SECTIO CAESARIA
1. DEFINISI SECTIO CAESAREA
Sectio caesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan
membuka dinding perut dan dinding uterus atau vagina atau suatu histerotomi untuk
melahirkan janin dari dalam rahim.
Seksio sesaria adalah suatu persalinan buatan, dimana janin dilahirkan
melalui suatu insisi pada dinding perut dan dinding rahim dengan syarat rahim
dalam keadaan utuh serta bera janin diatas 500 gram (Wiknjosastro,2005).
Sectio caesaria adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan
melalui suatu insisi pada dinding depan perut dan dinding rahim dengan syarat
rahim dalam keadaan utuh serta berat janin di atas 500 gram (Sarwono, 2009).
Sectio caesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat
sayatan pada dinding uterus melalui depan perut atau vagina. Atau disebut juga
histerotomia untuk melahirkan janin dari dalam Rahim (Mochtar, 1998).
2. ISTILAH SECTIO CAESAREA
Sectio caesarea primer
Sejak semula telah direncanakan bahwa janin akan dilahirkan secara
sectio caesarea, tidak diharapkan lagi kelahiran biasa, misalnya pada panggul
sempit (CV kecil dari 8 cm).
Operasi porro
Adalah suatu operasi, tanpa mengeluarkan janin dari kavum uteri (janin
sudah mati) dan langsung dilakukan histerektomi, misalnya pada keadaan infeksi
rahim yang berat.
spontan
SC ismika atau profundal (low servical dengan insisi pada segmen
bawah rahim) dilakukan dengan melakukan sayatan melintang konkat
pada segmen bawah rahim (low servical transversal) kira-kira 10 cm.
Kelebihan
Penjahitan luka lebih mudah
Penutupan luka dengan reperitonealisasi yang baik
Tumpang tindih dari peritoneal flap baik sekali untuk menahan
penyebaran isi uterus ke rongga peritoneum
Perdarahan tidak begitu banyak
Kemungkinan rupture uteri spontan berkurang atau lebih kecil
Kekurangan
Luka dapat melebar kekiri, kanan, dan bawah sehingga dapat
menyebabkan uteri uterine pecah sehingga mengakibatkan
perdarahan banyak
Keluhan pada kandung kemih post operasi tinggi
2) SC ektra peritonealis yaitu tanpa membuka peritoneum parietalis dengan
b.
indikasi dari janin adalah fetal distres dan janin besar melebihi 4.000 gram. Dari
beberapa faktor sectio caesarea diatas dapat diuraikan beberapa penyebab
dilakukan sectio caesarea :
i. CPD (Chepalo Pelvik Disproportion)
Chepalo Pelvik Disproportion (CPD) adalah ukuran lingkar panggul ibu
tidak sesuai dengan ukuran lingkar kepala janin yang dapat menyebabkan ibu
tidak dapat melahirkan secara alami. Tulang-tulang panggul merupakan
susunan beberapa tulang yang membentuk rongga panggul yang merupakan
jalan yang harus dilalui oleh janin ketika akan lahir secara alami. Bentuk
panggul yang menunjukkan kelainan atau panggul patologis juga dapat
menyebabkan kesulitan dalam proses persalinan alami sehingga harus
dilakukan tindakan operasi. Keadaan patologis tersebut menyebabkan bentuk
rongga panggul menjadi asimetris dan ukuran-ukuran bidang panggul menjadi
abnormal.
ii. PEB (Pre-Eklamsi Berat)
Pre-eklamsi dan eklamsi merupakan kesatuan penyakit yang langsung
disebabkan oleh kehamilan, sebab terjadinya masih belum jelas. Setelah
perdarahan dan infeksi, pre-eklamsi dan eklamsi merupakan penyebab
kematian maternal dan perinatal paling penting dalam ilmu kebidanan. Karena
itu diagnosa dini amatlah penting, yaitu mampu mengenali dan mengobati
agar tidak berlanjut menjadi eklamsi.
iii. KPD (Ketuban Pecah Dini)
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda
persalinan dan ditunggu satu jam belum terjadi inpartu. Sebagian besar
ketuban pecah dini adalah hamil aterm di atas 37 minggu, sedangkan di
bawah 36 minggu.
iv. Bayi kembar
Tidak selamanya bayi kembar dilahirkan secara caesar. Hal ini karena
kelahiran kembar memiliki resiko terjadi komplikasi yang lebih tinggi daripada
kelahiran satu bayi. Selain itu, bayi kembar pun dapat mengalami sungsang
atau salah letak lintang sehingga sulit untuk dilahirkan secara normal.
v. Faktor hambatan jalan lahir
Adanya gangguan pada jalan lahir, misalnya jalan lahir yang tidak
memungkinkan adanya pembukaan, adanya tumor dan kelainan bawaan pada
jalan lahir, tali pusat pendek dan ibu sulit bernafas.
vi. Kelainan Letak Janin
Presentasi muka
Presentasi dahi
Posisi kepala antara fleksi dan defleksi, dahi berada pada posisi
terendah dan tetap paling depan. Pada penempatan dagu, biasanya
dengan sendirinya akan berubah menjadi letak muka atau letak
belakang kepala.
Letak Sungsang
Menurut Saifuddin (2008), letak sungsang merupakan keadaan
dimana janin terletak memanjang dengan kepala difundus uteri dan bokong
berada di bagian bawah kavum uteri. Dikenal beberapa jenis letak
sungsang, yakni presentasi bokong, presentasi bokong kaki, sempurna,
presentasi bokong kaki tidak sempurna dan presentasi kaki.
6. PATOFISIOLOGI
Adanya beberapa kelainan / hambatan pada proses persalinan yang
menyebabkan bayi tidak dapat lahir secara normal / spontan, misalnya plasenta
previa sentralis dan lateralis, panggul sempit, disproporsi cephalo pelvic, rupture
uteri mengancam, partus lama, partus tidak maju, pre-eklamsia, distosia serviks,
dan malpresentasi janin. Kondisi tersebut menyebabkan perlu adanya suatu
tindakan pembedahan yaitu Sectio Caesarea (SC).
Dalam
proses
operasinya
dilakukan
tindakan
anestesi
yang
akan
irisan
uterus
dihentikan
dengan
SC (Sectio Caesaria)
8. KOMPLIKASI SECTIO CAESAREA
Kemungkinan komplikasi yang timbul setelah dilakukan operasi ini, antara
lain:
o
sedikit kembung
Berat, peritonealis, sepsis dan usus paralitik
o Perdarahan
- Banyak pembuluh darah yang terputus dan terbuka
- Perdarahan pada plasenta bed
o Luka kandung kemih, emboli paru dan keluhan kandung kemih bila
-
o
o
9. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. lektroensefalogram ( EEG )
Untuk membantu menetapkan jenis dan fokus dari kejang.
b. Pemindaian CT
Untuk mendeteksi perbedaan kerapatan jaringan.
c. Magneti resonance imaging (MRI)
Menghasilkan bayangan dengan menggunakan lapangan magnetik Edan
gelombang radio, berguna untuk memperlihatkan daerah daerah otak yang
itdak jelas terliht bila menggunakan pemindaian CT.
d. Pemindaian positron emission tomography ( PET )
Untuk mengevaluasi kejang yang membandel dan membantu menetapkan
lokasi lesi, perubahan metabolik atau alirann darah dalam otak.
e. Uji laboratorium
1) Fungsi lumbal: menganalisis cairan serebrovaskuler
2) Hitung darah lengkap: mengevaluasi trombosit dan hematokrit
3) Panel elektrolit
4) Skrining toksik dari serum dan urin
5) AGD
6) Kadar kalsium darah
7) Kadar natrium darah
8) Kadar magnesium darah
10. PENATALAKSANAAN
a. Pemberian cairan
Karena 24 jam pertama penderita puasa pasca operasi, maka pemberian
cairan perintavena harus cukup banyak dan mengandung elektrolit agar tidak
terjadi hipotermi, dehidrasi, atau komplikasi pada organ tubuh lainnya. Cairan
yang biasa diberikan biasanya DS 10%, garam fisiologi dan RL secara
bergantian dan jumlah tetesan tergantung kebutuhan. Bila kadar Hb rendah
diberikan transfusi darah sesuai kebutuhan.
b. Diet
Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah penderita flatus
lalu dimulailah pemberian minuman dan makanan peroral. Pemberian minuman
dengan jumlah yang sedikit sudah boleh dilakukan pada 6 - 10 jam pasca
operasi, berupa air putih dan air teh.
c. Mobilisasi
Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6 - 10 jam setelah operasi
Hari kedua post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5 menit dan
diminta untuk bernafas dalam lalu menghembuskannya.
Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi setengah duduk
(semifowler)
d. Kateterisasi
Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak pada
penderita, menghalangi involusi uterus dan menyebabkan perdarahan. Kateter
biasanya terpasang 24 - 48 jam / lebih lama lagi tergantung jenis operasi dan
keadaan penderita.
e. Pemberian obat-obatan
1) Antibiotik
Cara pemilihan dan pemberian antibiotic sangat berbeda-beda setiap institusi
2) Analgetik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan
o
Oral
Injeksi
3) Obat-obatan lain
Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum penderita dapat
diberikan caboransia seperti neurobian I vit. C
f.
Perawatan luka
Kondisi balutan luka dilihat pada 1 hari post operasi, bila basah dan
A.
DEFINISI
Fase laten
Fase aktif
2. Kontraksi otot rahim dimulai pada salah satu tanduk rahim, sebelah kanan atau
sebelah kiri, lalu menjalar ke seluruh otot rahim.
3. Fundus uteri berkontraksi lebih dulu (fundal dominan) lebih lama dari bagianbagian lain. Bagian tengah berkontraksi lebih lambat, singkat an tidak sekuat
fundus uteri. Bagian bawah (segmen bawah rahim) dan serviks tetap pasif atau
hanya berkontraksi sangat lemah.
4. Sifat-sifat his: lamanya, kuatnya, teraturnya, seringnya atau relaksasinya serta
sakitnya. (Hanifah Winkjosastro, 2005:587)
B.
ETIOLOGI
Kelainan his terutama ditemukan pada prigmigrafida tua. Pada multipara lebih
banyak ditemukan kelainan yang bersifat inersia uteri. Faktor herrediter mungkin
memegang peranan pula dalam kelainan his. Sampai seberapa jauh factor
emosi(ketakutan dan lain-lain) mempengaruhi kelainan his. Belum ada persesuaian
paham antara para ahli. Satu sebab yang penting dalam kelainan his, khususnya
inersia uteri, ialah apabila bagian bawah janin tidak berhubungan rapat dengan
segmen bawah uterus seperti misalnya paqda kelainan letak janin atau pada
disproporsi sevalopelvik. Peregangan rahim yang berlebihan pada kehamilan ganda
maupun hidramnion juga dapat nerupakan penyebab dari inersia uteri yang murni.
Akhirnya gangguan dalam pembentukan uterus pada masa embrional, misalnya
uterus bikornis unikollis, dapat pula mengakibatkan kelainan his. Akan tetapi pada
sebagian besar kasus, kurang lebih separuhnya penyebab inersia uteri ini tidak
diketahui.
Perubahan-perubahan akibat his
1. Pada uterus dan servik : uterus terasa keras/ padat karena kontraksi. Tekanan
hidrostatis ketuban dan tekanan intra uterin naik serta menyebabkan servik
menjadi pendatar dan terbuka (dilatasi)
2. Pada ibu : rasa nyeri karena iskemi rahimdan kontraksi rahim. Juga ada
kenaikan nadi dan tekanan darah
3. Pada janin : denyut jantung janin melambat dan kurang jelas didengar karena
adanya iskemik fisiologis. Jika benar-benar terjadi hipoksia yang agak lama,
misalnya pada kontraksi titanie, maka terjadi gawat janin atfiksia dengan denyut
jantung janin diatas 160/menit, tidak teratur.
Pembagian pembagian dan sifat-sifatnya :
1. His pendahuluan
Menyebabkan show
C.
Inersia Uteri
His bersifat biasa, dalam arti bahwa fun dus berkontraksi lebih kuat dari
bagian-bagian lainnya, kelainan terletak dalam hal bahwa kontraksi uterus lebih
aman, singkat dan jarang dari biasa. Keadaan umum penderita baik, rasa nyeri
tidak kuat. Selama ketuban masih utuh tidak membahayakan vagi ibu dan janin,
kecuali jika persalinan berlangsung lama.
Inersia uteri hipotonik. Adalah kelainan his dengan kekuatan yang lemah /
tidak adekuat untuk melakukan pembukaan serviks atau mendorong anak keluar.
Di sini kekuatan his lemah dan frekuensinya jarang. Sering dijumpai pada
penderita dengan keadaan umum kurang baik seperti anemia, uterus yang
terlalu teregang misalnya akibat hidramnion atau kehamilan kembar atau
makrosomia, grandemultipara atau primipara, serta pada penderita dengan
keadaan emosi kurang baik..Dapat terjadi pada kala pembukaan serviks, fase
latin atau fase aktif, maupun pada kala pengeluaran.
Inersia uteri hipertonik. Adalah kelainan his dengan kekuatan cukup besar
(kadang sampai melebihi normal) namun tidak ada koordinasi kontraksi dari
bagian atas, tengah dan bawah uterus, sehingga tidak efisien untuk membuka
serviks dan mendorong bayi keluar. Disebut juga sebagai incoordinate uterine
action. Contoh misalnya "tetania uteri" karena obat uterotonika yang berlebihan.
Pasien merasa kesakitan karena his yang kuat dan berlangsung hampir terusmenerus. Pada janin dapat terjadi hipoksia janin karena gangguan sirkulasi
uteroplasenter. Faktor yang dapat menyebabkan kelainan ini antara lain adalah
rangsangan pada uterus, misalnya pemberian oksitosin yang berlebihan,
ketuban pecah lama dengan disertai infeksi, dan sebagainya.
2.
Partus yang sudah selesai kurang dari tiga jam disebut partus
presipitatus. Sifat his normal, tonus otot diluar his juga biasa, kelainannya
terletak pada kekuatan his.
Bahaya partus presipitatus pada ibu : terjadi perlukaan luas pada jalan
lahir, serviks uteri, vagina dan perineum
sangat jelas dan meninggi sehingga disebut lingkaran patologis atau lingkaran
Bandi. Ligamenta rotunda menjadi tegang sehingga menjadi lebih jelas terba,
penderita merasa nyeri terus menerus dan gelisah. Bila tidak diberi pertolongan
D.
PENANGANAN
Dalam menghadapi persalinan yang lama oleh sebab apapun, keadaan wanita
yang bersangkutan harus diawasi dengan seksama ;
1.
Tekanan darah (TD) diukur setiap empat jam, atau apabila ada gejala
preeklamsi pemeriksaan harus dilakukan dengan lebih sering.
2.
DJJ dicatat setiap !/2 jam dalam kala I dan lebih sering dalam kala II
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Inersia Uteri
1. Untuk mengurangi rasa sakit, berikan obat-obatan anti sakit dan penenang
(sedative analgesik) seperti morfin, petidin dan valium.
2. Apabila persalinan sudah berlangsung lama dan berlarut-larut, selesaikanlah
partus menggunakan hasil pemeriksaan dan hasil evaluasi, dengan ekstraksi
vakum, forssep dan SC. (Hanifah Winkjosastro, 2005)
nifas
E.
PENGKAJIAN
1.
Data demografi
2.
3.
Riwayat partus
4.
Pemeriksaan TTV
Tekanan darah (TD) diukur setiap empat jam, atau apabila ada gejala preeklamsi
pemeriksaan harus dilakukan dengan lebih sering.
5.
6.
7.
DJJ dicatat setiap !/2 jam dalam kala I dan lebih sering
dalam kala II
8.
9.
Indikasikan
tindakan
pembedahan
dengan
nercosis
apabila diperlukan.
10.
F.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.
2.
Resiko
Infeksi
berhubungan
dngan
partus
presipitatus
3.
4.
5.
Diagnosa Keperawatan
Tujuan dan KH
Itervensi
O
1.
Nyeri
berhubungan
Setelah
dilakukan
perawatan,
nyeri
uterus
menghilang
1.
TTV normal (ibu): RR:
60-100
ntisi
pree
empat jam
dilak
x/menit,
36,5o-37o
ang
2.
1.
3.
akan
kead
140 x/menit
men
dan tenang
2.
Klien
menanyakan
wajah
antu
4.
tent
men
tidak
as
menunjukkan nyeri
situa
5.
mem
Kaji
stress
/perasaan
psikologis
dan
klien
ketid
respon
synd
2.
Resiko
Infeksi Infeksi
berhubungan
dngan setelah
partus presipitatus
dapat
nyer
dicegah 1.
dilakukan Catat/ ukur ttv tiap 24 jam
Suhu
tindakan perawatan
Criteria hasil:
1.
kara
2.
Lakukan
perawatan
Untuk m
Mempertahankan
suhu 3.
normal (36,5-370c )
2.
Tetapka
prosedur/kebijakan aseptic
Tidak
menunjukkan 4.
tanda
diran
Identifikasi gangguan
infeksi
(kemerahan, panas,
terjadi
infek
Kontam
fungsi laesa)
kont
men
steri
sehi
resik
3.
berhubungan
partus
Tujuan:
Meminimalkan
kejadian
1.
Persalin
cedera cerebral
men
kepe
KH:
teng
cuku
1.
Menurunkan
faktor
resiko
yang
teridentifikasi
2.
DJJ
normal
100-140
men
jalan
2.
Kontrak
Perhatikan
frekuensi
kontraksi
men
uterus,
maulage
kepala,
mem
adek
x/menit
kurang
Untuk m
3.
Kaji
DJJ
secara
manual/elektronik
Dokume
infor
4.
klien
pasc
Ansietas
berhubungan Tujuan:
prosedur
penatalaksanaan
1.
Kaji
Ansietas hilang
respon
kejadian
psikologis
dan
pada
Makin
ketersediaan
mak
system pendukung
KH:
2.
1.
Anjurkan
Tampak rileks
pasangan
pera
mengekspresikan
Mengungkapkan
kesadaran
Memban
mengungkapkan
2.
tentang
perasaan ansietas
3.
Melaporkan
klien/
ansietas
dan
perasaannya
untu
3.
Anjurkan
penggunaan
tekhnik
Memban
ansi
4.
Berikan
dukungan
4.
nyer
profesional
Klien da
Mengidentifikasipenyeb
ansi
ab ansietas
5.
Reiko
berduka
berhubungan
dengan
kematian janin
dibia
Tujuan:
Klien tidak terlalu larut
Tingkatkan
hubungan
saling
Memfas
taku
mem
mengungkapkan
perasaan
pada
mem
tidak terburu-buru.
mere
2.
Fasilitasi
proses
berduka
2.
Mempunyai
1.
rencana
untuk kedpannya
pembdahan
3.
Jumlah
oran
bera
bayi
Tentukan
orientasi
orangtua,
dan
dukungan
yang
religius
hubungi
tepat
mereka menginginkan.
bila
Banyak
terga
seba
sela
10. Missed abortion abortus yang embrio atau janinnya meninggal dalam uterus sebelum
umur kehamilan 20 minggu, tetapi hasil konsepsi tertahan dalam uterus selama 8
minggu atau lebih.
Etiologi dan Faktor Risiko
Abortus spontan terjadi dengan sendiri atau yang disebut dengan keguguran.Prosentase
abortus ini 20% dari semuajenis abortus. Sebab-sebab abortus spontan yaitu :
1. Faktor Janin
Perkembangan zigot abnormal. Kondisi ini menyebabkan kelainan pertumbuhan yang
sedemikian rupa sehingga janin tidak mungkin hidup terus. Abortus spontan yang
disebabkan oleh karena kelainan dari ovum berkurang kemungkinannya kalau
kehamilan sudah lebih dari satu bulan, artinya makin muda kehamilan saat terjadinya
abortus makin besar kemungkinan disebabkan oleh kelainan ovum. Beberapa sebab
abortus adalah :
a. Kelainan kromosom
Pada umumnya kelainan kromosom yang terbanyak mempengaruhi terjadinya
aborsi adalah Trisomi dan Monosomi X. Trisomi autosom terjadi pada abortus
trisemester pertama yang disebabkan oleh nondisjuntion atau inversi kromosom.
Sedangkan pada monosomi X (45, X) merupakan kelainan kromosom tersering dan
memungkinkan lahirnya bayi perempuan hidup (sindrom Turner).
b. Mutasi atau faktor poligenik
Dari kelainan janin ini dapat dibedakan dua jenis aborsi, yaitu aborsi aneuploid dan
aborsi euploid. Aborsi aneuploid terjadi karena adanya kelainan kromosom baik
kelainan structural kromosom atau pun komposisi kromosom. Sedangkan pada
abortus euploid, pada umumnyanya tidak diketahuai penyebabnya. Namun faktor
pendukung aborsi mungkin disebabkan oleh : kelainan genetik, faktor ibu, dan
beberapa faktor ayah serta kondisi lingkungan (Williams,2006)
2. Faktor ibu
Berbagai penyakit ibu dapat menimbulkan abortus misalnya :
a. Infeksi yang terdiri dari :
Infeksi akut
o Virus, misalnya cacar, rubella, dan hepatitis.
o Infeksi bakteri, misalnya streptokokus.
o Parasit, misalnya malaria.
Infeksi kronis
o Sifilis, biasanya menyebabkan abortus pada trimester kedua.
o Tuberkulosis paru aktif.
b. Keracunan, misalnya keracunan tembaga, timah, air raksa, dll.
c. Penyakit kronis, misalnya :
hipertensi jarang menyebabkan abortus di bawah 80 minggu,
nephritis
trisemester pertama.
anemia berat
penyakit jantung
toxemia gravidarum yang berat dapat menyebabkan gangguan sirkulasi pada
plasenta
d. Trauma, misalnya laparatomi atau kecelakaan dapat menimbulkan abortus
e. Kelainan alat kandungan hipolansia, tumor uterus, serviks yang pendek, retro flexio
f.
Toxin lingkungan
pada sebagian besar kasus, tidak banyak informasi yang menunjukkan bahan
tertentu di lingkungan sebagai penyebab. Namun terdapat buktibahwa arsen, timbal,
formaldehida, benzena dan etilen oksida dapat menyebabkan abortus (barlow,
1982)
4. Faktor Imunologis
a. Autoimun
b. Alloimun
5. Faktor ayah
Translokasi kromosom pada sperma dapat mnyebabkan abortus. (william,2006)
Patofisiologi
Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala abortus spontan tergantung pada durasi kehamilan. Ibu dapat merasa
sedang mengalami perdarahan menstruasi yang banyak jika abortus terjadi sebelum minggu
ke-6 kehamilan. Abortus yang terjadi antara minggu ke-6 dan minggu ke-12 kehamilan akan
menimbulkan nyeri dan pendarahan. Setelah minggu ke12 abortus biasanya disertai nyeri
berat, seperti nyeri bersalin, karena janin harus dikeluarkan.
1. Gejala abortus yang mengancam adalah adanya bercak darah dan serviks menutup.
2. Gejala abortus tidak dapat dihindari, darah yang keluar cukup banyak dengan mulut
serviks terbuka. Dapat terdapat jaringan di dalam darah.
3. Gejala pada abortus komplet, semua bagian janin sudah keluar, serviks menutup, dan
mungkin masih ada sedikit pendarahan.
4. Gejala yang timbul pada abortus sepsis atau atau terinfeksi, ialah demam dan nyeri
tekan pervaginam ringan sampai berat dan dan biasanya malodorus.
5. Missed abortion, adalah suatu kehamilan dimana janin telah mati tetapi tidak
menimbulkan abortus spontan. Biasanya didiagnosis ketika ukuran rahim mengecil dari
ukuran yang seharusnya untuk usia kehamilan. Mungkin tidak ada pendarahan atau
sakit dan serviks tertutup
Pemeriksaan Diagnostik
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Indikator kehamilan
Kondisi janin/cavum ut
Positif
terdapat janin/sisa
janin
Kadar Hematocrit/Ht Status Hemodinamika
Penurunan (< 35 mg%)
Kadar Hemoglobin
Status Hemodinamika
Penurunan (< 10 mg%)
Kadar SDP
Resiko Infeksi
Meningkat(>10.000 U/dl)
Kultur
Kuman spesifik
Ditemukan kuman
Penatalaksanaan
Berbagai tipe abortus spontan dan penatalaksanaan umum
1. Abortus mengancam
Tirah baring, sedasi, dan menghindari stress serta orgasme adalah tindakan yang
direkomendasikan. Pengobatan selanjutnya akan bergantung pada respon wanita
terhadap pengobatan
2. Abortus tidak dapat dihindari dan tidak komplet
Terminasi kehamilan segera dilakukan, biasanya dengan kuret dan dilatasi.
3. Missed abortion
Jika evakuasi spontan tidak dapat terjadi dalam satu bulan, kehamilan diterminasi
dengan cara yag sesuai dengan usia kehamilan. Faktor-faktor pembekuan darah
dipantau sampai
disertai pendarahan yang tidak bisa dikendalikan pada kasus kematian janinsetelah
minggu ke-12 jika produk konsepsi tertahan dari lima minggu.
4. Sepsis abortion
Terminasi kehamilan segera dengan metode yang sesuai untuk usia kehamilan.
Pemeriksaan biakan dan sensitivitas serviks dilakukan dan terapi antibiotik spectrum
luas dimulai. Pengobatan septic syok dimulai jika perlu.
Teknik aborsi dibedakan menjadi dua jenis yaitu:
1. Teknik bedah
a. Kuretose / dilatasi : Kurotase ( kerokan ) adalah cara menimbulkan hasil konsepsi
memakai alat kuretase (sendok kerokan) sebelum melakukan kuratase, penolong
harus melakukan pemeriksaan dalam untuk menentukan letak uterus, keadaan
serviks. Mengan isi uterus dengan mengerok isinya disebut kuretase tajam
sedangang mengosongkan uterus dengan vakum disebut kuretase isap .
b. Aspirasi haid : Aspirasi rongga endometrium menggunakan sebuah kanula karman
5 atau 6 mm fleksibel dan tabung suntik, dalam 1 sampai 3 minggu setelah
keterlambatan haid disebut juga induksi haid, haid instan dan mini abortus.
c. Laporotomi : Pada beberapa kasus, histerotomi atau histerektomi abdomen untuk
abortus lebih disukai daripada kuretase atau induksi medis. Apabila ada penyakit
yang cukup significanpada uterus, histerektomi mungkin merupakan terpa ideal.
2. Teknik medis
a. Oksitosin
b. Prostaglandin
c. Urea hiperosomik
d. Larutan hiperostomik intraamnion.
PROSES KEPERAWATAN
Pengkajan
1. Data subjektif
a. Biodata: mengkaji identitas klien dan penanggung yang meliputi; nama, umur,
agama, suku bangsa, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, perkawinan ke- ,
lamanya perkawinan dan alamat
b. Keluhan utama: pada pasien dengan abortus, kemungkinan pasien akan datang
dengan keluhan utama perdarahan pervagina disertai dengan keluarnya bekuan
darah atau jaringan, rasa nyeri atau kram pada perut. Pasien juga mungkin
mengeluhkan terasa ada tekanan pada punggung, mengatakan bahwa hasil test
kencing positif hamil, merasa lelah dan lemas serta mengeluh sedih karena
kehilangan kehamilannya.
c. Riwayat kesehatan, yang terdiri atas:
Riwayat kesehatan sekarang yaitu keluhan sampai saat klien pergi ke Rumah
Sakit atau pada saat pengkajian seperti perdarahan pervaginam di luar siklus
haid, pembesaran uterus lebih besar dari usia kehamilan.
Riwayat kesehatan masa lalu
d. Riwayat pembedahan: Kaji adanya pembedahan yang pernah dialami oleh klien,
jenis pembedahan , kapan , oleh siapa dan di mana tindakan tersebut berlangsung.
e. Riwayat penyakit yang pernah dialami: Kaji adanya penyakit yang pernah dialami
oleh klien misalnya DM, jantung, hipertensi , masalah ginekologi/urinary, penyakit
f.
dari dalam kandungan hingga saat ini, bagaimana keadaan kesehatan anaknya.
Riwayat seksual: Kaji mengenai aktivitas seksual klien, jenis kontrasepsi yang
j.
dan BAK), istirahat tidur, hygiene, ketergantungan, baik sebelum dan saat sakit.
Data psikososial:
Kaji orang terdekat dengan klien, bagaimana pola komunikasi dalam keluarga,
hal yang menjadi beban pikiran klien dan mekanisme koping yang digunakan.
Status sosio-ekonomi : Kaji masalah finansial klien
Data spiritual: Kaji tentang keyakinan klien terhadap Tuhan YME, dan kegiatan
keagamaan yang biasa dilakukan.
2. Data Objektif
a. Sirkulasi: pada pasien abortus terdapat perdarahan pervaginam yang banyak
sehingga dapat menimbulkan syok, pasien tampak pucat, akral dingin, tekanan
darah mungkin menurun, nadi teraba cepat dan kecil, pasien tampak meringis atau
kesakitan karena nyeri.
b. Breathing : Kaji pola nafas apakah bernafas spontan/tidak, nafas cepat/lambat. Kaji
apakah ada sesak nafas/tidak, gerakan dinding dada simetris/asimetris, pola nafas
ada. Makanan/ cairan: Abdomen lunak dengan tidak ada distensi pada awal.
Neurosensorik: Kerusakan gerakan pada sensori dibawah tindak anestesi spinal
epidural.
g. Nyeri/ kenyamanan: Mungkin mengeluh ketidaknyamanan dari berbagai sumber:
misal nyeri penyerta, distensi kandung kemih/ abdomen, efek-efek anestesi: mulut
mungkin kering.
h. Keamanan: Jalur parenteral bila digunakan resiko terkena infeksi karena
pemasangan infus dan nyeri tekan.
i. Seksualitas: Fundus kontraksi kuat dan terletak di umbilikus.
3. Pemeriksaan fisik, meliputi:
a. Inspeksi
Hal yang diinspeksi antara lain:
Mengobservasi kulit terhadap warna, perubahan warna, laserasi, lesi terhadap
drainase, pola pernafasan terhadap kedalaman dan kesimetrisan, bahasa tubuh,
pergerakan dan postur, penggunaan ekstremitas, adanya keterbatasan fisik, dan
seterusnya.
b. Palpasi
Sentuhan:
merasakan
suatu
pembengkakan,
mencatat
suhu,
derajat
abnormal.
c. Perkusi adalah melakukan ketukan langsung atau tidak langsung pada permukaan
tubuh tertentu untuk memastikan informasi tentang organ atau jaringan yang ada
dibawahnya.
Menggunakan jari: ketuk lutut dan dada dan dengarkan bunyi yang menunjukkan
Intervensi :
a. Monitor tingkat kemampuan klien untuk beraktivitas
R : Mungkin klien tidak mengalami perubahan berarti, tetapi perdarahan masif perlu
diwaspadai untuk menccegah kondisi klien lebih buruk
b. Kaji pengaruh aktivitas terhadap kondisi uterus/kandungan
R : Aktivitas merangsang peningkatan vaskularisasi dan pulsasi organ reproduksi
c. Bantu klien untuk memenuhi kebutuhan aktivitas sehari-hari
R : Mengistiratkan klilen secara optimal
d.
Kriteria hasil :
-
Intervensi :
a.
b.
c.
d.
3.
Risiko Infeksi
Tujuan
Kriteria Hasil :
-
Intervensi :
a.
b.
c.
d.
e.
f.
Anjurkan pada suami untuk tidak melakukan hubungan senggama se;ama masa
perdarahan
R : Pengertian pada keluarga sangat penting artinya untuk kebaikan ibu; senggama
dalam kondisi perdarahan dapat memperburuk kondisi system reproduksi ibu dan
sekaligus meningkatkan resiko infeksi pada pasangan.
4.
Risiko Syok
Tujuan : Dalam waktu 1x24 jam pasien menunjukkan keseimbangan cairan
Kriteria hasil :
- Pasien menunjukkan keseimbangan cairan
- Keseimbangan elektrolit dan asam basa
- Hidrasi adekuat
- Tidak ada pendarahan massif
Intervensi dan rasional:
1.
3.
FETAL COMPROMISE
A. Pengertian Fetal Compromise
- Fetal Distress/ Fetal Compromise (Gawat janin) adalah gangguan pada janin dapat
terjadi pada masa antepartum atau intrapartum. Kegawatan janin antepartum
menjadi nyata dalam bentuk etardasi pertumbuhan intrauterin. Hipoksia janin
peningkatan tahanan vaskular pada pembuluh darah janin. (Nelson, Ilmu Kesehatan
-
Anak)
Fetal Distress/ Fetal Compromise (Gawat janin) terjadi bila janin tidak menerima
Pada setiap diagnosa gawat janin atau asfiksia, sebaiknya di buktikan kelumpuhan otak
(cerebral palsy) berkaitan dengan kejadian akut intrapartum, harus memenuhi kriteria :
1.
2.
3.
4.
janin. Tanpa oksigen yang adekuat, denyut jantung janin kehilangan variabilitas
dasarnya dan menunjukkan deselerasi (perlambatan) lanjut pada kontraksi uterus. Bila
hipoksia menetap, glikolisis (pemecahan glukosa) anaerob menghasilkan asam laktat
dengan pH janin yang menurun. ( Dr. Sutrisno dan Dr. I. Edward Kurnia S.L )
Fetal Distress adalah bradikardia janin persisten yang bila tidak diperbaiki akan
menimbulkan dekompresi respon fisiologis dan menyebabkan kerusakan permanen
SSP dan organ lain serta kematian.
Fetal distress merupakan asfiksia janin yang progresif yang dapat
menimbulkan berbagai dampak seperti dekompresi dan gangguan sistem saraf pusat
serta kematian.
B. Etiologi
Faktor Ibu :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Faktor Uteroplasental :
1. Kontraksi uterus seperti hiperstimulas dan solusio plasenta
2. Disfungsi uteroplasental
infark plasental
korioamnionitis
disfungsi plasental ditandai oleh IUGR, oligohidramnion
Faktor Janin :
1.
2.
C. PATOFISIOLOGI
Ada beberapa proses atau tahapan terjadinya peristiwa Fetal Distress, antara lain :
1.
2.
perubahan
struktur
plasenta.
Plasenta
pada
kehamilan
postterm
indikasi.
Rencana
kelahiran
(pervaginam
atau
perabdominam)
didasarkan pada faktor-faktor etiologi, kondisi janin, riwayat obstetric pasien dan
jalannya persalinan.
Penatalaksanaan Khusus:
1. Posisikan ibu dalam keadaan miring sebagai usaha untuk membebaskan kompresi
aortokaval dan memperbaiki aliran darah balik, curah jantung dan aliran darah
uteroplasenter. Perubahan dalam posisi juga dapat membebaskan kompresi tali
pusat.
2. Oksigen diberikan melalui masker muka 6 liter permenit sebagai usaha untuk
meningkatkan pergantian oksigen fetomaternal.
3. Oksigen dihentikan, karena kontraksi uterus akan mengganggu curahan darah ke
ruang intervilli.
4. Hipotensi dikoreksi dengan infus intravena dekstrose 5 % dalam larutan laktat.
Transfusi darah dapat di indikasikan pada syok hemoragik.
5. Pemeriksaan pervaginam menyingkirkan prolaps tali pusat dan menentukan
perjalanan persalinan.
6. Pengisapan mekonium dari jalan napas bayi baru lahir mengurangi risiko aspirasi
mekoneum. Segera setelah kepala bayi lahir, hidung dan mulut dibersihkan dari
mekoneum dengan kateter pengisap. Segera setelah kelahiran, pita suara harus
dilihat dengan laringoskopi langsung sebagai usaha untuk menyingkirkan mekoneum
dengan pipa endotrakeal.
F. Pengelolaan Antepartum
Dalam
pengelolan
antepartum
diperhatikan
tentang
umur
kehamilan.
umur kehamilan. Tetapi untuk menentukan volume cairan amnion (AFI), ukuran janin,
malformasi janin dan tingkat kematangan plasenta.
Untuk menilai kesejahteraan janin dimulai dari umur kehamilan 40 minggu
dengan pemeriksaan Non Stess Test (NST). Pemeriksaan ini untuk menditeksi
terjadinya
insufisiensi
plasenta
tetapi
tidak
adekuat
untuk
mendiagnosis
PRE-EKLAMSIA
1. PENGERTIAN PRE-EKLAMPSIA
a. Manuaba, 1998
Preeklampsia (toksemia gravidarum) adalah tekanan darah tinggi yang disertai
dengan proteinuria (protein dalam air kemih) atau edema (penimbunan cairan),
yang terjadi pada kehamilan 20 minggu sampai akhir minggu pertama setelah
persalinan.
b. Rustam Muctar, 1998
Preeklampsia adalah sekumpulan gejala yang timbul pada wanita hamil, bersalin
dan nifas yang terdiri dari hipertensi, edema dan protein uria tetapi tidak
menunjukkan tanda-tanda kelainan vaskuler atau hipertensi sebelumnya,
sedangkan gejalanya biasanya muncul setelah kehamilan berumur 28 minggu
atau lebih.
c. Mansjoer, 2000
Preeklampsia adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan edema akibat
kehamilan setelah usia kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan.
d. kamus saku kedokteran Dorland
Preeklampsia adalah toksemia pada kehamilan lanjut yang ditandai oleh
hipertensi, edema, dan proteinuria (kamus saku kedokteran Dorland ).
2. ETIOLOGI PRE-EKLAMPSIA
mola hidatidosa.
Bertambahnya frekuensi yang makin tuanya kehamilan.
Dapat terjadinya perbaikan keadaan penderita dengan kematian janin dalam
uterus.
Timbulnya hipertensi, edema, proteinuria, kejang dan koma.
Beberapa teori yang mengatakan bahwa perkiraan etiologi dari kelainan tersebut
sehingga kelainan ini sering dikenal sebagai the diseases of theory. Adapun
teori-teori tersebut antara lain :
Beberapa studi juga mendapatkan adanya aktivasi system komplemen pada pre
eklampsi/eklampsia.
Edema
Hipertensi
Proteinuria
4. KLASIFIKASI PRE-EKLAMPSIA
Dibagi menjadi 2 golongan, yaitu sebagai berikut :
a. Preeklampsia Ringan, bila disertai keadaan sebagai berikut:
Tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih yang diukur pada posisi berbaring
terlentang; atau kenaikan diastolik 15 mmHg atau lebih; atau kenaikan
sistolik 30 mmHg atau lebih .Cara pengukuran sekurang-kurangnya pada 2
kali pemeriksaan dengan jarak periksa 1 jam, sebaiknya 6 jam.
Edema umum, kaki, jari tangan, dan muka; atau kenaikan berat 1 kg atau
lebih per minggu.
Proteinuria kwantatif 0,3 gr atau lebih per liter; kwalitatif 1 + atau 2 + pada
urin kateter atau midstream.
b. Preeklampsia Berat
5. PATOFISIOLOGI PRE-EKLAMPSIA
Etiologi dan patogenesis preeklampsia sampai saat ini belum dapat diketahui
dengan pasti, penyakit ini disebut Disease of Theory (Chesley, 1978) . Preeklampsia
merupakan salah satu penyulit kehamilan yang belum diketahui dengan pasti
penyebabnya. Sampai saat ini ada beberapa teori yang mendukung terjadinya
preeklampsia antara lain:
Faktor Iskemia Plasenta
Menurut Smasaron dan Sargent pada preeklampsia terjadi perubahan pada
plasenta. Tahap pertama adalah proses yang mempengaruhi arteri spiralis, yang
menyebabkan kurangnya suplai darah ke plasenta. Tahap kedua terjadi efek
Density
yaitu, VLDL, LDL(Low Density Lipoprotein) dan HDL (High Density Lipoprotein).
Pada preeklampsia, asam lemak bebas (Free Fatty Acid=FFA) meningkat
sebelum timbul gejala klinis, sehigga rasio FFA/albumin menjadi lebih tinggi
dengan
peningkatan
aktivitas
lipolitik
yang
mengakibatkan
percepatan
Molahidatidosa
Diabetes melitus
Kehamilan ganda
Hidrops fetalis
Obesitas
dari 35 tahun dan usia remaja. Faktor resiko lain yang memicu pre-eklampsia yaitu :
7. PEMERIKSAAN PRE-EKLAMPSIA
a. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan darah lengkap dengan hapusan darah
- Penurunan hemoglobin ( nilai rujukan atau kadar normal hemoglobin
u/ml )
u/l )
b. Radiologi
Ultrasonografi
Ditemukan retardasi pertumbuhan janin intra uterus. Pernafasan intrauterus
lambat, aktivitas janin lambat, dan volume cairan ketuban sedikit.
Kardiotografi
Diketahui denyut jantung janin lemah.
8. PENATALAKSANAAN PRE-EKLAMPSIA
Tujuan utama penanganan adalah :
-
a. Pre-eklamsi ringan
Pengobatan hanya bersifat simtomatis dan selain rawat inap, maka penderita
dapat dirawat jalan dengan skema periksa ulang yang lebih sering, misalnya 2
kali seminggu. Penanganan pada penderita rawat jalan atau rawat inap adalah
dengan istirahat ditempat, diit rendah garam, dan berikan obat-obatan seperti
valium tablet 5 mg dosis 3 kali sehari atau fenobarbital tablet 30 mg dengan
dosis 3 kali 1 sehari. Diuretika dan obat antihipertensi tidak dianjurkan, karena
obat ini tidak begitu bermanfaat, bahkan bisa menutupi tanda dan gejala preeklampsi berat. Bila gejala masih menetap, penderita tetap dirawat inap.Monitor
keadaan janin : kadar estriol urin, lakukan aminoskopi, dan ultrasografi, dan
sebagainya.Bila keadaan mengizinkan, barulah dilakukan induksi partus pada
usia kehamilan minggu 37 ke atas.
b. Pre-eklamsia berat
Pre-eklamsia berat pada kehamilan kurang dari 37 minggu
Jika janin belum menunjukan tanda-tanda maturitas paru-paru dengan
uji kocok dan rasio L/S, maka penanganannya adalah sebagai berikut :
Berikan suntikan sulfas magnesikus dengan dosis 8 gr intramusuler
kemudian disusul dengan injeksi tambahan 4 gr intramuskuler
keadaan.
Jika pada pemeriksaan telah dijumpai tanda-tanda kematangan paru
janin, maka penatalaksanaan kasus sama seperti pada kehamilan diatas
37 minggu
Pre-eklamsi berat pada kehamilan diatas 37 minggu
Penderita dirawat inap
Istirahat mutlak dan ditempatkan dalam kamar isolasi
Berikan diit rendah garam dan tinggi protein
Berikan suntikan sulfas magnesikus 8 gr intramuskuler, 4 gr di
cc
Infus dekstrosa 5 % dan Ringer laktat
Berikan obat anti hipertensi : injeksi katapres 1 ampul i.m. dan
selanjutnya dapat diberikan tablet katapres 3 kali tablet atau 2 kali
tablet sehari
Diuretika tidak diberikan, kecuali bila terdapat edema umum, edema
paru dan kegagalan jantung kongerstif.Untuk itu dapat disuntikan 1
ampul intravena Lasix.
dilarang mengedan
Jangan diberikan methergin postpartum, kecuali bila terjadi perdarahan
9. KOMPLIKASI PRE-EKLAMPSIA
Tergantung pada derajat preeklampsi yang dialami. Namun yang termasuk
komplikasi antara lain:
Pada Ibu
Eklampsia
Solusio plasenta
Ablasio retina
Prematur
Asfiksia neonatorum
tahun
Riwayat kesehatan ibu sekarang : terjadi peningkatan tensi, edema,
serta
riwayat
kehamilan
dengan
preeklampsia
atau
eklampsia sebelumnya
Pola nutrisi : jenis makanan yang dikonsumsi baik makanan pokok
maupun selingan
Psiko sosial spiritual : Emosi yang tidak stabil dapat menyebabkan
kecemasan, oleh karenanya perlu kesiapan moril untuk menghadapi
resikonya
2. Data Obyektif :
Inspeksi : edema yang tidak hilang dalam kurun waktu 24 jam
Palpasi : untuk mengetahui TFU, letak janin, lokasi edema
Auskultasi : mendengarkan DJJ untuk mengetahui adanya fetal distress
Perkusi : untuk mengetahui refleks patella sebagai syarat pemberian SM
( jika refleks + )
Pemeriksaan penunjang ;
Tanda vital yang diukur dalam posisi terbaring atau tidur, diukur 2 kali
pada otak
USG ; untuk mengetahui keadaan janin
NST : untuk mengetahui kesejahteraan janin
b. Masalah Keperawatan
1. Resiko tinggi terjadinya kejang pada ibu berhubungan dengan penurunan
fungsi organ ( vasospasme dan peningkatan tekanan darah )
DEFINISI
Ketuban pecah dini atau premature rupture of the membrane (PROM) adalah pecahnya
ketuban sebelum persalinan; yaitu bila pembukaan pada primipara kurang dari 3 cm dan
pada multipara kurang dari 5 cm (Mochtar, 1998). Sumber lain menyebutkan bahwa KPD
adalah kulit ketuban yang pecah sebelum persalinan berlangsung (Wuryatno, 2007).
Sedangkan menurut Manoe, Rauf dan Usmany (1999), ketuban pecah dini adalah pecahnya
selaput ketuban pada setiap saat sebelum permulaan persalinan tanpa memandang apakah
pecahnya selaput ketuban terjadi pada kehamilan 24 minggu atau 44 minggu.
Mochtar (1998) menyatakan bahwa untuk menentukan KPD ialah dengan cara-cara berikut:
a. Memeriksa adanya cairan mekoneum, verniks kaseosa, rambut lanugo, atau bila telah
terinfeksi berbau.
b. Inspekulo: lihat dan perhatikan apakah memang air ketuban keluar dari kanalis servisis
dan apakah ada bagian yang sudah pecah.
c. Gunakan kertas lakmus (litmus): Bila menjadi biru (basa)-air ketuban. Bila menjadi
merah (asam)-air kemih (urin).
d. Pemeriksaan pH forniks posterior pada KPD pH adalah basa (air ketuban).
e. Pemeriksaan histopatologi air ketuban.
f. Aborization dan sitologi air ketuban
ekonomi rendah banyak terlibat dengan pekerjaan fisik yang lebih berat.
Riwayat KPD sebelumnya : Riwayat KPD sebelumnya berisiko
2-4 kali mengalami KPD kembali. Patogenesis terjadinya KPD secara singkat ialah
akibat adanya penurunan kandungan kolagen dalam membran sehingga memicu
terjadinya KPD aterm dan KPD preterm terutama pada pasien risiko tinggi. Wanita yang
mengalami KPD pada kehamilan atau menjelang persalinan maka pada kehamilan
berikutnya akan lebih berisiko mengalaminya kembali antara 3-4 kali dari pada wanita
yang tidak mengalami KPD sebelumnya, karena komposisi membran yang menjadi
mudah rapuh dan kandungan kolagen yang semakin menurun pada kehamilan
berikutnya.
Kehamilan kembar : Wanita dengan kehamilan kembar berisiko
tinggi mengalami KPD. Hal ini biasanya disebabkan oleh peningkatan massa plasenta
dan produksi hormon yang dapat memungkinkan ketegangan rahim meningkat sehingga
sewaktu-waktu selaput ketuban dapat pecah secara tiba-tiba yang dapat diidentifikasi
sebagai KPD
TANDA GEJALA
Tanda yang terjadi adalah keluarnya cairan ketuban merembes melalui vagina, aroma air
ketuban berbau amis dan tidak berbau berbau amoniak, cairan tersebut masih merembes
atau menetes, cairan ini tidak akan berhenti atau kering karena terus diproduksi sampai
kelahiran tetapi bila duduk atau berdiri kepala janin yang sudah terletak dibawah biasanya
mengganjal atau menyumbat kebocoran untuk sementara. Demam, bercak vagina yang
banyak, nyeri perut, denyut jantung janin bertambah cepat merupakan tanda-tanda infeksi
yang terjadi.
KOMPLIKASI
Komplikasi paling sering terjadi pada KPD sebelum usia kehamilan 37 minggu adalah
sindrom distress pernafasan yang terjadi pada 10-40 % bayi baru lahir. Resiko infeksi
meningkat pada kejadian KPD. Semua ibu hamil dengan KPD prematur sebaiknya dievaluasi
untuk kemungkinan terjadinya korioamnionitis (radang pada korion dan amnion). Selain itu
kejadian prolaps atau keluarnya tali pusat dapat terjadi pada KPD. Resiko kecacatan dan
kematian janin meningkat pada KPD preterm. Hipoplasia paru merupakan komplikasi fatal
yang terjadi pada KPD preterm. Kejadian mencapai hampir 100 % apabila KPD preterm ini
terjadi pada usia kehamilan kurang dari 23 minggu.
Pengaruh KPD Pada Ibu dan Janin.
a. Pengaruh pada janin
Pecahnya selaput sebelum aterm merupakan penyebab morbiditas dan
mortalitas perinatal. Mortalitas pada bayi preterm adalah 30 %. Pecahnya selaput
ketuban menyebabkan terbukanya hubungan intra uterine dengan ekstra uterine,
dengan demikian mikroorganisme dengan mudah masuk dan menimbulkan infeksi intra
partum. Apabila ibu sering diperiksa dalam, infeksi puerpuralis, peritonitis dan sepsis.
KPD menyebabkan hubungan langsung antara dunia luar dan ruangan dalam
rahim, sehingga memudahkan terjadinya infeksi asenden. Makin lama periode laten
makin besar kemungkinan infeksi dalam rahim, persalinan prematuritas dan selanjutnya
meningkatkan kejadian kesakitan dan kematian janin dalam rahim
KPD pada kondisi kepala janin belum masuk panggul mengikuti aliran air
ketuban akan terjepit antara kepala dan dinding panggul, keadaan sangat berbahaya
bagi janin. Dalam waktu singkat janin akan mengalami hipoksia hingga kematian janin
dalam kandungan (IUFD). Pada kondisi ini biasanya kehamilan segera di diterminasi.
Bayi yang dilahirkan jauh sebelum aterm merupakan calon untuk terjadinya Respiratori
distress sindroma (RDS). Hipoksia dan asidosis berat yang terjadi sebagai akibat
pertukaran oksigen dan karbon dioksida.
b. Pengaruh pada ibu
Beberapa
penelitian
telah
dilaporkan
adanya
peningkatan
kejadian
korioamnionitis pada KPD berkisar 10-40 %. Karioamnionitis terjadi lebih sering pada
wanita dengan KPD preterm dibandingkan KPD aterm (26% preterm berbanding 6,7%
aterm). KPD yang diakhiri dengan persalinan spontan sering terjadi partus lama, antonia
uteri dan perdarahan post partum. Pada ibu yang menjalani terapi konservatif sering
merasa lelah dan bosan berbaring di tempat tidur, gangguan emosi berupa kecemasan
dan kesedihan. Informasi dan dukungan dari petugas kesehatan, keluarga terutama
suami akan sangat membantu ibu menjaga kestabilan emosinya.