Anda di halaman 1dari 40

BAB I

LAPORAN KASUS

Data Pasien

 Nama : Ny. Sindi

 Umur : 25 thn

 Alamat : Limbangan

 Pendidikan : SMP

 Pekerjaan : IRT

 No. CM : 973260

 Masuk RS : 12 Januari 2017

 Keluar RS : 14 Januari 2017

Data Suami

 Nama : Tn. Henhen

 Umur : 29 thn

 Pendidikan : SMA

 Pekerjaan : Wiraswasta

Keluhan utama : Perdarahan dari jalan lahir

 Anamnesa khusus :

G3P2A0 merasa hamil 8 bulan datang ke RS dengan keluhan keluar darah

dari jalan lahir sejak 6 jam SMRS, darah yang keluar banyak, cair, tidak

ada gumpalan darah dan berwarna merah segar dan pasien menyangkal

1
adanya nyeri. Pasien menyangkal adanya mules-mules, keluar air-air, dan

lendir campur darah. Ibu merasakan gerakan janin semenjak 3 bulan yang

lalu hingga sekarang.

Riwayat pasien

 Riwayat obstetri :

 Keterangan :

- Menikah pertama kali

- Istri : 18 thn, SMP, IRT

- Suami : 22 thn, SMA, wiraswasta

 Haid :

– HPHT : 15 Mei 2016

– TP : 22 Februari 2017

– Siklus teratur

– Lama haid 7 hari

– Perdarahan sedikit

2
– Nyeri saat haid

– Menarche usia 12 thn

• Kontrasepsi : Pil selama 7 bulan (2009 – 2016). Alasan berhenti KB ingin

punya anak

• PNC : 8x di Bidan; terakhir 1 bln SMRS

• Selama kehamilan : adanya perdarahan dari jalan lahir beberapa hari

SMRS

• Riwayat penyakit jantung, paru, ginjal, liver, dm, dll disangkal

Status praesens

• KU : CM

• TD : 130/80 mmhg

• N : 96 x/mnt

• R : 24 x/mnt

• S : AF

• Kepala :

– Conjuctiva : anemis +/+

– Sklera ikterik : -/-

 Leher :

– Tiroid : TAK

– Kel. Getah bening : TAK

• Cor : bunyi jantung i-ii murni dan regular, tidak ada gallop dan

murmur

• Pulmo : VBS kanan = kiri simetris ; rhonki (-); wheezing (-)

3
• Abdomen : teraba cembung & lembut

• Hepar : SDN ; Lien : SDN

• Ektremitas : tidak ada edema & varises pada kedua ekstremitas.

Status obstetrik

• TFU/LP : 32/96 cm

• Letak anak : memanjang, kepala, 5/5, puka

• HIS : tidak ada HIS

• DJJ : 146 x/mnt, regular

• TBBA : ± 2835 gr

• Usia kehamilan :

- Berdasarkan TFU : 36-37 minggu

- Berdasarkan HPHT : 34-35 minggu

 Taksiran persalinan :

- Berdasarkan HPHT : 22 Februari 2017

• Inspekulo :

- Fluksus (+)

- OUE : tertutup, tampak darah keluar dari OUE

- Portio : tidak ada edema dan hiperemis

 Perabaan fornises :

- Teraba bantalan lunak pada presentasi kepala

DIAGNOSIS : G3P1A0 GRAVIDA 34-35 MGG DENGAN

PERDARAHAN ANTEPARTUM

4
Rencana Pengelolaan :

- Rencana sectio cesarea

- Rencana USG

- Infus ringer laktat 500 cc 20 gtt

- Cek hematologi rutin dan urin rutin

- Observasi keadaan umum, tanda-tanda vital, HIS, BJJ

- Rencana motivasi KB IUD

- Inform consent

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Darah Rutin (12/01/2017)

• Hb : 9,4 g/dL

• Ht : 30 %

• Lekosit : 13.590 / mm3

• Trombosit : 289.000 /mm3

• Eritrosit : 3,29 juta/mm3

HASIL USG

5
 Janin tunggal hidup 34-35 mgg, letak kepala, plasenta corpus anterior

menutupi ostium uteri interna. TBBA :

 Diidentifikasi letak plasenta menutupi OUI

DIAGNOSIS : G3P1A0 GRAVIDA 34-35 MGG DENGAN PERDARAHAN

E.C. PLASENTA PREVIA TOTALIS + ANEMIA

PENGELOLAAN SELANUTNYA : DILAKUKAN SECTIO CESAREA +

IUD

LAPORAN OPERASI

• Tanggal : 12 Januari 2017

• Operator : dr. Bowo/ dr. Dhanny Sp.OG

• Asisten I : Isan

• Asisten II : Neneng

• Ahli anastesi : dr. Dhadi Sp.An

• Jenis anastesi : Spinal

• Diagnosis pra-bedah : G3P1A0 gravida 34-35 minggu + Plasenta

previa totalis

• Indikasi operasi : Plasenta previa totalis

• Jenis operasi : SCTP + IUD

6
• Diagnosis pasca-bedah : P2A0 partus prematurus 34-35 minggu

dengan SC a.i perdarahan antepartum e.c. plasenta previa totalis +

anemia

• Kategori operasi besar

• Desinfeksi kulit povidon iodine 10%

• Jaringan yang di eksisi tidak dikirim ke PA

• Dilakukan tindakan aseptik dan antiseptik di daerah abdomen dan

sekitarnya.

• Dilakukan insisi fenenstyle sepanjang ± 10cm

• Setelah peritoneum dibuka, tampak dinding uterus

• Plika vesikouterina disisihkan ke bawah, disayat melintang

• Kandung kemih disisihkan ke bawah dan ditahan dengan retractor

abdomen

• SBR disayat konkaf, bagian tengahnya ditembus oleh jari penolong dan

diperlebar kekanan dan kekiri

• Jam 22.42 : - lahir bayi laki-laki dengan meluksir kepala

- BB : 2290 gr - PB : 45 cm

- Apgar 1’=5 5’=7

7
- Disuntikkan oksitosin 10 IU intramural, kontraksi baik

• Jam 22.45 : - lahir plasenta dengan tarikan ringan pada tali pusat

- B : 500 gr - ukuran : 10x10x2,5 cm

• SBR dijahit lapis demi lapis. Lapisan pertama dijahit secara jelujur

interloking.

• Sebelum lapisan pertama dijahit seluruhnya, dipasang IUD CUT 380o K

• Lapisan kedua dijahit secara jelujur

• Setelah yakin tidak ada perdarahan, dilakukan reperitonealisasi dengan

peritoneum kandung kencing hingga menutupi uterus

• Perdarahan dirawat

• Rongga abdomen dibersihkan dari darah dan bekuan darah

• Fascia dijahit dengan safil No I, kulit dijahit secara subkutikular

• Perdarahan selama operasi 400 cc

• Diuresis selama operasi 150 cc

Instruksi pasca bedah

• Observasi KU, tensi, nadi, respirasi, suhu pendarahan tiap 15 menit sampai

pulih

• Infus : RL : D5 = 2:1 15 gtt/mnt

• Analgetik : tramadol 100 mg dalam 500 ml 15-20 gtt/menit

• Lain-lain : O2 3 L 2-4 jam post op

• Puasa : tidak puasa

8
• Antibiotik : cefotaxime 2x1 gr, metronidazole 3x500 mg, kaltrofen

2x100 mg

FOLLOW UP

TANGGAL CATATAN INSTRUKSI

JAM

13/01/2017 • S : perut nyeri di bagian perut • P:

POD I bekas SC – Cefotaxime 2x1 gr IV

• O: – Metronidazole 3x500

– KU : CM mg IV

– T : 110/70 mmHg – Kaltrofen 2x100 mg

– R : 24 x/mnt supp

– N : 96 x/mnt – Aff DC

– S : AF – Breast care

– Mata : CA -/- SI -/-

– ASI : -/-

– Abdomen : datar,lembut

– TFU : tidak teraba

– Perdarahan (+)

– LO : tertutup verban

– BAB/BAK : -/-

• A : P2A0 partus prematurus

dengan SC a.i perdarahan

9
antepartum e.c plasenta previa

totalis + anemia

TANGGAL HASIL LAB

13/01/2017 Hasil darah rutin

• Hb : 8,9 g/dL

• Ht : 27 %

• Lekosit : 18.400 / mm3

• Trombosit : 243.000 /mm3

• Eritrosit : 3.05 juta/mm3

TANGG CATATAN INSTRUKSI

AL JAM

14/01/201 • S : mules • P:

7 • O: – Cefadroxil 2x500

POD II – KU : CM mg

– T : 100/70 – Metronidazol

mmHg 3x500 mg

– R : 24 – As.mefenamat

x/mnt 3x500 mg

– N : 96 – Aff Infus

x/mnt – Sf 1x1

– S : AF

– Mata : CA -/-

10
SI -/-

– ASI : -/-

– Abdomen :

datar,lembut

– TFU : 3 jari

dibawah pusat

– Perdarahan (+)

– LO : tertutup

verban

– BAB/BAK : -/+

• A : P2A0 partus

prematurus dengan SC

a.i perdarahan

antepartum e.c plasenta

previa totalis + anemia

11
BAB II

PERMASALAHAN KASUS

A. PARTUS PREMATURUS

1.1 Definisi

Prematuritas adalah kelahiran yang berlangsung pada umur kehamilan 20

minggu hingga 37 minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir atau berat

badan lahir kurang dari 2500gr. Terdapat 3 sub kategori usia kelahiran prematur

berdasarkan kategori World Health Organization (WHO), yaitu:

a) Extremely preterm (< 28 minggu)

b) Very preterm (28 hingga < 32 minggu)

c) Moderate to late preterm (32 hingga < 37 minggu).

1.2 Epidemiologi

Angka kejadian prematur yang tinggi masih menjadi pusat perhatian dunia

hingga kini. Tingkat kelahiran prematur di Amerika Serikat sekitar 12,3% dari

keseluruhan 4 juta kelahiran setiap tahunnya dan merupakan tingkat kelahiran

prematur tertinggi di antara negara industri. Angka kejadian kelahiran prematur di

Indonesia belum dapat dipastikan jumlahnya, namun berdasarkan data Riset

Kesehatan Dasar (Riskesdas) Departemen Kesehatan tahun 2007, proporsi BBLR

di Indonesia mencapai 11,5%, meskipun angka BBLR tidak mutlak mewakili

angka kejadian kelahiran prematur.

1.3 Faktor Predisposisi

12
Etiologi persalinan prematur belum diketahui secara pasti. Sebelumnya

perlu diketahui faktor-faktor risiko terjadinya persalinan prematur. Creasy

membagi faktor risiko menjadi 2 kelompok:

a. Faktor risiko mayor

- kehamilan kembar

- riwayat persalinan prematur yang lalu

- hidroamnion

- uterus anomali

- terpapar dietilstilbestrol

- dilatasi serviks >1 cm pada kehamilan 32 minggu

- pendataran serviks <1 cm pada kehamilan 32 minggu

- abortus pada kehamilan trimester II sebanyak 2x

- riwayat prematur kontraksi pada persalinan yang lalu

- riwayat operasi abdomen selama kehamilan

- uterus yang iritabel

- riwayat konus biopsi

b. Faktor risiko minor

- demam selama kehamilan

- perdarahan setelah 12 minggu

- riwayat pielonefritis

- riwayat merokok >1 batang per hari

- abortus trimester II 1x

- abortus trimester I lebih dari 2x

1.4 Patofisiologi

13
Patogenesis terjadinya persalinan prematur belum diketahui secara pasti.

Tetapi mekanisme persalinan yang pasti terjadi adalah pematangan serviks,

timbulnya reseptor oksitosin, terbentuknya gap junction pada sel-sel miometrium.

Prostaglandin diyakini berperan dalam pematangan serviks yang

menginduksi terjadinya suatu persalinan. Tetapi peranan prostaglandin dalam

persalinan prematur masih belum pasti. Ada beberapa teori yang menjelaskan

bagaimana terjadinya mekanisme persalinan :

a. Teori Progesteron Withdrawal

progesteron berperan dalam menghambat pembentukkan pelepasan

prostglandin. Bersamaan dengan semakin matangnya janin, kelenjar adrenal

menjadi lebih peka terhadap ACTH, sehingga sekresi kortisol akan lebih

meningkat. Kortisol janin merangsang 17 hidroksilase dalam jaringan trofoblas

dengan akibat menurunnya sekresi progesteron yang akan meningkatkan

pembentukkan estrogen. Peningkatan rasio estrogen/ progesteron menyebabkan

peningkatan terbentuknya prostaglandin.

b. Teori Oksitosin

teori ini menyatakan peranan oksitosin untuk memulai suatu persalinan. Hal

ini dibuktikan dengan bertambahnya reseptor oksitosin dalam miometrium pada

saat kehamilan aterm. Oksitosin ini merupakan zat menyebabkan pelepasan

prostaglandin. Tetapi teori ini banyak diangkal karena penigkatan zat oksitosin

tidak selalu diikuti peningkatan prostaglandin.

c. Teori “Decidual Activation”

teori ini berdasarkan perubahan-perubahan biokimia yang terjadi pada

desidua. Pada saat persalinan terjadi akumulasi prostaglandin, platelet activating

14
factor, sitokin pada cairan amnion, chorion, dan desidua parietalis. Prostaglandin

mengaktivasi miometrium dengan adanya aktivasi kalium sehingga menjadi

protein yang kontraktil. Produk-produk sitokin, platelet activating faktor, ini

menyebabkan pemecahan matriks ekstraseluler serviks, chorion, desidua dan akan

menyebabkan pematangan serviks.

15
1.5 Diagnosis
a. Gejala awal
- Rasa nyeri/tegang pada perut bawah
- Nyeri pinggang
- Rasa penekanan pada jalan lahir
- Bertambahnya cairan vagina
- Perdarahan/perdarahan bercak/lendir bercampur darah
b. Gejala definitif
- Kontraksi uterus yang teratur ( 1 kali atau lebih dalam 10 menit) → kasus
: 1-2 kali dalam 10 menit
- Perubahan serviks seperti :
- Pembukaan serviks ≥ 2 cm
- Pendataran

1.6 Penatalaksanaan

KONTRAKSI PREMATUR
Kontraksi umur kehamilan USG

Kontraksi uterus KTG

Perubahan serviks
Tirah baring

Pemberian obat tokolitik

Terapi berhasil Terapi gagal

Pemberian obat tokolitik Persalinan

Diteruskan sesuai dengan


pedoman

16
1. Konfirmasi umur kehamilan dengan berbagai cara
2. Penilaian kontraksi uterus (lamanya, intensitasnya, frekuensinya dan
pengaruhnya terhadap pembukaan serviks)
3. Pemantauan tanda-tanda vital ibu
4. Pemantauan DJJ
5. USG
6. Tirah baring (lateral kiri atau semi fowler)
7. Pemberian obat-obat tokolitik
Obat tokolitik adalah obat yang mempunyai pengaruh mengurangi,
meemahkan atau menghilangkan kontraksi rahim.
Kontraksi otot rahim bisa dihambat melalui perangsangan reseptor β
adreenergik, misalnya Ritodrin, Terbutalin, Isoksuprine.
Indikasi : mencegah persalinan kurang bulan
Kontra indikasi : solusio plasenta, infeksi intrauterin, febris yang
tidak diketahui sebabnya, penyakit jantung, pertumbuhan janin terhambat,
hipertensi dalam kehalan, penyakit paru-paru, hipertiroid, diabetes
mellitus.
Kriteria pemberian obat tokolitik
 Umur kehamilan 24-34 minggu, pemberian tokolitik diluar usia
kehamilan tersebut harus atas izin konsulen
 Minimal terdapat 2 kontraksi dalam 15 menit dengan pemeriksaan
CTG
 Adanya pengaruh kontraksi rahim yang jelas terhadap serviks
(pendataran)
 Pembukaan serviks kurang dari 3 cm
 Tidak ada kontraindikasi pemberian obat-obat β adrenergik agonis
Pemeriksaan khusus : urin, GDS, EKG, hematokrit, leukosit, foto toraks,
USG
Jenis obat, dosis dan cara pemberian :
- Salbutamol : diberikan dosis 10 mg dalam larutan NaCl atau
RL. Dimulai dengan infus 10 tetes/menit, bila kontraksi masih ada

17
tingatkan tetesan infus 10 tetes/menit setiap 30 menit sampai kontraksi
berhenti atau nadi ibu melebihi 120x/menit. Bila kontraksi berhenti,
tetesan tersebut dipertahankan sampai jam setelah kontraksi berakhir.
Sebagai dosis jaga diberikan salbutamol per oral 3x4 mg per hari
selama 7 hari.
- Isoksuprin : diberikan per infus dengan kecepatan 0,25-0,5
mg/menit (1,5-3 cc/menit) bisa dinaikkan 1 mg/menit. Dua jam
setelah kontraksi menghilang, dilanjutkan dengan pemberian 10 mg/3-
6 jam secara IM selama 12-24 jam kemudian dianjurkan dengan
pemberian 10-20 mg tablet setiap 6 jam selama 3 hari.
- Nifedipin : Diberikan dengan dosis 3x20 mg per oral per hari
sampai kontraksi berhenti. Perhatikan tekanan darah untuk mencegah
keadaan hipotensi.
- Terbutalin : 250 μg secara IV dilanjutkan dengan pemberian
per infus 10 μg/menit. Pengobatan dipertahankan sampai 8 jam,
kemudian dilanjutkan dean pemberian subkutan 250 μg setiap jam
selama 24 jam. Pengobatan dilanjutkan secara oral dengan dosis 2,5
μg/4-6 jam.

PEMBERIAN OBAT – OBATAN TOKOLITIK

INDIKASI

KONTRA INDIKASI

Evaluasi Pemberian Parenteral/Oral


kembali

Kontraksi menetap Kontraksi menghilang


/

18
8. Pemberian obat untuk pematangan paru janin, diberikan pada semua
wanita hamil 24-34 minggu yaitu deksamethason 6 mg tiap 12 jam (IM)
sampai 4 dosis atau Betametason 12 mg (IM) sampai 2 dosis dengan
interval 24 jam.
9. Pemberian MgSO4 untuk proteksi otak janin, loading dose 4 gram MgSO4
(10 cc MgSO4 40%) dilarutkan dalam 100 cc ringer laktat diberikan
selama 15-20 menit. Setelah habis loading dose dilanjutkan dengan dosis
rumatan 8 gram dilarutkan dalam 500 cc RL. Tetesan 20 gtt/ menit selama
4 jam
B. PERDARAHAN ANTEPARTUM

A. Pengertian

Pendarahan antepartum adalah pendarahan yang terjadi setelah kehamilan

28 minggu. Pendarahan antepartum merupakan pendarahan dari traktus genitalis

yang terjadi antara kehamilan minggu ke 28 awal partus.

B. Etiologi

Pendarahan antepartum dapat disebabkan oleh :

a. Bersumber dari kelainan plasenta

1. Plasenta previa

Plasenta previa adalah keadaan dimana plasenta berimplantasi pada tempat

abnormal yaitu pada segmen bawah rahim sehingga menutupi sebagian atau

seluruh pembukaan jalan lahir ( osteum uteri internal ).

Plasenta previa diklasifikasikan menjadi 3 :

a. Plasenta previa totalis : seluruhnya ostium internus ditutupi

plasenta.

b. Plasenta previa lateralis : hanya sebagian dari ostium tertutup oleh

plasenta.

19
c. Plasenta previa marginalis : hanya pada pinggir ostium terdapat

jaringan plasenta.

Plasenta previa dapat disebabkan oleh berbagai faktor antara lain :

 Endometrium yang kurang baik

 Chorion leave yang peresisten

 Korpus luteum yang berreaksi lambat

2. Solusi plasenta

Solusi plasenta adalah suatu keadaan dimana plasenta yang letaknya normal

terlepas dari perlekatannya sebelum janin lahir. Biasanya dihitung kehamilan

28 minggu.

Solusi plasenta dapat diklasifikasikan menjadi 3 berdasarkan tingkat gejala

klinik antara lain :

a. Solusi plasenta ringan

 Tanpa rasa sakit

 Pendarahan kurang 500cc

 Plasenta lepas kurang dari 1/5 bagian

 Fibrinogen diatas 250 mg %

b. Solusi plasenta sedang

 Bagian janin masih teraba• Perdarahan antara 500 – 1000 cc

 Plasenta lepas kurang dari 1/3 bagian

c. Solusi plasenta berat

 Abdomen nyeri-palpasi janin sukar

 Janin telah meninggal

 Plasenta lepas diatas 2/3 bagian

20
 Terjadi gangguan pembekuan darah

b. Tidak bersumber dari kelainan plasenta, biasanya tidak begtu berbahaya,

misalnya

kelainan serviks dan vagina ( erosion, polip, varises yang pecah ).

C. Patofisiologi

1. Plasenta previa

Seluruh plasenta biasanya terletak pada segmen atau uterus. Kadang-kadang

bagian atau seluruh organ dapat melekat pada segmen bawah uterus, dimana

hal ini dapat diketahui sebagai plasenta previa. Karena segmen bawah agak

merentang selama kehamilan lanjut dan persalinan, dalam usaha mencapai

dilatasi serviks dan kelahiran anak, pemisahan plasenta dari dinding usus

sampai tingkat tertentu tidak dapat dihindarkan sehingga terjadi pendarahan.

2. Solusi plasenta

Perdarahan dapat terjadi pada pembuluh darah plasenta atau uterus yang

membentuk hematom pada desisua, sehingga plasenta terdesak akhirnya

terlepas. Apabila perdarahan sedikit, hematom yang kecil itu hanya akan

mendesak jaringan plasenta, peredaran darah antara uterus dan plasenta belum

terganggu dan tanda serta gejalanya pun tidak jelas. Kejadiannya baru

diketahui setelah plasenta lahir yang pada pemeriksaan didapatkan cekungan

pada permukaan maternalnya dengan bekuan darah lama yang warnanya

kehitam-hitaman. Biasanya perdarahan akan berlangsung terus menerus karena

otot uterus yang telah meregang oleh kehamilan itu tidak mempu untuk lebih

21
berkontraksi menghentikan pendarahannya. Akibatnya, hematom retroplasenter

akan bertambah besar, sehingga sebagian dan akhirnya seluruh plasenta

terlepas dari dinding uterus.

D. Tanda dan Gejala

1. Plasenta previa

a. Perdarahan terjadi tanpa rasa sakit pada trimester III

b. Sering terjadi pada malam hari saat pembentukan S.B.R

c. Perdarahan dapat terjadi sedikit atau banyak sehingga menimbulkan gejala

d. Perdarahan berwarna merah segar

e. Letak janin abnormal

2. Solusi plasenta

a. Perdarahan disertai rasa sakit

b. Jalan asfiksia ringan sampai kematian intrauterine

c. Gejala kardiovaskuler ringan sampai berat

d. Abdomen menjadi tegang

e. Perdarahan berwarna kehitaman

f. Sakit perut terus menerus

Plasenta Previa

A. Definisi

Plasenta previa adalah plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah

rahim sehingga menutupi seluru atau sebagian dari pembukaan dari jalan lahir

(ostium uteri internum)

22
Implantasi plasenta yang normal adalah pada dinding depan, dinding

belakang rahim, atau di daerah fundus uteri.

B. Klasifikasi

Plasenta previa diklasifikasikan menjadi 4 :

a. Plasenta previa totalis : plasenta yang menutupi seluruh ostium

uteri internum.

b. Plasenta previa partialis : plasenta yang menutupi sebagian ostium

uteri internum

c. Plasenta previa marginalis : tepi plasenta berada pada pinggir ostium

internum

d. Plasenta previa letak rendah : plasenta berimplantasi pada segmen

bawah uterus

sedemikian rupa sehingga tepi plasenta tidak

mencapai ostium internum, tetapi terletak

berdekatan dengan ostium tersebut.

23
Klasifikasi plasenta previa tergantung pada penilaian besarnya dilatasi

serviks pada saat dilakukan pemeriksaan. Sebagai contoh plasenta letak rendah

pada pembukaan 2 cm dapat menjadi plasenta previa parsial pada pembukaan 8

cm. sebaliknya plasenta previa totalis sebelum pembukaan serviks dapat menjadi

plasenta previa parsial pada pembukaan 4 cm. Pemeriksaan dalam untuk

menentukan perubahan posisi plasenta dapat mencetuskan perdarahan hebat.

Dengan kemajuan diagnostik, plasenta previa dapat dibedakan dengan

jelas dari plasenta letak rendah. Bila plasenta previa sentralis ditegakkan secara

ultrasonografi pada trimester terakhir kehamilan, kita tidak perlu lagi melakukan

pemeriksaan klinis di kamar operasi dan operasi dapat segera dilakukan.

C. Insidensi

Kejadian plasenta previa bervariasi antara 0,3-0,5% dari seluruh kelahiran.

Dari seluruh kasus perdarahan antepartum, plasenta previa merupakan penyebab

yang terbanyak. Plasenta previa lebih banyak pada kehamilan dengan paritas

tinggi dan pada usia diatas 30 tahun. Juga lebih sering pada kehamilan ganda

daripada kehamilan tunggal uterus bercacat ikut mempertinggi angka kejadian.

Negara berkembang lebih sering insidensinya dibandingkan dengan negara maju.

D. Etiologi

24
Penyebab blastokista berimplantasi pada segmen bawah rahim belum

diketahui dengan pasti. Plasenta previa meningkat keajdiannya pada keadaan-

keadaan yang endometriumnya kurang baik, misalnya karena atrofi endometrium

atau kurang baiknya vaskularisasi desidua.

Keadaan ini bisa ditemukan pada :

1. Multipara, terutama jika jarak antara kehamilannya pendek

2. Mioma uteri

3. Kuterase berulang

4. Umur lanjut

5. Bekas seksio sesarea

6. Perubahan inflamasi atau atrrofi, misalnya pada wanita perokok atau

pemakai kokain. Hipoksemi yang terjadi akibat karbon monoksida

akan dikompensasi dengan hipertrofi plasenta. Hal ini terjadi pada

perokok berat.

E. Manifestasi klinis

1. Gejala yang terpenting adalah perdarahan tanpa nyeri.

Perdarahan pada plasenta previa bersifat berulang-ulang karena setelah

terjadi pergeseran antara plasenta dan dinding rahim. Oleh karena itu, regangan

dinding rahim dan tarikan pada serviks berkurang, tetapi dengan majunya

kehamilan regangan bertambah lagi dan menimbulkan perdarahan baru.

2. Bagian terendah anak sangat tinggi karena plasenta terletak pada kutub

bawa rahim sehingga bagian terendah tidak dapat mendekati pintu atas

panggul

25
3. Pada plasenta previa, ukuran panjang rahim berkurang maka pada plasenta

previa lebih sering disertai kelainan letak jika perdarahan disebabkan oleh

plasenta previa lateral dan marginal serta roobekannya marginal,

sedangkan plasenta letak rendah robekannya beberapa sentimeter dari tepi

plasenta.

F. Patogenesis

- Kerusakan endometrium corpus uteri menyebabkan impantasi kurang

baik, sehingga plasenta berimplantasi pada SBR

- Kebutuhan nutrisi melebihi normal (contoh : gemelli, bayi besar)

sehingga plasenta melebar ingga mencapai OUI/SBR

G. Patofisiologi

Pada usia kehamilan yang lanjut, umumnya pada trimester tiga dan

mungkin juga lebih awal, oleh karena telah terbentuk segmen bawah rahim, tapak

plasenta akan mengalami pelepasan. Tapak plasenta terbentuk dari bagian

maternal yaitu desidua basalis yang tumbuh menjadi bagian uri. Dengan

melebarnya istmus uteri menjadi segmen bawah rahim, maka plasenta yang

berimplantasi akan mengalami laserasi akibat pelepasan desidua sebagaii tapak

plasenta. Demikian pula pada waktu serviks mendatar dan terbuka ada bagian

plasenta yang terlepas. Pada tempat laserasi akan terjadi perdarahan yang berasal

dari sirkulasi maternal yaitu ruangan intervillus dari plasenta. Darah yang keluar

berwarna merah segar tanpa raasa nyeri. Pada plasenta yang menutupi seluruh

ostium internum perdarahan teradi lebih awal dalam kehamilan oleh karena

26
segmen bawah rahim terbentuk terlebih dahulu pada bagian terbawah yaitu

osstium uteri internum. Sebaliknya, pada plasenta previa parssialis atau letak

rendah, perdarahan baru terjadi pada waktu mendekati atau awal persalinan.

Perdaraan pertama terjadi pada usia kurang dari 30 minggu kehamilan tetapi lebih

dari 50% terjadi pada usia kehamilan lebih dari 34 minggu.

Dinding segmen bawah rahim yang tipis mudah diinvasi oleh

pertumbuhan vili dari tropoblas, akibatnya plasenta melekat kuat pada dinding

uterus.

H. Diagnosis

Wanita hamil yang mengalami perdarahan pada usia kehamilan lanjut

biasanya plasenta previa atau solusio plasenta. Diagnosis belum tentu bisa

dilakukan dengan pemeriksaan fisik.

Pada pemeriksaan inspekulo adanya perdarahan aktif, OUE yang tertutup, portio

tidak ada edema. Perabaan fornises teraba bantalan lunak pada presentasi kepala.

Pemeriksaan servik dengan jari seperti tidak diperbolehkan karena akan

menyebabkan perdarahan, kecuali pasien berada di ruang operasi dengan

persiapan lengkap untuk pelahiran cesar. Jika dilakukan vaginal toucher, perlahan-

lahan jari digerakkan menuju pembukaan serviks untuk meraba jaringan plasenta.

Kemudian jari-jari digerakkan mengikuti seluruh pembukaan untuk mengetahui

derajat atau klasifikasi plasenta. Jika plasenta lateralis atau marginalis dilanjutkan

dengan amniotomi dan diberi oksitosin drip untuk mempercepat persalinan. Jika

tidak ada perdarahan banyak, pasien dikembalikan ke ruang bersalin. Jika terjadi

27
perdarahan banyak atau plasenta totalis langsung dilanjutkan seksio sesarea.

Persiapan tersebut disebut double set-up examination.

Transabdominal ultrasonografi dalam keadaan kandung kemih yang

dikosongkan akan memberi kepastian diagnosis plasenta previa dengan ketepatan

tinggi sampai 96-98%. Magnetic Resonance Imaging (MRI) juga dapat

dipergunakan untuk mendeteksi kelainan pada plasenta termasuk plasenta previa.

MRI kalah praktis jika dibandingkan dengan USG, terlebih pada suasana

mendesak.

Bisa dilakukan juga sonografi transvaginal tapi sedikit dilakukan karena

akan sangat berbahaya jika dilakukann bukan oleh yang ahlinya.

Sonografi transperineal dinyatakan akurat pada 75 wanita yang memiliki

plasenta previa.

I. Diagnosis Banding

Jenis plasenta previa lainnya seperti plasenta previa marginalis, lateralis,

dan letak rendah. Yang membedakan hanyalah jumlah perdarahannya.

Solusio plasenta adalah suatu keadaan dimana plasenta yang letaknya

normal terlepas dari perlekatannya sebelum janin lahir. Biasanya dihitung

kehamilan 28 minggu.

Vasa previa adala pembuluh darah janin berjalan menyebrangi ketuban

dan melewati ostium uteri internum.

Pendarahan antepartum adalah pendarahan yang terjadi setelah kehamilan

28 minggu. Pendarahan antepartum merupakan pendarahan dari traktus genitalis

yang terjadi antara kehamilan minggu ke 28- awal partus. Perdarahan antepartum

28
bisa disebabkan oleh plasenta previa yang merupakan etiologi tersering dari

perdarahan antepartum dan solusio plasenta. Pendarahan antepartum dapat

disebabkan dari kelainan plasenta.

C. ANEMIA

Pengertian Anemia

Anemia adalah kondisi ibu dengan kadar hemoglobin dibawah 11 gr %

pada trimester I dan III atau kadar lebih kecil 10,5 gr % pada trimester II. Anemia

pada kehamilan adalah anemia karena kekurangan zat besi, menurut WHO

kejadian anemia hamil berkisar antara 20 % sampai dengan 89 % dengan

menetapkan Hb 11 gr % sebagai dasarnya. Hb 9 – 10 gr % disebut anemia ringan.

Hb 7 – 8 gr % disebut anemia sedang. Hb < 7 gr % disebut anemia berat.

Penyebab

Penyebab anemia pada ibu hamil Penyebab anemia umunya adalah kurang

gizi, kurang zat besi, kehilangan darah saat persalinan yang lalu, dan penyakit –

penyakit kronik. Dalam kehamilan penurunan kadar hemoglobin yang dijumpai

selama kehamilan disebabkan oleh karena dalam kehamilan keperluan zat

makanan bertambah dan terjadinya perubahan-perubahan dalam darah :

penambahan volume plasma yang relatif lebih besar daripada penambahan massa

hemoglobin dan volume sel darah merah. Darah bertambah banyak dalam

kehamilan yang lazim disebut hidremia atau hipervolemia. Namun bertambahnya

sel-sel darah adalah kurang jika dibandingkan dengan bertambahnya plasma

sehingga terjadi pengenceran darah. Di mana pertambahan tersebut adalah sebagai

berikut : plasma 30%, sel darah 18%, dan hemoglobin 19%. Pengenceran darah

29
dianggap sebagai penyesuaian diri secara fisiologi dalam kehamilan dan

bermanfaat bagi wanita hamil tersebut. Pengenceran ini meringankan beban

jantung yang harus bekerja lebih berat dalam masa hamil, karena sebagai akibat

hipervolemia tersebut, keluaran jantung (cardiac output) juga meningkat. Kerja

jantung ini lebih ringan apabila viskositas darah rendah. Resistensi perifer

berkurang pula, sehingga tekanan darah tidak naik.

Selama hamil volume darah meningkat 50 % dari 4 ke 6 L, volume plasma

meningkat sedikit menyebabkan penurunan konsentrasi Hb dan nilai hematokrit.

Penurunan ini lebih kecil pada ibu hamil yang mengkonsumsi zat besi. Kenaikan

volume darah berfungsi untuk memenuhi kebutuhan perfusi dari uteroplasenta.

Ketidakseimbangan antara kecepatan penambahan plasma dan penambahan

eritrosit ke dalam sirkulasi ibu biasanya memuncak pada trimester kedua.

Pola makan adalah pola konsumsi makan sehari-hari yang sesuai dengan

kebutuhan gizi setiap individu untuk hidup sehat dan produktif. Untuk dapat

mencapai keseimbangan gizi maka setiap orang harus menkonsumsi minimal 1

jenis bahan makanan dari tiap golongan bahan makanan yaitu Karbohidrat, protein

hewani dan nabati, sayuran, buah dan susu. Seringnya ibu hamil mengkonsumsi

makanan yang mengandung zat yang menghambat penyerapan zat besi seperti teh,

kopi, kalsium. Wanita hamil cenderung terkena anemia pada triwulan III karena

pada masa ini janin menimbun cadangan zat besi untuk dirinya sendiri sebagai

persediaan bulan pertama setelah lahir. Pada penelitian Djamilus dan Herlina

(2008) menunjukkan adanya kecendrungan bahwa semakin kurang baik pola

makan, maka akan semakin tinggi angka kejadian anemia.

30
Faktor umur merupakan faktor risiko kejadian anemia pada ibu hamil. Umur

seorang ibu berkaitan dengan alat – alat reproduksi wanita. Umur reproduksi yang

sehat dan aman adalah umur 20 – 35 tahun. Kehamilan diusia < 20 tahun dan

diatas 35 tahun dapat menyebabkan anemia karena pada kehamilan diusia < 20

tahun secara biologis belum optimal emosinya cenderung labil, mentalnya belum

matang sehingga mudah mengalami keguncangan yang mengakibatkan kurangnya

perhatian terhadap pemenuhan kebutuhan zat – zat gizi selama kehamilannya.

Sedangkan pada usia > 35 tahun terkait dengan kemunduran dan penurunan daya

tahan tubuh serta berbagai penyakit yang sering menimpa diusia ini. Hasil

penelitian didapatkan bahwa umur ibu pada saat hamil sangat berpengaruh

terhadap kajadian anemia

Ibu hamil yang kurang patuh mengkonsumsi tablet Fe mempunyai risiko 2,429

kali lebih besar untuk mengalami anemia dibanding yang patuh konsumsi tablet

Fe. Kepatuhan menkonsumsi tablet Fe diukur dari ketepatan jumlah tablet yang

dikonsumsi, ketepatan cara mengkonsumsi tablet Fe, frekuensi konsumsi perhari.

Suplementasi besi atau pemberian tablet Fe merupakan salah satu upaya penting

dalam mencegah dan menanggulangi anemia, khususnya anemia kekurangan besi.

Suplementasi besi merupakan cara efektif karena kandungan besinya yang

dilengkapi asam folat yang sekaligus dapat mencegah anemia karena kekurangan

asam folat.

Konsumsi tablet besi sangat dipengaruhi oleh kesadaran dan kepatuhan ibu hamil.

Kesadaran merupakan pendukung bagi ibu hamil untuk patuh mengkonsumsi

tablet Fe dengan baik. Tingkat kepatuhan yang kurang sangat dipengaruhi oleh

rendahnya kesadaran ibu hamil dalam mengkonsumsi tablet besi, inipun besar

31
kemungkinan mendapat pengaruh melalui tingkat pengetahuan gizi dan kesehatan.

Kepatuhan ibu hamil mengkonsumsi tablet besi tidak hanya dipengaruhi oleh

kesadaran saja, namun ada beberapa faktor lain yaitu bentuk tablet, warna, rasa

dan efek samping seperti mual, konstipasi.

Gejala anemia

Gejala anemia pada ibu hamil Ibu hamil dengan keluhan lemah, pucat,

mudah pingsan, dengan tekanan darah dalam batas normal, perlu dicurigai anemia

defisiensi besi. Dan secara klinis dapat dilihat tubuh yang pucat dan tampak lemah

(malnutrisi). Guna memastikan seorang ibu menderita anemia atau tidak, maka

dikerjakan pemeriksaan kadar Hemoglobin dan pemeriksaan darah tepi.

Pemeriksaan Hemoglobin dengan spektrofotometri merupakan standar. Proses

kekurangan zat besi sampai menjadi anemia melalui beberapa tahap: awalnya

terjadi penurunan simpanan cadangan zat besi dalam bentuk fertin di hati, saat

konsumsi zat besi dari makanan tidak cukup, fertin inilah yang diambil. Daya

serap zat besi dari makanan sangat rendah, Zat besi pada pangan hewan lebih

tinggi penyerapannya yaitu 20 – 30 % sedangkan dari sumber nabati 1-6 %. Bila

terjadi anemia, kerja jantung akan dipacu lebih cepat untuk memenuhi kebutuhan

O2 ke semua organ tubuh, akibatnya penderita sering berdebar dan jantung cepat

lelah. Gejala lain adalah lemas, cepat lelah, letih, mata berkunang kunang,

mengantuk, selaput lendir , kelopak mata, dan kuku pucat.

Klasifikasi

 Anemia hipokrom mikrositer

o Anemia defisiensi Fe

32
o Thalasemia mayor

o Anemia penyakit kronis

o Anemia sideroblastik

 Anemia Normokrom normositer

o Anemia paska pendarahan

o Anemia aplastic

o Anemia Hemolitik

 Anemia Makrositer

o Anemia megaloblastik

Pengaruh anemia terhadap kehamilan :

a) Abortus

b) Persalinan prematuritas

c) Hambatan tumbuh kembang janin

d) Mudah infeksi

e) Ancaman dekompensasi kordis (Hb < 6 gr %)

f) Heperemesis gravidarum

g) Perdarahan antepartum

h) Ketuban pecah dini

Pencegahan anemia

Pencegahan anemia pada ibu hamil antara lain :

a) Mengkonsumsi pangan lebih banyak dan beragam, contoh sayuran

warna hijau, kacang – kacangan, protein hewani, terutama hati.

33
b) Mengkonsumsi makanan yang kaya akan vitamin C seperti jeruk,

tomat, mangga dan lain–lain yang dapat meningkatkan penyerapan zat

besi.

Suplemen zat besi memang diperlukan untuk kondisi tertentu, wanita

hamil dan anemia berat misalnya. Manfaat zat besi selama kehamilan

bukan untuk meningkatkan atau menjaga konsentrasi hemoglobin ibu,

atau untuk mencegah kekurangan zat besi pada ibu. Ibu yang

mengalami kekurangan zat besi pada awal kehamilan dan tidak

mendapatkan suplemen memerlukan sekitar 2 tahun untuk mengisi

kembali simpanan zat besi dari sumber-sumber makanan sehingga

suplemen zat besi direkomendasikan sebagai dasar yang rutin.

Penderita anemia ringan sebaliknya tidak menggunakan suplemen zat

besi. Lebih cepat bila mengupayakan perbaikan menu makanan.

Misalnya dengan konsumsi makanan yang banyak mengandung zat

besi seperti telur, susu, hati, ikan, daging, kacang-kacangan (tahu,

oncom, kedelai, kacang hijau, sayuran berwarna hijau, sayuran

berwarna hijau tua (kangkung, bayam) dan buah-buahan (jeruk, jambu

biji dan pisang). Selain itu tambahkan substansi yang memudahkan

penyerapan zat besi seperti vitamin C, air jeruk, daging ayam dan ikan.

Sebaliknya substansi penghambat penyerapan zat besi seperti teh dan

kopi patut dihindari

Permasalahan pada kasus

Prematuritas adalah kelahiran yang berlangsung pada umur kehamilan 20


minggu hingga 37 minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir.

34
Pada kasus :

Diagnosis pada pasien ini sudah benar. Pada pasien kita didapatkan usia
kehamilan berdasarkan TFU 36-37 mgg, berdasarkan HPHT 34-35 mgg, taksiran
persalinan 22 februari 2017.

Apakah penegakkan diagnosis pasien ini sudah benar?


Diagnosis pada pasien kita suda benar. Pada pasien kita didapatkan keluan utama
perdarahan dari jalan lahir.
a. Anamnesa tambahan : pasien dalam keadaan hamil trimester tiga
dan adanya perdarahan yang keluar dari jalan lahir, cair, berwarna merah
segar dan tanpa adanya rasa nyeri
b. Pemeriksaan inspekulo : adanya perdarahan aktif, OUE yang
tertutup, portio tidak ada edema
c. Perabaan fornises : Teraba bantalan lunak pada presentasi
kepala
d. Hasil USG : Diidentifikasi letak plasenta menutupi OUI

Apakah penanganan pada pasien ini sudah benar?


 Pengelolaan
Pengelolaan plasenta previa dapat dibagi menjadi 2 golongan yaitu :
1. Terminasi – kehamilan segera dilakukan sebelum terjadi perdarahan
yang membawa kematian, misalnya kehamilan cukup bulan,
perdarahan banyak, parturien, dan anak mati (tidak selalu)
a. Cara pervaginam
- Dilakukan pada plasenta letak rendah, plasenta previa marginalis,
plasenta previa latteralis (dengan anak letak kepala). Diagnosis
ditegakkan dengan melakukan pemeriksaan USG, perabaan formises
atau pemeriksaan dalam dikamar operasi atau tergantung indikasi.
- Dilakukan oksitosin drip disertai amniotomi

b. Cara perabdominam atau seksio sesarea

35
Dilakukan pada keadaan :
- Plasenta previa dengan perdarahan banyak
- Plasenta previa totalis
- Plasenta previa lateralis di posterior
- Plasenta letak rendah dengan letak anak sungsang

 Seksio sesarea
Tujuan melakukan seksio sesarea adalah untuk mempersingkat lamanya
perdarahan dan mencegah terjadinya robekan serviks dan segmen bawah
rahim.
Robekan serviks dan segmen bawah rahim mudah terjadi bila anak
dilahirkan pervaginam karena daerah tersebut pada plasenta previa banyak
mengandung pembuluh darah. Seksio sesarea dilakukan pada plasenta previa
totalis dan pada plasenta previa lainnya jika terjadi perdarahan hebat.
Tindakan seksio sesarea pada plasenta previa, selain dapat mengurangi
kematian bayi, dapat dilakukan untuk kepentingan ibu. Oleh karena itu,
seksio sesarea juga dilakukan pada plasenta previa walaupun sudah mati.

2. Ekspektatif – dilakukan apabila janin masih kecil sehingga


kemungkinan hidup di dunia luar baginya kecil sekali.
Syarat :
- Keadaan umum ibu dan anak baik (Hb > 8%)
- Perdarahan sedikit
- Usia kehamilan kurang dari 37 minggu atau taksiran berat badan
kurang dari 2500 gr
- Tidak ada HIS persalinan
- Belum in partu

Penatalaksanaan :
- Pasang infus, tirah baring
- Bila ada kontraksi prematur bisa diberi tokolitik

36
- Pemantauan kesejahteraan janin dan dengan USG dan KTG setiap
minggu
- Berikan antibiotik
- Pada usia kehamilan < 32 minggu diberikan dexamethasone
- Transfusi darah jika Hb < 8 g/dL

 Komplikasi
Bahaya untuk ibu :
1. Perdarahan pasca persalinan karena :
- Kadang-kadang plasenta lebih erat melekat pada dinding rahim
(plasenta akreta)
- Daerah perlekatan luas
- Kontraksi segmen bawah rahim kurang sehingga mekanisme
penutupan pembuluh darah pada insersi plasenta tidak baik
2. Infeksi nifas karena luka plasenta lebih dekat pada ostium
3. Syok hipovolemik
4. Emboli udara (jarang)
5. Kelainan koagulopati sampai syok
6. Kematian

Bahaya untuk anak :


1. Hipoksia
2. Anemia
3. Kematian

KESIMPULAN
Penatalaksanaan pada pasien kita dilakukan seksio cesarea sudah benar
karena pada plasenta previa totalis harus dilakukan terminasi kehamilan
perabdominam jika tidak dilakukan bisa terjadi komplikasi perdarahan hebat dan
komplikasi lainnya.

BAGAIMANA PROGNOSIS PADA PASIEN INI ?

37
 Prognosis
Prognosis ibu dan anak pada plasenta previa dewasa ini lebih baik
dibandingkan dengan masa lalu. Hal ini dikarenakan diagnosis yang lebih dini dan
tidak invasif dengan USG di samping ketersediaan transfusi darah dan infus
cairan yang telah ada di hampir semua rumah sakit kabupaten. Rawat inap yang
ikut berperan terutama bagi kasus yang pernah melahirkan seksio sesarea atau
bertempat tinggal jauh dari tempat yang diperlukan.
Penurunan jumlah ibu hamil dengan paritas tinggi dan usia tinggi berkat
sosialisasi proggram keluarga berencana menambah penurunan insidensi plasenta
previa. Dengan demikian, banyak komplikasi maternal dapat dihindarkan.
Namun,nasib janin belum terlepas dari komplikasi kelahiran prematur yang
dilakukan dengan persalinan spontan ataupun seksio sesarea. Karena itu, kelahiran
prematur belum sepenuhnya bisa dihindari sekalipun tindakan konservati
diberlakukan.pada satu penelitian yang melibatkan 93.000 persalinan oleh Crane
dan kawan-kawan (1999) dilaporkan angka kelairan prematur 47%. Hubungan
hambatan pertumbuhan janin dan kelainan bawaan dengan plasenta previa belum
terbukti.

KESIMPULAN
- Quo ad vitam pada pasien ini ad bonam karena setelah dilakukan
terapi berupa tindakan seksio cesarea keadaan pasien ini membaik.
Hasil pemeriksaan darah rutin pos operatif hari pertama hasilnya 8,9
dan tidak perlu dilakukan transfusi. dari keadaan umum dan tanda-
tanda vital dalam batas normal, juga tidak ditemukan kelainan pada
pemeriksaan fisik yang lainnya.
- Quo ad functionam pasien ini untuk reproduksi ad bonam karena
dilakukan pemasangan IUD, sehingga pasien bisa mengatur jarak
kehamilan berikutnya. Dan untuk fungsi seksual dan menstruasi ad
bonam karena tidak dilakukan terapi apapun yang menyebabkan
rusaknya genitalia eksterna.

Permasalahan pada kasus

38
Anemia adalah kondisi ibu dengan kadar hemoglobin dibawah 11 gr % pada
trimester I dan III atau kadar lebih kecil 10,5 gr % pada trimester II.

Pada kasus :

Diagnosis pada pasien ini sudah benar. Pada pasien kita didapatkan kadar .:

Darah Rutin (12/01/2017)

• Hb : 9,4 g/dL
• Ht : 30 %
• Lekosit : 13.590 / mm3
• Trombosit : 289.000 /mm3
• Eritrosit : 3,29 juta/mm3
Darah rutin (13/01/2017)
• Hb : 8,9 g/dL
• Ht : 27 %
• Lekosit : 18.400 / mm3
• Trombosit : 243.000 /mm3
• Eritrosit : 3.05 juta/mm3

Pemeriksaan fisik
Kepala :
• Conjuctiva : anemis +/+

39
40

Anda mungkin juga menyukai