Anda di halaman 1dari 21

CEDERA KEPALA

Definisi
Cedera kepala adalah serangkaian kejadian patofisiologik yang terjadi setelah trauma
kepala ,yang dapat melibatkan kulit kepala ,tulang dan jaringan otak atau kombinasinya (Standar
Pelayanan Medis ,RS Dr.Sardjito). Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan
kecacatan utama pada kelompok usia produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu
lintas .(Mansjoer Arif ,dkk ,2000)
Pendahuluan
Cedera kepala adalah cedera yang mengenai kepala dan otak, baik yang terjadi secara
langsung maupun tidak langsung. Tulang tengkorak yang tebal dan keras membantu melindungi
otak. Tetapi meskipun memiliki helm alami, otak sangat peka terhadap berbagai jenis cedera.
Otak bisa terluka meskipun tidak terdapat luka yang menembus tengkorak.
Kerusakan otak bisa terjadi pada titik benturan dan pada sisi yang berlawanan. Cedera
percepatan-perlambatan kadang disebut coup contrecoup (bahasa Perancis untuk hit-counterhit).
Cedera kepala yang berat dapat merobek, meremukkan atau menghancurkan saraf, pembuluh
darah dan jaringan di dalam atau di sekeliling otak. Bisa terjadi kerusakan pada jalur saraf,
perdarahan atau pembengkakan hebat. Perdarahan, pembengkakan dan penimbunan cairan
(edema) memiliki efek yang sama yang ditimbulkan oleh pertumbuhan massa di dalam
tengkorak. Karena tengkorak tidak dapat bertambah luas, maka peningkatan tekanan bisa
merusak atau menghancurkan jaringan otak. Karena posisinya di dalam tengkorak, maka tekanan
cenderung mendorong otak ke bawah. Otak sebelah atas bisa terdorong ke dalam lubang yang
menghubungkan otak dengan batang otak, keadaan ini disebut herniasi.
Sejenis herniasi serupa bisa mendorong otak kecil dan batang otak melalui lubang di dasar
tengkorak (foramen magnum) ke dalam medula spinalis. Herniasi ini bisa berakibat fatal karena
batang otak mengendalikan fungsi vital (denyut jantung dan pernafasan). Cedera kepala yang
tampaknya ringan kadang bisa menyebabkan kerusakan otak yang hebat. Usia lanjut dan orang
yang mengkonsumsi antikoagulan (obat untuk mencegah pembekuan darah), sangat peka
terhadap terjadinya perdarahan disekeliling otak (hematoma subdural).

Anatomi

Otak dilindungi dari cedera oleh rambut, kulit, dan tulang yang membungkusnya.
Tampak perlindungan tersebut, otak yang lembut akan mudah sekali terkena cedera dan
mengalami kerusakan. Dan begitu rusak, neuron tidak dapat diperbaiki lagi. Tepat diatas
tengkorak terletak galea aponeurotika yaitu jaringan fibrosa, padat, dapat digerakan dengan
bebas, yang membantu menyerap kekuatan trauma eksternal. Diantara kulit dan galea terdapat
lapisan lemak dan lapisan membran dalam yang mengandung pembulu-pembuluh darah besar
yang bila robek, sukar mengadakan vasokontriksi sehingga dapat menyebabkan kehilangan darah
bermakna. Tepat dibawah galea terdapat ruang subaponeurotik yang mengandung vena emisaria
dan diploika, pembuluh ini dapat membawa infeksi dari kulit sampai ke dalam tengkorak.

Gambar 1: Tabula dan pembuluh darah di kepala.


Tulang tengkorak terdiri dari dua dinding atau tabula yang dipisahkan oleh tulang
berongga. Dinding luar disebut tabula eksterna dan dinding bagian dalam disebut tabula interna
yang mengandung alur-alur yang berisi arteria meningea anterior, media, dan posterior. Apabila
arteria tersebut terkoyak maka akan tertimbun dalam ruang epidural.

Meningens terdiri dari tiga lapis dari luar ke dalam yaitu dura mater, arakhnoid, dan pia mater.
Dura adalah membran yang liat, semitranlusen, tidak elastis dan melekat erat dengan permukaan dalam
tengkorak.

Gambar 2 : Lapisan meningens dan tempat perdarahan.

Fungsinya (1) melindungi otak, (2) menutupi sinus-sinus vena, (3) membentuk
periosteum tabula interna. Bagian tengah dan poterior disuplai oleh a. Meningea media yang
bercabang dari a. Vertebralis dan a. Carotis interna. Arakhnoid adalah membran fibrosa halus dan
elastis, membran ini tidak melakat dengan dura mater, ruangan antara kedua membran disebut
ruang subdural. Vena-vena otak yang melewati ruangan ini hanya mempunyai sedikit jaringan
penyokong sehingga mudah sekali terkena cedera dan robek pada trauma kepala. Diantara
arakhnoid dan pia mater terdapat ruang subarakhnoid yang melebar dan mendalam pada daerah
tertentu dan memungkinkan sirkulasi cairan serebrospinal. Pia mater adalah membran halus yang
memiliki sangat banyak pembuluh darah halus dan merupakan satu-satunya lapisan meningeal
yang masuk ke dalam semua sulkus dan membungkus semua girus.

Patofisiologi
Trauma secara langsung akan menyebabkan cedera yang disebut lesi primer. Lesi primer ini
dapat dijumpai pada kulit dan jaringan subkutan, tulang tengkorak, jaringan otak, saraf otak
maupun pembuluh-pembuluh darah di dalam dan di sekitar otak. Pada tulang tengkorak dapat
terjadi fraktur linier (70% dari fraktur tengkorak), fraktur impresi maupun perforasi. Fraktur
linier pada daerah temporal dapat merobek atau menimbulkan aneurisma pada arteria meningea
media dan cabang-cabangnya; pada dasar tengkorak dapat merobek atau menimbulkan
aneurisma a. karotis interna dan terjadi perdarahan lewat hidung, mulut dan telinga. Fraktur yang
mengenai lamina kribriform dan daerah telinga tengah dapat menimbulkan rinoroe dan otoroe
(keluarnya cairan serebro spinal lewat hidung atau telinga.
Fraktur impresi dapat menyebabkan peningkatan volume dalam tengkorak, hingga
menimbulkan herniasi batang otak lewat foramen magnum. Juga secara langsung menyebabkan
kerusakan pada meningen dan jaringan otak di bawahnya akibat penekanan. Pada jaringan otak
akan terdapat kerusakan-kerusakan yang hemoragik pada daerah coup dan countre coup.
Kontusio yang berat di daerah frontal dan temporal sering kali disertai adanya perdarahan
subdural dan intra serebral yang akut. Tekanan dan trauma pada kepala akan menjalar lewat
batang otak kearah kanalis spinalis; karena adanya foramen magnum, gelombang tekanan ini
akan disebarkan ke dalam kanalis spinalis. Akibatnya terjadi gerakan ke bawah dari batang otak
secara mendadak, hingga mengakibatkan kerusakan kerusakan di batang otak. Saraf otak dapat
terganggu akibat trauma langsung pada saraf, kerusakan pada batang otak, ataupun sekunder
akibat meningitis atau kenaikan tekanan intrakranial.
Kerusakan pada saraf otak I kebanyakan disebabkan oleh fraktur lamina kribriform di dasar
fosa anterior maupun countre coup dari trauma di daerah oksipital. Pada gangguan yang ringan
dapat sembuh dalam waktu 3 bulan. Dinyatakan bahwa 5% penderita tauma kapitis menderita
gangguan ini. Gangguan pada saraf otak II biasanya akibat trauma di daerah frontal. Mungkin
traumanya hanya ringan saja (terutama pada anak-anak), dan tidak banyak yang mengalami
fraktur di orbita maupun foramen optikum. Dari saraf-saraf penggerak otot mata, yang sering
terkena adalah saraf VI karena letaknya di dasar tengkorak. Ini menyebabkan diplopia yang
dapat segera timbul akibat trauma, atau sesudah beberapa hari akibat dari edema otak.
Gangguan saraf III yang biasanya menyebabkan ptosis, midriasis dan refleks cahaya negatif
sering kali diakibatkan hernia tentorii. Gangguan pada saraf V biasanya hanya pada cabang

supraorbitalnya, tapi sering kali gejalanya hanya berupa anestesi daerah dahi hingga terlewatkan
pada pemeriksaan. Saraf VII dapat segera memperlihatkan gejala, atau sesudah beberapa hari
kemudian. Yang timbulnya lambat biasanya cepat dapat pulih kembali, karena penyebabnya
adalah edema. Kerusakannya terjadi di kanalis fasialis, dan seringkali disertai perdarahan lewat
lubang telinga. Banyak didapatkan gangguan saraf VIII pada. trauma kepala, misalnya gangguan
pendengaran maupun keseimbangan. Edema juga merupakan salah satu penyebab gangguan.
Gangguan pada saraf IX, X dan XI jarang didapatkan, mungkin karena kebanyakan penderitanya
meninggal bila trauma sampai dapat menimbulkan gangguan pada saraf-saraf tersebut. Akibat
dari trauma pada pembuluh darah, selain robekan terbuka yang dapat langsung terjadi karena
benturan atau tarikan, dapat juga timbul kelemahan dinding arteri. Bagian ini kemudian
berkembang menjadi aneurisma.

Gambar 3: Patofisiologi cedera kepala.

Klasifikasi Cedera Kepala

CB

B
d

e
a

s k
p k r
a
b

r
r
a

d
a a
a
e
k
l

er
a t

e
e r
s

tm

a a

n
e

tk

y u

n
p

s a

m
e

K
u e
ld
i s
t
r
a
m
o
f
o

B
r
a
a
k
n
r
o

l
g
i

Gambar 4: Klasifikasi cedera kepala.


Berdasarkan Mekanisme
Cedera kepala secara luas diklasifikasikan sebagai tertutup dan penetrans atau terbuka.
Walau istilah ini luas

digunakan dan berguna untuk membedakan titik pandang, namun

sebetulnya tidak benar-benar dapat dipisahkan. Misalnya fraktura tengkorak depres dapat
dimasukkan kesalah satu golongan tersebut, tergantung kedalaman dan parahnya cedera tulang.
Sekalipun demikian, untuk kegunaan

klinis, istilah cedera kepala tertutup biasanya

dihubungkan dengan kecelakaan kendaraan, jatuh dan pukulan, dan cedera kepala penetrans
lebih sering dikaitkan denganluka tembak dan luka tusuk.
1. Trauma kepala terbuka
Trauma kepala ini menyebabkan fraktur tulang tengkorak dan laserasi duramater. Kerusakan
otak dapat terjadi bila tulang tengkorak menusuk otak. Fraktur longitudinal sering
menyebabkan kerusakan pada meatus akustikus interna, foramen jugularis dan tuba
eustachius. Setelah 2-3 hari akan tampak battle sign (warna biru dibelakang telinga diatas os
mastoid) dan otorrhoe (liquor keluar dari telinga). Perdarahan dari telinga dengan trauma
kepala hampir selalu disebabkan oleh retak tulang dasar tengkorak. Fraktur basis tengkorak
tidak selalu dapat dideteksi oleh foto rontgen, karena terjadi sangat dasar. Tanda-tanda klinik
yang dapat membantu mendiagnosa adalah :
a. Battle sign ( warna biru/ekhimosis dibelakang telinga di atas os mastoid )
b. Hemotipanum ( perdarahan di daerah gendang telinga )
c. Periorbital ecchymosis ( mata warna hitam tanpa trauma langsung )
d. Rhinorrhoe ( liquor keluar dari hidung )
e. Otorrhoe ( liquor keluar dari telinga)
Komplikasi pada trauma kepala terbuka adalah infeksi, meningitis dan perdarahan.

Gambar 5: Tanda Cedera Kepala.


2. Trauma kepala tertutup
Secara klasik kita kenal pembagian : komosio, kontusio dan laserasio serebri. Pada komosio
serebri kehilangan kesadaran bersifat sementara tanpa kelainan PA. Pada kontusio serebri
terdapat kerusakan dari jaringan otak, sedangkan laserasio serebri berarti kerusakan otak
disertai robekan duramater. Trauma kepala dapat menyebabkan cedera pada otak karena
adanya aselerasi, deselerasi dan rotasi dari kepala dan isinya. Karena perbedaan densitas
antara tengkorak dan isinya, bila ada aselerasi, gerakan cepat yang mendadak dari tulang
tengkorak diikuti dengan lebih lambat oleh otak. Ini mengakibatkan benturan dan goresan
antara otak dengan bagian-bagian dalam tengkorak yang menonjol atau dengan sekat-sekat
duramater. Bila terjadi deselerasi (pelambatan gerak), terjadi benturan karena otak masih
bergerak cepat pada saat tengkorak sudah bergerak lambat atau berhenti. Mekanisme yang
sama terjadi bila ada rotasi kepala yang mendadak. Tenaga gerakan ini menyebabkan cedera
pada otak karena kompresi (penekanan) jaringan, peregangan maupun penggelinciran suatu
bagian jaringan di atas jaringan yang lain. Ketiga hal ini biasanya terjadi bersama-sama atau
berturutan. Kerusakan jaringan otak dapat terjadi di tempat benturan (coup), maupun di
tempat yang berlawanan (countre coup). Diduga countre coup terjadi karena gelombang
tekanan dari sisi benturan (sisi coup) dijalarkan di dalam jaringan otak ke arah yang
berlawanan; teoritis pada sisi countre coup ini terjadi tekanan yang paling rendah, bahkan
sering kali negatif hingga timbul kavitasi dengan robekan jaringan. Selain itu, kemungkinan

gerakan rotasi isi tengkorak pada setiap trauma merupakan penyebab utama terjadinya
countre coup, akibat benturan-benturan otak dengan bagian dalam tengkorak maupun tarikan
dan pergeseran antar jaringan dalam tengkorak. Yang seringkali menderita kerusakankerusakan ini adalah daerah lobus temporalis, frontalis dan oksipitalis.
A. Komusio serebri ( Gegar otak )
Merupakan bentuk trauma kapitis ringan, dimana terjadi pingsan (kurang dari 10 menit ).
Gejala lain mungkin termasuk pusing, noda-noda didepan mata dan linglung. Konkusio
adalah hilangnya kesadaran (dan kadang ingatan) sekejap, setelah terjadinya cedera pada otak
yang tidak menyebabkan kerusakan fisik yang nyata. Konkusio menyebabkan kelainan fungsi
otak tetapi tidak menyebabkan kerusakan struktural yang nyata. Hal ini bahkan bisa terjadi
setelah cedera kepala yang ringan, tergantung kepada goncangan yang menimpa otak di dalam
tulang tengkorak. Konkusio bisa menyebabkan kebingungan, sakit kepala dan rasa mengantuk
yang abnormal; sebagian besar penderita mengalami penyembuhan total dalam beberapa jam
atau hari. Beberapa penderita merasakan pusing, kesulitan dalam berkonsentrasi, menjadi
pelupa, depresi, emosi atau perasaannya berkurang dan kecemasan. Gejala-gejala ini bisa
berlangsung selama beberapa hari sampai beberapa minggu, jarang lebih dari beberapa
minggu. Penderita bisa mengalami kesulitan dalam bekerja, belajar dan bersosialisasi.
Keadaan ini disebut sindroma pasca konkusio. Sindroma pasca konkusio masih merupakan
suatu teka-teki; tidak diketahui mengapa sindroma ini biasanya terjadi setelah suatu cedera
kepala yang ringan. Para ahli belum sepakat, apakah penyebabkan adalah cedera mikroskopi
atau faktor psikis. Pemberian obat-obatan dan terapi psikis bisa membantu beberapa penderita
sindroma ini. Yang lebih perlu dikhawatirkan selain sindroma pasca konkusio adalah gejalagejala yang lebih serius yang bisa timbul dalam beberapa jam atau kadang beberapa hari
setelah terjadinya cedera. Jika sakit kepala, kebingungan dan rasa mengantuk bertambah
parah, sebaiknya segera mencari pertolongan medis. Biasanya, jika terbukti tidak terdapat
kerusakan yang lebih berat, maka tidak diperlukan pengobatan. Setiap orang yang mengalami
cedera kepala diberitahu mengenai pertanda memburuknya fungsi otak. Selama gejalanya
tidak semakin parah, biasanya untuk meredakan nyeri diberikan asetaminofen. Jika cederanya
tidak parah, aspirin bisa digunakan setelah 3-4 hari pertama.

B. Kontusio serebri (Memar otak )


Merupakan perdarahan kecil / ptechie pada jaringan otak akibat pecahnya pembuluh darah
kapiler. Pada jaringan otak akan terdapat kerusakan-kerusakan yang hemoragik pada daerah
coup dan countre coup, dengan piamater yang masih utuh pada kontusio dan robek pada
laserasio serebri. Kontusio yang berat di daerah frontal dan temporal sering kali disertai
adanya perdarahan subdural dan intra serebral yang akut. Sebagai kelanjutan dari kontusio
akan terjadi edema otak.Penyebab utamanya adalah vasogenik, yaitu akibat kerusakan B.B.B.
(blood brain barrier). Disini dinding kapiler mengalami kerusakan ataupun peregangan pada
sel-sel endotelnya. Cairan akan keluar dari pembuluh darah ke dalam jaringan otak karena
beda tekanan intra vaskuler dan interstisial yang disebut ekanan perfusi. Bila tekanan arterial
meningkat akan mempercepat terjadinya edema dan sebaliknya bila turun akan
memperlambat. Edema jaringan menyebabkan penekanan pada pembuluh-pembuluh darah
yang mengakibatkan aliran darah berkurang. Akibatnya terjadi iskemia dan hipoksia. Asidosis
yang terjadi akibat hipoksia ini selanjutnya menimbulkan vasodilatasi dan hilangnya auto
regulasi aliran darah, sehingga edema semakin hebat. Hipoksia karena sebab-sebab lain juga
memberikan akibat yang sama. Jika otak membengkak, maka bisa terjadi kerusakan lebih
lanjut pada jaringan otak; pembengkakan yang sangat hebat bisa menyebabkan herniasi otak.
Gejala dari kontusio adalah pusing, kesulitan dalam berkonsentrasi, menjadi pelupa, depresi,
emosi atau perasaannya berkurang dan kecemasan. Biasanya gejala berlangsung selama
beberapa hari sampai beberapa minggu. Sindroma pasca konkusio yaitu kesulitan dalam
bekerja, belajar dan bersosialisasi. Kontusio serebri dan robekan otak lebih serius daripada
konkusio. MRI menunjukkan kerusakan fisik pada otak yang bisa ringan atau bisa
menyebabkan kelemahan pada satu sisi tubuh yang diserati dengan kebingungan atau bahkan
koma.
C. Perdarahan intracranial
Merupakan penimbunan darah di dalam otak atau diantara otak dengan tulang tengkorak.
Hematoma intrakranial bisa terjadi karena cedera atau stroke. Perdarahan karena cedera

biasanya terbentuk di dalam pembungkus otak sebelah luar (hematoma subdural) atau
diantara pembungkus otak sebelah luar dengan tulang tengkorak (hematoma epidural). Kedua
jenis perdarahan diatas biasanya bisa terlihat pada CT scan atau MRI. Sebagian besar
perdarahan terjadi dengan cepat dan menimbulkan gejala dalam beberapa menit. Perdarahan
menahun (hematoma kronis) lebih sering terjadi pada usia lanjut dan membesar secara
perlahan serta menimbulkan gejala setelah beberapa jam atau hari. Hematoma yang luas akan
menekan otak, menyebabkan pembengkakan dan pada akhirnya menghancurkan jaringan
otak. Hematoma yang luas juga akan menyebabkan otak bagian atas atau batang otak
mengalami herniasi. Pada perdarahan intrakranial bisa terjadi penurunan kesadaran sampai
koma, kelumpuhan pada salah satu atau kedua sisi tubuh, gangguan pernafasan atau gangguan
jantung, atau bahkan kematian. Bisa juga terjadi kebingungan dan hilang ingatan, terutama
pada usia lanjut.
Hematoma epidural
Hematoma epidural berasal dari perdarahan di arteri yang terletak diantara meningens dan
tulang tengkorak. Hal ini terjadi karena patah tulang tengkorak telah merobek arteri. Darah di
dalam arteri memiliki tekanan lebih tinggi sehingga lebih cepat memancar. Gejala berupa
sakit kepala hebat bisa segera timbul tetapi bisa juga baru muncul beberapa jam kemudian.
Sakit kepala kadang menghilang, tetapi beberapa jam kemudian muncul lagi dan lebih parah
dari sebelumnya. Selanjutnya bisa terjadi peningkatan kebingungan, rasa ngantuk,
kelumpuhan, pingsan dan koma. Diagnosis dini sangat penting dan biasanya tergantung
kepada CT scan darurat. Pada pemeriksaan dengan CT-Scan akan tampak gambaran massa
hiperdens dengan bentuk bikonveks (double convex sign), atau ada pula yang menyebutnya
sebagai gambaran football shaped yang secara tipikal terletak di bagian temporal tengkorak.
Hematoma epidural diatasi sesegera mungkin dengan membuat lubang di dalam tulang
tengkorak untuk mengalirkan kelebihan darah, juga dilakukan pencarian dan penyumbatan
sumber perdarahan.
Hematoma subdural
Hematoma subdural berasal dari perdarahan pada vena di sekeliling otak. Perdarahan bisa
terjadi segera setelah terjadinya cedera kepala berat atau beberapa saat kemudian setelah

terjadinya cedera kepala yang lebih ringan. Hematoma subdural yang bertambah luas secara
perlahan paling sering terjadi pada usia lanjut (karena venanya rapuh) dan pada alkoholik.
Pada kedua keadaan ini, cedera tampaknya ringan; selama beberapa minggu gejalanya tidak
dihiraukan. Hasil pemeriksaan CT scan dan MRI bisa menunjukkan adanya genangan darah
dan didapatkan gambaran hiperdens berbentuk konkaf atau menyerupai bulan sabit, atau
sering disebut crescentic sign. Hematoma subdural pada bayi bisa menyebabkan kepala
bertambah besar karena tulang tengkoraknya masih lembut dan lunak. Hematoma subdural
yang kecil pada dewasa seringkali diserap secara spontan. Hematoma subdural yang besar,
yang menyebabkan gejala-gejala neurologis biasanya dikeluarkan melalui pembedahan.
Petunjuk dilakukannya pengaliran perdarahan ini adalah:
1). Sakit kepala yang menetap
2). Rasa mengantuk yang hilang-timbul
3). Linglung
4). Perubahan ingatan
5). Kelumpuhan ringan pada sisi tubuh yang berlawanan.
Berdasarkan Beratnya
A. Cedera kepala ringan (GCS 13-15)
Biasanya terjadi penurunan kesadaran dan apabila ada penurunan kesadaran hanya terjadi
beberapa detik sampai beberapa menit saja. Tidak ditemukan kelaianan pada pemeriksaan CTscan, LCS normal, dapat terjadi amnesia retrograde.
B. Cedera kepala sedang (GCS 9-12)
Dapat terjadi penurunan kesadaran yang berlangsung hingga beberapa jam. Sering tanda
neurologis abnormal, biasanya disertai edema dan kontusio serebri. Terjadi juga drowsiness dan
confusion yang dapat bertahan hingga beberapa minggu. Fungsi kognitif maupun perilaku yang
terganggu dapat terjadi beberapa bulan bahkan permanen.
C. Cedera kepala berat (GCS <8)

Terjadi hilangnya kesadaran yang berkepanjangan atau yang disebut koma. Penurunan kesadaran
dapat hingga beberapa bulan. Pasien tidak mampu mengikuti, bahkan perintah sederhana, karena
gangguan penurunan kesadaran. Termasuk juga dalam hal ini status vegetatif persisten. Tanpa
memperdulikan nilai SKG, pasien digolongkan sebagai penderita cedera kepala berat bila :
1. Pupil tak ekual
2. Pemeriksaan motor tak ekual.
3. Cedera kepala terbuka dengan bocornya CSS atau adanya jaringan otak yang terbuka.
4. Perburukan neurologik.
5. Fraktura tengkorak depressed.

Berdasarkan Morfologi
Cedera kulit : vulnus, laserasi, hematom subkutan, hematom subgaleal
Luka dapat menimbulkan perdarahan, pembengkakan setempat, nyeri setempat, nyeri pada
pergerakan dan dirawat sebagaimana mestinya. Perdarahan subgaleal dapat besar sekali hingga
menimbulkan pembengkakan yang hebat dan bentuk kepala menjadi besar tidak teratur. Pada
keadaan ini perlu diberi balut yang menekan dan bila teraba lunak dapat dipungsi untuk
mengeluarkan darah yang cair.

Fraktur tengkorak

Patah tulang tengkorak merupakan suatu retakan pada tulang tengkorak. Mungkin tampak pada
kalvaria atau basis, mungkin linier atau stelata, mungkin terdepres atau tidak terdepres. Fraktur
tengkorak biasanya terjadi pada tempat benturan. Garis fraktur dapat menjalar sampai basis
cranii. Patah tulang tengkorak bisa melukai arteri dan vena, yang kemudian mengalirkan
darahnya ke dalam rongga di sekeliling jaringan otak. Patah tulang di dasar tengkorak bisa
merobek meningens. Cairan serebrospinal (cairan yang beredar diantara otak dan meningens)
bisa merembes ke hidung atau telinga yang menandakan adanya fraktur basis cranii. Depresi
pada kepala atau muka (sunken eye) menandakan terjadi fraktur maksila. Bakteri kadang
memasuki tulang tengkorak melalui patah tulang tersebut, dan menyebabkan infeksi serta
kerusakan hebat pada otak. Sebagian besar patah tulang tengkorak tidak memerlukan
pembedahan, kecuali jika pecahan tulang menekan otak atau posisinya bergeser.

Cedera aksonal difusa


Kerusakan akson oleh karena adanya proses akselerasi dan deserelasi yang terjadi pada otak
sewaktu terjadinya trauma kepala. Otak memiliki beberapa lapisan yang membentuknya. Pada
saat terjadinya trauma, lapisan lapisan ini akan ikut bergeser. Pergerakkan tiap lapisan ini akan
berbeda beda. Ilustrasi dibawah ini menunjukkan adanya penarikan neuron akibat perbedaan
waktu pergeseran yang bias menyebabkan akson teregang, terpuntir, terputus, dan terjepit.
Akibatnya cairan dan ionic akan masuk ke axon dan menyebakan pembengkakkan, yang
nantinya akan menyebakkan kerusakkan neuron. Akson terputus dan akson bagian distal akan
terpisah. Pada stadium lanjut, akan terjadi kematian akson pada ujung distal
Pemeriksaan neurologis
Pemeriksaan neurologis pada pasien cedera kepala yang kesadarannya cukup baik mencakup
pemeriksaaan neurologis yang lengkap, sedangkan pada penderita yang kesadarannya menurun
dapat digunakan pedoman yaitu :
1. Tingkat kesadaran dengan mengitung nilai GCS
2. Kekuatan fungsi motorik
3. Ukuran pupil dan responnya terhadap cahaya
4. Gerakan bola mata

Pemeriksaan penunjang
1. Foto polos cranium ( schullder )
Foto polos tengkorak adalah prosedur mutlak yang dikerjakan pada setiap cedera kepala.
Foto ini membantu mendiagnosa dini adanya fraktur pada tulang tengkorak.
2. Pemeriksaan CT-Scan
CT scan merupakan metode standar terpilih untuk cedera kepala baik ringan sampai berat
terutama dikerjakan pada pasien pasien yang mengalami penurunan kesadaran dan terdapat
tanda tanda peningkatan tekanan intrakranial. Selain untuk melihat adanya fraktur tulang
tengkorak, CT scan juga dapat melihat adanya perdarahan otak, efek desakan pada otak dan
bisa digunakan sebagai pemantau terhadap perkembangan perdarahan pada otak.

Penanganan Cedera Kepala


I.

Cedera kepala ringan


Bila dijumpai penderita sadar dan berorientasi dengan GCS 13 15.
Terdiri atas :
a. Simple head injury

Tidak ada penurunan kesadaran

Adanya trauma kepala ( pusing )

b. Commotio cerebri ( gegar otak )

Adanya penurunan kesadaran ( pingsan > 10 menit )

Amnesia retrograde

Pusing, sakit kepala, muntah

Tidak ada defisit neurologis

Manajemen
1. Airway
Periksa dan bebaskan jalan nafas dari sumbatan.

Lendir, darah,muntahan, benda asing : lakukan penyedotan dengan suction, pasang NGT

Posisi kepala dalam posisi netral, tidak miring ke kanan atau ke kiri.

Lakukan intubasi endotrakeal terutama pada pasien GCS 7 tetapi sebelumnya harus
diyakini tidak ada fractur cervical.

Foto rontgen cervical lateral dapat menjadi pilihan sebelum melakukan tindakan intubasi.
Apabila didapatkan fractur cervical, maka tindakan yang dilakukan adalah tracheostomi.

2.

Breathing
Perhatikan gerak napasnya, jika terdapat tanda tanda sesak segera pasang oksigen.

3.

Circulation
Periksa tekanan darah dan denyut nadi. Jika ada tanda tanda syok segera pasang infuse. Bila
disertai dengan perdarahan yang cukup banyak bisa ditambah dengan tranfusi darah ( whole
blood ). Pasang kateter untuk memonitoring balans cairan.
4. Setelah kondisi pasien stabil, Periksa tingkat kesadaran pasien, perhatikan kemungkinan
cedera spinal. Adanya cedera/ luka robek atau tembus. Jika ada luka

robek, bersihkan lalu

di jahit.
5. Foto rontgen tengkorak.
Dilakukan pada posisi AP dan Lateral.
6.

CTscan kepala.
Pemeriksaan ini perlu dilakukan pada semua cedera kepala, kecuali pada pasien pasien yang
asimptomatik tidak perlu dilakukan.
7. Observasi

Kriteria rawat :
a.

Amnesia post traumatika lebih dari 1 jam

b.

Riwayat kehilangan kesadaran lebih dari 15 menit

c.

Penurunan tingkat kesadaran

d.

Nyeri kepala sedang hingga berat

e.

CT scan abnormal ( adanya fraktur, perdarahan )

f.

Otorrhea, rhinorrhea

g.

Semua cedera tembus

h.

Indikasi sosial ( tidak ada pendamping di rumah )

Penderita yang tidak memiliki gejala seperti di atas diperbolehkan pulang setelah dilakukan
pemantauan di rumah sakit dengan catatan harus kembali ke rumah sakit bila timbul gejalagejala ( observasi 1 x 24 jam ) seperti :
Mengantuk dan sukar dibangunkan
Mual dan muntah hebat
Kejang
Nyeri kepala bertambah hebat
Bingung, tidak mampu berkonsentrasi
Gelisah
8.

Terapi simtomatik
II.

Cedera kepala sedang


Pasien mungkin konfusi atau somnolen namun tetap dapat mengikuti perintah sederhana (
GCS 9 12 ). Walau dapat mengikuti perintah, namun dapat memburuk dengan cepat.
Karenanya harus ditindak hampir seperti halnya pasien cedera kepala berat tapi aspek
kedaruratannya tidak begitu akut. Penanganannya sama seperti pada cedera kepala ringan
ditambah dengan pemeriksaan darah. Bila kondisi membaik,pasien boleh pulang dan
control di poli. Pemeriksaan CT scan perlu diulang apabila kesadaran pasien tidak
membaik. Pada keadaan ini pasien harus dirawat untuk di observasi.

III.

Cedera kepala berat


Penderita kelompok ini tidak dapat mengikuti segala perintah sederhana karena adanya
gangguan kesadaran ( GCS 3 8).
Cedera kepala berat dapat dibagi menjadi :
a. Contusio cerebri

Pingsan > 10 menit

Kegelisahan motorik

Sakit kepala, muntah

Kejang

Pada kasus berat dapat dijumpai pernapasan cheyne stokes

Amnesia anterogard

b. Laceratio cerebri
Biasanya didapat pada fraktur terbuka maupun tertutup.
Penangan kasus ini mencakup :

Stabilisasi kardiopulmoner mencakup prinsip ABC seperti pada cedera kepala


ringan.

Pemeriksaan umum untuk mendeteksi berbagai macam cedera atau gangguan di


bagian tubuh lainnya.

Pemeriksaan neurologis, meliputi : reflex buka mata, reflex cahaya pupil, respon
motorik, respon verbal, respon okulo sefalik ( Dolls eye ).

Pemeriksaan penunjang : CT-scan, angiografi.

Rawat selama 7 10 hari.

Beri manitol 20 % ( 1 gr/BB ) bolus dalam 5 menit.

Furosemid ( 0,3 0,5 mg/BB ) diberi bersama manitol.

Antikonvulsan : fenitoin dan fenobarbital.

Indikasi Operasi
Indikasi untuk tindakan operatif ditentukan oleh kondisi klinis pasien, temuan neuroradiologi
dan patofisiologi dari lesi. Secara umum digunakan panduan sebagai berikut :
-

Volume massa hematom mencapai lebih dari 40 ml di daerah supratentorial

Volume massa hematom lebih dari 20 ml di daerah infratentorial

Kondisi pasien yang semula sadar semakin memburuk secara klinis

Tanda fokal neurologis semakin berat

Terdapat gejala TIK yang meningkat lebih dari 25 mmHg( sakit kepala hebat, muntah
proyektil)

Pada pemeriksaan CT-Scan terdapat pendorongan garis tengah sampai lebih dari 3 mm
atau penambahan ukuran hematom pada pemeriksaan ulang

Prognosis
Cedera kepala bisa menyebabkan kematian atau penderita bisa mengalami penyembuhan
total. Jenis dan beratnya kelainan tergantung kepada lokasi dan beratnya kerusakan otak yang
terjadi. Berbagai fungsi otak dapat dijalankan oleh beberapa area, sehingga area yang tidak
mengalami kerusakan bisa menggantikan fungsi dari area lainnya yang mengalami kerusakan.
Tetapi semakin tua umur penderita, maka kemampuan otak untuk menggantikan fungsi satu sama
lainnya, semakin berkurang. Kemampuan berbahasa pada anak kecil dijalankan oleh beberapa
area di otak, sedangkan pada dewasa sudah dipusatkan pada satu area. Jika hemisfer kiri
mengalami kerusakan hebat sebelum usia 8 tahun, maka hemisfer kanan bisa mengambil alih
fungsi bahasa.
Kerusakan area bahasa pada masa dewasa lebih cenderung menyebabkan kelainan yang
menetap. Beberapa fungsi (misalnya penglihatan serta pergerakan lengan dan tungkai)
dikendalikan oleh area khusus pada salah satu sisi otak. Kerusakan pada area ini biasanya
menyebabkan kelainan yang menetap. Dampak dari kerusakan ini bisa diminimalkan dengan
menjalani terapi rehabilitasi. Penderita cedera kepala berat kadang mengalami amnesia dan tidak
dapat mengingat peristiwa sesaat sebelum dan sesudah terjadinya penurunan kesadaran. Jika
kesadaran telah kembali pada minggu pertama, maka biasanya ingatan penderita akan pulih
kembali.

DAFTAR PUSTAKA
1. Sidharta, Priguna. Neurologi Klinis Dalam Praktek Umum. Penerbit : Dian Rakyat.
Jakarta : 2009
2. Price SA, Wilson LM. Anatomi dan Fisiologi Sistem Saraf. In : Pendit BU, Hartanto H,
Wulansari P, Mahanani DA, Editors. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit, 6th ed. Jakarta : EGC ; 2005
3. David, Bernath. Head Injury. Available at : www.e-medicine.com. Accessed on : 22 Juny
2013
4. Neural System Development - Cerebrospinal Fluid. Available at:
http://embryology.med.unsw.edu.au/Notes/neuron6a.htm. Accessed on : 22 Juni 2013
5. Anatomy & Causes: Cranial Anatomy. Available at:
http://dryogeshgandhi.com/cranial.htm. Accessed on : 22 Juni 2013
6. Asuhan Keperawatan Cedera Kepala (Trauma Capitis).
Available at : http://asepscience.wordpress.com/2009/06/14/asuhan-keperawatan-cederakepala-trauma-capitis/. Accessed on : 22 Juni 2013
7. Hati-hati

Jika

Cedera

Kepala.

Available

at

http://www.tanyadokteranda.com/featured/2010/11/hati-hati-jika-cedera-kepala. Accessed
on : 22 Juni 2013

Anda mungkin juga menyukai