Anda di halaman 1dari 17

INTOLERANSI LAKTOSA

Laktosa yang terdapat pada susu, perlu dihidrolisa menjadi glukosa dan galaktosa
terlebih dahulu supaya bisa diserap oleh dinding usus dan memasuki peredaran darah (Ingram
et al. 2009). Untuk proses hidrolisa tersebut diperlukan ensim laktase, yang terdapat pada
brush border mukosa usus halus. Adanya defisiensi ensim tersebut akan menyebabkan
kondisi yang disebut intoleransi laktosa (Sinuhaji, 2006).
Laktosa, galacotse 1,4 glukosa merupakan komposisi gula pada susu mammalia
yang unik. Laktosa merupakan disakarida yang terdiri dari glukosa dan galaktosa (Solomons,
2002). Laktosa merupakan sumber energi yang memasok hampir setengah dari keseluruhan
kalori yag terdapat pada susu (35-45%). Selain itu, laktosa juga diperlukan untuk absorbsi
kalsium. Hasil hidrolisa laktosa yang berupa galaktosa, adalah senyawa yang penting untuk
pembentukan sebrosida. Serebrosida ini penting untuk perkembangan fan fungsi otak.
Galaktosa juga dapat dibentuk oleh tubuh dari glukosa di hati. Karena itu keberadaan laktosa
sebagai karbohidrat utama yang terdapat di susu mammalia, termasuk ASI, merupakan hal
yang unik dan penting (Sinuhaji, 2006). Laktosa hanya dibuat di sel-sel kelenjar mamma
pada masa menyusui melalui reaksi antara glukosa dan galaktosa uridin difosfat dengan
bantuan lactose synthetase. Kadar laktosa dalam susu sangat bervariasi antara satu mammalia
dengan yang lain. ASI mengandung 7% laktosa, sedangkan susu sapi hanya mengandung 4%
(Sinuhaji, 2006).
Metabolisme Laktosa
Karbohidarat yang dimakan diserap dalam bentuk monosakarida (glukosa, galaktosa,
dan fruktosa). Karena itu laktosa harus dihidrolisa menjadi glukosa dan galaktosa terlebih
dahulu agar proses absorbsi dapat berlangsung. Hidrolisa ini dilakukan oleh laktase (galactosidase), suatu enzim yang terdapat pada brush border mukosa usus halus (Mattews,
2005).
Laktosa dalam bentuk bebas dan tidak terikat dengan molekul lainnya hanya dapat
ditemukan pada susu. Laktosa disintetase dengan menggunakan UDP-galaktose dan glukosa
sebagai substrat. Sintetase laktose terdiri dari 2 subunit: galactosyltransferase dan lactalbumin. -lactalbumin merupakan subunit yang meyebabkan galactosyltransferase
mengubah galaktosa menjadi glukosa. Subunit katalitik meningkat selama kehamilan, dimana
kadar -lactalbumin dipengaruhi oleh hormon dan meningkat hanya pada akhir kehamilan
ketika kadar prolaktin meningkat (Campbell et al. 2005).
Enzim Laktase
Laktase merupakan ensim yang penting untuk hidrolisa laktosa yang terdapat pada
susu. Pada brush border vili usus halus terdapat enzim lain seperti sukrase, maltase, dan
glukoamilase. Laktase ditemukan pada bagian luar brush border dan di antara semua
disakaridase, laktase yang paling sedikit. Pada kerusakan mukosa karena gastroenteritis, akan
aktivitas ensim laktase akan terganggu (Sinuhaji, 2006).
Laktase dapat menghidrolisa berbagai macam substrat. Ensim laktase termasuk dalam kelas
ensim -galactosidase sehingga memiliki aktivitas glukosidase dan glikosilceramidase.
Laktase memiliki 2 sisi yang aktif, satu untuk memecah laktosa dan yang lainnya untuk
hidrolasi pholorizin dan glicolipid. Sejumlah aksi dari sisi phlorizin berguna untuk manusia
dan dapat menjelaskan mengapa masih terdapat aktivitas ensim laktase setelah proses
penyapihan (Campbell et al. 2005).
Manusia terlahir dengan ekspresi laktase yang tinggi. Pada sebagian besar populasi di
dunia, transkiripsi laktase di down regulasi setelah penyapihan, yang menyebabkan

menghilangnya ekspresi laktase pada usus halus, dimana hilangnya ekspresi laktase inilah
yang menyebabkan suatu kondisi yang disebut intoleransi laktosa (Sinuhaji, 2006).
Pada janin manusia, aktivitas laktase sudah nampak pada usia kehamilan 3 bulan dan
aktifitasnya akan menngkat pada minggu ke 35-38 hingga 70% dari bayi lahir aterm. Karena
itu, defisiensi laktase primer yang dijumpai pada bayi prematur dihubungkan dengan
perkembangan usus immatur (developmental lactase deficiency). Defisiensi laktase
kongenital pada bayi baru lahir merupakan keadaan yang jarang dijumpai dan merupakan
penyakit yang diturunkan secara autosomal resesif (Sinuhaji, 2006).
Aktivitas laktase akan mengalami penurunan secara nyata pada usia 2-5 tahun (late
onset lactase deficiency) walau laktosa terus diberikan. Ini menandakan bahwa laktase bukan
merupakan ensim adaptif. Pada beberapa ras, terutama orang kulit putih di Eropa Utara,
beberapa suku nomaden di Afrika, aktivitas laktase pada manusia dewasa tetap tinggi
(persistence of lactase activity) (Sinuhaji, 2006).
Intoleransi Laktosa
Intoleransi laktosa merupakan suatu kondisi yang sering terjadi di seluruh dunia
dimana laktosa tidak bisa tercerna dengan baik karena adanya defisiensi ensim laktase.
Laktosa yang tidak bisa terpecah menjadi glukosa dan galaktosa inilah yang akan
menimbulkan beberapa manifestasi klinis yang beragam, mulai dari sakit perut, mual,
muntah, kembung, hingga diare (Heyman, 2006).
Beberapa terminologi yang berkaitan dengan intoleransi laktosa antara lain:
1. Malabsorbsi laktosa
Permasalahan fisiologis yang bermanifestasi sebagai intoleransi laktosa dan
disebabkan karena ketidakseimbangan antara jumlah laktosa yang dikonsumsi dengan
kapasitas laktase untuk menghidrolisa disakarida (Heyman, 2006).
2. Defisiensi laktase primer
Tidak adanya laktase baik secara relatif maupun absolut yang terjadi pada anak-anak
pada usia yang bervariasi pada kelompok ras tertentu dan merupakan penyebab tersering
malabsorbsi laktosa dan intoleransi laktosa. Defisiensi laktase primer juga sering disebut
hipolaktasia tipe dewasa, laktase nonpersisten, atau defisiensi laktase herediter (Heyman,
2006).
3. Defisiensi laktase sekunder
Defisiensi laktase yang diakibatkan oleh injuri usus kecil, seperti pada gastroenteritis
akut, diare persisten, kemoterapi kanker, atau penyebab lain injuri pada mukosa usus
halus, dan dapat terjadi pada usia berapapun, namun lebih sering terjadi pada bayi
(Heyman, 2006).
4. Defisiensi laktase kongenital
Merupakan kelainan yang sangat jarang yang disebabkan karena mutasi pada gen
LCT. Gen LCT ini yang memberikan instruksi untuk pembuatan ensim laktase (Madry,
2010).
Patofisiologi Intoleransi laktosa
Apabila terjadi defisiensi laktase baik primer maupun sekunder, laktosa tidak bisa
dipecah menjadi bentuk yang bisa diserap, sehingga laktosa akan menumpuk. Laktosa
merupakan sumber energi yang baik untuk mikroorganisme di kolon, dimana laktosa akan
difermentasi oleh mikroorganisme tersebut dan menghasilkan asam laktat, gas methan (CH4)
dan hidrogen (H2). Gas yang diproduksi tersebut memberikan perasaan tidak nyaman dan
distensi usus dan flatulensia. Asam laktat yang diproduksi oleh mikroorganisme tersebut aktif
secara osmotik dan menarik air ke lumen usus, demikian juga laktosa yang tidak tercerna
2

juga menarik air sehingga menyebabkan diare. Bila cukup berat, produksi gas dan adanya
diare tadi akan menghambat penyerapan nutrisi lainnya seperti protein dan lemak (Sinuhaji,
2006).

ORALIT

Oralit merupakan campuran garam elektrolit, seperti natrium klorida (NaCl), kalium
klorida (KCL), dan trisodium sitrat hidrat, serta glukosa anhidrat. Oralit diberikan untuk
mengganti cairan dan elektrolit dalam tubuh yang terbuang saat diare. Walaupun air sangat
penting untuk mencegah dehidrasi, air minum tidak mengandung garam elektrolit yang
diperlukan untuk mempertahankan keseimbangan elektrolit dalam tubuh sehingga lebih
diutamakan oralit. Campuran glukosa dan garam yang terkandung dalam oralit dapat diserap
dengan baik oleh usus penderita diare.
Cara pemberian oralit:
Satu bungkus oralit dimasukkan ke dalam satu gelas air matang (200cc)
anak kurang dari 1 tahun diberi 50-100 cc oralit setiap kali berak
anak lebih dari 1 tahun diberi 100-200 cc cairan oralit setiap kali berak.

Perbedaan antara oralit lama dan baru


Oralit lama (WHO/ UNICEF 1978)
NaCl : 3,5 g

Oralit formula baru (WHO/ UNICEF 2004)


NaCl : 2,6 g

NaHCO3 : 2,5 g

NaHCO3 : 2,9 g

KCl : 1,5 g

KCl : 1,5 g

Glukose: 20 g

Glukose: 13,5 g

Na : 90 mEq/l

Na : 75 mEq/l

K : 30 mEq/l

K : 20 mEq/l

HCO3 : 30 mEq/l

Citrate : 10 mEq/l

Cl : 80 mEq/l

Cl : 65 mEq/l

Glukose : 111 mmol/l


Osmolar: 331 mmol/l

Glukose : 75 mmol/l
Osmolar : 245 mmol/l

Perbedaan oralit lama dan baru terdapat pada tingkat osmolaritas. Osmolaritas oralit
baru lebih rendah yaitu 245 mmol/L dibanding total osmolaritas oralit lama yaitu 331
mmol/L.

Oralit formula lama biasanya menyebabkan mual dan muntah, sehingga ibu enggan
memberikan kepada anaknya. Penelitian menunjukkan bahwa oralit formula baru mampu:
mengurangi volume tinja hingga 25%
mengurangi mual muntah hingga 30%
mengurangi secara bermakna pemberian cairan melalui intravena

Oralit pada anak gizi buruk


Rehydration Solution for Malnutrition (ReSoMal) adalah cairan yang diberikan
kepada anak gizi buruk yang menderita diare dan atau dehidrasi.
Resep ReSomal:
ReSoMal mengandung 37.5 mmol Na, 40 mmol K, dan 3 mmol Mg per liter.
BAHAN
Oralit WHO

JUMLAH
1 sachet (200 ml)

(2,6 g NaCl; 2,9 g trisodium citrate dihydrate,


1,5 kg KCl, 13,5 g glukosa dalam 1 L)
Gula pasir
Larutan mineral-mix
Ditambah air sampai menjadi

10 g
8 ml
400 ml

Bila larutan mineral-mix tidak tersedia, sebagai pengganti ReSoMal dapat dibuat
larutan sebagai berikut:
BAHAN
Oralit WHO
Gula pasir
Bubuk KCl
Ditambah air sampai menjadi

JUMLAH
1 sachet (200 ml)
10 g
0,8 g
400 ml

Oleh karena larutan pengganti tidak mengandung Mg, Zn, dan Cu, maka dapat
diberikan makanan yang merupakan sumber mineral tersebut. Dapat pula diberikan MgSO4
40% IM 1 x/hari dengan dosis 0,3 ml/kg BB, maksimum 2 ml/hari.
Cara pemberian ReSoMal:

1. Beri ReSoMal, secara oral atau melalui NGT.


2. Beri 5 ml/kgBB setiap 30 menit untuk 2 jam pertama
3. Setelah 2 jam, berikan ReSoMal 510 ml/kgBB/jam berselang-seling dengan F-75
dengan jumlah yang sama, setiap jam selama 10 jam. Jumlah yang pasti tergantung
seberapa banyak anak mau, volume tinja yang keluar dan apakah anak muntah.
4. Selanjutnya berikan F-75 secara teratur setiap 2 jam
5. Jika masih diare, beri ReSoMal setiap kali diare. Untuk usia < 1 th: 50-100 ml setiap
buang air besar, usia 1 th: 100-200 ml setiap buang air besar.

ZINC
Pada saat diare, anak akan kehilangan zinc dalam tubuhnya. Pemberian zinc mampu
menggantikan kandungan zinc alami tubuh yang hilang tersebut dan mempercepat
penyembuhan diare. Zinc juga meningkatkan sistem kekebalan tubuh sehingga dapat
mencegah risiko terulangnya diare selama 2-3 bulan setelah anak sembuh dari diare.
Berdasarkan studi WHO selama lebih dari 18 tahun, menfaat zinc sebagai
pengobatan diare adalah mengurangi:
Prevalensi diare sebesar 34%
6

Insidens pneumonia sebesar 26%


Durasi diare akut sebesar 20%
Durasi diare persisten sebesar 24%
Kegagalan terapi atau kematian akibat diare persisten sebesar 42%

Manfaat Zinc
Menurut penelitian lain zinc juga dapat menurunkan lamanya diare sampai 20 % ,
menurunkan frekuensi defekasi hingga 18 % 59 % dan menurunkan kejadian diare
dalam 2- 3 bulan ke depan.
Manfaat utama zink adalah menurunkan atau mempersingkat durasi diare hingga 25%.
Pada anak yang kekurangan zink, derajat keparahan diare akan lebih tinggi. Defisiensi
zink bisa mengganggu absorpsi air dan natrium dalam usus. Zink juga bermanfaat
untuk profilaksis diare. Efek preventif zink terkait dengan perannya dalam sistem imun.
Zink yangmerupakan salah satu mineral penting berfungsi sebagai booster sistem imun.
Di dalam tubuh setidaknya ada sekitar 300 enzim yag bergantung pada zink, termasuk
proses yangterjadi pada mukosa beberapa organ. Hal ini yangmenyebabkan zink
berperan dalam pencegahan berbagai penyakit infeksi.
Mekanisme lain zink yang cukup menarik adalah ternyata zink mempunyai efek
langsung terhadap sekresi dan absorpsi natrium klorida. Zink mampu menghambat
sekresi kalium yang bekerja pada sistem cAMP di enterosit usus halus, sehingga
meningkatkan absorpsi natrium dan mengurangi sekresi klorida. Dalam patogenesis
diare, terjadi kerusakan sel epitel usus.Zink juga berperan dalam perbaikan sel epitel
usus.
Zink dapat menurunkan angka kegagalan terapi dan kematian sebesar 40% pada diare
persisten, serta mempunyai efek profilaksis untuk 2-3 bulan setelah pemberian zink
selama 10 hari.

Mekanisme Kerja Zinc


Zinc berperan di dalam sintesa Dinukleosida Adenosin (DNA) dan Ribonukleosida
Adenosin (RNA), dan protein. Maka bila terjadi defisiensi Zinc dapat menghambat
pembelahan sel, pertumbuhan dan perbaikan jaringan. Zinc umumnya ada di dalam otak,
dimana zinc mengikat protein. Kekurangan zinc akan berakibat fatal terutama pada
pembentukan struktur otak, fungsi otak dan mengganggu respon tingkah laku dan emosi.
7

Mekanisme kerja Zinc untuk terapi diare diduga mempengaruhi system imun
(pertahanan tubuh) spesifik humoral ataupun selular dan mempengaruhi proses penyerapan
intestinal dan/atau proses transport sekretorik. Selain itu Zinc juga memiliki efek
penghambatan antimikroba, seperti Salmonella thypi, Salmonella parathypi A, Shigella
flexneri, Shogella sonnei.
Mekanisme yang menjelaskan pengaruh zink terhadap diare kemungkinan adalah
diare akut pada anak di negara berkembang umumnya diare infeksius, zink mempunyai efek
terhadap enterosit dan sel-sel imun yang berinteraksi dengan agen infeksius pada diare. Zink
terutama bekerja pada jaringan dengan kecepatan turnover yang tinggi seperti saluran cerna
dan sistem imun dimana zink dibutuhkan untuk sintesa DNA dan protein.
Zink bekerja pada tight junction level untuk mencegah meningkatnya permeabilitas
usus, mencegah pelepasan histamin oleh sel mast dan respon kontraksi serta sekretori
terhadap histamin dan serotonin pada usus dan mencegah peningkatan permeabilitas endotel
yang diprakarsai TNF yang juga merangsang kerusakan permeabilitas epitel usus. Zink
menstabilkan struktur membran dan memodifikasi fungsi membran dengan cara berinteraksi
dengan oksigen, nitrogen dan ligan sulfur makromolekul hidrofilik serta aktivitas antioksidan.
Zink melindungi membran dari efek agen infeksius dan dari peroksidasi lemak.

MAKANAN PENDAMPING AIR SUSU IBU


Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI) adalah makanan atau minuman yang
mengandung gizi diberikan pada bayi atau anak yang berumur 6 24 bulan untuk memenuhi
kebutuhan gizinya (Depkes, 2006).
Saat bayi berusia 6 bulan atau lebih, sistem pencernaannya sudah relatif sempurna dan
siap menerima MP-ASI. Beberapa enzim pemecah protein seperti asam lambung, pepsin,
lipase, amilase baru akan diproduksi sempurna. Saat bayi berusia kurang dari 6 bulan, sel-sel
disekitar usus belum siap menerima kandungan makanan, sehingga makanan yang masuk
dapat menyebabkan reaksi imun dan terjadilah alergi. Menunda pemberian ASI hingga 6
bulan melindungi bayi dari obesitas dikemudian hari. Bahkan pada kasus ekstrim pemberian

MP-ASI dini dapat menyebabkan penyumbatan saluran cerna dan harus dilakukan
pembedahan (Coutsoudis and Bentley, 2004)
Jenis-Jenis MP-ASI
Jenis makanan pendamping ASI (MP-ASI) baik tekstur, frekuensi, dan porsi makan
harus disesuaikan dengan tahap perkembangan dan pertumbuhan bayi. Kebutuhan energi dari
makanan adalah sekitar 200 kkal per hari untuk bayi usia 6-8 bulan dan 300 kkal per hari
untuk bayi usia 9-11 bulan (Depkes dan Kessos, 2000). MP-ASI pertama sebaiknya adalah
golongan beras dan serealia, karena berdaya alergi rendah. Secara berangsur-angsur,
diperkenalkan sayuran yang dikukus dan dihaluskan, buah yang dihaluskan, kecuali pisang
dan alpukat matang dan yang harus diingat adalah jangan berikan buah atau sayuran mentah.
Setelah bayi dapat menerima beras atau sereal, sayur dan buah dengan baik, berikan sumber
protein (tahu, tempe, daging ayam, hati ayam, dan daging sapi) yang dikukus dan dihaluskan.
Setelah bayi mampu mengkoordinasikan lidahnya dengan lebih baik, secara bertahap bubur
dibuat lebih kental (kurangi campuran air), kemudian menjadi lebih kasar (disaring kemudian
cincang halus), lalu menjadi kasar (cincang kasar), dan akhirnya bayi siap menerima
makanan yang dikonsumsi keluarga. Menyapih anak harus bertahap, dilakukan tidak secara
tiba-tiba. Kurangi frekuensi pemberian ASI sedikit demi sedikit (Depkes dan Kessos, 2000)

Tahap Pemberian MP-ASI


Menurut Depkes, 2009 dalam buku Kesehatan Ibu dan Anak, pemberian makanan
pada bayi yang baik dan benar adalah sebagai berikut:
1. Umur 0 6 bulan
Berikan ASI yang pertama keluar dan berwarna kekuningan (kolostrum)
Berikan hanya ASI (ASI eksklusif)
Jangan berikan makanan/minuman selain ASI
Susui bayi sesering mungkin
Susui setiap bayi menginkann, paling sedikit 8 kali sehari
Jika bayi tidur lebih dari 3 jam, bangunkan, lalu susui
Susui dengan payudara kanan dan kiri secara bergantian
Susui sampai payudara terasa kosong, lalu pindah ke payudara sisi lainnya.
2. Umur 6 9 bulan
Terus berikan ASI
Mulai berikan makanan pendamping ASI (MP-ASI). Contohnya bubur susu dan bubur
tim yang dilumat
9

Berikan MP-ASI secara bertahap sesuai umur


Contoh MP-ASI:
6 bulan: Pagi : bubur susu 3 sendok makan
Sore : bubur susu 3 sendok makan
7 bulan: Pagi : bubur susu 3 sendok makan
Sore : bubur susu 3 sendok makan
8 bulan Pagi : bubur tim lumat 2 sendok makan
Siang : bubur tim lumat 3 sendok makan
Malam : bubur tim lumat 3 sendok makan
3. Umur 9 12 bulan
Terus berikan ASI
Berikan MP-ASI yang lebih padat. Contohnya bubur nasi, nasi tim, dan nasi lembek
Contoh MP-ASI
9 bulan
Pagi : bubur nasi 3 sendok makan
Siang : bubur nasi 3 sendok makan
Malam : bubur nasi 3 sendok makan
10 bulan
11 bulan

Pagi : nasi tim 3 sendok makan


Siang : nasi tim 3 sendok makan
Malam : nasi tim 4 sendok makan
Pagi : nasi lembek 3 sendok makan
Siang : nasi lembek 4 sendok makan
Malam : nasi lembek 4 sendok makan

Pedoman pemberian makan pada bayi


Jenis
Makanan

0-6 bulan

6-8 bulan

8-10 bulan

10 12 bulan

ASI

Sering (8x/
lebih sehari)
10-20
menit/kali

5x/lebih sesuai
keinginan bayi
(on demand)

Sesuai
keinginan
bayi

Sesuai keinginan
bayi

10

Buah

Pisang, pepaya
dan apel
dikerok/ dijus,
60-120 ml/hari
tanpa diberi
gula.
Untuk jus
gunakan
cangkir/ gelas.
Hindarkan jeruk
dan tomat.

Serealia

Lebih
bervariasi, 60120 ml/kali, 1-2
kali/hari

Sayuran

3-4 sdm,
disaring. Mulai
dengan sayuran
hijau, lalu
kuning. (hindari
jagung)

Daging, telur, ikan

Pisang,
pepaya dan
apel dikerok/
dijus, 60-120
ml/hari tanpa
diberi gula.
Untuk jus
gunakan
cangkir/
gelas.
Hindarkan
jeruk dan
tomat.
Lebih
bervariasi,
120 ml/kali
atau lebih
sesuai
kemampuan
bayi, 2-3
kali/hari
Variasi lebih
banyak,
mulai tekstur
kasar. Jumlah
sampai
gelas sesuai
kemampuan
bayi
Daging/ ikan,
disaring/
diblender, 2-4
sdm, kuning
telur, tempe,
tahu, bijibijian/
kacang-

Pisang, pepaya dan


apel dikerok/ dijus,
60-120 ml/hari tanpa
diberi gula.
Untuk jus gunakan
cangkir/ gelas.
Hindarkan jeruk dan
tomat.

Lebih bervariasi, 120


ml/kali atau lebih
sesuai kemampuan
bayi, 3 kali/hari

Tingkatkan jumlah
dan jenis sesuai
selera bayi.

Daging/ ikan,
dicincang/ dipotong
tipis, 2-4 sdm, telur,
tempe, tahu,

Cara Membuat Bubur Untuk Bayi


Bubur Susu
11

Bahan :
3 sdm tepung beras halus;
200 ml susu formula
Cara

Larutkan tepung beras halus dengan susu formula, aduk sampai rata.
Panaskan dengan api kecil sambil diaduk sampai kental dan matang (sampai meletupletup).
Angkat, lalu aduk-aduk sampai asapnya hilang dan panasnya berkurang.
Tuang ke dalam mangkuk bayi, siap untuk disajikan.
Bubur susu kacang hijau
Bahan :
80 gram kacang hijau
200 ml susu formula
1 gram gula merah (iris halus)
Cara Membuat:

Haluskan kacang hijau kupas dengan blender atau food processor.


Campur dengan susu formula, lalu aduk sampai kacang hijau larut.
Tambahkan irisan gula.
Panaskan dengan api kecil sambil diaduk sampai bubur matang dan kental.
Jika terlalu kental, tambahkan sedikit air panas.
Angkat, lalu aduk-aduk sampai asapnya hilang dan panasnya berkurang.
Tuang ke dalam mangkuk bayi, sajikan.

Bubur Susu Sayuran


Bahan :

3 kuntum brokoli rebus


1 sdm wortel parut rebus
200 ml susu formula
1 sdm tepung beras halus
12

Cara Membuat:
Haluskan brokoli dan wortel parut yang sudah direbus dengan blender atau food

processor, tambahkan sedikit air matang.


Campur dengan tepung beras halus, lalu cairkan dengan susu formula.
Panaskan dengan api kecil sambil diaduk sampai bubur matang dan kental.
Angkat, lalu aduk-aduk sampai asapnya hilang dan panasnya berkurang.
Tuang ke dalam mangkuk bayi, sajikan.

Bubur Susu Kentang


Bahan :

1 buah kentang, rebus lengkap dengan kulitnya


100 ml susu formula
75 ml air matang
1 sdm tepung beras halus

Cara Membuat:

Kupas kentang rebus, kemudian haluskan dengan blender atau food processor.
Campur dengan susu formula dan air matang.
Tambahkan tepung beras halus, aduk sampai semua bahan tercampur rata.
Panaskan dengan api kecil sambil diaduk sampai bubur matang dan kental.
Angkat, lalu aduk-aduk sampai asapnya hilang dan panasnya berkurang.
Tuang ke dalam mangkuk bayi, sajikan.

Bubur Susu Bayam Wortel


Bahan :

1 genggam daun bayam, rebus


1/2 buah wortel muda, rebus
100 ml susu formula
100 ml air matang
1 sdm tepung beras halus

Cara Membuat:
Masukkan daun bayam, wortel, susu formula dan air matang ke dalam blender.
Proses sampai halus, lalu tambahkan tepung beras halus.
13

Panaskan dengan api kecil sambil diaduk sampai bubur matang.


Angkat, lalu aduk-aduk sampai asapnya hilang dan panasnya berkurang.
Tuang ke dalam mangkuk bayi, sajikan segera.

NASI TIM SARING


1. NASI TIM SARING TELUR
Bahan :

Cara

20 gram beras
625 ml air
1 kuning telur
25 gram tempe
25 gram daun kangkung
25 gram tomat, potong kecil
1 sdt mentega (unsalted)

Rebus beras, air, dan tempe sampai menjadi bubur, masukkan kangkung dan tomat
hingga matang.
Masukkan kuning telur dan mentega sambil diaduk. Setelah dingin haluskan dengan
blender atau saringan kawat.
2. NASI TIM SARING AYAM
Bahan:

20 gram beras
650 ml air
25 gram daging ayam giling
30 gram tahu, potong kecil
25 gram wortel, serut
30 gram tomat, potong kecil
1 sdt minyak zaitun
14

Cara

Rebus beras, air, daging ayam dan tahu. Aduk terus sampai kental dan menjadi bubur.
Masukkan wortel dan tomat. aduk sampai matang dan kental.
Masukkan minyak zaitun, aduk sampai rata. Setelah dingin haluskan dengan blender
atau saringan kawat.
3. NASI TIM SARING HATI
Bahan :

Cara

20 gram beras
625 ml air
25 gram hati
25 gram tempe
25 gram tomat, potong kecil
25 gram daun bayam, iris kasar
1 sdt mentega

Rebus beras, air, hati ayam, dan tempe sampai menjadi bubur. Masukkan bayam dan
tomat hingga matang.
Masukkan mentega sambil diaduk. Setelah dingin haluskan dengan blender atau
saringan kawat.
4. NASI TIM SARING TERI
Bahan :

Cara

20 gram beras
625 ml air
1 sdm teri bubuk
25 gram tempe
25 gram daun bayam
25 gram tomat dipotong kecil
1 sdt mentega
:

Rebus beras, air, dan tempe sampai menjadi bubur. Masukkan bayam, tomat dan teri
bubuk hingga matang.
15

Masukkan mentega sambil diaduk. Setelah dingin haluskan dengan blender atau
saringan kawat.
5. NASI TIM SARING IKAN
Bahan :

Cara

20 gram beras
625 ml air
25 gram daging ikan
30 gram tahu
25 gram tomat dipotong kecil
25 gram daun kangkung iris kasar
1 sdt mentega (unsulted)

Rebus beras, air, daging ikan, dan tahu sampai menjadi bubur. Masukkan kangkung
dan tomat hingga matang.
Masukkan mentega sambil diaduk. Setelah dingin haluskan dengan blender atau
saringan kawat.
6. NASI TIM SARING DAGING
Bahan :

Cara

20 gram beras
625 ml air
25 gram daging giling
50 gram tahu
50 gram oyong
25 gram tomat dipotong kecil
1 sdt mentega
:

Rebus beras, air, daging giling dan tahu sampai menjadi bubur, masukkan oyong dan
tomat hingga matang.
Masukkan mentega sambil diaduk. Setelah dingin haluskan dengan blender atau
saringan kawat.

16

DAFTAR PUSTAKA
Campbell AK, Waud JP, Matthews SB. 2005. The molecular basis of lactose intolerance. Sci.
Prog. 88, 3, 157-202.
Depkes RI, (2006). Pedoman Umum Pemberian Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MPASI) Lokal. Jakarta
Enattah NS et al. 2002. Identification of a variant associated with adult-type hypolactasia.
Nat. Genet. 30, 233-237.
Heyman MB. 2006. Lactose ntolerance in infants, children, and adolescent. Ped. J. 118, 3,
1279.
Ingram CJ, Mulcare CA, Itan Y, Thomas MG, Swallow DM. 2009. Lactose digestion and the
evolutionary genetics of lactase persistence. Hum. Genet. 124, 6, 579-591.
Madry E, Fidler E, Walkowiak J. 2010. Lactose intolerance current state of knowledge.
Acta Sci. Pl., Tecnol. Aliment. 9 (3), 343-350.
Matthews SB, Waud JP, Roberts AG, Campbell AK. 2005. Systemic lactose intolerance: a
new perspective on an old problem. Postgrad. Med. J. 81, 167-173.
Sinuhaji AB. 2006. Intoleransi laktosa. Majalah kedokteran nusantara 39, 4, 424- 429.
Solomons NW. 2002. Fermentation, fermented foods and lactose intolerance. Eur. J. Clin.
Nutr. 56, Suppl 4, 50-55.
Swallow DM. 2003. Genetics of lactase persistence and lactose intolerance. Ann. Rev. Genet.
37, 197-219.
WHO, UNICEF. Oral Rehydration Salt Production of the new ORS. Geneva. 2004.
Www.ICHC.org
17

Anda mungkin juga menyukai