Oleh :
Amalia Fitri Puspitasari
G99142085
G99142086
Esty Jayanti
G99142087
Pembimbing
HALAMAN PENGESAHAN
Disusun Oleh :
G99142085
G99142086
Esty Jayanti
G99142087
Pembimbing
LAPORAN KASUS
I. Identitas Penderita
Nama
Umur
Jenis Kelamin
Agama
Pekerjaan
Alamat
No. RM
:
:
:
:
:
:
:
Tn. S
60 tahun
Laki-laki
Islam
Petani
Sidoharjo, Sragen, Jawa Tengah
01302512
Suku
Agama
Status
Berat Badan
Tinggi Badan
IMT
:
:
:
:
:
:
Jawa
Islam
Menikah
65 kg
170 cm
22,49 kg/m2
Masuk Bangsal
Pemeriksaan
: 26 Mei 2015
: 28 Mei 2015
ataupun lingkungan sekitar. Pasien juga mengeluh sesak pada malam hari
yang menyebabkan terbangun dari tidur. Sesak tidak disertai bunyi ngik
ngik.
Pasien mengeluh BAK sulit sejak 7 hari SMRS. Frekuensi BAK
6x/hari namun hanya sedikit yang keluar pada saat BAK. BAK menetes,
setiap BAK + gelas belimbing. Air kencing berwarna kuning, agak
keruh, tidak disertai darah dan tidak berpasir. Setiap BAK, pasien harus
mengejan dan setelah BAK pasien merasa tidak lampias. Keluhan tidak
berkurang dengan perubahan posisi. Pasien juga sering terbangun di
malam hari untuk BAK. BAK terasa panas dan anyang-anyangan. Keluhan
ini tidak membaik dengan pemberian obat dan dirasakan semakin
memberat. Keluhan sulit BAK disertai dengan nyeri pinggang. Nyeri
pinggang dirasakan di sebelah kiri dan menjalar dari belakang ke arah
perut bagian bawah. Nyeri dirasakan hilang timbul, biasa timbul pada
malam hari. Nyeri tidak membaik dengan istirahat dan makin memberat
dengan aktivitas. Keluhan tidak disertai dengan demam. Pasien selama ini
terbiasa minum sedikit, satu hari hanya 2-3 gelas belimbing. Pasien
biasanya mengkonsumsi air sumur yang kemudian dimasak.
BAB pasien tidak lancar sejak 7 hari SMRS. BAB hitam, keras dan
mringkil. BAB hanya sedikit, + gelas belimbing. Keluhan dirasakan
makin memberat dan tidak membaik dengan pemberian obat dari klinik.
BAB tidak disertai dengan darah maupun lendir.
Pasien juga mengeluhkan badan mudah merasa lemas sejak 1 bulan
sebelum masuk rumah sakit. Apabila beraktivitas, pasien lebih mudah
merasa lelah dan berkurang dengan istirahat. Lemas tidak disertai dengan
pusing nggliyer, pandangan berkunang-kunang, telinga berdenging,
mimisan, pandangan kabur, gusi berdarah, bercak bercak merah di kulit
atau dada berdebar.
Sejak 1 tahun SMRS, pasien sering merasakan sakit kepala. Nyeri
kepala dirasakan di belakang kepala terutama di daerah tengkuk. Nyeri
kepala dirasakan berdenyut dan cengeng di daerah tengkuk. Keluhan ini
hilang timbul. Keluhan biasa muncul apabila pasien terlalu lelah bekerja
: disangkal
: disangkal
: disangkal
4. Riwayat sakit liver :
disangkal
D. RiwayatPenyakitKeluarga
1. Riwayat sakit darah tinggi
2.
3.
4.
5.
E. Riwayat Keluarga
70 th
73 th
Keterangan :
: Laki laki
: Perempuan
56 th, HT (+)
62 th, HT (+)
72 th,
HT 68
(+)th,dunia
HT (+)
60 th, HT: (+)
52 th, HT (+)
: Meningal
Pasien
F. Riwayat Kebiasaan
1. Riwayat
bebas
membeli
minum
:
obat-obatan
pasien
obat
sakit
sering
kepala
selama
pasien
30
tahun
G. Riwayat Gizi
Pasien makan sehari tiga kali, sekali makan 2-3 sendok makan nasi
putih dengan lauk tahu, tempe, dan sayur. Pasien minum dalam sehari 2
Status gizi
Kulit
Kompos mentis
Tensi : 150/90 mmHg
Nadi : 98 kali/ menit, irama reguler, isi dan tegangan
cukup
Frekuensi Respirasi : 28 kali/menit, torakoabdominal
Suhu : 36,50C (per axiller)
VAS : 2
BB : 65 kg
TB : 170 cm
BMI : 22,49 kg/m2
Kesan : status gizi normal
Warna coklat, turgor menurun (-), hiperpigmentasi (-),
kering (-), teleangiektasis (-), petechie (-), ekimosis (-),
Kepala
ikterik (-)
Bentuk mesocephal, rambut warna hitam dengan uban,
lurus, mudah rontok (-), luka (-), atrofi musculus
Wajah
Mata
temporalis (-)
Moon face (-)
Mata cekung (-/-), konjunctiva pucat (-/-), sklera
ikterik (-/-), perdarahan subkonjungtiva (-/-), pupil
isokor dengan diameter (3mm/3mm), reflek cahaya (+/
+),
edema
palpebra
(-/-),
strabismus
(-/-),
Telinga
eksopthalmus (-/-)
Sekret (-), darah (-/-), nyeri tekan mastoid (-), nyeri
Hidung
Mulut
Leher
Thorax
spider
naevi
(-),
ginekomasti
(-),
pernafasan
Perkusi
Auskultasi
dextra
Batas jantung kanan bawah : SIC IV linea
sternalis dextra
Batas jantung kiri atas : SIC II linea sternalis
sinistra
Batas jantung kiri bawah : SIC VI linea
medioclavicularis sinistra
Pinggang jantung : SIC III linea parasternalis
sinistra
Konfigurasi jantung kesan melebar ke caudolateral
Bunyi jantung I-II murni, intensitas normal, reguler,
bising (-), gallop (-).
Pulmo :
Anterior
Inspeksi
Statis
Dinamis
Palpasi
Statis
Simetris
Dinamis
Perkusi
Kanan
Kiri
Auskultasi
Kanan
Kiri
Posterior
Inspeksi
Statis
Dinamis
Palpasi
Statis
Dinamis
Perkusi
Kanan
Kiri
Normochest, simetris.
Pengembangan dada simetris kanan = kiri, sela iga
tidak membesar, retraksi intercostal (-).
Simetris
Pergerakan kanan = kiri, fremitus raba kanan = kiri
Sonor, mulai redup pada batas paru bawah vertebra
thorax X
Sonor, mulai redup pada batas paru bawah vertebra
thorax XI
Auskultasi
Kanan
Kiri
Abdomen :
Inspeksi
Auskultasi
Perkusi
Palpasi
timpani
Supel, nyeri tekan (-), defans muskuler (-), hepar :
Rectal Toucher:
Ekstremitas
Akral dingin
Oedem
Palmar Eritema
IV.PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. Laboratorium Darah 26/5/2015
Pemeriksaan
Hasil
HEMATOLOGI RUTIN
10.4
Hb
Hct
34
11.3
AL
AT
204
AE
4.53
Satuan
Rujukan
g/dL
%
103/L
103/L
106/L
13.5 17.5
33 45
4.5 11
150 450
4.5 5.9
KIMIA KLINIK
GDS
125
mg/dL
60 140
SGOT
52
/L
<35
SGPT
26
/L
<45
Kreatinin
6.2
mg/dL
0.8 - 1.3
Ureum
97
mg/dL
<50
129
mmol/L
136 145
3.6
mmol/L
3.7 5.4
1.20
mmol/L
1.17 1.29
ELEKTROLIT
Na
K
Ca
2+
SEROLOGI
HbsAg
Non reaktif
Non reaktif
Keterangan :
Bayangan gas usus normal bercampur dengan fecal material
Bayangan hepar dan lien tidak tampak membesar
Contour ginjal kanan dan kiri dalam batas normal
10
11
C. EKG
a. EKG tanggal 26 Mei 2015
Hasil :
12
Irama
: Sinus ritmis
Heart Rate
: 100 x/menit
Axis
: Normoaxis
Gelombang P : 0.04
Kompleks QRS : 0.06
PR Interval
: 0.14
Zona transisi : V4 V5
LVH
Kesimpulan
V. RESUME
1. Keluhan Utama : Sesak nafas sejak 2 hari SMRS
2. Anamnesis
:
Pasien sesak napas yang memberat sejak 2 hari SMRS.
Sesak napas seperti tertekan benda berat dan hilang timbul.
Sesak timbul saat aktivitas sedang. PND (+) Orthopneu (+).
BAK sulit sejak 7 hari SMRS. BAK menetes @+ gelas
belimbing. Air kencing kuning, agak keruh, darah (-), berpasir (-).
Pasien harus mengejan setiap BAK dan setelah BAK pasien
merasa tidak lampias. Frekuensi BAK 6x/hari, Nokturia (+). BAK
panas, anyang-anyangan (+). Keluhan disertai nyeri pinggang di
sebelah kiri dan menjalar dari belakang ke arah perut bagian
bawah. Nyeri hilang timbul, biasa timbul malam hari. Tidak
membaik dengan istirahat dan memberat dengan aktivitas. Demam
13
(-). Pasien selama ini terbiasa minum sedikit, satu hari hanya 2-3
gelas belimbing. BAB tidak lancar sejak 7 hari SMRS. BAB hitam,
keras dan mringkil @+ gelas belimbing. BAB darah (-) BAB
lendir (-).
Badan mudah lemas sejak 1 bulan SMRS. Lelah memberat
dengan aktivitas, berkurang dengan istirahat. Pusing nggliyer (-)
pandangan berkunang-kunang (-) telinga berdenging (-) mimisan
(-) pandangan kabur (-) gusi berdarah (-) bercak merah di kulit (-)
dada berdebar (-).
Sejak 1 tahun SMRS, pasien sering pusing. Pusing
berdenyut dan cengeng di daerah tengkuk. Pusing timbul bila
pasien terlalu lelah bekerja dan jika memiliki banyak masalah.
Keluhan berkurang dengan istirahat dan minum obat pusing yang
dibeli di warung. Riwayat HT (+) sejak 2 tahun, tidak terkontrol.
Pasien minum dalam sehari 2 3 gelas belimbing.
3. Pemeriksaan Fisik :
Keadaan umum pasien composmentis dengan tekanan
darah 150/90 mmHg, nadi 98x/menit, RR : 20x/menit, suhu :
36.50C, VAS : 2 dan IMT 24.2 kg/m2. Pemeriksaan cor batas
jantung kesan melebar dengan batas jantung kiri bawah di SIC VI
linea midclavicularis sinistra. Pemeriksaan urogenital didapatkan
nyeri ketok costovertebrae (-/+) dan teraba pembesaran lobus
prostat, sulcus medianus masih teraba, konsistensi prostat kenyal.
4. Pemeriksaan tambahan :
a. Laboratorium :
Hb: 10.4 g/dL, AL: 11.3 ribu/L, SGOT: 52 /L,Cr : 6,2 mg/dL,
14
( 14065 ) 60
=10.08
72 6,2
mL/men/1,73m2
VI.PROBLEM
a. CHF NYHA III
A : Iskemia inferior, LVH
E : Hipertensi
b. Dysuria e.c Nefrolithiasis Sinistra
c. Klinis BPH
d. Azotemia ec Acute Kidney Injury dd Akut on CKD
e. Klinis ISK Komplikata
15
VII.
No
RENCANA AWAL
Diagnosis/Masalah
Pengkajian (Assesment)
Rencana Awal
Rencana Terapi
diagnosis
1.
Echocardiography
Anamnesis
Bedrest tidak
A : Iskemia inferior,
total setengah
LVH
bulan SMRS
Kolesterol total,
Sesak seperti tertekan
LDL, HDL,
benda berat
Trigliserida
Sesak
timbul
saat
Funduskopi
aktivitas sedang
duduk
E : Hipertensi
di
Captopril 3 x
6,25mg
daerah
Aspilet 1 x 80 mg
ISDN 3 x 5 mg
bekerja
dan
memiliki
jika
banyak
masalah.
PND (+)
Orthopneu (+).
Pemeriksaan fisik
TD 150/90 mmHg
16
Pemeriksaan pulmo
auskultasi anterior dan
posterior didapatkan
ronki basah halus (+/+)
di basal paru
Pemeriksaan penunjang
2.
Dysuria e.c
Nefrolithiasis
sinistra
BAK panas
Nyeri pinggang kiri
menjalar dari belakang
ke arah perut bagian
bawah.
Pemeriksaan fisik
Nyeri ketok
costovertebrae (-/+)
Pemeriksaan penunjang
17
Kultur urin
Bedrest total
Urin rutin
Tramadol 3 x 50
mg p.r.n
multiple nephrolithiasis
kiri
3.
Klinis BPH
USG Urologi
SMRS
BAK menetes
@ + gelas belimbing
Pasien harus mengejan
setiap BAK
Setelah BAK pasien
Pasang DC
6x/hari
Nokturia (+)
Pemeriksaan Fisik
Rectal Toucher:
teraba
pembesaran
Azotemia ec Acute
Kidney Injury dd
masih
konsistensi
prostat kenyal.
Anamnesis
Akut on CKD
USG Abdomen
Urin rutin
primer 1 fl/24
gelas
Nyeri
sebelah
pinggang
kiri
18
di
dan
Infus EAS
jam
Diet rendah
garam <5gr
Diet protein< 50
gr
5.
Cr : 6,2 mg/dL
Ur : 97 mg/dL
LFG : 10.08
Klinis ISK
mL/men/1,73m2
Anamnesis:
Komplikata
Kultur urin
Uji sensitifitas
tidak berpasir
Keluhan
sulit
BAK
Urinalisis
Pemeriksaan Fisik:
T : 36,5 oC
Pemeriksaan Penunjang:
Leukosit 11.300 /ul
19
antibiotika
Inj. Ceftriaxon
2g/24 jam
VIII. FOLLOW UP
Tanggal
Subyektif
29 Mei
Obyektif
Assasment
Sesak
KU
nafas
sedang
Lemas
Sulit BAK
RR
Nyeri perut
Nadi
bawah
reguler
2015
A : Iskemia
inferior, LVH
: 28x / menit
-
sinistra
tidak membesar.
Cor :
I
: IC tidak tampak
-
batas
jantung
kesan -
melebar ke caudolateral
A : BJ I-II intensitas normal,
O2 3 lpm
Infus D5 % 20 tpm
Komplikata
Tramadol 3 x 50 mg
p.r.n
Klinis BPH
Klinis ISK
Azotemia ec AKI
dd Akut on CKD
Disuria ec
nefrolitiasis
: CP (-/-), SI (-/-)
Leher
E : Hipertensi
Suhu : 36,8 C
Mata
Terapi / Plan
Captopril 3 x 6,25mg
Aspilet 1 x 80 mg
ISDN 3 x 5 mg
: DP // DD
20
Plan :
-
pembesaran
prostat,
masih
sulcus
teraba,
lobus
medianus
konsistensi
prostat kenyal.
Nyeri ketok costovertebrae (-/
+)
Ekstremitas :
Akral dingin:
-
30 Mei
Oedem
Sesak
KU
nafas
sedang
berkurang
Lemas
RR
Sulit BAK
Nadi
Nyeri perut
reguler
bawah
Suhu : 36,8 C
2015
Leher
: CP (-/-), SI (-/-)
-
batas
jantung
kesan -
melebar ke caudolateral
21
O2 3 lpm
Tramadol 3 x 50 mg
klp
Klinis BPH
Klinis ISK
Infus D5 % 20 tpm
24 jam
Azotemia ec AKI
Komplikata
duduk
ec -
dd Akut on CKD
sinistra
: IC tidak tampak
:
Disuria
nefrolitiasis
Cor :
Iskemia
E : Hipertensi
tidak membesar.
I
inferior, LVH
: 24x / menit
Mata
Captopril 3 x 6,25mg
Aspilet 1 x 80 mg
ISDN 1 X 5 mg
Pulmo :
Bisoprolol 1 x 2,5 mg
Simvastatin 2 g (0-0-1
= kiri
P : Fremitus raba kanan=kiri
P : sonor/sonor
USG urologi,
Echocardiographi
basal paru
Abdomen :
I : DP // DD
A : bising usus (+) 14 x/menit
P : tympani, pekak alih (+),
undulasi (-),
pembesaran
sulcus
teraba,
lobus
medianus
konsistensi
prostat kenyal.
Nyeri ketok costovertebrae (-/
+)
Ekstremitas :
Akral dingin:
-
Oedem
22
PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. EKG tanggal 29 Mei 2015
Hasil :
Irama
: AF normo VR
Heart Rate
: 88x/menit
Axis
: Normoaxis
Gelombang P : Menghilang
Zona transisi : V4 V5
23
LVH
(>28)
T inverted
Kesimpulan
Hasil
Dark Yellow
Cloudy
Satuan
1.016
5.5
500
Negatif
75
Normal
Negatif
Normal
Negatif
50
Rujukan
mg/dL
mg/dL
mg/dL
mg/dL
mg/dL
/L
1.015 1.025
4.5 8
Negatif
Negatif
Negatif
Normal
Negatif
Normal
Negatif
Negatif
558
6022.4
/ L
/LPB
0 6.4
0 12
12
-
/LPB
/LPB
/LPB
Negatif
Negatif
Negatif
0
6.1
2.04
/LPK
/LPK
/LPK
/ L
/ L
03
Negatif
Negatif
0.0 0.0
0.0 0.0
/ L
24
Sperma
Konduktivitas
Lain lain
0
/ L
0.0 0.0
8.7
ms/cm
3.0 32.0
Eritrosit 100 102/LPB, Leukosit 6022
6023/LPB, Kristal amorf (+), benang mukus
(+), bakteri (+)
N : 64 x/menit
RR : 28 x/menit
Mata : CP (-/-), SI(-/-)
Leher : JVP meningkat
Thorax: Simetris, retraksi (-)
Cor
I
: IC tidak tampak
Oedem
-
Captopril 3 x 25 mg
25
Simvastatin 20 mg (0-0-1)
Aspilet (0-1-0)
Tyarit 3 x 200 mg
Tanggal
Subyektif
Obyektif
Assasment
26
Terapi / Plan
1 Juni
2015
Sesak
KU
nafas
sedang
berkurang
A : AF normo VR
E : Hipertensi
: 24x / menit
Nadi
reguler
Suhu : 36,2 C
Mata
: CP (-/-), SI (-/-)
Leher
Cor :
I
: IC tidak tampak
O2 3 lpm
Disuria ec
nefrolitiasis
gr/hari
Azotemia ec Akut
on CKD
tidak membesar.
Klinis BPH
ISK Komplikata
Injeksi Ceftriaxon 2 g /
24 jam
Injeksi Furosemid
20mg/12 jam
melebar ke caudolateral
Captopril 3 x 6,25mg
Aspilet 1 x 80 mg
Tyarit 2 x 200 mg
Pulmo :
I
:Pengembangan dada
kanan = kiri
Plan :
: sonor/sonor
27
Elektrolit
Genitourinaria:
Teraba
pembesaran
prostat,
sulcus
masih
teraba,
lobus
medianus
konsistensi
prostat kenyal.
Nyeri ketok costovertebrae (-/
+)
Ekstremitas :
Akral dingin:
-
Oedem
4 Juni
Nyeri BAK
KU
2015
Sesak
sedang
nafas
berkurang
RR
E : Hipertensi
reguler
-
: CP (-/-), SI (-/-)
Leher
Cor :
: IC tidak tampak
:
batas
jantung
BPH grade 1
ISK Komplikata
ec Morganella
O2 3 lpm
ec
Azotemia ec Akut
on CKD
tidak membesar.
I
Disuria
kesan
morganii ssp
morganii
nefrolitiasis
Suhu : 36,4 C
Mata
A : AF normo VR
: 24 x / menit
Nadi
Injeksi Ceftriaxon 2 g /
24 jam
Injeksi Furosemid
20mg/12 jam
Aspilet 1 x 80 mg
Captopril 3 x 6,25mg
Tyarit 2 x 200 mg
Pulmo :
KSR 3 X 1
melebar ke caudolateral
28
= kiri
Asam Mefenamat 2 x
500 mg p.c
training
I : DP // DD
pembesaran
sulcus
teraba,
lobus
medianus
konsistensi
prostat kenyal.
Nyeri ketok costovertebrae (-/
+)
Ekstremitas :
Akral dingin:
-
Oedem
29
PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. Laboratorium Darah 1 Juni 2015
Pemeriksaan
KIMIA KLINIK
Hasil
Satuan
Rujukan
Kreatinin
2.5
mg/dL
0.8 - 1.3
Ureum
88
mg/dL
<50
138
mmol/L
136 145
3.0
mmol/L
3.7 5.4
0.95
mmol/L
1.17
ELEKTROLIT
Na
K
Ca
2+
1.29
Keterangan :
Cor
: Kesan membesar
Pulmo
30
Hasil :
Irama
: AF normo VR
Heart Rate
: 70 x/menit
31
Axis
: Normoaxis
Gelombang P : Menghilang
Zona transisi : V4 V5
LVH
Kesimpulan
Keterangan :
32
Ren dekstra
pelviocaliceal,
tidak
tampak
batu/kista/massa
Ren sinistra
pelviocaliceal,
tidak
tampak
batu/kista/massa
Vesica urinaria : ukuran normal, berisi cukup urin, tak tampak
batu/massa/penebalan dinding
Prostat
Kesimpulan :
Hiperplasia prostat grade I
Hidronefrosis ringan kiri
E. Kultur
a. Kultur urin tanggal 1 Juni 2015
94% Probability
Selected organism
morganii
Organism quantity
Bionumber
0007051201542211
5
>10 CFU/mL urine
Antimicrobial
MIC
Interpretatio
n
Interpretati
Antimicrobial
MIC
1
4*
4
on
S
S
S
<=1
ESBL
Ampicillin
Ampicillin /
>=32
>=32
R
R
Ertapenem
Meropenem
Arnikacin
Sulbactam
Cefazolin
>=64
Gentamicin
33
Ceftazidime
Ceftriaxone
Lefepime
Aztreonam
>=64
>=64
>=64
>=64
R
R
R
R
Ciprofloxacin
Tigecycline
Nitrofurantoin
Trimethoprim /
>=4
1
256
>=3
R
*R
R
R
Sulfamethoxazol 20
e
Deduced drug : * = AES modified ** = User modified
Tanggal
Subyektif
5 Juni
2015
-
Obyektif
Assasment
Sesak
KU
nafas
sedang
berkurang
Lemas
RR
A : AF normo VR
E : Hipertensi
: 24x / menit
Nadi
reguler
Suhu : 36,5 C
Mata
: CP (-/-), SI (-/-)
Leher
Cor :
: IC tidak tampak
O2 3 lpm
Disuria ec
nefrolitiasis
gr/hari
Azotemia ec Akut
on CKD
tidak membesar.
I
Terapi / Plan
BPH grade I
ISK ec
Injeksi Gentamycin 80
mg / 12 jam
Injeksi Furosemid
20mg/12 jam
Morganella
KSR 3 X 1
morganii ssp
Captopril 3 x 6,25mg
morganii
Aspilet 1 x 80 mg
batas
jantung
kesan
melebar ke caudolateral
A : BJ I-II intensitas normal,
reguler, bising (-), gallop (-)
Plan :
Pulmo :
Off DC cathether
= kiri
DR3 elektrolit
34
Abdomen :
I : DP // DD
A : bising usus (+) 14 x/menit
P : tympani, pekak alih (+),
undulasi (-),
pembesaran
prostat,
masih
sulcus
teraba,
lobus
medianus
konsistensi
prostat kenyal.
Nyeri ketok costovertebrae (-/
+)
Ekstremitas :
Akral dingin:
-
6 Juni
2015
-
Oedem
Sesak
KU
nafas (-)
sedang
Nyeri di
kaki
RR
Nadi
E : Hipertensi
: 20x / menit
: 90 x / menit, isi cukup, -
Disuria
O2 3 lpm
ec
: CP (-/-), SI (-/-)
on CKD
tidak membesar.
35
Azotemia ec Akut
BPH grade I
nefrolitiasis
Suhu : 36,5 C
Leher
A : AF normo VR
reguler
Mata
Injeksi Furosemid
20mg/12 jam
Cor :
I
: IC tidak tampak
morganii ssp
morganii
batas
jantung
kesan
pembesaran
sulcus
teraba,
lobus
medianus
konsistensi
prostat kenyal.
Nyeri ketok costovertebrae (-/
+)
Ekstremitas :
Akral dingin:
-
Injeksi Gentamycin 80
mg / 12 jam
KSR 3 X 1
undulasi (-),
Morganella
melebar ke caudolateral
ISK ec
Oedem
36
PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. Kultur urin tanggal 4 Juni 2015
94% Probability
Selected organism
morganii
Organism quantity
Bionumber
0007051201542211
5
>10 CFU/mL urine
Antimicrobial
MIC
Interpretatio
n
Interpretati
Antimicrobial
MIC
1
0.5
<=2
on
S
S
S
<=1
>=4
S
R
ESBL
Ampicillin
Ampicillin /
>=32
>=32
R
R
Ertapenem
Meropenem
Arnikacin
Sulbactam
Cefazolin
Ceftazidime
>=64
>=64
R
R
Gentamicin
Ciprofloxacin
Satuan
Rujukan
g/dL
%
103/L
103/L
106/L
13.5 17.5
33 45
4.5 11
150 450
4.5 5.9
Kreatinin
1.9
mg/dL
0.8 - 1.3
Ureum
41
mg/dL
<50
134
mmol/L
136 145
3.4
mmol/L
3.7 5.4
1.26
mmol/L
1.17
ELEKTROLIT
Na
K
Ca
2+
37
1.29
: BPH
Tanggal
Subyektif
8 Juni
2015
-
Off DC (+)
Obyektif
Assasment
Sesak
KU
nafas (-)
sedang
Nyeri di
kaki
RR
: CP (-/-), SI (-/-)
jantung
CKD
dd -
Sydrome type II
: IC tidak tampak
:
O2 3 lpm
kesan -
Cardiorenal
Cor :
ec
Azotemia ec Akut
on
tidak membesar.
I
Disuria
nefrolitiasis
Suhu : 36,5 C
Leher
E : Hipertensi
reguler
Mata
: 20x / menit
Nadi
Terapi / Plan
Injeksi Gentamycin 80
mg / 12 jam
BPH grade I
KSR 3 X 1
ISK ec
Neurobion 1 x 500 mg
melebar ke caudolateral
Morganella
morganii ssp
morganii
Plan :
-
Pulmo :
I :Pengembangan dada kanan
EKG ulang
= kiri
APS
38
pembesaran
prostat,
sulcus
masih
teraba,
lobus
medianus
konsistensi
prostat kenyal.
Nyeri ketok costovertebrae (-/
+)
Ekstremitas :
Akral
dingin:
Oedem
-
Hasil Monitoring BC
outpu
t
input
29Mei eas
nacl
minum dan
makan
250
150
0
1000
200
195
0
iwl
bc
975
-25
39
30Mei d5
eas
minum makan
31Mei d5
eas
minum makan
01Jun d5
eas
minum makan
02Jun nacl
eas
minum makan
03Jun nacl
eas
minum makan
04Jun nacl
eas
minum makan
05Jun nacl
eas
minum makan
06Jun nacl
150
0
250
300
205
0
150
0
250
400
215
0
150
0
250
500
225
0
150
0
250
450
220
0
150
0
250
550
230
0
150
0
250
350
210
0
150
0
250
500
225
0
150
0
1200
975
-125
1400
975
-225
1350
975
-75
1225
975
0
1500
975
-175
1500
975
-375
1325
975
-50
1200
40
975
minum makan
07Jun nacl
minum makan
IX.
500
200
0
150
0
500
200
0
-175
1400
975
-375
PROGNOSIS
Ad vitam : dubia ad malam
Ad sanam : dubia ad malam
Ad fungsionam: dubia ad malam
Hipertensi
Nefrolitiasis
CHF
ISK
41
BPH grade 1
XI.
RINGKASAN
Pasien sesak napas yang memberat sejak 2 hari SMRS. Sesak napas
seperti tertekan benda berat dan hilang timbul. Sesak timbul saat aktivitas
sedang. PND (+) Orthopneu (+).
BAK sulit sejak 7 hari SMRS. BAK menetes @+ gelas belimbing.
Air kencing kuning, agak keruh, darah (-), berpasir (-). Pasien harus
mengejan setiap BAK dan BAK tidak lampias. Frekuensi BAK 6x/hari,
Nokturia (+). BAK panas, anyang-anyangan (+). Keluhan disertai nyeri
pinggang di sebelah kiri dan menjalar dari belakang ke arah perut bagian
bawah. Nyeri hilang timbul, biasa timbul malam hari. Tidak membaik
dengan istirahat dan memberat dengan aktivitas. Demam (-). Pasien
selama ini terbiasa minum sedikit, satu hari hanya 2-3 gelas belimbing.
BAB tidak lancar sejak 7 hari SMRS. BAB hitam, keras dan mringkil @+
gelas belimbing. BAB darah (-) BAB lendir (-).
Badan mudah lemas sejak 1 bulan SMRS. Lelah memberat dengan
aktivitas, berkurang dengan istirahat. Pusing nggliyer (-) pandangan
berkunang-kunang (-) telinga berdenging (-) mimisan (-) pandangan kabur
(-) gusi berdarah (-) bercak merah di kulit (-) dada berdebar (-)
Sejak 1 tahun SMRS, pasien sering pusing. Pusing berdenyut dan
cengeng di daerah tengkuk. Pusing timbul bila pasien terlalu lelah bekerja
dan jika memiliki banyak masalah. Keluhan berkurang dengan istirahat
dan minum obat pusing yang dibeli di warung. Riwayat HT (+) sejak 2
tahun, tidak terkontrol.
Hasil
pemeriksaan
fisik
didapatkan
keadaan
umum
pasien
42
43
dengan
cara
meningkatkan
irama
arteriole
efferent.
sehingga
keseimbangan
glomerulus-tubulus
tidak
dapat
lagi
44
( 14065 ) 60
=10.08 mL/men/1,73m2
72 6,2
Pada kasus ini juga didapatkan adanya keluhan BAK sulit. Keluhan ini
tidak membaik dengan pemberian obat dan dirasakan semakin memberat.
Keluhan sulit BAK disertai dengan nyeri pinggang. Nyeri pinggang dirasakan
di sebelah kiri dan menjalar dari belakang ke arah perut bagian bawah. Nyeri
dirasakan hilang timbul, biasa timbul pada malam hari. Nyeri tidak membaik
dengan istirahat dan makin memberat dengan aktivitas. Keluhan tidak disertai
dengan demam. Pada pemeriksaan fisik pasien terdapat nyeri ketok
costovertebrae sebelah kiri.
Batu ginjal (Nefrolitiasis) hanya berada di pelvis renalis, namun dapat juga
bercabang mengikuti kaliks atau melibatkan 2 kaliks yang bersebelahan (batu
staghorn). Umumnya, manifestasi klinis berupa obstruksi saluran kemih dan
infeksi. Terkadang disertai nyeri pinggang, baik hanya pegal, kolik, atau
hingga nyeri yang menetap dan hebat. Pemeriksaan fisis umumnya normal,
tetapi jika salah terjadi hidronefrosis, dapat teraba massa ginjal yang
membesar. Nyeri tekan atau nyeri ketok sudut kostovertebra dapat positif
sesuai sisi ginjal yang terkena (Gaol dan Mochtar, 2014).
Nefrolitiasis bias terjadi karena gangguan aliran kemih seperti, fimosis,
striktur uretra, stenosis meatus, hipertrofi prostat, refluks vesiko ureter,
ureterokel, konstriksi hibungan ureteropelvik. Selain itu, kurangnya asupan air
dan tingginya kadar mineral kalsium pada air yang dikonsumsi tinggi. Hal ini
terjadi pada pasien, dengan kebiasaan minum sedikit, satu hari hanya 2-3 gelas
45
46
47
dipercepat bila terjadi infeksi. Karena selalu terdapat sisa urin, dapat
menyebabkan terbentuknya batu endapan didalam kandung kemih. Batu ini
dapat menambah keluhan iritasi dan menimbulkan hematuria. Batu tersebut
dapat juga menyebabkan sistitis dan bila terjadi refluk akan mengakibatkan
pielonefritis (Sjamsuhidajat dan De jong, 2005).
Pasien juga mengeluhkan bahwa air kencing berwarna kuning, agak keruh,
tidak disertai darah dan tidak berpasir. Pada saat pasien BAK terasa panas dan
anyang-anyangan. Dan pada pemeriksaan fisik abdomen didapatkan adanya
nyeri tekan di region suprapubik.
Infeksi saluran kemih terjadi pada saat mikroorganisme masuk ke dalam
saluran kemih dan berkembangbiak di dalam media urin. Gambaran klinis
infeksi saluran kemih sangat bervariasi mulai dari tanpa gejala hingga
menunjukkan gejala yang sangat berat. Gejala yang sering timbul ialah
disuria, polakisuria, dan terdesak kencing yang biasanya terjadi bersamaan,
disertai nyeri suprapubik dan daerah pelvis.
Pemeriksaan penunjang untuk ISK dapat dilakukan dengan pemeriksaan
laboratorium urin rutin. Hasil dari laboratorium urin rutin pada pasien yatu
dengan Eritrosit 100 102/LPB, Leukosit 6022 6023/LPB. Pada
pemeriksaan kultur urin didapatkan bahwa 94% Probability Morganella
morganii ssp morganii dan bakteri >105 CFU/mL urine.
48
XIII.
TINJAUAN PUSTAKA
49
pengisian
diastolik, berarti
ada
peningkatan
50
aktin
hasilnya
meningkatkan
tekanan
pada
peningkatan
volume
ventricular
end-diastolic
dan
Perubahan neurohormonal
Stimulasi
sistem
saraf
aktivitas
system
saraf
jantung
dalam
memompa.
Stimulasi
menurunkan
meningkatkan
sistem
perfusi jaringan
tetapi
juga berkontribusi
Mekanisme Renin-Angiotensin-Aldosteron
Salah satu efek yang paling penting dalam menurunkan cardiac
output dalam gagal jantung adalah reduksi aliran darah pada ginjal dan
kecepatan filtrasi glomerulus, yang menyebabkan retensi garam dan
air. Penurunan aliran darah ke ginjal, meningkatkan sekresi renin oleh
ginjal yang secara paralel akan meningkatkan pula angiotensin II.
Peningkatan konsentrasi angiotensin II berkontribusi pada keadaan
51
macam
terjadi
pada
hipertensi,
stenosis
konsentrik
yang
klasik, dimana
(misalnya pada regurgitasi katup atau ada pirau) maka panjang serat
jantung juga bertambah yang disebut hipertrofi eksentrik, dengan
52
patologik
lebih
lanjut,
seperti
(terutama
kolagen)
juga
dapat timbul
dan
53
54
c.
55
B. NEFROLITHIASIS
I.Definisi
Batu ginjal merupakan keadaan tidak normal di dalam ginjal, dan
mengandung komponen kristal serta matriks organik. Lokasi batu ginjal
dijumpai khas di kaliks atau pelvis dan bila akan keluar dapat terhenti di
ureter atau di kandung kemih. Batu ginjal sebagian besar mengandung batu
kalsium. Batu oksalat, kalsium oksalat atau kalsium fosfat secara bersama
dapat dijumpai sampai 65 85% dari jumlah keseluruhan batu ginjal
(Sjabani, 2010).
II.
Etiologi
1. Idiopatik
2. Gangguan aliran kemih : fimosis, striktur uretra, stenosis meatus,
hipertrofi prostat, refluks vesiko ureter, ureterokel, konstriksi hibungan
ureteropelvik
3. Gangguan metabolisme
hiperparatiroidisme,
hiperurisemia,
hiperkalsiuria
4. Infeksi saluran kemih oleh mikroorganisme penghasil urea (Proteus
mirabilis)
5. Dehidrasi : kurang minum, suhu lingkungan tinggi
6. Benda asing : fragmen kateter, telur skistosoma
7. Jaringan mati (nekrosis papila ginjal)
56
Patofisiologi
Pembentukan
batu
memerlukan
keadaan
supersaturasi
dalam
57
hidronefrosis, dapat teraba massa ginjal yang membesar. Nyeri tekan atau
nyeri ketok sudut kostovertebra dapat positif sesuai sisi ginjal yang terkena
(Gaol dan Mochtar, 2014).
V.
Pemeriksaan penunjang
1. Foto rontgen abdomen dengan dua proyeksi
Batu asam urat murni bersifat radiolusen, sedangkan batu lainnya rata
rata bersifat radioopak. Hati hati dengan batu radioopak yang letaknya
berhimpitan dengan struktur tulang.
2. Pemeriksaan foto pielografi intravena
Untuk batu radiolusen, dilakukan foto dengan bantuan kontras untuk
menunjukkan defek pengisian. Pemeriksaan ini tidak dapat dilakukan
pada saat pasien mengalami kolik renal akut karena tidak akan
menunjukkan gambaran sistem palviokaleses dan ureter.
3. CT urografi tanpa kontras
Standar baku untuk mengevaluasi batu pada ginjal dan traktus urinarius,
termasuk batu asam urat
4. Pemeriksaan ultrasonografi
Bisa untuk melihat semua jenis batu, baik yang radiolusen atau
radioopak. Selain itu, pemeriksaan ini juga dapat menentukan ruang dan
lumen saluran kemih.
5. Pemeriksaan laboratorium, seperti urinalisis, pemeriksaan darah perifer
lengkap dan kadar ureum kreatinin serum dilakukan untuk menungjang
diagnosis adanya batu, komposisi, dan menentukan fungsi ginjal
(Gaol dan Mochtar, 2014)
VI.
Penatalaksanaan
1. Mengatasi gejala
Batu saluran kemih dapat menimbulkan keadaan darurat bila batu
turun ke sistem kolektivus dan menyebabkan kolik ginjal atau infeksi di
dalam sumbatan saluran kemih. Nyeri akibat batu saluran kemih dapat
dijelaskan dengan 2 mekanisme, yaitu dilatasi sistem sumbatan dengan
58
peregangan reseptor nyeri dan iritasi lokal dinding ureter atau dinding
pelvis ginjal disertai edema dan pelepasa mediator nyeri.
Tindakan darurat ditujukan kepada pasien dengan kolik ginjal.
Pasien dianjurkan untuk tirah baring dan dicari penyebab lain. Berikan
spasme analgetik atau inhibitor sintesis prostaglandin).
2. Pengambilan batu
a. Batu dapat keluar spontan. Sekitar 60 70% dari batu yang turun
spontan sering disertai serangan kolik ulangan. Diberikan terapi atau
untuk pencegahan kolik, dijaga pembuangan tinja tetap baik,
diberikan antiedema dan diberikan diuresis, serta aktivitas fisis. Batu
tidak diharapkan keluar spontan bila batu ukuran sebesar atau
melebihi 6 mm, disertai dilatasi hebat pelvis, infeksi atau sumbatan
sistem kolektivus dan keluhan pasien terhadap nyeri.
b. Pengambilan batu
Gelombang
kejutan
litotrips
ekstrakorporeal,
perkutaneous
masukan
cairan,
urin
Hindari minum soft drinks lebih dari 1 liter per minggu
Kurangi masukan protein (sebesar 1g/kgBB/hari). Masukan
protein tinggi dapat meningkatkan ekskresi kalsium, ekskresi
asam urat dan menurunkan sitrat dalam urin. Protein hewani
diduga mempunyai efek menurunkan pH urin lebih besar
59
asam.
Membatasi asupan natrium. Diet rendah natrium (80 sampai 100
mq/hari) dapat memperbaiki reabsorbsi kalsium proksimal,
sehingga terjadi pengurangan ekskresi natrium dan ekskresi
kalium
Pembatasan masukan kalsium tidak dianjurkan. Penurunan
kalsium intestinal bebas akan menimbulkan peningkatan
absorbsi oksalat oleh pencernaan, peningkatan ekskresi oksalat
asupan
garam
dan
berikan
diuretik
tiazid
seperti
60
C.
dan LFG sana atau lebih dari 60 ml/menit/1,73 m 2 tidak termasuk kriteria
penyakit ginjal kronik (Suwitro, 2009).
II.
Klasifikasi
Klasifikasi penyakit ginjal kronik didasarkan atas dua hal yaitu,
atas dasar derajat (stage) penyakit dan atas dasar diagnosis etiologi.
(Suwitro, 2009). Klasifikasi atas dasar derajat penyakit, dibuat atas dasar
61
*)
72 X kreatinin plasma (mg/dl)
III.
62
Pada tahap ini biasanya tanpa keluhan, karena faal ekskresi dan
regulasi masih dapat dipertahankan normal. Masalah ini sesuai dengan
konsep intac nephrom hypothesis. Kelompok pasien ini sering
ditemukan kebetulan pada laboratorium rutin.
2. Insufisiensi renal (LFG = 20 50 %)
Pasien GGK pada tahap ini masih dapat melakukan aktivitas
normal walaupun sudah memperlihatkan keluhan-keluhan yang
berhubungan dengan retensi azotemia. Pada pemeriksaan hanya
ditemukan hipertensi, anemia (penurunan HCT) dan hiperurikemia.
Pasien pada tahap ini mudah terjun ke sindrom acute on chronic renal
failure artinya gambaran klinik gagal ginjal akut (GGA) pada seorang
pasien gagal ginjal kronik (GGK), dengan faktor pencetus (triger)
yang memperburuk faal ginjal (LFG) Sindrom ini sering berhubungan
dengan faktor-faktor yang memperburuk faal ginjal (LFG).
Sindrom acute on chronic renal failure :
-
Oliguria
kardiomegali).
- Edema perifir (ekstrimitas & otak )
- Asidosis, hiperkalemia
- Anemia
- Hipertensi berat
Klinik sering dikacaukan dengan penyakit jantung hipertensif.
3. Gagal ginjal (LFG = 5 25 %)
Gambaran klinik dan laboratorium makin nyata : anemia,
hipertensi, overhydration atau dehidrasi, kelainan laboratorium seperti
penurunan HCT, hiperurikemia, kenaikan ureum & kreatinin serum,
hiperfosfatemia, hiponatremia dilusi atau normonatremia, kalium K+
serum biasanya masih normal.
4. Sindrom azotemia (LFG = kurang dari 5 %)
Sindrom azotemia (istilah lama uremia) dengan gambaran klinik
sangat komplek dan melibatkan banyak organ (multi organ)
(Sukandar, 2006).
63
IV.
Patofisiologi
Patofisiologi penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung pada
penyakit yang mendasarinya, tapi perkembangan selanjutnya proses yang
terjadi kurang lebih sama. Pengurangan massa ginjal mengakibatkan
hipertrofi structural dan fungsional nefronb yang masih tersisa (surviving
nephorns) sebagai upaya konpensasi yang dipelantarai oleh molekul
vasoaktif seperti sitokin dan growth factors. Hal ini mengakibatkan terjadi
hiperfiltrasi, yang diikuti oleh peningkatan tekanan kapiler dan aliran
darah glomerulus. Proses adaptasi ini berlangsung singkat, akhirnya diikuti
oleh proses maladaptasi berupa sklerosis nefron yang masih tersisa. Proses
ini akhirnya diikuti dengan penurunan fungsi nefron yang progresif,
walaupun penyakit dasarnya sudah tidak aktif lagi. Adanya peningkatan
aktivitas aksis renin- angiotensin-aldosteron intrarenal, ikut memberikan
kontribusi terhadap terjadinya hiperfiltrasi, skelorosis dan progresifitas
tersebut. Aktivitas jangka panjang aksi renin angiotansin-aldosteron,
sebagian ddipelantarai oleh growth factor (TGF-). Beberapa hal yang
juga dianggap berperan terhadap terjadinya progresifitas Penyakit Ginjal
Kronik adalah albuminuria, hipertensi, hiperglikemia, disiplidemia.
Terdapat variabilitas interinvidual untuk terjadinya sklerosis dan fibrosis
glomerulus maupun tubulointerstitial.
Pada stadium paling dini penyakit ginjal kronik, terjadinya
kehilangan daya cadang ginjal (renal reserve), pada keadaan mana basal
LFG masih normal atau malah meningkat. Kemudian secara perlahan tapi
pasti, akan terjadi penurunan fungsi nefron yang progresif yang di tandai
dengan peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG
sebesar 60%, pasien masih belum merasakan keluhan (asimtomatik), tapi
sudah terjadi peningkatan kadar urea dan kreatinin serum sampai pada
LFG sebesar 30%, mulai terjadi keluhan pada pasien seperti, nokturia,
badan lemah, mual, nafsu makan kurang, dan penurunan berat badan.
Sampai pada LFG dibawah 30% pasien memperlihatkan gejala uremia
64
Etiologi
Umumnya gagal ginjal kronik disebabkan penyakit ginjal intrinsik
difus dan menahun. Tetapi hampir semua nefropati bilateral dan progresif
akan berakhir dengan gagal ginjal kronik. Umumnya penyakit diluar
ginjal, misal nefropati obstruktif dapat menyebabkan kelainan ginjal
instrinsik dan berakhir dengan gagal ginjal kronik.
Glomerulonefritis, hipertensi esensial dan pielonefritis merupakan
penyebab paling sering dari gagal ginjal kronik, kira-kira 60 %. Gagal
ginjal kronik yang berhubungan dengan penyakit ginjal polikistik dan
nefropati obstruktif hanya 15-20%.
Glomerulonefritis kronik merupakan penyakit parenkhim ginjal
progresif dan difus, seringkali berakhir dengan gagal ginjal kronik. Lakilaki lebih sering dari wanita, umur antara 20-40 tahun. Sebagian besar
pasien relatif muda dan merupakan calon utama untuk transplantasi ginjal.
Glomerulonefritis mungkin berhubungan dengan penyakit-penyakit sistem
(glomerulonefritis
poliartritis
sekunder)
nodosa,
(glomerulopati)
yang
seperti
granulomatosus
berhubungan
lupus
eritomatosus
wagener.
dengan
sistemik,
Glomerulonefritis
diabetes
mellitus
65
Penyakit glomerular
(penyakit otoimun, infeksi sistemik,obat,neoplasia)
Penyakit vascular
(Penyakit pembuluh darah besar, hipertensi, mikroangiopati)
Penyakit tubulointerstitial
(pieloneftritis kronik,batuk,obstruksi,keracunan obat)
Penyakit Kistik
Penyakit pada
(Ginjal Polikstik)
Rejeksi Kronik
transplantasi
Transplant glomerulopathy
Pada orang dewasa gagal ginjal kronik yang berhubungan dengan
infeksi saluran kamih dan ginjal (pielonefritis) tipe uncomplicated jarang
dijumpai, kecuali tuberkulosis, abses multipel, nekrosis papilla renalis
yang tidak mendapat pengobatan yang adekuat.
Seperti diketahui nefritis interstisial menunjukkan kelainan
histopatologi berupa fibrosis dan reaksi inflamsi atau radang dari jaringan
interstisial dengan etiologi yang banyak (lihat tabel). Kadang dijumpai
juga kelainan-kelainan mengenai glomerulus dan pembuluh darah,askuler.
66
Diagnosis
1. Gambaran Klinis
Gambaran Klinis Pasien penyakit ginjal kronik meliputi ; a).
Seperti dengan penyakit yang mendasari seperti diabetes melitus,
infeksi
traktus,
urinarius,
batu
traktus
urinarius,
hipertensi,
67
infeksi perinefrik,
gangguan
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan penyakit ginjal kronik meliputi:
1. Terapi Spesifik Terhadap Penyakit Dasarnya
Waktu yang paling tepat untuk terapi penyakit dasarnya adalah
sebelum terjadinya penurunan LFG, sehingga pemburukan fungsi ginjal
tidak terjadi. Pada ukuran ginjal yang masih normal secara
ultrasonografi, biopsi dan pemeriksaan histopatologi ginjal dapat
menentukan indikasi yang tepat terhadap terapi spesifik. Sebaliknya,
bila LFG sudah menurun sampai 20-30% dari normal terapi terhadap
penyakit dasar sudah tidak banyak bermanfaat.
2. Pencegahan dan Terapi Terhadap Kondisi Komorbid
68
(intraglomerulus
hyperfiltration),
yang
akan
69
disamping
bermanfaat
untuk
memperkeciil
resiko
glomerulus.
Beberapa
studi
membuktikan
bahwa
Angiotensin
(Angiotensin
Converting
Enzyme/ACE
70
sangat bervariasi sangat luas; mulai dari tanpa keluhan atau keluhan-keluhan
ringan dan tidak spesifik dan keadaan darurat medik.
Pada keadaan darurat medik ini harus dipertimbangkan beberapa
keadaan berikut:
-
Azotemic Syndrome
Ketiga keadaan darurat medik ini harus cepat dan tepat dapat dibedakan
karena mempengaruhi manajemen dan prognosis
II.
Etiologi
Beberapa faktor yang dapat memperburuk faal ginjal LFG pada pasien
gagal ginjal kronik tingkat ringan atau sedang dapat dilihat pada tabel.
Sebenarnya faktor-faktor tersebut dapat dicegah dan dapat diatasi dengan
pengobatan konservatif bila diketahui sedini mungkin sehingga stadium
terminal dapat dihindarkan. Infeksi saluran kemih dan ginjal (pielonefritis)
sering dijumpai walaupun tanpa keluhan atau gejala dan ditemukan pada
pemeriksaan laboratorium rutin, misal lekosituri dan basiluri. Biakan urin
harus rutin pada setiap penyakit ginjal apapun juga sebabnya termasuk gagal
ginjal kronik. Infeksi paru terutama pneumonia morbiditas dan mortalitas
pasien gagal ginjal kronik (GGK)
Hipertensi berat yang. tidak terkontrol terutama bila disertai gagal
jantung kongestif paling sulit dikendalikan.
Beberapa faktor yang memperburuk faal ginjal (LFG) :
1. Infeksi
infeksi saluran kemih dan ginjal pielonefritis
infeksi ekstra renal terutama bila disertai septikemi.
2. Hipertensi berat
3. Gagal jantung kongestif
4. Pembedahan / trauma
5. Transfusi darah ganda (multiple)
6. Obat-obatan nefrotoksik
7. Gangguan elektrolit
Deplesi air & natrium
71
Hipokalemia
Hiperkalsemi
8. Nefropati Obstruktif
Deplesi air dan natrium yang akut (vibrio eitor) dan kronik (natriuresis)
pada penyakit ginjal pilikistik, pielonefritis kronik dan sindrom Fanconi;
dapat memperburuk faal ginjal.
Pembedahan atau trauma yang menyebabkan hiperkatabolisme dapat
memperburuk faal ginjal dan retensi sisa-sisa metabolisme.
Transfusi darah terutama dengan whole blood dan ganda sering kali
menyebabkan asidosis, hiperkalemia dan overhydration.
Obat-obat yang mempunyai efek nefrotoksik misal tetrasiklin dapat
memperburuk faal ginjal, pada orang tua dengan hipertrofi prostat dan
disertai infeksi saluran kemih dan ginjal, tidak jarang dijumpai.
Prosedur pencitraan organ (terutama ginjal) dengan menggunakan
media kontras harus mempunyai indikasi mutlak; karena resiko penurunan
progresif faal ginjal
III.
Patofisiologi
Semua
faktor
ekstrarenal
dan
terbalikan
(reversibel)
dapat
(lihat
indikasi
absolut
72
inisiasi
dialisis)
dan
gangguan
Gambaran klinik
Gambaran klinik Acute on CRF syndrome tergantung dari 3 faktor berikut:
a. Derajat penurunan faal ginjal laju filtrasi glomerulus (LFG)
b. Penyakit dasar ginjal (underlying renal disease)
c. Faktor-faktor pemburuk faal ginjal
Menurut pengalaman penulis gambaran klinik gejala akut pada gagal
ginjal kronik terdiri dari 2 tipe :
1. Tipe kering
a. Gambaran klinik:
-
Oliguria (anuria)
Dehidrasi
Hipotensi
73
Natriuresis
Urosepsis
2. Tipe basah
a. Gambaran klinik menyerupai sindrom nefritik akut (SNA) :
-
Oliguria (anuria)
Hipertensi berat
Kardiomegali
Hepatomegali
Asidosis
Glomerulopati idiopati
Nefropati diabetik
V.
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang diagnosis tergantung dari tipe :
74
1. Tipe kering
a. Gambaran klinik
-
Analisis urin
CT scan ginjal
Nefrotomogram
Biakan darah
2. Tipe basah
b. Gambaran klinik
-
Foto torak
EKG
Imunodiagnosis
75
Gula darah
Ekhokardiogram
pertumbuhan
nodul-nodul
fibroadenomatosa
76
Etiologi
1. Teori dihidrotestosteron
Dihidrotestosteron dibentuk dari testosteron di dalam sel prostat
oleh enzim 5-reduktase dengan bantuan koenzim NADPH. DHT yang
telah dibentuk akan berikatan dengan reseptor androgen (RA)
membentuk kompleks DHT+RA pada inti sel dan selanjutnya terjadi
sintesis protein growth factor yang menstimulasi pertumbuhan sel
prostat.
Kadar DHT pada BPH tidak jauh berbeda dengan kadarnya pada
prostat normal, namun pada BPH aktivitas enzim 5-reduktase dan
jumlah reseptor androgen lebih banyak, hal ini menyebabkan sel prostat
lebih sensitif terhadap DHT sehingga replikasi sel lebih banyak terjadi
dibanding dengan prostat normal.
2. Keseimbangan antara estrogen dan progesteron
Pada usia semakin tua, kadar testosteron menurun sementara kadar
estrogen relatif tetap. Estrogen di dalam prostat berperan dalam
proliferasi sel prostat dengan cara meningkatkan sensitifitas sel-sel
prostat terhadap rangsnga hormon androgen, meningkatkan jumlah
reseptor androgen dan menurunkan jumlah kematian sel-sel prostat
(apoptosis). Hasil akhir dari semua keadaan ini adalah, meskipun
rangsangan terbentuknya sel prostat baru akibat rangsangan testosteron
menurun, tetapi sel-sel yang telah ada mempunyai umur lebih panjang,
sehingga massa prostat jadi lebih besar.
3. Interaksi stroma-epitel
Setelah sel stroma mendapat stimulasi dari DHT dan estradiol, selsel
stroma
mensintesis
suatu
growth
factor
yang
selanjutnya
77
Patofisiologi
Menurut
Purnomo
2010,
pembesaran
prostat
menyebabkan
78
prostat, dan otot polos pada leher buli-buli. Otot polos itudipersarafi oleh
serabut simpatis yang berasal dari nervus pudendus.
IV.
79
Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium
Analisis urin dan pemeriksaan mikroskopik urin penting untuk
melihat adanya sel leukosit, bakteri, dan infeksi. Bila terdapat hematuria,
harus dipertimbangkan etiologi lain seperti keganasan pada saluran
kemih, batu, infeksi saluran kemih, walaupun BPH sendiri dapat
menyebabkan hamaturia. Elektrolit, kadar ureum dan kreatinin darah
merupakan informasi dasar dari fungsi ginjal dan status metabolik.
2. Pemeriksaan radiologis
Pemeriksaan yang biasa dilakukan adalah foto polos abdomen,
pielografi intraven, USG dan sistoskopi. Tujuan pemeriksaan pencitraan
ini adalah untuk memperkirakan volume BPH, menentukan derajat
disfungsi buli-buli dan volume residu urin, dan mencari kelainan
patologi lain, baik yang berhubungan maupun tidak dengan BPH. Dari
80
foto polos dapat dilihat adanya batu pada traktus urinarius, pembesaran
ginjal atau buli-buli. Dapat juga dilihat lesi osteoblasik sebagai tanda
metastasis dari keganasan prostat serta osteoporosis akibat kegagalan
ginjal.
Dari pielografi intravena dapat dilihat supresi komplit dari fungsi
renal, hidronefrosis dan hidroureter, fish hook appearance (gambaran
ureter berbelok-belok di vesika), indentasi pada dasar buli-buli,
divertikel, residu urin, atau filling defect di vesika.
Dari USG dapat diperkirakan besarnya prostat, memeriksa massa
ginjal, mendetekdi residu urin, batu ginjal, divertikulum atau tumor bulibuli. (Mansjoer, 2001)
3. Penanda tumor
Untuk membantu menegakkan diagnosis suatu adenokarsinoma
prosat dan mengikuti perkembangan penyakit tumor ini, terdapat
beberapa penanda tumor, yaitu :
a.
81
sebaiknya dilakukan biopsi prostat, demikian pula bila nilai PSA >
10ng/ml (Gaol dan Muchtar, 2014).
4. Flowmetri : Qmax (laju pancaran urin) turun, biasanya <15cc
5. USG/kateter untuk melihat volume urin residual
6. Transrectal / Transabdominal Ultrasonography (TRUS/TAUS) untuk
mengukur volume prostat dan gambaran hipoekoik
7. Intravenous Pyelography (IVP) dan sistogram (Gaol dan Muchtar, 2014)
VI.
Penatalaksanaan
1. Modalitas terapi BPH adalah :
a. Observasi yaitu pengawasan berkala pada klien setiap 3-6
bulankemudian setiap tahun tergantung keadaan klien
b. Medikamentosa : terapi ini diindikasikan pada BPH dengan keluhan
ringan, sedang, sedang dan berat tanpa disertai penyulit.Obat yang
digunakan berasal dari phitoterapi (misalnya : Hipoxisrosperi,
serenoa repens, dll), gelombang alfa blocker dan golongansupresor
androgen.
2. Indikasi pembedahan pada BPH adalah :
a. Klien yang mengalami retensi urin akut atau pernah retensi urinakut
(100 ml).
b. Klien dengan
residual
urin
yaitu
urine
masih
tersisa
di
gangguan
82
3) Prostatektomi Neuropubis
a) Penyayatan dibuat pada perut bagian bawah
b) Tidak ada penyayatan pada kandung kemih.
c) Diperlukan balutan luka, kateter foley, dan drainase.
4) Prostatektomi Perineal
a) Penyayatan dilakukan diantara skrotum dan anus.
b) Digunakan jika diperlukan prostatektomi radikal.
c) Vasektomi
biasanya
dikakukan
sebagai
pencegahanepididimistis.
d) Persiapan buang hajat
diperlukan
sebelum
operasi
83
4. Infeksi
berulang,
yaitu
timbulnya
kembali
bakteriuria
setelah
Klasifikasi
ISK diklasifikasikan berdasarkan :
1. Anatomi
a. ISK bawah, presentasi klinis ISK bawah tergantung dari gender.
i.
Perempuan
Sistitis, adalah presentasi klinis infeksi saluran kemih disertai
bakteriuria bermakna Sindroma uretra akut (SUA), adalah
presentasi klinis sistitis tanpa ditemukan mikroorganisme
(steril).
ii.
Laki-laki
Presentasi ISK bawah pada laki-laki dapat berupa sistitis,
prostatitis, epidimidis, dan uretritis.
b. ISK atas
i.
Pielonefritis akut (PNA), adalah proses inflamasi parenkim
ii.
2. Klinis
84
Etiologi
Penyebab terbanyak adalah bakteri gram-negatif termasuk bakteri yang
biasanya menghuni usus kemudian naik ke sistem saluran kemih. Dari gram
negatif tersebut, ternyata Escherichia coli menduduki tempat teratas
kemudian diikuti oleh Proteus sp, Klebsiella, Enterobacter, Pseudomonas
(Tessy et al, 2001)
Jenis kokus gram positif lebih jarang sebagai penyebab ISK sedangkan
Enterococci dan Staphylococcus aureus sering ditemukan pada pasien
dengan batu saluran kemih, lelaki usia lanjut dengan hiperplasia prostat atau
pada pasien yang menggunakan kateter urin. Demikian juga dengan
Pseudomonas aeroginosa dapat menginfeksi saluran kemih melalui jalur
hematogen dan pada kira-kira 25% pasien demam tifoid dapat diisolasi
Salmonella dalam urin. Bakteri lain yang dapat menyebabkan ISK melalui
cara
hematogen
adalah
Brusella,
Nocardia,
Actinomises,
dan
85
2.
3.
4.
5.
6.
7.
IV.
Anomali kongenital
Batu saluran kemih
Oklusi ureter (sebagian atau total)
Refluks vesikoureter
Urin sisa dalam buli-buli karena :
Neurogenic bladder
Striktura uretra
Hipertrofi prostat
Diabetes Melitus
Instrumentasi
Kateter
Dilatasi uretra
Sitoskopi (Rani et al, 2004)
Kehamilan dan peserta KB
Faktor statis dan bendungan
pH urin yang tinggi sehingga mempermudah pertumbuhan kuman
Senggama
Patofisiologi
Sejauh ini diketahui bahwa saluran kemih atau urin bebas dari
mikroorganisme atau steril. Infeksi saluran kemih terjadi pada saat
mikroorganisme masuk ke dalam saluran kemih dan berkembangbiak di
dalam media urin. Mikroorganisme memasuki saluran kemih melalui 4 cara,
yaitu (Tessy et al, 2001; Purnomo, 2010) :
1.
2.
3.
4.
Ascending
Hematogen
Limfogen
Langsung dari organ sekitar yang sebelumnya sudah terinfeksi atau
eksogen sebagai akibat dari pemakaian intrumen.
Sebagian besar mikroorganisme memasuki saluran kemih melalui cara
86
ascending-lah yang paling sering terjadi (Tessy et al, 2001; Fauci et al,
2008) :
a. Hematogen
Infeksi hematogen kebanyakan terjadi pada pasien dengan daya
tahan tubuh yang rendah, karena menderita sesuatu penyakit kronis, atau
pada pasien yang mendapatkan pengobatan imunosupresif. Penyebaran
hematogen bisa juga timbul akibat adanya fokus infeksi di tempat lain,
misalnya infeksi S. aureus pada ginjal bisa terjadi akibat penyebaran
hematogen dari fokus infeksi di tulang, kulit, endotel, atau tempat lain.
M. Tuberculosis, Salmonella, pseudomonas, Candida, dan Proteus sp
termasuk jenis bakteri/ jamur yang dapat menyebar secara hematogen
(Sukandar, 2010; Purnomo, 2010; Liza, 2006).
Walaupun jarang terjadi, penyebaran hematogen ini dapat
mengakibatkan infeksi ginjal yang berat, misal infeksi Staphylococcus
dapat menimbulkan abses pada ginjal.
b. Infeksi Ascending
Infeksi secara ascending (naik) dapat terjadi melalui 4 tahapan, yaitu :
V.
vagina
Masuknya mikroorganisme ke dalam buli-buli
Multiplikasi dan penempelan mikroorganisme dalam kandung
kemih
Naiknya mikroorganisme dari kandung kemih ke ginjal.
87
1. Pada ISK bagian bawah, keluhan pasien biasanya berupa nyeri supra
pubik, disuria, frekuensi, hematuri, urgensi, dan stranguria
2. Pada ISK bagian atas, dapat ditemukan gejala demam, kram, nyeri
punggung, muntah, skoliosis, dan penurunan berat badan.
VI.
Pemeriksaan penunjang
1. Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan untuk menunjang
menegakkan diagnosis infeksi saluran kemih, antara lain (Tessy et al,
2001; Siregar, 2009)
a. Urinalisis
Eritrosit
Ditemukannya eritrosit dalam urin (hematuria) dapat merupakan
penanda bagi berbagai penyakit glomeruler maupun nongromeruler. Penyakit nongromeluler seperti batu saluran kemih
dan infeksi saluran kemih.
Piuria
Piuria atau sedimen leukosit dalam urin yang didefinisikan oleh
Stamm, bila ditemukan paling sedikit 8000 leukosit per ml urin
yang tidak disentrifus atau setara dengan 2-5 leukosit per
lapangan pandang besar pada urin yang di sentrifus. Infeksi
saluran kemih dapat dipastikan bila terdapat leukosit sebanyak >
10 per mikroliter urin atau > 10.000 per ml urin. Piuria yang
steril dapat ditemukan pada keadaan : (Siregar, 2009)
Infeksi tuberkulosis
Urin terkontaminasi dengan antiseptik
Urin terkontaminasi dengan leukosit vagina
Nefritis intersisial kronik (nefropati analgetik)
Nefrolitiasis
Tumor uroepitelial
Silinder
Silinder dalam urin dapat memiliki arti dalam diagnosis
penyakit ginjal, antara lain : (Siregar, 2009)
88
nefrotik.
Kristal
Kristal dalam urin tidak diagnostik untuk penyakit ginjal
Bakteri
Bakteri dalam urin yang ditemukan dalam urinalisis tidak
identik dengan infeksi saluran kemih, lebih sering hanya
disebabkan oleh kontaminasi. (Siregar, 2009)
b. Bakteriologis
Mikroskopis, pada pemeriksaan mikroskopis dapat digunakan
urin segar tanpa diputar atau pewarnaan gram. Bakteri
dinyatakan positif bila dijumpai satu bakteri lapangan pandang
minyak emersi.
Biakan bakteri, pembiakan bakteri sedimen urin dimaksudkan
untuk memastikan diagnosis ISK yaitu bila ditemukan bakteri
dalam jumlah bermakna sesuai kriteria Catteli. (Tessy et al,
2001; Sukandar, 2010)
Wanita, simtomatik
102 organisme koliform/ mL urin plus piuria, atau
105 organisme patogen apapun/ mL urin, atau
Tumbuhnya organisme patogen apapun pada urin yang
diambil dengan cara aspirasi suprapubik
Laki-laki, simtomatik
103 organisme patogen/ mL urin
Pasien asimtomatik
89
Penentuan
jumlah
kuman/mL
dilakukan
dengan
90
VII.
Penatalaksanaan
Prinsip umum penatalaksanaan ISK adalah : (Tessy et al, 2001)
1. Eradikasi bakteri penyebab dengan menggunakan antibiotik yang sesuai
2. Mengkoreksi kelainan anatomis yang merupakan faktor predisposisi
Tujuan penatalaksanaan ISK adalah mencegah dan menghilangkan
gejala, mencegah dan mengobati bakteriemia dan bakteriuria, mencegah dan
mengurangi risiko kerusakan ginjal yang mungkin timbul dengan pemberian
obat-obatan yang sensitif, murah, aman dengan efek samping yang minimal.
Oleh karena itu pola pengobatan ISK harus sesuai dengan bentuk ISK,
keadaan anatomi saluran kemih, serta faktor-faktor penyerta lainnya.
Bermacam cara pengobatan yang dilakukan untuk berbagai bentuk yang
berbeda dari ISK, antara lain :
antibiotika
tunggal,
seperti
ampisilin
gram,
(Sukandar, 2010)
91
mg)
Terapi antimikroba jangka lama sampai 6 bulan
Dosis
2 x 160/800 mg
2 x 100 mg
2 x 100 250 mg
2 x 250 mg
2 x 250 mg
1 x 400 mg
2 x 100 mg
4 x 50 mg
2 x 100 mg
Lama terapi
3 hari
3 hari
3 hari
3 hari
3 hari
3 hari
3 hari
7 hari
7 hari
makrokristal
Amoksisilin
2 x 500 mg
7 hari
92
tiga alternatif terapi antibiotika intravena sebagai terapi awal selama 4872 jam sebelum diketahui mikroorganisme penyebabnya : (Sukandar,
2010)
Flurokuinolon
Aminoglikosida dengan atau tanpa ampisilin
Sefalosporin berspektrum luas dengan atau tanpa aminoglikosida
Antimikroba
Cefepim
Ciprofloxacin
Levofloxacin
Ofloxacin
Gentamicin (+Ampicillin)
Dosis
1 gram
400 mg
500 mg
400 mg
3 5 mg/kgBB
Interval
12 jam
12 jam
24 jam
12 jam
24 jam
Ampicilin (+Gentamicin)
Tikarsilin klavulanat
Piperasilin tazobaktam
Imipenem Silastatin
1 mg/kgBB
1 2 gram
3,2 gram
3,375 gram
250 500 mg
8 jam
6 jam
8 jam
2 8 jam
6 8 jam
G. Hipertensi
1. Definisi
The Joint National Committee on Preventation, Detection
evaluation and Treatment of Blood Preassure dari Amerika Serikat dan
badan dunia WHO dengan International Society of Hypertention membuat
definisi hipertensi yaitu apabila tekanan darah seseorang tekanan
sistoliknya 140 mmHg atau lebih atau tekanan diastoliknya 90 mmHg atau
lebih atau sedang memakai obat anti hipertensi (Yogiantoro, 2009).
Hipertensi diartikan sebagai peningkatan tekanan darah secara
terus menerus sehingga melebihi batas normal.Tekanan darah normal
adalah 110/80 mmHg. Hipertensi merupakan produk dari resistensi
93
pembuluh darah perifer dan kardiak output (Wexler, 2002). Tekanan darah
tinggi merupakan gangguan asimptomatik yang sering terjadi ditandai
dengan peningkatan tekanan darah secara persisten (Yogiantoro, 2009).
Hipertensi adalah keadaan peningkatan tekanan darah yang
memberi gejala yang akan berlanjut untuk suatu target organ seperti stroke
(untuk otak), penyakit jantung koroner (untuk pembuluh darah jantung),
dan left ventricle hypertrophy (untuk otot jantung). Dengan target organ di
otak yang berupa stroke, hipertensi adalah penyebab utamam stroke yang
membawa kematian tinggi (Yogiantoro, 2009).
2. Klasifikasi Hipertensi
Tabel 2.1.Klasifikasi Hipertensi menurut JNC-8 tahun 2014
miokardium,
kecelakaan
serebrovaskular,
atau
penyulit
94
dan
simpatomimetik,
feokromositoma,
akromegali,
inhibitor
monoamin
hipotiroidisme,
dan
oksidase),
akibat
Usia
Beberapa penelitian yang dilakukan, ternyata terbukti bahwa semakin
tinggi usia seseorang maka semakin tinggi tekanan darahnya. Sebagian
besar hipertensi terjadi pada usia di atas 65 tahun (Yogiantoro, 2009).
b.
Faktor Keturunan
Faktor riwayat keluarga hipertensi (faktor keturunan) mempunyai
peran sebesar 1,25 kali lebih besar untuk timbulnya hipertensi
dibandingkan dengan seseorang yang tidak mempunyai riwayat
tersebut (Yogiantoro, 2009).
c.
Alkohol
Orang-orang yang minum 3 atau lebih minuman alkohol perhari
mempunyai tingkat tekanan darah yang tinggi (Yogiantoro, 2009).
d.
Merokok
Merokok dapat meningkatkan beban kerja jantung dan menaikkan
tekanan darah (Yogiantoro, 2009).
95
e.
Obesitas
Kelebihan lemak tubuh, khususnya lemak abdominal erat kaitannya
dengan hipertensi.Tingginya peningkatan tekanan darah bergantung
pada besarnya penambahan berat badan (Yogiantoro, 2009).
f.
Olahraga
Aktifitas fisik membantu mengontrol berat badan.Aerobik yang cukup
seperti 30-45 menit berjalan cepat setiap hari membantu menurunkan
tekanan darah secara langsung.Olahraga secara teratur dapat
menurunkan tekanan darah pada semua kelompok baik hipertensi
maupun normotensi (Yogiantoro, 2009).
g.
Kelainan lain-lain
Kelainan hormon, kelainan ginjal, kelainan syaraf, serta kehamilan
adalah faktor-faktor yang telah ditemukan sebagai penyebab hipertensi
sekunder (Yogiantoro, 2009).
5. Mekanisme Hipertensi
Tingkat tekanan darah merupakan suatu sifat kompleks yang
ditentukan oleh interaksi berbagai faktor genetik, lingkungan dan
demografik yang mempengaruhi dua variabel hemodinamik: curah jantung
dan resistansi perifer. Total curah jantung dipengaruhi oleh volume darah,
sementara volume darah sangat bergantung pada homeostasis natrium.
Resistansi perifer total terutama ditentukan di tingkat arteriol dan
bergantung pada efek pengaruh saraf dan hormon. Tonus vaskular normal
mencerminkan keseimbangan antara pengaruh vasokontriksi humoral
(termasuk angiotensin II dan katekolamin) dan vasodilator (termasuk
kinin, prostaglandin, dan oksida nitrat).Resistensi pembuluh juga
memperlihatkan
autoregulasi;
peningkatan
aliran
darah
memicu
96
darah dengan meningkatkan resitensi perifer (efek langsung pada sel otot
polos vaskular) dan volume darah (stimulasi sekresi aldosteron,
peningkatan reabsorbsi natrium dalam tubulus distal).Ginjal juga
mengasilkan berbagai zat vasodepresor atau antihipertensi yang mungkin
melawan efek vasopresor angiotensin.Bila volime darah berkurang, laju
filtrasi glomerulus (glomerular filtration rate) turun sehingga terjadi
peningkatan reabsorbsi natrium oleh tubulus proksimal sehingga natrium
ditahan dan volume darah meningkat (Kumar et al., 2007).
Sembilan puluh persen sampai 95% hipertensi bersifat idiopatik
(hipertensi esensial).Beberapa faktor diduga berperan dalam defek primer
pada hipertensi esensial, dan mencakup, baik pengaruh genetik maupun
lingkungan.Penurunan ekskresi natrium pada tekanan arteri normal
mungkin merupakan peristiwa awal dalam hipertensi esensial.Penurunan
ekskresi natrium kemudian dapat menyebabkan meningkatnya volume
cairan, curah jantung, dan vasokonstriksi perifer sehingga tekanan darah
meningkat.Pada keadaan tekanan darah yang lebih banyak natrium untuk
mengimbangi asupan dan mencegah retensi cairan. Oleh karena itu,
ekskresi natrium akan berubah, tetapi tetap steady state (penyetelan ulang
natriuresis tekanan). Namun, hal ini menyebabkan peningkatan stabil
tekanan
darah.Hipotesis
alternatif
menyarankan
bahwa
pengaruh
97
Riwayat penyakit
1) Lama dan klasifikasi hipertensi
2) Pola hidup
3) Faktor-faktor risiko kelainan kardiovaskular
4) Riwayat penyakit kardiovaskular
5) Gejala-gejala yang menyertai hipertensi
6) Target organ yang rusak
7) Obat-obatan yang sedang atau pernah digunakan
b.
Pemeriksaan Fisik
1) Tekanan darah minimal 2 kali selang dua menit
2) Periksa tekanan darah lengan kontra lateral
3) Tinggi badan dan berat badan
4) Pemeriksaan funduskopi
5) Pemeriksaan leher, jantung, abdomen dan ekstemitas
6) Refleks saraf
c.
Pemeriksaan Laboratorium
1) Urinalisa
2) Darah: platelet, fibrinogen
3) Biokimia: potassium, sodium, creatinin, GDS, lipid profil, asam
urat
d.
98
Merokok
tahun)
Dislipidemia
Diabetes mellitus
99
130/80
mmHg.
American
HeartAssociation
(AHA)
dan
120/80
mmHg
untuk
pasien
dengan
gagal
Promosi
kesehatan
modifikasi
gaya
hidup
100
darah yang cukup untuk menghindari terapi obat, jumlah obat atau
dosis yang dibutuhkan untuk mengontrol tekanan darah dapat
dikurangi.Modifikasi diet yang efektif menurunkan tekanan darah
adalah
mengurangi
berat
badan,
mengurangi
asupan
NaCl,
darah
normal.
Konsumsi
alkohol
pada
orang
yang
Rekomendasi
Membatasi diet natrium tidak
lebih dari 2400 mg/hari atau
100 meq/hari
101
Penurunan potensial
TD sistolik
2-8 mmHg
Penurunan
Berat
Badan
Olahraga aerobic
penururnan
4-9 mmHg
untuk melakukan
aerobik 30 menit
Latihan
sehari-hari dalam
sayuran,
4-14 mmHg
dan
2-4 mmHg
konsumsi alcohol
1 minum per hari
Modifikasigaya hidup merupakan upaya untuk mengurangi
tekanan darah, mencegah atau memperlambat insiden dari hipertensi,
meningkatkan
efikasi
obat
antihipertensi,
dan
mengurangi
Terapi Farmakologis
Jenis-jenis obat antihipertensi untuk terapi farmakologis
hipertensi yang dianjurkan oleh JNC 7 adalah:
1) Diuretika, terutama jenis Thiazide (Thiaz) atau Aldosteron
Antagonist
2) Beta Blocker (BB)
3) Calcium Chanel Blocker atau Calcium antagonist (CCB)
4) Angiotensin Converting Enzym Inhibitor (ACEI)
5) Angiotensin
II
Receptor
Blocker
atau
receptor
antagonist/blocker (ARB)
Untuk sebagian besar pasien hipertensi, terapi dimulai secara
bertahap, dan target tekanan darah tercapai secara progresif dalam
102
BB
Indikasi
Diuretika
Gagal
(Thiazide)
Diuretika (Loop)
Diuretika (anti
jantung kongestif
Gagal jantung kongestif, Gagal ginjal,
aldosteron)
Penyekat
jantung
Kontraindikasi
Mutlak
Tidak Mutlak
kongestif, gout
Kehamilan
hiperkalemia
Asma penyakit
kehamilan, takiaritmia
Penyakit
perifer,
glukosa,
Atlit
103
Calcium
Antagonist
hypertension,
(dihydropiridine) pektoris,
pembuluh
angina
penyakit
gagal
Jantung
kongestif
darah perifer,
Aterosklerosis
karotis,
Calcium
kehamilan
Angina
pektoris,
A-V
Antigonist
Aterosklerotis
karotis,
(derajat 2 atau
(verapamil,
takikardia supraventrikuler
diltiazem)
Pengahambat
Gagal
Kongestif
Kehamilan,
ACE
disfungsi
Pasca
Angiotensin
Jantung
kongestif,
ventrikel
kiri,
Infark miokardium,
non-diabetik nefropati
II Nefropati DM tipe 2,
block
hiperkalemia,
stenosis
arteri
renalis bilateral
Kehamilan,
receptor
mikroalbuminuria diabetik,
antagonist
proteinuria,
(AT1-blocker)
renalis bilateral
-Blocker
ACEI
Hiperplasia prostat (BPH),
Hipotensi
Gagal jantung
Hiperlipidemia
ortostatis
kongestif
Klasifikasi
hiperkalemia,
hipertropi stenosis
Tekanan
Darah
(mmHg)
(mmHg)
Normal
< 120
Dan < 80
Prehipertensi
120-139
Dianjurkan
ya
Atau 80- ya
Tidak
89
obat
104
arteri
Dengan
Indikasi yang
Memaksa
Indikasi Obat-obatan
untuk Indikasi
Hipertensi
derajat 1
140-159
Atau 90- Ya
99
Diuretika
Thiazide
yang memaksa
jenis Obat-obatan
untuk untuk Indikasi
sebagian
kasus
dapat obat
dipertimbangka
n ACEI,
BB,
Antihipertensi
ARB, lain
(diuretika,
kombinasi
BB,
CCB)
sesuai
Kebutuhan
Hipertensi
derajat 2
160
Atau
100
Ya
Kombinasi 2
obat
untuk
sebagian
besar
kasus umumnya
diuretika
jenis
Thiazide
dan
105
BB atau
XIV.
KESIMPULAN
Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik serta dilengkapi dengan
106
107
108
Sjabani M (2010) Batu Saluran Kemih, Dalam: Sudoyo AW, Setyohadi B, Alwi I,
et all, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi V. Jakarta: Interna
Publishing, pp : 1025 31.
Sjamsuhidayat, R. dan De Jong. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 2, Copy
Editor: Adinda Candralela. EGC : Jakarta.
Smeltzer, Suzanne C. dan Bare, Brenda G, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah Brunner dan Suddarth (Ed.8, Vol. 1,2), Alih bahasa oleh Agung
Waluyo(dkk), EGC, Jakarta.
Sukandar E (2006). Nefrologi Klinik. Bandung: Pusat Informasi Ilmiah, Bagian
Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran UNPAD / RS. dr. Hasan Sadikin.
Sukandar E (2010) Infeksi Saluran Kemih Pasien Dewasa. Dalam : Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam. Edisi V. Jakarta : Interna Publishing.
Suwitro K (2009). Penyakit Ginjal Kronik. Dalam Sudoyo AW, Setiyohadi B,
Alwi I, Simadibrata KM, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid II.
Edisi 5.Jakarta: Interna Publishing, pp: 1035-1040.
Tessy A, Ardaya, Suwanto (2001) Infeksi Saluran Kemih. Dalam : Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Edisi 3. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.
Widayati A, Wirawan IPE, Kurharwanti AMW (2005) Kesesuaian Pemilihan
Antibiotika Dengan Hasil Kultur Dan Uji Sensitivitas Serta Efektivitasnya
Berdasarkan Parameter Angka Lekosit Urin Pada Pasien Infeksi Saluran
Kemih Rawat Inap Di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta (Juli
Desember 2004). Yogyakarta : Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.
109