Skenario 1:
Mata Diobati Menjadi Buta
Tidak terima matanya menjadi buta, Haslinda bersama tim kuasa hukumdari
Lembaga Bantuan Hukum Kesehatan mendatangi ke Polda Metro Jaya untuk
melaporkan dugaan malpraktek dokter, Waldensius Girsang di Rumah Sakit
Jakarta Eyes Center.
Haslinda menuturkan, pada 6 Maret lalu, Kemerahan pada mata, kabur
penglihatan, kepekaan terhadap cahaya (ketakutan dipotret), gelap, mata sakit
sudah disampaikan ke dokter Fikri Umar Purba yang kemudian didiagnosis
sebagai penyakit uveitis tuberkulosa. Namun beberapa hari kemudian setelah
ditangani oleh dokter Purba, mata Haslinda tidak kembali berfungsi normal atau
menjadi buta.
Sementara itu, Dokter Purba yang ditemui di Rumah Sakit Jakarta Eyes Center
membantah telah melakukan malpraktek terhadap Haslinda.
Dalam pengaduannya ke ruang pengaduan Polda Metro Jaya, Haslinda warga
Kayu Mas, Pulogadung, Jakarta Timur ini tidak menyebutkan tuntutan materil dan
immateril kepada dokter purba dan Rumah Sakit Jakarta Eyes Center sebagai
pihak yang diduga melakukan malpraktek.
Pengacara pasien juga menuliskan dasar gugatannya berdasarkan:
1. Pasal 27 ayat (1) UUD 1945
2. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
3. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
4. UU No 36 tahun 2009 tentang Kesehatan
5. UU No 29 tahun 2004 tentang praktik Kedokteran
6. UU No 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit
7. Kode Etik Kedokteran
8. UU No 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
Kata-kata sulit:
1. Malpraktek: kesalahan dalam penanganan pasien
2. Uveitis tuberkulosa: peradangan mata yang disebabkan tuberkulosa
Pertanyaan:
1.
2.
3.
4.
5.
Jawaban:
1. Menyelesaikan sengketa medis
2. Tidak melakukan informed consent, tidak membuat rekam medis, dalah
diagnosis dan tindakan
3. Hak pasien
4. Negosiasi mediasi keputusan
5. MKDKI, MKEK
Hipotesis:
Pasien dengan diagnosis uveitis mata buta (malpraktek) pasien lapor ke
LBHK Polda Metro Jaya
Sasaran Belajar:
1.
2.
3.
4.
5.
1.2. Jenis
Kelalaian dapat terjadi dalam 3 bentuk, yaitu malfeasance, misfeasance dan
nonfeasance:
1. Malfeasance berarti melakukan tindakan yang melanggar hukum atau tidak
tepat/layak (unlawful atau improper), misalnya melakukan tindakan medis
tanpa indikasi yang memadai.
2. Misfeasance berarti melakukan pilihan tindakan medis yang tepat tetapi
dilaksanakan dengan tidak tepat (improper performance), yaitu misalnya
melakukan tindakan medis dengan menyalahi prosedur
3. Nonfeasance adalah tidak melakukan tindakan medis yang merupakan
kewajiban baginya. Bentuk-bentuk kelalaian di atas sejalan dengan bentukbentuk error (mistakes, slips and lapses), namun pada kelalaian harus
memenuhi keempat unsur kelalaian dalam hukum khususnya adanya
kerugian, sedangkan error tidak selalu mengakibatkan kerugian.
Demikian pula adanya latent error yang tidak secara langsung menimbulkan
dampak buruk. Suatu perbuatan atau sikap dokter atau dokter gigi dianggap lalai
apabila memenuhi empat unsur di bawah ini, yaitu:
1. Duty atau kewajiban dokter dan dokter gigi untuk melakukan sesuatu
tindakan atau untuk tidak melakukan sesuatu tindakan tertentu terhadap
pasien tertentu pada situasi dan kondisi yang tertentu.
2. Dereliction of the duty atau penyimpangan kewajiban tersebut.
3. Damage atau kerugian, yaitu segala sesuatu yang dirasakan oleh pasien
sebagai kerugian akibat dari layanan kesehatan/kedokteran yang diberikan
oleh pemberi layanan.
4. Direct causal relationship atau hubungan sebab akibat yang nyata. Dalam hal
ini harus terdapat hubungan sebab akibat antara penyimpangan kewajiban
dengan kerugian yang setidaknya merupakan proximate cause.
Investigasi
Seorang dokter atau dokter gigi yang menyimpang dari standar profesi dan
melakukan kesalahan profesi belum tentu melakukan malpraktik medis yang
dapat dipidana, malpraktik medis yang dipidana membutuhkan pembuktian
adanya unsur culpa lata atau kalalaian berat dan pula berakibat fatal atau serius
(Ameln, Fred, 1991). Hal ini sesuai dengan ketentuan pasal 359 KUHP, pasal
360, pasal 361 KUHP yang dibutuhkan pembuktian culpa lata dari dokter atau
dokter gigi. Dengan demikian untuk pembuktian malpraktik secara hukum pidana
meliputi unsur :
1. Telah menyimpang dari standar profesi kedokteran;
2. Memenuhi unsur culpa lata atau kelalaian berat; dan
3. Tindakan menimbulkan akibat serius, fatal dan melanggar pasal 359, pasal
360
KUHP.Adapun unsur-unsur dari pasal 359 dan pasal 360 sebagai berikut :
1. Adanya unsur kelalaian (culpa).
2. Adanya wujud perbuatan tertentu.
3. Adanya akibat luka berat atau matinya orang lain.
4. Adanya hubungan kausal antara wujud perbuatan dengan akibat kematian
orang lain itu.
Tiga tingkatan culpa:
a Culpa lata: sangat tidak berhati-hati (culpa lata), kesalahan serius,
sembrono (grossfault or neglect)
b Culpa levis: kesalahan biasa (ordinary fault or neglect)
c Culpa levissima: kesalahan ringan (slight fault or neglect)(Black 1979 hal.
241).
Dalam pembuktian perkara perdata, pihak yang mendalilkan sesuatu harus
mengajukan bukti-buktinya.
Dalam hal ini dapat dipanggil saksi untuk diminta pendapatnya. Jika
kesalahan yang dilakukan sudah demikian jelasnya (res ipsa loquitur, thething
speaks for itself) sehingga tidak diperlukan saksi ahli lagi, maka beban
pembuktian dapat dibebankan pada dokternya.
JENIS-JENIS MALPRAKTEK
Berpijak pada hakekat malpraktek adalah praktik yang buruk atau tidak
sesuai dengan standar profesi yang telah ditetapkan, maka ada bermacam-macam
malpraktek dengan mendasarkan pada ketentuan hukum yang dilanggar, walaupun
kadang kala sebutan malpraktek secara langsung bisa mencakup dua atau lebih
jenis malpraktek. Secara garis besar malprakltek dibagi dalam dua golongan besar
yaitu mal praktik medik (medical malpractice) yang biasanya juga meliputi
malpraktik etik (etichal malpractice) dan malpraktek yuridik (yuridical
malpractice). Sedangkan malpraktik yurudik dibagi menjadi tiga yaitu malpraktik
perdata (civil malpractice), malpraktik pidana (criminal malpractice) dan
malpraktek administrasi Negara (administrative malpractice).
1. Malpraktik Medik (medical malpractice)
John.D.Blum merumuskan: Medical malpractice is a form of professional
negligence in whice miserable injury occurs to a plaintiff patient as the direct
1.3.
10
11
1.4. Pencegahan
1. Upaya pencegahan malpraktek dalam pelayanan kesehatan
Dengan adanya kecenderungan masyarakat untuk menggugat tenaga medis
karena adanya malpraktek diharapkan tenaga dalam menjalankan tugasnya selalu
bertindak hati-hati, yakni:
Tidak menjanjikan atau memberi garansi akan keberhasilan upayanya,
karena perjanjian berbentuk daya upaya (inspaning verbintenis) bukan
perjanjian akan berhasil (resultaat verbintenis).
Sebelum melakukan intervensi agar selalu dilakukan informed consent.
Mencatat semua tindakan yang dilakukan dalam rekam medis.
Apabila terjadi keragu-raguan, konsultasikan kepada senior atau dokter.
Memperlakukan pasien secara manusiawi dengan memperhatikan segala
kebutuhannya.
Menjalin komunikasi yang baik dengan pasien, keluarga dan masyarakat
sekitarnya.
2.Upaya menghadapi tuntutan hukum
Apabila upaya kesehatan yang dilakukan kepada pasien tidak memuaskan
sehingga perawat menghadapi hukum, maka tenaga kesehatan seharusnya bersifat
pasif dan pasien atau keluarganya yang aktif membuktikan kelalaian tenaga
kesehatan. Apabila tuduhan kepada kesehatan merupakan criminal malpractice,
maka tenaga kesehatan dapat melakukan :
a Informal defence, dengan mengajukan bukti untuk menangkis/
menyangkal bahwa tuduhan yang diajukan tidak berdasar atau tidak
menunjuk pada doktrin-doktrin yang ada, misalnya perawat mengajukan
bukti bahwa yang terjadi bukan disengaja, akan tetapi merupakan risiko
medik (risk of treatment), atau mengajukan alasan bahwa dirinya tidak
mempunyai sikap batin (men rea) sebagaimana disyaratkan dalam
perumusan delik yang dituduhkan.
b Formal/legal defence, yakni melakukan pembelaan dengan mengajukan
atau menunjuk pada doktrin-doktrin hukum, yakni dengan menyangkal
tuntutan dengan cara menolak unsur-unsur pertanggung jawaban atau
melakukan pembelaan untuk membebaskan diri dari pertanggung
jawaban, dengan mengajukan bukti bahwa yang dilakukan adalah
pengaruh daya paksa.
Berbicara mengenai pembelaan, ada baiknya perawat menggunakan jasa
penasehat hukum, sehingga yang sifatnya teknis pembelaan diserahkan
kepadanya.
Pada perkara perdata dalam tuduhan civil malpractice dimana perawat digugat
membayar ganti rugi sejumlah uang, yang dilakukan adalah mementahkan dalil-
12
dalil penggugat, karena dalam peradilan perdata, pihak yang mendalilkan harus
membuktikan di pengadilan, dengan perkataan lain pasien atau pengacaranya
harus membuktikan dalil sebagai dasar gugatan bahwa tergugat (perawat)
bertanggung jawab atas derita (damage) yang dialami penggugat.
Untuk membuktikan adanya civil malpractice tidak mudah, utamanya tidak
diketemukan fakta yang dapat berbicara sendiri (res ipsa loquitur), apalagi untuk
membuktikan adanya tindakan menterlantarkan kewajiban (dereliction of duty)
dan adanya hubungan langsung antara menterlantarkan kewajiban dengan adanya
rusaknya kesehatan (damage), sedangkan yang harus membuktikan adalah orangorang awam dibidang kesehatan dan hal inilah yang menguntungkan tenaga
perawatan.
13
2 Tujuan
Tujuan dari informed consent adalah agar pasien mendapat informasi yang
cukup untuk dapat mengambil keputusan atas terapi yang akan dilaksanakan.
Informed consent juga berarti mengambil keputusan bersama. Hak pasien untuk
menentukan nasibnya dapat terpenuhi dengan sempurna apabila pasien telah
menerima semua informasi yang ia perlukan sehingga ia dapat mengambil
keputusan yang tepat. Kekecualian dapat dibuat apabila informasi yang diberikan
dapat menyebabkan guncangan psikis pada pasien.
Dokter harus menyadari bahwa informed consent memiliki dasar moral
dan etik yang kuat. Menurut American College of Physicians Ethics Manual,
pasien harus mendapat informasi dan mengerti tentang kondisinya sebelum
14
3 Manfaat
Informed Consent bermanfaat untuk :
1 Melindungi pasien terhadap segala tindakan medik yang dilakukan tanpa
sepengetahuan pasien. Misalnya tindakan medik yang tidak perlu atau tanpa
indikasi, penggunaan alat canggih dengan biaya tinggi dsbnya.
2 Memberikan perlindungan hukum bagi dokter terhadap akibat yang tidak
terduga dan bersifat negatif. Misalnya terhadap resiko pengobatan yang
tidak dapat dihindari walaupun dokter telah bertindak seteliti mungkin.
Dengan adanya informed consent maka hak autonomy perorangan di
kembangkan, pasien dan subjek dilindungi, mencegah terjadinya penipuan atau
paksaan, merangsang profesi medis untuk mengadakan introspeksi, mengajukan
keputusan-keputusan yang rasional dan melibatkan masyarakat dalam memajukan
prinsip autonomy sebagai suatu nilai sosial serta mengadakan pengawasan dalam
penelitian biomedik.
2.4. Persetujuan
Bentuk persetujuan atau penolakan
Rumah sakit memiliki tugas untuk menjamin bahwa informed consent
sudah didapat. Istilah untuk kelalaian rumah sakit tersebut yaitu fraudulent
concealment. Pasien yang akan menjalani operasi mendapat penjelasan dari
seorang dokter bedah namun dioperasi oleh dokter lain dapat saja menuntut
malpraktik dokter yang tidak mengoperasi karena kurangnya informed consent
dan dapat menuntut dokter yang mengoperasi untuk kelanjutannya.
Bentuk persetujuan tidaklah penting namun dapat membantu dalam
persidangan bahwa persetujuan diperoleh. Persetujuan tersebut harus berdasarkan
semua elemen dari informed consent yang benar yaitu pengetahuan, sukarela dan
kompetensi.
Beberapa rumah sakit dan dokter telah mengembangkan bentuk
persetujuan yang merangkum semua informasi dan juga rekaman permanen,
biasanya dalam rekam medis pasien. Format tersebut bervariasi sesuai dengan
terapi dan tindakan yang akan diberikan. Saksi tidak dibutuhkan, namun saksi
merupakan bukti bahwa telah dilakukan informed consent. Informed consent
sebaiknya dibuat dengan dokumentasi naratif yang akurat oleh dokter yang
bersangkutan.
Otoritas untuk memberikan persetujuan
Seorang dewasa dianggap kompeten dan oleh karena itu harus mengetahui
terapi yang direncanakan. Orang dewasa yang tidak kompeten karena penyakit
fisik atau kejiwaan dan tidak mampu mengerti tentu saja tidak dapat memberikan
informed consent yang sah. Sebagai akibatnya, persetujuan diperoleh dari orang
lain yang memiliki otoritas atas nama pasien. Ketika pengadilan telah
15
16
5 Isi
Dalam Permenkes No. 585 tahun 1989 tentang Persetujuan Tindakan
Medik dinyatakan bahwa dokter harus menyampaikan informasi atau penjelasan
kepada pasien/keluarga diminta atau tidak diminta, jadi informasi harus
disampaikan.
Mengenai apa yang disampaikan, tentulah segala sesuatu yang berkaitan
dengan penyakit pasien. Tindakan apa yang dilakukan, tentunya prosedur tindakan
yang akan dijalani pasien baik diagnostic maupun terapi dan lain-lain sehingga
pasien atau keluarga dapat memahaminya. Ini mencangkup bentuk, tujuan, resiko,
manfaat dari terapi yang akan dilaksanakan dan alternative terapi (Hanafiah,
1999).
Secara umum dapat dikatakan bahwa semua tindakan medis yang akan
dilakukan terhadap pasien yang harus diinformasikan sebelumnya, namun izin
yang harus diberikan oleh pasien dapat berbagai macam bentuknya, baik yang
dinyatakan ataupun tidak. Yang paling untuk diketahui adalah bagaimana izin
tersebut harus dituangkan dalam bentuk tertulis, sehingga akan memudahkan
pembuktiannya kelak bila timbul perselisihan.
Secara garis besar dalam melakukan tindakan medis pada pasien, dokter
harus menjelaskan beberapa hal, yaitu:
1 Garis besar seluk beluk penyakit yang diderita dan prosedur perawatan /
pengobatan yang akan diberikan / diterapkan.
2 Resiko yang dihadapi, misalnya komplikasi yang diduga akan timbul.
3 Prospek / prognosis keberhasilan ataupun kegagalan.
4 Alternative metode perawatan / pengobatan.
5
Hal-hal yang dapat terjadi bila pasien menolak untuk memberikan
persetujuan.
6 Prosedur perawatan / pengobatan yang akan dilakukan merupakan suatu
percobaan atau menyimpang dari kebiasaan, bila hal itu yang akan dilakukan
Dokter juga perlu menyampaikan (meskipun hanya sekilas), mengenai cara
kerja dan pengalamannya dalam melakukan tindakan medis tersebut
(Achadiat, 2007).
17
18
19
20
3.2 Tujuan
Tujuan Rekam Medis adalah untuk menunjang tercapainya tertib
administrasi dalam rangka upaya peningkatan pelayanan kesehatan. Tanpa
didukung suatu sistem pengelolaan rekam medis yang baik dan benar , maka tertib
administrasi tidak akan berhasil.
3.3 Manfaat
1. Aspek Administrasi
Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai administrasi, karena isinya
menyangkut tindakan berdasarkan wewenang dan tanggung jawab sebagai
tenaga medis dan perawat dalam mencapai tujuan pelayanan kesehatan
2. Aspek Medis
Catatan tersebut dipergunakan sebagai dasar untuk merencanakan
pengobatan/perawatan yang harus diberikan kepada pasien
Contoh :
- Identitas pasien: name, age, sex, address, marriage status, etc.
- Anamnesis: fever, how long, every time, continuously, periodic???
- Physical diagnosis: head, neck, chest, etc.
- Laboratory examination, another supporting examination. Etc
3. Aspek Hukum
Menyangkut masalah adanya jaminan kepastian hukum atas dasar keadilan,
dalam rangka usaha menegakkan hukum serta penyediaan bahan tanda bukti
untuk menegakkan keadilan
4. Aspek Keuangan
Isi Rekam Medis dapat dijadikan sebagai bahan untuk menetapkan biaya
pembayaran pelayanan. Tanpa adanya bukti catatan tindakan/pelayanan,
maka pembayaran tidak dapat dipertanggungjawabkan
5. Aspek Penelitian
Berkas Rekam medis mempunyai nilai penelitian, karena isinya menyangkut
data/informasi yang dapat digunakan sebagai aspek penelitian.
6. Aspek Pendidikan
Berkas Rekam Medis mempunyai nilai pendidikan, karena isinya
menyangkut data/informasi tentang kronologis dari pelayanan medik yang
diberikan pada pasien.
21
7. Aspek Dokumentasi
Isi Rekam medis menjadi sumber ingatan yang harus didokumentasikan dan
dipakai sebagai bahan pertanggungjawaban dan laporan sarana kesehatan
Berdasarkan aspek-aspek tersebut, maka rekam medis mempunyai kegunaan
yang sangat
luas yaitu :
Sebagai alat komunikasi antara dokter dengan tenaga kesehatan lainnya yang
ikut ambil bagian dalam memberikan pelayanan kesehatan
Sebagai dasar untuk merencanakan pengobatan/perawatan yang harus
diberikan kepada seorang pasien
Sebagai bukti tertulis atas segala tindakan pelayanan, perkembangan penyakit
dan pengobatan selama pasien berkunjung/dirawat di Rumah sakit Sebagai
bahan yang berguna untuk analisa, penelitian dan evaluasi terhadap program
pelayanan serta kualitas pelayanan
Contoh : Bagi seorang manajer :
- Berapa banyak pasien yang datang ke sarana kesehatan? baru dan lama ?
- Distribusi penyakit pasien yang datang ke sarana kesehatan
- Cakupan program yang nantinya di bandingkan dengan target program
Melindungi kepentingan hukum bagi pasien, sarana kesehatan maupun tenaga
kesehatan yang terlibat
Menyediakan data dan informasi yang diperlukan untuk keperluan
pengembangan program, pendidikan dan penelitian
Sebagai dasar di dalam perhitungan biaya pembayaran pelayanan kesehatan
Menjadi sumber ingatan yang harus didokumentasikan serta bahan
pertanggungjawaban dan laporan
Manfaat Rekam Medis:
A Pengobatan Pasien
Rekam medis bermanfaat sebagai dasar dan petunjuk untuk merencanakan
dan menganalisis penyakit serta merencanakan pengobatan, perawatan dan
tindakan medis yang harus diberikan kepada pasien.
B Peningkatan Kualitas Pelayanan
Membuat Rekam Medis bagi penyelenggaraan praktik kedokteran dengan
jelas dan lengkap akan meningkatkan kualitas pelayanan untuk melindungi
tenaga medis dan untuk pencapaian kesehatan masyarakat yang optimal.
C Pendidikan dan Penelitian
Rekam medis yang merupakan informasi perkembangan kronologis penyakit,
pelayanan medis, pengobatan dan tindakan medis, bermanfaat untuk bahan
informasi bagi perkembangan pengajaran dan penelitian di bidang profesi
kedokteran dan kedokteran gigi.
D Pembiayaan
Berkas rekam medis dapat dijadikan petunjuk dan bahan untuk menetapkan
pembiayaan dalam pelayanan kesehatan pada sarana kesehatan. Catatan
tersebut dapat dipakai sebagai bukti pembiayaan kepada pasien.
E Statistik Kesehatan
22
3.4 Jenis
Berdasarkan perkembangannya rekam medis memiliki dua jenis, yaitu
konvensional dan elektronik.
1) Jenis konvensional merupakan jenis yang masih banyak dipergunakan di
setiap rumah sakit seperti pencatatan secara langsung oleh tenaga kesehatan.
2) Jenis elektronik merupakan sistem pencatatan informasi dengan
menggunakan peralatan yang modern seperti komputer atau alat elektronik
lainnya.
3.5 Isi
Isi rekam medis untuk pasien rawat jalan sekurang-kurangnya:
a. Identitas pasien
b. Tanggal dan waktu
c. Hasil anamnesis, mencakup sekurang-kurangnya keluhan dan riwayat penyakit
d. Hasil pemeriksaan fisik dan penunjang medik
e. Diagnosis
f. Rencana penatalaksanaan
g. Pengobatan dan/atau tindakan
h. Pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien
i. Untuk pasien kasus gigi dilengkapi dengan odontogram klinik dan
j. Persetujuan tindakan yang diperlukan.
Isi rekam medis untuk pasien rawat inap dan perawatan satu hari:
a. Point a-g
b. Persetujuan tindakan bila diperlukan
c. Catatan observasi klinis dan hasil pengobatan
d. Ringkasan pulang (discharge summary)
e. Nama dan tanda tangan dokter, dokter gigi, atau tenaga kesehatan tertentu yang
memberikan pelayanan kesehatan.
f. Pelayanan lain yang dilakukan oleh tenaga kesehatan tertentu dan
g. Untuk pasien kasus gigi dilengkapi dengan odontogram klinik
Penyimpanan, pemusnahan, dan kerahasiaan
23
24
2) Rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disimpan dan dijaga
kerahasiaannya oleh dokter atau dokter gigi dan pimpinan sarana pelayanan
kesehatan.
3) Ketentuan mengenai rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri.
25
8. Memberikan usul dan saran diminta atau tidak diminta kepada pengurus
cabang.
9. Membina hubungan baik dengan majelis atau instansi yang berhubungan
dengan etik profesi, baik pemerintah maupun organisasi profesi lain
10. Bertanggung jawab kepada musyawarah cabang.
MAJELIS KEHORMATAN DISIPLIN KEDOKTERAN INDONESIA
(MKDKI)
Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia adalah lembaga yang
berwenang untuk menentukan ada tidaknya kesalahan yang dilakukan dokter dan
dokter gigi dalam penerapan disiplin ilmu kedokteran dan kedokteran gigi, dan
menetapkan sanksi. Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia
merupakan lembaga otonom dari Konsil Kedokteran Indonesia, dan dalam
menjalankan tugasnya bersifat independen, serta bertanggung jawab kepada
Konsil Kedokteran Indonesia. Berkedudukan di ibu kota negara Republik
Indonesia. Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran di tingkat provinsi dapat
dibentuk oleh Konsil Kedokteran Indonesia atas usul Majelis Kehormatan
Disiplin Kedokteran Indonesia.
Pimpinan MKDKI terdiri atas seorang ketua, seorang wakil ketua, dan
seorang sekretaris. Keanggotaan MKDKI terdiri atas 3 orang dokter gigi dan
organisasi profesi masing-masing, seorang dokter dan seorang dokter gigi
mewakili asosiasi rumah sakit, dan 3 orang sarjana hukum. Anggota MKDKI
ditetapkan oleh Menteri atas usul organisasi profesi. Masa bakti keanggotaan
MKDKI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 adalah 5 tahun dan dapat
diangkat kembali untuk 1 kali masa jabatan. Pimpinan MKDKI dipilih dan
ditetapkan oleh rapat pleno anggota. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara
pemilihan pimpinan MKDKI diatur dengan Peraturan Konsil Kedokteran
Indonesia.
Fungsi MKDKI
Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI) adalah lembaga
Negara yang berwenang untuk :
4. Menentukan ada atau tidaknya kesalahan yang dilakukan dokter/dokter gigi
dalam penerapan disiplin ilmu kedokteran/kedokteran gigi
5. Menetapkan sanksi bagi dokter/dokter gigi yang dinyatakan bersalah.
6. Dasar pembentukan dan kewenangan MKDKI adalah Undang-Undang
Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran.
Tugas MKDKI
Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia bertugas :
3. Menerima pengaduan, memeriksa, dan memutuskan kasus pelanggaran
disiplin dokter dan dokter gigi yang diajukan
4. Menyusun pedoman dan tata cara penanganan kasus pelanggaran disiplin
dokter atau dokter gigi.
Pelanggaran disiplin adalah pelanggaran terhadap aturan aturan dan/atau
ketentuan penerapan keilmuan dalam pelaksanaan pelayanan yang seharusnya
diikuti oleh dokter dan dokter gigi. Sebagian dari aturan dan ketentuan tersebut
terdapat dalam UU Praktik Kedokteran, dan sebagian lagi tersebar didalam
26
27
"Barang siapa yang praktek menjadi dokter dan sebelumnya tidak diketahui
memiliki keahlian, maka ia bertanggung-jawab"
Kesalahan ini sangat berat, karena menganggap remeh kesehatan dan nyawa
banyak orang, sehingga para Ulama sepakat bahwa mutathabbib (pelakunya)
harus bertanggung-jawab, jika timbul masalah dan harus dihukum agar jera dan
menjadi pelajaran bagi orang lain.
2. Menyalahi Prinsip-Prinsip Ilmiah (Mukhlafatul Ushl Al-'Ilmiyyah)
Yang dimaksud dengan pinsip ilmiah adalah dasar-dasar dan kaidahkaidah yang telah baku dan biasa dipakai oleh para dokter, baik secara teori
maupun praktek, dan harus dikuasai oleh dokter saat menjalani profesi
kedokteran.
Para ulama telah menjelaskan kewajiban para dokter untuk mengikuti
prinsip-prinsip ini dan tidak boleh menyalahinya. Imam Syfi'i rahimahullah
misalnya mengatakan: "Jika menyuruh seseorang untuk membekam, mengkhitan
anak, atau mengobati hewan piaraan, kemudian semua meninggal karena praktek
itu, jika orang tersebut telah melakukan apa yang seharusnya dan biasa dilakukan
untuk maslahat pasien menurut para pakar dalam profesi tersebut, maka ia tidak
bertanggung-jawab. Sebaliknya, jika ia tahu dan menyalahinya, maka ia
bertanggung-jawab. "Bahkan hal ini adalah kesepakatan seluruh Ulama,
sebagaimana disebutkan oleh Ibnul Qayyim rahimahullah.
Hanya saja, hakim harus lebih jeli dalam menentukan apakah benar-benar
terjadi pelanggaran prinsip-prinsip ilmiah dalam kasus yang diangkat, karena ini
termasuk permasalahan yang pelik.
28
3. Ketidaksengajaan (Khatha')
Ketidaksengajaan adalah suatu kejadian (tindakan) yang orang tidak
memiliki maksud di dalamnya. Misalnya, tangan dokter bedah terpeleset sehingga
ada anggota tubuh pasien yang terluka. Bentuk malpraktek ini tidak membuat
pelakunya berdosa, tapi ia harus bertanggungjawab terhadap akibat yang
ditimbulkan sesuai dengan yang telah digariskan Islam dalam bab jinayat, karena
ini termasuk jinayat khatha' (tidak sengaja).
4. Sengaja Menimbulkan Bahaya (I'tid')
Maksudnya adalah membahayakan pasien dengan sengaja. Ini adalah
bentuk malpraktek yang paling buruk. Tentu saja sulit diterima bila ada dokter
atau paramedis yang melakukan hal ini, sementara mereka telah menghabiskan
umur mereka untuk mengabdi dengan profesi ini. Kasus seperti ini terhitung
jarang dan sulit dibuktikan karena berhubungan dengan isi hati orang. Biasanya
pembuktiannya dilakukan dengan pengakuan pelaku, meskipun mungkin juga
factor kesengajaan ini dapat diketahui melalui indikasi-indikasi kuat yang
menyertai terjadinya malpraktek yang sangat jelas. Misalnya, adanya perselisihan
antara pelaku malpraktek dengan pasien atau keluarganya.
PEMBUKTIAN MALPRAKTEK
Agama Islam mengajarkan bahwa tuduhan harus dibuktikan. Demikian
pula, tuduhan malparaktek harus diiringi dengan bukti, dan jika terbukti harus ada
pertanggung jawaban dari pelakunya. Ini adalah salah satu wujud keadilan dan
kemuliaan ajaran Islam. Jika tuduhan langsung diterima tanpa bukti, dokter dan
paramedis terzhalimi, dan itu bisa membuat mereka meninggalkan profesi mereka,
sehingga akhirnya membahayakan kehidupan umat manusia. Sebaliknya, jika
tidak ada pertanggung jawaban atas tindakan malpraktek yang terbukti, pasien
terzhalimi, dan para dokter bisa jadi berbuat seenak mereka.
Dalam dugaan malpraktek, seorang hakim bisa memakai bukti-bukti yang
diakui oleh syariat sebagai berikut:
1. Pengakuan Pelaku Malpraktek (Iqrr).
Iqrar adalah bukti yang paling kuat, karena merupakan persaksian atas diri
sendiri, dan ia lebih mengetahuinya. Apalagi dalam hal yang membahayakan
diri sendiri, biasanya pengakuan ini menunjukkan kejujuran.
2. Kesaksian (Syahdah).
Untuk pertanggungjawaban berupa qishash dan ta'zr, dibutuhkan kesaksian
dua pria yang adil. Jika kesaksian akan mengakibatkan tanggung jawab
materiil, seperti ganti rugi, dibolehkan kesaksian satu pria ditambah dua
wanita. Adapun kesaksian dalam hal-hal yang tidak bisa disaksikan selain
oleh wanita, seperti persalinan, dibolehkan persaksian empat wanita tanpa
pria. Di samping memperhatikan jumlah dan kelayakan saksi, hendaknya
hakim juga memperhatikan tidak memiliki tuhmah (kemungkinan
mengalihkan tuduhan malpraktek dari dirinya).
3. Catatan Medis.
Yaitu catatan yang dibuat oleh dokter dan paramedis, karena catatan tersebut
dibuat agar bisa menjadi referensi saat dibutuhkan. Jika catatan ini valid, ia
bisa menjadi bukti yang sah.
29
30
Daftar isi:
Agus M. Algozi. Rekam Medis Departemen Ilmu Kedokteran Forensik dan
Medikolegal. FK UNAIR-RS. DR. Soetomo. Surabaya.
AbouZahr1, Carla & Boerma1,Ties . Health information systems: the foundations
of public health in Bulletin of the World Health Organization August 2005, 83 (8)
Chadha,P.Vijay.1995.Ilmu Forensik
Indonesia.
dan Toksikologi.Jakarta:Widya
Medika