Catatan Fistum 1
Catatan Fistum 1
oleh:
Daftar Isi
Daftar Isi
ii
Daftar Gambar
iii
1 Gejala Kuantum
10
2 Dasar-dasar Kuantum
12
12
13
2.3 Operator . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
13
14
15
15
DAFTAR ISI
ii
3 Persamaan Schr
odinger
17
17
18
19
. . . . . . . . . . .
19
21
22
24
26
4 Atom Hidrogen
31
31
32
Daftar Pustaka
38
Daftar Gambar
1.2 Perbandingan antara hasil yang didapat hukum Raleygh-Jeans dan Teori
Kuantum Planck . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
y 2
y 2
3.1 Grafik tan y =
dan
cot
y
=
. . . . . . . . . . . . . . . . . .
y
y
iii
23
Bab 1
Gejala Kuantum
1.1
1.1.1
Kajian tentang radiasi benda hitam bertujuan menjelaskan fenomena yang terkait dengan intensitasi radiasi (daya emisi) suatu benda pada temperatur tertentu. Pada tahun
1792, T. Wedjwood mendapati bahwa sifat universal dari sebuah objek yang dipanaskan
tidak bergantung pada komposisi dan sifat kimia, bentuk, dan ukuran benda. Selanjutnya, pada tahun 1859 G. Kirchoff membuktikan sebuah teorema yang didasarkan pada
sifat termodinamika benda bahwa pada benda dalam kesetimbangan termal, daya emisi
(pancar) dan daya absorbsi (serap) sama besar. Ide Kirchoff dinyatakan dalam sebuah
persamaan
ef = J (f, T ) Af ,
(1.1)
dengan ef adalah daya emisi per frekuensi cahaya tiap satuan luas, f adalah frekuensi
cahaya, T suhu mutlak benda, dan Af daya absorbsi (yaitu fraksi daya masuk yang
diserap per frekuensi tiap satuan luas. Benda hitam didefinisikan sebagai benda yang definisi
menyerap semua radiasi elektromagnetik yang mengenainya, sehingga benda tersebut benda
menjadi berwarna hitam, atau pada persamaan (1.1) berlaku Af = 1 sehingga ef = hitam
J (f, T ) (daya emisi per frekuensi per satuan luas hanya bergantung pada f dan T saja).
1.1.2
Hukum Stefan
Pada tahun 1879, J. Stefan menemukan (secara eksperimental) bahwa daya total tiap
satuan luas yang dipancarkan oleh benda padat pada semua frekuensi bergantung pada
Gambar 1.1 Kurva intensitas radiasi termal per satuan panjang gelombang. Jumlah radiasi yang
dipancarkan (luas daerah di bawah kurva) bertambah seiring dengan naiknya temperatur. (Gambar diambil dari [1])
ef (f, T ) df = aT 4 ,
(1.2)
dengan 0 < a <= 1 merupakan koefisien serap dan = 5, 67 108 W.m2 .T4 adalah
tetapan Stefan-Boltzman.
Contoh. Hukum Stefan dapat diterapkan untuk memperkirakan suhu di permukaan bintang. Sebagai contoh, kita akan memperkirakan suhu di permukaan matahari. Diketahui jejari matahari adalah RS = 7, 0 108 m, jarak rata-rata matahari ke
bumi adalah R = 1, 5 1011 m, dan fluks (daya per satuan luas) energi matahari yang
terukur di permukaan bumi adalah 1400 Wm2 . Seluruh energi yang dipancarkan matahari dapat dianggap berasal dari reaksi nuklir yang terjadi di dalamnya, bukan berasal
pantulan dari radiasi yang mengenainya (seluruh radiasi yang mengenai matahari dianggap terserap sempurna). Sehingga, matahari dapat dianggap sebagai benda hitam
(a = 1). Energi radiasi total yang mengenai bumi dan titik-titik lain di alam semesta
yang berjarak R dari matahari adalah et (R) 4R2 , sedangkan energi total yang meninggalkan permukaan matahari adalah et (RS ) 4RS2 . Menurut hukum kekekalan energi,
besar kedua energi tersebut haruslah sama, sehingga
et (R) 4R2 = et (RS ) 4RS2 et (RS ) = et (R)
R2
.
RS2
(1.3)
et (R)R2
RS2
1/4
1400W m2
2
1, 5 1011 m (R)R2
!1/4
5800K.
(1.4)
Berdasarkan persaaan (1.1), untuk benda hitam akan berlaku ef = J(f, T ). Selanjutnya, didefinisikan besaran kerapatan spektrum energi per satuan volume per satuan definisi
frekuensi u(f, T ), sehingga untuk cahaya (kecepatannya c) akan diperoleh
c
J(f, T ) = u(f, T ) .
4
u(f, T )
(1.5)
Berdasarkan kurva spektrum radiasi benda hitam, Wien membuat tebakan bentuk fungsi tebakan
f
kerapatan spektrum energi tersebut sebagai u(f, T ) = Af 3 e T . Ternyata bentuk fungsi Wien
tersebut dikonfirmasi secara eksperimental oleh Paschen untuk = 1 4 m (infra
merah) dan T = 400 1.600 K (hasil eksperimen untuk lebih besar menyimpang dari
prediksi Wien).
1.1.3
Hukum Raleygh-Jeans
(1.6)
dengan N (f ) menyatakan rapat jumlah osilator per satuan volume per satuan frekuensi. definisi
Benda hitam dianggap berada pada kesetimbangan termal, sehingga terbentuk gelom- N (f )
bang elektromagnetik berdiri di dalam rongga (gelombang berdiri EM ekivalen dengan
osilator satu dimensi).
Fungsi probabilitas osilator klasik memenuhi fungsi distribusi Maxwell-Boltzmann,
P () = P0 e
(0 )
kB T
distribusi
Maxwell-
(1.7)
Boltzmann
dengan 0 adalah energi dasar (terendah) osilator, energi osilator, P0 = P (0 ) merupakan peluang osilator memiliki energi sebesar 0 , kB konstanta Boltzmann, dan T suhu
mutlak sistem (dalam hal ini rongga).
Energi rata-rata osilator
Energi rata-rata osilator dihitung dengan memanfaatkan fungsi probabilitas (1.7),
P
P ()
,
(1.8)
= P
P ()
P
atau untuk nilai energi yang sinambung (kontinyu), notasi jumlah ( ) berubah menjadi
integral. Lalu dengan mengingat persamaan (1.7), diperoleh
R
0
= R
P0 e
(0 )
kB T
( )
k T0
B
P0 e
d
d
k T
e
= R
k T
B
d
(1.9)
d
Pembilang dan penyebut pada persamaan terakhir dapat dihitung dengan cara sebagai
berikut. Misalkan = (kB T )1 , maka penyebut persamaan terakhir menjadi
Z
1
e d = e
0
=0
1
= .
e d = 2
d
0
Z
1
e kB T d = 2
Z0
1
e kB T d = 2 .
(1.10)
(1.11)
k T
e
= R
k T
B
d
d
2
1
= = kB T.
1
(1.12)
(1.13)
FI3104 Fisika Kuantum 1 2009
2
x2
2
y 2
5
+
2
,
z 2
~ = E(E
~ x , Ey , Ez ), serta Ex , Ey , dan Ez masingE
masing merupakan fungsi dari koordinat x, y, z. Dengan menganggap berlakunya sep~ misalnya Ex (x, y, z) u(x)v(y)w(z), dan
arasi variabel pada tiap komponen medan E,
k 2 = kx2 + ky2 + kz2 diperoleh
d2 u
+ kx2 u = 0,
dx2
d2 v
+ ky2 v = 0,
dy 2
d2 w
+ kz2 w = 0,
dz 2
(1.14)
(1.15)
(1.16)
dengan solusi
u(x) = Bx cos(kx x) + Cx sin(kx x),
(1.17)
(1.18)
(1.19)
(1.20)
(1.21)
(1.22)
n2 2
2 2
2
2
n
+
n
+
n
,
y
z =
L2 x
L2
(1.23)
(1.24)
3
L
berisi
satu buah gelombang berdiri. Sebuah elemen volum berbentuk kulit bola berjejari k yang
terletak pada sebuah kotak dengan rusuk k memiliki volum
1
8
4k 2 dk (karena kotak
berusuk k menempati satu oktan/perdelapan dari sebuah bola berjejari k). Lalu, diperoleh N (k) yaitu rapat jumlah gelombang berdiri dengan bilangan gelombang terletak
antara k dan dk,
N (k)dk =
1
8
4k 2 dk
L3 k 2
=
dk.
3
2 2
(1.25)
Dengan mengingat bahwa terdapat dua keadaan polarisasi untuk setiap modus gelombang EM, diperoleh jumlah gelombang berdiri tiap satuan volume (V = L3 ) sebesar
N (k)dk
k 2 dk
N (k)dk
,
=2
V
2 2
(1.26)
2
dan c =
f diperoleh
N (f )df =
8
8f 2
df N ()d = 4 d.
3
c
(1.27)
8f 2
8
kB T df u(, T )d = 4 kB T d.
c3
(1.28)
Hasil ini memungkinkan terjadinya bencana ultraviolet, bahwa rapat energi untuk cahaya bencana
dengan panjang gelombang kecil (atau frekuensi besar) dapat bernilai takhingga. Dan UV
ini bertentangan dengan hasil eksperimen.
1.1.4
Untuk mengatasi masalah yang timbul pada hukum Rayleigh-Jeans, Max Planck mempostulatkan bahwa energi osilator adalah sebanding dengan frekuensi gelombang, n = postulat
nhf (n bilangan bulat positif dan h konstanta Planck). Penerapan postulat ini ke per- Planck
samaan untuk energi rata-rata menurut statistik Maxwell-Boltzman (persamaan 1.8)
memberikan
nhf
kB T
n=0 nhf e
P knhfT .
B
n=0 e
=
(1.29)
rn =
n=0
1
1r
|r| < 1,
(1.30)
khfT
n
=
1
khfT
1e
(1.31)
nen =
hf
kB T ,
maka
d X n
e
d n
!
d
=
d
khfT
1e
e
.
=
(1 e )2
(1.32)
=
=
hf e
khfT
khfT
1e
e
2
hf
1 e kB T
B
khfT
B
khfT
1e
hf
(1.33)
hf
e kB T 1
Selanjutnya, diperoleh rapat energi radiasi
!
8f 2
8hc d
hf
.
hf
u(f, T )df = 3
df u(, T )d =
hf
c
kB T
k
T
5
e
1
e B 1
(1.34)
Terlihat bahwa postulat Planck mampu mengatasi masalah yang muncul pada hukum
Rayleigh-Jeans. Bahkan, hasil ini sesuai dengan data eksperimen (Gambar ??). Postulat
Gambar 1.2 Kurva intensitas radiasi termal menurut hukum Raleygh-Jeans dan Teori Kuantum
Planck. Terlihat bahwa teori Planck sesuai dengna hasil eksperimen (yang dinyatakan oleh titik), sedangkan hukum Raleygh-Jeans hanya sesuai untuk daerah panjang gelombang besar. (Gambar diambil dari [1])
FI3104 Fisika Kuantum 1 2009
hc
kB T
2k
d atau d =
sehingga dx = 2hc
kB T
kB T
et =
2hc2
hc
=
4 T4
2kB
3
h c2
| x=0
x=
BT
hc
hc dx
k B T x2
5
hc
(ex
xkB T
dx = khc
BT
(1.35)
dx
,
x2
sehingga
1)
x3
dx
1
{z
}
ex
= 15
4
2 5 kB
T4
15h3 c2
= T 4 ,
dengan
=
(1.36)
4
2 5 kB
5, 67 109 W.m2 K4
15h3 c2
(1.37)
Soal Latihan
1. Turunkan hukum pergeseran Wien, m T = C, dengan memaksimumkan u(, T ).
1.2
Efek Fotolistrik
Tugas 1 (28 Agustus 2009)
3. Cahaya dengan intensitas 1,0 W/cm2 jatuh pada permukaan besi seluas 1,0 cm2 .
Anggap bahwa besi memantulkan 96% cahaya yang mengenainya dan hanya 3%
dari energi yang terserap terletak pada daerah ultraviolet.
(a) Hitunglah intensitas yang dipakai untuk menghasilkan efek fotolistrik!
(b) Jika panjang gelombang sinar ultraviolet adalah 250 nm, hitunglah banyaknya
elektron yang diemisikan tiap detik!
(c) Hitunglah besar arus yang ditimbulkan pada efek fotolistrik!
(d) Jika frekuensi cut off f0 = 1, 1 1015 Hz, carilah fungsi kerja 0 untuk besi!
1.3
Efek Compton adalah gejala yang timbul jika radiasi (sinar x) berinteraksi dengan partikel (elektron). Foton sinar x bersifat sebagai partikel dengan momentum p =
hf
c
= h .
Skema efek Compton diberikan pada gambar 1.3. Efek Compton dapat dijelaskan meng-
Gambar 1.3 Skema efek Compton. Foton datang dengan momentum p dan menumbuk elektron
yang diam. Lalu foton terhambur dengan momentum p0 dan elektron terhambur
dengan momentum pe . Sudut hamburan foton dihitung terhadap arah datangnya.
(Gambar diambil dari [1])
gunakan konsep momentum dan tumbukan. Tumbukan dianggap bersifat lenting sempurna, sehingga berlaku hukum kekekalan energi,
E + me c2 = E 0 + Ee Ee = hf hf 0 + me c2 .
(1.38)
dengan E adalah energi foton sebelum tumbukan, me c2 energi elektron sebelum tumbukan (berupa energi diam), E 0 energi foton setelah tumbukan, dan Ee energi elektron
setelah tumbukan. Seperti kasus tumbukan pada umumnya, pada peristiwa efek Compton juga berlaku kekekalan momentum.
Pada arah sumbu x (searah dengan arah datang foton)
p = p0 cos + pe cos p2 + p02 cos2 2pp0 cos = p2e cos2
(1.39)
10
dengan p momentum foton sebelum tumbukan, p0 momentum foton setelah tumbukan, pe momentum elektron setelah tumbukan, dan sudut hambur elektron
(dihitung terhadap arah foton datang).
Pada arah sumbu y (tegaklurus arah datang foton)
p0 sin = pe sin p02 sin2 = p2e sin2 .
(1.40)
(1.41)
=
hf 0
c
2
+
hf
c
2
2h2 f f 0
cos .
c2
(1.42)
2
(1.43)
"
hf 0
c
2
+
hf
c
2
2h2 f f 0
cos .
c2
#2
+ me c2
2
(1.44)
=
(1 cos )
0
0
h
0 =
(1 cos ) ,
me c
(1.45)
yang menyatakan hubungan antara panjang gelombang foton terhambur (0 ) dan sudut
hamburannya () dengan panjang gelombang foton datang () dan massa diam elektron
(me ). Persamaan tersebut telah sesuai dengan hasil percobaan.
1.4
Pada kasus radiasi benda hitam, efek fotolistrik, dan efek Compton telah ditunjukkan
bahwa cahaya (yang sebelumnya dikenal sebagai gelombang) ternyata memiliki sifat
partikel. Berdasarkan kenyataan tersebut, de Broglie membuat hipotesis bahwa partikel
11
pun dapat memiliki sifat gelombang. Panjang gelombang dari sebuah partikel bergantung pada momentumnya, dengan hubungan yang sama seperti pada gelombang
=
h
h
=
,
p
mv
(1.46)
Bab 2
Dasar-dasar Kuantum
Terdapatnya gejala-gejala fisis yang tidak dapat dijelaskan menggunakan hukum-hukum
fisika yang telah ada mendorong para ilmuwan untuk menyadari akan perlunya cara
pandang baru dalam memahami dan menjelaskan gejala fisis.
2.1
Perbedaan antara Fisika klasik dan kuantum dapat dipandang dari dua sisi: formulasi
dan pengamatan. Pada tingkat perumusan (formulasi), dinamika partikel dalam Fisika
klasik digambarkan oleh hukum dinamika Newton,
X
d2 ~x
d~
p
F~ = m 2 =
,
dt
dt
(2.1)
dengan solusi berupa ruang fasa {~r, p~}. Sedangkan pada fisika kuantum, dinamika sistem
digambarkan oleh persamaan Schr
odinger,
~2 2
(2.2)
dengan solusi (~r, t) disebut fungsi gelombang, vektor keadaan, atau amplitudo probabilitas. Fungsi (~r, t) tidak memiliki makna fisis, namun informasi fisis bisa didapatkan
darinya.
Pada tingkat pengamatan, hasil pengamatan berupa {~r, p~} pada fisika klasik sama
persis dengan prediksi yang diberikan oleh formulasi. Dengan demikian, menurut fisika
klasik pengukuran sama sekali tidak mengganggu keadaan sistem. Sementara itu, pada
fisika kuantum pengukuran akan mengganggu sistem, sehingga hasil pengukuran selalu
mengandung ketidakpastian terhadap nilai sesungguhnya. Nilai |(~r, t)|2 menyatakan
fungsi probabilitas (sesuai interpretasi Born), dan antarvariabel konjugat memenuhi keti-
12
13
dakpastian Heisenberg,
~
2
~
E.t .
2
r.p
2.2
(2.3)
(2.4)
Fungsi Gelombang
Agar dapat menggambarkan sistem fisis secara mudah, fungsi gelombang haruslah
memenuhi syarat-syarat berikut:
1. Invarian (tidak berubah) terhadap perkalian dengan sebuah skalar, sehingga dan
a (a C) menggambarkan keadaan kuantum yang sama.
2. Invarian terhadap pergeseran fasa, sehingga ei ( R) bermakna fisis sama
dengan .
3. Memenuhi lim|x| ||2 = 0, atau konvergen pada |x| .
4. Sinambung (kontinyu) dan mulus (smooth) pada seluruh ruang.
2.3
Operator
AB
Contoh. Operator posisi dan momentum masing-masing dinyatakan sebagai x
= x
~ atau (atau dalam satu dimensi p = i~ ). Bekerjanya kedua operator
dan p = i~
x
px
(x) = i~
(x) = i~ + x
x
x
x
p(x) = x i~
= i~ x
.
x
x
(2.5)
(2.6)
2.3 Operator
14
(2.7)
[
p, x
] = i~,
h
B
AB
B
A.
dengan A,
Nilai rata-rata dari suatu observabel dinyatakan oleh
Z
(x)A(x)dx,
hAi =
(2.9)
(x) i~
hpi =
(x)dx,
x
(2.10)
Z
hpi =
(p)p(p)dp.
(2.11)
2.3.1
Sifat-sifat operator
[A, B] = AB BA = [B, A] ,
[A, ] = 0
(2.12)
(2.13)
(2.14)
(2.15)
(2.16)
(2.17)
(2.18)
FI3104 Fisika Kuantum 1 2009
15
2.3.2
d
pn
.
d
p
(2.19)
Operator Hermitian
dx
hpi =
i~
x
dx
= i~
!
Z
d ||2 d
= i~
dc
dx
dx
d
2
= i~ ||
+ i~ i~
dc
dx
Z
=
(
p) dx
= h
p i.
(2.20)
= i~ juga
Dengan cara yang sama dapat dibuktikan pula bahwa operator energi E
x
hermitian.
2.4
Pada dasarnya, karena operator kuantum bekerja secara serial, maka dua pengukuran
atau lebih hanya dapat dilakukan secara berurutan, dan tidak dapat dilakukan secara
serentak. Akan tetapi, selang waktu antarpengukuran dapat dibuat sangat singkat sehingga keadaan sistem belum banyak berubah dan pengukuran dua besaran atau lebih
dapat dianggap serentak.
1 dan Q
2 diberikan oleh
Ketidakpastian dari dua pengukuran serentak Q
1 Q
2
Q
1 h i
h Q1 , Q2 i .
2
(2.21)
16
h
i
1, Q
2 (karena operator Q
merupakan skalar)
Pada fisika klasik, selalu didapatkan Q
1 Q
2 = 0. Dengan demikian, dalam fisika klasik dua pengukuran dapat
sehingga Q
dilakukan tanpa ketidakpastian (kecuali ketidakpastian yang disebabkan karena kekurangan pada alat atau pengukur).
Bab 3
Persamaan Schr
odinger
Dinamika sisten kuantum dinyatakan oleh persamaan Schr
odinger, yang merupakan persamaan gerak untuk (~r, t),
r, t) = i~ (~r, t) ,
H(~
t
(3.1)
adalah operator energi total. Pada fisika klasik telah diketahui bahwa enerdengan H
gi total adalah jumlah dari energi kinetik (K =
1
2
2 mv
p2
2m )
(V = V (~r, t)). Dengan menuliskan besaran momentum p dan potensial V dalam bentuk
operator, diperoleh operator energi total
2
~
i~
=
H
+ V (~r, t)
2m
~2 2
=
+ V (~r, t),
(3.2)
2m
dengan V adalah operator energi potensial. Dengan demikian, persamaan Schr
odinger
dituliskan sebagai
(~r, t)
~2 2
+ V (~r, t) (~r, t) = i~
.
2m
t
(3.3)
3.1
17
(3.4)
(3.5)
18
=
dx.
(x, t) + (x, t)
dt
dt
a
(3.6)
i~ 2
=
t
2m x2
dan
i~ 2
=
,
t
2m x2
(3.7)
serta memperhatikan
2
| d
dx |
{
z }|
2
2
d 2
d d
d
d
d
d
d
d
,
=
+
dx
dx
dx dx
dx2
dx2
dx
dx
dx
(3.8)
| d
dx |
z }| {
2
d 2
d
d d
d2
d
d
d d
,
=
+
dx dx
dx2
dx dx
dx2
dx
dx
dx
(3.9)
dt
2m x2
2m x2
a
2 !
Z b
d 2
d
i~
d
d
d
d
+
dx
2m a
dx
dx
dx
dx
dx
dx
Z b
d
d
i~
d
d
dx
=
2m a dx
dx
dx
dx
i~
d b
d
=
.
(3.10)
2m
dx
dx x=a
Akhirnya, secara umum didefinisikan besaran rapat arus probabilitas sebagai
dP (x, t)
i~
d(x, t)
d (x, t)
j(x, t)
=
(x, t)
(x, t)
.
dt
2m
dx
dx
definisi
(3.11)
rapat arus
probabilitas
3.2
Kasus Stasioner
(3.12)
FI3104 Fisika Kuantum 1 2009
19
(3.13)
Terlihat bahwa ruas kiri dari persamaan di atas hanya merupakan fungsi dari posisi sedangkan ruas kanannya hanya fungsi dari waktu. Sehingga kedua ruas haruslah bernilai
konstan, misal E, dengan dimensi energi. Sehingga diperoleh dua persamaan terpisah,
~2 2
(~r) + V (~r)(~r) = E(~r),
2m
dT
i
= T (t)E T (t) eiEt/~ .
dt
~
(3.14)
(3.15)
3.3
Partikel Bebas
Pada partikel bebas adalah partikel yang berada pada daerah dengan potensial V = 0.
Untuk kasus ini, persamaan Schr
odinger bebas waktu menjadi berbentuk
~2 d2 (x)
= E(x)
2m dx2
d2 (x)
2mE
= 2 (x).
2
dx
~
(3.16)
(x) = Ae
2mE
x
~2
+ Be
2mE
x
~2
r
= A (cos kx + i sin kx) + B (cos kx i sin kx) ;
2mE
~2
Karena tidak ada syarat batas apapun, nilai kn dapat bernilai berapapun (asal riil dan
berhingga), sehingga energi E pun dapat bernilai berapapun (riil dan berhingga).
3.4
0, L x
2
V (x) =
, lainnya.
L
2
(3.18)
L
2,
20
Schr
odinger untuk daerah ini adalah
~2 d 2
+ V (x) lim V (x) = E(x).
lim
V
V
2m dx2
(3.19)
L
2,
adalah
~2 d2 (x)
= E(x)
2m dx2
d2 (x)
2mE
= 2 (x).
2
dx
~
(3.20)
(x) = Ae
2mE
x
~2
+ Be
2mE
x
~2
(3.21)
Selanjutnya, diterapkan syarat batas kesinambungan fungsi gelombang pada titik batas
x = L2 dan x = L2 , bahwa L2 = L2 = 0 sebagai berikut
L
kL
kL
= C cos
D sin
=0
(3.22)
2
2
2
L
kL
kL
= C cos
+ D sin
= 0.
(3.23)
2
2
2
Sehingga, dapat dipilh dua kasus khusus:
C = 0 dan D 6= 0, sehingga sin kL
= 0 atau k =
2
2n
L ,
C 6= 0 dan D = 0, sehingga cos kL
= 0 atau k =
2
(2n1)
,
L
dengan n = 1, 2, 3, . . ..
dengan n = 1, 2, 3, . . ..
C cos (k x) , n ganjil,
n
(x) =
D sin (kn x) , n genap.
(3.24)
Lalu berdasarkan nilai k yang diperoleh di atas, didapatkan nilai eigen energi
E=
2 ~2 2
n ,
mL2
nilai eigen
energi
n = 1, 2, 3, . . .
(3.25)
partikel
Nilai konstanta C dan D diperoleh dari normalisasi fungsi gelombang (x) sebagai dalam
kotak
potensial
21
berikut
Z
|(x)| =
1=
L
2
L
2
|C|2
=
kn
cos (2kn x) + 1
d (kn x)
2
L
2
L
2
|C|2 sin (2kn x)
=
+ kn x
2kn
2kn
L
Z
2L
= |C|
Sehingga diperoleh C =
3.5
2
L.
(3.26)
2
L.
V , L x
0
2
V (x) =
0,
lainnya.
L
2
(3.27)
Untuk kasus energi partikel V0 < E < 0, penerapan syarat batas pada persamaan
Schr
odinger bebas waktu untuk partikel ini adalah:
pada x < L2 dan x > L2 , V (x) = 0 sehingga,
~2 d2 (x)
= E (x) = C1 eKx + D1 eKx , dengan K =
2m dx2
2mE
. (3.28)
~2
L
2.
V (x) = V0 sehingga,
~2 d2 (x)
d2 (x)
2m (V0 E)
V0 (x) = E(x)
=
(x).
2
2m dx
dx2
~2
(3.29)
Karena E < q
V , maka solusi persamaan tersebut adalah (x) = A cos qx + B sin qx,
dengan q = 2m(V~02E) .
pada x > L2 , V (x) = 0 sehingga diperoleh hasil mirip pada x < L2 namun
dengan menerapkan syarat limx (x) = 0, yaitu (x) = D2 eKx .
Dengan dengan demikian, diperoleh solusi lengkap
Kx
x < L2
C1 e ,
(x) =
D2 eKx ,
x>
L
2
(3.30)
L
2.
22
Tetapan-tetapan yang ada pada solusi di atas ditentukan dengan menerapkan syarat
batas keinambungan fungsi dan turunanya pada daerah x = L2 = a.
pada x = a:
C1 eKa = A cos qa B sin qa
(3.31)
(3.32)
pada x = a
D2 eKa = A cos qa + B sin qa
(3.33)
(3.34)
Dengan membagi persamaan (3.32) dengan (3.31) serta (3.34) dengan (3.33), diperoleh
K=
(3.35)
(3.36)
Jadi, salah satu dari A dan B haruslah bernilai nol. Jika keduanya bernilai nol, maka
akan diperoleh (x) = 0 di daerah (a, a), dan ini tidak boleh terjadi.
Dengan demikian, solusi untuk daerah (a, a) adalah (x) = A cos qa atau (x) =
B sin qa. Substitusi hasil ini ke persamaan (3.35) akan menghasilkan K = q tan qa dan
2
2mV0 a
K=
y=
qcot qa. Dengan memperkenalkan sebuah tetapan = ~2 dan menuliskan
y 2
qa = 2m(V~02E) a, maka untuk kedua solusi di atas dapat dituliskan tan y = Kq =
y
y 2
dan cot y =
. Selanjutnya, solusi untuk nilai y ditentukan dengan metode grafik
y
3.6
0, x < 0
V (x) =
V0 , x 0.
(3.37)
q
Aeikx + Beikx , x < 0, k = 2mE
2
q~
(x) =
2m(V0 E)
DeKx ,
x 0, K =
.
(3.38)
~2
y 2
y
23
y 2
y
atas, tan y dan cot y sama-sama naik. Titik-titik potong pada kedua grafik di atas
menyatakan nilai eigen diskrit untuk q (yang berkaitan dengan E).
D
A
B
A
(3.39)
ik+K
ikK .
partikel pantul (dan transmisi), dan disebut koefisien reflektansi (dan koefisien transmisi).
Dengan demikian, solusi lengkap untuk kasus potensial tangga adalah
q
h
i
A eikx + kiK eikx , x < 0, k = 2mE
2
k+iK
q~
(x) =
A 2k eKx ,
x 0, K = 2m(V~02E) .
k+iK
Lalu, probabilitas partikel pantul untuk kasus ini adalah
pantul (x)2 = A k + iK eikx . A k iK eikx = |A|2 .
k iK
k + iK
(3.40)
(3.41)
24
e
.A
e
=
|A|2 e2Kx .
|transmisi (x)| = A
k iK
k + iK
k2 + K 2
(3.42)
Terlihat bahwa limx |transmisi (x)|2 = 0. Selanjutnya, arus probabilitas pada tiap daerah adalah:
pada x < 0
i ~k
i~ h 2
|A| ik |A|2 (ik) =
|A|2 ,
2m
m
~k
=
|A|2 .
2m
jdatang =
(3.43)
jpantul
(3.44)
pada x 0
(3.45)
jtransmisi = 0.
Lalu, bagaimanakah jadinya jika E > V0 ? Solusi umum untuk kasus ini akan berupa
q
Aeikx + Beikx ,
x < 0, k = 2mE
2
q~
(x) =
(3.46)
2m(EV
CeiKx + DeiKx , x 0, K =
0)
.
2
~
Untuk partikel yang datang dari arah kanan ke kiri, diperoleh D = 0. Lalu dengan
menerapkan syarat batas seperti sebelumnya, akan diperoleh
q
h
i
A eikx + kK eikx , x < 0, k = 2mE
2
k+K
q~
E (x) =
0)
A 2k eiKx ,
x 0, K = 2m(EV
.
k+K
~2
Lalu, dengan menuliskan amplitudo probabilitas pantul
tas transmisi
D
A,
B
A
3.7
(3.47)
(3.48)
(3.49)
V , 0xL
0
V (x) =
0, lainnya.
(3.50)
25
(x) =
dengan k =
2mE
~2
dan K =
ikx
ikx ,
Ae + Be
x<0
x > L,
CeKx + DeKx , 0 x L
Eeikx + F eikx ,
2m(V0 E)
.
~2
(3.51)
kanan (dan tidak ada partikel yang bergerak dari kanan ke kiri), diperoleh F = 0. Lalu
dengan menerapkan syarat kesinambungan fungsi dan turunannya di x = 0 dan x = L,
diperoleh
A + B = C + D,
ik (A B) = K (C + D) ,
CeKL + DeKL = EeiKL
K CeKL + DeKL = ikEeikL .
(3.52)
(3.53)
(3.54)
(3.55)
Jumlah dari persamaan (3.52) dan (3.53) serta (3.54) dan (3.55) akan menghasilkan
2ikA = C(ik K) + D(ik + K),
2KDeKL = (K + ik) EeikL
(3.56)
(3.57)
Selisih persamaan (3.54) yang dikalikan dengan K dengan persamaan (3.55) adalah
C=
K ik (ik+K)L
e
E.
2K
(3.58)
(3.59)
26
(2kK)2
(K 2 k 2 )2 sinh2 KL + 4K 2 k 2 cosh2 KL
2K 2 k 2
(2kK)2
cosh2 KL sinh2 KL + 2K 2 k 2 cosh2 KL + (K 4 + k 4 ) sinh2 KL
2K 2 k 2 + 2K 2 k 2
(2kK)2
1 + sinh2 KL + (K 4 + k 4 ) sinh2 KL
(2kK)2
(2Kk)2 + (K 2 + k 2 )2 sinh2 KL
(3.60)
(ingat bahwa cosh2 x sinh2 x = 1). Terlihat bahwa nilai KL yang kecil, akan menyebabkan semakin besar kemungkinan partikel menembus potensial penghalang (T 1).
3.8
Osilator Harmonik
Fungsi potensial untuk kasus osilator harmonik berbentuk V (x) = 21 kx2 , sehingga persamaan Schr
odinger untuk kasus ini berbentuk
~2 d2 (x) 1 2
+ kx (x) = E(x).
2m dx2
2
x2
2
(3.61)
dengan (x) memenuhi
(3.62)
dengan nilai berkaitan dengan energi menurut E = 12 ~. Solusi untuk (x) ditenP
k+ , dengan tetapan yang
tukan melalui metode Frobenius. Misal (x) =
k=0 ak x
akan dicari kemudian. Selanjutnya, diperoleh turunan pertama dan kedua dari (x)
terhadap x sebagai berikut:
0 (x) =
00 (x) =
X
k=0
ak (k + ) xk+1
(3.63)
ak (k + ) (k + 1) xk+2 .
(3.64)
k=0
(3.65)
k=0
27
(3.66)
(3.67)
k=0
Persamaan tersebut akan berlaku jika koefisien dari setiap suku dalam deret tersebut
bernilai nol,
suku x2 : a0 .0(0 1) = 0 a0 = tetapan sembarang,
suku x1 : a1 .1(1 1) = 0 a1 = tetapan sembarang,
suku x0 :
suku x1 :
suku x2 :
1
a0
2
2 ( 1)
a1
a3 .3(3 1) a1 (2 + 1) = 0 a3 =
3.2
2.2 ( 1)
a2
a4 .4(4 1) a2 (2.2 + 1) = 0 a4 =
4.3
a2 .2(2 1) a0 (0 + 1) = 0 a2 =
...
atau didapat rumus rekursif,
ak+2 =
2k ( 1)
ak .
(k + 2) (k + 1)
(3.68)
Dengan demikian (x) merupakan jumlah dari solusi ganjil (k ganjil) dan genap (k
genap).
Selanjutnya dilakukan uji konvergensi dari solusi (x) (x)x
2
x2
0 (artinya e
x2
2
. Karena limx e
konvergen), maka konvergensi dari (x) hanya ditentukan oleh (x). Uji
(3.69)
(3.70)
Untuk menentukan konvergensi pada kasus ini, dipilih deret yang sifat konverP
2
2
2
xk
gensinya mirip dengan 2xk , yaitu ex (sebab ex =
k=0 ( k )! , dengan k genap).
2
FI3104 Fisika Kuantum 1 2009
x2
2
28
Bukti untuk kemiripan sifat konvergensi kedua fungsi diberikan melalui uji per2
=
k+2
k
Un
ak xk
2 !
2 !
sehingga limk>>
Un+1
Un
2x2
k .
x2
2
x2
,
k
2 +1
2
ex e
x2
2
(3.71)
=e
x2
2
. Dengan
demikian (x) bersifat divergen dan tidak dapat berperan sebagai fungsi gelombang.
Agar (x) konvergen, (x) dibuat konvergen dengan cara memotong nilai k hanya
sampai nilai tertentu (berhingga). Dengan mengambil pangkat tertinggi pada deret untuk (x) sebagai k, maka ak+2 = ak+4 = . . . = 0. Lalu, berdasarkan persamaan (3.68)
diperoleh = 2k + 1, sehingga akhirnya diperoleh nilai energi dari osilator harmonik
berbentuk
1
E = ~ =
2
1
k+
2
(3.72)
~.
x2
2
(3.73)
dengan An adalah amplitudo (tetapan) yang diperoleh melalui normalisasi fungsi gelombang. Secara umum, fungsi Hermite (x) dapat dituliskan sebagai Hn (x) yang memenuhi
persamaan diferensial Hermite bentuk
dHn (x)
d2 Hn (x)
2x
+ 2nHn (x) = 0.
2
dx
dx
(3.74)
m (x)n (x)dx = Am An
Hm
(x)Hn (x)ex = mn .
x2
2
. Nor-
(3.75)
g(x, h) = e2xhh =
Hn (x)
n=0
hn
,
n!
(3.76)
ex g 2 (x, h) = e(x2h)
+2h2
XX
n
ex Hm Hn
hm+n
.
m!n!
(3.77)
29
m!n!
n m
X h2n Z
2
2
2 R
e2h e(x2h) d (x 2h) =
ex Hn2 dx
2
n (n!)
Z
2n
X
h
2
2
e2h
=
ex Hn2 dx
2
n (n!)
Z
X h2n
P (2h2 )n
2
ex Hn2 dx
=
n
n!
2
n (n!)
Z
2n
X
P n 2n
h
2
=
ex Hn2 dx
n2 h
n!
n
Sehingga diperoleh
Z
2
ex Hn2 dx = 2n n! .
(3.78)
An An
ex Hn2 dx = 1 An = 2n n! 2 .
(3.79)
x2
iEt
(3.80)
dengan p dan x
masing-masing menyatakan operator momentum dan posisi (kedua operator tersebut memenuhi hubungan komutasi [
x, p] = i~I, I adalah matriks identitas).
dikerjakan pada fungsi gelombang |E i akan diperoleh H
|E i = E |E i.
Jika H
= 1 p2 + x
Ambil ~ = k = m = 1 sehingga H
2 dan [
x, p] = iI. Definisikan operator
2
i
p i
x)
a
= (
2
i
dan a
= (
p + i
x) ,
2
(3.81)
(3.82)
FI3104 Fisika Kuantum 1 2009
30
i
a
, a
= I,
i
, a
N
=
a,
i
, a
N
= a
.
(3.83)
(3.84)
2
1
I + 2N
=
2
+ I.
=N
2
(3.85)
Dengan hubungan terakhir ini, dapat diperoleh fakta bahwa operator energi dan jumlah
saling linear dan saling komut, sehingga keduanya dapat memiliki vektor eigen yang
sama (|E i = |ni). Selanjutnya, diperoleh
I
N+
|ni
2
1
E |E i = n +
|ni ,
2
|E i =
H
atau
1
En = n + .
2
(3.86)
Bab 4
Atom Hidrogen
4.1
Teori kuantum telah berhasil membuktikan postulat Planck tentang osilator harmonik.
Pada bagian ini, akan diberikan pembuktianteori kuantum untuk postulat Bohr tentang
atom hidrogen (bahwa tingkat-tingkat energi atom H adalah En = 13,6
eV).
n2
Menurut postulat Bohr, elektron dalam atom hidrogen mengelilingi inti atom (proton) pada orbit stasioner berbentuk lingkaran (misal dengan jejari a). Pada orbit elektron, gaya Coulumb berperan sebagai gaya sentripetal, sehingga berlaku
1 Ze2
mv 2
=
40 a2
a
mv 2 =
1 Ze2
.
40 a
(4.1)
(4.2)
n = 1, 2, 3, . . . .
n~
ma .
(4.3)
4~2 2
.
n 0, 528n2 A
mZe2
(4.4)
(4.5)
4.2
32
Atom hidrogen terdiri atas proton dan elektron. Misal posisi kedua partikel tersebut
menurut suatu kerangka koordinat (kerangka lab) masing-masing ~r1 dan ~r2 . Operator
energi (Hamiltonian) untuk sistem ini adalah
2
2
e2
= p1 + p2 1
H
2m1 2m2 40 |~r1 ~r2 |
~2 ~ 2
1
e2
~2 ~ 2
1
2
=
.
2m1
2m2
40 |~r1 ~r2 |
(4.6)
~2 ~ 2
~2 ~ 2
1
e2
1
2
= Etotal .
2m1
2m2
40 |~r1 ~r2 |
(4.7)
Persamaan diferensial di atas sulit untuk dipecahkan karena tercampurnya variabel posisi kedua partikel (~r1 dan vecr2 ). Agar lebih mudah dipecahkan, persamaan tersebut
~ dan relatif (~r = ~r1 ~r2 ) sebagai
dituliskan dalam sistem koordinat pusat massa (R)
berikut:
m1~r1 + m2~r2
~
R(X,
Y, Z) =
m1 + m2
(4.8)
(4.9)
dengan m
m1 m2
m1 +m2
(4.10)
(4.11)
dalam koordinat pusat massa. Dalam koordinat lab, operator diferensial dinyatakan
sebagai
~ 1 = ~ex + ~ey + ~ez
1
1
1
x1
y1
z1
~ 2 = ~ex + ~ey + ~ez .
2
2
2
x2
y2
z2
(4.12)
(4.13)
X
Y
Z
x
y
z
=
+
+
+
+
+
x1
x1 X
x1 Y
x1 Z
x1 x x1 y x1 z
m1
+0+0+
+0+0
=
m1 + m2 X
x
+
.
m2 X
x
(4.14)
33
y1
z1
x2
y2
z2
=
=
=
=
=
+
m2 Y
y
m
+
m2 Z
z
m
m1 X
x
m
+
m1 Y
y
m
+
.
m1 Z
z
(4.15)
(4.16)
(4.17)
(4.18)
(4.19)
m2
m ~
~ r.
R
m1
(4.20)
Lalu,
0
21 =
m
m2
2
m
m2
2
m
m1
2
=
2 =
z }| {
m ~
2
2
~r
R + r + 2
R
m2
2R + 2r ,
(4.21)
2R + 2r ,
(4.22)
~R
~ r = 0 karena koordinat R dan r saling bebas.)
(
Selanjutnya, persamaal Schr
odinger dituliskan sebagai
2
~2
~2
1 e2
m2 2
m 2
2
2
~ ~r) = Etotal (R,
~ ~r)
+ r
+ r
(R,
2m1 m22 R
2m2 m21 R
40 r
2
~
m2
m2
~2
1
1
1 e2
2
2
~ ~r) = Etotal (R,
~ ~r).
(R,
+
R
+
r
2 m1 m22 m21 m2
2 m1 m2
40 r
(4.23)
Lalu, dengan mengingat definisi dari massa tereduksi m
dapat diubah menjadi
m1 m2
m1 +m2 ,
persamaan terakhir
~2
~2 2
1 e2
~
2
~ ~r),
R +
r
0
{z } |
{z
}
EPM
(4.24)
Erel.
dengan M = m1 + m2 adalah massa total kedua partikel. Suku pertama pada ruas
kiri menyatakan operator energi menurut kerangka pusat massa (PM) sedangkan suku
kedua menyatakan operator energi menurut kerangka relatif.
34
Persamaan Schr
odinger terakhir dapat diselesaikan dengan metode pemisahan (sep~ ~r) (R)(~
~
arasi) variabel. Anggap (R,
r) sehingga persamaan Schr
odinger dituliskan
sebagai
~2 2
~2 2 ~
~
R (R) + (R)
(~r)
(~r)
2M
2m r
1
~2 2 ~
~2 2
1
R (R) +
(~r)
~
2M
(~r)
2m r
(R)
(~r) e2
~ ~r) = Etotal (R)(~
~
(R,
r)
40 r
(~r) e2
~ ~r) = EPM + Erel. ,
(R,
40 r
(4.25)
atau
~2 2 ~
(R) = EPM
2M R
~2 2
1
(~r) e2
~ ~r) = Erel.
(R,
(~r)
(~r)
2m r
40 r
1
~
(R)
(4.26)
(4.27)
~ e
(R)
r 2M E
PM
dengan P~ =
.
~2
(4.28)
1
1
1 2
2 = 2
r2
+ 2
sin
+
.
r r
r
r sin
sin2 2
(4.29)
1 2
2m e2
2
r
+
sin
+
+
+
E
=0
r2 r
r
r2 sin
~2
r
sin2 2
Y d
R
1 d
dY
1 d2 Y
2m e2
2 dR
r
+ 2
sin
+
+ 2
+ E RY = 0
2
r dr
dr
r sin d
d
~
r
sin2 d2
Atau,
2m e2
1 d
dY
1 d2 Y
1 d
1
2 dR
2
r
+ 2
+E r R =
sin
+
R dr
dr
~
r
Y sin d
d
sin2 d2
(4.30)
Ruas kiri persamaan di atas hanya merupakan fungsi dari r sementara ruas kanan fungsi
dari dan saja. Dengan demikian, kedua ruas haruslah bernilai konstan. Ambil konstanta tersebut bernilai l(l + 1) dengan l = 0, 1, 2, 3, . . ., sehingga diperoleh
1 d
2m e2
l(l + 1)
2 dR
r
+
+E
R=0
r2 dr
dr
~2
r
r2
1 d
dY
1 d2 Y
sin
+
= l(l + 1)Y.
sin d
d
sin2 d2
(4.31)
(4.32)
35
Persamaan radial
Dengan memisalkan u = rR, persamaa radial dapat dituliskan sebagai
2m e2
l(l + 1)
d2 u
+
u = 0.
+
E
dr2
~2
r
r2
(4.33)
Karena elektron dan proton saling terikat, maka ditinjau keadaan E < 0. Pada keadaan
asimtotik r sangat besar, persamaan tersebut tereduksi menjadi
d2 u
2mE
u 0,
dr2
~2
(4.34)
dengan solusi
r
u exp
!
2mE
r ,
~2
(4.35)
(solusi negatif pada eksponensial dipilih agar limr u = 0). Sehingga solusi umum
untuk persamaan radial dapat dituliskan sebagai
r
u(r) = w(r) exp
!
2mE
r .
~2
dr2
~2 dr
~2 r
r2
Anggap w r , sehingga persamaan diatas dapat menjadi
r
2
2mE 1
me
2
1
2
( 1)r
2
r
+
2r
l(l + 1)r
= 0.
~2
~2
(4.36)
(4.37)
(4.38)
ak rk .
(4.39)
k=l+1
X
2mE k1
me
k2
k1
k2
ak k(k 1)r
2
kr
+
2r
l(l + 1)r
= 0. (4.40)
~2
~2
k=l+1
Dengan menggunakan teknik seperti pada penentuan solusi persamaan gelombang untuk
partikel pada kasus osilator harmonik (lihat kembali bagian 3.8), diperoleh persamaan
rekursif untuk koefisien ak sebagai berikut
q
2
2k 2mE
2me
~2
~2
ak+1 =
ak ,
k(k + 1) l(l + 1)
dengan k > l.
(4.41)
36
ak
2mE
~2
k+1
2mE
~2
(4.42)
q
Secara umum sifat dari fungsi w(r) akan setara dengan exp 2 2mE
r
. Seperti pada
2
~
osilator harmonik, bukti kesamaan sifat konvergensi kedua fungsi diberikan melalui uji
perbandingan,
r
exp 2
2mE
r
~2
!
=
q
k
X 2 2mE
~2
k
(k + 1)!
|
{z
}
rk ,
(4.43)
ak
lalu
ak+1
=
ak
k
q
2 2mE
2
~
2
=
2
(k + 2)!
q
q
k
2 2mE
2
~
(k + 1)!
2mE
~2
k+2
q
2mE
~2
(4.44)
(4.45)
yang bersifat divergen untuk r . Agar konvergen, maka deret untuk w(r) diambil
hingga nilai k tertentu saja (berhingga). Sehingga,
(4.46)
ak+1 = ak+2 = . . . = 0.
Berdasarkan rumus rekursif untuk ak pada persamaan (4.41), diperoleh
r
2mE 2me2
me4 1
2k
=
0
E
=
,
~2
~2
2~2 k 2
(4.47)
mp
2000 ),
massa
mp me
me .
mp + me
(4.48)
Sehingga, besar energi atom hidrogen yang diperoleh melalui perumusan teori kuantum
sama dengan model Bohr, Ek = 13,6
eV.
k2
FI3104 Fisika Kuantum 1 2009
37
Persamaan sferis
Dilakukan separasi variabel untuk fungsi harmonik sferis, Y(, phi) = P ()(), sehingga persamaan sferis menghasilkan
dP
P d2
d
sin
+
= l(l + 1)P ,
sin d
d
sin2 d2
(4.49)
atau
1
d
dP
1 d2
sin
sin
+ l(l + 1) sin2 =
= m2 ,
P
d
d
d2
(4.50)
(4.51)
d
d
d d
d d
(4.52)
d
= sin d
, persamaan terakhir
(4.53)
(sin )m dl+m 2
( 1)l .
2l l! dl+m
(4.54)
(4.55)
Daftar Pustaka
38