PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Demam adalah suatu bagian penting dari mekanisme pertahanan tubuh
melawan infeksi. Kebanyakan bakteri dan virus yang menyebabkan infeksi pada
manusia hidup subur pada suhu 37 derajat Celcius. Meningkatnya suhu tubuh
beberapa derajat dapat membantu tubuh melawan infeksi. Demam akan
mengaktifkan sistem kekebalan tubuh untuk membuat lebih banyak sel darah putih,
membuat lebih banyak antibodi dan membuat lebih banyak zat-zat lain untuk
melawan infeksi.
Begitu banyaknya penyakit yang menyebabkan demam membuat demam
menjadi keluhan yang paling banyak dalam praktik. Beberapa contoh penyakit
penyebab demam yang paling sering dijumpai di masyarakat yaitu demam
berdarah, malaria, demam tifoid, dll.
Demam dapat terjadi pada orang dewasa dan anak-anak. Demam pada
anak merupakan hal yang paling sering dikeluhkan oleh orang tua mulai di ruang
praktek dokter sampai ke unit gawat darurat (UGD) anak, meliputi 10-30% dari
jumlah kunjungan.
Mekanisme demam dimulai dari masuknya pirogen ke dalam tubuh. Sistem
pertahanan tubuh, dalam hal ini makrofag kemudian melakukan proses fagositosis
terhadap pirogen tersebut dan mengeluarkan Interleukin-1 yang kemudian akan
merangsang set point di hipotalamus dan meningkatkan suhu tubuh. Hal ini
merupakan bentuk pertahanan tubuh.
Demam sebenarnya bukanlah suatu penyakit, melainkan gejala yang
ditimbulkan oleh penyakit tertentu. Namun, banyak orang yang menyalahartikan
demam sebagai penyakit. Hal inilah yang menyebabkan banyak orang yang
menganggap bahwa demam adalah penyakit yang jika tidak diobati akan
membahayakan nyawa pasien. Padahal, sebenarnya seperti yang telah dijabarkan
tadi, demam merupakan suatu bentuk pertahanan tubuh.
B. RUMUSAN MASALAH
Masalah yang akan dibahas dalam makalah ini meliputi :
1. Bagaimana mekanisme pengaturan suhu tubuh manusia serta bagian tubuh
mana saja yang berperan dalam mekanisme tersebut?
2. Bagaimana proses pembentukan dan perpindahan panas secara fisika?
3. Mengapa dan bagaimana demam dapat terjadi?
4. Sejauh mana peran sistem imun ketika demam terjadi?
5. Apa saja langkah yang dapat diambil dalam penegakkan diagnosis demam?
6. Bagaimana penanganan terhadap pasien yang mengalami demam?
C. TUJUAN PENULISAN
1. Untuk mengetahui mekanisme pengaturan suhu tubuh manusia
2. Untuk dapat mengetahui proses pembentukan dan perpindahan panas secara
fisika
3. Untuk mengetahui etiologi serta pathogenesis demam
4. Untuk mengetahui peran sistem imun pada kasus demam
5. Untuk mengatahui langkah penegakkan diagnosis demam
6. Untuk mengetahui penanganan terhadap pasien demam
BAB II
PEMBAHASAN
Konduksi (conduction)
Konveksi (Convection)
Radiasi (Radiation)
Evaporasi (Evaporation)
Konduksi
Pemaparan panas dari suatu objek yang suhunya lebih tinggi ke objek lain
dengan jalan kontak langsung.Berdasarkan teori kinetis dihantarkan dari satu molekul
ke molekul yang lain dengan jalan tabrak sehingga terbentuk panas.
Kecepatan pemaparan panas secara konduksi tergantung kepada besar
perbedaan temperature dan konduktifitas termal dari bahan.Beberapa material seperti
logam merupakan konduktor/penghantar yang baik,sedangkan yang lain seperti udara
merupakan penghantar yang jelek.Konduktifitas termal bervariasi dengan temperature;
setiap peningkatan 10C dari 00C, maka konduktifitas termal udara akan meningkat
sekitar 0,28%.
Oleh karena itu,hanya sebagian kecil pertukaran panas total antara kulit dan
lingkungan hanya melalui konduksi, karena udara bukan merupakan konduktor panas
yang terlalu baik.
Q kA(T1 T2 )
t
L
H=
Konveksi
Konveksi mengacu pada perpindahan energy panas melalui arus udara (atau
H2O).Ketika tubuh kehilangan panas melalui konduksi ke udara sekeliling yang lebih
dingin,udara yang berkontak langsung dengan tubuh akan menjadi lebih hangat.Karena
udara hangat lebih ringan(kurang padat) dibandingkan udara dingin , udara yang sudah
dihangatkan tersebut bergerak ke atas sementara udara yang lebih dingin bergerak ke
kulit untuk menggantikan udara panas yang sudah pindah tesebut.Proses ini terjadi
berulang-ulang.Gerakan udara ini yang dikenal sebagai arus konveksi
Konveksi berbeda dengan konduksi .Aliran konveksi dapat terjadi dikarenakan
massa jenis udara panas sangat ringan dibandingkan udara dingin.Konveksi secara
alam dapat terjadi oleh karena pemanasan yang asymetris.Gaya konveksi bisa terjadi
apabila angin secukupnya mengalir melewati tubuh. Pertukaran panas dan gaya
konveksi adalah berbanding lurus perbedaan temperature antara kulit dan udara dan
kecepatan udara.
Rumus untuk Konveksi
H = hc AT
hc
= koefisien konveksi
Radiasi
Radiasi adalah suatu transfer energy panas dari suatu permukaan objek ke objek yang
lain tanpa mengalami kontak ari kedua objek tersebut.
Rumus untuk Radiasi
H = e A (T)4
Watt
Evaporasi
Evaporasi adalah perubahan panas dari bentuk cairan menjadi uap.Manusia kehilangan
sekitar 9X103 kalori/gram melalui penguapan pau-paru.Kehilangan panas lewat
evaporasi dapat terjadi apabila
a. Perbedaan tekanan uap air antara keringat pada kulit dan udara ambient
b. Temperature lingkungan rendah dari normal hingga evaporasi dari keringat dapat
terjadi dan dapat menghilangkan panas dari tubuh dan itu dapat terjadi apabila
temperature basah kering di bawah temperature kulit
c. Adanya gerakan angin
d. Adanya kelembaban
Berkeringat adalah suatu proses evaporasi aktif di bawah control saraf
simpatis.Kecepatan pengurangan panas evaporative dapat secara sengaja disesuaikan
melalui proses berkeringat,yang merupakan mekanisme homeostatic penting untuk
mengeliminasi kelebihan panas yang sesuai kebutuhan.Pada kenyatannya pada waktu
suhu lingkungan melebihi suhu kulit, berkeringat adalah satu-satunya jalan untuk
mengurangi panas,karena pada keadaan ini tubuh memperoleh panas melalui radiasi
dan konduksi.
shell).Suhu inti di bagian dalam yang terdiri organ-organ abdomen dan toraks,
sistem saraf pusat serta otot rangka, umumnya relative konstan .
2. Penambahan panas harus seimbang dengan pengurangan panas agar suhu inti
tetap stabil
Suhu tubuh adalah pencerminan kandungan pansa total tubuh.Untuk
mempertahankan kandungan panas yang konstan sehingga suhu tubuh
stabil,pemasukan panas ke tubuh harus seimbang dengan pengeluaran
panas.Pemasukan panas terjadi melalui panambahan panas dari lingkungan
eksternal dan produksi panas internal, yang terakhir merupakan sumber utama
pans tubuh.Ingatlah bahwa sebagian besar pengeluaran energy tubuh akhirnya
muncul sebagai panas.Panas ini penting untuk mempertahankan suhu inti.Pada
kenyataannya, biasanya panas yang dihasilkan lebih banyak dari pada yang
diperlukan untuk mempertahankan suhu tubuh di tingkat normal, sehingga
kelebihan panas hatus dieliminasi dari tubuh.
Keseimbangan antara pemasukan dan pengeluaran panas sering terganggu
oleh (1) perubahan produksi panas internal untuk tujuan-tujuan yang tidak berkaitan
dengan pengaturan suhu tubuh,terutama oleh olahraga, yang sangat meningkatkan
produksi panas dan (2) perubahan suhu tubuh lingkungan eksternal yang
mempengaruhi tingkat penambahan atau pengurangan panas antara tubuh dengan
lingkungannya.Untuk mempertahankan suhu tubuh dalam batas-batas yang sempit
walaupun terjadi perubahan produksi panas metabolic dan perubahan suhu
lingkungan, harus terjadi penyesuaian- penyesuaian kompensatorik dalam
mekanisme penambahan dan pengurangan panas.
Jika suhu inti mulai turun,produksi panas ditingkatkan dan kehilangan panas
diminimalkan,sehingga suhu normal dapat dipulihkan.Sebaliknya, jika suhu mulai
meningkat di atas normal, hal tersebut dapat dikoreksi dengan meningkatkan
pengurangan panas sementara produksi panas juga dikurangi.
3. Pengaturan Suhu oleh Hipotalamus
Hipotalamus berfungsi sebagai thermostat tubuh.Termostat rumah
memantau suhu dalam sebuah ruangan dan memicu mekanisme pemanas (tungku)
atau mekanisme pendingin (air conditioner) sesuai dengan keperluan untuk
mempertahankan suhu ruangan seprti yang diinginkan.Demikian juga, Hipotalamus
sebagai pusat integrasi Termoregulasi tubuh, menerima informasi aferen mengenai
suhu di berbagai bagian tubuh dan memulai penyesuaian2 terkoordinasi sangat
rumit dalam mekanisme penambahan atau pengurangan panas sesuai dengan
keperluan untuk mengkoreksi setiap penyimpangan suhu inti dari patokan
Normal.Termostat Hipotalamus sangat peka.Hipotalamus mampu berespon
terhadap perubahan suhu darah sekecil 0,01 0C.Tingkat respon Hipotalamus
terhadap penyimpangan suhu tubuh disesuaikan secara sangat cermat,sehinggap
panas yang dihasilkan atau dikeluarkan sangat sesuai dengan kebutuhan untuk
memulihkan suhu ke normal.
Untuk membuat penyesuaian-penyesuaian hingga terjadi keseimbangan
antara mekanisme pengurangan panas dan mekanisme penambahan serta
konservasi panas,hipotalamus harus secara terus menerus mendapat informasi
mengenai suhu kulit dan suhu inti melalui reseptor-reseptor khusus yang peka suhu
yang disebut Thermoreseptor.Thermoreseptor Perifer memantau suhu kulit di
seluruh tubuh dan menyalurkan informasi mengenai perubahan suhu permukaan
hipotalamus.Suhu inti dipantau oleh Termoreseptor Sentral, yang terletak di
Hipotalamus itu sendiri serta di tempat lain di susunan saraf pusat dan organ-organ
abdomen.
Di Hipotalamus diketahui terdapat dua pengaturan suhu.Regio Posterior
diaktifkan oleh suhu dingin dan kemudian memicu refleks-refleks yang
memprantarai produksi panas dan konservasi panas.Regio anterior, yang diaktifkan
oleh rasa hangat, memicu refleks-refleks yang memperantarai pengurangan panas
ruangan seperti yang diinginkan. Demikian juga dengan hipotalamus, sebagai pusat
integrasi termoregulasi tubuh, menerima informasi aferen mengenai suhu di berbagai
bagian tubuh dan memulai penyesuaian penyesuaian terkoordinasi yang sangat rumit
dalam mekanisme penambahan dan pengurangan suhu sesuai dengan keperluan untuk
mengorekasi setiap penyimpangan suhu inti dari patokan normal. Hipotalamus sangat
peka. Hipotalamus mampu berespon terhadap perubahan suhu darah sekecil 0.01C.
Tingkat respon hipotalamus terhadap penyimpangan suhu tubuh disesuaikan secara
cermat, sehingga panas yang dihasilkan atau dikeluarkan sangan sesuai dengan
kebutuhan untu memulihkan suhu ke normal ( Sherwood, 1996 )
Untuk membuat penyesuaian penyesuaian hingga terjadi keseimbangan antara
mekanisme pengurangan panas dan mekanisme penambahan panas serta konservasi
panas, hpotalamus harus terus menerus mendapat informasi mengenai suhu kulit dan
suhu inti melalui reseptor reseptor khusus yang peka terhadap suhu yang disebut
termoreseptor. Termoreseptor perifer memantau suhu kulit diseluruh tubuh dan
menyalurkan informasi mengenai perubahan suhu permukaan ke hipotalamus. Suhu inti
dipantau oleh termoreseptor sentral yang terletak di hipotalamus itu sendiri serta di
susunan
syaraf
pusat
dan
organ
abdomen
(
Sherwood,
1996
)
Dihipotalamus diketahui terdapat 2 pusat pengaturan suhu.
1. Regio posterior
diaktifkan oleh suhu dingin dan kemudian memicu refleks refleks yang memperantarai
produksi panas dan konservasi panas. Hipotalamus posterior menjumlahkan sinyal
sensoris temperatur pusat dan perifer.
2. Regio anterior diaktifkan oleh rasa hangat memicu refleks refleks yang
memperantarai pengurangan panas.
a. Deteksi termostatik suhu pada hipotalamus dan peranan hipotalamus anterior-area
preoptik.
Area utama dalam otak yang berperan dalam pengaturan suhu tubuh terdiri dari
nukleus
preoptik
dan
nukleus
hipotalamik
anterior
hipotalamus.
Apabila area preoptik dipanaskan, kulit diseluruh tubuh dengan segera mengeluarkan
banyak keringat dan dalam waktu yang sama pembuluh darah kulit sangat berdilatasi.
Hal ini merupakan reaksi cepat yang menyebabkan tubuh kehilangan panas, dengan
demikian membantu mengembalikan suhu tubuh kembali normal. Di samping itu,
pembentukan panas tubuh yang berlebihan dihambat. Oleh karena itu area preoptik
dari hipotalamus berfungsi sebagai termostatik pusat kontrol suhu tubuh.
Gambar 2; Hipotalamus
b. Deteksi suhu dengan reseptor pada kulit dan jaringan dalam tubuh
Kulit dibantu dengan resptor dingin dan panas. Reseptor dingin terdapat 10 kali
lebih banyak daripada reseptor panas, oleh karena itu deteksi suhu bagian perifer
menyangkut deteksi suhu sejuk dan dingin.
Menggigil merupakan mekanisme untuk meningkatkan suhu tubuh melalui beberapa
cara:
1. Meningkatkan kecepatan pembentukan panas
2. Menhambat proses berkeringat
3. Meningkatkan vasokonstriksi kulit
Reseptor suhu tubuh bagian dalam terutama di medulla spinalis, di organ dalam
abdomen, dan sekitar vena-vena besar. Reseptor kulit maupun reseptor tubuh bagian
dalam berperan mencegah hipotermia.
2.
PATOFISIOLOGI DEMAM
Prostaglandin E2
Hipotalamus meningkat
DEMAM
zat-zat yang terlarut dan sel-sel dari sirkulasi darah ke jaringan-jaringan interstitial pada
daerah cedera atau nekrosis. Peradangan dapat juga dimasukkan dalam suatu reaksi
non spesifik, dari hospes terhadap infeksi.
Hasil reaksi peradangan adalah netralisasi dan pembuangan agen penyerang,
penghancuran jaringan nekrosis dan pembentukan keadaan yang dibutuhkan untuk
perbaikan dan pemulihan.
Syarat reaksi radang adalah :
1. Jaringan harus hidup.
2. Memiliki mikrosirkulasi fungsional.
Bentuk peradangan dapat timbul didasarkan atas jenis eksudat yang terbentuk,
organ atau jaringan tertentu yang terlibat dan lamanya proses peradangan. Tata nama
proses peradangan memperhitungkan masing-masing variable ini. Berbagai eksudat
diberi nama deskriptif, berdasarkan lamanya respon peradangan disebut akut, subakut
dan kronik. Lokasi reaksi peradangan disebut dengan akhiran -tis yang ditambahkan
pada nama organ (misalnya; apendisitis, tonsillitis, gastritis dan sebagainya).
Peradangan dan infeksi itu tidak sinonim. Pada infeksi ditandai adanya
mikroorganisme dalam jaringan, sedang pada peradangan belum tentu, karena banyak
peradangan yang terjadi steril sempurna. Jadi infeksi hanyalah merupakan sebagian
dari peradangan.
MEDIATOR KIMIA
Selama proses peradangan terjadi pelepasan histamine dan zat-zat humoral lain
kedalam cairan jaringan sekitarnya. Akibat dari sekresi histamine tersebut berupa :
1.
2.
3.
4.
5.
RESPON VASKULER
Mediator kimia yang dihasilkan dari jaringan yang cedera atau nekrotik akan
menyebabkan peningkatan permeabilitas membran vaskuler dan vasodilatasi.
Peningkatan permeabilitas membran vaskuler terjadi dengan peregangan sel-sel
endotel sehingga pori-pori membran membesar dan dapat dilalui oleh protein darah.
Sedangkan vasodilatasi menyebabkan peningkatan jumlah volume darah ke daerah
peradangan.
Leukosit juga ikut berperan dalam fagositosis. Pada saat terjadi vasodilatasi
maka aliran darah menjadi lambat dan menyebabkan neurofil mengalami marginasi
kemudian emigrasi dengan cara diapedesis, selanjutnya bergerak secara kemotaksis
ke lokasi radang untuk melakukan fagositosis.
Mula-mula neutrofil membungkus mikroorganisme, kemudian dimulailah digesti
dalam sel, hal ini akan mengakibatkan perubahan pH menjadi asam. Selanjutnya akan
keluar protease selluler yang akan menyebabkan lysis leukosit. Setelah itu makrofag
mononuklear besar akan tiba di lokasi infeksi untuk membungkus sisa-sisa leukosit dan
akhirnya terjadilah pencairan (resolusi) hasil proses inflamasi lokal. Cairan kaya protein
dan sel darah putih yang tertimbun dalam ruang ekstravaskular sebagai akibat reaksi
radang disebut eksudat.
1. Transudat
Transudat adalah cairan dalam ruang interstitial yang terjadi akibat peningkatan
tekanan hidrostatik atau turunnya protein plasma intravaskular yang meningkat. Berat
jenis transudat pada umumnya kurang dari 1.012 yang mencerminkan kandungan
protein yang rendah.
2. Eksudat
Eksudat adalah cairan radang ekstravaskular dengan berat jenis tinggi (diatas
1.020) dan seringkali mengandung protein 2-4 mg % serta sel-sel darah putih yang
melakukan emigrasi. Cairan ini tertimbun sebagai akibat permeabilitas vaskular (yang
memungkinkan protein plasma dengan molekul besar dapat terlepas), bertambahnya
tekanan hidrostatik intravascular sebagai akibat aliran lokal yang meningkat pula dan
serentetan peristiwa rumit leukosit yang menyebabkan emigrasinya.
RESPON SELULER
Leukositosis terjadi bila ada jaringan cedera atau infeksi sehingga pada tempat
cedera atau radang dapat terkumpul banyak leukosit untuk membendung infeksi atau
menahan mikroorganisme menyebar keseluruh jaringan. Leukositosis ini disebabkan
karena produksi sumsum tulang meningkat sehingga jumlahnya dalam darah cukup
untuk emigrasi pada waktu terjadi cedera atau radang.
Leukosit yang bersirkulasi dalam aliran darah dan emigrasi ke dalam eksudat
peradangan berasal dari sumsum tulang, dimana tidak saja leukosit tetapi juga sel-sel
darah merah dan trombosit dihasilkan secara terus memenerus. Dalam keadaan
normal, di dalam sumsum tulang dapat ditemukan banyak sekali leukosit yang belum
matang dari berbagai jenis dan "pool" leukosit matang yang ditahan sebagai cadangan
untuk dilepaskan ke dalam sirkulasi darah. Jumlah tiap jenis leukosit yang bersirkulasi
dalam darah perifer dibatasi dengan ketat tetapi diubah "sesuai kebutuhan" jika timbul
proses peradangan. Artinya, dengan rangsangan respon peradangan, sinyal umpan
balik pada sumsum tulang mengubah laju produksi dan pengeluaran satu jenis leukosit
atau lebih ke dalam aliran darah.
AKTIVITAS NEUTROFIL
Vasodilatasi arteriol dan kapiler menyebabkan aliran darah menjadi lambat
sehingga neutrofil mengalami marginasi kemudian terjadi adhesi dengan membran
vaskuler, selanjutnya neutrofil keluar melalui membran vaskuler (emigrasi) dengan cara
diapedesis. Mediator kimia yang dikeluarkan pada lokasi radang merupakan faktor
kemotaksik yang menyebabkan neutrofil bergerak ke lokasi radang dan melakukan
fagositosis.
FAGOSITOSIS
Fagositosis adalah proses penyerapan dan eliminasi mikrobaatau partikel lain
oleh sel-sel khusus yang disebut fagosit. Fagosit adalah sel-sel darah putih atau sel-sel
yang berasal dari sel-sel darah putih tersebut, yang terdapat di dalam aliran darah.
Fagosit itu terdiri atas dua kelompok, yaitu:
1. Granulosit (lekosit polimorfonuklear) : 70% jumlah sel darah putih.
a. Netrofil (menghasilkan senyawa yang dapat melepaskan oksigen reaktit) :
68% jumlah sel darah putih.
b. Eosinofil: 1% jumlah sel darah putih.
c. Basofil: 1% jumlah sel darah putih.
2. Agranulosit (sel-sel mononuklear) : 30% jumlah lekosit.
a. Limfosit: 25% jumlah lekosit.
b. Monosit/makrofag : 5% jumlah lekosit.
TANDA DAN GEJALA
1. Rubor (kemerahan)
Rubor atau kemerahan biasanya merupakan hal pertama yang terlihat di daerah
yang mengalami peradangan. Waktu reaksi peradangan mulai timbul maka arteriol
yang mensupali daerah tersebut melebar, dengan demikian lebih banyak darah
mengalir ke dalam mikrosirkulasi lokal. Kapiler-kapiler yang sebelumnya kosong
atau sebagian saja yang meregang dengan cepat terisi penuh dengan darah.
Keadaan ini yang dinamakan hyperemia atau kongesti,menyebabkan warna merah
lokal karena peradangan akut. Timbulnya hyperemia pada permulaan reaksi
peradangan diatur oleh tubuh baik secara neurogenik maupun secara kimia,melalui
pengeluaran zat seperti histamin.
2. Kalor (panas)
Kalor atau panas terjadi bersamaan dengan kemerahan dari reaksi peradangan
yang hanya terjadi pada permukaan tubuh, yang dalam keadaan normal lebih
dingin dari -37 C yaitu suhu di dalam tubuh. Daerah peradangan pada kulit menjadi
lebih panas dari sekelilingnya sebab darah yang disalurkan tubuh kepermukaan
daerah yang terkena lebih banyak daripada yang disalurkan kedaerah normal.
Fenomena panas lokal ini tidak terlihat pada daerah-daerah yang terkena radang
jauh di dalam tubuh, karena jaringan-jaringan tersebut sudah mempunyai suhu inti
37C, hyperemia lokal tidak menimbulkan perubahan.
3. Dolor (rasa sakit)
Dolor atau rasa sakit, dari reaksi peradangan dapat dihasilkan dengan berbagai
cara. Perubahan pH lokal atau konsentrasi lokal ion-ion tertentu dapat merangsang
ujung-ujung saraf. Hal yang sama, pengeluaran zat kimia bioaktif lainnya dapat
merangsang saraf. Selain itu, pembengkakan jaringan yang meradang
mengakibatkan peningkatan tekanan lokal yang tanpa diragukan lagi dapat
menimbulkan rasa sakit.
4. Tumor (pembengkaan)
Segi paling menyolok dari peradangan akut mungkin adalah pembengkaan lokal
(tumor). Pembengkaan ditimbulkan oleh pengiriman cairan dan sel-sel dari sirkulasi
darah ke jaringan-jaringan interstitial. Campuran dari cairan dan sel yang tertimbun
di daerah peradangan disebut eksudat. Pada keadaan dini reaksi peradangan
sebagian besar eksudat adalah cair, seperti yang terjadi pada lepuhan yang
disebabkan oleh luka bakar ringan. Kemudian sel-sel darah putih atau leukosit
meninggalkan aliran darah dan tertimbun sebagai bagian dari eksudat.
5. Functio Laesa (perubahan fungsi)
Functio laesa atau perubahan fungsi adalah reaksi peradangan yang telah dikenal.
Sepintas lalu, mudah dimengerti, mengapa bagian yang bengkak, nyeri disertai
sirkulasi abnormal dart lingkungan kimiawi lokal yang abnormal, berfungsi secara
abnormal. Namun sebetulnya kita tidak mengetahui secara mendalam dengan cara
apa fungsi jaringan yang meradang itu terganggu.
Berbagai bentuk/Jenis Radang.
Demam merupakan akibat dari pelepasan zat pirogen endogen yang berasal dari
neutrofil dan makrofag. Selanjutnya zat tersebut akan memacu pusat pengendali
suhu tubuh yang ada di hypothalamus.
2. Perubahan Hematologis
Rangsangan yang berasal dari pusat peradangan mempengaruhi proses maturasi
dan pengeluaran leukosit dari sumsum tulang yang mengakibatkan kenaikan suatu
jenis leukosit, kenaikan ini disebut leukositosis. Perubahan protein darah tertentu
juga terjadi bersamaan dengan perubahan apa yang dinamakan laju endap darah
(LED).
3. Gejala Konstitusional
Pada cedera yang hebat, terjadi perubahan metabolisme dan endokrin yang
menyolok. Akhirnya reaksi peradangan lokal sering diiringi oleh berbagai gejala
konstitusional yang berupa malaise, anoreksia atau tidak ada nafsu makan dan
ketidakmampuan melakukan sesuatu yang beratnya berbeda-beda bahkan sampai
tidak berdaya melakukan apapun.
OUTCOME REAKSI INFLAMASI
tidak ada kerusakan jaringan di bawahnya sama sekali. Pada keadaan ini agen
penyerang sudah dinetralkan dan dihilangkan. Pembuluh darah kecil di daerah itu
memperoleh kembali semipermeabilitasnya, aliran cairan berhenti dan emigrasi leukosit
dengan cara yang sama juga berhenti. Cairan yang sebelumnya sudah dieksudasikan
sedikit demi sedikit diserap oleh pembuluh limfe dan sel-sel eksudat mengalami
disintegrasi dan keluar melalui pembuluh limfe atau benar-benar dihilangkan dari tubuh.
Hasil akhir dari proses ini adalah penyembuhan jaringan yang meradang jaringan
tersebut pulih seperti sebelum reaksi atau resolusi.
Sebaliknya, bila jumlah jaringan yang rusak cukup bermakna jaringan yang rusak
harus diperbaiki oleh proliferasi sel-sel hospes berdekatan yang masih hidup. Perbaikan
sebenarnya melibatkan dua komponen yang terpisah tetapi terkoordinir. Pertama
disebut regenerasi, hasil akhirnya adalah penggantian unsur-unsur yang telah hilang
dengan jenis sel yang sama. Komponen perbaikan kedua melibatkan proliferasi unsurunsur jaringan penyambung yang mengakibatkan pembentukan jaringan parut. Namun
apabila agen penyebab peradangan tetap ada maka peradangan akan berlangsung
kronis.
imunologis dan membuat perlindungan yang lebih efektif selama pertemuan di masa
depan dengan patogen tersebut. Proses imunitas yang diterima adalah basis dari
vaksinasi.
Jika sistem kekebalan melemah, kemampuannya untuk melindungi tubuh juga
berkurang, membuat patogen, termasuk virus yang menyebabkan penyakit. Penyakit
defisiensi imun muncul ketika sistem imun kurang aktif daripada biasanya,
menyebabkan munculnya infeksi. Defisiensi imun merupakan penyebab dari penyakit
genetik, seperti severe combined immunodeficiency, atau diproduksi oleh farmaseutikal
atau infeksi, seperti sindrom defisiensi imun dapatan (AIDS) yang disebabkan oleh
retrovirus HIV. Penyakit autoimun menyebabkan sistem imun yang hiperaktif
menyerang jaringan normal seperti jaringan tersebut merupakan benda asing. Penyakit
autoimun yang umum termasuk rheumatoid arthritis, diabetes melitus tipe 1 dan lupus
erythematosus.
Lapisan pelindung pada imunitas
Sistem kekebalan tubuh melindungi organisme dari infeksi dengan lapisan pelindung
kekhususan yang meningkat. Pelindung fisikal mencegah patogen seperti bakteri dan
virus memasuki tubuh. Jika patogen melewati pelindung tersebut, sistem imun bawaan
menyediakan perlindungan dengan segera, tetapi respon tidak-spesifik. Sistem imun
bawaan ditemukan pada semua jenis tumbuhan dan binatang. Namun, jika patogen
berhasil melewati respon bawaan, vertebrata memasuki perlindungan lapisan ketiga,
yaitu sistem imun adaptif yang diaktivasi oleh respon bawaan. Disini, sistem imun
mengadaptasi respon tersebut selama infeksi untuk menambah penyadaran patogen
tersebut. Respon ini lalu ditahan setelah patogen dihabiskan pada bentuk memori
imunologikal dan menyebabkan sistem imun adaptif untuk memasang lebih cepat dan
serangan yang lebih kuat setiap patogen tersebut ditemukan.
Komponen imunitas
Sistem imun bawaan
Respon tidak spesifik
Eksposur
menyebabkan
respon Perlambatan waktu antara eksposur dan
maksimal segara
respon maksimal
Komponen imunitas selular dan respon Komponen imunitas selular dan respon imun
imun humoral
humoral
Eksposur menyebabkan adanya memori
Tidak ada memori imunologikal
imunologikal
Ditemukan hampir pada semua bentuk
Hanya ditemukan pada Gnathostomata
kehidupan
Tabel 2 : Perbedaan sistem imun bawaan dan adaptif
Baik imunitas bawaan dan adaptif bergantung pada kemampuan sistem imun untuk
memusnahkan baik molekul sendiri dan non-sendiri. Pada imunologi, molekul sendiri
adalah komponen tubuh organisme yang dapat dimusnahkan dari bahan asing oleh
sistem imun. Sebaliknya, molekul non-sendiri adalah yang dianggap sebagai molekul
asing. Satu kelas dari molekul non-sendiri disebut antigen (kependean dari generator
antibodi) dan dianggap sebagai bahan yang menempel pada reseptor imun spesifik dan
mendapatkan respon imun.
Imunitas bawaan
Mikroorganisme yang berhasil memasuki organisme akan bertemu dengan sel dan
mekanisme sistem imun bawaan. Respon bawaan biasanya dijalankan ketika mikroba
diidentifikasi oleh reseptor pengenalan susunan, yang mengenali komponen yang
diawetkan antara grup mikroorganisme. Pertahanan imun bawaan tidak spesifik, berarti
bahwa respon sistem tersebut pada patogen berada pada cara yang umum. Sistem ini
tidak berbuat lama-penghabisan imunitas terhadap patogen. Sistem imun bawaan
adalah sistem dominan pertahanan seseorang pada kebanyakan organisme.
Pelindung humoral dan kimia
Peradangan
Peradangan adalah salah satu dari respon pertama sistem imun terhadap infeksi.
Gejala peradangan adalah kemerahan dan bengkak yang diakibatkan oleh peningkatan
aliran darah ke jaringan. Peradangan diproduksi oleh eikosanoid dan sitokin, yang
dikeluarkan oleh sel yang terinfeksi atau terluka. Eikosanoid termasuk prostaglandin
yang memproduksi demam dan pembesaran pembuluh darah berkaitan dengan
peradangan, dan leukotrin yang menarik sel darah putih (leukosit). Sitokin umum
termasuk interleukin yang bertanggung jawab untuk komunikasi antar sel darah putih;
Chemokin yang mengangkat chemotaksis; dan interferon yang memiliki pengaruh anti
virus, seperti menjatuhkan protein sintesis pada sel manusia. Faktor pertumbuhan dan
faktor sitotoksik juga dapat dirilis. Sitotokin tersebut dan kimia lainnya merekrut sel imun
ke tempat infeksi dan menyembuhkan jaringan yang mengalami kerusakan yang diikuti
dengan pemindahan patogen.
Sistem komplemen
Sistem komplemen adalah kaskade biokimia yang menyerang permukaan sel asing.
Sistem komplemen memiliki lebih dari 20 protein yang berbeda dan dinamai karena
kemampuannya untuk "melengkapi" pembunuhan patogen oleh antibodi. Komplemen
adalah komponen humoral utama dari respon imun bawaan. Banyak spesies memiliki
sistem komplemen, termasuk spesies bukan mamalia seperti tumbuhan, ikan, dan
beberapa invertebrata.
Pada manusia, respon ini diaktivasi dengan melilit komplemen ke antibodi yang
dipasang pada mikroba tersebut atau protein komplemen yang dililit pada karbohidrat di
permukaan mikroba. Pengenalan sinyal menjalankan respon membunuh dengan cepat.
Kecepatan respon adalah hasil dari pengerasan yang muncul mengikuti aktivas
proteolisis dari molekul kompleman, yang juga termasuk protease. Setelah protein
komplemen melilit pada mikroba, mereka mengaktifkan aktivitas proteasenya, yang
mengaktivasi protease komplemen lainnya. Hal ini menyebabkan produksi kaskade
katalisis yang memperbesar sinyal oleh arus balik positif yang dikontrol. Hasil kaskade
adalah produksi peptid yang menarik sel imun, meningkatkan vascular permeability,
dan opsonin permukaan patogen, menandai kehancurannya. This Pemasukan
komplemen juga dapat membunuh sel secara langsung dengan menyerang membran
plasma mereka.
Perisai selular sistem imun bawaan
Gambar 5 : darah manusia dari mikroskop elektron. Dapat terlihat sel darah merah, dan juga terlihat sel
darah putih termasuk limfosit, monosit, neutrofil dan banyak platelet kecil lainnya.
Leukosit (sel darah putih) bergerak sebagai organisme selular bebas dan merupakan
"lengan" kedua sistem imun bawaan. Leukosit bawaan termasuk fagosit (makrofag,
neutrofil, dan sel dendritik), mastosit, eosinofil, basofil dan sel pembunuh alami. Sel
tersebut mengidentifikasikan dan membunuh patogen dengan menyerang patogen
yang lebih besar melalui kontak atau dengan menelan dan lalu membunuh
mikroorganisme. Sel bawaan juga merupakan mediator penting pada kativasi sistem
imun adaptif.
Fagositosis adalah fitur imunitas bawaan penting yang dilakukan oleh sel yang disebut
fagosit. Fagosit menelan, atau memakan patogen atau partikel. Fagosit biasanya
berpatroli mencari patogen, tetapi dapat dipanggil ke lokasi spesifik oleh sitokin. Ketika
patogen ditelan oleh fagosit, patogen terperangkap di vesikel intraselular yang disebut
fagosom, yang sesudah itu menyatu dengan vesikel lainnya yang disebut lisosom untuk
membentuk fagolisosom. Patogen dibunuh oleh aktivitas enzim pencernaan atau
respiratory burst yang mengeluarkan radikal bebas ke fagolisosom. Fagositosis
berevolusi sebagai sebuah titik pertengahan penerima nutrisi, tetapi peran ini diperluas
di fagosit untuk memasukan menelan patogen sebagai mekanisme pertahanan.
Fagositosis mungkin mewakili bentuk tertua pertahanan, karena fagosit telah
diidentifikasikan ada pada vertebrata dan invertebrata.
Neutrofil dan makrofag adalah fagosit yang berkeliling di tubuh untuk mengejar dan
menyerang patogen. Neutrofil dapat ditemukan di sistem kardiovaskular dan
merupakan tipe fagosit yang paling berlebih, normalnya sebanyak 50% sampai 60%
jumlah peredaran leukosit. Selama fase akut radang, terutama sebagai akibat dari
infeksi bakteri, neutrofil bermigrasi ke tempat radang pada proses yang disebut
chemotaksis, dan biasanya sel pertama yang tiba pada saat infeksi. Makrofaga adalah
sel serba guna yang terletak pada jaringan dan memproduksi susunan luas bahan kimia
termasuk enzim, protein komplemen, dan faktor pengaturan seperti interleukin 1.
Makrofaga juga beraksi sebagai pemakan, membersihkan tubuh dari sel mati dan
debris lainnya, dan sebagai sel penghadir antigen yang mengaktivasi sistem imun
adaptif.
Sel dendritik adalah fagosit pada jaringan yang berhubungan dengan lingkungan luar;
oleh karena itu, mereka terutama berada di kulit, hidung, paru-paru, perut, dan usus.
Mereka dinamai untuk kemiripan mereka dengan dendrit, memiliki proyeksi mirip
dengan dendrit, tetapi sel dendritik tidak terhubung dengan sistem saraf. Sel dendritik
merupakan hubungan antara sistem imun adaptif dan bawaan, dengan kehadiran
antigen pada sel T, salah satu kunci tipe sel sistem imun adaptif.
Mastosit terletak di jaringan konektif dan membran mukosa dan mengatur respon
peradangan. Mereka berhubungan dengan alergi dan anafilaksis. Basofil dan eosinofil
Sel sistem imun adaptif adalah tipe spesial leukosit yang disebut limfosit. Sel B dan sel
T adalah tipe utama limfosit dan berasal dari sel batang hematopoietik pada sumsum
tulang. Sel B ikut serta pada imunitas humoral, sedangkan sel T ikut serta pada respon
imun selular.
Gambar 6 : Hubungan sel T dengan Major histocompatibility complex kelas I atau Major histocompatibility
complex kelas II, dan antigen (merah)
Baik sel B dan sel T membawa molekul reseptor yang mengenali target spesifil. Sel T
mengenali target bukan diri sendiri, seperti patogen, hanya setelah antigen (fragmen
kecil patogen) telah diproses dan disampaikan pada kombinasi dengan reseptor
"sendiri" yang disebut molekul major histocompatibility complex (MHC). Terdapat dua
subtipe utama sel T: sel T pembunuh dan sel T pembantu. Sel T pemnbunuh hanya
mengenali antigen dirangkaikan pada molekul kelas I MHC, sementara sel T pembantu
hanya mengenali antigen dirangkaikan pada molekul kelas II MHC. Dua mekanisme
penyampaian antigen tersebut memunculkan peran berbeda dua tipe sel T. Yang ketiga,
subtipe minor adalah sel T yang mengenali antigen yang tidak melekat pada reseptor
MHC.
Reseptor antigel sel B adalah molekul antibodi pada permukaan sel B dan mengenali
semua patogen tanpa perlu adanya proses antigen. Tiap keturunan sel B memiliki
antibodi yang berbeda, sehingga kumpulan resptor antigen sel B yang lengkap
melambangkan semua antibodi yang dapat diproduksi oleh tubuh.
Sel T pembunuh
Gambar 7 : Sel T pembunuh secara langsung menyerang sel lainnya yang membawa antigen asing atau
abnormal di permukaan mereka.
Sel T pembunuh adalah sub-grup dari sel T yang membunuh sel yang terinfeksi dengan
virus (dan patogen lainnya), atau merusak dan mematikan patogen. Seperti sel B, tiap
tipe sel T mengenali antigen yang berbeda. Sel T pembunuh diaktivasi ketika reseptor
sel T mereka melekat pada antigen spesifik pada kompleks dengan reseptor kelas I
MHC dari sel lainnya. Pengenalan MHC ini:kompleks antigen dibantu oleh co-reseptor
pada sel T yang disebut CD8. Sel T lalu berkeliling pada tubuh untuk mencari sel yang
reseptor I MHC mengangkat antigen. Ketika sel T yang aktif menghubungi sel lainnya,
sitotoksin dikeluarkan yang membentuk pori pada membran plasma sel, membiarkan
ion, air dan toksin masuk. Hal ini menyebabkan sel mengalami apoptosis. Sel T
pembunuh penting untuk mencegah replikasi virus. Aktivasi sel T dikontrol dan
membutuhkan sinyal aktivasi antigen/MHC yang sangat kuat, atau penambahan
aktivasi sinyak yang disediakan oleh sel T pembantu.
Sel T pembantu
Sel T pembantu mengatur baik respon imun bawaan dan adaptif dan membantu
menentukan tipe respon imun mana yang tubuh akan buat pada patogen khusus. Sel
tersebut tidak memiliki aktivitas sitotoksik dan tidak membunuh sel yang terinfeksi atau
membersihkan patogen secara langsung, namun mereka mengontrol respon imun
dengan mengarahkan sel lain untuk melakukan tugas tersebut.
Sel T pembantu mengekspresikan reseptor sel T yang mengenali antigen melilit pada
molekul MHC kelas II. MHC:antigen kompleks juga dikenali oleh reseptor sel pembantu
CD4 yang merekrut molekul didalam sel T yang bertanggung jawab untuk aktivasi sel T.
Sel T pembantu memiliki hubungan lebih lemah dengan MHC:antigen kompleks
daripada pengamatan sel T pembunuh, berarti banyak reseptor (sekitar 200-300) pada
sel T pembantu yang harus dililit pada MHC:antigen untuk mengaktifkan sel pembantu,
sementara sel T pembunuh dapat diaktifkan dengan pertempuran molekul
MHC:antigen. Kativasi sel T pembantu juga membutuhkan durasi pertempuran lebih
lama dengan sel yang memiliki antigen. Aktivasi sel T pembantu yang beristirahat
menyebabkan dikeluarkanya sitokin yang memperluas aktivitas banyak tipe sel. Sinyak
sitokin yang diproduksi oleh sel T pembantu memperbesar fungsi mikrobisidal makrofag
dan aktivitas sel T pembunuh. Aktivasi sel T pembantu menyebabkan molekul
diekspresikan pada permukaan sel T, seperti CD154), yang menyediakan sinyal
stimulasi ekstra yang dibutuhkan untuk mengaktifkan sel B yang memproduksi antibodi.
Sel T
Sel T memiliki reseptor sel T alternatif yang opposed berlawanan dengan sel T CD4+
dan CD8+ () dan berbagi karakteristik dengan sel T pembantu, sel T sitotoksik dan
sel NK. Kondisi yang memproduksi respon dari sel T tidak sepenuhnya dimengerti.
Seperti sel T 'diluar kebiasaan' menghasilkan reseptor sel T konstan, seperti CD1d yang
dibatasi sel T pembunuh alami, sel T mengangkang perbatasan antara imunitas
adaptif dan bawaan. Sel T adalah komponen dari imunitas adaptif karena mereka
menyusun kembali gen reseptor sel T untuk memproduksi perbedaan reseptor dan
dapat mengembangkan memori fenotipe. Berbagai subset adalah bagian dari sistem
imun bawaan, karena reseptor sel T atau reseptor NK yang dilarang dapat digunakan
sebagai reseptor pengenalan latar belakang, contohnya, jumlah besar respon sel T
V9/V2 dalam waktu jam untuk molekul umum yang diproduksi oleh mikroba, dan
melarang sel T V1+ T pada epithelium akan merespon untuk menekal sel epithelial.
Gambar 8 : Sebuah antibodi terbuat dari dua rantai berat dan dua rantai ringan. Variasi unik daerah
membuat antibodi mengenali antigen yang cocok.
Sel B mengidentifikasi patogen ketika antibodi pada permukaan melekat pada antigen
asing. Antigen/antibodi kompleks ini diambil oleh sel B dan diprosesi oleh proteolisis ke
peptid. Sel B lalu menampilkan peptid antigenik pada permukaan molekul MHC kelas II.
Kombinasi MHC dan antigen menarik sel T pembantu yang cocok, yang melepas
limfokin dan mengaktivkan sel B. Sel B yang aktif lalu mulai membagi keturunannya (sel
plasma) mengeluarkan jutaan kopi limfa yang mengenali antigen itu. Antibodi tersebut
diedarkan pada plasma darah dan limfa, melilit pada patogen menunjukan antigen dan
menandai mereka untuk dihancurkan oleh aktivasi komplemen atau untuk
penghancuran oleh fagosit. Antibodi juga dapat menetralisir tantangan secara langsung
dengan melilit toksin bakteri atau dengan mengganggu dengan reseptor yang
digunakan virus dan bakteri untuk menginfeksi sel.
Imunitas adaptif alternatif
Walaupun molekul klasik sistem imun adaptif (seperti antibodi dan reseptor sel T) ada
hanya pada vertebrata berahang, molekul berasal dari limfosit ditemukan pada
vertebrata tak berahang primitif, seperti lamprey dan hagfish. Binatang tersebut
memproses susunan besar molekul disebut reseptor limfosit variabel yang seperti
reseptor antigen vertebrata berahang, diproduksi dari jumlah kecil (satu atau dua) gen.
Molekul tersebut dipercaya melilit pada patogen dengan cara yang sama dengan
antibodi dan dengan tingkat spesifisitas yang sama.
Memori imunologikal
Ketika sel B dan sel T diaktivasi dan mulai untuk bereplikasi, beberapa dari keturunan
mereka akan menjadi memori sel yang hidup lama. Selama hidup binatang, memori sel
tersebut akan mengingat tiap patogen spesifik yang ditemui dan dapat melakukan
respon kuat jika patogen terdeteksi kembali. Hal ini adaptif karena muncul selama
kehidupan individu sebagai adaptasi infeksi dengan patogen tersebut dan
Imunitas pasif biasanya berjangka pendek, hilang antara beberapa hari sampai
beberapa bulan. Bayi yang baru lahir tidak memiliki eksposur pada mikroba dan rentan
terhadap infeksi. Beberapa lapisan perlindungan pasif disediakan oleh ibu. Selama
kehamilan, tipe antibodi yang disebut IgG, dikirim dari ibu ke bayi secara langsung
menyebrangi plasenta, sehingga bayi manusia memiliki antibodi tinggi bahkan saat
lahir, dengan spesifisitas jangkauan antigen yang sama dengan ibunya. Air susu ibu
juga mengandung antibodi yang dikirim ke sistem pencernaan bayi dan melindungi bayi
terhadap infeksi bakteri sampai bayi dapat mengsintesiskan antibodinya sendiri.
Imunitas pasif ini disebabkan oleh fetus yang tidak membuat memori sel atau antibodi
apapun, tetapi hanya meminjam. Pada ilmu kedokteran, imunitas pasif protektif juga
dapat dikirim dari satu individu ke individu lainnya melalui serum kaya-antibodi.
Gambar 9 : Lama waktu respon imun dimulai dengan penemuan patogen dan menyebabkan formasi
memori imunologikal aktif.
Memori aktif jangka panjang didapat diikuti dengan infeksi oleh aktivasi sl B dan T.
Imunitas aktif dapat juga muncul buatan, yaitu melalui vaksinasi. Prinsip di belakang
vaksinasi (juga disebut imunisasi) adalah ntuk memperkenalkan antigen dari patogen
untuk menstimulasikan sistem imun dan mengembangkan imunitas spesifik melawan
patogen tanpa menyebabkan penyakit yang berhubungan dengan organisme tersebut.
Hal ini menyebabkan induksi respon imun dengan sengaja berhasil karena
mengeksploitasi spesifisitas alami sistem imun. Dengan penyakit infeksi tetap menjadi
salah satu penyebab kematian pada populasi manusia, vaksinasi muncul sebagai
manipulasi sistem imun manusia yang paling efektif.
Kebanyakan vaksin virus berasal dari selubung virus, sementara banyak vaksin bakteri
berasal dari komponen aselular dari mikroorganisme, termasuk komponen toksin yang
tidak melukai. Sejak banyak antigen berasal dari vaksin aselular tidak dengan kuat
menyebabkan respon adaptif, kebanyakan vaksin bakter disediakan dengan
penambahan ajuvan yang mengaktifkan sel yang memiliki antigen pada sistem imun
bawaan dan memaksimalkan imunogensitas.
3. DIAGNOSA DEMAM
3.1. Etiologi Demam
Demam disebabkan adanya zat di dalam tubuh yang membuat tubuh
meningkatkan set point atau nilai ambang batas suhu tubuh. Zat ini disebut pirogen.
Pirogen ini dapat dihasilkan oleh virus, komponen bakteri, kerusakan jaringan, toksin,
obat bahkan penyakit otoimun. Karena itu kita harus menentukan penyebab demam.
Sebagian besar demam pada anak disebabkan infeksi virus yang self limiting atau
sembuh dengan perjalanan waktu.
Riwayat Kontak dengan pasien yang sakit, ada anggota keluarga lain atau
tetangga / temam sekolah yang sakit serupa .
Curiga kuat penyebab demam adalah penyakit infeksi
Riwayat perawatan rumah sakit, atau mendapat tindakan medis seperti operasi,
kateterisasi, cabut gigi, dll
Pikirkan infeksi nosokomial, atau endokarditis
Apakah ada pilek / hidung tersumbat, nyeri daerah sinus, sakit menelan,
kemerahan pada mata + gatal , banyak air mata (hiperlakrimasi ), disertai / tidak
sakit kepala ?
Pikirkan infeksi virus saluran napas akut
Apakah ada batuk produktif ( sputum banyak ), dan napas sesak / napas
pendek / kesulitan bernapas, dengan / tanpa nyeri dada, adakah bercak darah di
sputum ?
Pikirkan infeksi saluran napas bagian bawah sperti pneumonia, abses paru,
emboli paru, dll
Apakah ada rasa nyeri atau rasa terbakar waktu kencing, adakah warna kencing
kemerahan seperti air cucian daging ?
Pikirkan infeksi saluran kemih
Apakah ada nyeri perut, bila ya tanyakan lokasi (difus, lokal ), sifat nyeri (hiangtimbul , kontinyu ), faktor pemberat dan yang meringankan ?
Pikirkan : kolesistitis, pielonefritis, hepatitis / abses hepar, pankreatitis, infeksi
usus, demam tifoid
Apakah menggigil ?
Pikirkan malaria, sepsis bakteri, endokarditis
Terakhir tanyakan jenis obat-obatan yang akhir-akhir ini sedang diminum pasien
terutama antibiotik.
Pikirkan demam karena obat
Tanyakan infeksi atau penyakit yang dulu pernah diderita termasuk riwayat
pernahkah masuk rumah sakit
Misal : TBC, HIV, splenektomi, riwayat sakit PMS
Lihat keadaan umum pasien : apakah tampak lemah / sakit berat, tampak
kesakitan, tampak sesak, dll
Periksa gigi & mulut ( infeksi gusi, gigi lubang / karies, sariawan mulut, plak
keputihan di mulut, glossitis )
Bila akut pikirkan malaria, demam berdarah, demam tifoid. Bila kronik pikirkan
infeksi kronik ( TB milier, infeksi jamur ), keganasan, penyakit autoimun
Catatan
Dapat mendeteksi adanya infeksi dan penyakit darah
termasuk leukimia
Untuk mendeteksi infeksi pada ginjal dan saluran kencing
Untuk mendeteksi kemungkinan infeksi oleh kuman malaria
Untuk mendeteksi kemungkinan infeksi oleh Salmonella
Typhi
Untuk mendeteksi adanya gangguan pada hati yang dapat
dijumpai
pada demam tifoid
Untuk mendeteksi infeksi virus dengue yang dapat
menyebabkan
demam dengue (demam berdarah)
Tabel 3 : Pemeriksaan Laboratorium
4. PENATALAKSANAAN DEMAM
4.1. Non Farmakologis
4.2. Farmakologis
5. PEMBAHASAN KASUS
5.1. Kasus 1
Pak Amir, 32 tahun, pekerjaan seharian sebagai sopir angkutan umum dalam
kota, sejak tadi pagi bangun tidur merasa panas dan menggigil disertai sakit kepala.
Sejak 3 hari yang lalu Pak Amir bekerja dari pagi jam 07.00 sampai dengan malam hari
sekitar jam 23.00. Akhir-akhir ini Pak Amir sering kehujanan berhubung musim hujan
yang berkepanjangan.
Kata kunci dari kasus ini yaitu: Panas dan menggigil disertai sakit kepala. Kami
tidak menemukan kata sulit dari scenario 1 ini. Pertanyaan yang muncul dari scenario 1,
yaitu :
1.
Kenapa sering kehujanan dapat menyebabkan demam?
2.
Apa hubungan demam dengan sakit kepala dan menggigil?
3.
Jelaskan mekanisme terjadinya demam pada pasien!
4.
Jelaskan struktur reseptor-reseptor panas di perifer!
5.
Sebutkan dan jelaskan mikroba-mikroba yang dapat menyebabkan demam!
6.
Pemeriksaan apa yang dapat dilakukan pada Pak Amir?
7.
Tipe demam apa yang diderita oleh Pak Amir?
8.
Bagaimana penanganan demam Pak Amir secara farmakologi dan non
farmakologi?
Setelah kami mendiskusikan bersama scenario 1 ini, jawaban pertanyaan kasus
1 adalah :
1. Hujan sebagai penyebab tidak langsung pada terjadinya common cold, influenza,
dan influenza like illness lainnya
Mula-mula hujan menyebabkan terjadinya cuaca yang dingin yang menyebabkan
terjadinya penurunan suhu tubuh inti yang akhirnya menekan imunitas seseorang
yang akhirnya akan menuju pada terjadinya common cold
Saat kedinginan, tubuh dipaksa mengeluarkan energi secara berlebihan. Jika daya
tahan tubuh sedang lemah, tubuh tidak dapat mengimbangi adanya perubahan
suhu tubuh yang terlau drastis. Akibatnya, daya tahan tubuh semakin menurun dan
kesehatannya pun terganggu. Hal ini disebakan virus komensial, yaitu virus yang
hidup bersama di dalam tubuh menjadi patogen atau ganas. Sehingga timbulah
berbagai penyakit.
Vasikontriksi sebagai reaksi karena dingin menyebabkan pembuluh darah yang
dekat dengan rongga luar dalam tubuh tertutup sperti di hidung yang menyebabkan
kekeringan sehingga memkompromikan kemampuan hidung untuk memyaring
infeksi dari luar dan ketika kembali ke udara hangat maka vasodilatasi dapat terjadi
sehingga tangan menjadi berwarna pink dan hidung mulai basah karena darah
mengalir ke sana sirkulasi akan berlanjut jika hidung yang basah menyebabkan
termis lebih sedikit. Sebaiknya tidak akan pernah mengalir dari benda bersuhu
rendah ke benda bersuhu tinggi.
Kapasitas panas yaitu ukuran mudah/ sukarnya suhu benda naik bila diberi
sejumlah panas
Kapasitas panas jenis yaitu banyaknya panas yang diperlukan untuk
menaikan suhu 1 gram benda itu sebesar 1o.
mengeluarkan
Interleukin-1
Prostaglandin E2
Hipotalamus meningkat
DEMAM
Aspek Biokimia :
Demam adalah Peningkatan suhu tubuh diatas normal, Energi berperan dalam
mengatur suhu tubuh, energy yang mempertahankan suhu tubuh berasal dari
metabolisme zat-zat makanan , Energi ada 2 bentuk yaitu energi kimia (ATP) dan
energi panas (kalori). Tubuh mengatur penangkapan energi bebas melalui suatu
sistem dan proses oksidasi biologi untuk mempertahankan suhu tubuh, Sistem
penangkapan energi terdapat dalam mitokondria disebut sistem respirasi jaringan.
Sistem respirasi mitokondria melibatkan enzim, koenzim (flavoprotein), ubiquinon,
sitokrom B, sitokrom C, sitokrom aa3 gbr 14-3
Gambar 11
Gambar 12
dijalarkan pada serabut saraf tipe C pada kecepatan penjalaran hanya 0,4 sampai
2m/detik.
Sebaliknya, reseptor dingin telah dapat diidentifikasi dengan pasti. Ujung
saraf tipe A delta yang bermielin, khusus, dan kecil, yang bercabang beberapa kali,
ujungnya menembus ke permukaan dasar sel-sel epidermis. Sinyal dari reseptor ini
akan dijalarkan melalui serabut saraf tipe A delta yang berkecepatan lebih dari 20
m/detik. Sebagian sensasi dingin juga dijalarkan melalui serabut saraf tipe C, yang
diduga merupakan ujung serabut saraf bebas yang mungkin juga berfungsi sebagai
reseptor dingin.
Mekanoreseptor : mendeteksi perubahan reseptor/sel2 dekat reseptor
Pada lapisan dermis kulit terdapat puting peraba yang merupakan ujung
akhir saraf sensoris. Ujung-ujung saraf tersebut merupakan indera perasa panas,
dingin, nyeri, dan sebagainya. Oleh karena itu kulit merupakan organ terluas
dimana pada organ ini terdapat reseptor panas (ruffini), tekanan (paccini), dingin
(krause), rasa nyeri atau sakit (ujung saraf bebas), serta reseptor sentuhan
(meissner).
Korpuskulus
(Badan
akhir
yang
berkapsul) Gelembung (Krause) : ujung
serabut saraf yang berbentuk seperti
bunga mawar yang masih kuncup
Korpuskulus gelembung (krause)
ditemukan di daerah mukokutis (bibir
dan genetalia eksterna), pada dermis
dan berhubungan dengan rambut.
Korpuskel ini berbentuk bundar (sferis) dengan diameter sekitar 50 mikron.
Mempunyai sebuah kapsula tebal yang menyatu dengan endoneurium. Di dalam
korpuskulus, serat bermielin kehilangan mielin dan cabangnya tetapi tetap
diselubungi dengan sel schwann. Seratnya mungkin bercabang atau berjalan spiral
dan berakhir sebagai akhir saraf yang menggelembung sebagai gada. Korpuskel ini
jumlahnya semakin berkurang dengan bertambahnya usia. Korpuskel ini berguna
sebagai mekanoreseptor yang peka terhadap dingin.
Korpuskulus Ruffini : ujung serabut saraf bebas yang tersusun seperti sisir
Korpuskulus ini ditemukan pada jaringan ikat termasuk dermis dan kapsula
sendi. Mempunyai sebuah kapsula jaringan ikat tipis yang mengandung ujung akhir
saraf yang menggelembung. Korpuskulus ini merupakan mekanoreseptor, karena
mirip dengan organ tendo golgi. Korpuskulus ini terdiri dari berkas kecil serat tendo
(fasikuli intrafusal) yang terbungkus dalam kapsula berlamela. Akhir saraf tak
bermielin yang bebas, bercabang disekitar berkas tendonya. Korpuskulus ini
terangsang oleh regangan atau kontraksi otot yang bersangkutan juga untuk
menerima rangsangan panas.
5.
Bakteri gram-negatif adalah bakteri yang tidak mempertahankan zat warna kristal
violet sewaktu proses pewarnaan Gram sehingga akan berwarna merah bila
diamati dengan mikroskop
Bakteri gram-positif adalah bakteri yang mempertahankan zat warna kristal violet
sewaktu proses pewarnaan Gram sehingga akan berwarna biru atau ungu di
bawah mikroskop.
Karakteristik
Dinding sel
Bentuk sel
Gram positif
Homogen dan tebal (20-80
nm0 serta sebagian besar
tersusun dari peptidoglikan.
Polisakarida lain dan asam
teikoat dapat ikut menyusun
dinding sel.
Bulat, batang atau filamen
Reproduksi
Pembelahan biner
Metabolisme Kemoorganoheterotrof
Motilitas
Anggota
tubuh
(apendase)
Gram negatif
Peptidoglikan (2-7 nm) di antara
membran dam dan luar, serta
adanya membran luar (7-8 nm
tebalnya) yang terdii dari lipid,
protein, dan lipopolisakarida
(LPS)
Bulat, oval, batang lurus atau
melingkar seprti tand koma,
heliks atau filamen; beberapa
mempunyai selubung atau kapsul
Pembelahan biner, terkadang
pertunasan
Fototrof, kemolitoautotrof, atau
kemoorganoheterotrof
Motil atau nonmotil. Bentuk
flagela dapat bervariasipolar,lopotrikus (lophtrichous),
petritrikus (petritrichous).
Dapat memiliki pili, fimbriae,
tangkai
Endospora
Tabel 4
Gram
Gram positif
Genus
Staphylococcus
Streptococcus
Enterococcus
Listeria
Bacillus
Clostridium
Mycobacterium
Propionibacterium
Mycoplasma
Gram negatif
Salmonella
Escherichia
Shigella
Neisseria
Bordetella
Legionella
Pseudomonas
Vibrio
Campylobacter
Helicobacter
Haemophilus
Treponema
Chlamydia
Penyakit
impetigo, keracunan makanan,
bronkitis
pneumonia/radang paru,
meningitis, karies gigi
enteritis
listeriosis
anthrax
tetanus, botulisme
difteri
tuberkulosis
jerawat
pneumonia
salmonelosis
gastroenteritis/radang saluran
cerna
disentri
meningitis, gonorea
batuk rejan
legionnaires' disease
infeksi luka bakar
kolera
gastroenteritis
tukak lambung
bronkitis, pneumonia
sifilis
pneumonia, uretritis, trakoma
Perbedaan antara bakteri gram positif dan negatif adalah pada lapisan dinding
selnya. Pada bakteri gram positif, dinding selnya sebagian besar terdiri atas
peptidoglikan sehingga akan menghasilkan warna ungu pada pewarnaan gram.
Sedangkan bakteri gram negatif, dinding selnya sebagian besar terdiri atas
Lihat keadaan umum pasien : apakah tampak lemah / sakit berat, tampak
kesakitan, tampak sesak, dll
Pada kasus ini, tidak diketahui tipe demam pada pasien, sebab factor interval
waktu demamnya.
8. Penanganan secara farmakologi dan non farmakologi :
a. Secara Farmakologi :
- Salisilat :
asam asetil salisilat yang lebih dikenal sebagai asetosal atau aspirin adalah
obat analgesik yaitu menghilangkan sakit kepala, antipiretik yaitu
menurunkan suhu tubuh, dengan dosis 325 mg 650 mg diberikan secara
oral tiap 3 atau4 jam.
- Diflunisal :
Obat ini bersifat analgesik dan anti-inflamasi,tetapi hampir tidak ersifat
antipiretik.Indikasinya hanya sebagai analgesik ringan sampai sedang
dengan dosis awal 500 mg disusul 250 500 mg tiap 8-12 jam.
- Paracetamol :
Obat ini serupa dengan dengan salisilat, dengan dosis untuk dewasa 300 mg
1g per kali dengan maksimum 4 g per hari.
- Acetaminophen :
Dosis 10-15 mg/kg maksimum 5x/hari, antiinflamasinya lebih kurang dari
aspirin.
- Ibuprofen :
Dibandingkan dengan aspirin obat ini sama poten, dosis 200-400 mg/4-6 jam,
300 mg/6-8 jam atau 400-800 mg 3-4x/hari.
- Indomethacin :
Dosis 25 mg 2-3x/hari; pada malam hari 75-100 mg
- Naproxen :
Dosis 250 mg 4x/hari atau 500 mg 2x/hari
- Ketoprofen :
Efek sampingnya sama dengan AINS lain dengan dosis 2 kali 100 mg sehari,
tetapi sebaiknya ditentukan secara individual.
b. Secara non farmakologi :
Kompres dengan air hangat dan alkohol.
Minum air putih sesering mungkin untuk mencegah dehidrasi karena
penguapan yang berlebihan.
Istirahat untuk menghindari metabolisme yang berlebihan dengan membuat
sel-sel imun bekerja optimal.
5.2. Kasus 2
Kata kunci pada kasus 2 ini, yaitu : Luka bernanah disertai demam. Pertanyaan
yang didapat di scenario 2 ini, yaitu :
1. Apa hubungan luka dengan demam?
2. Apa yang menyebabkan lukanya bisa bernanah?
3. Jelaskan apa yang dimaksud dengan radang, tanda-tanda radang lokal dan
klasifikasi radang serta jenis radang apa yang dialami oleh Celine?
4. Jelaskan mekanisme terjadinya radang akut dan kronik!
5. Jelaskan sistem imun yang berperan dalam infeksi!
6. Jelaskan penyebab radang pada pasien!
7. Pemeriksaan apa yang dapat dilakukan pada Celine untuk menegakkan diagnosis?
8. Bagaimana penanganan secara farmakologi dan non farmakologi?
Setelah kami mendiskusikan pertanyaan kasus 2, didapat jawaban sebagai
berikut :
1. Bila sel-sel atau jaringan tubuh mengalami cedera atau mati, selama penjamu
masih bertahan hidup, jaringan hidup disekitarnya membuat suatu respons
mencolok yaitu suatu peradangan. yang lebih khusus, peradangan adalah suatu
reaksi vaskular yang menimbulkan pengiriman cairan, zat-zat terlarut, dan sel-sel
dari sirkulasi darah ke jaringan-jaringan interstisial di daerah cedera atau nekrosis.
Tanda-tanda utama peradangan adalah rubor (kemerahan), kalor (panas), dolor
(nyeri), tumor (pembengkakan), dan fungsio laesa (hilangnya fungsi). Penyebab
peradangan meliputi agens-agen fisik, kimia, reaksi imunologi dan infeksi oleh
organisme patologenik. Perhatikan bahwa infeksi tidak sama dengan peradangan
dan infeksi merupakan salah satu penyebab peradangan.
Perubahan fase vaskular pada radang akut meliputi vasokontriksi sementara
sebagai respons terhadap cedera, diikuti dengan vasodilatasi dan peningkatan
aliran darah kedaerah yang mengalami cedera (mengakibatkan kemerahan dan
panas). Pelepasan histamin dari sel-sel mast menyebabkan peningkatan
permeabelitas kapiler, memungkinkan cairan yang kaya protein bocor keluar, masuk
kedalam daerah cedera(menyebabkan pembengkakan dan nyeri). Aliran limfatik
meningkat sejalan dengan peningkatan aliran darah.
Perubahan fase selular pada peradangan akut meliputi marginasi leukosit
(pavementing) disepanjang dinding kapiler karena aliran darah melambat (cairan
dan Protein bergerak keluar, menyebabkan pengendapan darah). Leukosit
beremigrasi keluar dari pembuluh darah (diapedesis) dengan membentuk
pseudopodia dan tertarik kearah daerah peradangan (kemotaksis).
Sel-sel yang terlibat dalam proses peradangan adalah leukosit fagositik ( neutrofil
atau PMN, makrofag, atau eosinofil) trombosit, dan limfosit.
Kemajuan respon peradangan akut di bawah kendali sekelompok sistem molekuler
yang diketahui sebagai mediator kimia, yang bekerja secara lokal.
Histamin
amin vasoaktif yang paling penting adalah histamin, yang mampu menghasilkan
vasodilatasi dan peningkatan permeabelitas vaskuler. Sejumlah besar histamin
disimpan didalam sel-sel jaringan ikat yang dikenal dengan sel mast, yang tersebar
luas didalam tubuh (histamin juga terdapat di dalam basofil dan trombosit). Histamin
yang disimpan tidak aktif dan mengeluarkan efek vaskularnya hanya jika dilepas.
Histamin terutama penting pada awal peradangan.
Faktor-faktor plasma
Faktor hageman memulai mekanisme koagulasi intrinsik yang menimbulkan
bekuan darah fibrin; faktor hageman ini juga mengaktifasi sistem fibrinolisin
(mencairkan bekuan darah) dan mengaktivasi sistem kalikrenin-kinin, menyebabkan
pelepasan bradikinin (yang menyebabkan dilatasi pembuluh darah dan
meningkatkan permeabelitas). Beberapa komponen sistem komplemen bertindak
sebagai komponen kemotaktik, opsonin (meningkatkan fagositosis), atau sebagai
anafilatosin (menyebabkan pelepasan histamin).
Metabolisme asam arakhidonat
Asam arakhidonat berasal dari fosfolipid pada banyak membran sel ketika
fosfolipase diaktivasi oleh cedera (atau oelh mediato-mediator lain). Kemudian dua
jalur yang berbeda dapat memetabolisme asam arakhidonat : jalur sikooksigenase
dan jalur lipooksigenase, menghasilkan berbagai prostaglandin, tromboksan, dan
leukotrien.
Fisiologis, protektif
Klasifikasi radang
Kronik (menahun)
A.agen hidup:
artropoda,helminta,protozoa,bakteri,virus,dll
B.agen mati:
mekanis/trauma,termis(panas&dingin),sinar (UV,RO,infrared), listrik, kimia
Rubor (kemerahan)
Kalor (panas)
Tumor (pembengkakan)
Dolor (nyeri)
Fungsio Laesa (perubahan fungsi)
Radang Akut :
Radang akut adalah respon yang cepat dan segera terhadap cedera yang
didesain untuk mengirimkan leukosit ke daerah cedera. Leukosit membersihkan
berbagai mikroba yang menginvasi dan memulai proses pembongkaran jaringan
nekrotik. Radang akut dapt berjalan dalam beberapa menit, beberapa jam, atau
sampai dua hari. Terdapat dua komponen utama dalam proses radang akut, yaitu
perubahan penampang dan structural dari pembuluh darah serta emigrasi dari
leukosit. Perubahan penampang pembuluh darah dan terjadinya perubahan
structural pada pembuluh darah mikro akan memungkinkan protein plasma dan
leukosit meninggalkan sirkulasi darah. Leukosit yang berasal dari mikrosirkulasi
akan melakukan emigrasi dan selanjutnya berakumulasi di lokasi cedera.
Setelah jejas, terjadi dilatasi arteriol local yang mungkin didahului oleh
vasokonstriksi singkat. Akibatnya vasodilatasi jala-jala kapiler baru terbuka, dengan
demikian terjadi peningkatan aliran darah yang menimbulkan rasa panas dan
kemerahan. Peningkatan permeabilitas vaskuler akan disertai keluarnya protein
plasma dan sel-sel darah putih ke dalam jaringan disebut eksudasi, dan merupakan
gambaran utama reaksi radang akut. Setelah meninggalkan pembuluh darah,
leukosit bergerak menuju ke arah utama lokasi jejas dan terjadi migrasi. Migrasi sel
darah putih yang terarah ini disebabkan oleh pengaruh-pengaruh kimia yang dapat
berdifusi disebut kemotaksis. Hampir semua jenis sel darah putih dipengaruhi oleh
factor-faktor kemotaksis dalam derajat yang berbeda-beda. Neutrofil dan monosit
paling reaktif terhadap rangsang kemotaksis. Sebaliknya, limfosit bereaksi lemah.
Beberapa factor kemotaksis dapat mempengaruhi neutrofil maupun monosit, yang
lainnya bekerja secara selektif terhadap beberapa jenis sel darah putih. Factorfaktor kemotaksis dapat berupa endogen yang berasal dari protein plasma atau
eksogen, misalnya produk bakteri. Setelah leukosit sampai di lokasi radang,
terjadilah proses fagositosis. Meskipun sel-sel fagosit dapat melekat pada partikel
dan bakteri tanpa didahului oleh suatu proses pengenalann yang khas, tetapi
fagosit akan sangat ditunjang apabila mikroorganisme diliputi oleh opsonin yang
terdapat dalam serum. Setelah bakteri yang mengalami opsonisasi melekat pada
permukaan, selanjutnya, sel fagosit sebagian besar akan meliputi partikel,
berdampak pada pembentukan kantung yang dalam. Partikel ini terletak pada
vesikel sitoplasma yang masih terikat pada selaput sel, disebut fagosom. Meskipun
pada waktu pembentukan fagosom, sebelum menutup lengkap, granula-granula
sitoplasma neutrofil menyatu dengan fagosom dan melepaskan isinya ke dalamnya,
suatu proses yang disebut degranulasi. Sebagian besar mikroorganisme yang telah
mengalami pelahapan mudah dihancurkan oleh fagosit yang berakibat pada
kematian mikroorganisme.
Radang Kronik :
Radang kronik dapat diartikan sebagai inflamasi yang berdurasi panjang
(berminggu-minggu hingga bertahun-tahun) dan terjadi proses secara simultan dari
inflamasi aktif, cedera jaringan, dan penyembuhan. Perbedaannya dengan radang
akut, radang akut ditandai dengan perubahan vaskuler, edema, dan infiltrasi
neutrofil dalam jumlah besar. Sedangkan radang kronik ditandai oleh infiltrasi sel
mononuclear (seperti makrofag, limfosit dan sell plasma), destruksi jaringan, dan
perbaikan (meliputi proliferasi pembuluh darah baru/angiogenesis dan fibrosis).
Radang kronik dapat timbul melalui satu atau dua jalan. Dapat timbul
menyusul radang akut, atau responnya sejak awal bersifat kronik. Perubahan
radang akut menjadi radang kronik berlangsung bila respon radang akut tidak dapat
reda, disebabkan agen penyebab jejas yang menetap atau terdapat gangguan pada
proses penyembuhan normal. Ada kalanya, radang kronik sejak awal merupakan
proses primer. Seiring penyebab jejas memiliki toksisitas rendah dibandingkan
penyebab yang menimbulkan radang akut. Terdapat 3 komponen besar yang
menjadi penyebabnya, yaitu infeksi persisten oleh mikroorganisme intrasel tertentu
(seperti basil tuberkel, Treponema palidum, dan jamur-jamur tertentu), kontak lama
dengan bahan yang tidak dapat hancur (misalnya silica), penyakit autoimun. Bila
suatu radang berlangsung lebih lama dari 4 atau 5 minggu disebut kronik. Tetapi,
karena banyak kebergantungan respon efektif tuan rumah dan sifat alami jejas,
maka batasan waktu tidak banyak artinya. Pembedaan antara radang akut dan
kronik sebaiknya berdasarkan pola morfologi reaksi.
5. Tubuh manusia mempunyai kemampuan untuk melawan hampir semua jenis
organisme atau toksin yang cenderung merusak jaringan dan organ tubuh.
Kemampuan ini disebut imunitas. Imunitas dalam tubuh manusia terdiri dari
imunitas didapat dan imunitas bawaan.
Imunitas bawaan meliputi
1. proses fagositosis bakteri dan organisme lainnya oleh sel darah putih dan sel
pada sistem makrofag jaringan
2. penghancuran organisme yang tertelan ke dalam saluran cerna oleh asam
lambung dan enzim pencernaan
3. daya tahan kulit terhadap infasi organisme
4. adanya senyawa kimia tertentu dalam darah yang melekat pada organisme asing
atau toksin dan kemudian menghancurkannya. Beberapa senyawa tersebut
adalah:
a. lisozom, suatu polisakarida mukolitik yang menyerang bakteri dan
membuatnya larut.
b. Polipeptida dasar, yang bereaksi dengan bakteri gram-positif tertentu dan
membuatnya menjadi tidak aktif
c. Kompleks komplemen, merupakan suatu sistem yang terdiei dari kurang
lebih 20 protein, yang dapat diaktifkan melalui berbagai macam cara untuk
menghancurkan bakteri
d. Limfosit pembunuh alami (natural killer lymphocyte) yang dapat mengenali
dan menghancurkan sel-sel asing, sel tumor, dan beberapa sel yang
terinfeksi.
Imunitas didapat
dalam tubuh dapat di jumpai 2 tipe dasar imunitas didapat yang berhubungan erat
satu sama lain. Pada tipe pertama, tubuh membentuk antibody yang bersirkulasi,
yaitu molekul globulin dalam plasma darah yang mampu menyerang agen yang
masuk ke dalam tubuh. Tipe imunitas ini disebut imunitas humoral atau imunitas sel
B (karena limfosit B memproduksi antibody). Sedangkan tipe yang ke dua diperoleh
melalui pembentukan limfosit T teraktifasi dalam jumlah besar yang secara khusus
dirancang untuk menghancurkan benda asing. Jenis imunitas ini disebut imunitas
yang diperantai oleh sel atau imunitas sel T (karena limfosit yang teraktifasi
merupakan limfosit T.
6. Pada kasus ini, jelas bahwa jenis radang pada pasien adalah radang akut. Etiologi
radang akut yaitu infeksi (bakteri, virus, parasit) dan toksin mikroba, trauma tumpul
dan tajam, agen fisik dan kimia (cedera panas, misalnya luka bakar, dingin/frostbite,
iradiasi, kimia lingkungan), jaringan nekrosis oleh karena macam-macam sebab,
benda asing (serpihan, glas, kotoran, jaahitan luka, benang), reaksi imun, yaitu
reaksi hipersensitivitas.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Demam merupakan respon fisiologis tubuh ketika yang menandakan ada sesuatu yang
dikenali sistem imun tubuh sebagai benda asing yang berhasil masuk ke dalam tubuh
kita dan tubuh berusaha membuat perlindungan (antibody).Terdapat berbagai hal yang
dapat menjadi Etiologi demam dan menghasilkan demam dengan pola yang
berbeda.Demam sendiri bukanlah suatu penyakit, melainkan gejala dari suatu penyakit.
Penanganan demam dengan cara pemberian Antipiretik, tidak dapat menyembuhkan
penyakit tetapi untuk membantu menurunkan suhu tubuh pasien.
B. SARAN
Demam yang hilang dengan sendirinya menunjukkan tubuh kita berhasil menangani
agen penyebab penyakit akan tetapi Demam dengan kenaikan suhu tubuh yang amat
tinggi > 410C (Hiperpireksia), tidak bisa hanya dibiarkan begitu saja sampai sembuh,tapi
harus segera ditangani karena berpotensi mengakibatkan komplikasi dengan penyakit
lain yang dapat berakibat fatal.