Anda di halaman 1dari 6

Su et al.

BMC Cancer (2015) 15:429


DOI 10.1186/s12885-015-1442-3

Leukopenia dan keberhasilan pengobatan pada


karsinoma faring yang lanjut
Zhen Su1+, Yan Ping Mao+, Pu-Yun OuYang1, Jie Tang1, Xiao-Wen Lan1 and Fang-Yun Xie1,2*
Abstract
Background: leukopenia atau neutropenia selama kemoterapi memberikan kemungkinan hidup
yang lebih besar pada beberapa kanker. Kita
Metode: kami menganalisis 3826 pasien secara retropekstif dengan ANPC yang mendapatkan
kemoterapi. Leukopenia dikategorikan sebagai patokan dari tingkat terburuk selama pengobatan
berdasarkan National Center Institute Common Toxicity Criteria versi 4.0: tidak terdapat
leukopenia (grade 0), Leucopenia ringan (grade 1-2), dan leukopenia berat (grade3-4). Hubungan
antara leukopenia dan kemungkinan bertahan hidup diperkirakan berdasarkan Cox proportional
hazards model.
Hasil: Dari 3826 pasien, 2511 (65,6%) berkembang menjadi leukopenia ringan (grade 1-2) dan
807 (21,1%) berkembang menjadi leukopenia berat (grade3-4) selama pengobatan; 508 (13,3%)
tidak mengalami leukopenia. Model multivariate Cox yang dimana termasuk didalamnya
leukopenia memdominasi hazard ratio (HR) dari kematian pasien dengan leukopenia ringan
ataupun berat yaitu masing-masing 0,69 [95% confidence interval (95% Cl) 0.56-0.85, p<0.001]
dan 0,75 (95% Cl 0.59-0.95, p=0.019); HR dari pasien metastasis jauh dengan leukopenia ringan
dan berat masing-masing adalah 0.77 (95% Cl 0.61-0.96, p= 0.023) dan 0,99 (95 % Cl 0.771.29, p= 0,995). Leukopenia tidak mempunyai efek locoregional relapse.
Kesimpulan: hasil penelitian menunjukkan leukopenia ringan selama kemoterapi dihubungkan
dengan peningkatan rata-rata kemungkinan hidup dan metastasis jauh-kemungkinan bertahan
hidup pada ANPC. Leukopenia ringan bisa mengindikasikan dosis yang tepat selama terapi. Kita
bisa meidentifikasi pasien yang mendapatkan manfaat dari kemoterapi jika pasien mengalami
leukopenia selama terapi. Percobaan prospektif dibutuhkan untuk menilai dosis yang diberikan
berdasarkan terjadinya leukopenia yang mana bisa meningkatkan keberhasilan dalam kemoterapi

Latar Belakang
Kanker Nasofaringeal (KNF) merupakan jenis yang berbeda dari kanker pada kepala dan
leher. Tingkat kejadian sebesar 20-30 per 100.000 penduduk di daerah endemis China selatan
dan Asia Tenggara [1-3]. Radioterapi merupakan pengobatan utama, ditambah dengan
kemoterapi ketika diperlukan dan disesuaikan dengan stadium klinis. Dengan perkembangan dari
diagnosis dengan pencitraan, regimen dari kemoterapi, obat yang ditargetkan dan teknik
radioterapi terutama penggunaan dari IMRT (Intensity Modulated Radiation Therapy),
kelangsungan hidup penderita Kanker Nasofaring meningkat secara signifikan [4-6]. Namun, 1020 % pasien dengan kanker nasofaring lanjut berkembang menjadi metastasis yang luas setelah
kemoterapi yang radikal. Sehingga metastasis yang luas merupakan alasan utama kegagalan
dalam terapi. Untuk mengurangi terjadinya metastasis yang lebih luas, pemberian kemoterapi
dalam waktu yang berbeda lebih disarankan untuk kanker nasofaring yang lebih lanjut
berdasarkan pedoman NCCN ( National Comprehensive Cancer Network) [7]. Pada versi 2014
dari pedoman NCCN, kategori dari induksi atau kemoterapi yang adjuvant dari kanker
nasofaring telah berubah. Kategori untuk induksi kemoterapi dari kanker nasofaring berubah dari
kategori 2A menjadi kategori 3A. kategori untuk terapi adjuvant cisplatin + RT diikuti dengan
pemberian cisplatin/5-FU telah diubah dari sebelumnya yang merupakan kategori 1 menjadi
kategori 2A dan cisplatin + RT diikuti dengan pemberian carboplastin/5-FU telah diubah dari
sebelumnya yang merupakan kategori 2A menjadi kategori 2B
Supresi sumsum tulang merupakan efek samping yang umum terjadi daripada obat
sitotoksik dan bisa menjadi ukuran biologis aktivitas dari obat dan mampu memprediksi
keberhasilan dari pengobatan [8-9]. Leucopenia atau neutropenia selama pengobatan merupakan
fenomena yang umum dari supresi sumsum tulang. Beberapa studi melaporkan bahwa
leucopenia atau neutropenia merupakan factor prognostic yang dapat memberikan gambaran
klinis hasil yang lebih baik dari beberapa tumor seperti, kanker payudara [10-12], kanker
kolorektum [13,14], kanker gastric yang lebih luas [15-17], kanker paru-paru [18-20] dan
limfoma Hodgkin [21]. Selain dari itu dilaporkan hasilnya berbeda [22, 23]. Namun,peranan
dalam prediksi (estimasi manfaat dari kemoterapi) atau prognosis (perkiraan kemungkinan
bertahan hidup) dari leucopenia pada kanker nasofaring yang lanjut belum ditetapkan.

maka kita bertujuan untuk menyelidiki hubungan antara leucopenia selama pengobatan dan
kemungkinan bertahan hidup dari kanker nasofaring yang lanjut dan memberikan bukti-bukti
melalui statistic analisis yang teliti dari serangkaian besar subjek dengan kanker nasofaring yang
lanjut, dan manfaat dari hitung leukosit sebagai penanda dari keberhasilan dalam pengobatan.

Metode
Pasien dan metode
Kami secara retropektif mengumpulkan 3939 kasus diagnosis kanker nasofaring baru dari
januari 2005 sampai desember 2010 yang dirawat di Departement Kanker Nasofaring
Universitas Sun Yat-Sen Pusat Kanker. 113 pasien dikeluarkan karena alasan yang berbeda,
fungsi hati yang abnormal, fungsi ginjal yang abnormal dan control gula darah yang tidak
memuaskan dan sebagainya. 3826 pasien dimasukkan dalam studi. Universitas Sun Yat-Sen
Pusat Kanker Instituional Review Board (IRB) dan komite etik mengulas kembali dan
menyetujui daripada penelitian yang dilakukan. Penelitian ini bersifat retrospektif. Catatan medis
pasien tidak diketahui dan tidak diidentifikasi untuk penelitian.
Evaluasi sebelum terapi meliputi riwayat dahulu pasien yang lengkap, pemeriksaan fisik,
hematologi dan profil biokimia, MRI nasofaring dan leher, foto thorax, USG abdomen, bone
emission computed tomography (ECT) dan CT scan abdomen dan thorax jika diperlukan.
Pengobatan
Strategi pengobatan untuk semua pasien berdasarkan pedoman National Comprehensive
Cancer Network [24,25]. Semua pasien dirawat dengan intensity-modulated RT (IMRT) atau
conventional RT (CRT) dengan kemoterapi. Teknik radiasi dan regimen kemoterapi telah
dijelaskan sebelumnya [26,27].
Pemeriksaan Laboratorium
Kami melakukan pemeriksaan hitung leukosit dan neutrophil untuk semua pasien dalam
waktu dua minggu sebelum terapi dan setidaknya sekali dalam seminggu selama pengobatan.
Tingkat yang paling berat dari leukopenia berdasarkan dari hitung leukosit terendah yang tercatat

dari pasien antara hari pertama pengobatan dan satu minggu setelah pengobatan selesai, dan
dibagi dalam tingkatan berdasarkan National Cancer Institute Common Toxicity Criteria versi
4.0. pasien dibagi menjadi: tidak ditemukan leucopenia (grade 0), leukopenia ringan (grade 1-2),
dan leukopenia berat (grade 3-4). Indikasi untuk menggunakan granuloscyte colony-stimulating
factor (G-CSF) tidak spesifik; ini biasanya digunakan pada grade 3-4 atau febrile leukopenia dan
tidak digunakan untuk profilaksis.
Follow-up
Pasien secara teratur diikuti setelah RT sampai meninggal atau follow up terakhirnya.
Kunjungan klinik dijadwalkan setiap tiga bulan untuk tiga tahun pertama, setiap enam bulan
selama tahun keempat dan kelima, dan setiap setahun sekali setelah lima tahun. Pada pasien
dilakukan pemeriksaan fisik dan nasofaringoskopi setiap kunjungan. MRI nasofaring dan leher,
foto thorax, USG abdomen dan ECT dilakukan setelah RT atau berdasarkan indikasi klinis.
Durasi dilakukannya follow up dihitung dari hari pertama terapi sampai pasien meninggal atau
hari terakhir pemeriksaan.
Analisis Statistik
Kami memperkirakan tahap akhir (interval dari penetapan tindakan pertama): overall survival
(OS), locoreginal relapse-free survival (LRFS), dan distant metastasis-free survival (DMFS).
Kurva kemungkinan bertahan hidup pasien diperkirakan menggunakan metode Kaplan-Meier
dan dibandingkan dengan menggunakan tes log-rank. Analisis multivariate dilakukan dengan
menggunakan COX proportional hazard model. Kami menggunakan chi-square test dan KruskalWallis H test untuk menilai hubungan yang signifikan antara variable kategori dan ketiga
kelompok. Semua tes statistic merupakan 2-tailed; p , 0,05 dianggap signifikan secara statisik.
Semua tes dilakukan dengan menggunakan IBM SPSS versi 20.0.0 (IBM Corporation, Armonk,
NY, USA).

Hasil
Karakteristik Pasien
Tabel 1 merupakan daftar karakteristik pasien. Kami meneliti 3826 pasien ( 2873 laki-laki;
953 perempuan). Rata-rata umur saat terdiagnosis untuk pasien

laki-laki adalah 46 tahun

(kisaran 20-84 tahun); sedangkan untuk perempuan adalah 44 tahun (kisaran 20-76 tahun). CRT
dan IMRT diberikan masing-masing untuk 2583 dan 1243 pasien. Induksi chemotherapyi (IC)
diberikan untuk 1073 pasien, concurrent chemoteraphy (CC) untuk 1291 pasien, IC ditambah CC
untuk 1255 pasien dan CC ditambah adjuvant kemoterapi (CC+AC) untuk 207 pasien. Kami
memberikan <4 dan >4 siklus kemoterapi masing-masing untuk 2364 (61,8%) dan 1462 (38,2%)
pasien. Tidak ada perbedaan signifikan yang dapat diamati untuk usia, klasifikasi T, klasifikasi N
dan stadium klinis. Ditemukan perbedaan signifikan pada hitung leukosit sebelum terapi, tipe
kemoterapi, siklus kemoterapi, tipe dari RT, jenis kelamin, dan penggunaan paclitaxel (ya atau
tidak) pada kelompok yang dibandingkan (all p<0,05). Pada pasien yang terjadi leukopenia
selama pengobatan mempunyai hitung leukosit yang lebih rendah sebelum pengobatan (p<
0.001). lebih banyak pasien perempuan yang mengalami leukopenia (perempuan vs laki-laki,
90,1% vs. 85,3%, p< 0.001); pasien yang menggunakan paclitaxel sepertinya lebih dapat
mengalami leukopenia berat (31,4% vs. 18,4%, p< 0.001).
Rata-rata OS adalah 52.6 bulan (kisaran 3.07-113.0 bulan); 10,9% pasien (417/3826)
berkembang menjadi locoregional relapse, 16,5% (633/3826) berkembang menjadi metastasis
luas, dan 19.0% (727/3826) meninggal. Lima tahun dilakukan OS, LRFS, dan DMFS
perhitungan untuk semua populasi masing-masing adalah 80.70%, 87.9% dan 82.1%.
Selama pengobatan, 2511 pasien (65.6%) berkembang menjadi leukopenia ringan (grade 12) dan 807 pasien (21.1%) berkembang menjadi leukopenia berat (grade 3-4); sisanya 508
(13.3%) tidak terjadi leukopenia.
Analisis Kemungkinan Bertahan Hidup meliputi Leukopenia

Tabel 2 menunjukkan analisis univariate dari dasar dan karakteristik klinis sebagai factor
prognostic, meliputi leukopenia. Kurva Kaplan-Meier berdasarkan beratnya leukopenia
menunjukkan bahwa OS dan DMFS yang lebih baik pada pasien dengan leukopenia dan
leukopenia tersebut tidak mempunyai efek yang signifikan pada LFRS (Fig. 1). Kemungkinan
bertahan hidup dalam lima tahun pada pasien tanpa leukopenia, leukopenia ringan dan
leukopenia berat masing-masing 75,5%, 81,9%, dan 80,5%. (leukopenia ringan vs tanpa
leukopenia, p = 0.001; leukopenia berat vs tanpa leukopenia, p = 0.03; leukopenia ringan vs
leukopenia berat, p = 0.314). kemungkinan hidup pasien dengan metastasis luas ialah masingmasing pasien tanpa leukopenia, leukopenia ringan dan leukopenia berat yaitu 79,7%, 83,7% dan
78,9%. (Leukopenia ringan vs tanpa leukopenia, p = 0.038; leukopenia berat vs tanpa
leukopenia, p = 0.927; leukopenia ringan vs leukopenia berat, p = 0.007).

Anda mungkin juga menyukai