Anda di halaman 1dari 8

Analisis Rasio HMSP

1. Rasio Profitabilitas - Return on Sales


a. Gross Profit Margin
Ratio gross profit margin mencerminkan atau menggambarkan laba kotor yang dapat
dicapai setiap rupiah penjualan, atau bila ratio ini dikurangkan terhadap angka 100%
maka akan menunjukan jumlah yang tersisa untuk menutup biaya operasi dan laba bersih.
Dari hasil analisis terlihat bahwa gross profit ratio Sampoerna tahun 2014 mengalami
penurunan dari tahun 2013, yang sebelumnya sebesar 26,75% menjadi 25,41%, hal ini
dikarenakan terjadi peningkatan beban pokok penjualan sebesar 10% dari tahun
sebelumnya tetapi peningkatan penjualannya hanya 8%. Angka rasio tersebut yaitu
25,41% pada tahun 2014 berarti untuk setiap 1 rupiah yang Sampoerna dapatkan, hanya
bernilai 0,2541 rupiah. Gross profit ratio bukan merupakan estimasi yang tepat dari
strategi harga Sampoerna tetapi mampu memberikan poin indikasi yang baik dari
kesehatan laporan keuangan. Tanpa gross profit ratio yang memadai, Sampoerna tidak
akan mampu membayar operasi dan biaya lainnya dimasa depan. Secara umum, gross
profit ratio Sampoerna harus stabil, tidak berfluktuasi banyak dari satu periode ke periode
lain, kecuali industri itu di telah mengalami perubahan drastis yang akan mempengaruhi
beban pokok penjualan atau kebijakan harga.
b. EBITDA Margin
EBITDA margin merupakan sebuah pengukuran profitabilitas dari operasi perusahaan.
EBITDA sendiri adalah laba sebelum bunga, pajak, depresiasi dan amortisasi dibagi
dengan total pendapatan. Karena EBITDA tidak termasuk depresiasi dan amortisasi,
marjin EBITDA dapat memberikan investor penilaian bersih mengenai profitabilitas
perusahaan. Dari hasil analisis terlihat bahwa EBITDA margin Sampoerna tahun 2014
mengalami penurunan dari tahun 2013, yang sebelumnya sebesar 20,02% menjadi
17,72% Semakin tinggi EBITDA margin, maka biaya operasional akan menurun, yang
mengarah ke operasi yang lebih menguntungkan. Umumnya, jika nilai EBITDA menurun
untuk rasio ini akan menunjukkan bahwa Sampoerna tidak mampu menjaga
pendapatannya pada tingkat yang baik melalui proses efisien. Sampoerna tidak dapat
menekan biaya-biaya tertentu dengan rendah.

c. Operating Margin
Operating margin ratio merupakan indikator utama bagi investor dan kreditor untuk
melihat bagaimana bisnis yang mendukung operasi mereka. Jika perusahaan dapat
membuat cukup uang dari operasi mereka untuk mendukung bisnis, perusahaan biasanya
dianggap lebih stabil. Di sisi lain, jika sebuah perusahaan membutuhkan baik pendapatan
operasional dan non-operasional untuk menutupi biaya operasi, itu menunjukkan bahwa
kegiatan bisnis operasi tidak mampu berlanjut. Margin operasi yang lebih tinggi lebih
menguntungkan dibandingkan dengan rasio yang lebih rendah karena ini menunjukkan
bahwa perusahaan membuat cukup uang dari operasi yang sedang berlangsung untuk
membayar biaya variabel serta biaya tetapnya. Dari hasil analisis terlihat bahwa
Operating Margin ratio Sampoerna tahun 2014 mengalami penurunan dari tahun 2013,
yang sebelumnya sebesar 19,04% menjadi 16,78% hal ini bisa disebabkan karena ada
penurunan laba sebelum pajak penghasilan dari tahun 2013-2014 sebesar 6%. Berarti jika
rasio operating margin Sampoerna sebesar 16,78 % pada tahun 2014 berarti untuk setiap
1 rupiah, hanya 0,1678 rupiah tersisa setelah biaya operasional yang telah dibayar. Ini
juga berarti bahwa hanya 0,1678 rupiah tersisa untuk menutupi biaya non-operasional.
d. Pretax Margin
Pretax margin ratio merupakan persentase dari total laba sebelum pajak dibagi
pendapatan. Semakin tinggi margin laba sebelum pajak, semakin tinggi kenuntungan
perusahaan. Tren margin laba sebelum pajak adalah sama pentingnya dengan angka itu
sendiri, karena memberikan indikasi profitabilitas dari perusahaan. Pada hasil analisis
terlihat bahwa Pretax Margin ratio Sampoerna tahun 2014 mengalami penurunan dari
tahun 2013, yang sebelumnya sebesar 10,7% menjadi 11,1%, hal ini disebabkan
penurunan laba sebelum pajak pada tahun 2014 sebesar 6% dibandingkan tahun 2013.
Hal yang mempengaruhi dan mengurangi laba sebelum pajak adalah beban, pada tahun
2014 terdapat peningkatan sebesar 22% dari beban-beban dibandingkan 2013. Hal ini
disebabkan karena terjadi penurunan pendapatan pada kegiatan operasional Sampoerna.
e. Net Profit Margin
Rasio untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam mendapatkan laba bersih dari
penjualan. Dari hasil analisis terlihat bahwa Net Profit Margin Ratio Sampoerna tahun
2014 mengalami penurunan dari tahun 2013, yang sebelumnya sebesar 14,42% menjadi

12,62% hal ini bisa disebabkan karena adanya penurunan pendapatan komprehensif
Sampoerna sebesar 1%, peningkatan beban pokok penjualan sebesar 10%, peningkatan
beban-beban sebesar 6% dan penurunan beban pajak penghasilan sebesar 4%
dibandingkan poin-poin tersebut di tahun 2013. Menurut kami, Sampoerna sudah berhasil
untuk menyisakan margin yang wajar sebagai kompensasi bagi pemilik yang telah
menyediakan modalnya karena nilai rasio masih diatas 5%, yang dianggap sebagai batas
minimum net profit margin dikatakan baik.

2. Rasio Profitabilitas - Return on Investment


a. Pretax ROA
Indikator keuntungan perusahaan sebelum pajak secara relatif terhadap total aset
perusahaan. Pretax ROA memberikan menentuka seberapa efisien manajemen dalam
menggunakan asetnya untuk menghasilkan laba sebelum pajak, terkadang

disebut

sebagai "laba atas investasi". Pretax ROA Dihitung dengan membagi Laba sebelum pajak
tahunan perusahaan dengan Jumlah Aset nya. Dari hasil analisis terlihat bahwa Pretax
ROA ratio Sampoerna tahun 2014 mengalami penurunan dari tahun 2013, yang
sebelumnya sebesar 54,09% menjadi 49,18% hal ini disebabkan penurunan laba sebelum
pajak pada tahun 2014 sebesar 6% dibandingkan tahun 2013 dan peningkatan total aset
pada Sampoerna sebesar 3,56% dibandingkan tahun 2013. Nilai Pretax ROA sendiri
memberikan gambaran kepada investor seberapa efektif Sampoerna mengkonversi
uang/aset tersebut untuk berinvestasi dan laba. Semakin tinggi jumlah ROA, semakin
baik, karena Sampoerna akan mendapatkan lebih banyak pendapatan investasi.
b. Pretax ROE
Pretax ROE ratio merupakan rasio Jumlah laba bersih sebelum pajak dibagi ekuitas
pemegang

saham.

Pretax

ROE

mengukur

profitabilitas

perusahaan

dengan

mengungkapkan berapa banyak keuntungan yang dihasilkan perusahaan dengan dana


investasi yang terlah diinvestasikan pemegang saham. Dari hasil analisis terlihat bahwa
Pretax ROE ratio perusahaan tahun 2014 mengalami penurunan dari tahun 2013, yang
sebelumnya sebesar 105,67% menjadi 99,22% hal ini disebabkan peningkatan laba
sebelum pajak pada tahun 2014 sebesar 6% dan dibandingkan dengan penurunan ekuitas
Sampoerna sebesar 4,87% dibandingkan tahun 2013. Secara historis, rata-rata Pretax

ROE sekitar 10% - 12% sudah baik, tetapi untuk keuangan yang stabil, pretax ROE
diharapkan agar dapat lebih dari 12-15%. Pada Sampoerna dapat dikatakan bahwa pretax
ROE Sampoerna sangat baik karena lebih dari 15%. Tetapi rasio sangat tergantung pada
banyak faktor seperti industri, lingkungan ekonomi (inflasi, risiko ekonomi makro, dll).
Semakin tinggi pretax ROE, semakin baik. Tapi pretax ROE yang lebih tinggi tidak selalu
berarti kinerja keuangan yang lebih baik dari Sampoerna lain. Semakin tinggi ROE dapat
menjadi hasil dari leverage keuangan yang tinggi, tapi financial leverage yang terlalu
tinggi akan berbahaya bagi solvabilitas Sampoerna. Dibandingkan dengan ROE biasa
Pretax ROE akan menggambarkan ratio yang lebih menggambarkan tingkat keuntungan
yang dapat dihasilkan oleh perusahaan.
c. Return on Equity (ROE)
ROE ratio merupakan rasio Jumlah laba bersih dibagi ekuitas pemegang saham. ROE
mengukur profitabilitas perusahaan dengan mengungkapkan berapa banyak keuntungan
yang dihasilkan perusahaan dengan dana investasi yang terlah diinvestasikan pemegang
saham. ROE merupakan salah satu rasio keuangan yang paling penting dan merupakan
metrik profitabilitas. ROE merupakan sebagai rasio utama atau 'ibu dari semua rasio' yang
dapat diperoleh dari laporan keuangan perusahaan. Dari hasil analisis terlihat bahwa ROE
ratio Sampoerna tahun 2014 mengalami penurunan dari tahun 2013, yang sebelumnya
sebesar 76% menjadi 74% hal ini disebabkan penurunan laba pada tahun 2014 sebesar
1% dan dibandingkan dengan peningkatan ekuitas Sampoerna sebesar 4,87%
dibandingkan tahun 2013. Secara historis, rata-rata ROE sekitar 10% - 12% sudah baik,
tetapi untuk keuangan yang stabil, ROE diharapkan agar dapat lebih dari 12-15%. Pada
Sampoerna dapat dikatakan bahwa ROE Sampoerna sangat baik. Tetapi rasio sangat
tergantung pada banyak faktor seperti industri, lingkungan ekonomi (inflasi, risiko
ekonomi makro, dll). Semakin tinggi ROE, semakin baik. Tapi ROE yang lebih tinggi
tidak selalu berarti kinerja keuangan yang lebih baik dari perusahaan lain. Semakin tinggi
ROE dapat menjadi hasil dari leverage keuangan yang tinggi, tapi financial leverage yang
terlalu tinggi akan berbahaya bagi solvabilitas perusahaan.
d. Return on Total Capital
Return on Total Capital ratio adalah rasio profitabilitas. Rasio ini merupakan ukuran dari
hasil pengembalian investasi bagi mereka yang berkontribusi modal, yaitu para pemegang
saham & obligasi. Return on Total Capital ratio menandakan seberapa efektif sebuah

perusahaan menggunakan modal menjadi keuntungan. Total modal didefinisikan sebagai


jumlah kewajiban pemegang saham dan ekuitas. Beban bunga didefinisikan sebagai
jumlah beban bunga tidak termasuk pendapatan bunga. Rasio ini mengukur total return
perusahaan menghasilkan dari semua sumber pembiayaan. Dari hasil analisis terlihat
bahwa Return on Total Capital ratio Sampoerna tahun 2014 mengalami penurunan dari
tahun 2013, yang sebelumnya sebesar 53% menjadi 48,35%. Keuntungan Sampoerna dari
modal investor dapat menjadi indikator yang luar biasa dari ukuran dan kekuatan
Sampoerna tersebut. Jika sebuah Sampoerna dapat menghasilkan keuntungan sebesar 1520% pertahun, maka Sampoerna tersebut memiliki sistem yang bagus untuk
mengkonversi modal investor menjadi keuntungan. Pengembalian modal sangat berguna
untuk perusahaan yang berinvestasi banyak modal, seperti perusahaan minyak dan gas,
perusahaan perangkat keras komputer dan lain-lain. Sebagai seorang investor, hal tersebut
sangat penting untuk mengetahui bahwa jika sebuah perusahaan menggunakan uang
investor, maka investor akan mendapatkan hasil yang baik atas investasi.

3. Activity Ratio
a. Receivables Turnover
Rasio untuk mengukur tingkat perputaran piutang dengan membagi nilai penjualan kredit
terhadap piutang rata-rata. Untuk rasio ini pada tahun 2014, Sampoerna menunjukkan
nilai 79,92 ini berarti tingkat perputaran piutang sebesar 79,92 kali dalam setahun dari
penjualan kredit. Semakin tinggi perputaran piutang suatu Sampoerna semakin baik,
perputaran piutang dapat ditingkatkan dengan jalan memperketat kebijaksanaan penjualan
kredit misalnya dengan jalan memperpendek waktu pembayaran. Dalam hal kemampuan
mengubah piutang menjadi kas ini, Sampoerna mengalami peningkatan, karena rasio pada
tahun 2013 adalah sebesar 53,85, Ini sejalan dengan berkurangnya rata-rata piutang usaha
Sampoerna di 2014 sebesar kurang lebih 300 juta.
b. Inventory Turnover
Rasio untuk mengukur tingkat efisiensi pengelolaan perputaran persediaan yang dimiliki
terhadap penjualan. Dari hasil analisis terlihat bahwa Inventory Turnover Sampoerna
tahun 2014 tidak mengalami peningkatan dari tahun 2013, yaitu sebesar 3,45 kali. Untuk
rasio ini, Sampoerna menunjukkan nilai perputaran persediaan sebesar 3,45 kali, ini

menunjukkan bahwa dana yang tertanam dalam persediaan berputar sebanyak 3,45 kali
dalam setahun. Semakin tinggi turnover yang diperoleh, semakin efektif manejemen
dalam mengelola persediaan. Namun dalam hal ini, Sampoerna menunjukkan kefektifan,
karena mengalami peningkatan nilai turnover jika dibandingkan dengan tahun 2013, yaitu
3,17 kali..
c. Fixed Asset Turnover
Merupakan rasio untuk mengukur tingkat perbandingan antara perputaran aktiva tetap
dengan penjualan. Untuk rasio ini pada tahun 2014, Sampoerna menunjukkan nilai 10,61
ini berarti tingkat perputaran aktiva tetap sebesar 10,61 kali dalam setahun dari penjualan.
Semakin tinggi perputaran aset tetap maka akan semakin baik. Kalau perputarannya
lambat (rendah), kemungkinan terdapat kapasitas terlalu besar atau ada banyak aset tetap
namun kurang bermanfaat, atau mungkin disebabkan ha-lhal lain seperti investasi pada
aktiva tetap yang berlebihan dibandingkan dengan nilai output yang akan diperoleh. Jadi
semakin tinggi rasio ini berarti semakin efektif penggunaan aktiva tetap tersebut. Jadi
Sampoerna menunjukkan ketidakefektifan, karena mengalami penurunan nilai turnover
jika dibandingkan dengan tahun 2013 yaitu 12,19 kali.
d. Asset Turnover
Merupakan rasio untuk mengukur tingkat perbandingan antara perputaran aset dengan
penjualan. Assets turnover merupakan rasio yang menunjukkan tingkat efisiensi
penggunaan keseluruhan aktiva Sampoerna dalam menghasilkan volume penjualan
tertentu. Untuk rasio ini pada tahun 2014, Sampoerna menunjukkan nilai 2,84 ini berarti
tingkat perputaran saet sebesar 2,84 kali dalam setahun dari penjualan. Assets turnover
merupakan rasio yang menggambarkan perputaran aktiva diukur dari volume penjualan.
Jadi semakin besar rasio ini semakin baik yang berarti bahwa aktiva dapat lebih cepat
berputar dan meraih laba dan menunjukkan semakin efisien penggunaan keseluruhan
aktiva dalam menghasilkan penjualan. Dengan kata lain jumlah asset yang sama dapat
memperbesar volume penjualan apabila assets turnovernya ditingkatkan atau diperbesar.
Jadi Sampoerna menunjukkan kefektifan, karena terdapat peningkatan nilai turnover jika
dibandingkan dengan tahun 2013 yaitu tetap 2,74 kali.

4. Rasio Likuiditas
a. Current Ratio
Rasio lancar adalah rasio likuiditas yang mengukur kemampuan perusahaan untuk
membayar kewajiban jangka pendek dan jangka panjang. Untuk mengukur kemampuan
ini, rasio lancar menganggap total aset Sampoerna (baik cair dan tidak likuid) relatif
terhadap total kewajiban Sampoerna tersebut. Dari hasil analisis terlihat bahwa current
ratio Sampoerna tahun 2014 mengalami penurunan dari tahun 2013, yang sebelumnya
sebesar 1,75 menjadi 1,53 hal ini bisa disebabkan karena meningkatnya jumlah kewajiban
lancar Sampoerna atau menurunnya aset lancar Sampoerna itu sendiri. Pada laporan
keuangan Sampoerna sendiri terdapat penurunan pada aset lancar dan juga peningkatan
kewajiban lancar. Jika rasio dibawah 1 menunjukkan bahwa kewajiban Sampoerna lebih
besar dari aset dan menunjukkan bahwa Sampoerna yang bersangkutan tidak akan
mampu untuk melunasi kewajibannya jika mereka datang karena pada saat itu. Maka
current ratio Sampoerna untuk tahun 2014 dapat dikatakan baik.
b. Quick Ratio
Quick ratio sendiri mengukur kemampuan suatu perusahaan dalam menggunakan aset
lancar tetapi tidak termasuk jumlah persediaan untuk menutupi utang lancar. Dari hasil
analisis terlihat bahwa quick ratio Sampoerna tahun 2014 mengalami penurunan dari
tahun 2013, yang sebelumnya sebesar 0,25 menjadi hanya 0,18 sehingga kemampuan
untuk melunasi hutang lancar menggunakan quick asset tahun 2014 mekurang sebesar
0,7. Pada tabel tersebut dapat disimpulkan bahwa hampir 84% dari jumlah aset lancar
Sampoerna dalam bentuk persediaan dan akan mempengaruhi quick ratio karena sifat
persediaan itu sendiri sulit untuk diubah langsung menjadi kas.

5. Rasio Solvabilitas
a. Total Assets to Total Equity
Total Assets to Total Equity Ratio adalah pengukuran rasio Sampoerna dalam pembiayaan
pembelian aset baik melalui ekuitas atau utang, sehingga rasio total assets to total equity
yang tinggi menunjukkan bahwa sebagian besar pembiayaan aset sedang dilakukan
melalui utang. Dari hasil analisis terlihat bahwa Total Assets to Total Equity Ratio pada

tahun 2014 terdapat peningkatan menjadi 2,02 yang sebelumnya sebesar 1,95. Hal
tersebut menunjukan bahwa terdapat peningkatan pembiayaan Sampoerna menggunakan
utang pada suatu periode.
b. Total Debt to Total Equity
Total Debt to Equity Ratio untuk mengukur seberapa jauh perusahaan dibelanjai oleh
pihak kreditur. Rasio digunakan para analis dan para investor untuk melihat seberapa
besar hutang perusahaan jika dibandingkan ekuitas yang dimiliki oleh perusahaan atau
para pemegang saham. Dari hasil analisis terlihat bahwa Total Debt to Equity Ratio tahun
2013 sebesar 0,94 mengalami peningkatan pada tahun 2014 menjadi 1,10. Peningkatan
Total Debt to equity Ratio tersebut dikarenakan terdapat peningkatan total kewajiban
yaitu sebesar 12,32% dibandingkan tahun 2013 serta peningkatan total ekuitas pada tahun
2014 sebesar 4%. Hal ini berdampak pada peningkatan rasio ini karena peningkatan
hutang lebih dari peningkatan ekuitas Sampoerna dibandingkan dengan kenaikan ekuitas
peusahaan. Pada tahun 2014 rasio ini pada Sampoerna menunjukkan angka 1,10, jika
angka Total Debt to Equity Ratio menunjukkan angka diatas 1.00, mengindikasikan
bahwa Sampoerna memiliki hutang yang lebih besar dari ekuitas yang dimilikinya. Tetapi
sebagai investor kita juga harus jeli dalam melihat Total Debt to Equity Ratio ini, sebab
jika total hutangnya lebih besar dari pada ekuitas, maka kita harus lihat lebih lanjut
apakah hutang lancar atau hutang jangka panjang yang lebih besar :
a.

Jika jumlah hutang lancar lebih besar dari pada hutang jangka panjang, hal ini
masih bisa kita terima, karena besarnya hutang lancar sering disebabkan oleh

b.

hutang operasi yang bersifat jangka pendek.


Jika hutang jangka panjang yang lebih besar, maka dikuatirkan perusahaan akan
mengalami gangguan likuiditas dimasa yang akan datang. Selain itu laba
perusahaan juga semakin tertekan akibat harus membiayai bunga pinjaman
tersebut.

Dalam hal ini, nilai Total Debt to Equity Ratio Sampoerna masih bisa diterima karena
hutang lancar lebih besar daripada hutang jangka panjangnya.

Anda mungkin juga menyukai