Anda di halaman 1dari 43

PEMBAHASAN

LETAK SUNGSANG

I. DEFINISI

Letak sungsang merupakan keadaan di mana janin terletak memanjang

dengan kepala di fundus uteri dan bokong berada di bagian bawah kavum uteri,

atau janin terletak pada posisi aksis longitudinal dengan kepala di fundus uteri.1

Gambar 1. Letak Sungsang

II. KLASIFIKASI

Dikenal beberapa jenis letak sungsang, yaitu presentasi bokong murni (frank

breech), presentasi bokong kaki sempurna (completed breech presentation),

presentasi bokong kaki tidak sempurna (incompleted breech presentation), dan

presentasi kaki, baik berupa ekstensi satu kaki (single footling presentation) atau

ekstensi kedua kaki (double footling presentation).1

Letak sungsang dibagi menjadi :2

10
1. Letak bokong murni (frank breech), yaitu hanya bokong saja yang jadi bagian

depan sedangkan kedua tungkai bawah lurus ke atas.

2. Letak bokong kaki (complete breech), yaitu disamping bokong teraba kaki,

baik teraba kedua kaki atau satu kaki.

3. Letak kaki (footling breech/incomplete breech), yaitu salah satu atau kedua

kaki terletak sebagai bagian yang terendah.

Gambar 2. Jenis-Jenis Letak Sungsang

III. ETIOLOGI

11
Letak sungsang biasanya terjadi karena kegagalan versi spontan menjadi

presentasi kepala pada kehamilan aterm atau pada persalinan prematur sebelum

versi kepala terjadi.2,5

Beberapa faktor predisposisi pada letak sungsang: 3

a. Oligohidramnion

b. Prematuritas

c. Panggul sempit

d. Hidramnion, karena anak mudah bergerak.

e. Anomali uterus, seperti uterus bikornis

f. Tumor-tumor dalam panggul

g. Plasenta abnormal, misalnya plasenta previa karena menghalangi turunnya

kepala ke dalam pintu atas panggul.

h. Multiparitas

i. Janin besar

j. Gemelli

k. Kelainan bentuk kepala, hidrocepal atau anencepal karena kepala kurang

sesuai dengan pintu atas panggul.

l. Letak sungsang pada kehamilan sebelumnya dikarenakan panggul sempit.

IV. PATOFISIOLOGI

Letak janin dalam uterus bergantung pada proses adaptasi janin terhadap

ruangan dalam uterus. Pada kehamilan sampai kurang lebih 32 minggu, jumlah air

ketuban relatif lebih banyak, sehingga memungkinkan janin bergerak dengan

leluasa. Dengan demikian janin dapat menempatkan diri dalam presentasi kepala,

letak sungsang atau letak lintang,

12
Pada  kehamilan triwulan terakhir janin tumbuh dengan cepat dan jumlah air

ketuban relative  berkurang. Karena bokong dengan kedua tungkai terlipat lebih

besar dari pada kepala, maka bokong dipaksa untuk menempati ruang yang lebih

luas di fundus uteri, sedangkan kepala berada ruangan yang lebih kecil di segmen

bawah uterus. Dengan demikian dapat dimengerti bahwa  pada kehamilan belum

cukup bulan, frekuensi letak sungsang lebih tinggi,sedangkan pada kehamilan

cukup bulan, janin sebagian besar ditemukan dalam presentasi kepala.

Sayangnya, beberapa fetus tidak seperti itu.Sebagian dari mereka berada dalam

posisi sungsang.4

V. DIAGNOSA

Diagnosis letak sungsang umumnya tidak sulit. Diagnosis ditegakkan dari

anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Seringkali wanita

menyatakan lebih terasa penuh di sebelah atas dan gerakan terasa lebih banyak di

bagian bawah. Pada pemeriksaan luar, di bagian bawah uterus tidak dapat diraba

kepala janin, kepala teraba di fundus uteri. Kadang – kadang bokong janin teraba

bulat dan dapat memberi kesan seolah-olah kepala, tetapi bokong tidak dapat

digerakkan semudah kepala. Pada palpasi abdomen dengan menggunakan

manuver Leopold I ditemukan kepala pada fundus uteri. Leopold II ditemukan

punggung pada salah satu sisi abdomen dan bagian-bagian kecil janin pada sisi

yang lain. Leopold III menunjukkan tidak terjadinya engagement. Denyut jantung

umumnya terdapat setinggi atau sedikit lebih tinggi daripada umbilikus.1

A. Anamnesis

Pergerakan anak teraba oleh ibu dibagian perut bawah, ibu sering merasa

13
terasa penuh di bagian atas ada benda keras (kepala) yang mendesak tulang iga

dan rasa nyeri pada daerah tulang iga karena kepala janin.

B. Pemeriksaan fisik 

Inspeksi : tidak bisa ditentukan jika presentasi bagian bawah adalah bokong.

Pada inspeksi tidak ada kelainan.

Palpasi: teraba bagian keras, bundar, melenting pada fundus. Punggung dapat

diraba pada salah satu sisi perut, bagian kecil pada sisi yang berlawanan,

diatas simphisis teraba bagian yang kurang bundar dan lunak.

C. Pemeriksaan Luar

Berdasarkan pemeriksaan Leopold akan teraba bagian keras, bundar, dan

melenting pada fundus uteri. Punggung anak dapat diraba pada salah satu sisi

perut dan bagian-bagian kecil pada pihak yang berlawanan. Di atas simfisis,

akan teraba bagian yang kurang bundar dan lunak. Bunyi jantung terdengar

pada punggung anak setinggi pusat.6

Gambar 3. Pemeriksaan Leopold I dan II

D. Pemeriksaan Dalam

14
Vagina Toucher: tebagi 3 tonjolan tulang yaitu kedua tubera ossis

ischia dan ujung os sacrum, anus, genetalia anak jika edema tidak terlalu besar

dapat diraba.7

Perbedaan antara letak sungsang dan kepala pada pemeriksaan dalam

jika anus posisi terendah maka akan teraba lubang kecil, tidak ada tulang,

tidak menghisap, keluar meconium, jika presentasi kaki maka akan teraba 900  ,

terasa jari-jari , pada presentasi lutut akan terasa patella dan popliteal. Pada

presentasi mulut maka akan terasa ada hisapan di jari, teraba rahang dan lidah.

Presentasi tangan siku: terasa jari panjang, tidak rata, patella (-).8

Untuk menentukan perbedaan tangan dan kaki: pada kaki ada

kalkaneus, sehingga terjadi tonjolan tulang yaitu mata kaki dan kalkaneus.

Pada tangan hanya ada mata dipergelangan tangan, kaki tidak dapat dilurskan

terhadap tungkai, jari kaki jauh lebih pendek dari telapak kaki.9

Pada pemeriksaan dalam, jika pembukaan sudah besar dapat teraba tiga

tonjolan tulang, yaitu kedua tubera ossis ischii dan ujung os sacrum,

sedangkan os scrum dapat dikenal sebagai tulang yang meruncing dengan

deretan prosesus spinosus ditengah-tengah tulang tersebut.6

Antara tiga tonjolan tulang tadi dapat diraba anus dan genitalia anak.

Persentasi bokong harus dibedakan dari muka karena pada letak muka jika

caput succedaneum besar, muka dapat disangka bokong karena kedua tulang

pipi dapat menyerupai tubera ossis ischii, dagu menyerupai ujung os sacrum,

sedangkan mulut di sangka anus. Yang menentukan ialah bentuk os sacrum

yang mempunyai deretan prosesus spinosus yang disebut krista sakralis

medialis.6

15
Perbedaan kaki dan tangan :6

1. Pada kaki ada calcaneus, jadi ada tiga tonjolan tulang, yaitu mata kaki dan

calcaneus, sedangkan pada tangan hanya ada mata dipergelangan tangan.

2. Kaki tidak dapat diluruskan terhadap tungkai, selalu ada sudut.

3. Jari kaki jauh lebih pendek dari telapak kaki.

Pada persalinan lama, bokong janin mengalami edema sehingga

kadang-kadang sulit untuk membedakan bokong dengan muka. Pemeriksaan

yang teliti dapat membedakan bokong dengan muka karena jari yang akan

dimasukkan ke dalam anus mengalami rintangan otot, sedangkan jari yang

dimasukkan ke dalam mulut akan meraba tulang rahang dan alveola tanpa ada

hambatan. Pada presentasi bokong kaki sempurna, kedua kaki dapat diraba

disamping bokong, sedangkan pada presentasi bokong kaki tidak sempurna,

hanya teraba satu kaki disamping bokong.10

E. Pemeriksaan Penunjang

Sebagai pemeriksaan penunjang, penggunaan USG dan MRI dapat

dipertimbangkan. Pemeriksaan ultrasonografik yang dilakukan oleh operator

yang berpengalaman dapat menentukan presentasi janin, sikap, ukuran kepala,

diameter biparietal, derajat fleksi janin, adanya anomali janin, jumlah air

ketuban, letak plasenta, adanya kehamilan ganda atau jumlah kehamilan,

malformasi jaringan lunak atau tulang janin, abnormalitas uterus, serta berat

janin dan usia gestasi. Selain itu USG juga dapat untuk mencari kemungkinan

adanya lilitan tali pusat pada leher janin. Sedangkan MRI merupakan jenis

pemeriksaan radiologis yang relatif tidak membahayakan untuk janin maupun

ibu. Pada foto rontgen (bila perlu) untuk menentukan posisi tungkai bawah,

16
konfirmasi letak janin serta fleksi kepala, menentukan adanya kelainan

bawaan anak.

VI. PENALAKSANAAN

A. Dalam Kehamilan

Mengingat bahaya – bahayanya, sebaiknya persalinan dalam letak sungsang

dihindarkan. Untuk itu bila pada pemeriksaan antenatal dijumpai letak

sungsang, terutama pada primigravida, hendaknya diusahakan melakukan

versi luar menjadi presentasi kepala. Pada umur kehamilan 28-30 minggu,

mencari kausa daripada letak sungsang yakni dengan USG; seperti plasenta

previa, kelainan kongenital, kehamilan ganda, kelainan uterus. Jika tidak ada

kelainan pada hasil USG, maka dilakukan knee chest position atau dengan

versi luar (jika tidak ada kontraindikasi). Versi luar masih dapat diusahakan

pada saat persalinan, dengan syarat:6

1. Pembukaan kurang dari 3-4 cm.

2. Ketuban masih utuh.

3. Bokong anak masih dapat dibebaskan.

Versi luar sebaiknya dilakukan pada kehamilan antara 34 dan 38

minggu. Pada umumnya versi luar sebelum minggu ke 34 belum perlu

dilakukan karena kemungkinan besar janin masih dapat memutar sendiri,

sedangkan setelah 38 minggu versi luar sulit untuk berhasil karena janin sudah

besar dan jumlah air ketuban relatif telah berkurang.

Sebelum melakukan versi luar, diagnosis letak janin harus pasti,

sedangkan denyut jantung janin harus dalam keadaan baik. Apabila bokong

sudah turun, bokong harus dikeluarkan lebih dulu dari rongga panggul. Kalau

17
bokong tidak dapat dikeluarkan dari rongga panggul, usaha versi luar tidak ada

gunanya.2

Selama versi dilakukan dan setelah versi luar berhasil denyut jantung

janin harus selalu diawasi, baik dengan non stress test maupun dengan USG.

Sesudah janin berada dalam keadaan presentasi kepala, kepala didorong

masuk ke dalam rongga panggul.2

Versi luar tidak boleh dipaksakan karena mungkin ada faktor-faktor,

seperti kelainan bentuk rahim atau tali pusat yang pendek. Bila dipaksakan,

dapat terjadi kerusakan anak atau solusio plasenta. Versi luar juga sering gagal

bila plasenta terletak di depan.

Tehnik versi luar meliputi:6

1. Persiapan

a. Kandung kencing harus dikosongkan dahulu;

b. Pasien ditidurkan dengan posisi terlentang;

c. Bunyi jantung anak diperiksa dahulu (versi dibatalkan bila BJA buruk);

d. Kaki dibengkokkan pada lutut dan pangkal paha supaya dinding perut kendor;

2. Mobilisasi‒bokong dibebaskan dahulu;

3. Sentralisasi‒kepala dan bokong anak dipegang dan didekatkan satu sama lain

hingga badan anak membulat dan dengan demikian lebih mudah diputar;

4. Versi‒anak diputar sehingga kepala anak terdapat di bawah; arah pemutaran

hendaknya ke arah yang mudah dan paling sedikit tahanannya. Bila ada pilihan,

versi diarahkan arah perut anak agar tidak terjadi defleksi dan anak tidak

menunggangi tali pusat. Setelah versi berhasil, bunyi jantung anak diperiksa lagi;

bila bunyi jantung anak buruk, anak diputar lagi ke letak semula.

18
Gambar 4. Versi Luar pada Letak Sungsang

Versi luar tidak selalu berhasil dan sekali-kali tidak boleh dipaksakan,

misalnya dengan memberi narcosis agar dinding perut kendor. Kesukaran

versi luar dapat disebabkan oleh:7

1. Dinding perut tegang, seperti pada primigravida;

2. Rasa takut atau nyeri;

3. Anak dalam presentasi bokong murni (frank breech);

4. Tali pusat pendek;

5. Kelainan rahim, seperti uterus bikornis, subseptus atau karena mioma, dll.;

6. Implantasi plasenta di depan.

19
Bahaya versi luar ialah solusio plasenta, rupture uteri dan letak

defleksi. Oleh sebab itu, versi luar tidak boleh dipaksakan.

Kontraindikasi versi luar antara lain:5

1. Tekanan darah yang tinggi karena mudah terjadi solusio plasenta;

2. Luka parut di dinding rahim, seperti bekas seksio sesarea atau luka

enukleasi mioma;

3. Panggul sempit absolut;

4. Kehamilan ganda;

5. Hidramnion karena sukar dilakukan dan mudah berputar kembali;

6. Hidrosefalus;

7. Perdarahan antepartum karena dapat menimbulkan perdarahan baru;

8. Bunyi jantung anak yang buruk;

9. Oligohidramnion.

B. Dalam Persalinan

Mekanisme Persalinan

Persalinan pervaginam dapat dilakukan pada posisi bokong murni,

janin dalam keadaan fleksi dan tidak ada tangan yang menjungkit, usia

kehamilan 36 – 42 minggu, panggul normal, tidak ada gawat janin, serta

adanya ruang operasi yang cepat tersedia dan operator yang terampil.

Mekanisme persalinan letak sungsang yang terbagi atas 3 tahap yaitu

persalinan bokong, persalinan bahu dan persalinan kepala dapat dilihat dalam

gambar berikut:
20
Tipe dari presentasi bokong:

a) a) Presentasi bokong (frank breech

b) b) Presentasi bokong kaki

sempurna (complete breech)

c) c) Presentasi bokong kaki tidak

sempurna dan presentasi kaki

(incomplete or footling)

Bokong masuk ke pintu atas

panggul dalam posisi atau

dengan garis paha melintang

atau miring.

Setelah trokanter belakang

mencapai dasar panggul,

terjadi putaran paksi dalam

sehingga trokanter depan

berada di bawah simfisis.

Penurunan bokong dengan

trokanter belakangnya berlanjut,

sehingga distansia bitrokanterika

janin berada di pintu bawah

panggul.

21
Terjadi persalinan bokong, dengan

trokanter depan sebagai

hipomoklion.

Setelah trokanter belakang lahir,

terjadi fleksi lateral janin untuk

persalinan trokanter depan,

sehingga seluruh bokong janin

lahir.

Jika bokong tidak mengalami

kemajuan selama kontraksi

berikutnya, episiotomi dapat

dilakukan dan bokong dilahirkan

dengan traksi ke bawah perut.

Terjadi putaran paksi luar, yang

menempatkan punggung bayi ke

arah perut ibu.

Penurunan bokong berkelanjutan

sampai kedua tungkai bawah

lahir.

22
 Jika kaki janin telah keluar,

penolong dapat menyusupkan

tangan sepanjang kaki anterior

dan melahirkan kaki dengan flexi

dan abduksi sehingga bagian

badan lainnya dapat dilahirkan.

 Bahu janin mencapai pelvic 'gutter'

(jalan sempit) dan melakukan

putar paksi dalam sehingga

diameter biacromion terdapat pada

diameter anteroposterior diameter

pelvic bagian luar.

 Secara simultan, bokong

melakukan rotasi anterior 90o.

Kepala janin kemudian masuk ke

tepi pelvik, sutura sagitalis berada

pada tepi diameter transversal.


Sumber: (Professor Jeremy Oats and Professor
Penurunan ke dalam pelvic terjadi
Suzanne Abraham, 200511)
dengan flexi dari kepala.

Singkatnya: Bokong masuk ke dalam rongga panggul dengan garis pangkal

paha melintang atau miring. Setelah menyentuh dasar panggul terjadi putaran paksi

dalam, sehingga di pintu bawah panggul garis panggul paha menempati diameter

anteroposterior dan trokanter depan berada di bawah simfisis. Kemudian terjadi fleksi

lateral pada badan janin, sehingga trokanter belakang melewati perineum dan lahir

23
seluruh bokong diikuti oleh kedua kaki. Setelah bokong lahir terjadi putaran paksi

luar dengan perut janin berada di posterior yang memungkinkan bahu melewati pintu

atas panggul dengan garis terbesar bahu melintang atau miring. Terjadi putaran paksi

dalam pada bahu sehingga bahu depan berada di bawah simfisis dan bahu belakang

melewati perineum. Pada saat tersebut kepala masuk ke dalam rongga panggul dengan

sutura sagitalis melintang atau miring. Di dalam rongga panggul terjadi putaran paksi

dalam kepala sehingga muka memutar ke posterior dan oksiput ke arah simfisis.

Dengan suboksiput sebagai hipomoklion, maka dagu, mulut, hidung, dahi dan seluruh

kepala lahir berturut-turut melewati perineum.

Persalinan Pervaginam

Menolong persalinan letak sungsang diperlukan lebih banyak ketekunan dan

kesabaran dibandingkan dengan persalinan letak kepala. Pertama-tama hendaknya

ditentukan apakah tidak ada kelainan lain yang menjadi indikasi sectio caesar, seperti

panggul yang sempit, plasenta previa, atau adanya tumor dalam rongga panggul. Pada

persalinan sungsang, bila dicurigai adanya kesempitan panggul sedangkan versi luar

tidak berhasil, maka tidak boleh dilakukan partus percobaan. Dalam keadaan ini

mungkin timbul kesulitan dalam melahirkan kepala.

Persalinan pada letak sungsang dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu

persalinan pervaginam atau perabdominal (sectio caesar). Penentuan cara persalinan

adalah sangat individual, kriteria pada tabel dibawah dapat digunakan untuk

menentukan cara persalinan per vaginam atau per abdominal (sectio caesar) :

24
Persalinan pervaginam Sectio caesar

Presentasi “Frank Breech” Presentasi “footling”

Usia kehamilan ≥ 34 minggu Janin preterm (25-34 minggu)

TBJ 2000-3500 gram TBJ > 3500 gr atau < 1500 gr

Kepala fleksi Kepala janin defleksi atau hiperekstensi

Ukuran panggul adekuat (berdasarkan Panggul sempit atau ukuran dalam nilai

X-ray pelvimetry) “borderline “

Diameter transversa PAP 11,5 cm dan

diameter anteroposterior 10,5 ; Diameter

tranversal panggul tengah 10 cm, dan

diameter anteroposterior 11,5 cm.

Tidak ada indikasi sectio caesar pada Bagian terendah janin belum engage

ibu atau anak


Partus lama

Janin previable (usia kehamilan <25


Primi tua
minggu & < 700 gr)
Infertilitas atau Riw. Obstetric buruk
Kelainan kongenital +
Letak kaki pada kehamilan 25 minggu
Proses persalian berlangsung normal
tanpa disertai kelainan kongenital
mekipun sudah direncanakan section
(mencegah prolaps tali pusat)
Caesar (persalian per vaginam masih
Ketuban pecah dini
merupakan pilihan dibandingkan SC )

25
Selama terjadi kemajuan pada persalinan dan tidak ada tanda – tanda

bahaya yang mengancam janin, maka tidak diperlukan tindakan untuk

mempercepat kelahiran janin.

Setelah bokong lahir tidak boleh dilakukan tarikan pada bokong atau

dorongan Kristeller, karena kedua tindakan tersebut dapat menyebabkan

kedua lengan menjungkit ke atas dan kepala terdorong turun di antara lengan

sehingga menyulitkan kelahiran lengan dan bahu.

Pada saat kepala masuk rongga panggul, tali pusat tertekan di antara

kepala janin dan panggul ibu. Dengan demikian lahirnya bahu dan kepala

tidak boleh memakan waktu terlalu lama dan harus diusahakan supaya bayi

sudah lahir seluruhnya dalam waktu 8 menit sesudah umbilikus lahir, untuk

mencegah kerusakan susunan saraf pusat akibat hipoksia janin. Setelah

umbilikus lahir, tali pusat ditarik sedikit sehingga kendor untuk mencegah

teregangnya tali pusat dan terjepitnya tali pusat antara kepala dan panggul.2

Pada persalinan pervaginam, berdasarkan tenaga yang dipakai dalam

melahirkan janin pervaginam, persalinan pervaginam dibagi menjadi 3 yaitu:

a. Persalinan spontan (spontaneous breech), janin dilahirkan dengan

kekuatan dan tenaga ibu sendiri. Cara ini lazim disebut cara Bracht.

b. Manual aid (partial breech extraction; assisted breech delivery), janin

dilahirkan sebagian menggunakan tenaga dan kekuatan ibu dan sebagian

lagi dengan tenaga penolong.

c. Ekstraksi sungsang (total breech extraction), janin dilahirkan seluruhnya

dengan memakai tenaga, penolong.

Prosedur pertolongan persalinan spontan (spontaneous breech)

26
Tahapan:

1. Tahap pertama : fase lambat, yaitu mulai melahirkan bokong sampai pusat

(scapula depan)

2. Tahap kedua : fase cepat, yaitu mulai dari lahirnya pusat sampai lahirnya

mulut. Harus tercapai dalam waktu 8 menit.

3. Tahap ketiga : fase lambat, yaitu mulai lahirnya mulut sampai seluruh

kepala lahir.

Teknik:

1. Sebelum melakukan pimpinan persalinan, penolong harus memperhatikan

sekali lagi persiapan untuk ibu, janin, maupun penolong. Pada persiapan

kelahiran janin harus selalu disediakan cunam Piper.

2. Ibu tidur dalam posisi litotomi, sedang penolong berada di depan vulva.

Ketika timbul his ibu disuruh mengejan dan merangkul kedua pangkal

paha. Pada saat bokong mulai membuka vulva (crowning) disuntikkan 2-5

unit oksitosin intramuskuler.

3. Episiotomi dikerjakan saat bokong membuka vulva. Segera setelah bokong

lahir, bokong dicengkram secara Bracht, yaitu kedua ibu jari penolong

sejajar sumbu panjang paha, sedangkan jari-jari lain memegang panggul.

4. Pada setiap his, ibu disuruh mengejan. Pada waktu tali pusat lahir dan

tampak teregang, tali pusat dikendorkan. Kemudian penolong melakukan

hiperlordosis pada bagian janin guna mengikuti gerakan rotasi anterior,

yaitu punggung janin didekatkan ke punggung ibu. Penolong hanya

mengikuti gerakan ini tanpa melakukan tarikan sehingga gerakan tersebut

disesuaikan dengan gaya berat badan janin. Bersamaan dengan

27
dilakukannya hiperlordosis, seorang asisten melakukan ekspresi Kristeller

pada fundus uteri sesuai dengan sumbu panggul. Dengan gerakan

hiperlordosis ini berturut-turut lahir pusar, perut, badan, lengan, dagu,

mulut, dan akhirnya kepala.

Gambar 4. Perasat Bracht

5. Janin yang baru lahir segera diletakan diperut ibu. Bersihkan jalan nafas

dan rawat tali pusat.

Prosedur Manual Aid (partial breech extraction; assisted breech delivery)

Indikasi :

Dilakukan jika pada persalinan dengan cara Bracht mengalami kegagalan,

misalnya terjadi kemacetan saat melahirkan bahu atau kepala. Dan memang dari

awal sudah direncanakan untuk manual aid.

Tahapan :

1. Tahap pertama : lahirnya bokong sampai pusar yang dilahirkan dengan

kekuatan dan tenaga ibu sendiri.

2. Tahap kedua : lahirnya bahu dan lengan yang memakai tenaga penolong.

Cara/teknik untuk melahirkan bahu dan lengan ialah secara :

a) Klasik (Deventer)

b) Mueller

28
c) Lovset

d) Bickenbach.

3. Tahap ketiga : lahirnya kepala, dapat dengan, cara

a) Mauriceau (Veit-Smellie)

b) Najouks

c) Wigand Martin-Winckel

d) Parague terbalik

e) Cunam piper

Teknik :

Tahap pertama persalinan secara Bracht sampai pusat lahir. Tahap kedua

melahirkan bahu dan langan oleh penolong yang dapat dilakukan dengan teknik:

1. Cara klasik

Gambar 5. Perasat Klasik

Prinsip melahirkan bahu dan lengan secara klasik ini melahirkan lengan

belakang lebih dulu karena lengan belakang berada di ruang yang luas (sacrum),

kemudian melahirkan lengan depan yang berada di bawaah simpisis. Kedua kaki janin

dipegang dengan tangan kanan penolong pada pergelangan kakinya dan dielevasi ke

atas sejauh mungkin sehingga perut janin mendekati perut ibu. Bersamaan dengan itu

29
tangan kiri penolong dimasukkan ke dalam jalan lahir dan dengan jari tengah dan

telunjuk menelusuri bahu janin sampai pada fossa kubiti kemudian lengan bawah

dilahirkan dengan gerakan seolah-olah lengan bawah mengusap muka janin. Untuk

melahirkan lengan depan, pergelangan kaki janin diganti dengan tangan kanan

penolong dan ditarik curam ke bawah sehingga punggung janin mendekati punggung

ibu. Dengan cara yang sama lengan depan dilahirkan.

Untuk melahirkan lengan depan, dada dan punggung janin dipegang dengan

kedua tangan. Tubuh janin diputar untuk mengubah lengan depan supaya berada di

belakang dengan arah putaran sedemikian rupa sehingga punggung melewati simfisis,

kemudian lengan yang sudah berada di belakang tersebut dilahirkan dengan cara yang

sama.

Keuntungan cara klasik adalah pada umumnya dapat dilakukan pada semua

persalinan letak sungsang tetapi kerugiannya lengan janin relative tinggi didalam

panggul sehingga jari penolong harus masuk ke dalam jalan lahir yang dapat

manimbulkan infeksi.

2. Cara Mueller

Prinsip melahirkan bahu dan lengan secara Mueller ialah melahirkan bahu

dan lengan depan lebih dulu dengan ekstraksi, baru kemudian melahirkan bahu dan

lengan belakang.

Gambar 6. Perasat Mueller

30
Bokong janin dipegang dengan femuro-pelvik yaitu kedua ibu jari penolong

diletakkan sejajar spina sakralis media dan jari telunjuk pada krista iliaka dan jari-jari

lain mencengkram bagian depan. Kemudian badan ditarik ke curam ke bawah sejauh

mungkin sampai bahu depan tampak di bawah simpisis dan lengan depan dilahirkan

dengan mengait lengan bawahnya. Setelah bahu depan dan lengan lahir, tarik badan

janin ke atas sampai bahu belakang lahir. Tangan penolong tidak masuk ke dalam

jalan lahir sehingga mengurangi infeksi.

3. Cara Lovset

Prinsip melahirkan persalinan secara Lovset ialah memutar badan janin dalam

setengah lingkaran bolak-balik sambil dilakukan traksi curam ke bawah sehingga

bahu yang sebelumnya berada di belakang akhirnya lahir dibawah simpisis dan lengan

dapat dilahirkan. Dasar pemikirannya adalah bahu belakang selalu lebih rendah dari

bahu depan karena lengkungan jalan lahir, sehingga bila bahu belakang diputar ke

depan dengan sendirinya akan lahir di bawah simfisis.

Setelah sumbu bahu janin terletak dalam ukuran muka belakang, dengan kedua

tangan pada bokong, tubuh janin ditarik ke bawah sampai ujung bawah skapula depan

terlihat di bawah simfisis. Kemudian tubuh janin diputar dengan cara memegang dada

dan punggung oleh dua tangan sampai bahu belakang terdapat di depan dan tampak di

bawah simfisis. Bahu yang lain yang sekarang menjadi bahu belakang, dilahirkan

dengan memutar kembali tubuh janin ke arah yang berlawanan sehingga bahu

belakang menjadi bahu depan dan lengan dapat dilahirkan dengan mudah.

31
Gambar 7. Perasat Loevset

Keuntungannya yaitu sederhana dan jarang gagal, dapat dilakukan pada semua

letak sungsang, minimal bahaya infeksi. Cara Lovset tidak dianjurkan

dilakukan pada sungsang dengan primigravida, janin besar, panggul sempit.

4. Cara Bickhenbach

Prinsip melahirkan ini merupakan kombinasi antara cara Mueller dengan cara

klasik.

Tahap ketiga : melahirkan kepala yang menyusul (after coming head)

1. Cara Mauriceau (Veit-Smellie)

Gambar 8. Perasat Mauriceau

32
Tangan penolong yang sesuai dengan muka janin dimasukkan ke dalam jalan

lahir. Jari tengah dimasukkan ke dalam mulut dan jari telunjuk dan jari keempat

mencengkeram fossa kanina, sedang jari lain mencengkeram leher. Badan anak

diletakkan diatas lengan bawah penolong seolah-olah janin menunggang kuda. Jari

telunjuk dan jari ketiga penolong yang lain mencengkeram leher janin dari punggung.

Kedua tangan penolong menarik kepala janin curam ke bawah sambil seorang asisten

melakukan ekspresi kristeller. Tenaga tarikan terutama dilakukan oleh penolong yang

mencengkeram leher janin dari arah punggung. Bila suboksiput tampak dibawah

simpisis, kepala dielevasi keatas dengan suboksiput sebagai hipomoklion sehingga

berturut-turut lahir dagu, mulut, hidung, mata dahi, ubun-ubun besar dan akhirnya

lahirnya seluruh kepala janin.

Untuk melahirkan kepala. Badan janin dengan perut ke bawah diletakkan

pada lengan kiri penolong. Jari tengah dimasukkan ke dalam mulut janin sedangkan

jari telunjuk dan jari manis pada maksilla untuk mempertahankan kepala janin tetap

pada keadaan fleksi. Tangan kanan memegang bahu janin dari belakang dengan jari

telunjuk dan jari tengah berada di sebelah kiri dan kanan leher. Janin ditarik ke bawah

dengan tangan kanan sampai suboksiput atau batas rambut di bawah simfisis.

Kemudian tubuh janin digerakkan ke atas sedangkan tangan kiri tetap

mempertahankan fleksi kepala sehingga muka lahir melewati perineum disusul bagian

kepala yang lain.

33
2. Cara Prague Terbalik

Gambar 9 Perasat Prague Terbalik

Teknik ini dipakai bila oksiput dengan ubun-ubun kecil berada di belakang

dekat sacrum dan muka janin menghadap simpisis. Satu tangan penolong

mencengkeram leher dari bawah dan punggung janin diletakkan pada telapak tangan

penolong. Tangan penolong yang lain memegang kedua pergelangan kaki, kemudian

ditarik keatas bersamaan dengan tarikan pada bahu janin sehingga perut janin

mendekati perut ibu. Dengan laring sebagai hipomoklion, kepala janin dapat

dilahirkan.

3. Cara Cunam Piper

Penggunaan cunam Piper dapat dilakukan bila terdapat kesulitan melahirkan kepala

dengan cara Mauriceau. Cara ini dianggap lebih baik karena tarikan dilakukan pada

kepala bukan leher.

Gambar 10. Dengan Cunam Piper

34
Seorang asisten memegang badan janin pada kedua kaki dan kedua lengan

janin diletakkan dipunggung janin. Kemudian badan janin dielevasi ke atas sehingga

punggung janin mendekati punggung ibu. Pemasangan cunam piper sama prinsipnya

dengan pemasangan pada letak belakang kepala. Hanya saja cunam dimasukkan dari

arah bawah sejajar dengan pelipatan paha belakang. Setelah oksiput tampak dibawah

simpisis, cunam dielevasi ke atas dan dengan suboksiput sebagai hipomoklion

berturut-turut lahir dagu, mulut, muka, dahi dan akhirnya seluruh kepala lahir.

4. Cara Naujoks

Teknik ini dilakukan apabila kepala masih tinggi sehingga jari

penolong tidak dimasukkan ke dalam mulut janin. Kedua tangan penolong

yang mencengkeram leher janin menarik bahu curam kebawah dan bersamaan

dengan itu seorang asisten mendorong kepala janin kearah bawah. Cara ini

tidak dianjurkan lagi karena menimbulkan trauma yang berat.

Prosedur Ekstraksi Sungsang

1. Teknik ekstraksi kaki

Tangan dimasukkan ke dalam jalan lahir mencari kaki depan dengan

menelusuri bokong, pangkal paha sampai lutut, kemudian melakukan abduksi dan

fleksi pada paha janin sehingga kaki bawah menjadi fleksi. Tangan yang dikuar

mendorong fundus uterus ke bawah. Setelah kaki bawah fleksi pergelangan kaki

dipegang oleh jari kedua dan jari ketiga dan dituntun keluar dari vagina sampai batas

lutut. Kedua tangan memegang betis janin, kaki ditarik curam kebawah sampai

pangkal paha lahir. Pangkal paha dipegang kemudian tarik curam ke bawah trokhanter

depan lahir. Kemudian pangkal paha dengan pegangan yang sama dielevasi keatas

35
sehingga trokhanter belakang lahir dan bokong pun lahir. Setelah bokong lahir maka

untuk melahirkan janin selanjutnya dipakai teknik pegangan femuro-pelviks, badan

janin ditarik curam kebawah sampai pusat lahir.

Gambar 11. Ekstraksi Kaki

Selanjutnya untuk melahirkan badan janin yang lainnya dilakukan cara persalinan

yang sama seperti pada manual aid.

2. Teknik ekstraksi bokong

Dilakukan pada letak bokong murni (frank breech) dan bokong sudah berada

di dasar panggul sehingga sukar menurunkan kaki. Jari telunjuk tangan penolong yang

searah bagian kecil janin dimasukkan ke dalam jalan lahir dan diletakkan di pelipatan

paha depan. Dengan jari telunjuk ini pelipatan paha dikait dan ditarik curam kebawah,

sehingga trokhanter tampak dibawah simpisis, maka jari telunjuk penolong yang lain

segera mengait pelipatan paha ditarik curam kebawah sampai bokong lahir. Setelah

bokong lahir, bokong dipegang secara femuro-pelviks kemudian janin dapat

dilahirkan dengan cara manual aid.

36
Persalinan Perabdominan

Persalinan letak sungsang dengan seksio sesaria sudah tentu merupakan yang terbaik

ditinjau dari janin. Banyak ahli melaporkan bahwa persalinan letak sungsang

pervaginam memberi trauma yang sangat berarti bagi janin. Namun hal ini tidak

berarti bahwa semua letak sungsang harus dilahirkan perabdominam. Persalinan

diakhiri dengan seksio sesaria bila:

1. Persalinan pervaginam diperkirakan sukar dan berbahaya (disproporsi feto pelvic

atau skor Zachtuchni Andros ≤ 3).

Skor Zachtuchni Andros

Parameter Nilai

0 1 2

Paritas Primi multi -

Pernah letak Tidak 1 kali 2 kali


sungsang

TBJ > 3650 g 3649-3176 g < 3176 g

Usia kehamilan > 39 minggu 38 minggu < 37 minggu

Station < -3 -2 -1 atau >

Pembukaan 2 cm 3 cm 4 cm
serviks

Arti nilai:

≤ 3 : persalinan perabdominam

4 : evaluasi kembali secara cermat, khususnya berat badan janin, bila nilai
tetap dapat dilahirkan pervaginam.

37
>5 : dilahirkan pervaginam.

2. Tali pusat menumbung pada primi/multigravida.


3. Didapatkan distosia
4. Umur kehamilan:
- Prematur (EFBW=2000 gram)
- Post date (umur kehamilan ≥ 42 minggu)
5. Nilai anak (hanya sebagai pertimbangan)
Riwayat persalinan yang lalu: riwayat persalinan buruk, milai social janin tinggi.

6. Komplikasi kehamilan dan persalinan:


- Hipertensi dalam persalinan
- Ketuban pecah dini

VII. KOMPLIKASI

Komplikasi persalinan letak sungsang antara lain:

1. Dari faktor ibu:

1. Perdarahan oleh karena trauma jalan lahir, atonia uteri, sisa plasenta

2. Infeksi karena terjadi secara ascendens melalui trauma (endometritis)

3. Trauma persalinan seperti trauma jalan lahir, simfidiolisis

2. Dari faktor bayi:

1. Perdarahan seperti perdarahan intracranial, edema intracranial,

perdarahan alat-alat vital intra-abdominal

2. Infeksi karena manipulasi

Trauma persalinan seperti dislokasi/fraktur ekstremitas, persendian leher,

rupture alat-alat vital intraabdominal, kerusakan pleksus brachialis dan fascialis,

kerusakan pusat vital di medulla oblongata, trauma langsung alat-alat vital (mata,

telinga, mulut), asfiksia sampai lahir mati

38
VIII. PROGNOSIS

Angka kematian bayi akibat persalinan sungsang lebih tinggi daripada

persalinan dengan letak kepala. Sebab kematian utama adalah akibat prematuritas

dan penanganan persalinan yang kurang sempurna dengan akibat hipoksia atau

perdarahan dalam tengkorak. Hipoksia akibat terjepitnya tali pusat antar kepala

dan panggul dapat menyebabkan lepasnya plasenta.

Kelahiran janin di atas 8 menit setelah umbilikus lahir dapat membahayakan

janin. Di samping itu bila janin bernapas sebelum hidung dan mulut lahir dapat

menyebabkan sumbatan jalan napas akibat terhisapnya mukus.

Laserasi jalan lahir dapat terjadi akibat dilatasi serta pendataran serviks yang

tidak sempurna, demikian juga perineum dapat mengalami robekan setelah kepala

lahir. Pada janin dapat terjadi bahaya fraktur klavikula, humerus dan femur.

Adanya anemia pada ibu juga harus diperhatikan mengingat rendahnya kadar

hemoglobin dapat mempengaruhi kontraksi uterus. Pada persalinan dan post

partum harus diperhatikan kemungkinan terjadinya inersia uteri dan perdarahan

post partum.

39
OLIGOHIDRAMNION

I. DEFINISI

Oligohidramnion adalah suatu keadaan dimana air ketuban kurang dari

normal, yaitu kurang dari 500 cc atau setengah liter. Oligohidramnion adalah

kondisi di mana cairan ketuban terlalu sedikit, yang didefinisikan sebagai indeks

cairan amnion (AFI) di bawah persentil 5. Volume cairan ketuban meningkat

selama masa kehamilan, dengan volume sekitar 30 ml pada 10 minggu kehamilan

dan puncaknya sekitar 1 L di 34-36 minggu kehamilan.

II. ETIOLOGI

Penyebab pasti oligohidroamnion belum diketahui sepenuhnya. Mayoritas

wanita hamil yang mengalami oligohidramnion tidak diketahui pasti apa

penyebabnya. Penyebab oligohidramnion yang telah diketahui adalah cacat

bawaan janin dan bocornya kantung/membran cairan ketuban yang mengelilingi

janin dalam rahim. Sekitar 7% bayi yang mengalami oligohidramnion mengalami

cacat bawaan, seperti gangguan ginjal dan saluran kemih karena jumlah urin yang

diproduksi  janin berkurang.

Oligohidramnion hampir selalu tampak jelas jika terdapat obstruksi saluran

kemih janin atau agenesis ginjal. Agenesis ginjal merupakan penyulit pada sekitar

1 dari 4000 kelahiran. Pada sonografi tidak terlihat ginjal, dan kelenjar adrenal

biasanya membesar dan menempati fosa ginjal. Tanpa ginjal, tidak ada

pembentukan urin, dan terjadi oligohidramnion berat yang menyebabkan

hipoplasia paru, kontraktur ekstremitas, wajah tertekan yang khas, dan akhirnya

kematian. Sebanyak 15% - 25% kasus yang dilaporkan berkaitan dengan anomali-

anomali janin. Kebocoran kronis akibat adanya defek di membran dapat cukup

40
banyak mengurangi volume cairan, tetapi umumnya segera terjadi persalinan.

Terpajan inhibitor ACE juga dilaporkan berkaitan dengan oligohidramnion.

Etiologi sekunder lainnya, misalnya pada ketuban pecah dini (premature

rupture of the membrane = PROM). Penyebab sekunder biasanya dikaitkan

dengan pecahnya membran ketuban, kehamilan post-term sehingga terjadinya

penurunan fungsi plasenta, gangguan pertumbuhan janin, penyakit kronis yang

diderita ibu seperti hipertensi, diabetes mellitus, gangguan pembekuan darah, serta

adanya penyakit autoimun seperti Lupus Eritematosus Sistemik.

Masalah lain yang juga berhubungan dengan oligohidramnion adalah

masalah karena pengobatan yang dilakukan untuk menangani tekanan darah

tinggi, yang dikenal dengan nama angiotensin-converting enxyme inhibitor

(contohnya captopril), dapat merusak ginjal janin dan menyebabkan

oligohidramnion parah dan dapat menyebabkan kematian janin. Wanita yang

memiliki penyakit tekanan darah tinggi yang kronis seharusnya berkonsultasi

terlebih dahulu dengan ahli kesehatan sebelum merencanakan kehamilan untuk

memastikan bahwa tekanan darahnya dapat tetap terawasi baik dan pengobatan

yang mereka gunakan aman diminum selama masa kehamilan.

FAKTOR RESIKO OLIGOHIDRAMNION

Wanita dengan kondisi-kondisi di bawah ini memiliki insiden

oligohidramnion yang tinggi:

1. Anomali kongenital (misalnya: agenesis ginjal, sindrom potter).

2. Retardasi pertumbuhan intra uterin.

3. Ketuban pecah dini (24-26 minggu).

4. Sindrom pascamaturitas

41
III. PATOFISIOLOGI

Beberapa keadaan yang dapat menyebabkan oligohidramnion adalah

kelainan kongenital, PJT, ketuban pecah, kehamilan post-term, insufisiensi

plasenta, dan obat-obatan (misalnya dari golongan antiprostaglandin). Kelainan

kongenital yang paling sering adalah kelainan saluran kemih (kelainan ginjal

bilateral dan obstruksi uretra) dan kelainan kromosom (triploidi, trisomi 18 dan

13). Trisomi 21 jarang memberikan kelainan pada sauran kemih sehingga tidak

menimbulkan oligohidramnion. Insufisiensi plasenta oleh sebab apapun dapat

menyebabkan hipoksia janin. Hipoksia janin yang berlangsung kronis akan

memicu mekanisme redistribusi darah. Salah satu dampaknya adalah terjadinya

penurunan aliran darah ke ginjal, produksi urin berkurang dan terjadi

oligohidramnion.

Secara umum, oligohidramnion berhubungan dengan:

a. Ruptur membran amnion/Rupture of Amniotic Membranes (ROM)

b. Gangguan kongenital dari jaringan fungsional ginjal atau yang disebut

obstructive uropathy

i. Keadaan-keadaan yang mencegah pembentukan urin atau

masuknya urin ke kantong amnion.

ii. Fetal urinary tract malformations, seperti renal agenesis, cystic

dysplasia dan atresia uretra.

c. Reduksi kronis dari produksi urin fetus sehingga menyebabkan

penurunan perfusi ginjal

i. Sebagai konsekuensi dari hipoksemia yang menginduksi

redistribusi cardiac output fetal.

42
ii. Pada growth-restricted fetuse, hipoksia kronis menyebabkan

kebocoran aliran darah dari ginjal ke organ-organ vital lainnya.

iii. Anuria dan oliguria.

d. Post-term gestation

e. Penurunan efisiensi fungsi plasenta, namun belum diketahui secara pasti

f. Penurunan aliran darah dari ginjal fetus dan penurunan produksi urin

fetus

Gambar 12. Patofisiologi Terjadinya Oligohidramnion

Sumber: Gabbe, Steven G. 2012. Obstetrics: Normal and Problem Pregnancies, 6th Ed. USA: W.B.
Saunders, Elsevier.

Mekanisme atau patofisiologi terjadinya oligohidramnion dapat dikaitkan

dengan adanya sindroma potter dan fenotip pottern, dimana, Sindroma Potter dan

Fenotip Potter adalah suatu keadaan kompleks yang berhubungan dengan gagal ginjal

bawaan dan berhubungan dengan oligohidramnion (cairan ketuban yang sedikit).

Fenotip Potter digambarkan sebagai suatu keadaan khas pada bayi baru lahir,

dimana cairan ketubannya sangat sedikit atau tidak ada. Oligohidramnion


43
menyebabkan bayi tidak memiliki bantalan terhadap dinding rahim. Tekanan dari

dinding rahim menyebabkan gambaran wajah yang khas (wajah Potter). Selain itu,

karena ruang di dalam rahim sempit, maka anggota gerak tubuh menjadi abnormal

atau mengalami kontraktur dan terpaku pada posisi abnormal.

Oligohidramnion juga menyebabkan terhentinya perkembangan paru-paru

(paru-paru hipoplastik), sehingga pada saat lahir, paru-paru tidak berfungsi

sebagaimana mestinya. Pada sindroma Potter, kelainan yang utama adalah gagal ginjal

bawaan, baik karena kegagalan pembentukan ginjal (agenesis ginjal bilateral) maupun

karena penyakit lain pada ginjal yang menyebabkan ginjal gagal berfungsi.

Dalam keadaan normal, ginjal membentuk cairan ketuban (sebagai air kemih)

dan tidak adanya cairan ketuban menyebabkan gambaran yang khas dari sindroma

Potter.

Gejala Sindroma Potter berupa :

a. Wajah Potter (kedua mata terpisah jauh, terdapat lipatan epikantus, pangkal

hidung yang lebar, telinga yang rendah dan dagu yang tertarik ke belakang).

b. Tidak terbentuk air kemih

c. Gawat pernafasan

IV. MANIFESTASI KLINIS

a. Uterus tampak lebih kecil dari usia kehamilan dan tidak ada ballotemen.

b. Ibu merasa nyeri di perut pada setiap pergerakan anak.

c. Sering berakhir dengan partus prematurus.

d. Bunyi jantung anak sudah terdengar mulai bulan kelima dan terdengar

lebih jelas.

e. Persalinan lebih lama dari biasanya.

44
f. Sewaktu his akan sakit sekali.

g. Bila ketuban pecah, air ketuban sedikit sekali bahkan tidak ada yang keluar

Gambar 13 Sindrom Potter

V. PENATALAKSANAAN

Supaya volume cairan ketuban kembali normal, pada umumnya akan

dianjurkan ibu hamil untuk menjalani pola hidup sehat, terutama makan makanan

dengan asupan gizi berimbang. Pendapat bahwa satu-satunya cara

untuk memperbanyak cairan ketuban adalah dengan memperbanyak porsi dan

frekuensi minum adalah salah. Dan tidak benar bahwa kurangnya air ketuban

membuat janin tidak bisa lahir normal sehingga harus dioperasi atau

perabdominam. Bagaimanapun juga, persalinan perabdominam merupakan pilihan

terakhir pada kasus oligohidramnion.

45
Ibu hamil juga direkomendasikan untuk menjalani pemeriksaan USG

setiap minggu bahkan lebih sering untuk mengamati apakah jumlah cairan

ketuban terus berkurang atau tidak. Jika indikasi berkurangnya cairan ketuban

tersebut terus menerus berlangsung, disarankan supaya persalinan dilakukan lebih

awal dengan bantuan induksi untuk mencegah komplikasi selama persalinan dan

kelahiran.

Jika wanita mengalami oligohidramnion di saat-saat mendekati persalinan,

dapat dilakukan tindakan memasukan larutan salin kedalam rahim. Infus cairan

kristaloid untuk mengganti cairan amnion yang berkurang secara patologis sering

digunakan selama persalinan untuk mencegah penekanan tali pusat.

VI. KOMPLIKASI

Kurangnya cairan ketuban tentu saja akan mengganggu kehidupan janin,

bahkan dapat mengakibatkan kondisi gawat janin. Seolah-olah janin tumbuh

dalam ”kamar sempit” yang membuatnya tidak bisa bergerak bebas. Malah pada

kasus extrem dimana sudah terbentuk amniotic band (benang atau serat amnion)

bukan tidak mustahil terjadi kecacatan karena anggota tubuh janin ”terjepit” atau

”terpotong” oleh amniotic band tersebut.

Efek lainnya janin berkemungkinan memiliki cacat bawaan pada saluran

kemih, pertumbuhannya terhambat, bahkan meninggal sebelum dilahirkan. Sesaat

setelah dilahirkan pun, sangat mungkin bayi beresiko tak segera bernafas secara

spontan dan teratur.

Bahaya lainnya akan terjadi bila ketuban lalu sobek dan airnya merembes

sebelum tiba waktu bersalin. Kondisi ini amat beresiko menyebabkan terjadinya

infeksi oleh kuman yang berasal daribawah. Pada kehamilan lewat bulan,

46
kekurangan air ketuban juga sering terjadi karena ukuran tubuh janin semakin

besar.

Masalah-masalah yang dihubungkan dengan terlalu sedikitnya cairan

ketuban berbeda-beda tergantung dari usia kehamilan. Oligohydramnion dapat

terjadi di masa kehamilan trimester pertama atau pertengahan usia kehamilan

cenderung berakibat serius dibandingkan jika terjadi di masa kehamilan trimester

terakhir. Terlalu sedikitnya cairan ketuban dimasa awal kehamilan dapat menekan

organ-organ janin dan menyebabkan kecacatan, seperti kerusakan paru-paru,

tungkai dan lengan.

Olygohydramnion yang terjadi dipertengahan masa kehamilan juga

meningkatkan resiko keguguran, kelahiran prematur dan kematian bayi dalam

kandungan. Jika oligohydramnion terjadi di masa kehamilan trimester terakhir, hal

ini mungkin berhubungan dengan pertumbuhan janin yang kurang baik. Disaat-

saat akhir kehamilan, oligohydramnion dapat meningkatkan resiko komplikasi

persalinan dan kelahiran, termasuk kerusakan pada ari-ari memutuskan saluran

oksigen kepada janin dan menyebabkan kematian janin. Wanita yang mengalami

oligohydramnion lebih cenderung harus mengalami operasi caesar disaat

persalinannya.

VII. PROGNOSIS

Prognosis janin buruk pada oligohidramnion awitan dini dan hanya

separuh janin yang bertahan hidup. Sering terjadi persalinan prematur dan

kematian neonatus. Oligohidramnion berkaitan dengan pelekatan antara amnion

dan bagian-bagian janin serta dapat menyebabkan cacat serius termasuk amputasi.

Selain itu, dengan tidak adanya cairan amnion, janin mengalami tekanan dari

47
semua sisi dan menunjukkan penampilan yang aneh disertai cacat muskuloskeletal

seperti jari tabuh.

Indeks cairan amnion yang kurang dari 5 cm setelah 34 minggu berkaitan

dengan peningkatan risiko kelainan hasil akhir janin. Sebagai contoh, kehamilan

dengan indeks cairan amnion intrapartum kurang dari 5 cm berisiko besar

mengalami deselerasi denyut jantung janin variabel, sesar atas indikasi distres

janin, dan skor Apgar 5 menit yang kurang dari 7.

48
PERMASALAHAN

1. Bagaimana penegakkan diagnosis pada kasus ini?


- Pasien mengatakan bahwa ini merupakan kehamilan pertamanya, tidak memiliki
riwayat abortus  G1P0A0
- Pasien merasa hamil 9 bulan, gerakan janin terasa sejak 4 bulan yang lalu, HPHT
29 Mei 2015, Tinggi fundus uteri 30 cm  Gravida 38-39 minggu
- Pada anamnesis pasien mengeluh mulas-mulas sejak 1 hari SMRS, semakin kuat
makin sering 8 jam yang lalu disertai keluar lendir bercampur darah, gerakan janin
dirasakan sejak 4 bulan lalu hingga saat ini, Pemeriksaan Obstetri: HIS (+) 2 x/10
menit, 10-20 detik/his, portio tebal lunak, pembukaan 1-2 cm  kala I fase laten
- Pada pemeriksaan luar  TFU 30 cm, LA sungsang
- Pada pemeriksaan dalam  bagian terendah bokong murni
- Pada pemeriksaan USG  sungsang (presentasi bokong murni)
- Jadi diagnosis untuk pasien ini: G1P0A0 Parturien 38-39 Minggu Kala I Fase Laten
d/ Letak Sungsang + Oligohidramnion

2. Apakah pengelolaan kasus ini sudah tepat?


- Pada pasien sebenarnya dapat dilakukan persalinan pervaginam berdasarkan nilai
Zatuchi-Andros nya adalah 5. Selain itu, tidak ditemukan penyulit untuk
persalinan pervaginam seperti letak bokong kaki, TBBA >3500 gr.
- Pada hasil pemeriksaan USG tidak tercantumkan nilai dari AFI nya, jadi sulit
untuk dapat mendiagnosa oligohidramnionnya. Namun, jika memang
oligohidramnion, AFI < 5 maka pada pimigravida dengan letak sungsang maka
dapat menjadi pertimbangan untuk dilahirkan perabdominan (SC).
- Pada pasien ini tidak dapat dilakukan versi luar karena oligohidramnion
merupakan kontraindikasi.

49
Bagaimanakah prognosis pada pasien ini?
- Fungsi reproduksi dari pasien baik. Pasien masih dapat aktif melakukan hubungan
seksual serta pasien dapat hamil kembali. Biarpun kelahiran anak dilakukan dengan
SC, kehamilan berikutnya harus berjarak kurang lebih satu tahun dengan pemasangan
kontrasepsi dan harus dipantau dengan baik kehamilan berikutnya.
- Fungsi menstrual bergantung pada kontrasepsi yang dipakai oleh pasien. Pasien
memilih IUD sebagai alat kontrasepsi, maka fungsi menstrual dari pasien akan
terganggu.

50
DAFTAR PUSTAKA

1. Wiknjosastro, H prof,dr, et al. Ilmu kebidanan Edisi Ketiga. Yayasan Bina Pustaka

Sarwono Prawirohardjo, Jakarta 2002 : 595 – 622

2. Sastrawinata, et al. editor. Ilmu Kesehatan Reproduksi : Obstetri Patologi Edisi

2.2003.Jakarta EGC

3. Krishadi, Sofie R.et all. 2005. Pedoman Diagnosis dan Terapi Obstetri dan

Ginekologi Rumah Sakit Dr.Hasan Sadikin. Bagian Pertama. Bandung : RSHS.

4. Mochtar, R. 1998. Sinopsis Obstetri. Jilid 1, Edisi 2, Jakarta : EGC.

5. De Cherney, Alan H. Current Obstetric and Gynecologic Diagnosis and Treatment.

9thEdition.2003. India. The McGraw – Hill Companies Inc.

6. Prawirohardjo, Sarwono. Ilmu Kebidanan. 2010. Jakarta: PT Bina Pustaka.

7. Manuaba. 2000. Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin Obstetri Ginekologi dan KB.

Jakarta: EGC.

8. Sadler, TW. 2010. Embriologi Kedokteran Langman. Edisi 10. Jakarta : ECG. P:

121-127.

9. CME Obgyn Unpad. 2015. Panduan Praktik Klinis Obstetri & Ginekologi.

Bandung : RSUP. Dr Hasan Sadikin.

10. Prawirohardjo, Sarwono. 2002. Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta

: YBPS.

11. Jeremy Oats and Suzanne Abraham. 2005. Llewellyn-Jones Fundamentals of

Obstetrics and Gynaecology 8th Edition. Elsevier Mosby, Edinburgh: 168-171

12. Leveno J, Kenneth et all. 2009. Oligohidramnion; dalam buku Panduan Ringkas
Obstetri Williams. Edisi Ke-21. Jakarta: EGC; hal 120-123.

51
13. Wiknjosastro, Hanifa. 2002. Penyakit serta kelainan plasenta dan selaput janin;
dalam buku: Ilmu Kebidanan. Edisi Ketiga. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo; p 339-361.
14. Gilbert WM. Amniotic fluid dynamics: In Obstetrics. 16th Edition. New York: Oxford
University Press. NeoReviews 2006; 7; e292-e299.
15. Cunningham, FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Rouse DJ, Spong CY. Williams

Obstetrics, 23rd ed. USA Prentice Hall International Inc. McGraw-Hill Companies.

2010.

16. Pernol, ML. Benson & pernol handbook of obstetrics and gynecology. 10th ed. USA.

McGraw-Hill Companies. 2001.

52

Anda mungkin juga menyukai