1. Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Perbedaan, pro dan kontra, selalu akan muncul dalam dinamika
kehidupan. Jangankan yang berasal manusia, yang berasal dari yang
Maha Benar pun, Allah azza wa jalla, menimbulkan pro dan kontra.
Dari hasil perkiraan perhitungan penduduk dunia berdasarkan agama,
manusia di dunia ini yang bersepakat bahwa Allah itu Tuhan mereka
(Islam) hanya 22% dari 6.879.200.000 penduduk dunia.
Oleh karena itu, perbedaan adalah sesuatu yang niscaya bagi kita,
tidak bisa kita menghindari perbedaan. Allah berfirman:
Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat
(saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya
kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada
Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu
apa yang telah kamu perselisihkan itu (QS 5:48)
Perbedaan pendapat, dalam koridor keilmuan merupakan rahmat
bagi kita, perbedaan itu akan memperkaya pengetahuan kita, dan ini
telah dibuktikan oleh ulama-ulama besar dahulu seperti para imam
syariah Hanafi, Maliki, Syafii dan Hambali, semoga Allah merahmati
mereka. Namun, yang kita sayangkan adalah perdebatan itu kadangkadang kita melupakan ajaran Allah yang lain, yaitu kasih sayang,
tidak jarang kita lihat kata-kata kotor meluncur begitu saja, cacian,
hujatan bahkan pengkafiran begitu mudah kita dengar. Kalau kita lihat
mereka yang berdebat dengan mengabaikan akhlakul karimah biasanya
dari kalangan yang tidak kita kenal kapabilitasnya dalam ilmu, namun
begitu, celakanya, ada juga diantara mereka yang berdebat tanpa
mengindahkan etika justeru dari kalangan yang kita kenal berilmu.
Betapa banyak kita menemukan perbedaan pendapat, dari kalangan
ulama sampai kalangan awam, perbedaan, pertentangan begitu riuh
1 | Page
BAB II
2. Pembahasan
2.1 Pengertian Ikhtilaf/Khilafiyah
Khilaf dan ikhtilaf secara harfiyah (literally) berarti perbedaan,
perselisihan, dan pertentangan.1 Khilafiyah berarti masalah-masalah
fiqh yang diperselisihkan, dipertentangkan, diperdebatkan status
hukumnya di kalangan ulama atau fuqaha` akibat dari pemahaman dan
penafsiran mereka terhadap nash yang masih zhanni dilalahnya
3 | Page
4 | Page
5 | Page
(http://alitrigiyatno.wordpress.com/2012/06/15/adab-menyikapi-khilafiyah/)
2.2 Permasalahan Ikhtilaf/Khilafiyah
Oleh al-Ustadz Fariq bin Gasim Anuz Hafizhhullh
Perlu diketahui bahwa yang penyusun maksud dengan ikhtilaf di
sini adalah ikhtilaf tadhadh, yaitu perbedaan pendapat yang saling
menafikan (bertentangan). Di dalam khtilaf seperti ini yang benar
hanya satu.
Ada juga macam ikhtilaf yang lain, yaitu ikhtilaf tanawwu. Di dalam
ikhtilaf tanawwu semua pendapat benar, seperti :
[1]. Dua perkara atau perbuatan yang disyariatkan, seperti macammacam doa iftitah, bacaan sujud dan lainnya. Untuk bentuk seperti ini
kadang-kadang salah satunya ada yang lebih utama.
[2]. Dua lafazh yang berbeda tetapi mempunyai makna yang sama atau
mendekati contoh surat Al-Fatihah disebut juga dengan Ummul Kitab,
aqiqah sama dengan nasikah. Kata qadha dalam firman Allah :
Dan Rbbmu telah qadh supaya kamu jangan menyembah selain
Dia [Al-Isra : 23]
-Ibnu Abbas berkata qadha berarti memerintahkan.
-Mujahid mengatakan mewasiatkan.
-Rabi bin Anas mengatakan mewajibkan.
-Kata-kata memerintahkan, mewasiatkan dan mewajibkan
mempunyai makna yang hampir sama.
[3]. Dua lafazh dengan makna berbeda, tetapi tidak saling menafikan
bahkan saling melengkapi atau mencakup semua di dalamnya. Contoh
kata an-naiim dalam firman Allah.
Kemudian kamu pasti akan ditanyai pada hari itu tentang kenikmatan
(yang kamu megah-megahkan di dunia itu) [At-Takatsur : 8]
6 | Page
Dan taatlah kalian kepada Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kalian
bebantah-bantah yang menyebabkan kalian menjadi gentar dan hilang
kekuatanmu dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang
yang sabar [Al-Anfal : 46]
Begitu pula Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam amat membenci
perselisihan. Apabila beliau mendengar ada di antara sahabatnya yang
berselisih, maka beliau marah dan segera menyelesaikannya sehingga
mereka kembali sadar akan kekeliruannya, lalu berdamai dan bersatu
dalam kebenaran.
2 Iqtida As-Shirat Al-Mustaqim, Ibnu Taimiyah rahimahullah juz I hal.
132-137, terdapat penjelasan mengenai Ikhtilaf tadladl dan ikhtilaf
tanawwu
7 | Page
8 | Page
9 | Page
7 Raful Malam An-Aimmatil Alam, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah
rahimahullah
8 Ilmu Ushulil Bida, hal. 209-210
10 | P a g e
11 | P a g e
Demikian juga ikhtilaf nya ahlul ahwa (pengikut hawa nafsu) dan ahlul
bidah dalam hal-hal yang mereka perselisihkan.
Allah berfirman:
Artinya : Sesungguhnya orang-orang yang memecah belah agamanya
dan mereka (terpecah) menjadi beberapa golongan, tidak ada
sedikitpun tanggung jawabmu terhadap mereka [Al-An'am : 159]
Juga termasuk kedalam ikhtilaf jenis ini adalah ikhtilaf antara dua
kelompok kaum muslim dalam masalah ikhtilaf tanawwu (fariatif) dan
masing-masing mengingkari kebenaran yang dimiliki oleh kelompok
lain.
[b]. Ikhtilaf yang salah satu pihak dicela dan satu lagi dipuji (karena
benar).
Ini disebut dengan ikhtilaf tadhadh (kontradiktif) yaitu salah satu dari
dua pendapat adalah haq dan yang satu lagi adalah bathil. Allah telah
berfirman:
.
Artinya : Akan tetapi mereka berselisih, maka ada diantara mereka
yang beriman dan ada (pula) diantara mereka yang kafir. Seandainya
Allah menghendaki, tidaklah mereka berbunuh-bunuhan [AlBaqarah : 253]
Ini (ayat di atas) adalah pembeda antara al-haq (kebenaran) dengan
kekufuran. Adapun pembeda antara al-haq (kebenaran) dengan bidah
adalah sabda Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam dalam hadits
iftiraq.
Artinya : Kaum Yahudi terpecah menjadi 71 firqah (kelompok), kaum
Nashara menjadi 72 firqah, dan ummat ini akan terpecah menjadi 73
firqah, semuanya (masuk) didalam neraka kecuali satu. Ditanyakan :
Siapakah dia wahai Rasulullah ? Beliau menjawab : orang yang
12 | P a g e
berada diatas jalan seperti jalan saya saat ini beserta para sahabatku
dalam sebagian riwayat : dia adalah jamaah
(Lihat "Silsilah Ash-Shahihah 204 Susunan Syaikh Nashiruddin AlAlbani)
Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam menjelaskan bahwa semua
firqah ini akan binasa, kecuali yang berada diatas manhaj salaf ashshaleh.
Imam Syathibi berkata :
Sabda Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam [illa waahidah] telah
menjelaskan dengan sendirinya bahwa kebenaran itu hanya satu, tidak
berbilang. Seandainya kebenaran itu bermacam-macam, Rasul tidak
akan mengucapkan ; [illa waahidah] dan juga dikarenakan bahwa
ikhtilaf itu di-nafi (ditiadakan) dari syariah secara mutlak, karena
syariah itu adalah hakim antara dua orang yang berikhtilaf.
Berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Taala.
Artinya : Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu,
maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Quran) dan Rasul
(Sunnahnya). [An-Nisaa : 59]
Jenis ikhtilaf inilah yang dicela oleh Al-Quran dan As-Sunnah.
Ikhtilaf yang boleh
Ini juga ada dua macam yaitu :
[a]. Iktilafnya dua orang mujtahid dalam perkara yang diperbolehkan
ijtihad di dalamnya.
Sesungguhnya termasuk rahmat Allah Subhanahu wa Taala kepada
umat ini. Dia menjadikan dien (agama) ummat ini ringan dan tidak
sulit. Dia juga telah mengutus Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa
sallam dengan membawa hanifiyah (agama lurus) yang lapang. Allah
berfirman.
13 | P a g e
Artinya : Dia (Allah) sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam
agama suatu kesempitan [Al-Hajj : 78]
Diantara rahmat ini adalah tidak memberikan beban dosa kepada
seorang mujtahid yang salah bahkan ia mendapatkan pahala karena
kesungguhannya dalam mencari hukum Allah Subhanahu wa Taala.
Allah berfirman.
Artinya : Dan tidak ada dosa atasmu terhadap apa yang kamu salah
padanya [Al-Ahzab : 5]
Dari Amr bin Al-Ash Radhiyallahu anhu, berkata : Rasulullah
Shallallahu alaihi wa sallam bersabda.
Artinya : Apabila ada seorang hakim mengadili maka ia berijtihad,
lalu ia benar (dalam ijtihadnya) maka ia mendapatkan dua pahala,
apabila ia mengadili maka ia berijtihad, lalu ia salah maka ia
mendapatkan satu pahala [Hadits Riwayat Imam Bikhari]
Sebagai penjelas terhadap apa yang telah lewat, saya katakan :
Banyak para ulama yang membagi masalah-masalah agama ini
menjadi Ushul Kulliyah (pokok-pokok yang mendasar serta bersifat
meliputi) dan Furu Juziyah (cabang-cabang yang bersifat parsial),
masalah-masalah. Ushul (pokok) dan masalah-masalah ijtihad 1 baik
dalam masalah ilmiyah ataupun amaliyah.
Pendapat inilah yang ditempuh oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah
Rahimahullah dan Imam Syathibi Rahimahullah. Syaikhul Islam
berkata :
Akan tetapi yang benar, bahwa masalah yang besar (pokok) dari dua
katagori itu adalah masalah ushul, sedangkan rinciannya adalah
masalah furu.
14 | P a g e
15 | P a g e
- dan lain-lainnya.
Syaikhul Islam berkata :
Oleh karenanya para imam sepakat untuk membidahkan orang yang
(pendapatnya) menyelisihi masalah-masalah ushul seperti ini. Berbeda
dengan orang yang (pendapatnya) menyelisihi masalah-masalah
ijtihad, yang peringkatnya belum sampai tingkat ushul dalam
kemutawatiran sunnah mengenainya, seperti perselisihan mereka
berkaitan dengan hukum seorang saksi, sumpah, pembagian (harta
warisan), dalam undian, dan perkara-perkara lain yang tidak sampai
derajat ushul [Majmu' Fatawa IV/425]
Sekalipun demikian, persoalannya tidaklah mutlak begitu yaitu dapat
berijtihad untuk membidahkan siapa saja yang dikehendaki dengan
hujjah ijtihad yang diperbolehkan. Oleh karena itu ada beberapa
ketentuan untuk ijitihad ini, yaitu :
[1] Hendaknya dalam masalah yang di ijtihad-kan, tidak ada dalil yang
qathiyuts tsubut (qathi adanya sebagai dalil) dan qathiyud-dalalah
(qathi penunjukannya/dalalahnya)
Sebab tidak boleh berijtihad dalam menentang nash. Saya buatkan satu
contoh mengenainya dengan firman Allah.
.
Artinya : Tetapi jika ia tidak menemukan (binatang korban atau tidak
mampu), maka wajib berpuasa tiga hari dalam masa haji dan tujuh hari
(lagi) apabila kamu telah pulang kembali. Itulah sepuluh (hari) yang
sempurna [Al-Baqarah : 196].
Ayat ini adalah dalil yang qathiyus-tsubut (qathi adanya/tetapnya
sebagai dalil) karena ia termasuk Al-Quran al-Karim. Dan juga
qathiyud dalalah (qathi penunjukkannya/dalalahnya) tentang
wajibnya puasa sepuluh hari bagi orang yang tidak mendapatkan
16 | P a g e
17 | P a g e
19 | P a g e
20 | P a g e
21 | P a g e
22 | P a g e
23 | P a g e
24 | P a g e
25 | P a g e
27 | P a g e
DAFTAR PUSTAKA
Situs web:
http://abangdani.wordpress.com/2010/08/16/khilafiyah-dan-adab-adabnya/
28 | P a g e
http://alitrigiyatno.wordpress.com/2012/06/15/adab-menyikapi-khilafiyah/
https://www.facebook.com/notes/mutiara-hikmah/sebab-sebab-timbulnyaperbedaan-pendapat-di-kalangan-ulama/481695200567
29 | P a g e