Laryngopharyngeal Reflux
OLEH :
FARIZKY BASKORO
1102011100
PEMBIMBING
dr. Budhy P. Sp.THT-KL, M.kes
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penyusun panjatkan ke Tuhan Yang Maha Esa, yang dengan pertolonganNya, referat yang berjudul Laryngopharyngeal Reflux dapat selesai disusun. Referat ini
disusun sebagai sarana diskusi dan pembelajaran, serta diajukan guna untuk memenuhi
persyaratan penilaian di kepaniteraan klinik Ilmu Penyakit THT RSUD Kota Cilegon.
Penghargaan dan rasa terima kasih disampaikan kepada dr. Budhy P, Sp.THT-KL, M.kes
yang telah memberikan dorongan, bimbingan dan pengarahan dalam pembuatan referat ini.
Penyusun juga ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu baik
secara langsung maupun tidak langsung dalam menyelesaikan referat ini.
Penyusun menyadari bahwa dalam referat ini masih jauh dari sempurna, baik mengenai
isi, susunan bahasa, maupun kadar ilmiahnya. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan pengetahuan
dan pengalaman dari penyusun dalam mengerjakan referat ini. Oleh karena itu penyusun
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan referat ini.
Semoga referat ini memberikan informasi bagi masyarakat dan bermanfaat untuk pengembangan
ilmu pengetahuan bagi kita semua.
Akhir kata dengan mengucapkan Alhamdulillah, semoga Allah SWT selalu meridhoi kita
semua dan semoga tulisan ini bermanfaat bagi kita semua.
Penyusun
Daftar isi
Kata pengantar
Daftar isi
.... 3
Bab I Pendahuluan
............................................................................................................21
Daftar pustaka
...........................................................................................................22
BAB I
PENDAHULUAN
Refluks menurut literatur adalah aliran balik. Kata ini diambil dari bahasa
latin yaitu re yang bermakna balik atau kembali dan fluere yang artinya
mengalir. Refluks Laring Faring/ Laryngopharyngeal Reflux (LPR) dapat
didefinisikan sebagai pergerakan asam lambung secara retrograd menuju
faring dan laring serta saluran pencernaan atas. LPR dapat menyebabkan
iritasi dan perubahan pada laring.1,2
Pada tahun 1996, Koufman3 dkk memperkenalkan istilah penyakit
refluks laring faring (LPR) untuk penyakit ini. Amerika Serikat beranggapan
LPR merupakan bentuk lain dari Gastroesophageal Reflux Disease (GERD)
karena pada pasien LPR tidak perlu ditemukan gejala spesifik GERD seperti
rasa panas di dada (heartburn) dan regurgitasi. Lebih jauh lagi pada
kebanyakan pasien dengan LPR refluks asam di esofagus bagian bawah
normal dan pasien LPR tidak didiagnosis sebagai GERD.
Walaupun
penyebab
kedua
penyakit
tersebut
sama,
LPR
harus
rusak
karena
intubasi
sehingga
mempermudah
progesifitas
menjadi
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. ANATOMI
kaitan ini, maka laring membentuk trakea dan berbeda dari bangunan
berlubang lainnya. Laring masih terbuka kecuali bila pada saat tertentu
seperti adduksi pita suara saat berbicara atau menelan. Pita suara terletak di
dalam laring, oleh karena itu ia sebagai organ pengeluaran suara yang
merupakan jalannya udara antara faring dan laring.
Bagian laring sebelah atas luas, sementara bagian bawah sempit dan
berbentuk silinder. Kartilago laring merupakan kartilago yang paling besar
dan berbentuk V yaitu kartilago tiroid. Kartilago ini terdiri dari dua kartilago
yang cukup lebar, dimana pada bagian depan membentuk suatu proyeksi
subkutaneus yang dikenal sebagai Adams Apple atau penonjolan laringeal.
Kartilago ini menempel pada tulang lidah melalui membrana hyotiroidea,
suatu lembaran ligamentum yang luas dan terhadap kartilago krikoid oleh
suatu elastic cone suatu ligamentum yang sebagian besar terdiri dari
jaringan elastik berwarna kuning. Kartilago krikoid lebih kecil tapi lebih tebal
terdiri dari cincin depan, tetapi meluas ke dalam suatu struktur menyerupai
plat untuk membentuk bagian bawah dan belakang laring. Kartilago
arytenoid berjumlah dua buah terletak pada batas atas dari bagian yang luas
sebelah posterior krikoid. Kartilago ini kecil dan berbentuk piramid.
\
Gambar 1. Anatomi Laring
laring
baik
yang
memisahkan
vokal
fold
atau
yang
Faring
atau
tenggorok
merupakan
struktur
menyediakan
seperti
saluran
tuba
pada
yang
traktus
2.3. EPIDEMIOLOGI
Kejadian refluks sering ditemukan di Negara-negara barat dengan angka
kejadian 10-15% dan umumnya mengenai usia diatas 40 tahun (35%). Hal ini
berhubungan dengan pola konsumsi masyarakat barat, olahraga genetik dan
kebiasaan berobat. Qadeer dkk5 pada tahun 2005 menyebutkan bahwa
prevalensi
gejala
yang
berhubungan
dengan
LPR
adalah
15-20%.
Diperkirakan lebih dari 15% pasien yang datang ke spesialis THT disebabkan
oleh manifestasi dari LPR. Vaezi dkk 6 pada tahun 2006 menyebutkan bahwa
insiden GERD yang berhubungan dengan gejala THT sekitar 10% di praktek.
Pada penelitian terdahulu menunjukkan bahwa prevalensi GERD pada
populasi China lebih rendah dibandingkan dengan populasi negara-negara
barat. Hal ini kemungkinan disebabkan perbedaan kebiasaan diet, perbedaan
bentuk tubuh, genetik, dan perilaku kesehatan.10 Di Amerika Serikat GERD
adalah kelainan yang umum dijumpai. Sebesar 50% orang dewasa menderita
GERD dan diperkirakan 4-10% kelainan laring kronis non spesifik di klinik THT
berhubungan dengan penyakit refluks. Tidak ditemukan predileksi ras pada
penyakit refluks. Namun prevalensi pria dibandingkan wanita yaitu 55% dan
meningkat pada usia lebih dari 44 tahun.3
2.4. ETIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI
Penyebab LPR adalah adanya refluks secara retrograd dari asam lambung
atau isinya seperti pepsin kesaluran esofagus atas dan menimbulkan cedera
mukosa karena trauma langsung.3 Sehingga terjadi kerusakan silia yang
menimbulkan tertumpuknya mukus, aktivitas mendehem dan batuk kronis
akibatnya akan sebabkan iritasi dan inflamasi.4
Patofisiologi LPR sampai saat ini masih sulit dipastikan. Seperti yang
diketahui mukosa faring dan laring tidak dirancang untuk mencegah cedera
langsung akibat asam lambung dan pepsin yang terkandung pada refluxate.
Laring lebih rentan terhadap cairan refluks dibanding esofagus karena tidak
mempunyai
mekanisme
pertahanan
ekstrinsik
dan
instrinsik
seperti
esofagus.3
Dua mekanisme yang dianggap sebagai penyebab REE atau LPR akibat PRGE
ialah
12
dua
otot
spingter
yang
terletak
pada
esophagus,
Lower
asam menuju ke esophagus. Jika ini terjadi dua kali ataupun lebih dalam
seminggu, itu bisa merupakan tanda dari penyakit gastroesofaggeal refluks,
atau GERD. Tetapi apa yang terjadi ketika UES yang tidak berfungsi secara
benar, seperti pada LES, jika UES tidak berfungsi secara benar, asam yang
mengalir balik menuju esophagus menuju tenggorokan dan pita suara. Ketika
ini terjadi, maka inilah yang dikatakan dengan laringofageal refluks atau LPR.
2.5. GEJALA
Pasien LPR sering datang ke ahli THT dengan keluhan tenggorok rasa nyeri
dan kering, rasa panas di pipi, sensasi ada yang menyumbat (globus
sensation), kelainan laring dengan suara serak, batuk kronik, asma.
Sedangkan pada bayi dan anak sering dibawa ke ahli THT dengan gejala dan
kelainan rinosinusitis kronik, batuk kronik, suara serak, sering meludah, rasa
tercekat di faring (globus pharyngeus), disfagia orofaring, otitis media
rekuren, batuk berulang atau batuk spasme, kelainan laring seperti
laringomalasia, stridor, dan pseudolaringomalasia, stenosis subglotis
7.
2.6. DIAGNOSA
Ditegakkan berdasarkaan riwayat penyakit (Reflux Symptoms Index/RSI) dan
pemeriksaan Laring (Reflux Finding Score/ RFS). Akan tetapi pemeriksaan
penunjang sering digunakan untuk menegakkan diagnosis.3 Pemeriksaan
penunjang yang dilakukan untuk menegakkan diagnosa LPR adalah 24 hour
Ph monitoring dengan double/triple probe, minimal menggunakan 1 probe di
atas sfingter esofagus atas. Pemeriksaan laringoskopi fleksibel fiberoptik,
videolaringoskopi, video stroboskopi dan laringoskopi kaku merupakan
pemeriksaan yang sensitif terhadap refluks laringofaring 7.
11
a. Riwayat Penyakit
Hal yang penting ditanyakan apakah ada perubahan suara terutama
perubahan suara yang intermitten di siang hari. Jika ada keluhan ini perlu
ada kecurigaan akan LPR. Gejala lain yang sering dikeluhkan pasien adalah
1
ditanyakan
apakah
pasien
mempunyai
masalah
pernafasan
dan
perubahan suara.1 Asma dan sinusitis dapat merupakan gejala lain LPR.
Refluks sering dianggap sebagai faktor yang dapat mencetuskan asma.
Pada pasien yang asam lambungnya dapat ditekan terlihat ada perbaikan
fungsi paru dan perbaikan keluhan pada kasus asma 78%. 1 Gejala-gejala
esofagus yang dapat ditemui pada pasien LPR seperti rasa seperti
terbakar di dada 37 % dan regurgitasi 3%.3 riwayat mengkonsumsi obat
gastritis
seperti
antasida
perlu
ditanyakan
serta
riwayat
suka
12
13
Belfasky
(2002)
membuat
tabel
penilaian
gejala
LPR
melalui
14
Gambar 6. Granuloma
Udem subglotik (Pseudosulkus vokalis-gambar 7) ditemui pada 90%
kasus, adalah udem subglotik dimulai dari komissura anterior meluas sampai
laring posterior.2 Obliterasi ventrikel (gambar 8) ditemukan pada 80% kasus.
Dinilai menjadi parsial atau komplit. Pada obliterasi parsial ditemukan
gambaran pemendekan jarak ruang ventrikel dan batas pita suara palsu
memendek. Sedangkan paada keadaan komplit ditemukan pita suara asli
dan palsu seperti bertemu dan tidak terlihat adanya ruang ventrikel.2
15
lebih berat dan menetap sedangkan nilai 4 (gradasi sangat berat) jika
ditemukan degenerasi polipoid pita suara.2
16
keadaan
keluhan
pasien
LPR
pemeriksaan
dengan
tetapi
klinis
pada
tidak
ada
dalam
karena
mendiagnosis
pemeriksaan
ini
dapat
Gambar 9. Monitoring pH
24 jam
menentukan
adanya LPR atau GERD. Pajanan asam esofagus bagian distal yang
abnmormal dapat dicatat pada posisi tegak dan tidur telentang,
menunjukkan bahwa ada aspirasi, sehingga dapat dikatakan gejala
otolaringologi diakibatkan oleh PRGE.
Kelemahan pemeriksaan ini adalah mahal, invasif dan tidak
nyaman dan dapat ditemukan hasil negative palsu sekitar 20%. Hal ini
dikarenakan pola refluks pada pasien LPR yang intermittent atau
berhubungan dengan gaya hidup sehingga kejadian refluks dapat
tidak terjadi saat pemeriksaan. Pemeriksaan ini hanya dapat menilai
refluks
asam
sedangkan
refluks
non
asam
tidak
terdeteksi.
dapat
membantu
dalam
awal
pada
pasien
dengan
suspek
PRGE
dengan
17
medik.
4. Pemeriksaan Videostroboskopi
Pemeriksaan video laring dengan menggunakan endoskop sumber
cahaya xenon yang diaktifasi oleh pergerakan pita suara. Gambaran
ini dapat dilihat dengan gerakan lambat.
5. Pemeriksaan Histopatologi
Pada biopsi laring ditemukan gambaran hyperplasia epitel skuamosa
dengan inflamasi kronik pada submukosa. Gambaran ini dapat
berkembang menjadi atopi dan ulserasi epitel serta penumpukan
fibrin, jaringan granulasi dan fibrotik didaerah submukosa.4
6. Barium Esofagografi
Pemeriksaan Barius esofagogram dengan kontras ganda berguna
untuk:
- Menilai penebalan lipatan mukosa esofagus, adanya erosi atau
-
ulkus;
Menentukan hernia hiatus, sehingga SEB berada di atas diafragma;
Menentukan barium ke atau di atas karina atau ke dalam rongga
toraks, sehingga diduga terjadi aspirasi yang merupakan petunjuk
Banyak fakyor yang mempengaruhi keadaan GERD dan LPR yaitu sensitifitas
jaringan, keadaan fungsi sfingter esofagus dan lamanya paparan. Mekanisme
pasti LPR masih belum dapat disimpulkan dengan pasti. Akan tetapi yang
dianggap berperan seperti disfungsi sfingter esofagus atas dan berkaitan
erat dengan posisi badan tegak. Berbeda pada GERD dimana keluhan sering
timbul saat berbaring dan berhubungan dengan kelainan sfingter esofagus
bawah. Perbedaan lain yang mencolok adalah keluhan rasa terbakar di dada
dan esofagitis sangat jarang ditemukan pada kasus LPR dibandingkan
dengan GERD. Keluhan rasa terbakar di dada ditemukan kurang dari 40%
kasus LPR sedangkan gejala esofagitis hanya 25%. 1 Pada LPR refluks bersifat
intermiten dengan motilitas esofagus yang normal sedangkan GERD refluks
bersifat lebih lama dengan gangguan motilitas esofagus sering ditemukan.
Refluks pada LPR sering terjadi pada siang sedangkan kasus GERD,
refluks biasanya malam hari. Defek sfingter esofagus bawah dijumpai pada
GERD sedangkan pada LPR terjadi disfungsi sfingter atas esofagus. Dari segi
pengobatan kedua penyakit ini mirip namun medikamentosa LPR lebih lama
dan agresif dibandingkan penanganan GERD.
2.8.
PENATALAKSANAAN
Diet
o Rendah lemak, tinggi protein
o Hindari makanan spesifik yang mengiritasi esofagus dan
lambung, jus citrus, produk tomat, kopi, teh, alkohol, cola,
bawang;
o Tidak makan 2 jam sebelum tidur;
o Hindari coklat (dapat menurunkan tekanan SEB);
o Hindari makanan pedas
2. Terapi Farmakologik
Ada 4 kategori golongan obat yang digunakan untuk penggunaan terapi
LPR, yaitu antisekretorik yang terdiri dari PPI (proton pump inhibitor) atau
H2-receptor antagonist, prokinetik, dan sitoprotektan
. Proton Pump
pasien
dengan
refluks
laringofaring
dan
mnifestasi
kerusakan
mukosa
dan
mencegah
aktivitas
pepsin,
.
Obat prokinetik yang dapat digunakan untuk terapi LPR adalah
berupa
antagonis
dopamine,
dapat
memperbaiki
Cisapride
adalah
obat
kolinergik
pilihan
yang
dapat
dan
sedatif
dari
Metoclopramide,
dapat
menekan
tekanan SEB;
Mengurangi diameter esofagus;
Mengatasi distensi lambung (gaster distention).
21
KOMPLIKASI
PROGNOSIS
Angka keberhasilan terapi cukup tinggi bahkan sampai 90%, dengan catatan
terapi harus diikuti dengan modifikasi diet yang ketat dan gaya hidup. Dari
salah satu kepustakaan menyebutkan angka keberhasilan pada pasien
dengan laryngitis posterior berat sekitar 83% setelah diberikan terapi 6
minggu dengan omeprazol. Dan sekitar 79% kasus alami kekambuhan
22
setelah
berhenti
berobat.
Sedangkan
prognosis
keberhasilan
dengan
BAB III
KESIMPULAN
23
DAFTAR PUSTAKA
24
MF
et
al.
Treatment
of
chronic
posterior
laryngitis
with
dalam
Buku
Ajar
Ilmu
Kesehatan
Telinga,
Hidung,
25