicatat di rekam medis pasien. Gelang pengenal harus dipasang ulang
jika baju pasien diganti dan harus selalu menyertai pasien sepanjang waktu.

e) Pada kondisi tidak memakai baju, gelang pengenal harus menempel pada
badan pasien dengan menggunakan perekat transparan/tembus pandang. Hal
ini harus dicatat di rekam medis pasien.
f) Gelang pengenal hanya boleh dilepas saat pasien keluar/pulang dari rumah
sakit.
g) Gelang pengenal pasien sebaiknya mencakup 3 detail wajib yang dapat
mengidentifikasi pasien, yaitu:
i. Nama pasien dengan minimal 2 suku kata
ii. Tanggal lahir pasien (tanggal/bulan/tahun)
iii. Nomor rekam medis pasien
h) Detail lainnya adalah warna gelang pengenal sesuai jenis kelamin pasien.
i) Nama tidak boleh disingkat. Nama harus sesuai dengan yang tertulis di rekam
medis.
j) Jangan pernah mencoret dan menulis ulang di gelang pengenal. Ganti gelang
pengenal jika terdapat kesalahan penulisan data.
k) Jika gelang pengenal terlepas, segera berikan gelang pengenal yang baru.
l) Gelang pengenal harus dipakai oleh semua pasien selama perawatan di rumah
sakit.
m) Jelaskan prosedur identifikasi dan tujuannya kepada pasien.
n) Periksa ulang 3 detail data di gelang pengenal sebelum dipakaikan ke pasien.
o) Saat menanyakan identitas pasien, selalu gunakan pertanyaan terbuka,
misalnya: Siapa nama Anda? (jangan menggunakan pertanyaan tertutup
seperti Apakah nama anda Ibu Susi?)
p) Jika pasien tidak mampu memberitahukan namanya (misalnya pada pasien
tidak sadar, bayi, disfasia, gangguan jiwa), verifikasi identitas pasien kepada
keluarga / pengantarnya. Jika mungkin, gelang pengenal jangan dijadikan
satu-satunya bentuk identifikasi sebelum dilakukan suatu intervensi. Tanya
ulang nama dan tanggal lahir pasien, kemudian bandingkan jawaban pasien
dengan data yang tertulis di gelang pengenalnya.
q) Semua pasien rawat inap dan yang akan menjalani prosedur menggunakan 1
gelang pengenal. Untuk pasien anak dan neonatus, gunakan 2 gelang pengenal
pada ekstremitas yang berbeda.
r) Pengecekan gelang pengenal dilakukan tiap kali pergantian jaga perawat.
s) Sebelum pasien ditransfer ke unit lain, lakukan identifikasi dengan benar dan
pastikan gelang pengenal terpasang dengan baik.
t) Unit yang menerima transfer pasien harus menanyakan ulang identitas pasien
dan membandingkan data yang diperoleh dengan yang tercantum di gelang
pengenal.
u) Pada kasus pasien yang tidak menggunakan gelang pengenal:
i. Hal ini dapat dikarenakan berbagai macam sebab, seperti:
Menolak penggunaan gelang pengenal

Gelang pengenal menyebabkan iritasi kulit


Gelang pengenal terlalu besar
Pasien melepas gelang pengenal
ii. Pasien harus diinformasikan akan risiko yang dapat terjadi jika gelang
pengenal tidak dipakai. Alasan pasien harus dicatat pada rekam medis.
iii. Jika pasien menolak menggunakan gelang pengenal, petugas harus lebih
waspada dan mencari cara lain untuk mengidentifikasi pasien dengan
benar sebelum dilakukan prosedur kepada pasien.
6. Warna pada Gelang Pengenal
a) Kepada seluruh pasien yang tidak memiliki alergi, gunakan gelang pengenal
sesuai dengan jenis kelaminnya, biru untuk pria dan merah jambu untuk
wanita.
b) Semua pasien harus ditanyakan mengenai alergi yang dimiliki
c) Jika pasien memiliki alergi, diberikan gelang pengenal berwarna merah. Tulis
dengan jelas alergi pada gelang tersebut.
d) Riwayat alergi pasien harus dicatat di rekam medis.
e) Untuk pasien dengan risiko jatuh, diberikan gelang dengan warna kuning.
7. Prosedur yang Membutuhkan Identifikasi Pasien dengan Benar
a) Berikut adalah beberapa prosedur yang membutuhkan identifikasi pasien:
i. Pemberian obat-obatan
ii. Prosedur pemeriksaan radiologi (rontgen, MRI, dan sebagainya)
iii. Intervensi pembedahan dan prosedur invasif lainnya
iv. Transfusi darah
v. Pengambilan sampel (misalnya darah, tinja, urin, dan sebagainya)
vi. Transfer pasien
vii. Konfirmasi kematian
b) Para staf RS harus mengkonfirmasi identifikasi pasien dengan benar dengan
menanyakan nama dan tanggal lahir pasien, kemudian membandingkannya
dengan yang tercantum di rekam medis dan gelang pengenal. Jangan
menyebutkan nama, tanggal lahir, dan alamat pasien dan meminta pasien
untuk mengkonfirmasi dengan jawaban ya / tidak.
c) Jangan melakukan prosedur apapun jika pasien tidak memakai gelang
pengenal. Gelang pengenal harus dipakaikan ulang oleh perawat yang bertugas
menangani pasien secara personal sebelum pasien menjalani suatu prosedur.
d) Identifikasi pasien yang menjalani prosedur pemeriksaan radiologi:
i) Operator harus memastikan identitas pasien dengan benar sebelum
melakukan prosedur, dengan cara:
Meminta pasien untuk menyebutkan nama lengkap dan tanggal

lahirnya.
Periksa dan bandingkan data pada gelang pengenal dengan rekam
medis.Jika data yang diperoleh sama, lakukan prosedur.

Jika terdapat 2 pasien di departemen radiologi dangan nama yang

sama, periksa ulang identitas dengan melihat alamat rumahnya.


ii) Jika data pasien tidak lengkap, informasi lebih lanjut harus diperoleh
sebelum pajanan radiasi (exposure) dilakukan.
e) Identifikasi pasien yang menjalani tindakan operasi:
i.
Petugas di kamar operasi harus mengkonfirmasi identitas pasien
ii.
Jika diperlukan untuk melepas gelang pengenal selama dilakukan operasi,
tugaskanlah seorang perawat di kamar operasi untuk bertanggungjawab
iii.

melepas dan memasang kembali gelang pengenal pasien.


Gelang pengenal yang dilepas harus ditempelkan di depan rekam medis
pasien

8. Prosedur Pengambilan dan Pemberian Produk / Komponen Darah


i.

Identifikasi,

pengambilan,

pengiriman,

penerimaan,

dan

penyerahan

komponen darah (transfusi) merupakan tanggungjawab petugas yang


ii.

mengambil darah.
Dua orang staf RS yang kompeten harus memastikan kebenaran: data
demografik pada kantong darah, jenis darah, golongan darah pada pasien dan
yang tertera pada kantong darah, waktu kadaluasanya, dan identitas pasien

iii.

pada gelang pengenal.


Staf RS harus meminta pasien untuk menyebutkan nama lengkap dan tanggal

iv.

lahirnya
Jika staf RS tidak yakin / ragu akan kebenaran identitas pasien, jangan lakukan
transfusi darah sampai diperoleh kepastian identitas pasien dengan benar.

9. Prosedur Identifikasi pada Bayi Baru Lahir atau Neonatus


a) Gunakan gelang pengenal di ekstremitas yang berbeda
b) Untuk bayi baru lahir yang masih belum diberi nama, data di gelang pengenal
berisikan jenis kelamin bayi, nama ibu, tanggal dan jam lahir bayi, nomor
rekam medis bayi, dan modus kelahiran.
c) Saat nama bayi sudah didaftarkan, gelang pengenal berisi data ibu dapat
dilepas dan diganti dengan gelang pengenal yang berisikan data bayi.
d) Gunakan gelang pengenal berwarna merah muda (pink) untuk bayi perempuan
dan biruuntuk bayi laki-laki.
e) Pada kondisi di mana jenis kelamin bayi sulit ditentukan, gunakan gelang
pengenal berwarna putih.
10. Pasien Rawat Jalan
a) Tidak perlu menggunakan gelang pengenal (kecuali pasien yang mengunjungi
poliklinik mata).

b) Pasien poliklinik mata yang akan menjalani prosedur berikut ini harus
menggunakan gelang pengenal.
i. Angiogram fluoresens
ii. Terapi fotodinamik (photo dynamic therapy)
iii. Infus intravena
c) Sebelum melakukan suatu prosedur/ terapi, tenaga medis harus menanyakan
identitas pasien berupa nama dan tanggal lahir. Data ini harus dikonfirmasi
dengan yang tercantum pada rekam medis.
d) Jika pasien adalah rujukan dari dokter umum / puskesmas / layanan kesehatan
lainnya, surat rujukan harus berisi identitas pasien berupa nama lengkap,
tanggal lahir, dan alamat. Jika data ini tidak ada, prosedur / terapi tidak dapat
dilaksanakan.
e) Jika pasien rawat jalan tidak dapat mengidentifikasi dirinya sendiri, verifikasi
data dengan menanyakan keluarga / pengantar pasien.
11. Pasien dengan Nama yang Sama di Ruang Rawat
a) Jika terdapat pasien dengan nama yang sama, harus diinformasikan kepada
perawat yang bertugas setiap kali pergantian jaga.
b) Berikan label / penanda berupa pasien dengan nama yang sama di lembar
pencatatan, lembar obat-obatan, dan lembar tindakan.
c) Kartu bertanda pasien dengan nama yang sama harus dipasang di tempat
tidur pasien agar petugas dapat memverifikasi identitas pasien.
12. Pasien yang identitasnya tidak diketahui
a) Pasien akan dilabel menurut prosedur setempat sampai pasien dapat
diidentifikasi dengan benar. Contoh pelabelan yang diberikan berupa:
Pria/Wanita Tidak Dikenal; Alfa alfa, dan sebagainya.
b) Saat pasien sudah dapat diidentifikasi, berikan gelang pengenal baru dengan
identitas yang benar.
13. Prosedur Identifikasi Pasien pada Unit Gangguan Jiwa
a) Kapanpun dimungkinkan, pasien gangguan jiwa harus menggunakan gelang
pengenal.
b) Akan tetapi terdapat hal-hal seperti kondisi pasien atau penanganan pasien
yang menyebabkan sulitnya mendapat identitas pasien dengan benar sehingga
perlu dipertimbangkan untuk menggunakan metode identifikasi lainnya.
c) Identifikasi pasien dilakukan oleh petugas yang dapat diandalkan untuk
mengidentifikasi pasien, dan lakukan pencatatan di rekam medis.
d) Pada kondisi di mana petugas tidak yakin / tidak pasti dengan identitas pasien
(misalnya saat pemberian obat), petugas dapat menanyakan nama dan tanggal
lahir pasien (jika memungkinkan) dan dapat dicek ulang pada rekam medis.

e) Jika terdapat 2 pasien dengan nama yang sama di ruang rawat, berikan
tanda / label notifikasi pada rekam medis, tempat tidur pasien, dan dokumen
lainnya
14. Pasien yang Meninggal
a) Pasien yang meninggal di ruang rawat rumah sakit harus dilakukan konfirmasi
terhadap identitasnya dengan gelang pengenal dan rekam medis (sebagai
bagian dari proses verifikasi kematian).
b) Semua pasien yang telah meninggal harus diberi identifikasi dengan
menggunakan 2 gelang pengenal, satu di pergelangan tangan dan satu lagi di
pergelangan kaki.
c) Satu salinan surat kematian harus ditempelkan di kain kafan. Salinan kedua
harus ditempelkan di kantong jenazah (body bag). Salinan ketiga disimpan di
rekam medis pasien.
15. Melepas Gelang Pengenal
a) Gelang pengenal hanya dilepas saat pasien pulang atau keluar dari rumah
sakit.
b) Yang

bertugas

melepas

gelang

pengenal

adalah

perawat

yang

bertanggungjawab terhadap pasien selama masa perawatan di rumah sakit.


c) Gelang pengenal dilepas setelah semua proses selesai dilakukan. Proses ini
meliputi: pemberian obat-obatan kepada pasien dan pemberian penjelasan
mengenai rencana perawatan selanjutnya kepada pasien dan keluarga.
d) Gelang pengenal yang sudah tidak dipakai harus digunting menjadi potonganpotongan kecil sebelum dibuang ke tempat sampah.
e) Terdapat kondisi-kondisi yang memerlukan pelepasan gelang pengenal
sementara (saat masih dirawat di rumah sakit), misalnya lokasi pemasangan
gelang pengenal mengganggu suatu prosedur. Segera setelah prosedur selesai
dilakukan, gelang pengenal dipasang kembali.
16. Pelaporan Insidens / Kejadian Kesalahan Identifikasi Pasien
a) Setiap petugas yang menemukan adanya kesalahan dalam identifikasi pasien
harus segera melapor kepada petugas yang berwenang di ruang rawat /
departemen tersebut, kemudian melengkapi laporan insidens.
b) Petugas harus berdiskusi dengan Kepala Instalasi atau Manajer mengenai
pemilihan cara terbaik dan siapa yang memberitahukan kepada pasien /
keluarga mengenai kesalahan yang terjadi akibat kesalahan identifikasi.
c) Contoh kesalahan yang dapat terjadi adalah:
i.
Kesalahan penulisan alamat di rekam medis
ii.
Kesalahan informasi / data di gelang pengenal
iii.
Tidak adanya gelang pengenal di pasien

iv.
Mis identifikasi data / pencatatan di rekam medis
v.
Mis identifikasi pemeriksaan radiologi (rontgen)
vi.
Mis identifikasi laporan investigasi
vii.
Mis identifikasi perjanjian (appointment)
viii. Registrasi ganda saat masuk rumah sakit
ix.
Salah memberikan obat ke pasien
x.
Pasien menjalani prosedur yang salah
xi.
Salah pelabelan identitas pada sampel darah
d) Kesalahan juga termasuk insidens yang terjadi akibat adanya misidentifikasi,
dengan atau tanpa menimbulkan bahaya, dan juga insidens yang hampir terjadi
e)
i.

ii.

iii.

di mana misidentifikasi terdeteksi sebelum dilakukan suatu prosedur.


Beberapa penyebab umum terjadinya misidentifikasi adalah:
Kesalahan pada administrasi / tata usaha
Salah memberikan label
Kesalahan mengisi formulir
Kesalahan memasukkan nomor / angka pada rekam medis
penulisan alamat yang salah
pencatatan yang tidak benar / tidak lengkap / tidak terbaca
Kegagalan verifikasi
Tidak adekuatnya / tidak adanya protokol verifikasi
Tidak mematuhi protokol verifikasi
Kesulitan komunikasi
Hambatan akibat penyakit pasien, kondisi kejiwaan pasien, atau

keterbatasan bahasa
Kegalan untuk pembacaan kembali
Kurangnya kultur / budaya organisasi
f) Jika terjadi insidens akibat kesalahan identifikasi pasien, lakukan hal berikut
ini:
i.
ii.
iii.

Pastikan keamanan dan keselamatan pasien


Pastikan bahwa tindakan pencegahan cedera telah dilakukan
Jika suatu prosedur telah dilakukan pada pasien yang salah atau dilakukan
di tempat yang salah, para klnisi harus memastikan bahwa langkahlangkah yang penting telah diambil untuk melakukan prosedur yang tepat
pada pasien yang tepat.

17. Revisi dan Audit


a) Kebijakan ini akan dikaji ulang dalam kurun waktu 2 tahun
b) Rencana audit akan disusun dengan bantuan kantor audit medik dan akan
dilaksanakan dalam waktu 6 bulan setelah implementasi kebijakan. Audit
i.
ii.
iii.
iv.
v.

klinis ini meliputi:


Jumlah persentase pasien yang menggunakan gelang pengenal
Akurasi dan reliabilitas informasi yang terdapat di gelang pengenal
Alasan mengapa pasien tidak menggunakan gelang pengenal
Efikasi cara identifikasi lainnya
Insidens yang terjadi dan berhubungan dengan misidentifikasi

c) Setiap pelaporan insidens yang berhubungan dengan identifikasi pasien akan


dipantau dan ditindaklanjuti saat dilakukan revisi kebijakan

D. PEDOMAN PENUNDAAN PELAYANAN ATAU PENGOBATAN


A. PENDAHULUAN
Penundaan /
perubahanjadwaladalahpenundaanatauperubahanjadwalpelayananataupengobatan
yang disebabkanolehberbagaihalseperti :kondisipasien, dokterberhalangan,
kerusakanalat, masalahadministrasidan lain lain
( bukanberasaldarikeinginanpasien ).
B. TUJUAN
1. Sebagaiacuanapabilaterjadipenundaan /
perubahanjadwalpelayananataupengobatansecarakonsisten.
2. Agar pasienmendapatkaninformasi yang jelastentangpenyebabpenundaan /
perubahanjadwalpelayananataupengobatan.
3. Memberikankepuasanpelanggan( pasiendankeluarga ).
4. Untukmenghindariterjadinyakomplikasipasien.
5. Agar pelayananataupengobatandapatberjalandenganlancar
C. RUANG LINGKUP
Penundaanatauperubahanjadwalpelayanan( OT, Radiologi, lain
sebagainyatermasukpelayananpemberianobat )
padapasienharusdilihatsebagaimasalahantardisiplindanataumultidisiplin.
Olehkarenaitukebijakaninisecaraberlakuuntuksemuakaryawan di RSU AN
NIMAH, termasukdokter, perawatdanparamanajer.
D. TANGGUNG JAWAB
1. DirekturUtama( CEO )
bertanggungjawabsepenuhnyauntukmemestikanefektifitasdanmanajemenresiko
dalampelayananataupengobatanuntukpenggunajasa ( pasiendankeluarganya )
sehubungandenganpenundaanatauperubahanjadwalpelayananataupengobatanpa

dapasiendanmenyediakaninfrastruktur yang tepatdandukungan yang


berkesinambungantermasukpencatatandanpemantauannya.
2. DirekturOprasional( COO )
bertanggungjawabterhadapmanajemenoprasionalrumahsakittermasuk di
dalamnyaterlaksananya proses
kebijakanpenundaanatauperubahanjadwalpelayananataupengobatanpadapasien.
3. Para KepalaBagianbertanggungjawabuntukterlaksananya proses
kebijakanpenundaanatauperubahanjadwalpelayananataupengobatanpadapasien
danmenjaminkeselamatanpasiensetiapsaat.
4. Duty Officer bertanggungjawabuntukmenanganisetiapmasalah yang
timbuldiluar jam kerja yang
berhubungandenganpenundaanatauperubahanjadwalpelayananataupengobatanp
adapasiendanmemberikanbantuandanpetunjukuntukmenyelesaikanmasalah
yang ada.
5. KUP bertanggungjawabuntuk :
a. Terlaksananyasemua proses
kebijakanpenundaanatauperubahanjadwalpelayananataupengobatanpadapa
sien di bagianmereka.
b. Memastikanadanya system operasional di dalam unit
merekauntukmemastikan proses
penundaanatauperubahanjadwalpelayananataupengobatanpadapasien.
c. Melaporkansetiapmasalahpenundaanatauperubahanjadwalpelayananataupe
ngobatanpadapasienkepadaManajeruntukmembantudanmemastikan proses
penundaanatauperubahanjadwalpelayananataupengobatanpadapasien.
d. Memastikanbahwastaf di unit merekapahamakanmaksuddarikebijakanini.
6. Seluruhstafklinis
Seluruhstafklinisdimuntauntukpatahnpadakebijakaninidanmelaporkansetiapmas
alahberhubungandenganpenundaanatauperubahanjadwalpelayananataupengoba
tanpadapasienkepada KUP danmelengkapiformulirlaporankejadian yang
berhubungandengankebijakanini.
E. PERNYATAAN KEBIJAKAN
1. Penjelasantentangpenundaan / perubahanjadwalpelayananataupengobatan yang
disebabkanolehmasalahmedisdilakukanolehdokter yang
akanmelakukanpelayananataupengobatan.
2. Padakondisidimanadoktertidakdapatmemeberipenjelasan alas
anpenuduhantindakan, makadapatdiwakilkankepadamanajemen RSU
ANIMAH.

3. Penjelasantentangpenundaan / perubahanjadwalpelayananataupengobatan yang


disebabkanolehmasalah unit dilakukanolegpetugas unit terkait.
4. Penjelasantentangpenundaan /
perubahanpelayananjadwalpelayananataupengobatan yang
disebabkanolehmasalahkerusakanalatdilakukanolehpenanggungjawab unit.
5. Informasi yang diberikankepasienberkaitandenganpenundaan /
perubahanjadwalpelayananataupengobatan paling sedikitmeliputi : alas an
penundaan, rencanajadwalberikutnya.
6. Untukpasiendenganindikasi CITO danmengalamipenundaantindakan /
pelayananataupengobatan yang
mengakibatkanbaikmasalahadiministrasimaupunmasalahkerusakanalat,
makapasientersebutharussegeradirujukkerumahsakit yang
mempunyaipelayananataupengobatansejenis.
7. Semua proses penundaanpelayananataupengobatanpasiendicatatdalamcase
note.
F. PENUNDAAN SETELAH PASIEN DIRAWAT
1. Apabilapenundaan /
perubahanjadwalpelayananataupenobatandisebabkanmasalahadministrasi,
makapetugasAdministrasimenghitungpasien,
dokterdanperawatuntukmenginformasikantentangpenundaan /
perubahanjadwalpelayananataupengobatan.
2. Apabilapenundaan /
perubahanjadwalpelayananataupengobatandisebabkanolehdokterberhalanganpa
dajadwal yang ditentukan, makakepala unit
menginformasikantentangpenundaan /
perubahanjadwalpelayananataupengobatantersebutkepadapasien.
3. Apabilapenundaan /
perubahanjadwalpelayananataupengobatandisebabkankerusakanalat,
makaPenanggungjawab unit
tersebutmenghubungipasiendandokteruntukmenginformasikantentangpenundaa
n / perubahanjadwalpelayananataupengobatan.

G. PENUNDAAN SETELAH PASIEN DIRAWAT

Apabilaterdapatkondisi yang menyebabkanpenundaan /


perubahanjadwalpelayananataupengobatanseperti :
1. Masalahmedis :
a. Doktermemberipenjelasantentangpenyebabpenundaan /
perubahanjadwalpelayananataupengobatandanmenjadwalkanulangrencana
pelayananataupengobatan.
b. Pasiendipulangkanmenunggukondisipasiensecaramedissudahlayakuntukdil
akukanpelayananataupengobatandandijadwalkanberikutnya.
2. Masalahadministrasi :
a. Petugasadministrasimenjelaskankepadapasiendankeluargatentangpenyebab
penundaan / perubahanjadwalpelayananataupengobatan.
b. Petugasadministrasimenginformasikankedokterdanperawatbahwapelayana
nataupengobatanbelum bias dilakukan.
c. Perawatmenghubungidokteruntukmemintapenjadwalkanulang.
d. Pasiendipulangkan / menunggusampaimasalahadministrasiselesai.
e. Apabilamasalahadministrasisudahselesai,
makapasienharusmelakukanpenjadwalanulang.
3. Masalahfasilitas / kerusakanalatmedis :
a. Penanggungjawab unit
memberikanpenjelasankepadapasiendankeluargatentangpenyebabpenundaa
n / perubahanjadwalpelayananataupengobatan.
b. Penanggungjawab unit
menghubungidokterdanmemberikanpenjelasantentangpenyebabpenundaan
/ perubahanjadwalpelayananataupengobatan.
c. Pasiendirujukkerumahsakit lain yang
mempunyaifasilitaspelayananataupengobatan yang
samaataudipulangkanmenunggusampaialatdiperbaiki.
d. Apabilaalatsudahdiperbaiki, makapenanggungjawab unit
menghubungidokteruntukpenjadwalanulangdanmenhubungipasienuntukme
nginformasikanjadwal yang telahditentukandokter.

H. IMPLEMENTASI
Kebijakanpenundaanatauperubahanjadwalpelayananataupengobatanpadapasiendibe
rikankepadaseluruhstafbarudalam proses pengenalan / orientasi.
I. PEMANTAUAN DAN AUDIT

1. Dokumeniniakandipantauuntukmenjaminefektifitasdanjaminkepatuhan.
Indicator kuncinyasebagaiberikut :
a. Jumlahkejadian di tiap unit yang merugikandanyang
hamperterdajiberkaitandenganpenundaanatauperubahanjadwalpelayananat
aupengobatanpasien.
b. Jumlahkeluhanberkaitandenganpenundaan /
perubahanjadwalpelayananataupengobatanpadapasien.
c. Jumlahpenundaanatauperubahanjadwalpelayananpadapasien di tiap unit
d. Jumlahpemulangandiluar jam normal dari unit rawatinap.
2. Hasil audit, trend / tema yang
teridentifikasidaripelaporankejadiandanrencanapelayananataupengobatanharus
dilaporkankepada Chief Operating Officer oleh Manager terkait.

E. PEDOMAN TRANSFER DI DALAM ATAU KELUAR RUMAH


SAKIT
I. Latar Belakang
Transfer pasien dapat dilakukan apabila kondisi pasien layak untuk di transfer.
Prinsip dalam melakukan transfer pasien adalah memastikan keselamatan dan
keamanan pasien saat menjalani transfer. Pelaksanaan transfer pasien dapat dilakukan
intra rumah sakit atau antar rumah sakit.
Transfer pasien dimulai dengan melakukankoordinasi dan komunikasi pra
transportasi pasien, menentukan SDM yang akan mendampingi pasien, menyiapkan
peralatan yang disertakan saat transfer dan monitoring pasien selama transfer.
Transfer pasien hanya boleh dilakukan oleh staf medis dan staf keperawatan yang
kompeten serta petugas profesional lainnya yang sudah terlatih.

II. Pengertian Transfer


Transfer pasien adalah memindahkan pasien dari satu ruangan keruang perawatan/
ruang tindakan lain didalam rumah sakit (intra rumah sakit) atau memindahkan
pasien dari satu rumah sakit ke rumah sakit lain (antar rumah sakit).
III.

Tujuan
Tujuan dari manajemen transfer pasien adalah:
-

Agar pelayanan transfer pasien dilaksanakan secara profesional dan berdedikasi

tinggi.
Agar proses transfer/ pemindahan pasien berlangsung dengan aman dan lancar
serta pelaksanaannya sangat memperhatikan keselamatan pasien serta sesuai
dengan prosedur yang telah ditetapkan

IV. Ruang Lingkup


Transfer pasien didalam rumah sakit terdiri dari:
-

Transfer pasien dari IGD ke IRNA, Kamar Operasi


Transfer pasien dari IRJ ke IRNA,Kamar Operasi
Transfer pasien dari IRNA ke Kamar Operasi
Transfer pasien dari Kamar Operasi ke IRNA
Transfer pasien dari IGD, IRNA ke Ruang Radiologi

Transfer pasien antar rumah sakit terdiri dari:


-

Transfer pasien dari RSIA PETUKANGAN ke RS lain atau sebaliknya


Transfer pasien dari RSIA PETUKANGAN ke rumah pasien atau sebaliknya

V. Pengaturan Transfer
1. RSIA PETUKANGAN memiliki suatu tim transfer yang terdiri dari dokter dr
IGD/ dr ruangan, PPJP, perawat yang kompeten dalam merawat pasien, petugas
medis, dan petugas ambulans. Tim ini yang berwenang untuk memutuskan metode
transfer mana yang akan dipilih.
2. Berikut adalah metode transfer yang ada di RSIA PETUKANGAN
a. LayananAntar-Jemput Pasien: merupakan layanan / jasa umum khusus untuk
pasien RSIA PETUKANGAN dengan tim transfer dari petugas IGD, di mana
tim tersebut akan mengambil / menjemput pasien dari rumah/ rumah sakit
jejaring untuk dibawa ke RSIA PETUKANGAN.
b. Tim transfer local:RSIA PETUKANGAN memiliki tim transfernya sendiri
dan mengirimkan sendiri pasiennya ke rumah sakit lain, tetapi bila tim transfer
dan faslitas transfer di RSIA PETUKANGAN sedang tidak siap, maka transfer

dilakukan dengan menggunakan jasa tim transfer dari ambulan gawat darurat
RS LAIN
3. RSIA PETUKANGAN mempunyai sistem resusitasi, stabilisasi, dan transfer
untuk pasien-pasien dengan sakit berat / kritis; tanpa terkecuali.
4. Dokter senior / spesialis (DPJP) yang bertanggungjawab dalam tim transfer pasien
harus siap sedia 24 jam untuk mengatur dan mengawasi seluruh kegiatan transfer
pasien sakit berat / kritis antar-rumah sakit.
VI.
1.
2.

Keputusan Melakukan Transfer


Lakukan pendekatan yang sistematis dalam proses transfer pasien.
Awali dengan pengambilan keputusan untuk melakukan transfer, kemudian

3.

lakukan stabilisasi pre-transfer dan manajemen transfer.


Hal ini mencakup tahapan: evaluasi, komunikasi, dokumentasi / pencatatan,
pemantauan, penatalaksanaan, penyerahan pasien antar ruangan dalam rumah sakit
maupun ke rumah sakit rujukan / penerima, dan kembali ke RSIA

4.

PETUKANGAN
Tahapan yang penting dalam menerapkan proses transfer yang aman: edukasi dan

5.

persiapan.
Pengambilan keputusan untuk melakukan transfer harus dipertimbangkan dengan
matang karena transfer berpotensi mengekspos pasien dan personel rumah sakit
akan risiko bahaya tambahan, serta menambah kecemasan keluarga dan kerabat

6.

pasien.
Pertimbangkan risiko dan keuntungan dilakukannya transfer. Jika risikonya lebih

7.

besar, sebaiknya jangan melakukan transfer.


Dalam transfer pasien, diperlukan personel yang terlatih dan kompeten, peralatan

8.

dan kendaraan khusus.


Pengambil keputusan harus melibatkan DPJP/ dokter senior (biasanya seorang

9.

konsultan) dan dokter ruangan.


Dokumentasi pengambilan keputusan harus mencantumkan nama dokter yang
mengambil keputusan (berikut gelar dan biodata detailnya), tanggal dan waktu

10.

diambilnya keputusan, serta alasan yang mendasari.


Terdapat 3 alasan untuk melakukan transfer pasien keluar RSIA PETUKANGAN
yaitu:
a. Transfer untuk penanganan dan perawatan spesialistik lebih lanjut
i. Ini merupakan situasi emergensi di mana sangat diperlukan transfer yang
efisien untuk tatalaksana pasien lebih lanjut, yang tidak dapat disediakan
RSIA PETUKANGAN
ii. Pasien harus stabil dan teresusitasi dengan baik sebelum ditransfer.
iii. Saat menghubungi jasa ambulan, pasien dapat dikategorikan sebagai tipe
transfer gawat darurat, (misalnya ruptur aneurisma aorta. juga dapat

dikategorikan sebagai tipe transfer gawat, misalnya pasien dengan


kebutuhan hemodialisa.
b. Transfer antar rumah sakit untuk alasan non-medis(misalnya karena
ruangan penuh, fasilitas kurang mendukung, jumlah petugas rumah sakit tidak
adekuat)
i. Idealnya, pasien sebaiknya tidak ditransfer jika bukan untuk
kepentingan mereka.
ii. Terdapat beberapa kondisi di mana permintaan / kebutuhan akan tempat
tidur/ ruang rawat inap melebihi suplai sehingga diputuskanlah tindakan
untuk mentransfer pasien ke unit / rumah sakit lain.
iii. Pengambilan keputusan haruslah mempertimbangkan aspek etika,
apakah akan mentransfer pasien stabil yang telah berada / dirawat di
unit intensif rumah sakit atau mentransfer pasien baru yang
membutuhkan perawatan intensif tetapi kondisinya tidak stabil.
iv. Saat menghubungi jasa ambulan, pasien ini dapat dikategorikan
sebagaitipe transfer gawat.
c. Repatriasi / Pemulangan Kembali
i. Transfer hanya boleh dilakukan jika pasien telah stabil dan kondisinya
dinilai cukup baik untuk menjalani transfer oleh DPJP/ dokter senior /
konsultan yang merawatnya.
ii. Pertimbangan akan risiko dan keuntungan dilakukannya transfer harus
dipikirkan dengan matang dan dicatat.
iii. Jika telah diputuskan untuk melakukan repatriasi, transfer pasien ini
haruslah menjadi prioritas di rumah sakit penerima dan biasanya lebih
diutamakan dibandingkan penerimaan pasien elektif ke unit ruang
rawat. Hal ini juga membantu menjaga hubungan baik antar-rumah
sakit.
iv. Saat menghubungi jasa ambulan, pasien ini biasanya dikategorikan
sebagai tipe transfer elektif.
11. Saat keputusan transfer telah diambil, dokter yang bertanggung jawab/ dokter
ruangan akan menghubungi unit / rumah sakit yang dituju.
13. Dalam mentransfer pasien antar rumah sakit,

tim transfer

RSIA

PETUKANGAN (DPJP/ PPJP/ dr ruangan) akan menghubungi rumah sakit


yang dituju dan melakukan negosiasi dengan unit yang dituju. Jika unit
tersebut setuju untuk menerima pasien rujukan, tim transfer RSRP harus
memastikan tersedianya peralatan medis yang memadai di rumah sakit yang
dituju.

14. Keputusan final untuk melakukan transfer ke luar RSIA PETUKANGAN


dipegang oleh dokter senior / DPJP/ konsultan rumah sakit yang dituju.
15. Beritahukan kepada pasien (jika kondisinya memungkinkan) dan keluarga
mengenai perlunya dilakukan transfer antar rumah sakit, dan mintalah
persetujuan tindakan transfer.
16. Proses pengaturan transfer ini harus dicatat dalam status rekam medis pasien
yang meliputi: nama, jabatan, dan detail kontak personel yang membuat
kesepakatan baik di rumah sakit yang merujuk dan rumah sakit penerima;
tanggal dan waktu dilakukannya komunikasi antar-rumah sakit; serta saransaran / hasil negosiasi kedua belah pihak.
17. Personel tim transfer harus mengikuti pelatihan transfer; memiliki kompetensi
yang sesuai; berpengalaman; mempunyai peralatan yang memadai; dapat
bekerjasama dengan jasa pelayanan ambulan, protokol dan panduan rumah
sakit, serta pihak-pihak lainnya yang terkait; dan juga memastikan proses
transfer berlangsung dengan aman dan lancar tanpa mengganggu pekerjaan
lain di rumah sakit yang merujuk
18. Pusat layanan ambulan harus diberitahu sesegera mungkin jika keputusan
untuk melakukan transfer telah dibuat, bahkan bila waktu pastinya belum
diputuskan. Hal ini memungkinkan layanan ambulan untuk merencanakan
VII.

pengerahan petugas dengan lebih efisien.


Stabilisasi sebelum transfer
1. Meskipun berpotensi memberikan risiko tambahan terhadap pasien, transfer
yang aman dapat dilakukan bahkan pada pasien yang sakit berat / kritis
(extremely ill).
2. Transfer sebaiknya tidak dilakukan bila kondisi pasien belum stabil (pasien kalau
kondisi sudah stabil)
3. Hipovolemia adalah kondisi yang sulit ditoleransi oleh pasien akibat adanya
akselerasi dan deselerasi selama transfer berlangsung, sehingga hipovolemia
harus sepenuhnya dikoreksi sebelum transfer.
4. Unit/ rumah sakit yang dituju untuk transfer harus memastikan bahwa ada
prosedur / pengaturan transfer pasien yang memadai.
5. Perlu waktu hingga beberapa jam mulai dari setelah pengambilan keputusan
dibuat hingga pasien ditransfer ke unit/ rumah sakit lain.
6. Hal yang penting untuk dilakukan sebelum transfer:
a. Amankan patensi jalan napas
Beberapa pasien mungkin membutuhkan intubasi atau trakeostomi dengan
pemantauan end-tidal carbondioxide yang adekuat.

b. Analisis gas darah harus dilakukan pada pasien yang menggunakan


ventilator portabel selama minimal 15 menit.
c. Terdapat jalur / akses vena yang adekuat (minimal 2 kanula perifer atau
sentral)
d. Pengukuran tekanan darah invasif yang kontinu / terus-menerus
merupakan teknik terbaik untuk memantau tekanan darah pasien selama
proses transfer berlangsung.
e. Jika terdapat pneumotoraks, selang drainase dada (Water-Sealed DrainageWSD) harus terpasang dan tidak boleh diklem.
f. Pasang kateter urin dan nasogastric tube (NGT), jika diperlukan
g. Pemberian terapi /tatalaksana tidak boleh ditunda saat menunggu
pelaksanaan transfer
7. Unit/ rumah sakit yang dituju dapat memberikan saran mengenai penanganan
segera / resusitasi yang perlu dilakukan terhadap pasien pada situasi-situasi
khusus, namun tanggung jawab tetap pada tim transfer.
8. Tim transfer harus familiar dengan peralatan yang ada dan secara independen
menilai kondisi pasien.
9. Seluruh peralatan dan obat-obatan harus dicek ulang oleh petugas transfer.
10. Gunakanlah daftar persiapan transfer pasien (lampiran 1) untuk memastikan
bahwa semua persiapan yang diperlukan telah lengkap dan tidak ada yang
terlewat.
VIII. Pendampingan Pasien Selama Transfer
1.
Pasien dengan sakit berat / kritis harus didampingi oleh minimal 2 orang tenaga
2.

medis.
Kebutuhan akan jumlah tenaga medis / petugas yang mendampingi pasien
bergantung pada kondisi / situasi klinis dari tiap kasus (tingkat / derajat beratnya

3.

penyakit / kondisi pasien).


Dokter ruangan (dr DPJP), bertugas untuk membuat keputusan dalam
menentukan siapa saja yang harus mendampingi pasien selama transfer

4.

berlangsung.
Sebelum melakukan transfer, petugas yang mendampingi harus paham dan
mengerti akan kondisi pasien dan aspek-aspek lainnya yang berkaitan dengan

5.

proses transfer.
Berikut ini adalah pasien-pasien yang tidak memerlukan dampingan dr
Ruangan/DPJP selama proses transfer antar-rumah sakit berlangsung.
a. Pasien yang dapat mempertahankan patensi jalan napasnya dengan baik dan
tidak membutuhkan bantuan ventilator / oksigenasi
b. Pasien dengan perintah Do Not Resuscitate (DNR)
c. Pasien yang ditransfer untuk tindakan manajemen definitif akut di mana
intervensi anestesi tidak akan mempengaruhi hasil.

6.

Berikut adalah panduan perlu atau tidaknya dilakukan transfer berdasarkan


tingkat / derajat kebutuhan perawatan pasien kritis. (keputusan harus dibuat
oleh dokter Ruangan/DPJP)
a. Derajat 0:
Pasien yang dapat terpenuhi kebutuhannya dengan ruang rawat biasa di
unit/ rumah sakit yang dituju; biasanya tidak perlu didampingi oleh dokter,
perawat, atau paramedis (selama transfer).
b. Derajat 1:
Pasien dengan risiko perburukan kondisi, atau pasien yang sebelumnya
menjalani perawatan di High Care Unit (HCU); di mana membutuhkan
perawatan di ruang rawat biasa dengan saran dan dukungan tambahan dari
tim perawatan kritis; dapat didampingi oleh perawat, petugas ambulan, dan
atau dokter (selama transfer).
c. Derajat 2:
Pasien yang membutuhkan observasi / intervensi lebih ketat, termasuk
penanganan kegagalan satu sistem organ atau perawatan pasca-operasi, dan
pasien yang sebelumnya dirawat di HCU; harus didampingi oleh petugas
yang kompeten, terlatih, dan berpengalaman (biasanya dokter dan
perawat / paramedis lainnya).
d. Derajat 3:
Pasien yang membutuhkan bantuan pernapasan lanjut (advanced
respiratory support) atau bantuan pernapasan dasar (basic respiratory
support) dengan dukungan / bantuan pada minimal 2 sistem organ,
termasuk pasien-pasien yang membutuhkan penanganan kegagalan multiorgan; harus didampingi oleh petugas yang kompeten, terlatih, dan
berpengalaman (biasanya dokter anestesi dan perawat ruang intensif / IGD
atau paramedis lainnya).

7.

Saat Dr Ruangan/ DPJP di RSIA PETUKANGAN tidak dapat menjamin


terlaksananya bantuan / dukungan anestesiologi yang aman selama proses
transfer; pengambilan keputusan haruslah mempertimbangkan prioritas dan

8.

risiko terkait transfer.


Semua petugas yang tergabung dalam tim transfer untuk pasien dengan sakit
berat / kritis harus kompeten, terlatih, dan berpengalaman.

9.

Petugas yang mendampingi harus membawa telepon genggam selama transfer


berlangsung yang berisi nomor telphon RSIA PETUKANGAN dan rumah sakit
tujuan.
Keselamatan adalah parameter yang penting selama proses transfer.

10.

IX.

Kompetensi Pendamping Pasien dan Peralatan yang harus Dibawa Selama


Transfer
1. Kompetensi SDM untuk transfer intra RSIA PETUKANGAN
Pasien

Derajat 0
Derajat
(orang
tua/delirium)
Derajat 1

Derajat 2

0,5

Petugas

keterampilan yang

pendamping

dibutuhkan

(minimal)
TPK/ Petugas

Bantuan hidup dasar

Keamanan
TPK/ Petugas

Bantuan hidup dasar

Peralatan Utama

Keamanan
Perawat/Petugas

yang

berpengalaman

(sesuai dengan

Bantuan hidup dasar


Pelatihan tabung gas
Pemberian obat-obatan
Kenal akan tanda deteriorasi
Keterampilan trakeostomi dan

kebutuhan pasien)
suction
Perawat dan
Semua ketrampilan di atas,

Oksigen
Suction
Tiang infus portabel
Pompa infus dengan
baterai
Oksimetri denyut
Semua peralatan di

Petugas

ditambah;
atas, ditambah;

Dua
tahun
pengalaman
dalam

Monitor
EKG dan
keamanan/ TPK
perawatan intensif (oksigenasi,
tekanan darah

Defibrillator
sungkup pernapasan,
Derajat 3

Dokter, perawat,

defibrillator, monitor)
Standar kompetensi dokter harus Monitor ICU

dan TPK/

di atas standar minimal

Petugas

Dokter:

keamanan

Minimal 6 bulan pengalaman

portabel yang
lengkap
Ventilator dan

mengenai perawatan pasien

peralatan transfer

intensif dan bekerja di ICU

yang memenuhi

Keterampilan bantuan hidup

standar minimal.

dasar dan lanjut

Keterampilan menangani
permasalahan jalan napas dan
pernapasan, minimal level ST
3 atau sederajat.
Harus mengikuti pelatihan untuk
transfer pasien dengan sakit
berat / kritis
Perawat:
Minimal 2 tahun bekerja di ICU
Keterampilan bantuan hidup
dasar dan lanjut
Harus mengikuti pelatihan untuk
transfer pasien dengan sakit
berat / kritis
(lengkapnya lihat Lampiran 1)
TRANSFER INTRA-RUMAH SAKIT
1. Standar: pemantauan minimal, pelatihan, dan petugas yang berpengalaman;
diaplikasikan pada transfer intra- dan antar-rumah sakit
2. Sebelum transfer, lakukan analisis mengenai risiko dan keuntungannya.
3. Sediakan kapasitas cadangan oksigen dan daya baterai yang cukup untuk
mengantisipasi kejadian emergensi.
4. Peralatan listrik harus tepasang ke sumber daya (stop kontak) dan oksigen sentral
digunakan selama perawatan di unit tujuan.
5. Petugas yang mentransfer pasien ke ruang pemeriksaaan radiologi harus paham
akan bahaya potensial yang ada.
6. Semua peralatan yang digunakan pada pasien tidak boleh melebihi level pasien
2. Kompetensi SDM untuk transfer antar rumah sakit
Pasien

Derajat 0

Petugas

keterampilan yang

Peralatan Utama dan

pendamping

dibutuhkan

Jenis Kendaraan

(minimal)
petugas

Bantuan hidup dasar (BHD)

ambulan
Derajat
(orang

Dependency

0,5 petugas
ambulan

Kendaraan

Bantuan hidup dasar


dan

High
Service

(HDS)/ Ambulan
Kendaraan
HDS/
Ambulan

tua/delirium)
Derajat 1

paramedis
Petugas
ambulan
perawat

dan

Bantuan hidup dasar


Pemberian oksigen
Pemberian obat-obatan
Kenal akan tanda deteriorasi
Keterampilan perawatan
trakeostomi dan suction

Derajat 2

Dokter,

Semua ketrampilan di atas,

perawat,dan

ditambah;
Penggunaan alat pernapasan
Bantuan hidup lanjut
Penggunaan kantong

petugas
ambulans

Derajat 3

Dokter,
perawat,

Kendaraan

HDS/

Ambulan
Oksigen
Suction
Tiang infus portabel
Infus pump dengan
baterai
Oksimetri
Ambulans

EMS

Mercedes 515
Semua peralatan di atas,
ditambah;
Monitor EKG

dan

pernapasan (bag-valve mask)


tekanan darah
Penggunaan defibrillator
Defibrillatorbila
Penggunaan monitor intensif
diperlukan
Dokter:
Ambulans
lengkap/
dan Minimal 6 bulan pengalaman

petugas

mengenai perawatan pasien

ambulan

intensif dan bekerja di ICU


Keterampilan bantuan hidup
dasar dan lanjut
Keterampilan menangani
permasalahan jalan napas dan
pernapasan, minimal level
ST 3 atau sederajat.
Harus mengikuti pelatihan
untuk transfer pasien dengan
sakit berat / kritis
Perawat:
Minimal 2 tahun bekerja di
ICU
Keterampilan bantuan hidup
dasar dan lanjut
Harus mengikuti pelatihan

AGD 118
Monitor ICU portabel
yang lengkap
Ventilator dan peralatan
transfer
memenuhi
minimal.

yang
standar

untuk transfer pasien dengan


sakit berat / kritis
(lengkapnya lihat Lampiran 1)

X.

PEMANTAUAN,

OBAT-OBATAN,

DAN

PERALATAN

SELAMA

TRANSFER PASIEN KRITIS


1. Pasien dengan kebutuhan perawatan kritis memerlukan pemantauan selama
proses transfer.
2. Standar pelayanan dan pemantauan pasien selama transfer setidaknya harus
sebaik pelayanan di RSU AN NIMAH/ RS tujuan.
3. Peralatan pemantauan harus tersedia dan berfungsi dengan baik sebelum transfer
dilakukan. Standar minimal untuk transfer pasien antara lain:
a. Kehadiran petugas yang kompeten secara kontinu selama transfer
b. EKG kontinu
c. Pemantauan tekanan darah (non-invasif)
d. Saturasi oksigen (oksimetri denyut)
e. Terpasangnya jalur intravena
f. Terkadang memerlukan akses ke vena sentral
g. Peralatan untuk memantau cardiac output
h. Pemantauan end-tidal carbon dioxide pada pasien dengan ventilator
i. Mempertahankan dan mengamankan jalan napas
j. Pemantauan temperatur pasien secara terus-menerus (untuk mencegah
terjadinya hipotermia atau hipertermia)1
4. Pengukuran tekanan darah non-invasif intermiten, sensitif terhadap gerakan dan
tidak dapat diandalkan pada mobil yang bergerak. Selain itu juga cukup
menghabiskan baterai monitor.
5. Pengukuran tekanan darah invasif yang kontinu (melalui kanula arteri)
disarankan.
6. Idealnya, semua pasien derajat 3 harus dipantau pengukuran tekanan darah
secara invasif selama transfer (wajib pada pasien dengan cedera otak akut;
pasien dengan tekanan darah tidak stabil atau berpotensi menjadi tidak stabil;
atau pada pasien dengan inotropik).
7. Kateterisasi vena sentral tidak wajib tetapi membantu memantau filling status
(status volume pembuluh darah) pasien sebelum transfer. Akses vena sentral
diperlukan dalam pemberian obat inotropic dan vasopressor.
8. Pemantauan tekanan intracranial mungkin diperlukan pada pasien-pasien
tertentu.
9. Pada pasien dengan pemasangan ventilator, lakukan pemantauan suplai
oksigen, tekanan pernapasan (airway pressure), dan pengaturan ventilator.2

10. Tim transfer yang terlibat harus memastikan ketersediaan obat-obatan yang
diperlukan, antara lain: (sebaiknya obat-obatan ini sudah disiapkan di dalam

11.

jarum suntik)
a. Obat resusitasi dasar: epinefrin, anti-aritmia3
b. Obat sedasi
c. Analgesik
d. Relaksans otot
e. Obat inotropik
Hindari penggunaan tiang dengan selang infus yang terlalu banyak agar
akses terhadap pasien tidak terhalang dan stabilitas brankar terjaga dengan

12.
13.

baik.1
Semua infus harus diberikan melalui syringe pumps.
Penggunaan tabung oksigen tambahan harus aman dan terpasang dengan

14.

baik.
Petugas transfer harus familiar dengan seluruh peralatan yang ada di

15.

ambulans.2
Pertahankan temperature pasien, lindungi telinga dan mata pasien selama

16.
17.

transfer.
Seluruh peralatan harus kokoh, tahan lama, dan ringan.
Peralatan listrik harus dapat berfungsi dengan menggunakan baterai (saat

18.

tidak disambungkan dengan stop kontak/listrik).


Baterai tambahan harus dibawa (untuk mengantisipasi terjadinya mati

19.

listrik)
Monitor yang portabel harus mempunyai layar yang jernih dan terang dan
dapat memperlihatkan elektrokardiogram (EKG), saturasi oksigen arteri,

20.

pengukuran tekanan darah (non-invasif), kapnografi, dan temperatur.


Pengukuran tekanan darah non-invasif pada monitor portabel dapat dengan
cepat menguras baterai dan tidak dapat diandalkan saat terdapat pergerakan

21.
22.

ekternal / vibrasi (getaran).


Alarm dari alat harus terlihat jelas dan terdengar dengan cukup keras.
Ventilator mekanik yang portabel harus mempunyai (minimal):
a. alarm yang berbunyi jika terjadi tekanan tinggi atau terlepasnya alat dari
tubuh pasien
b. mampu menyediakan tekanan akhir ekspirasi positif (positive end
expiratory pressure) dan berbagai macam konsentrasi oksigen inspirasi
c. pengukuran rasio inspirasi : ekspirasi, frekuensi pernapasan per-menit,
dan volume tidal.
d. Mampu menyediakan ventilasi tekanan terkendali (pressure-controlled
ventilation) dan pemberian tekanan positif berkelanjutan (continuous
positive airway pressure)

23.

Semua peralatan harus terstandarisasi sehingga terwujudnya suatu proses


transfer yang lancar dan tidak adanya penundaan dalam pemberian terapi /

24.

obat-obatan.1
Catatlah status pasien, tanda vital, pengukuran pada monitor, tatalaksana
yang diberikan, dan informasi klinis lainnya yang terkait. Pencatatan ini

25.

harus dilengkapi selama transfer.


Pasien harus dipantau secara terus-menerus selama transfer dan dicatat di

26.

lembar pemantauan.
Monitor, ventilator, dan pompa harus terlihat sepanjang waktu oleh petugas
dan harus dalam posisi aman di bawah level pasien.

XI.

Pemilihan Metode Transfer antar RS untuk Pasien Kritis


1. Pemilihan metode transfer harus mempertimbangkan sejumlah komponen penting
seperti di bawah ini.
a. Derajat urgensi untuk melakukan transfer
b. Kondisi pasien
c. Faktor geografik
d. Kondisi cuaca
e. Arus lalu lintas
f. Ketersediaan / availabilitas
g. Area untuk mendarat di tempat tujuan
h. Jarak tempuh
2. Pilihan kendaraan untuk transfer pasien antara lain:
a. Jasa Ambulan Gawat Darurat
i. Siap sedia dalam 24 jam
ii. Perjalanan darat
iii. Durabilitas: dengan pertimbangan petugas dan peralatan yang dibutuhkan
dan lamanya waktu yang diperlukan.

XII.

Alat transportasi untuk transfer pasien antar rumah sakit

1.

Gunakan mobil ambulan RSRP/ AGD 118. Mobil dilengkapi soket listrik 12 V,

2.

suplai oksigen, monitor, dan peralatan lainnya


Sebelum melakukan transfer, pastikan kebutuhan-kebutuhan untuk mentransfer

3.

pasien terpenuhi (seperti suplai oksigen, baterai cadangan, dll).


Standar Peralatan di Ambulan
a. Suplai oksigen
b. Ventilator
c. Jarum suntik
d. Suction
e. Baterai cadangan
f. Syringe / infusion pumps (tinggi pompa sebaiknya tidak melebihi posisi
pasien

g. Alat penghangat ruangan portabel (untuk mempertahankan temperatur


pasien)
h. Alat kejut jantung (defibrillator)
4.Tim transfer/ SDM pendampingdapat memberi saran mengenai kecepatan ambulan yang
diperlukan, dengan mempertimbangkan kondisi klinis pasien.
5.Keputusan untuk menggunakan sirene diserahkan kepada supir ambulans. Tujuannya
adalah untuk memfasilitasi transfer yang lancar dan segera dengan akselerasi dan
deselerasi yang minimal.
6.Pendampingan oleh polisi dapat dipertimbangkan pada area yang sangat padat
penduduknya
7.Petugas harus tetap duduk selama transfer dan menggunakan sabuk pengaman.
8.Jika terdapat kegawatdaruratan medis dan pasien membutuhkan intervensi segera,
berhentikan ambulan di tempat yang aman dan lakukan tindakan yang diperlukan.
9.Jika petugas diperlukan untuk turun dari kendaraan / ambulan, gunakanlah pakaian yang
jelas terlihat oleh pengguna jalan lainnya.
XIII. Dokumentasi dan Penyerahan pasien transfer antar rumah sakit
1.

Lakukan pencatatan yang jelas dan lengkap dalam semua tahapan transfer, dan
harus mencakup:
a. detail kondisi pasien
b. alasan melakukan transfer
c. nama konsultan yang merujuk dan menerima rujukan
d. status klinis pre-transfer
e. detail tanda vital, pemeriksaan fisik, dan terapi yang diberikan selama

2.
3.

transfer berlangsung
Pencatatan harus terstandarisasi antar-rumah sakit jejaring dan diterapkan untuk
transfer intra- dan antar-rumah sakit.
Rekam medis harus mengandung:
a. resume singkat mengenai kondisi klinis pasien sebelum, selama, dan setelah
transfer; termasuk kondisi medis yang terkait, faktor lingkungan, dan terapi

4.

yang diberikan.
b. Data untuk proses audit. Tim transfer harus mempunyai salinan datanya.
Harus ada prosedur untuk menyelidiki masalah-masalah yang terjadi selama

5.

proses transfer, termasuk penundaan transportasi.


Tim transfer harus memperoleh informasi yang jelas mengenai lokasi rumah

6.

sakit yang dituju sebelum mentransfer pasien.


Saat tiba di rumah sakit tujuan, harus ada proses serah-terima pasien antara tim
transfer dengan pihak rumah sakit yang menerima (paramedis dan perawat)

7.

yang akan bertanggungjawab terhadap perawatan pasien selanjutnya.


Proses serah-terima pasien harus mencakup pemberian informasi (baik secara
verbal maupun tertulis) mengenai riwayat penyakit pasien, tanda vital, hasil

pemeriksaan penunjang (laboratorium, radiologi), terapi, dan kondisi klinis


8.

selama transfer berlangsung.


Hasil pemeriksaan laboratorium,

9.

dideskripsikan dan diserahkan kepada petugas rumah sakit tujuan.


Setelah menyerahkan pasien, tim transfer dibebastugaskan dari kewajiban

10.

merawat pasien.
Perlu penyediaan pakaian, sejumlah peralatan yang dapat dibawa, dan sejumlah

radiologi,

dan

yang

lainnya

harus

uang untuk memfasilitasi mekanisme perjalanan kembali tim transfer.


XIV. Komunikasi dalam Transfer Pasien Antar Rumah Sakit
1.

Pasien (jika memungkinkan) dan keluarganya harus diberitahu mengenai


alasan transfer dan lokasi rumah sakit tujuan. Berikanlah nomor telepon

2.

rumah sakit tujuan dan jelaskan cara untuk menuju ke RS tersebut.


Pastikan bahwa rumah sakit tujuan dapat dan setuju untuk menerima pasien

3.

sebelum dilakukan transfer.


Kontak pertama harus dilakukan oleh konsultan/ dokter penanggung jawab di

4.

kedua rumah sakit, untuk mendiskusikan mengenai kebutuhan medis pasien.


Untuk kontak selanjutnya, tunjuklah satu orang lainnya (biasanya perawat
senior). Bertugas sebagai komunikator utama sampai transfer selesai
dilakukan.
a. Jika selama transfer terjadi pergantian jaga perawat yang ditunjuk, berikan
penjelasan mengenai kondisi pasien yang ditransfer dan lakukan
penyerahan tanggung jawab kepada perawat yang menggantikan.
b. Komunikator utama harus menghubungi pelayanan ambulan, jika ingin
menggunakan jasanya dan harus menjadi kontak satu-satunya untuk
diskusi selanjutnya antara rumah sakit dengan layanan ambulans.
c. Harus memberikan informasi terbaru mengenai kebutuhan perawatan

5.

pasien kepada rumah sakit tujuan.


Tim transfer harus berkomunikasi dengan rumah sakit asal dan tujuan
mengenai penanganan medis yang diperlukan dan memberikan update
perkembangannya.

F. PEDOMAN RENCANA PEMULANGAN PASIEN


Definisi
adalah proses pemulangan pasien rawat inap dari ruang rawat inap
Kebijakan
1.) Merujuk atau memulangkan pasien berdasarkan atas kondisi kesehatan dan
kebutuhanakan pelayanan berkelanjutan.
2.) Ada ketentuan atau kriteria bagi pasien yang siap untuk dipulangkan.
3.) Bila diperlukan, perencanaan untuk merujuk dan memulangkan pasien dapat
diproseslebih awal dan bila perlu mengikut sertakan keluarga.
4.) Pasien dirujuk dan dipulangkan berdasarkan atas kebutuhannya.
5.) Kebijakan rumah sakit mengatur proses pasien yang diperbolehkan meninggalkan
rumah sakit, sementara dalam proses rencana pengobatan dengan izin yang disetujui
untuk waktu tertentu.

Prosedur
1. Dokter menginformasikan kepada pasien bahwa pasien boleh pulang
2. Dokter menginstruksikan kepada perawat bahwa pasien boleh pulang dan
melengkapi :
a.
b.
c.
d.

Resume medik
Surat Pulang
Surat kontrol
Resep obat yang dibawa pulang

3. Perawat melakukan pengecekan ulang mengenai tindakan-tindakan


pelayanan yang telah dilakukan
4. Perawat menginformasikan pelayanan yang telah dilakukan kepada
petugas administrasi
5. Pihak administrasi verifikasi data dan jaminan pasien
6. Petugas administrasi menginformasikan total biaya rawat inap kepada
pasien/keluarga pasien
7. Keluarga pasien mengurus pembayaran di kasir
8. Menyerahkan bukti pembayaran kepada perawat yang bertugas
9. Perawat memberikan surat pulang, obat, dan edukasi kepada pasien
10.Perawat mengantar pasien sampai ke tempat penjemputan

G. PEDOMAN PELAYANAN KEDOKTERAN


1. PENDAHULUAN

Tujuan utama rumah sakit adalah memberikan perawatan yang terbaik untuk
pasien. Agar dapat memberikan dukungan dan respon yang baik sesuai dengan
kebutuhan pasien, juga untuk menjalankan prinsip satu level perawatan yang
bermutu keseragaman pemberian pelayanan kepada pasien tanpa membedakan
waktu, faktor ekonomi, sosial, agama, ras, suku, bangsa, maka dibutuhkan adanya
perencanaan dan koordinasi kerja yang baik.
Dilain pihak pasien dengan masalah yang sama berhak mendapatkan mutu
pelayanan yang sama disemua unit di rumah sakit. Mengingat hal ini maka diperlukan
adanya kebijakan dan prosedur disetiap unit agar dapat memberikan pelayanan yang
seragam setiap hari maupaun saat hari minggu atau hari libur besar.

Dengan

perawatan yang seragam akan memberikan dampak, baik pada efisiensi dan
memudahkan dalam melakukan evaluasi.
2.

TUJUAN
(a)
Menyediakan acuan kerja untuk menjamin pemberian pelayanan yang sama
(b)

untuk semua pasien


Meningkatkan kualitas pelayanan dan keselamatan pasien di rumah sakit
RUANG LINGKUP
Kebijakan ini berlaku bagi semua staff rumah sakit: dokter, perawat, penunjang

3.

medik dan staff lainnya yang memberikan pelayanan pada pasein.


4.
a.
b.
c.

TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB


CEO, Bertanggung jawab secara keseluruhan terhadap Kebijakan Perawatan Pasien
COO, Bertanggung jawab memastikan Kebijakan Perawatan Pasien dilaksanakan
Manager Keperawatan, Bertanggung jawab untuk memastikan Kebijakan
Perawatan Pasien berjalan dengan tepat dan dimonitor

d.

KU bertanggung jawab untuk


Menjalankan kebijakan Perawatan Pasien
Memastikan pasien mendapatkan perawatan sesuai dengan standar
Memastikan staff paham tentang isi kebijakan Perawatan Pasien
Melakukan Koordinasi dengan unit lain / multidisiplin terkait pelaksanaan

kebijakan Perawatan Pasien


Melakukan monitoring, evaluasi dan tinjau ulang secara regular
e.

Semua Staff Bertanggung jawab untuk


-

3.
a.

Melaksanakan Kebijakan Perawatan Pasien dengan aman


Melaporkan semua hal yang berpotensi terhadap ketidaksesuaian terkait

dengan pelaksanaan pelayanan pasien


DEFINISI
Perawatan pasien adalah semua tindakan yang diberikan pada pasien seperti
tindakan medis dan, pengobatan, tindakan perawatan serta tindakan lainnya yang

diberikan pada pasien sejak pasien masuk rumah sakit sampai pasien pulang dari
b.

rumah sakit
Pelayanan kesehatan perorangan adalah setiap kegiatan pelayanan kesehatan
yang diberikan oleh tenaga kesehatan untuk memelihara dan meningkatkan

c.

kesehatan, mencegah, mengobati penyakit, dan memulihkan kesehatan.


Tenaga kesehatan adalah tenaga dokter, perawat, bidan, perawat gigi, apoteker,

d.

asisten apoteker, fisioterapis, refraksionis, optisien, terapis wicara dan radiografer


Pelayanan Medis adalah pelayanan kesehatan individual yang dilandasi ilmu
klinik, merupakan upaya kesehatan perorangan yang meliputi aspek pencegahan
primer, pencegahan skunder meliputi deteksi dini dan pengobatan serta pembatasan
cacat dan pencegahan tersier berupa rehabilitasi medik yang secara maksimal

e.

dilakukan oleh dokter. (KepMenKes RI No. 666/MENKES/SK/VI/2007)


Rawat Inap adalah pelayanan kesehatan perorangan yang meliputi observasi,
diagnosa, pengobatan, keperawatan, rehabilitasi medik dengan menginap diruang
rawat inap pada sarana kesehatan yang oleh karena penyakitnya penderita harus

4.

menginap. (KepMenKes RI No. 666/MENKES/SK/VI/2007)


PERNYATAAN KEBIJAKAN
a.
Akses, ketepatan pelayanan dan pengobatan tidak tergantung pada
kemampuan pasien untuk membayar atau sumber pembiayannya.
- Semua pasien yang datang ke Unit Emergency harus melalui Triage dan segera
diberikan pertolongan pertama tanpa membedakan suku, agama dan status
-

sosial ekonomi
Setiap pasien yang datang berobat ke Unit Emergency dengan kasus gawat

maupun tidak gawat harus diberikan pelayanan yang cepat, tepat dan efisien
Terhadap pasien yang gawat dilakukan perawatan, tindakan dan observasi
kegawatan secara intensif oleh dokter dan perawat sampai dengan kondisi
klinis pasien stabil, tanpa mempertimbangkan biaya dan sumber

pembiayaannya
Pada pasien yang sudah dalam perawatan namun mengalami kesulitan dalam
pembiayaan perawatannya, maka yang bersangkutan dianjurkan untuk
berkonsultasi dengan bagian keuangan rumah sakit. Pada kondisi demikian
perawatan, tindakan dan observasi yang diberikan kepada pasien tetap sama

b.

seperti kepada pasien lainnya.


Akses pada ketepatan pelayanan oleh petugas kesehatan tidak

bergantung pada hari dan waktu kerja


Pada setiap unit pelayanan tersedia jadwal tugas yang mencerminkan
jumlah, jenis atau kategori serta penentuan penanggung jawab atau
koordinator jaga pada setiap hari dan shift jaga

Diluar jam kerja kantor dan hari libur ada petugas (dokter, perawat, petugas

lainnya) yang bersedia di panggil untuk menangani pasien dan


kebutuhannya
Diluar jam kerja kantor dan hari libur ada petugas sebagai Duty Officer

yang bekerja untuk mengkoordinasikan semua kegiatan dan menjamin


c.

proses pelayanan tetap berjalan baik


Ketergantungan kondisi pasien menentukan sumber daya yang

dialokasikan untuk memenuhi kebutuhan pasien


Semua pasien yang datang ke Unit Emergency harus melalui Triage untuk
menentukan tingkat kegawatan dan pemberian pelayanan sesuai kategori

pasien
Pada setiap kategori ketergantungan pasien tersedia fasilitas / sumber daya

yang sesuai
Penentuan petugas yang menangani pasien berdasarkan kompetensi yang
dimiliki dan tingkat ketergantungan pasien

d.
-

Tingkat pelayanan yang diberikan kepada pasien adalah sama diseluruh

RS.
Tersedia sistim dan prosedur yang berlaku sama diseluruh unit pelayanan di RS
Semua pasien yang masuk ke rumah sakit untuk mendapatkan pelayanan
kesehatan mendapatkan pelayanan yang sesuai dengan kebutuhannya dan

sesuai dengan cakupan pelayanan yang di sediakan oleh rumah sakit


Semua order pemeriksaan dan penunjang lain yang di order untuk pasien harus

dituliskan oleh dokter (mengacu pada kebijakan Medical record)


Pada pasien yang memerlukan tindakan pelayanan anaestesi mendapat

perlakukan yang sama


Proses asuhan pada pasien ditetapkan dengan pengkajian hingga evaluasi.
Proses perencanaan dibuat berdasarkan pengkajian data awal yang dibuat
berdasarkan kebutuhan pasien. Perencanaan asuhan dibuat tidak lebih dari 24

jam setelah pasien masuk perawatan.


Dalam pelayanan medis, pemantauan dilakukan oleh Case Manager, antara
lain:
i. Diagnosa harus ditegakan paling lama 72 jam setelah pasein masuk rawat
ii. Menyarankan dilakukannya peninjauan kasus (Case review) pada pasien
yang telah dirawat > 7 hari. Case review tersebut akan dihadiri oleh;
DPJP,
Dokter lain yang teribat,
Sub Komite Mutu - Komite Medik
Manager Medik

iii. DPJP harus membuat Rencana perawatan (care plan) untuk setiap pasien
-

yang dirawat
DPJP harus melakukan pengkajian ulang (Re-assessment) pasien rawat inap
sesuai dengan Kebijakan Pengkajian & Pengkajian Ulang Pasien
- Perkembangan asuhan pasien dievaluasi dan direvisi sesuai dengan
pengkajian ulang yang dilakukan oleh setiap tenaga kesehatan yang
memberikan pelayanan.

e.
-

Pasien dengan kebutuhan pelayanan keperawatan yang sama

menerima

pelayanan keperawatan yang setingkat diseluruh Rumah Sakit.


Petugas dalam memberikan pelayanan keperawatan menghargai harkat dan
martabat manusia, keunikan klien, dan tidak terpengaruh oleh pertimbangan
kebangsaan, kesukuan, warna kulit, umur, jenis kelamin, aliran politik dan

agama yang dianut serta kedudukan sosial.


Tersedia stndar pelayanan medik dan standar asuhan keperawatan yang

sama diseluruh unit pelayanan keperawatan


Semua pelayanan yang diberikan kepada pasien baik pelayanan medis
maupun pelayanan

perawatan terintegrasi dan di dokumentasikan dalam

medical record pasien yang dilakukan oleh tenaga kesehatan yang


memberikan pelayanan.

H. PEDOMAN INFORMASI PELAYANAN

PENGERTIAN
Suatu tata cara pemberian informasi pelayanan kepada pasien dan keluarga
mengenai fasilitas Rumah Sakit, asuhan pelayanan, rencana pengobatan dan
tindakan yang akan dilakukan.
TUJUAN
Sebagai acuan penerapan langkah-langkah untuk pemberian informasi
pelayanan, sehingga:
1. Dapat meningkatkan kualitas pelayanan.
2. Pasien dan keluarga dapat memahami dan mengerti informasi pelayanan
yang diberikan oleh staf Rumah Sakit.
3. Pasien dan keluarga mengerti penyakit yang diderita dan dapat membuat
keputusan tanpa rasa takut dan terpaksa.
TATA CARA PEMBERIAN INFORMASI PELAYANAN
1) Bagian Informasi dan Tempat Penerimaan Pasien
Memberikan informasi pelayanan kesehatan yang bersifat umum meliputi:
a. Fasilitas pelayanan yang dimiliki rumah sakit
b. Fasilitas dan tarif kamar perawatan
c. Daftar dokter yang mempunyai surat ijin praktek dan yang merawat di rumah
sakit
d. Asuransi yang bekerjasama dengan rumah sakit
e. Informasi tentang hak pasien dan keluarga
f. Informasi prosedur pengurusan resume medis dan surat menyurat lainnya
g. Tata tertib dan peraturan rumah sakit
2) Bagian Keperawatan
Memberikan informasi pelayanan kesehatan yang bersifat umum dan khusus
meliputi:
a. Rencana pelayanan dan tindakan keperawatan yang akan dilakukan
b. Informasi tentang biaya perawatan, biaya pemeriksaan penunjang, biaya obat,
biaya operasi, dll
c. Jam kunjungan dokter
d. Prosedur persiapan operasi
e. Prosedur pemulangan pasien
3) Dokter instalasi gawat darurat, dokter poli umum dan spesialis, dokter gigi,
dokter anasthesi dan dokter penanggung jawab pasien
Memberikan informasi mengenai:
a. Rencana pengobatan dan tindakan kedokteran yang akan dilakukan
b. Rencana operasi yang akan dilakukan
c. Prognosa penyakit, resiko, kemungkinan penyakit dan komplikasi, alternatif
pengobatan
d. Informasi hasil pengobatan dan hasil pemeriksaan penunjang yang telah
dilakukan selama pasien dalam perawatan di rumah sakit

4) Bagian Administrasi
Memberikan informasi tentang biaya rumah sakit secara keseluruhan
a. Bagian penunjang seperti laboratorium, radiologi, rehabilitasi medis
b. Berikan informasi mengenai:
c. Rencana tindakan yang akan dilakukan
d. Biaya tindakan

I. PEDOMAN HAMBATAN DI POPULASI PASIEN


I

Pendahuluan
Rumah sakit sering kali harus melayani komunitas dengan berbagai keragaman.
Ada pasien-pasien yang mungkin telah berumur, atau menderita cacat, bahasa atau
dialeknya beragam, juga budayanya, atau ada hambatan lainnya yang membuat
proses mengakses dan menerima perawatan sangat sulit. Rumah sakit
mengidentifikasi hambatan hambatan tersebut dan menerapkan proses untuk
mengeliminasi atau mengurangi hambatan bagi pasien yang berupaya mencari
perawatan. Rumah sakit juga mengambil tindakan untuk mengurangi dampak dari
hambatan hambatan yang ada pada saat memberikan layanan.

II Pengertian
Hambatan dapat diartikan sebagai halangan atau rintangan yang dialami (BaduduZain, 1994:489), Dalam konteks komunikasi dikenal pula gangguan (mekanik
maupun semantik), Gangguan ini masih termasuk ke dalam hambatan komunikasi
(Effendy, 1993:45), Efektivitas komunikasi salah satunya akan sangat tergantung
kepada seberapa besar hambatan komunikasi yang terjadi.

Didalam setiap kegiatan komunikasi, sudah dapat dipastikan akan menghadapai


berbagai hambatan. Hambatan dalam kegiatan komunikasi yang manapun tentu
akan mempengaruhi efektivitas proses komunikasi tersebut. Karena pada pada
komunikasi massa jenis hambatannya relatif lebih kompleks sejalan dengan
kompleksitas komponen komunikasi massa. Dan perlu diketahui juga, bahwa
komunikan harus bersifat heterogen.
A. Jenis-jenis hambatan
a. HAMBATAN FISIK DALAM PROSES KOMUNIKASI
Merupakan jenis hambatan berupa fisik, misalnya cacat pendengaran (tuna
rungu), tuna netra, tuna wicara. Maka dalam hal ini baik komunikator maupun
komunikan harus saling berkomunikasi secara maksimal. Bantuan panca indera
juga berperan penting dalam komunikasi ini.
Contoh: Apabila terdapat seorang perawat dengan pasien berusia lanjut. Dalam
hal ini maka perawat harus bersikap lembut dan sopan tapi bukan berarti tidak
pada pasien lain. Perawat harus lebih memaksimalkan volume suaranya apabila
ia berbicara pada pasien tuna rungu. Begitu pula halnya dengan si pasien.
Apabila si pasien menderita tuna wicara maka sebaiknya ia mengoptimalkan
panca inderanya (misal: gerakan tangan, gerakan mulut) agar si komunikan bisa
menangkap apa yang ia ucapkan. Atau si pasien tuna wicara isa membawa
rekan untuk menerjemahkan pada si komunikan apa yang sebetulnya ia
ucapkan.
b.

HAMBATAN SEMANTIK DALAM PROSES KOMUNIKASI


Semantik adalah pengetahuan tentang pengertian atau makna kata (denotatif).
Jadi hambatan semantik adalah hambatan mengenai bahasa, baik bahasa yang
digunakan oleh komunikator, maupun komunikan.
Hambatan semantik dibagi menjadi 3, diantaranya:
1. Salah pengucapan kata atau istilah karena terlalu cepat berbicara.
contoh: partisipasi menjadi partisisapi
2. Adanya

perbedaan

makna

dan

pengertian

pada

kata-kata

yang

pengucapannya sama
Contoh: bujang (Sunda: sudah; Sumatera: anak laki-laki)
3. Adanya pengertian konotatif
Contoh: secara denotative, semua setuju bahwa anjing adalah binatang
berbulu, berkaki empat. Sedangkan secara konotatif, banyak orang

menganggap anjing sebagai binatang piaraan yang setia, bersahabat dan


panjang ingatan.
Jadi apabila ini disampaikan secara denotatif sedangkan komunikan
menangkap secara konotatif maka komunikasi kita gagal.
c.

HAMBATAN PSIKOLOGIS DALAM PROSES KOMUNIKASI


Disebut sebagai hambatan psikologis karena hambatan-hambatan tersebut
merupakan unsur-unsur dari kegiatan psikis manusia.
Hambatan psikologi dibagmenjadi 4 :

1. Perbedaan kepentingan atau interest


Kepentingan atau interst akan membuat seseorang selektif dalam
menganggapi atau menghayati pesan. Orang hanya akan memperhatikan
perangsang (stimulus) yang ada hubungannya dengan kepentingannya.
Effendi (1981: 43) mengemukakan secara gamblang bahwa apabila kita
tersesat dalam hutan dan beberapa hari tak menemui makanan sedikitpun,
maka kita akan lebih memperhatikan perangsang-perangsang yang
mungkin dapat dimakan daripada yang lain. Andaikata dalam situasi
demikian kita dihadapkan pada pilihan antara makanan dan sekantong
berlian, maka pastilah kita akan meilih makanan. Berlian baru akan
diperhatikan kemudian. Lebih jauh Effendi mengemukakan, kepentingan
bukan hanya mempengaruhi kita saja tetapi juga menentukan daya
tanggap, perasaan, pikiran dan tingkah laku kita.
Sebagaimana telah dibahas sebelumnya, komunikan pada komunikasi
massa bersifat heterogen. Heterogenitas itu meliputi perbedaan usia, jenis
kelamin, pendidikan, pekerjaan yang keseluruhannya akan menimbulkan
adanya perbedaan kepentingan. Kepentingan atau interest komunikan
dalam suatu kegiatan komunikasi sangat ditentukan oleh manfaat atau
kegunaan pesan komunikasi itu bagi dirinya. Dengan demikian,
komunikan melakukan seleksi terhadap pesan yang diterimanya.
Kondisi komunikan seperti ini perlu dipahami oleh seorang komunikator.
Masalahnya, apabila komunikator ingin agar pesannya dapat diterima dan
dianggap penting oleh komunikan, maka komunikator harus berusaha
menyusun pesannya sedemikian rupa agar menimbulkan ketertarikan dari
komunikan.

2. Prasangka
Menurut Sears, prasangka berkaitan dengan persepsi orang tentang
seseorang atau kelompok lain, dan sikap serta perilakunya terhadap
mereka. Untuk memperoleh gambaran yang jelas mengenai prasangka,
maka sebaiknya kita bahas terlebih dahulu pengertian persepsi.
Persepsi adalah pengalaman objek pribadi, peristiwa faktor dari
hambatan : personal dan situasional.
Untuk mengatasi hambatan komunikasi yang berupa prasangka pada
komunikan, maka komunikator yang akan menyampaikan pesan melalui
media massa sebaiknya komunikator yang netral, dalam arti ia bukan orang
controversial, reputasinya baik artinya ia tidak pernah terlibat dalam suatu
peristiwa yang telah membuat luka hati komunikan. Dengan kata lain
komunikator itu harus acceptable. Disamping itu memiliki kredibilitas
yang tinggi karena kemampuan dan keahliannya.
3. Stereotip
Adalah gambaran atau tanggapan mengenai sifat atau watak bersifat
negative (Gerungan,1983:169). Jadi stereotip itu terbentuk pada dirinya
berdasarkan keterangan-keterangan yang kurang lengkap dan subjektif.
Contoh: Orang Batak itu berwatak keras sedangkan orang Jawa itu
berwatak lembut.
Seandainya dalam proses komunikasi massa ada komunikan yang memiliki
stereotip tertentu pada komunikatornya, maka dapat dipastikan pesan
apapun tidak dapat diterima oleh komunikan.
4. Motivasi
Merupakan suatu pengertian yang melingkupi semua penggerak, alasanalasan atau dorongan-dorongan dalam diri manusia yang menyebabkan
manusia berbuat sesuatu (Gerungan 1983:142).
Motif adalah sesuatu yang mendasari motivasi karena motif memberi
tujuan dan arah pada tingkah laku manusia. Tanggapan seseorang terhadap
pesan komunikasi pun berbeda sesuai dengan jenis motifnya.
Motif dibagi menjadi 2 macam, yaitu:
a.

Motif Tunggal
Contoh: Motif seseorang menonton acara Seputar Indonesia yang
disiarkan RCTI adalah untuk memperoleh informasi.

b.

Motif Bergabung
Contoh: (kasus yang sama dengan motif tunggal) tetapi bagi orang lain
motif menonton televisi adalah untuk memperolh informasi sekaligus
mengisi waktu luang.

d.

JENIS-JENIS HAMBATAN LAIN


Ada delapan hambatan penting untuk komunikasi lintas budaya dalam
keperawatan:
(1) kurangnya pengetahuan, (2) ketakutan dan ketidakpercayaan, (3) rasisme,
(4) bias dan etnosentrisme, (5) stereotip, perilaku, (6) ritual, (7) hambatan
bahasa, dan (8) perbedaan dalam persepsi dan harapan.
(1) Kurangnya pengetahuan
Selain itu, perawat yang tidak belajar tentang perilaku yang diterima dalam
budaya yang

berbeda

dapat atribut perilaku

pasien (misalnya,

diam,

penarikan) untuk alasan yang salah atau penyebab mengakibatkan


penilaian yang salah dan intervensi.
(2) Ketakutan dan ketidakpercayaan
Rothenburger (1990) telah mengidentifikasi tujuh tahap penyesuaian
bahwa individu melewati selama pertemuanawal mereka dengan orang dari
budaya yang

berbeda

yang mereka

tidak

tahuatau

mengerti.

Tahap-tahap ini:
Ketakutan: Setiap orang memandang orang lain sebagai berbeda dan, oleh
karena itu, berbahaya. Biasanya ketika orang-orang menjadi lebih baik
mengenal satu sama lain, ketakutan secara bertahap menghilang, hanya
untuk digantikan oleh sukai.
Tidak menyukai: Orang-orang dari budaya yang berbeda sering curiga
dari masing-masing orang lain tindakan dan motif karena mereka
kurang informasi
Penerimaan: Biasanya jika dua orang dari berbagi budaya yang berbeda
pengalaman cukup baik selama periode waktu
Respect: Jika individu dari beragam budaya berpikiran terbuka, mereka
akan memungkinkan mereka untuk melihat dan mengagumi kualitas
dalam satu sama lain
Percaya: Orang setelah dari beragam budaya telah menghabiskan cukup
berkualitas waktu bersama, mereka biasanya mampu saling percaya.

Menyukai: Untuk mencapai tahap akhir, individu-individu dari beragam


budaya

harus

mampu berkonsentrasi

mengikat orang

bersama-sama,

pada kualitas

manusia yang

bukan perbedaan yang

menarik orang terpisah


RASISME
Rasisme di Amerika keperawatan adalah penghalang transkultural komunikasi antara
perawat dan pasien, dan antara perawat dan penyedia perawatan kesehatan lainnya.
Tipe-tipenya:
1. Rasisme individu: Diskriminasi karena karakteristik biologis
2. Rasisme Budaya: Menganggap budaya sendiri lebih superior
3. Kelembagaan rasisme: Lembaga (universitas, bisnis, rumah sakit, sekolah
keperawatan) memanipulasi atau mentolerir kebijakan yang tidak adil membatasi
peluang ras tertentu, budaya, atau kelompok.
BIAS DAN ETNOSENTRISME
Apapun latar belakang budaya mereka, orang memiliki kecenderungan untuk menjadi
bias terhadap nilai-nilai budaya mereka sendiri, dan merasa bahwa nilai-nilai mereka
benar dan nilai-nilai dari orang lain adalah salah atau tidak baik.
STEREOTIPE
Sebuah stereotip budaya adalah asumsi beralasan bahwa semua orang dari kelompok
ras dan etnis tertentu yang sama. Sindrom tempat budaya buta adalah bentuk stereotip
yang masalah untuk banyak perawat dan dokter. Sindrom tempat budaya buta
keyakinan bahwa "Hanya karena klien terlihat dan berperilaku dengan cara yang anda
lakukan, Anda berasumsi bahwa tidak ada perbedaan budaya atau hambatan potensial
untuk perawatan " (Buchwald, 1994).
PERILAKU RITUALISTIK
Ritual adalah prosedur dalam mengerjakan tugas
HAMBATAN BAHASA
Bahasa

menyediakan

alat-alat

(kata)

mengekspresikan mereka pikiran dan perasaan


a.
b.
c.

bahasa asing,
berbeda dialek dan regionalisms, dan
idiom dan "berbicara jalanan."

yang

memungkinkan

oranguntuk

Bahasa

asing,

Dialek,

dan

Regionalisms.

Bahkan

ketika

perawat

dan

pasien berbicara bahasa yang sama, kesalahpahaman dapat muncul. tapi ketika pasien
datang dari negara atau rumah tangga di mana bahasa Inggris bukan asli lidah,
hambatan bahasa yang dihasilkan dapat membawa komunikasi untuk berhenti,
menghasilkan frustrasi dan konflik.
Untuk berkomunikasi secara efektif dengan pasien yang tidakmahir dalam Inggris,
Anda akan perlu penerjemah. Seorang juru terampil dapat membantu anda, anda
pasien, dan keluarga pasien anda mengatasi kecemasan dan frustras yang dihasilkan
oleh hambatan bahasa
KONFLIK PERSEPSI DAN HARAPAN
Ketika orang-orang dari budaya yang berbeda mencoba untuk berkomunikasi, upaya
terbaik mereka dapat digagalkan oleh kesalahpahaman dan konflik bahkan serius. di
bidang kesehatan situasi perawatan, kesalahpahaman seringkali muncul ketikaperawat
dan pasien memiliki persepsi yang berbeda dan harapan, dan akibatnya salah
menafsirkan satu sama lain 'pesan.
Harapan bahwa

pasien

memiliki perawat dan

dokter juga

dapat

menyebabkan

masalah komunikasi lintas budaya. Sebagai contoh, pasienJepang pada umumnya


melihat anggota keluarga mereka untuk sebagian besarperawatan mereka, daripada
kepada perawat.
e.

UPAYA-UPAYA DALAM MENGATASI HAMBATAN BERKOMUNIKASI


Untuk mengetahui hambatan tersebut dapat ditanggulangi dengan cara sebagai
berikut :
1. Mengecek arti atau maksud yang disampaikan
Bertanya lebih lanjut pada si komunikan apakah ia sudah mengerti apa yang si
komunikator bicarakan.
Contoh: Perawat bertanya pada pasien Apakah sudah mengerti, Pak?
2. Meminta penjelasan lebih lanjut
Sama halnya dengan poin pertama hanya saja disini si komunikator lebih aktif
berbicara untuk memastikan apakah ada hal lain yang perlu ditanyakan lagi.
Contoh: Apa ada hal lain yang kurang jelas, Bu?
3. Mengecek umpan balik atau hasil

Memancing kembali si komunikator dengan mengajukan pertanyaan mengenai hal


atau pesan yang telah disampaikan kepada komunikan.
Contoh: Tadi obatnya sudah diminum , Pak? Sebelumnya si komunikator telah
berpesan pada komunikan untuk meminum obat.
4. Mengulangi pesan yang disampaikan memperkuat dengan bahasa isyarat
Contoh: Obatnya diminum 3 kali sehari ya sambil menggerakkan tangan.
5. Mengakrabkan antara pengirim dan penerima
Dalam hal ini komunikator lebih mendekatkan diri dengan berbincang mengenai
hal-hal yang menyangkut keluarga, keadaannya saat ini (keluhan tentang
penyakitnya).
6. Membuat pesan secara singkat, jelas dan tepat
Si komunikator sebaiknya menyampaikan hanya hal-hal yang berhubungan pasien
(atau yang ditanyakan pasien) sehingga lebih efisien dan tidak membuang-buang
waktu.

a. Checklist kriteria transfer pasien

Anda mungkin juga menyukai