Creeping Eruption
Creeping Eruption
Ancylostoma ceylonicum
Ancylostoma tubaeforme (cacing tambang kucing)
Necator americanus (cacing tambang manusia)
Strongyloides papillosus (parasit domba, kambing dan sapi)
Strongyloides westeri (parasit kuda)
Ancylostoma duodenale
Pelodera (Rhabditis) strongyloides (Aisah, 2007).
D. Patogenesis
Creeping eruption disebabkan oleh berbagai spesies cacing tambang
binatang yang didapat saat terjadi kontak langsung antara kulit dengan tanah
yang terkontaminasi feses anjing atau kucing. Hospes normal cacing tambang
ini adalah kucing dan anjing. Telur cacing diekskresikan ke dalam feses,
kemudian menetas pada tanah berpasir yang hangat dan lembab. Kemudian
terjadi pergantian bulu dua kali sehingga menjadi bentuk infektif (larva
stadium tiga). Manusia yang berjalan tanpa alas kaki dan terinfeksi secara
tidak sengaja oleh larva dimana larva menggunakan enzim protease untuk
menembus melalui folikel dan fisura. Biasanya migrasi dimulai dalam waktu
beberapa hari. Larva stadium tiga akan menembus kulit manusia dan
bermigrasi beberapa centimeter
germinativum dan stratum korneum. Larva ini menetap di kulit dan berjalanjalan tanpa tujuan sepanjang dermoepidermal. Hal ini menginduksi reaksi
inflamasi eosinofilik. Setelah beberapa jam atau hari akan timbul gejala di
kulit. Manusia merupakan hospes accidental dan larva tidak mempunyai
enzim kolagenase yang cukup untuk penetrasi membran basalis sampai ke
dermis, sehingga penyakit ini menetap di kulit saja. Enzim proteolitik yang
disekresi larva akan menyebabkan inflamasi yang akhirnya terjadi rasa gatal
dan progresi lesi. Meskipun larva tidak bisa mencapai intestinum untuk
melengkapi siklus hidup, larva seringkali migrasi ke paru-paru sehingga
terjadi infiltrat paru. Pasien dengan keterlibatan paru-paru didapat larva dan
eosinofil pada sputumnya. Kebanyakan larva tidak mampu menembus lebih
dalam dan mati setelah beberapa hari sampai beberapa bulan (Kim, 2006).
kasus creeping eruption bisa terjadi sindrom loeffler namun jarang dijumpai
(Lydia, 2008).
Gambar 2. Gambaran
Klinis dari Cutaneus Larva
Migrans.
F.
Diagnosis
Berdasarkan
yang
khas,
bentuk
yakni
F. Diagnosis
1. Pemeriksaan Kulit
Dari pemeriksaan kulit biasanya berlokasi di genitalia eksterna, sekitar
anus, perineum dan bokong dengan efflorensi makula eritematosa dengan
permukaan kasar tak rata, jika sudah lama akan menjadi granuloma
merah di sekitar anus.
2. Gambaran Hisopatologi
Pemeriksaan Serologi.
4. Diagnosis Banding
Granuloma Inguinale, limfogranuloma venereum atau tuberkulosis
mukokutan bahkan karsinoma rektum harus dipikirkan sebagai diagnosis
banding.
G. Penatalaksanaan
-
H. Prognosis
Prognosis pada penyakit ini adalah baik.
KESIMPULAN
1. Cutaneous larva migrans (CLM) adalah penyakit kulit pada manusia
disebabkan oleh berbagai larva nematoda parasit pada anjing dan kucing,
yang paling umum adalah Ancylostoma braziliense dan Ancylostoma
caninum.
2. CLM dapat diterapi dengan beberapa cara yang berbeda, yaitu: terapi
sistemik (oral) atau terapi topikal. Berdasarkan beberapa penelitian yang
ada terapi sistemik merupakan terapi yang terbaik karena tingkat
keberhasilannya lebih baik daripada terapi topikal.
3. Amebiasis kutis adalah infeksi amuba ke dalam kulit dengan gejala
gejala khas. Dari pemeriksaan kulit biasanya berlokasi di genitalia
eksterna, sekitar anus, perineum dan bokong dengan efflorensi makula
eritematosa dengan permukaan kasar tak rata, jika sudah lama akan
menjadi granuloma merah di sekitar anus.
4. Penatalaksanaan amebiasis kutis dengan pemberian emetin 1 mg/kgBB
selama 10 14 hari, diiodohidroksikuinolin atau tetrasiklin juga berkhasiat
baik, jika tidak berhasil dengan emetin.
Referensi
Aisah, S. 2007. Creeping Eruption dalam Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi
Kelima. Penerbit Fakultas Kedokteran FKUI. Hal: 125-6.
Aisah, Siti. 2008. Creeping Eruption, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ke
5. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta : Balai Penerbit FK
UI. Hal: 1256.
Anonymous. 2013. Clinical Presentation in Humans. Diunduh dari
www.stanford.edu/group/parasites/parasites2002/cutaneous_larva_migrans/c
linical%20presentation.html. Diakses tanggal : 4 April 2013.
Djuanda, A. et al.. 2007. Ilmu penyakit Kulit dan Kelamin. 7th ed. Jakarta: FKUI.
Dugdale,DC.
2008.
Creeping
Eruption.
Diunduh
dari:
www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/001454.htm . Diakses tanggal: 4
April 2013.
Emmy dkk. 2005. Creeping Eruption, Penyakit Kulit yang Umum di Indonesia,
Sebuah Panduan Bergambar. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Jakarta : PT Medical Multimedia Indonesia. Hal 71.
Jusych, LA. Douglas MC. 2012. Cutaneous Larva Migrans: Overview, Treatment
and Medication. Diunduh dari: www.emedicine.com. Diakses tanggal: 4
April 2013.
Kim, Lee Sohn. 2006. Three clinical cases of cutaneous larva migrans.
Korean JParasitol. June; 44 (2):145-149.
Lydia, M. 2008. Cutaneous larva migran. Emedicine (online). Diunduh dari:
http://emedicine.medscape.com. Diakses tanggal: 4 April 2013.
Siregar, R.S. 2004. Creeping Eruption, Saripati Penyakit Kulit. Edisi ke 2.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran, EGC. Hal 172.