Anda di halaman 1dari 21

KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DAERAH KALIMANTAN BARAT


RUMAH SAKIT BHAYANGKARA PONTIANAK POLDA KALBAR

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Rumah sakit seharusnya mempertimbangkan bahwa pelayanan di rumah sakit merupakan bagian
dari suatu sistem pelayanan yang terintegrasi dengan para profesional dibidang pelayanan kesehatan
dan tingkat pelayanan yang akan membangun suatu kontinuitas pelayanan. Maksud dan tujuannya
adalah menyelaraskan kebutuhan pasien dibidang pelayanan kesehatan dengan pelayanan yang
tersedia dirumah sakit, mengkoordinasikan pelayanan, kemudian merencanakan pemulangan dan
tindakan selanjutnya. Hasilnya adalah meningkatkan mutu pelayanan pasien dan efisiensi
penggunaan sumber daya yang tersedia di rumah sakit. Informasi diperlukan untuk membuat
keputusan yang benar tentang kebutuhan pasien yang mana yang dapat dilayani rumah sakit,
pemberian pelayanan yang efisien kepada pasien, dan transfer dan pemulangan pasien yang tepat ke
rumah atau ke palayanan lain.
Menyesuaikan kebutuhan pasien dengan misi dan sumber daya rumah sakit tergantung pada
keterangan yang didapat tentang kebutuhan pasien dan kondisinya lewat skrining pada kontak
pertama. Skrining pada unit emergency dilaksanakan melalui kriteria triase, evaluasi visual atau
pengamatan, pemeriksaan fisik atau hasil dari pemeriksaan fisik, psikologik, laboratorium klinik atau
diagnostik imajing sebelumnya.
Skrining dapat terjadi disumber rujukan, pada saat pasien ditransportasi emergensi atau apabila
pasien tiba di rumah sakit. Hal ini sangat penting bahwa keputusan untuk mengobati, mengirim atau
merujuk hanya dibuat setelah ada hasil skrining dan evaluasi. Hanya rumah sakit yang mempunyai
kemampuan menyediakan pelayanan yang dibutuhkan dan konsisten dengan misinya dapat
dipertimbangkan untuk menerima pasien rawat inap atau pasien rawat jalan dan rujukan kepelayanan
kesehatan lainnya yang memiliki fasilitas yang memadai sesuai kebutuhan pasien.

B. Definisi
Gawat darurat adalah suatu keadaan yang mana penderita memerlukan pemeriksaan medis
segera, apabila tidak dilakukan akan berakibat fatal bagi penderita. Unit Gawat Darurat (UGD) adalah
salah satu unit di rumah sakit yang harus dapat memberikan pelayanan darurat kepada masyarakat
yang menderita penyakit akut dan mengalami kecelakaan, sesuai dengan standar.
UGD adalah suatu unit integral dalam satu rumah sakit dimana semua pengalaman pasien yang
pernah datang ke UGD tersebut akan dapat menjadi pengaruh yang besar bagi masyarakat tentang
1
bagaimana gambaran Rumah Sakit itu sebenarnya. Fungsinya adalah untuk menerima, menstabilkan
dan mengatur pasien yang menunjukkan gejala yang bervariasi dan gawat serta juga kondisi-kondisi
yang sifatnya tidak gawat. UGD juga menyediakan sarana penerimaan untuk penatalaksanaan pasien
dalam keadaan bencana, hal ini merupakan bagian dari perannya di dalam membantu keadaan
bencana yang terjadi di tiap daerah.
Rumah sakit merupakan terminal terakhir dalam menanggulangi penderita gawat darurat oleh
karena itu fasilitas rumah sakit, khususnya instalasi gawat darurat harus dilengkapi sedemikian rupa
sehingga dapat menanggulang gawat darurat. Pelayanan keperawatan gawat darurat merupakan
pelayanan profesional yang didasarkan pada ilmu dan metodologi keperawatan gawat darurat
berbentuk Bio-Psiko-Sosio-Spiritual yang komprehensif ditujukan kepada klien atau pasien yang
mempunyai masalah aktual atau potensial mengancam kehidupan tanpa atau terjadinya secara
mendadak atau tidak di perkirakan tanpa atau disertai kondisi lingkungan yang tidak dapat
dikendalikan.
Skrining merupakan pemeriksaan sekelompok orang untuk memisahkan orang yang sehat dari
orang yang mempunyai keadaan patologis yang tidak terdiagnosis atau mempunyai risiko tinggi.
(Kamus Dorland ed. 25 : 974 ). Menurut Rochjati P (2008), skrining merupakan pengenalan dini secara
pro-aktif pada ibu hamil untuk menemukan adanya masalah atau faktor risiko. Sehingga skrining bisa
dikatakan sebagai usaha untuk mengidentifikasi penyakit atau kelainan yang secara klinis belum jelas,
dengan menggunakan tes, pemeriksaan atau prosedur tertentu yang dapat digunakan secara cepat
untuk membedakan orang yang terlihat sehat, atau benar – benar sehat tapi sesungguhnya menderita
kelainan.
Skrining pada unit emergency dilaksanakan melalui kriteria triase, evaluasi visual atau
pengamatan, pemeriksaan fisik atau hasil dari pemeriksaan fisik, psikologik, laboratorium klinik atau
diagnostik imajing sebelumnya.
1. Tujuan Skrining.
2. Untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas dari penyakit dengan pengobatan dini terhadap
kasus-kasus yang ditentukan.
Test skrining dapat dilakukan
a) Pertanyaan / Quesioner
b) Pemeriksaan fisik
c) Pemeriksaan laboratorium
d) X-ray
e) Diagnostik imaqina.

2
C. Batasan Operasional
1. Instalasi gawat darurat
Adalah unit pelayanan dirumah sakit yang memberikan pelayanan pertama pada pasien dengan
ancaman kematian dan kecacatan secara terpadu dengan penanganan multi disiplin.
2. Triage
Adalah pengelompkan korban yang berdasarkan atas berat ringannya trauma / penyakit serta
kecepatan penanganan / pemindahannya.
3. Prioritas
Adalah penetuan mana yang harus didahulukan mengenai penanganan dan pemindahan yang
mengacu tingkat ancaman jiwa yang timbul
4. Survey primer
Adalah deteksi cepat dan koreksi segera terhadap kondisi yang mengancam jiwa
5. Survey Sekunder
Adalah melengkapi survey primer dengan mencari perubahan–perubahan anatomi yang akan
berkembang menjadi semakin parah dan memperberat perubahan fungsi vital yang ada berakhir
dengan mengancam jiwa bila tidak segera diatasi.
6. Pasien gawat darurat
Pasien yang tiba-tiba dalam keadaan gawat atau akan menjadi gawat dan terancam nyawanya
atau anggota badannya (akan menjadi cacat) bila tidak mendapatkan pertolongan secepatnya.
7. Pasien gawat tidak darurat
Pasien berada dalam keadaan gawat tetapi tidak memerlukan tindakan darurat misalnya kanker
stadium lanjut
8. Pasien darurat tidak gawat
Pasien akibat musibah yang datang tiba-tiba tetapi tidak mengancam nyawa dan anggota
badannya, misalnya luka sayat dangkal
9. Pasien tidak gawat tidak darurat
Misalnya pasien dengan ulcus peptikum, tbc kulit
10. Kecelakaan ( Accident)
Suatu kejadian dimana terjadi interaksi berbagai faktor yang dating secara mendadak, tidak
dikehendaki sehingga menimbulakan cedera fisik, mental, dan social.
Kecelakaan dan cedera dapat diklasifikasikan menurut:
a) Tempat kejadian
1) Kecelakaan lalu lintas
2) Kecelakaan dilingkungan rumah tangga
3
3) Kecelakaan dilingkungan pekerjaan
4) Kecelakaan di sekolah
5) Kecelakaan di tempat-tempat umum lein seperti halnya: tempat rekreasi, perbelanjaan,
diarea olah raga dan lain-lain
(a) Mekanisme kejadian
Tertumbuk, jatuh, terpotong, tercekik oleh benda asing, tersengat, terbakar baik karena
efek kimia, fisik maupun listrik atau radiasi.
(b) Waktu kejadian
(1) Waktu perjalanan (travelling/ transport time).
(2) Waktu bekerja, sekolah, waktu bermain dan lain-lain
11. Bencana
Peristiwa atau rangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam dan atau manusia yang
mengakibatkan korban dan penderitaan manusia, kerugian harta benda, kerusakan lingkungan,
kerusakan sarana dan prasarana umum serta menimbulkan gangguan terhadap tata kehiduapan
masyarakat dan pembangunan nasional yang memerlukan pertolongan dan bantuan.
Kematian dapat terjadi bila seseorang mengalami kerusakan atau kegagalan dari salah satu
system atau organ dibawah ini, yaitu:
1. Susunan saraf pusat
2. Pernafasan
3. Kardiovaskuler
4. Hati
5. Ginjal
6. Pancreas
Kegagalan system / organ tersebut dapat disebabkan oleh:
1. Trauma / cedera
2. Infeksi
3. Keracunan
4. Degeneresasi (failure)
5. Asfiksia
6. Kehilangan cairan dan elektrolit dalam jumlah yang besar (excessive loss of water and
electrolit)
7. Dan lain-lain
Kegagalan system susunan saraf pusat, kardiovaskuler, pernafasan dan hipoglikemia dapat
meyebabkan kematian dalam waktu yang singkat, sedangkan kegagalan system organ yang lain
dapat meyebabkan kematian dalam waktu yang lama.
4
Dengan demikian keberhasilan penanggulangan penderita gawat darurat (PPGD) dalam
mencegah kematian dan cacat ditentukan oleh
1. Kecepatan menemukan penderita gawat darurat
2. Kecepatan meminta pertolongan
3. Kecepatan dan kualitas pertolongan yang diberikan
a. Ditempat kejadian
b. Dalam perjalanan ke rumah sakit
c. Pertolongan selanjutnya secara tepat dirumah sakit

5
BAB II
RUANG LINGKUP

Ruang lingkup adalah pelayanan instalasi gawat darurat meliputi:


1. Pasien dengan kasus True Emergency
Yaitu pasien yang tiba-tiba berada dalam keadaan gawat darurat atau akan menjadi gawat dan
terancam nyawanya atau anggota badannya (akan menjadi cacat) bila tidak mendapat
pertolongan secepatnya.
2. Pasien dengan kasus False Emergency
Yaitu pasien dengan:
a) Keadaan gawat tetapi tidak memerlukan tidak memerlukan tindakan darurat
b) Keadaan gawat tetapi tidak mengancam nyawa dan anggota badannya
c) Keadaan tidak gawat dan tidak darurat.
Berdasarkan Permenkes RI Nomor 986/Menkes/Per/11/1992 pelayanan rumah Departemen
Kesehatan dan Pemerintah Daerah diklasifikasikan menjadi kelas/tipe A,B,C,D dan E (Azwar,1996):
1) Rumah Sakit Umum Kelas D adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan
kemampuan sekurang-kurangnya pelayanan umum dan 2 (dua) pelayanan medik spesialis
dasar.
2) Rumah Sakit Umum Kelas C adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan
kemampuan sekurang-kurangnya pelayanan medik 4 (empat) spesialis dasar dan 4 (empat)
pelayanan penunjang medik.
3) Rumah Sakit Umum Kelas B adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan
kemampuan pelayanan medik sekurang-kurangnya 4 (empat) spesialis dasar, 4 (empat)
spesialis penunjang medik, 8 (delapan) spesialis lainnya dan 2 (dua) subspesialis dasar serta
dapat menjadi RS pendidikan apabila telah memenuhi persyaratan dan standar.
4) Rumah Sakit Umum Kelas A adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan
kemampuan pelayanan medik sekurang-kurangnya 4 (empat) spesialis dasar, 5 (lima) spesialis
penunjang medik, 12 (dua belas) spesialis lainnya dan 13 (tiga belas) subspesialis serta dapat
menjadi RS pendidikan apabila telah memenuhi persyaratan dan standar.
Menyesuaikan kebutuhan pasien dengan misi dan sumber daya rumah sakit tergantung pada
keterangan yang didapat tentang kebutuhan pasien dan kondisinya lewat skrining pada kontak
pertama. Skrining pada unit emergency dilaksanakan melalui kriteria triase, evaluasi visual atau
pengamatan, pemeriksaan fisik atau hasil dari pemeriksaan fisik, psikologik, laboratorium klinik atau
diagnostik imajing sebelumnya.

6
Skrining dapat terjadi disumber rujukan, pada saat pasien ditransportasi emergensi atau apabila
pasien tiba di rumah sakit. Hal ini sangat penting bahwa keputusan untuk mengobati, mengirim atau
merujuk hanya dibuat setelah ada hasil skrining dan evaluasi.
Pelayanan Medik Spesialis Dasar adalah pelayanan medik spesialis Penyakit Dalam, Obstetri dan
ginekologi, Bedah dan Kesehatan Anak. Pelayanan Spesialis Penunjang adalah pelayanan medik
Radiologi, Patologi Klinik, Patologi Anatomi, Anaestesi dan Reanimasi, Rehabilitasi Medik. Pelayanan
Medik Spesialis lain adalah pelayanan medik spesialis Telinga Hidung dan Tenggorokan, Mata, Kulit
dan Kelamin, Kedokteran Jiwa, Syaraf, Gigi dan Mulut, Jantung, Paru, Bedah Syaraf, Ortopedi.
Pelayanan Medik Sub Spesialis adalah satu atau lebih pelayanan yang berkembang dari setiap
cabang medik spesialis. Pelayanan Medik Sub Spesialis dasar adalah pelayanan subspesialis yang
berkembang dari setiap cabang medik spesialis 4 dasar. Dan Pelayanan Medik Sub Spesialis lain
adalah pelayanan subspesialis yang berkembang dari setiap cabang medik spesialis lainnya.

7
BAB III
TATALAKSANA
A. PERSIAPAN
Penderita non trauma atau trauma / multitrauma memerlukan penilaian dan pengelolaan yang cepat
dan tepat untuk menyelamatkan jiwa penderita. Waktu berperan sangat penting, oleh karena itu diperlukan
cara yang mudah, cepat dan tepat. Proses awal ini dikenal dengan Initial assessment ( penilaian awal ).
Penilaian awal meliputi:
1. Persiapan
2. Triase
3. Primary survey (ABCDE)
4. Resusitasi
5. Tambahan terhadap primary survey dan resusitasi
6. Secondary survey
7. Tambahan terhadap secondary survey
8. Pemantauan dan re-evaluasi berkesinarnbungan
9. Transfer ke pusat rujukan yang lebih baik
Urutan kejadian diatas diterapkan seolah-seolah berurutan namun dalam praktek sehari-hari dapat
dilakukan secara bersamaan dan terus menerus.
1. Fase Pra-Rumah Sakit
1) Koordinasi yang baik antara dokter di rumah sakit dan petugas lapangan.
2) Sebaiknya terdapat pemberitahuan terhadap rumah sakit sebelum penderita mulai diangkut dari tempat
kejadian.
3) Pengumpulan keterangan yang akan dibutuhkan di rumah sakit seperti waktu kejadian, sebab kejadian,
mekanisme kejadian dan riwayat penderita.
2. Fase Rumah Sakit
a) Perencanaan sebelum penderita tiba.
b) Perlengkapan airway sudah dipersiapkan, dicoba dan diletakkan di tempat yang mudah dijangkau.
c) Cairan kristaloid yang sudah dihangatkan, disiapkan dan diletakkan pada tempat yang mudah dijangkau.
d) Pemberitahuan terhadap tenaga laboratorium dan radiologi apabila sewaktu-waktu dibutuhkan.
e) Pemakaian alat-alat proteksi diri

8
B. TRIASE
Triase adalah cara pemilahan penderita berdasarkan kebutuhan terapi dan sumber daya yang tersedia.
Dua jenis triase :
1. Multiple Casualties
Jumlah penderita dan beratnya trauma tidak melampaui kemampuan rumah sakit. Penderita dengan
masalah yang mengancam jiwa dan multi trauma akan mendapatkan prioritas penanganan lebih dahulu.
2. Mass Casualties
Jumlah penderita dan beratnya trauma melampaui kemampuan rumah sakit. Penderita dengan
kemungkinan survival yang terbesar dan membutuhkan waktu, perlengkapan dan tenaga yang paling
sedikit akan mendapatkan prioritas penanganan lebih dahulu.
Pemberian label kondisi pasien pada musibah massal :
a) Label hijau
Penderita tidak luka, Ditempatkan di ruang tunggu untuk dipulangkan.
b) Label kuning
Penderita hanya luka ringan, Ditempatkan di kamar bedah minor UGD.
c) Label merah
Penderita dengan cedera berat. Ditempatkan di ruang resusitasi UGD dan disiapkan dipindahkan ke
kamar operasi mayor apabila sewaktu-waktu akan dilakukan operasi.
d) Label biru
Penderita dalam keadaan berat terancam jiwanya. Ditempatkan di ruang resusitasi UGD disiapkan
untuk masuk intensive care unit atau masuk kamar operasi.
e) Label hitam
Penderita sudah meninggal, langsung dibawa ke rumah tergantung permintaan keluarga untuk
dimakamkan.

C. PRIMARY SURVEY
1. Airway dengan kontrol servikal
a) Penilaian
1) Mengenal patensi airway ( inspeksi, auskultasi, palpasi)
2) Penilaian secara cepat dan tepat akan adanya obstruksi
b) Pengelolaan airway
1) Lakukan chin lift dan atau jaw thrust dengan kontrol servikal in-line immobilisasi
2) Bersihkan airway dari benda asing bila perlu suctioning terlebih dahulu
3) Pasang pipa nasofaringeal atau orofaringeal

9
4) Pasang airway definitif sesuai indikasi ( lihat tabel 1 )
5) Fiksasi leher
6) Anggaplah bahwa terdapat kemungkinan fraktur servikal pada setiap penderita multi trauma,
terlebih bila ada gangguan kesadaran atau perlukaan diatas klavikula.
7) Evaluasi
Tabel 1- Indikasi Airway Definitif
Kebutuhan untuk perlindungan Kebutuhan untuk ventilasi
airway
Tidak sadar Apnea
• Paralisis neuromuskuler
• Tidak sadar
Fraktur maksilofasial Usaha nafas yang tidak adekuat
• Takipnea
• Hipoksia
• Hiperkarbia
• Sianosis
Bahaya aspirasi Cedera kepala tertutup berat yang
• Perdarahan membutuhkan hiperventilasi singkat,
• Muntah – muntah bila terjadi penurunan keadaan neurologis
Bahaya sumbatan
• Hematoma leher
• Cedera laring, trakea
• Stridor

2. Breathing dan Ventilasi-Oksigenasi


a) Penilaian
1) Buka leher dan dada penderita, dengan tetap memperhatikan kontrol servikal in-line
immobilisasi .
2) Tentukan laju dan dalamnya pernapasan.
3) Inspeksi dan palpasi leher dan thoraks untuk mengenali kemungkinan terdapat deviasi trakhea,
ekspansi thoraks simetris atau tidak, pemakaian otot-otot tambahan dan tanda-tanda cedera
lainnya.
4) Perkusi thoraks untuk menentukan redup atau hipersonor.
5) Auskultasi thoraks bilateral.

10
b) Pengelolaan
1) Pemberian oksigen konsentrasi tinggi (nonrebreather mask 11-12 liter / menit).
2) Ventilasi dengan Bag Valve Mask.
3) Menghilangkan tension pneumothorax.
4) Menutup open pneumothorax.
5) Memasang pulse oxymeter .
c) Evaluasi.
3. Circulation dengan kontrol perdarahan
a) Penilaian
1) Mengetahui sumber perdarahan eksternal yang fatal.
2) Mengetahui sumber perdarahan internal.
3) Periksa nadi: kecepatan, kualitas, keteraturan, pulsus paradoksus. Tidak diketemukannya pulsasi
dari arteri besar merupakan pertanda diperlukannya resusitasi masif segera.
4) Periksa warna kulit, kenali tanda-tanda sianosis.
5) Periksa tekanan darah.
b) Pengelolaan
1) Penekanan langsung pada sumber perdarahan eksternal.
2) Kenali perdarahan internal, kebutuhan untuk intervensi bedah serta konsultasi pada ahli bedah.
3) Pasang kateter IV 2 jalur ukuran besar sekaligus mengambil sampel darah untuk pemeriksaan
rutin, kimia darah, tes kehamilan (pada wanita usia subur), golongan darah dan cross-match
serta Analisis Gas Darah (BGA).
4) Beri cairan kristaloid yang sudah dihangatkan dengan tetesan cepat.
5) Pasang PSAG / bidai pneumatik untuk kontrol perdarahan pada pasien-pasien fraktur pelvis
yang mengancam nyawa.
6) Cegah hipotermia.
c) Evaluasi.
4. Disability
a) Tentukan tingkat kesadaran memakai skor GCS/PTS.
b) Nilai pupil : besarnya, isokor atau tidak, reflek cahaya dan awasi tanda-tanda lateralisasi.
c) Evaluasi dan Re-evaluasi aiway, oksigenasi, ventilasi dan circulation.

5. Exposure / Environment
a) Buka pakaian penderita.

11
b) Cegah hipotermia: beri selimut hangat dan tempatkan pada ruangan yang cukup hangat.
D. RESUSITASI
1. Re-evaluasi ABCDE.
2. Dosis awal pemberian cairan kristaloid adalah 1000-2000 ml pada dewasa dan 20 mL/kg pada anak
dengan tetesan cepat (lihat tabel 2).
3. Evaluasi resusitasi cairan.
4. Nilailah respon penderita terhadap pemberian cairan awal (lihat gambar 3, tabel 3 dan tabel 4).
5. Nilai perfusi organ (nadi, warna kulit, kesadaran dan produksi urin) serta awasi tanda-tanda syok.
6. Pemberian cairan selanjutnya berdasarkan respon terhadap pemberian cairan awal.
7. Respon cepat.
a) Pemberian cairan diperlambat sampai kecepatan maintenance.
b) Tidak ada indikasi bolus cairan tambahan yang lain atau pemberian darah.
c) Pemeriksaan darah dan cross-match tetap dikerjakan.
d) Konsultasikan pada ahli bedah karena intervensi operatif mungkin masih diperlukan.
8. Respon Sementara
a) Pemberian cairan tetap dilanjutkan, ditambah dengan pemberian darah.
b) Respon terhadap pemberian darah menentukan tindakan operatif.
c) Konsultasikan pada ahli bedah (lihat tabel 5).
9. Tanpa respon.
a) Konsultasikan pada ahli bedah.
b) Perlu tindakan operatif sangat segera.
c) Waspadai kemungkinan syok non hemoragik seperti tamponade jantung atau kontusio miokard.
d) Pemasangan CVP dapat membedakan keduanya (lihat tabel 6).

Tabel 2- Perkiraan Kehilangan Cairan dan Darah,


Berdasarkan Presentasi Penderita Semula
KELAS I Kelas II Kelas III Kelas IV
Kehilangan Darah (mL) Sampai 750 750-1500 1500-2000 >2000
Kehilangan Darah (% Sampai 15% 15%-30% 30%-40% >40%
volume darah)
Denyut Nadi <100 >100 >120 >140
Tekanan Darah Normal Normal Menurun Menurun
Tekanan nadi Normal atau Menurun Menurun Menurun
(mm Hg) Naik
12
Frekuensi Pernafasan 14-20 20-30 30-40 >35
Produksi Urin >30 20-30 5-15 Tidak berarti
(mL/jam)
CNS/ Status Sedikit cemas Agak cemas Cemas, Bingung,lesu
Mental Bingung (lethargic)
Penggantian Cairan Kristaloid Kristaloid Kristaloid dan Kristaloid dan
(Hukum 3:1) darah darah

Table 3-Penilaian Awal dan Pengelolaan Syok


KONDISI PENILAIAN (Pemeriksaan PENGELOLAAN
Fisik)
Tension • Deviasi Tracheal • Needle decompression
Pneumothorax • Distensi vena leher • Tube thoracostomy
• Hipersonor
• Bising nafas (-)
Massive hemothorax • ± Deviasi Tracheal • Venous access
• Vena leher kolaps • Perbaikan Volume
• Perkusi : dullness • Konsultasi bedah
• Bising nafas (-) • Tube thoracostomy
Cardiac tamponade • Distensi vena leher Pericardiocentesis
• Bunyi jantung jauh • Venous access
• Ultrasound • Perbaikan Volume
• Pericardiotomy
• Thoracotomy

Perdarahan Intraabdominal • Distensi abdomen • Venous access


• Uterine lift, bila hamil • Perbaikan Volume
• DPL/ultrasonography • Konsultasi bedah
• Pemeriksaan Vaginal • Jauhkan uterus dari vena
cava
Perdarahan Luar • Kenali sumber perdarahan Kontrol Perdarahan
• Direct pressure
• Bidai / Splints
• Luka Kulit kepala yang

13
berdarah : Jahit

Tabel 4-Penilaian Awal dan Pengelolaan Syok


KONDISI IMAGE FINDINGS SIGNIFICANCE INTERVENSI
Fraktur Pelvis Pelvic x-ray • Kehilangan darah kurang • Perbaikan Volume
• Fraktur Ramus Pubic dibanding jenis lain • Mungkin Transfuse
• Mekanisme • Hindari manipulasi
Kompresi Lateral Berlebih
• Open book • Pelvic volume ↑ • Perbaikan Volume
• Mungkin Transfusi
• Pelvic volume
• Rotasi Internal Panggul
• PASG
• Vertical shear • Sumber perdarahan banyak • External fixator
• Angiography
• Traksi Skeletal
• Konsultasi Ortopedi
Cedera Organ CT scan • Potensial kehilangan darah • Perbaikan Volume
Dalam • Perdarahan • Hanya dilakukan bila • Mungkin Transfusi
intraabdomimal hemodinamik stabil • Konsultasi Bedah

Tabel 5-Transient Responder


ETIOLOGI PEM.FISIK PEM.DIAGNOSTIK INTERVENSI
TAMBAHAN
Dugaan Jumlah • Distensi Abdomen • DPL atau ultrasonografi • Konsultasi Bedah
perdarahan kurang • Fraktur Pelvis • Perbaikan Volume
atau • Fraktur Pelvis • Mungkin Transfusi
Perdarahan Berlanjut • Perdarahan Luar • Pasang bidai
Nonhemorrhagic • Distensi vena leher • Pericardiocentesis • Reevaluasi toraks
• Cardiac tamponade • Bunyi jantung jauh • Dekompresi jarum
• Ultrasound Tube thoracostomy
•Bising nafas normal
• Recurrent/ • Deviasi Tracheal
persistent tension •Distensi versa leher

14
pneumothorax • Hipersonor
• Bising nafas (-)

Tabel 6-Non responder


ETIOLOGI PEM.FISIK PEM.DIAGNOSTIK INTERVENSI
TAMBAHAN
Massive blood loss • Distensi Abdomen • DPL/USG • Intervensi segera (ahli
(Class III atau IV) bedah)
• Intraabdominal •Perbaikan Volume
bleeding • Resusitasi Operatif
Nonhemorrhagic • Distensi Vena • Chest Decompresion
• Tension Leher (Needle
pneumothorax • Trachea tergeser thoracocentesis
• Suara nafas diteruskan
menghilang dengan tube
• Hipersonor thoracostomy)
• Mungkin diperlukan
penggunaan monitoring
invasive
Nonhemorrhagic • Distensi vena leher •Pericardiocentesis • Nilai ulang ABCDE
•Cardiac tamponade • Bunyi jantung jauh • Nilai ulang jantung
• Ultrasound • Pericardiocentesis
• Bising nafas normal
• Cedera tumpul • Nadi # teratur • EKG : kelainan • Persiapan OK
jantung • Perfusi jelek iskemik • Invasive monitoring
• Transesophageal • Inotropic support
echocardiography • Pertimbangkan operasi
• Ultrasonography
(pericardial)

E. TAMBAHAN PADA PRIMARY SURVEY DAN RESUSITASI


1. Pasang EKG
a) Bila ditemukan bradikardi, konduksi aberan atau ekstrasistole harus dicurigai adanya hipoksia dan
hipoperfusi

15
b) Hipotermia dapat menampakkan gambaran disritmia
2. Pasang kateter uretra
a) Kecurigaan adanya ruptur uretra merupakan kontra indikasi pemasangan kateter urine
b) Bila terdapat kesulitan pemasangan kateter karena striktur uretra atau BPH, jangan dilakukan
manipulasi atau instrumentasi, segera konsultasikan pada bagian bedah
c) Ambil sampel urine untuk pemeriksaan urine rutine
d) Produksi urine merupakan indikator yang peka untuk menilai perfusi ginjal dan hemodinamik
penderita
e) Output urine normal sekitar 0,5 ml/kgBB/jam pada orang dewasa, 1 ml/kgBB/jam pada anak-anak
dan 2 ml/kgBB/jam pada bayi
3. Pasang kateter lambung
a) Bila terdapat kecurigaan fraktur basis kranii atau trauma maksilofacial yang merupakan kontraindikasi
pemasangan nasogastric tube, gunakan orogastric tube.
b) Selalu tersedia alat suction selama pemasangan kateter lambung, karena bahaya aspirasi bila pasien
muntah.
4. Monitoring hasil resusitasi dan laboratorium
Monitoring didasarkan atas penemuan klinis; nadi, laju nafas, tekanan darah, Analisis Gas Darah (BGA),
suhu tubuh dan output urine dan pemeriksaan laboratorium darah.
5. Pemeriksaan foto rotgen dan atau FAST
a) Segera lakukan foto thoraks, pelvis dan servikal lateral, menggunakan mesin x-ray portabel dan atau
FAST bila terdapat kecurigaan trauma abdomen.
b) Pemeriksaan foto rotgen harus selektif dan jangan sampai menghambat proses resusitasi. Bila belum
memungkinkan, dapat dilakukan pada saat secondary survey.
c) Pada wanita hamil, foto rotgen yang mutlak diperlukan, tetap harus dilakukan.

F. SECONDARY SURVEY
1. Anamnesis (khusus pasien trauma)
Anamnesis yang harus diingat :
S : Syndrome
A : Alergi
M : Mekanisme dan sebab trauma
M : Medikasi ( obat yang sedang diminum saat ini)
P : Past illness
L : Last meal (makan minum terakhir)

16
E : Event/Environtment yang berhubungan dengan kejadian perlukaan.

2. Pemeriksaan Fisik ( lihat tabel 7 )


Tabel 7- Pemeriksaan Fisik pada Secondary Survey
Hal yang Identifikasi/
Penilaian Penemuan Klinis Konfirmasi dengan
Dinilai Tentukan
Tingkat • Beratnya • Skor GCS •  8, cedera kepala berat • CT Scan
Kesadaran trauma kapitis • 9 -12, cedera kepala sedang • Ulangi tanpa
• 13-15, cedera kepala ringan relaksasi Otot
Pupil • Jenis cedera • Ukuran • "mass effect" • CT Scan
kepala • Bentuk • Diffuse axional injury
• Luka pada • Reaksi • Perlukaan mata
mata
Kepala • Luka pada • Inspeksi • Luka kulit kepala • CT Scan
kulit kepala adanya luka • Fraktur impresi
• Fraktur tulang dan fraktur • Fraktur basis
tengkorak • Palpasi
adanya
fraktur
Maksilofasial • Luka jaringan • Inspeksi : • Fraktur tulang wajah • Foto tulang wajah
lunak deformitas
• Fraktur • Maloklusi • Cedera jaringan lunak • CT Scan tulang
• Kerusakan • Palpasi : wajah
syaraf krepitus
• Luka dalam
mulut/gigi
Leher • Cedera pada • Inspeksi • Deformitas faring • Foto servikal
faring • Palpasi • Emfisema subkutan • Angiografi/ Doppler
• Fraktur • Auskultasi • Hematoma • Esofagoskopi
servikal • Murmur • Laringoskopi
• Kerusakan • Tembusnya platisma

17
vaskular • Nyeri, nyeri tekan C spine
• Cedera
esofagus
• Gangguan
neurologis
Toraks • Perlukaan • Inspeksi • Jejas, deformitas, gerakan • Foto toraks
dinding toraks • Palpasi • Paradoksal • CT Scan
• Emfisema • Auskultasi • Nyeri tekan dada, krepitus • Angiografi
subkutan • Bising nafas berkurang • Bronchoskopi
• Pneumo/ • Bunyi jantung jauh • Tube torakostomi
hematotorak • Krepitasi mediastinum • Perikardio sintesis
• Cedera • Nyeri punggung hebat • USG Trans-
bronchus Esofagus
• Kontusio paru
• Kerusakan
aorta torakalis

Tabel 7- Pemeriksaan Fisik pada Secondary Survey ( lanjutan )


Hal yang Identifikasi/
Penilaian Penemuan klinis Konfirmasi dengan
Dinilai tentukan
Abdomen/ • Perlukaan dd. • Inspeksi • Nyeri, nyeri tekan abd. • DPL
pinggang Abdomen • Palpasi • Iritasi peritoneal • FAST
• Cedera intra- • Auskultasi • Cedera organ viseral • CT Scan
peritoneal • Tentukan arah • Cedera retroperitoneal • Laparotomi
• Cedera penetrasi • Foto dengan
retroperitoneal kontras
• Angiografi
Pelvis • Cedera Genito- • Palpasi simfisis • Cedera Genito- • Foto pelvis
urinarius pubis untuk rinarius (hematuria) • Urogram
• Fraktur pelvis pelebaran • Fraktur pelvis • Uretrogram
• Nyeri tekan • Perlukaan perineum, • Sistogram
tulang elvis rektum, vagina • IVP
• Tentukan • CT Scan dengan
instabilitas pelvis kontras
(hanya satu kali)
18
• Inspeksi
perineum
• Pem.
Rektum/vagina
Medula • Trauma kapitis • Pemeriksaan • "mass effect" • Foto polos
Spinalis • Trauma medulla motorik unilateral • MRI
spinalis • Pemeriksaan • Tetraparesis
• Trauma syaraf sensorik Paraparesis
perifer • Cedera radiks syaraf
Kolumna • Fraktur • Respon verbal • Fraktur atau dislokasi • Foto polos
Vertebralis • lnstabilitas terhadap nyeri, • CT Scan
kolumna tanda lateralisasi
Vertebralis • Nyeri tekan
• Kerusakan syaraf • Deformitas
Ekstremitas • Cedera jaringan • Inspeksi • Jejas, pembengkakan, • Foto ronsen
lunak • Palpasi pucat • Doppler
• Fraktur • Mal-alignment • Pengukuran
• Kerusakan sendi • Nyeri, nyeri tekan, tekanan
• Defisit neuro- Krepitasi kompartemen
vascular • Pulsasi hilang/ • Angiografi
berkurang
• Kompartemen
• Defisit neurologis

G. TAMBAHAN PADA SECONDARY SURVEY


1. Sebelum dilakukan pemeriksaan tambahan, periksa keadaan penderita dengan teliti dan pastikan
hemodinamik stabil
2. Selalu siapkan perlengkapan resusitasi di dekat penderita karena pemeriksaan tambahan biasanya
dilakukan di ruangan lain
3. Pemeriksaan tambahan yang biasanya diperlukan :
a) CT scan kepala, abdomen
b) USG abdomen, transoesofagus
c) Foto ekstremitas
d) Foto vertebra tambahan

19
e) Urografi dengan kontras

H. RE-EVALUASI PENDERITA
1. Penilaian ulang terhadap penderita, dengan mencatat dan melaporkan setiap perubahan pada kondisi
penderita dan respon terhadap resusitasi.
2. Monitoring tanda-tanda vital dan jumlah urin
3. Pemakaian analgetik yang tepat diperbolehkan

I. TRANSFER KE PUSAT RUJUKAN YANG LEBIH BAIK


1. Pasien dirujuk apabila rumah sakit tidak mampu menangani pasien karena keterbatasan SDM maupun
fasilitas serta keadaan pasien yang masih memungkinkan untuk dirujuk.
2. Tentukan indikasi rujukan, prosedur rujukan dan kebutuhan penderita selama perjalanan serta
komunikasikan dengan dokter pada pusat rujukan yang dituju.

20
BAB IV
DOKUMENTASI
Semua hasil skrining dicatat dalam Rekam Medis UGD dan poliklinik

21

Anda mungkin juga menyukai