Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Demam adalah suatu bagian penting dari mekanisme pertahanan tubuh
melawan infeksi. Kebanyakan bakteri dan virus yang menyebabkan infeksi pada
manusia hidup subur pada suhu 37 derajat Celcius. Meningkatnya suhu tubuh
beberapa derajat dapat membantu tubuh melawan infeksi. Demam akan
mengaktifkan sistem kekebalan tubuh untuk membuat lebih banyak sel darah putih,
membuat lebih banyak antibodi dan membuat lebih banyak zat-zat lain untuk
melawan infeksi.
Begitu banyaknya penyakit yang menyebabkan demam membuat demam
menjadi keluhan yang paling banyak dalam praktik. Beberapa contoh penyakit
penyebab demam yang paling sering dijumpai di masyarakat yaitu demam
berdarah, malaria, demam tifoid, dll.
Demam dapat terjadi pada orang dewasa dan anak-anak. Demam pada
anak merupakan hal yang paling sering dikeluhkan oleh orang tua mulai di ruang
praktek dokter sampai ke unit gawat darurat (UGD) anak, meliputi 10-30% dari
jumlah kunjungan.
Mekanisme demam dimulai dari masuknya pirogen ke dalam tubuh. Sistem
pertahanan tubuh, dalam hal ini makrofag kemudian melakukan proses fagositosis
terhadap pirogen tersebut dan mengeluarkan Interleukin-1 yang kemudian akan
merangsang set point di hipotalamus dan meningkatkan suhu tubuh. Hal ini
merupakan bentuk pertahanan tubuh.
Demam sebenarnya bukanlah suatu penyakit, melainkan gejala yang
ditimbulkan oleh penyakit tertentu. Namun, banyak orang yang menyalahartikan
demam sebagai penyakit. Hal inilah yang menyebabkan banyak orang yang
menganggap bahwa demam adalah penyakit yang jika tidak diobati akan
membahayakan nyawa pasien. Padahal, sebenarnya seperti yang telah dijabarkan
tadi, demam merupakan suatu bentuk pertahanan tubuh.

B. RUMUSAN MASALAH
C. TUJUAN PENULISAN

BAB II
PEMBAHASAN

1. ANATOMI DAN FISIOLOGI PANAS DAN PENGATURAN SUHU


TUBUH
1.1. Fisika Panas
Tiap bahan terdiri dari sejumlah atom dan molekul yang selalu dalam keadaan
bergerak/bergetar.Energi yang dimiliki atom untuk bergetar disebut Energi Termis.
Panas adalah energy termis yang mengalir dari suatu benda ke benda lain karena
adanya perbedaan suhu.Secara alamiah panas selalu mengalir dari benda bersuhu
tinggi ke benda bersuhu lebih rendah.
Energy panas dapat hilang atau masuk ke dalam tubuh manusia melalui 4 cara
1.
2.
3.
4.

Konduksi (conduction)
Konveksi (Convection)
Radiasi (Radiation)
Evaporasi (Evaporation)

Konduksi
Pemaparan panas dari suatu objek yang suhunya lebih tinggi ke objek lain
dengan jalan kontak langsung.Berdasarkan teori kinetis dihantarkan dari satu molekul
ke molekul yang lain dengan jalan tabrak sehingga terbentuk panas.
Kecepatan pemaparan panas secara konduksi tergantung kepada besar
perbedaan temperature dan konduktifitas termal dari bahan.Beberapa material seperti
logam merupakan konduktor/penghantar yang baik,sedangkan yang lain seperti udara
merupakan penghantar yang jelek.Konduktifitas termal bervariasi dengan temperature;
setiap peningkatan 10C dari 00C, maka konduktifitas termal udara akan meningkat
sekitar 0,28%.
Oleh karena itu,hanya sebagian kecil pertukaran panas total antara kulit dan
lingkungan hanya melalui konduksi, karena udara bukan merupakan konduktor panas
yang terlalu baik.

Q kA(T1 T2 )
t
L
H=

Rumus untuk Konduksi


=

Konveksi
Konveksi mengacu pada perpindahan energy panas melalui arus udara (atau
H2O).Ketika tubuh kehilangan panas melalui konduksi ke udara sekeliling yang lebih
dingin,udara yang berkontak langsung dengan tubuh akan menjadi lebih hangat.Karena
udara hangat lebih ringan(kurang padat) dibandingkan udara dingin , udara yang sudah
dihangatkan tersebut bergerak ke atas sementara udara yang lebih dingin bergerak ke
kulit untuk menggantikan udara panas yang sudah pindah tesebut.Proses ini terjadi
berulang-ulang.Gerakan udara ini yang dikenal sebagai arus konveksi
Konveksi berbeda dengan konduksi .Aliran konveksi dapat terjadi dikarenakan
massa jenis udara panas sangat ringan dibandingkan udara dingin.Konveksi secara
alam dapat terjadi oleh karena pemanasan yang asymetris.Gaya konveksi bisa terjadi
apabila angin secukupnya mengalir melewati tubuh. Pertukaran panas dan gaya
konveksi adalah berbanding lurus perbedaan temperature antara kulit dan udara dan
kecepatan udara.
Rumus untuk Konveksi
H = hc AT
hc

= koefisien konveksi

Radiasi
Radiasi adalah suatu transfer energy panas dari suatu permukaan objek ke objek yang
lain tanpa mengalami kontak ari kedua objek tersebut.
Rumus untuk Radiasi
H = e A (T)4

Watt

= konstanta Stefan Boltzmann


= 5,67 x 10-8 W/m2K4

e = emitansi benda

Evaporasi
Evaporasi adalah perubahan panas dari bentuk cairan menjadi uap.Manusia kehilangan
sekitar 9X103 kalori/gram melalui penguapan pau-paru.Kehilangan panas lewat
evaporasi dapat terjadi apabila
a. Perbedaan tekanan uap air antara keringat pada kulit dan udara ambient
b. Temperature lingkungan rendah dari normal hingga evaporasi dari keringat dapat
terjadi dan dapat menghilangkan panas dari tubuh dan itu dapat terjadi apabila
temperature basah kering di bawah temperature kulit
c. Adanya gerakan angin
d. Adanya kelembaban
Berkeringat adalah suatu proses evaporasi aktif di bawah control saraf
simpatis.Kecepatan pengurangan panas evaporative dapat secara sengaja disesuaikan
melalui proses berkeringat,yang merupakan mekanisme homeostatic penting untuk
mengeliminasi kelebihan panas yang sesuai kebutuhan.Pada kenyatannya pada waktu
suhu lingkungan melebihi suhu kulit, berkeringat adalah satu-satunya jalan untuk
mengurangi panas,karena pada keadaan ini tubuh memperoleh panas melalui radiasi
dan konduksi.

1.2. Fisiologi Panas dan Pengaturan Suhu Tubuh


1. Suhu inti internal secara homeostatis dipertahankan sebesar 37,8 0C (1000F)
Biasanya manusia berada di lingkungan yang suhunya lebih dingin daripada
tubuh mereka, sehingga ia harus terus menerus menghasilkan panas secara
internal untuk mempertahankan suhu tubuhnya.Pembentukan panas akhirnya
bergantung pada oksidasi bahan bakar metabolic yang berasal dari makanan.
Karena fungsi sel peka terhadap fluktuasi suhu internal,manusia secara
Homeostatis mempertahankan suhu tubuh pada tingkat optimal bagi kelangsungan
metabolism sel yang stabil.Bahkan peningkatan suhu tubuh sedikit saja dapat
menimbulkan gangguan fungsi saraf dan denaturasi protein.Sebagian besar orang
akan mengalami kejang apabila suhu tubuh mencapai sekitar 41 0C-43,30C
diangggap sebagai batas atas yang masih memungkinkan kehidupan.Di pihak lain,
sebagian besar jaringan tubuh dapat menahan pendinginan yang substansial.

Suhu tubuh normal secara normal dianggap berada pada 37 0C.Namun


sebenarnya tidak ada suhu tubuh Normal karena suhu bervariasi dari organ ke
organ.Dari sudut pandang termoregulatorik, tubuh dapat dianggap sebagai suatu
inti di tengah (central codea) dengan lapisan pembungkus di sebelah luar (outer
shell).Suhu inti di bagian dalam yang terdiri organ-organ abdomen dan toraks,
sistem saraf pusat serta otot rangka, umumnya relative konstan .
2. Penambahan panas harus seimbang dengan pengurangan panas agar suhu inti
tetap stabil
Suhu tubuh adalah pencerminan kandungan pansa total tubuh.Untuk
mempertahankan kandungan panas yang konstan sehingga suhu tubuh
stabil,pemasukan panas ke tubuh harus seimbang dengan pengeluaran
panas.Pemasukan panas terjadi melalui panambahan panas dari lingkungan
eksternal dan produksi panas internal, yang terakhir merupakan sumber utama
pans tubuh.Ingatlah bahwa sebagian besar pengeluaran energy tubuh akhirnya
muncul sebagai panas.Panas ini penting untuk mempertahankan suhu inti.Pada
kenyataannya, biasanya panas yang dihasilkan lebih banyak dari pada yang
diperlukan untuk mempertahankan suhu tubuh di tingkat normal, sehingga
kelebihan panas hatus dieliminasi dari tubuh.
Keseimbangan antara pemasukan dan pengeluaran panas sering terganggu
oleh (1) perubahan produksi panas internal untuk tujuan-tujuan yang tidak berkaitan
dengan pengaturan suhu tubuh,terutama oleh olahraga, yang sangat meningkatkan
produksi panas dan (2) perubahan suhu tubuh lingkungan eksternal yang
mempengaruhi tingkat penambahan atau pengurangan panas antara tubuh dengan
lingkungannya.Untuk mempertahankan suhu tubuh dalam batas-batas yang sempit
walaupun terjadi perubahan produksi panas metabolic dan perubahan suhu
lingkungan, harus terjadi penyesuaian- penyesuaian kompensatorik dalam
mekanisme penambahan dan pengurangan panas.
Jika suhu inti mulai turun,produksi panas ditingkatkan dan kehilangan panas
diminimalkan,sehingga suhu normal dapat dipulihkan.Sebaliknya, jika suhu mulai
meningkat di atas normal, hal tersebut dapat dikoreksi dengan meningkatkan
pengurangan panas sementara produksi panas juga dikurangi.
3. Pengaturan Suhu oleh Hipotalamus
Hipotalamus berfungsi sebagai thermostat tubuh.Termostat rumah
memantau suhu dalam sebuah ruangan dan memicu mekanisme pemanas (tungku)
atau mekanisme pendingin (air conditioner) sesuai dengan keperluan untuk
mempertahankan suhu ruangan seprti yang diinginkan.Demikian juga, Hipotalamus
sebagai pusat integrasi Termoregulasi tubuh, menerima informasi aferen mengenai
suhu di berbagai bagian tubuh dan memulai penyesuaian2 terkoordinasi sangat
rumit dalam mekanisme penambahan atau pengurangan panas sesuai dengan
keperluan untuk mengkoreksi setiap penyimpangan suhu inti dari patokan

Normal.Termostat Hipotalamus sangat peka.Hipotalamus mampu berespon


terhadap perubahan suhu darah sekecil 0,01 0C.Tingkat respon Hipotalamus
terhadap penyimpangan suhu tubuh disesuaikan secara sangat cermat,sehinggap
panas yang dihasilkan atau dikeluarkan sangat sesuai dengan kebutuhan untuk
memulihkan suhu ke normal.
Untuk membuat penyesuaian-penyesuaian hingga terjadi keseimbangan
antara mekanisme pengurangan panas dan mekanisme penambahan serta
konservasi panas,hipotalamus harus secara terus menerus mendapat informasi
mengenai suhu kulit dan suhu inti melalui reseptor-reseptor khusus yang peka suhu
yang disebut Thermoreseptor.Thermoreseptor Perifer memantau suhu kulit di
seluruh tubuh dan menyalurkan informasi mengenai perubahan suhu permukaan
hipotalamus.Suhu inti dipantau oleh Termoreseptor Sentral, yang terletak di
Hipotalamus itu sendiri serta di tempat lain di susunan saraf pusat dan organ-organ
abdomen.
Di Hipotalamus diketahui terdapat dua pengaturan suhu.Regio Posterior
diaktifkan oleh suhu dingin dan kemudian memicu refleks-refleks yang
memprantarai produksi panas dan konservasi panas.Regio anterior, yang diaktifkan
oleh rasa hangat, memicu refleks-refleks yang memperantarai pengurangan panas

a. Anatomi Pengaturan Suhu Tubuh

2.

PATOFISIOLOGI DEMAM

2.1. Mekanisme Terjadinya Demam


Suhu tubuh kita diatur oleh sebuah mesin khusus pengatur suhu yang terletak di
otak tepatnya di bagian hipotalamus tepatnya dibagian pre optik anterior (pre =
sebelum, anterior= depan). Hipotalamus sendiri merupakan bagian dari diencephalon
yang merupakan bagian dari otak depan kita (prosencephalon). Hipotalamus dapat
dikatakan sebagai mesin pengatur suhu (termostat tubuh) karena disana terdapat
reseptor (penangkap, perantara) yang sangat peka terhadap suhu yang lebih dikenal
dengan nama termoreseptor. Dengan adanya termorespetor ini, suhu tubuh dapat
senatiasa berada dalam batas normal yakni sesuai dengan suhu inti tubuh.
Suhu inti tubuh merupakan pencerminan dari kandungan panas yang ada di
dalam tubuh kita. Kandungan panas didapatkan dari pemasukan panas yang berasal
dari proses metabolisme makanan yang masuk ke dalam tubuh. Pada umumnya suhu
inti berada dalam batas 36,5-37,5C. Dalam berbagai aktivitas sehari-hari, tubuh kita
juga akan mengelurakan panas misalnya saat berolahraga. Bilamana terjadi
pengeluraan panas yang lebih besar dibandingkan dengan pemasukannya, atau
sebaliknya maka termostat tubuh itu akan segera bekerja guna menyeimbangkan suhu
tubuh inti.
Bila pemasukan panas lebih besar daripada pengeluarannya, maka termostat ini
akan memerintahkan tubuh kita untuk melepaskan panas tubuh yang berlebih ke
lingkungan luar tubuh salah satunya dengan mekanisme berkeringat. Dan bila
pengeluaran panas melebihi pemasukan panas, maka termostat ini akan berusaha
menyeimbakan suhu tersebut dengan cara memerintahkan otot-otot rangka kita untuk
berkontraksi (bergerak) guna menghasilkan panas tubuh.
Kontraksi otot-otok rangka ini merupakan mekanisme dari menggigil. Contohnya,
seperti saat kita berada di lingkungan pegunungan yang hawanya dingin, tanpa kita
sadari tangan dan kaki kita bergemetar (menggigil). Hal ini dimaksudkan agar tubuh kita
tetap hangat. Karena dengan menggigil itulah, tubuh kita akan memproduksi panas. Hal

diatas tersebut merupakan proses fisiologis (keadaan normal) yang terjadi dalam tubuh
kita manakala tubuh kita mengalami perubahan suhu. Lain halnya bila tubuh mengalami
proses patologis (sakit).
Proses perubahan suhu yang terjadi saat tubuh dalam keadaan sakit lebih
dikarenakan oleh zat toksin yang masuk kedalam tubuh. Umumnya, keadaan sakit
terjadi karena adanya proses peradangan (inflamasi) di dalam tubuh. Proses
peradangan itu sendiri sebenarnya merupakan mekanisme pertahanan dasar tubuh
terhadap adanya serangan yang mengancam keadaan fisiologis tubuh. Proses
peradangan diawali dengan masuknya racun kedalam tubuh kita. Contoh racun yang
paling mudah adalah mikroorganisme penyebab sakit. Mikroorganisme yang masuk ke
dalam tubuh umumnya memiliki suatu zat toksin/racun tertentu yang dikenal sebagai
pirogen eksogen. Dengan masuknya mikroorganisme tersebut, tubuh akan berusaha
melawan dan mencegahnya yakni dengan memerintahkan tentara pertahanan tubuh
antara lain berupa leukosit, makrofag, dan limfosit untuk memakannya (fagositosit).
Dengan

adanya

proses

fagositosit

ini,

tentara-tentara

tubuh

itu

akan

mengelurkan senjata berupa zat kimia yang dikenal sebagai pirogen endogen
(khususnya interleukin 1/ IL-1) yang berfungsi sebagai anti infeksi. Pirogen endogen
yang keluar, selanjutnya akan merangsang sel-sel endotel hipotalamus (sel penyusun
hipotalamus) untuk mengeluarkan suatu substansi yakni asam arakhidonat. Asam
arakhidonat bisa keluar dengan adanya bantuan enzim fosfolipase A2.
Proses selanjutnya adalah, asam arakhidonat yang dikeluarkan oleh hipotalamus
akan pemacu pengeluaran prostaglandin (PGE2). Pengeluaran prostaglandin pun
berkat bantuan dan campur tangan dari enzim siklooksigenase (COX). Pengeluaran
prostaglandin ternyata akan mempengaruhi kerja dari termostat hipotalamus. Sebagai
kompensasinya, hipotalamus selanjutnya akan meningkatkan titik patokan suhu tubuh
(di atas suhu normal). Adanya peningkatan titik patakan ini dikarenakan mesin tersebut
merasa bahwa suhu tubuh sekarang dibawah batas normal.

Akibatnya terjadilah respon dingin/ menggigil. Adanya proses mengigil ini


ditujukan utuk menghasilkan panas tubuh yang lebih banyak. Adanya perubahan suhu
tubuh di atas normal karena memang setting hipotalamus yang mengalami gangguan
oleh mekanisme di atas inilah yang disebut dengan demam atau febris. Berikut adalah
skema patogenesis demam.
Infeksi atau Peradangan

Neutrofil (Bgn dr Lekosit)


mengeluarkan
Interleukin-1

Prostaglandin E2

Titik patokan(set point)

Hipotalamus meningkat

Awali dgn respon dingin

Produksi panas meningkat

Pengurangan panas menurun

Suhu tubuh meningkat

DEMAM

2.2. Reaksi Inflamasi


Menurut Kamus Kedokteran Dorland, Inflamasi (radang) merupakan reaksi
protektif setempat yang ditimbulkan oleh cidera atau kerusakan jaringan, yang berfungsi
menghancurkan, mengurangi atau mengurung (sekuester) baik agen pencidera
maupun jaringan yang cidera itu.
Radang diklasifikasikan menurut waktu berlangsungnya, pemakaian dalam klinis,
jenis lokalisasi dan reaksi, dan penyebab. Berdasarkan waktu berlangsungnya, radang
dibagi menjadi radang akut, subakut dan radang kronik.
Radang akut adalah respon yang cepat dan segera terhadap cedera yang
didesain untuk mengirimkan leukosit ke daerah cedera. Leukosit membersihkan
berbagai mikroba yang menginvasi dan memulai proses pembongkaran jaringan
nekrotik. Radang akut dapt berjalan dalam beberapa menit, beberapa jam, atau sampai
dua hari. Terdapat dua komponen utama dalam proses radang akut, yaitu perubahan
penampang dan structural dari pembuluh darah serta emigrasi dari leukosit. Perubahan
penampang pembuluh darah dan terjadinya perubahan structural pada pembuluh darah
mikro akan memungkinkan protein plasma dan leukosit meninggalkan sirkulasi darah.
Leukosit yang berasal dari mikrosirkulasi akan melakukan emigrasi dan selanjutnya
berakumulasi di lokasi cedera.
Setelah jejas, terjadi dilatasi arteriol local yang mungkin didahului oleh
vasokonstriksi singkat. Akibatnya vasodilatasi jala-jala kapiler baru terbuka, dengan
demikian terjadi peningkatan aliran darah yang menimbulkan rasa panas dan
kemerahan. Peningkatan permeabilitas vaskuler akan disertai keluarnya protein plasma
dan sel-sel darah putih ke dalam jaringan disebut eksudasi, dan merupakan gambaran
utama reaksi radang akut. Setelah meninggalkan pembuluh darah, leukosit bergerak
menuju ke arah utama lokasi jejas dan terjadi migrasi. Migrasi sel darah putih yang
terarah ini disebabkan oleh pengaruh-pengaruh kimia yang dapat berdifusi disebut
kemotaksis. Hampir semua jenis sel darah putih dipengaruhi oleh factor-faktor
kemotaksis dalam derajat yang berbeda-beda. Neutrofil dan monosit paling reaktif
terhadap rangsang kemotaksis. Sebaliknya, limfosit bereaksi lemah. Beberapa factor
kemotaksis dapat mempengaruhi neutrofil maupun monosit, yang lainnya bekerja
secara selektif terhadap beberapa jenis sel darah putih. Factor-faktor kemotaksis dapat
berupa endogen yang berasal dari protein plasma atau eksogen, misalnya produk
bakteri. Setelah leukosit sampai di lokasi radang, terjadilah proses fagositosis.
Meskipun sel-sel fagosit dapat melekat pada partikel dan bakteri tanpa didahului oleh
suatu proses pengenalann yang khas, tetapi fagosit akan sangat ditunjang apabila
mikroorganisme diliputi oleh opsonin yang terdapat dalam serum. Setelah bakteri yang
mengalami opsonisasi melekat pada permukaan, selanjutnya, sel fagosit sebagian
besar akan meliputi partikel, berdampak pada pembentukan kantung yang dalam.
Partikel ini terletak pada vesikel sitoplasma yang masih terikat pada selaput sel, disebut

fagosom. Meskipun pada waktu pembentukan fagosom, sebelum menutup lengkap,


granula-granula sitoplasma neutrofil menyatu dengan fagosom dan melepaskan isinya
ke dalamnya, suatu proses yang disebut degranulasi. Sebagian besar mikroorganisme
yang telah mengalami pelahapan mudah dihancurkan oleh fagosit yang berakibat pada
kematian mikroorganisme.
Radang kronik dapat diartikan sebagai inflamasi yang berdurasi panjang
(berminggu-minggu hingga bertahun-tahun) dan terjadi proses secara simultan dari
inflamasi aktif, cedera jaringan, dan penyembuhan. Perbedaannya dengan radang akut,
radang akut ditandai dengan perubahan vaskuler, edema, dan infiltrasi neutrofil dalam
jumlah besar. Sedangkan radang kronik ditandai oleh infiltrasi sel mononuclear (seperti
makrofag, limfosit dan sell plasma), destruksi jaringan, dan perbaikan (meliputi
proliferasi pembuluh darah baru/angiogenesis dan fibrosis).
Radang kronik dapat timbul melalui satu atau dua jalan. Dapat timbul menyusul
radang akut, atau responnya sejak awal bersifat kronik. Perubahan radang akut menjadi
radang kronik berlangsung bila respon radang akut tidak dapat reda, disebabkan agen
penyebab jejas yang menetap atau terdapat gangguan pada proses penyembuhan
normal. Ada kalanya, radang kronik sejak awal merupakan proses primer. Seiring
penyebab jejas memiliki toksisitas rendah dibandingkan penyebab yang menimbulkan
radang akut. Terdapat 3 komponen besar yang menjadi penyebabnya, yaitu infeksi
persisten oleh mikroorganisme intrasel tertentu (seperti basil tuberkel, Treponema
palidum, dan jamur-jamur tertentu), kontak lama dengan bahan yang tidak dapat hancur
(misalnya silica), penyakit autoimun. Bila suatu radang berlangsung lebih lama dari 4
atau 5 minggu disebut kronik. Tetapi, karena banyak kebergantungan respon efektif
tuan rumah dan sifat alami jejas, maka batasan waktu tidak banyak artinya. Pembedaan
antara radang akut dan kronik sebaiknya berdasarkan pola morfologi reaksi.

2.3. Sistem Imun


Imunitas atau kekebalan adalah sistem mekanisme pada organisme yang
melindungi tubuh terhadap pengaruh biologis luar dengan mengidentifikasi dan
membunuh patogen serta sel tumor. Sistem ini mendeteksi berbagai macam pengaruh
biologis luar yang luas, organisme akan melindungi tubuh dari infeksi, bakteri, virus
sampai cacing parasit, serta menghancurkan zat-zat asing lain dan memusnahkan
mereka dari sel organisme yang sehat dan jaringan agar tetap dapat berfungsi seperti
biasa. Deteksi sistem ini sulit karena adaptasi patogen dan memiliki cara baru agar
dapat menginfeksi organisme.
Untuk selamat dari tantangan ini, beberapa mekanisme telah berevolusi yang
menetralisir patogen. Bahkan organisme uniselular seperti bakteri dimusnahkan oleh
sistem enzim yang melindungi terhadap infeksi virus. Mekanisme imun lainnya yang

berevolusi pada eukariota kuno dan tetap pada keturunan modern, seperti tanaman,
ikan, reptil dan serangga. Mekanisme tersebut termasuk peptida antimikrobial yang
disebut defensin, fagositosis, dan sistem komplemen. Mekanisme yang lebih
berpengalaman berkembang secara relatif baru-baru ini, dengan adanya evolusi
vertebrata. Imunitas vertebrata seperti manusia berisi banyak jenis protein, sel, organ
tubuh dan jaringan yang berinteraksi pada jaringan yang rumit dan dinamin. Sebagai
bagian dari respon imun yang lebih kompleks ini, sistem vertebrata mengadaptasi untuk
mengakui patogen khusus secara lebih efektif. Proses adaptasi membuat memori
imunologis dan membuat perlindungan yang lebih efektif selama pertemuan di masa
depan dengan patogen tersebut. Proses imunitas yang diterima adalah basis dari
vaksinasi.
Jika sistem kekebalan melemah, kemampuannya untuk melindungi tubuh juga
berkurang, membuat patogen, termasuk virus yang menyebabkan penyakit. Penyakit
defisiensi imun muncul ketika sistem imun kurang aktif daripada biasanya,
menyebabkan munculnya infeksi. Defisiensi imun merupakan penyebab dari penyakit
genetik, seperti severe combined immunodeficiency, atau diproduksi oleh farmaseutikal
atau infeksi, seperti sindrom defisiensi imun dapatan (AIDS) yang disebabkan oleh
retrovirus HIV. Penyakit autoimun menyebabkan sistem imun yang hiperaktif
menyerang jaringan normal seperti jaringan tersebut merupakan benda asing. Penyakit
autoimun yang umum termasuk rheumatoid arthritis, diabetes melitus tipe 1 dan lupus
erythematosus.
Lapisan pelindung pada imunitas
Sistem kekebalan tubuh melindungi organisme dari infeksi dengan lapisan pelindung
kekhususan yang meningkat. Pelindung fisikal mencegah patogen seperti bakteri dan
virus memasuki tubuh. Jika patogen melewati pelindung tersebut, sistem imun bawaan
menyediakan perlindungan dengan segera, tetapi respon tidak-spesifik. Sistem imun
bawaan ditemukan pada semua jenis tumbuhan dan binatang. Namun, jika patogen
berhasil melewati respon bawaan, vertebrata memasuki perlindungan lapisan ketiga,
yaitu sistem imun adaptif yang diaktivasi oleh respon bawaan. Disini, sistem imun
mengadaptasi respon tersebut selama infeksi untuk menambah penyadaran patogen
tersebut. Respon ini lalu ditahan setelah patogen dihabiskan pada bentuk memori
imunologikal dan menyebabkan sistem imun adaptif untuk memasang lebih cepat dan
serangan yang lebih kuat setiap patogen tersebut ditemukan.

Komponen imunitas
Sistem imun bawaan
Sistem imun adaptif
Respon tidak spesifik
Respon spesifik patogen dan antigen
Eksposur menyebabkan respon
Perlambatan waktu antara eksposur dan
maksimal segara
respon maksimal
Komponen imunitas selular dan respon Komponen imunitas selular dan respon imun
imun humoral
humoral
Eksposur menyebabkan adanya memori
Tidak ada memori imunologikal
imunologikal
Ditemukan hampir pada semua bentuk
Hanya ditemukan pada Gnathostomata
kehidupan
Baik imunitas bawaan dan adaptif bergantung pada kemampuan sistem imun untuk
memusnahkan baik molekul sendiri dan non-sendiri. Pada imunologi, molekul sendiri
adalah komponen tubuh organisme yang dapat dimusnahkan dari bahan asing oleh
sistem imun. Sebaliknya, molekul non-sendiri adalah yang dianggap sebagai molekul
asing. Satu kelas dari molekul non-sendiri disebut antigen (kependean dari generator
antibodi) dan dianggap sebagai bahan yang menempel pada reseptor imun spesifik dan
mendapatkan respon imun.
Imunitas bawaan

Mikroorganisme yang berhasil memasuki organisme akan bertemu dengan sel dan
mekanisme sistem imun bawaan. Respon bawaan biasanya dijalankan ketika mikroba
diidentifikasi oleh reseptor pengenalan susunan, yang mengenali komponen yang
diawetkan antara grup mikroorganisme. Pertahanan imun bawaan tidak spesifik, berarti
bahwa respon sistem tersebut pada patogen berada pada cara yang umum. Sistem ini
tidak berbuat lama-penghabisan imunitas terhadap patogen. Sistem imun bawaan
adalah sistem dominan pertahanan seseorang pada kebanyakan organisme.
Pelindung humoral dan kimia
Peradangan

Peradangan adalah salah satu dari respon pertama sistem imun terhadap infeksi.
Gejala peradangan adalah kemerahan dan bengkak yang diakibatkan oleh peningkatan
aliran darah ke jaringan. Peradangan diproduksi oleh eikosanoid dan sitokin, yang
dikeluarkan oleh sel yang terinfeksi atau terluka. Eikosanoid termasuk prostaglandin
yang memproduksi demam dan pembesaran pembuluh darah berkaitan dengan
peradangan, dan leukotrin yang menarik sel darah putih (leukosit). Sitokin umum
termasuk interleukin yang bertanggung jawab untuk komunikasi antar sel darah putih;

Chemokin yang mengangkat chemotaksis; dan interferon yang memiliki pengaruh anti
virus, seperti menjatuhkan protein sintesis pada sel manusia. Faktor pertumbuhan dan
faktor sitotoksik juga dapat dirilis. Sitotokin tersebut dan kimia lainnya merekrut sel imun
ke tempat infeksi dan menyembuhkan jaringan yang mengalami kerusakan yang diikuti
dengan pemindahan patogen.
Sistem komplemen

Sistem komplemen adalah kaskade biokimia yang menyerang permukaan sel asing.
Sistem komplemen memiliki lebih dari 20 protein yang berbeda dan dinamai karena
kemampuannya untuk "melengkapi" pembunuhan patogen oleh antibodi. Komplemen
adalah komponen humoral utama dari respon imun bawaan. Banyak spesies memiliki
sistem komplemen, termasuk spesies bukan mamalia seperti tumbuhan, ikan, dan
beberapa invertebrata.
Pada manusia, respon ini diaktivasi dengan melilit komplemen ke antibodi yang
dipasang pada mikroba tersebut atau protein komplemen yang dililit pada karbohidrat di
permukaan mikroba. Pengenalan sinyal menjalankan respon membunuh dengan cepat.
Kecepatan respon adalah hasil dari pengerasan yang muncul mengikuti aktivas
proteolisis dari molekul kompleman, yang juga termasuk protease. Setelah protein
komplemen melilit pada mikroba, mereka mengaktifkan aktivitas proteasenya, yang
mengaktivasi protease komplemen lainnya. Hal ini menyebabkan produksi kaskade
katalisis yang memperbesar sinyal oleh arus balik positif yang dikontrol. Hasil kaskade
adalah produksi peptid yang menarik sel imun, meningkatkan vascular permeability,
dan opsonin permukaan patogen, menandai kehancurannya. This Pemasukan
komplemen juga dapat membunuh sel secara langsung dengan menyerang membran
plasma mereka.
Perisai selular sistem imun bawaan

Gambar darah manusia dari mikroskop elektron. Dapat terlihat sel darah merah, dan juga
terlihat sel darah putih termasuk limfosit, monosit, neutrofil dan banyak platelet kecil lainnya.

Leukosit (sel darah putih) bergerak sebagai organisme selular bebas dan merupakan
"lengan" kedua sistem imun bawaan. Leukosit bawaan termasuk fagosit (makrofag,
neutrofil, dan sel dendritik), mastosit, eosinofil, basofil dan sel pembunuh alami. Sel
tersebut mengidentifikasikan dan membunuh patogen dengan menyerang patogen
yang lebih besar melalui kontak atau dengan menelan dan lalu membunuh
mikroorganisme. Sel bawaan juga merupakan mediator penting pada kativasi sistem
imun adaptif.
Fagositosis adalah fitur imunitas bawaan penting yang dilakukan oleh sel yang disebut
fagosit. Fagosit menelan, atau memakan patogen atau partikel. Fagosit biasanya
berpatroli mencari patogen, tetapi dapat dipanggil ke lokasi spesifik oleh sitokin. Ketika
patogen ditelan oleh fagosit, patogen terperangkap di vesikel intraselular yang disebut
fagosom, yang sesudah itu menyatu dengan vesikel lainnya yang disebut lisosom untuk
membentuk fagolisosom. Patogen dibunuh oleh aktivitas enzim pencernaan atau
respiratory burst yang mengeluarkan radikal bebas ke fagolisosom. Fagositosis
berevolusi sebagai sebuah titik pertengahan penerima nutrisi, tetapi peran ini diperluas
di fagosit untuk memasukan menelan patogen sebagai mekanisme pertahanan.
Fagositosis mungkin mewakili bentuk tertua pertahanan, karena fagosit telah
diidentifikasikan ada pada vertebrata dan invertebrata.
Neutrofil dan makrofaga adalah fagosit yang berkeliling di tubuh untuk mengejar dan
menyerang patogen. Neutrofil dapat ditemukan di sistem kardiovaskular dan
merupakan tipe fagosit yang paling berlebih, normalnya sebanyak 50% sampai 60%
jumlah peredaran leukosit. Selama fase akut radang, terutama sebagai akibat dari
infeksi bakteri, neutrofil bermigrasi ke tempat radang pada proses yang disebut
chemotaksis, dan biasanya sel pertama yang tiba pada saat infeksi. Makrofaga adalah
sel serba guna yang terletak pada jaringan dan memproduksi susunan luas bahan kimia
termasuk enzim, protein komplemen, dan faktor pengaturan seperti interleukin 1.
Makrofaga juga beraksi sebagai pemakan, membersihkan tubuh dari sel mati dan
debris lainnya, dan sebagai sel penghadir antigen yang mengaktivasi sistem imun
adaptif.
Sel dendritik adalah fagosit pada jaringan yang berhubungan dengan lingkungan luar;
oleh karena itu, mereka terutama berada di kulit, hidung, paru-paru, perut, dan usus.
Mereka dinamai untuk kemiripan mereka dengan dendrit, memiliki proyeksi mirip
dengan dendrit, tetapi sel dendritik tidak terhubung dengan sistem saraf. Sel dendritik

merupakan hubungan antara sistem imun adaptif dan bawaan, dengan kehadiran
antigen pada sel T, salah satu kunci tipe sel sistem imun adaptif.
Mastosit terletak di jaringan konektif dan membran mukosa dan mengatur respon
peradangan. Mereka berhubungan dengan alergi dan anafilaksis. Basofil dan eosinofil
berhubungan dengan neutrofil. Mereka mengsekresikan perantara bahan kimia yang
ikut serta melindungi tubuh terhadap parasit dan memainkan peran pada reaksi alergi,
seperti asma. Sel pembunuh alami adalah leukosit yang menyerang dan
menghancurkan sel tumor, atau sel yang telah terinfeksi oleh virus.
Imunitas adaptif

Imunitas adaptif berevolusi pada vertebrata awal dan membuat adanya respon imun
yang lebih kuat dan juga memori imunologikal, yang tiap patogen diingat oleh tanda
antigen. Respon imun adaptif spesifik-antigen dan membutuhkan pengenalan antigen
"bukan sendiri" spesifik selama proses disebut presentasi antigen. Spesifisitas antigen
menyebabkan generasi respon yang disesuaikan pada patogen atau sel yang terinfeksi
patogen. Kemampuan tersebut ditegakan di tubuh oleh "sel memori". Patogen akan
menginfeksi tubuh lebih dari sekali, sehingga sel memori tersebut digunakan untuk
segera memusnahkannya.
Limfosit

Sel sistem imun adaptif adalah tipe spesial leukosit yang disebut limfosit. Sel B dan sel
T adalah tipe utama limfosit dan berasal dari sel batang hematopoietik pada sumsum
tulang. Sel B ikut serta pada imunitas humoral, sedangkan sel T ikut serta pada respon
imun selular.

Hubungan sel T dengan Major histocompatibility complex kelas I atau Major histocompatibility
complex kelas II, dan antigen (merah)

Baik sel B dan sel T membawa molekul reseptor yang mengenali target spesifil. Sel T
mengenali target bukan diri sendiri, seperti patogen, hanya setelah antigen (fragmen
kecil patogen) telah diproses dan disampaikan pada kombinasi dengan reseptor
"sendiri" yang disebut molekul major histocompatibility complex (MHC). Terdapat dua
subtipe utama sel T: sel T pembunuh dan sel T pembantu. Sel T pemnbunuh hanya
mengenali antigen dirangkaikan pada molekul kelas I MHC, sementara sel T pembantu
hanya mengenali antigen dirangkaikan pada molekul kelas II MHC. Dua mekanisme
penyampaian antigen tersebut memunculkan peran berbeda dua tipe sel T. Yang ketiga,
subtipe minor adalah sel T yang mengenali antigen yang tidak melekat pada reseptor
MHC.
Reseptor antigel sel B adalah molekul antibodi pada permukaan sel B dan mengenali
semua patogen tanpa perlu adanya proses antigen. Tiap keturunan sel B memiliki
antibodi yang berbeda, sehingga kumpulan resptor antigen sel B yang lengkap
melambangkan semua antibodi yang dapat diproduksi oleh tubuh.
Sel T pembunuh

Sel T pembunuh secara langsung menyerang sel lainnya yang membawa antigen asing atau
abnormal di permukaan mereka.

Sel T pembunuh adalah sub-grup dari sel T yang membunuh sel yang terinfeksi dengan
virus (dan patogen lainnya), atau merusak dan mematikan patogen. Seperti sel B, tiap
tipe sel T mengenali antigen yang berbeda. Sel T pembunuh diaktivasi ketika reseptor
sel T mereka melekat pada antigen spesifik pada kompleks dengan reseptor kelas I
MHC dari sel lainnya. Pengenalan MHC ini:kompleks antigen dibantu oleh co-reseptor
pada sel T yang disebut CD8. Sel T lalu berkeliling pada tubuh untuk mencari sel yang
reseptor I MHC mengangkat antigen. Ketika sel T yang aktif menghubungi sel lainnya,
sitotoksin dikeluarkan yang membentuk pori pada membran plasma sel, membiarkan
ion, air dan toksin masuk. Hal ini menyebabkan sel mengalami apoptosis. Sel T

pembunuh penting untuk mencegah replikasi virus. Aktivasi sel T dikontrol dan
membutuhkan sinyal aktivasi antigen/MHC yang sangat kuat, atau penambahan
aktivasi sinyak yang disediakan oleh sel T pembantu.
Sel T pembantu

Sel T pembantu mengatur baik respon imun bawaan dan adaptif dan membantu
menentukan tipe respon imun mana yang tubuh akan buat pada patogen khusus. Sel
tersebut tidak memiliki aktivitas sitotoksik dan tidak membunuh sel yang terinfeksi atau
membersihkan patogen secara langsung, namun mereka mengontrol respon imun
dengan mengarahkan sel lain untuk melakukan tugas tersebut.
Sel T pembantu mengekspresikan reseptor sel T yang mengenali antigen melilit pada
molekul MHC kelas II. MHC:antigen kompleks juga dikenali oleh reseptor sel pembantu
CD4 yang merekrut molekul didalam sel T yang bertanggung jawab untuk aktivasi sel T.
Sel T pembantu memiliki hubungan lebih lemah dengan MHC:antigen kompleks
daripada pengamatan sel T pembunuh, berarti banyak reseptor (sekitar 200-300) pada
sel T pembantu yang harus dililit pada MHC:antigen untuk mengaktifkan sel pembantu,
sementara sel T pembunuh dapat diaktifkan dengan pertempuran molekul
MHC:antigen. Kativasi sel T pembantu juga membutuhkan durasi pertempuran lebih
lama dengan sel yang memiliki antigen. Aktivasi sel T pembantu yang beristirahat
menyebabkan dikeluarkanya sitokin yang memperluas aktivitas banyak tipe sel. Sinyak
sitokin yang diproduksi oleh sel T pembantu memperbesar fungsi mikrobisidal makrofag
dan aktivitas sel T pembunuh. Aktivasi sel T pembantu menyebabkan molekul
diekspresikan pada permukaan sel T, seperti CD154), yang menyediakan sinyal
stimulasi ekstra yang dibutuhkan untuk mengaktifkan sel B yang memproduksi antibodi.
Sel T

Sel T memiliki reseptor sel T alternatif yang opposed berlawanan dengan sel T CD4+
dan CD8+ () dan berbagi karakteristik dengan sel T pembantu, sel T sitotoksik dan
sel NK. Kondisi yang memproduksi respon dari sel T tidak sepenuhnya dimengerti.
Seperti sel T 'diluar kebiasaan' menghasilkan reseptor sel T konstan, seperti CD1d yang
dibatasi sel T pembunuh alami, sel T mengangkang perbatasan antara imunitas
adaptif dan bawaan. Sel T adalah komponen dari imunitas adaptif karena mereka
menyusun kembali gen reseptor sel T untuk memproduksi perbedaan reseptor dan
dapat mengembangkan memori fenotipe. Berbagai subset adalah bagian dari sistem
imun bawaan, karena reseptor sel T atau reseptor NK yang dilarang dapat digunakan
sebagai reseptor pengenalan latar belakang, contohnya, jumlah besar respon sel T
V9/V2 dalam waktu jam untuk molekul umum yang diproduksi oleh mikroba, dan
melarang sel T V1+ T pada epithelium akan merespon untuk menekal sel epithelial.

Sebuah antibodi terbuat dari dua rantai berat dan dua rantai ringan. Variasi unik daerah
membuat antibodi mengenali antigen yang cocok.
Antibodi dan limfosit B

Sel B mengidentifikasi patogen ketika antibodi pada permukaan melekat pada antigen
asing. Antigen/antibodi kompleks ini diambil oleh sel B dan diprosesi oleh proteolisis ke
peptid. Sel B lalu menampilkan peptid antigenik pada permukaan molekul MHC kelas II.
Kombinasi MHC dan antigen menarik sel T pembantu yang cocok, yang melepas
limfokin dan mengaktivkan sel B. Sel B yang aktif lalu mulai membagi keturunannya (sel
plasma) mengeluarkan jutaan kopi limfa yang mengenali antigen itu. Antibodi tersebut
diedarkan pada plasma darah dan limfa, melilit pada patogen menunjukan antigen dan
menandai mereka untuk dihancurkan oleh aktivasi komplemen atau untuk
penghancuran oleh fagosit. Antibodi juga dapat menetralisir tantangan secara langsung
dengan melilit toksin bakteri atau dengan mengganggu dengan reseptor yang
digunakan virus dan bakteri untuk menginfeksi sel.
Imunitas adaptif alternatif

Walaupun molekul klasik sistem imun adaptif (seperti antibodi dan reseptor sel T) ada
hanya pada vertebrata berahang, molekul berasal dari limfosit ditemukan pada
vertebrata tak berahang primitif, seperti lamprey dan hagfish. Binatang tersebut
memproses susunan besar molekul disebut reseptor limfosit variabel yang seperti
reseptor antigen vertebrata berahang, diproduksi dari jumlah kecil (satu atau dua) gen.
Molekul tersebut dipercaya melilit pada patogen dengan cara yang sama dengan
antibodi dan dengan tingkat spesifisitas yang sama.
Memori imunologikal

Ketika sel B dan sel T diaktivasi dan mulai untuk bereplikasi, beberapa dari keturunan
mereka akan menjadi memori sel yang hidup lama. Selama hidup binatang, memori sel
tersebut akan mengingat tiap patogen spesifik yang ditemui dan dapat melakukan
respon kuat jika patogen terdeteksi kembali. Hal ini adaptif karena muncul selama
kehidupan individu sebagai adaptasi infeksi dengan patogen tersebut dan

mempersiapkan imunitas untuk tantangan di masa depan. Memori imunologikal dapat


berbentuk memori jangka pendek pasif atau memori jangka panjang aktif.
Memori pasif

Imunitas pasif biasanya berjangka pendek, hilang antara beberapa hari sampai
beberapa bulan. Bayi yang baru lahir tidak memiliki eksposur pada mikroba dan rentan
terhadap infeksi. Beberapa lapisan perlindungan pasif disediakan oleh ibu. Selama
kehamilan, tipe antibodi yang disebut IgG, dikirim dari ibu ke bayi secara langsung
menyebrangi plasenta, sehingga bayi manusia memiliki antibodi tinggi bahkan saat
lahir, dengan spesifisitas jangkauan antigen yang sama dengan ibunya. Air susu ibu
juga mengandung antibodi yang dikirim ke sistem pencernaan bayi dan melindungi bayi
terhadap infeksi bakteri sampai bayi dapat mengsintesiskan antibodinya sendiri.
Imunitas pasif ini disebabkan oleh fetus yang tidak membuat memori sel atau antibodi
apapun, tetapi hanya meminjam. Pada ilmu kedokteran, imunitas pasif protektif juga
dapat dikirim dari satu individu ke individu lainnya melalui serum kaya-antibodi.

Lama waktu respon imun dimulai dengan penemuan patogen dan menyebabkan formasi
memori imunologikal aktif.
Memori aktif dan imunisasi

Memori aktif jangka panjang didapat diikuti dengan infeksi oleh aktivasi sl B dan T.
Imunitas aktif dapat juga muncul buatan, yaitu melalui vaksinasi. Prinsip di belakang
vaksinasi (juga disebut imunisasi) adalah ntuk memperkenalkan antigen dari patogen
untuk menstimulasikan sistem imun dan mengembangkan imunitas spesifik melawan
patogen tanpa menyebabkan penyakit yang berhubungan dengan organisme tersebut.
Hal ini menyebabkan induksi respon imun dengan sengaja berhasil karena
mengeksploitasi spesifisitas alami sistem imun. Dengan penyakit infeksi tetap menjadi
salah satu penyebab kematian pada populasi manusia, vaksinasi muncul sebagai
manipulasi sistem imun manusia yang paling efektif.

Kebanyakan vaksin virus berasal dari selubung virus, sementara banyak vaksin bakteri
berasal dari komponen aselular dari mikroorganisme, termasuk komponen toksin yang
tidak melukai. Sejak banyak antigen berasal dari vaksin aselular tidak dengan kuat
menyebabkan respon adaptif, kebanyakan vaksin bakter disediakan dengan
penambahan ajuvan yang mengaktifkan sel yang memiliki antigen pada sistem imun
bawaan dan memaksimalkan imunogensitas.

Anda mungkin juga menyukai