Definisi
Cedera kepala adalah serangkaian kejadian patofisiologik yang terjadi setelah trauma
kepala ,yang dapat melibatkan kulit kepala ,tulang dan jaringan otak atau kombinasinya (Standar
Pelayanan Medis ,RS Dr.Sardjito). Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan
kecacatan utama pada kelompok usia produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu
lintas .(Mansjoer Arif ,dkk ,2000)
Pendahuluan
Cedera kepala adalah cedera yang mengenai kepala dan otak, baik yang terjadi secara
langsung maupun tidak langsung. Tulang tengkorak yang tebal dan keras membantu melindungi
otak. Tetapi meskipun memiliki helm alami, otak sangat peka terhadap berbagai jenis cedera.
Otak bisa terluka meskipun tidak terdapat luka yang menembus tengkorak.
Kerusakan otak bisa terjadi pada titik benturan dan pada sisi yang berlawanan. Cedera
percepatan-perlambatan kadang disebut coup contrecoup (bahasa Perancis untuk hit-counterhit).
Cedera kepala yang berat dapat merobek, meremukkan atau menghancurkan saraf, pembuluh
darah dan jaringan di dalam atau di sekeliling otak. Bisa terjadi kerusakan pada jalur saraf,
perdarahan atau pembengkakan hebat. Perdarahan, pembengkakan dan penimbunan cairan
(edema) memiliki efek yang sama yang ditimbulkan oleh pertumbuhan massa di dalam
tengkorak. Karena tengkorak tidak dapat bertambah luas, maka peningkatan tekanan bisa
merusak atau menghancurkan jaringan otak. Karena posisinya di dalam tengkorak, maka tekanan
cenderung mendorong otak ke bawah. Otak sebelah atas bisa terdorong ke dalam lubang yang
menghubungkan otak dengan batang otak, keadaan ini disebut herniasi.
Sejenis herniasi serupa bisa mendorong otak kecil dan batang otak melalui lubang di dasar
tengkorak (foramen magnum) ke dalam medula spinalis. Herniasi ini bisa berakibat fatal karena
batang otak mengendalikan fungsi vital (denyut jantung dan pernafasan). Cedera kepala yang
tampaknya ringan kadang bisa menyebabkan kerusakan otak yang hebat. Usia lanjut dan orang
yang mengkonsumsi antikoagulan (obat untuk mencegah pembekuan darah), sangat peka
terhadap terjadinya perdarahan disekeliling otak (hematoma subdural).
Anatomi
Otak dilindungi dari cedera oleh rambut, kulit, dan tulang yang membungkusnya.
Tampak perlindungan tersebut, otak yang lembut akan mudah sekali terkena cedera dan
mengalami kerusakan. Dan begitu rusak, neuron tidak dapat diperbaiki lagi. Tepat diatas
tengkorak terletak galea aponeurotika yaitu jaringan fibrosa, padat, dapat digerakan dengan
bebas, yang membantu menyerap kekuatan trauma eksternal. Diantara kulit dan galea terdapat
lapisan lemak dan lapisan membran dalam yang mengandung pembulu-pembuluh darah besar
yang bila robek, sukar mengadakan vasokontriksi sehingga dapat menyebabkan kehilangan darah
bermakna. Tepat dibawah galea terdapat ruang subaponeurotik yang mengandung vena emisaria
dan diploika, pembuluh ini dapat membawa infeksi dari kulit sampai ke dalam tengkorak.
Meningens terdiri dari tiga lapis dari luar ke dalam yaitu dura mater, arakhnoid, dan pia mater.
Dura adalah membran yang liat, semitranlusen, tidak elastis dan melekat erat dengan permukaan dalam
tengkorak.
Fungsinya (1) melindungi otak, (2) menutupi sinus-sinus vena, (3) membentuk
periosteum tabula interna. Bagian tengah dan poterior disuplai oleh a. Meningea media yang
bercabang dari a. Vertebralis dan a. Carotis interna. Arakhnoid adalah membran fibrosa halus dan
elastis, membran ini tidak melakat dengan dura mater, ruangan antara kedua membran disebut
ruang subdural. Vena-vena otak yang melewati ruangan ini hanya mempunyai sedikit jaringan
penyokong sehingga mudah sekali terkena cedera dan robek pada trauma kepala. Diantara
arakhnoid dan pia mater terdapat ruang subarakhnoid yang melebar dan mendalam pada daerah
tertentu dan memungkinkan sirkulasi cairan serebrospinal. Pia mater adalah membran halus yang
memiliki sangat banyak pembuluh darah halus dan merupakan satu-satunya lapisan meningeal
yang masuk ke dalam semua sulkus dan membungkus semua girus.
Patofisiologi
Trauma secara langsung akan menyebabkan cedera yang disebut lesi primer. Lesi primer ini
dapat dijumpai pada kulit dan jaringan subkutan, tulang tengkorak, jaringan otak, saraf otak
maupun pembuluh-pembuluh darah di dalam dan di sekitar otak. Pada tulang tengkorak dapat
terjadi fraktur linier (70% dari fraktur tengkorak), fraktur impresi maupun perforasi. Fraktur
linier pada daerah temporal dapat merobek atau menimbulkan aneurisma pada arteria meningea
media dan cabang-cabangnya; pada dasar tengkorak dapat merobek atau menimbulkan
aneurisma a. karotis interna dan terjadi perdarahan lewat hidung, mulut dan telinga. Fraktur yang
mengenai lamina kribriform dan daerah telinga tengah dapat menimbulkan rinoroe dan otoroe
(keluarnya cairan serebro spinal lewat hidung atau telinga.
Fraktur impresi dapat menyebabkan peningkatan volume dalam tengkorak, hingga
menimbulkan herniasi batang otak lewat foramen magnum. Juga secara langsung menyebabkan
kerusakan pada meningen dan jaringan otak di bawahnya akibat penekanan. Pada jaringan otak
akan terdapat kerusakan-kerusakan yang hemoragik pada daerah coup dan countre coup.
Kontusio yang berat di daerah frontal dan temporal sering kali disertai adanya perdarahan
subdural dan intra serebral yang akut. Tekanan dan trauma pada kepala akan menjalar lewat
batang otak kearah kanalis spinalis; karena adanya foramen magnum, gelombang tekanan ini
akan disebarkan ke dalam kanalis spinalis. Akibatnya terjadi gerakan ke bawah dari batang otak
secara mendadak, hingga mengakibatkan kerusakan kerusakan di batang otak. Saraf otak dapat
terganggu akibat trauma langsung pada saraf, kerusakan pada batang otak, ataupun sekunder
akibat meningitis atau kenaikan tekanan intrakranial.
Kerusakan pada saraf otak I kebanyakan disebabkan oleh fraktur lamina kribriform di dasar
fosa anterior maupun countre coup dari trauma di daerah oksipital. Pada gangguan yang ringan
dapat sembuh dalam waktu 3 bulan. Dinyatakan bahwa 5% penderita tauma kapitis menderita
gangguan ini. Gangguan pada saraf otak II biasanya akibat trauma di daerah frontal. Mungkin
traumanya hanya ringan saja (terutama pada anak-anak), dan tidak banyak yang mengalami
fraktur di orbita maupun foramen optikum. Dari saraf-saraf penggerak otot mata, yang sering
terkena adalah saraf VI karena letaknya di dasar tengkorak. Ini menyebabkan diplopia yang
dapat segera timbul akibat trauma, atau sesudah beberapa hari akibat dari edema otak.
Gangguan saraf III yang biasanya menyebabkan ptosis, midriasis dan refleks cahaya negatif
sering kali diakibatkan hernia tentorii. Gangguan pada saraf V biasanya hanya pada cabang
supraorbitalnya, tapi sering kali gejalanya hanya berupa anestesi daerah dahi hingga terlewatkan
pada pemeriksaan. Saraf VII dapat segera memperlihatkan gejala, atau sesudah beberapa hari
kemudian. Yang timbulnya lambat biasanya cepat dapat pulih kembali, karena penyebabnya
adalah edema. Kerusakannya terjadi di kanalis fasialis, dan seringkali disertai perdarahan lewat
lubang telinga. Banyak didapatkan gangguan saraf VIII pada. trauma kepala, misalnya gangguan
pendengaran maupun keseimbangan. Edema juga merupakan salah satu penyebab gangguan.
Gangguan pada saraf IX, X dan XI jarang didapatkan, mungkin karena kebanyakan penderitanya
meninggal bila trauma sampai dapat menimbulkan gangguan pada saraf-saraf tersebut. Akibat
dari trauma pada pembuluh darah, selain robekan terbuka yang dapat langsung terjadi karena
benturan atau tarikan, dapat juga timbul kelemahan dinding arteri. Bagian ini kemudian
berkembang menjadi aneurisma.
CB
B
d
e
a
s k
p k r
a
b
r
r
a
d
a a
a
e
k
l
er
a t
e
e r
s
tm
a a
n
e
tk
y u
n
p
s a
m
e
K
u e
ld
i s
t
r
a
m
o
f
o
B
r
a
a
k
n
r
o
l
g
i
sebetulnya tidak benar-benar dapat dipisahkan. Misalnya fraktura tengkorak depres dapat
dimasukkan kesalah satu golongan tersebut, tergantung kedalaman dan parahnya cedera tulang.
Sekalipun demikian, untuk kegunaan
dihubungkan dengan kecelakaan kendaraan, jatuh dan pukulan, dan cedera kepala penetrans
lebih sering dikaitkan denganluka tembak dan luka tusuk.
1. Trauma kepala terbuka
Trauma kepala ini menyebabkan fraktur tulang tengkorak dan laserasi duramater. Kerusakan
otak dapat terjadi bila tulang tengkorak menusuk otak. Fraktur longitudinal sering
menyebabkan kerusakan pada meatus akustikus interna, foramen jugularis dan tuba
eustachius. Setelah 2-3 hari akan tampak battle sign (warna biru dibelakang telinga diatas os
mastoid) dan otorrhoe (liquor keluar dari telinga). Perdarahan dari telinga dengan trauma
kepala hampir selalu disebabkan oleh retak tulang dasar tengkorak. Fraktur basis tengkorak
tidak selalu dapat dideteksi oleh foto rontgen, karena terjadi sangat dasar. Tanda-tanda klinik
yang dapat membantu mendiagnosa adalah :
a. Battle sign ( warna biru/ekhimosis dibelakang telinga di atas os mastoid )
b. Hemotipanum ( perdarahan di daerah gendang telinga )
c. Periorbital ecchymosis ( mata warna hitam tanpa trauma langsung )
d. Rhinorrhoe ( liquor keluar dari hidung )
e. Otorrhoe ( liquor keluar dari telinga)
Komplikasi pada trauma kepala terbuka adalah infeksi, meningitis dan perdarahan.
gerakan rotasi isi tengkorak pada setiap trauma merupakan penyebab utama terjadinya
countre coup, akibat benturan-benturan otak dengan bagian dalam tengkorak maupun tarikan
dan pergeseran antar jaringan dalam tengkorak. Yang seringkali menderita kerusakankerusakan ini adalah daerah lobus temporalis, frontalis dan oksipitalis.
A. Komusio serebri ( Gegar otak )
Merupakan bentuk trauma kapitis ringan, dimana terjadi pingsan (kurang dari 10 menit ).
Gejala lain mungkin termasuk pusing, noda-noda didepan mata dan linglung. Konkusio
adalah hilangnya kesadaran (dan kadang ingatan) sekejap, setelah terjadinya cedera pada otak
yang tidak menyebabkan kerusakan fisik yang nyata. Konkusio menyebabkan kelainan fungsi
otak tetapi tidak menyebabkan kerusakan struktural yang nyata. Hal ini bahkan bisa terjadi
setelah cedera kepala yang ringan, tergantung kepada goncangan yang menimpa otak di dalam
tulang tengkorak. Konkusio bisa menyebabkan kebingungan, sakit kepala dan rasa mengantuk
yang abnormal; sebagian besar penderita mengalami penyembuhan total dalam beberapa jam
atau hari. Beberapa penderita merasakan pusing, kesulitan dalam berkonsentrasi, menjadi
pelupa, depresi, emosi atau perasaannya berkurang dan kecemasan. Gejala-gejala ini bisa
berlangsung selama beberapa hari sampai beberapa minggu, jarang lebih dari beberapa
minggu. Penderita bisa mengalami kesulitan dalam bekerja, belajar dan bersosialisasi.
Keadaan ini disebut sindroma pasca konkusio. Sindroma pasca konkusio masih merupakan
suatu teka-teki; tidak diketahui mengapa sindroma ini biasanya terjadi setelah suatu cedera
kepala yang ringan. Para ahli belum sepakat, apakah penyebabkan adalah cedera mikroskopi
atau faktor psikis. Pemberian obat-obatan dan terapi psikis bisa membantu beberapa penderita
sindroma ini. Yang lebih perlu dikhawatirkan selain sindroma pasca konkusio adalah gejalagejala yang lebih serius yang bisa timbul dalam beberapa jam atau kadang beberapa hari
setelah terjadinya cedera. Jika sakit kepala, kebingungan dan rasa mengantuk bertambah
parah, sebaiknya segera mencari pertolongan medis. Biasanya, jika terbukti tidak terdapat
kerusakan yang lebih berat, maka tidak diperlukan pengobatan. Setiap orang yang mengalami
cedera kepala diberitahu mengenai pertanda memburuknya fungsi otak. Selama gejalanya
tidak semakin parah, biasanya untuk meredakan nyeri diberikan asetaminofen. Jika cederanya
tidak parah, aspirin bisa digunakan setelah 3-4 hari pertama.
biasanya terbentuk di dalam pembungkus otak sebelah luar (hematoma subdural) atau
diantara pembungkus otak sebelah luar dengan tulang tengkorak (hematoma epidural). Kedua
jenis perdarahan diatas biasanya bisa terlihat pada CT scan atau MRI. Sebagian besar
perdarahan terjadi dengan cepat dan menimbulkan gejala dalam beberapa menit. Perdarahan
menahun (hematoma kronis) lebih sering terjadi pada usia lanjut dan membesar secara
perlahan serta menimbulkan gejala setelah beberapa jam atau hari. Hematoma yang luas akan
menekan otak, menyebabkan pembengkakan dan pada akhirnya menghancurkan jaringan
otak. Hematoma yang luas juga akan menyebabkan otak bagian atas atau batang otak
mengalami herniasi. Pada perdarahan intrakranial bisa terjadi penurunan kesadaran sampai
koma, kelumpuhan pada salah satu atau kedua sisi tubuh, gangguan pernafasan atau gangguan
jantung, atau bahkan kematian. Bisa juga terjadi kebingungan dan hilang ingatan, terutama
pada usia lanjut.
Hematoma epidural
Hematoma epidural berasal dari perdarahan di arteri yang terletak diantara meningens dan
tulang tengkorak. Hal ini terjadi karena patah tulang tengkorak telah merobek arteri. Darah di
dalam arteri memiliki tekanan lebih tinggi sehingga lebih cepat memancar. Gejala berupa
sakit kepala hebat bisa segera timbul tetapi bisa juga baru muncul beberapa jam kemudian.
Sakit kepala kadang menghilang, tetapi beberapa jam kemudian muncul lagi dan lebih parah
dari sebelumnya. Selanjutnya bisa terjadi peningkatan kebingungan, rasa ngantuk,
kelumpuhan, pingsan dan koma. Diagnosis dini sangat penting dan biasanya tergantung
kepada CT scan darurat. Pada pemeriksaan dengan CT-Scan akan tampak gambaran massa
hiperdens dengan bentuk bikonveks (double convex sign), atau ada pula yang menyebutnya
sebagai gambaran football shaped yang secara tipikal terletak di bagian temporal tengkorak.
Hematoma epidural diatasi sesegera mungkin dengan membuat lubang di dalam tulang
tengkorak untuk mengalirkan kelebihan darah, juga dilakukan pencarian dan penyumbatan
sumber perdarahan.
Hematoma subdural
Hematoma subdural berasal dari perdarahan pada vena di sekeliling otak. Perdarahan bisa
terjadi segera setelah terjadinya cedera kepala berat atau beberapa saat kemudian setelah
terjadinya cedera kepala yang lebih ringan. Hematoma subdural yang bertambah luas secara
perlahan paling sering terjadi pada usia lanjut (karena venanya rapuh) dan pada alkoholik.
Pada kedua keadaan ini, cedera tampaknya ringan; selama beberapa minggu gejalanya tidak
dihiraukan. Hasil pemeriksaan CT scan dan MRI bisa menunjukkan adanya genangan darah
dan didapatkan gambaran hiperdens berbentuk konkaf atau menyerupai bulan sabit, atau
sering disebut crescentic sign. Hematoma subdural pada bayi bisa menyebabkan kepala
bertambah besar karena tulang tengkoraknya masih lembut dan lunak. Hematoma subdural
yang kecil pada dewasa seringkali diserap secara spontan. Hematoma subdural yang besar,
yang menyebabkan gejala-gejala neurologis biasanya dikeluarkan melalui pembedahan.
Petunjuk dilakukannya pengaliran perdarahan ini adalah:
1). Sakit kepala yang menetap
2). Rasa mengantuk yang hilang-timbul
3). Linglung
4). Perubahan ingatan
5). Kelumpuhan ringan pada sisi tubuh yang berlawanan.
Berdasarkan Beratnya
A. Cedera kepala ringan (GCS 13-15)
Biasanya terjadi penurunan kesadaran dan apabila ada penurunan kesadaran hanya terjadi
beberapa detik sampai beberapa menit saja. Tidak ditemukan kelaianan pada pemeriksaan CTscan, LCS normal, dapat terjadi amnesia retrograde.
B. Cedera kepala sedang (GCS 9-12)
Dapat terjadi penurunan kesadaran yang berlangsung hingga beberapa jam. Sering tanda
neurologis abnormal, biasanya disertai edema dan kontusio serebri. Terjadi juga drowsiness dan
confusion yang dapat bertahan hingga beberapa minggu. Fungsi kognitif maupun perilaku yang
terganggu dapat terjadi beberapa bulan bahkan permanen.
C. Cedera kepala berat (GCS <8)
Terjadi hilangnya kesadaran yang berkepanjangan atau yang disebut koma. Penurunan kesadaran
dapat hingga beberapa bulan. Pasien tidak mampu mengikuti, bahkan perintah sederhana, karena
gangguan penurunan kesadaran. Termasuk juga dalam hal ini status vegetatif persisten. Tanpa
memperdulikan nilai SKG, pasien digolongkan sebagai penderita cedera kepala berat bila :
1. Pupil tak ekual
2. Pemeriksaan motor tak ekual.
3. Cedera kepala terbuka dengan bocornya CSS atau adanya jaringan otak yang terbuka.
4. Perburukan neurologik.
5. Fraktura tengkorak depressed.
Berdasarkan Morfologi
Cedera kulit : vulnus, laserasi, hematom subkutan, hematom subgaleal
Luka dapat menimbulkan perdarahan, pembengkakan setempat, nyeri setempat, nyeri pada
pergerakan dan dirawat sebagaimana mestinya. Perdarahan subgaleal dapat besar sekali hingga
menimbulkan pembengkakan yang hebat dan bentuk kepala menjadi besar tidak teratur. Pada
keadaan ini perlu diberi balut yang menekan dan bila teraba lunak dapat dipungsi untuk
mengeluarkan darah yang cair.
Fraktur tengkorak
Patah tulang tengkorak merupakan suatu retakan pada tulang tengkorak. Mungkin tampak pada
kalvaria atau basis, mungkin linier atau stelata, mungkin terdepres atau tidak terdepres. Fraktur
tengkorak biasanya terjadi pada tempat benturan. Garis fraktur dapat menjalar sampai basis
cranii. Patah tulang tengkorak bisa melukai arteri dan vena, yang kemudian mengalirkan
darahnya ke dalam rongga di sekeliling jaringan otak. Patah tulang di dasar tengkorak bisa
merobek meningens. Cairan serebrospinal (cairan yang beredar diantara otak dan meningens)
bisa merembes ke hidung atau telinga yang menandakan adanya fraktur basis cranii. Depresi
pada kepala atau muka (sunken eye) menandakan terjadi fraktur maksila. Bakteri kadang
memasuki tulang tengkorak melalui patah tulang tersebut, dan menyebabkan infeksi serta
kerusakan hebat pada otak. Sebagian besar patah tulang tengkorak tidak memerlukan
pembedahan, kecuali jika pecahan tulang menekan otak atau posisinya bergeser.
Pemeriksaan penunjang
1. Foto polos cranium ( schullder )
Foto polos tengkorak adalah prosedur mutlak yang dikerjakan pada setiap cedera kepala.
Foto ini membantu mendiagnosa dini adanya fraktur pada tulang tengkorak.
2. Pemeriksaan CT-Scan
CT scan merupakan metode standar terpilih untuk cedera kepala baik ringan sampai berat
terutama dikerjakan pada pasien pasien yang mengalami penurunan kesadaran dan terdapat
tanda tanda peningkatan tekanan intrakranial. Selain untuk melihat adanya fraktur tulang
tengkorak, CT scan juga dapat melihat adanya perdarahan otak, efek desakan pada otak dan
bisa digunakan sebagai pemantau terhadap perkembangan perdarahan pada otak.
Amnesia retrograde
Manajemen
1. Airway
Periksa dan bebaskan jalan nafas dari sumbatan.
Lendir, darah,muntahan, benda asing : lakukan penyedotan dengan suction, pasang NGT
Posisi kepala dalam posisi netral, tidak miring ke kanan atau ke kiri.
Lakukan intubasi endotrakeal terutama pada pasien GCS 7 tetapi sebelumnya harus
diyakini tidak ada fractur cervical.
Foto rontgen cervical lateral dapat menjadi pilihan sebelum melakukan tindakan intubasi.
Apabila didapatkan fractur cervical, maka tindakan yang dilakukan adalah tracheostomi.
2.
Breathing
Perhatikan gerak napasnya, jika terdapat tanda tanda sesak segera pasang oksigen.
3.
Circulation
Periksa tekanan darah dan denyut nadi. Jika ada tanda tanda syok segera pasang infuse. Bila
disertai dengan perdarahan yang cukup banyak bisa ditambah dengan tranfusi darah ( whole
blood ). Pasang kateter untuk memonitoring balans cairan.
4. Setelah kondisi pasien stabil, Periksa tingkat kesadaran pasien, perhatikan kemungkinan
cedera spinal. Adanya cedera/ luka robek atau tembus. Jika ada luka
di jahit.
5. Foto rontgen tengkorak.
Dilakukan pada posisi AP dan Lateral.
6.
CTscan kepala.
Pemeriksaan ini perlu dilakukan pada semua cedera kepala, kecuali pada pasien pasien yang
asimptomatik tidak perlu dilakukan.
7. Observasi
Kriteria rawat :
a.
b.
c.
d.
e.
f.
Otorrhea, rhinorrhea
g.
h.
Penderita yang tidak memiliki gejala seperti di atas diperbolehkan pulang setelah dilakukan
pemantauan di rumah sakit dengan catatan harus kembali ke rumah sakit bila timbul gejalagejala ( observasi 1 x 24 jam ) seperti :
Mengantuk dan sukar dibangunkan
Mual dan muntah hebat
Kejang
Nyeri kepala bertambah hebat
Bingung, tidak mampu berkonsentrasi
Gelisah
8.
Terapi simtomatik
II.
III.
Kegelisahan motorik
Kejang
Amnesia anterogard
b. Laceratio cerebri
Biasanya didapat pada fraktur terbuka maupun tertutup.
Penangan kasus ini mencakup :
Pemeriksaan neurologis, meliputi : reflex buka mata, reflex cahaya pupil, respon
motorik, respon verbal, respon okulo sefalik ( Dolls eye ).
Indikasi Operasi
Indikasi untuk tindakan operatif ditentukan oleh kondisi klinis pasien, temuan neuroradiologi
dan patofisiologi dari lesi. Secara umum digunakan panduan sebagai berikut :
-
Terdapat gejala TIK yang meningkat lebih dari 25 mmHg( sakit kepala hebat, muntah
proyektil)
Pada pemeriksaan CT-Scan terdapat pendorongan garis tengah sampai lebih dari 3 mm
atau penambahan ukuran hematom pada pemeriksaan ulang
Prognosis
Cedera kepala bisa menyebabkan kematian atau penderita bisa mengalami penyembuhan
total. Jenis dan beratnya kelainan tergantung kepada lokasi dan beratnya kerusakan otak yang
terjadi. Berbagai fungsi otak dapat dijalankan oleh beberapa area, sehingga area yang tidak
mengalami kerusakan bisa menggantikan fungsi dari area lainnya yang mengalami kerusakan.
Tetapi semakin tua umur penderita, maka kemampuan otak untuk menggantikan fungsi satu sama
lainnya, semakin berkurang. Kemampuan berbahasa pada anak kecil dijalankan oleh beberapa
area di otak, sedangkan pada dewasa sudah dipusatkan pada satu area. Jika hemisfer kiri
mengalami kerusakan hebat sebelum usia 8 tahun, maka hemisfer kanan bisa mengambil alih
fungsi bahasa.
Kerusakan area bahasa pada masa dewasa lebih cenderung menyebabkan kelainan yang
menetap. Beberapa fungsi (misalnya penglihatan serta pergerakan lengan dan tungkai)
dikendalikan oleh area khusus pada salah satu sisi otak. Kerusakan pada area ini biasanya
menyebabkan kelainan yang menetap. Dampak dari kerusakan ini bisa diminimalkan dengan
menjalani terapi rehabilitasi. Penderita cedera kepala berat kadang mengalami amnesia dan tidak
dapat mengingat peristiwa sesaat sebelum dan sesudah terjadinya penurunan kesadaran. Jika
kesadaran telah kembali pada minggu pertama, maka biasanya ingatan penderita akan pulih
kembali.
DAFTAR PUSTAKA
1. Sidharta, Priguna. Neurologi Klinis Dalam Praktek Umum. Penerbit : Dian Rakyat.
Jakarta : 2009
2. Price SA, Wilson LM. Anatomi dan Fisiologi Sistem Saraf. In : Pendit BU, Hartanto H,
Wulansari P, Mahanani DA, Editors. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit, 6th ed. Jakarta : EGC ; 2005
3. David, Bernath. Head Injury. Available at : www.e-medicine.com. Accessed on : 22 Juny
2013
4. Neural System Development - Cerebrospinal Fluid. Available at:
http://embryology.med.unsw.edu.au/Notes/neuron6a.htm. Accessed on : 22 Juni 2013
5. Anatomy & Causes: Cranial Anatomy. Available at:
http://dryogeshgandhi.com/cranial.htm. Accessed on : 22 Juni 2013
6. Asuhan Keperawatan Cedera Kepala (Trauma Capitis).
Available at : http://asepscience.wordpress.com/2009/06/14/asuhan-keperawatan-cederakepala-trauma-capitis/. Accessed on : 22 Juni 2013
7. Hati-hati
Jika
Cedera
Kepala.
Available
at
http://www.tanyadokteranda.com/featured/2010/11/hati-hati-jika-cedera-kepala. Accessed
on : 22 Juni 2013