Anda di halaman 1dari 37

BAB I

PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Rumah adalah struktur fisik terdiri dari ruangan, halaman dan area sekitarnya yang
digunakan sebagai tempat tinggal dan sarana pembinaan keluarga (UU RI No. 4 Tahun
1992). Menurut WHO, rumah adalah struktur fisik atau bangunan untuk tempat
berlindung, dimana lingkungan berguna untuk kesehatan jasmani dan rohani serta
keadaan sosialnya baik demi kesehatan keluarga dan individu. (Komisi WHO
Mengenai Kesehatan dan Lingkungan, 2001).
Rumah sebagai tempat bernaung harus memenuhi kebutuhan ruang akan kegiatan
bagi penghuninya. Terdapat beberapa ruang pokok yang ada pada sebuah rumah, yaitu
ruang tidur, ruang belajar atau ruang kerja, ruang keluarga, ruang services seperti
dapur, dan teras atau ruang tamu. Makna yang terkandung didalam kebutuhan ruangruang tersebut mencerminkan bahwa rumah adalah tempat untuk istirahat, tempat
untuk mengaktualisasikan diri guna meningkatkan mutu kehidupan, rumah sebagai
tempat sosialisasi utamanya dengan keluarga, rumah sebagai tempat menyediakan
kebutuhan jasmani dan rohani, serta rumah sebagai tempat bernaung.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa rumah sehat adalah bangunan tempat
berlindung dan beristirahat serta sebagai sarana pembinaan keluarga yang
menumbuhkan kehidupan sehat secara fisik, mental dan sosial, sehingga seluruh
anggota keluarga dapat bekerja secara produktif. Oleh karena itu, keberadaan
perumahan yang sehat, aman, serasi, teratur sangat diperlukan agar fungsi dan
kegunaan rumah dapat terpenuhi dengan baik.
Pentingnya rumah sehat dalam kehidupan manusia, mendorong kami menyusun
makalah ini untuk menciptakan rumah yang sehat bagi penghuninya guna terpenuhinya
kebutuhan, serta terciptanya kenyamanan untuk para anggotanya dengan baik.
I.2 Pokok Permasalahan

Masyarakat menganggap rumah sehat tidak terlalu berdampak positif dalam


kehidupan sehari-hari, sehingga dalam membangun rumah masyarakat tidak
memperhatikan kondisi rumah yang akan ditempatinya nanti dari kesehatan rumahnya.
Untuk memahami rumah sehat didapatkan rumusan-rumusan masalah dalam
makalah ini yaitu:
1. Apa yang dimaksud dengan rumah sehat?
2. Apa syarat syarat rumah sehat?
3. Apa saja standar dan peraturan rumah sehat itu?
4. Bagaimana kondisi rumah yang disurvei?
5. Bagaimana perbandingan antara rumah yang disurvei dengan kriteria rumah sehat?
6. Apa saja analisa dan usulan perbaikan rumah yang disurvei agar menjadi rumah
sehat?
I.3 Tujuan Penulisan
I.3.1 Tujuan Umum

Makalah ini merupakan salah satu tugas yang diberikan kepada mahasiswa Teknik
Sipil Universitas Indonesia untuk memahami lebih dalam tentang rumah sehat.

I.3.2 Tujuan Khusus

Dapat memahami definisi, syarat, kriteria rumah sehat serta standar dan peraturan
yang digunakan dalam membangun rumah sehat.

Menambah ilmu pengetahuan kepada mahasiswa akan pentingnya rumah sehat


dalam kehidupan manusia.

Mengasah kemampuan mahasiswa dalam menganalisa kondisi rumah berdasarkan


hasil pengukuran dan visualisasi bangunan, aspek eksternal (lingkungan dan
infrastruktur), aspek internal dan fisik (organisasi ruangan, kualitas, utilitas
bangunan), aspek teknik (material, denah eksisting, tampak bangunan), dan aspek
ruangan/hubungan fungsi kegiatan (sirkulasi, penghawaan, pencahayaan)

Mengasah kemampuan mahasiswa dalam mendesain rumah sehat dari kondisi yang
tidak sehat

I.4 Batasan Masalah


2

Dalam penyusunan makalah rumah sehat ini, ada beberapa batasan yang dibuat :
1. Usulan rumah sehat dilakukan untuk rumah yang telah disurvey oleh penyusun
dan usulan rumah sehat berdasarkan data yang didapat dari suvey tersebut
2. Standar dan ketentuan yang diberlakukan berdasarkan standard an ketentuan
rumah sehat
I.5 Manfaat Kajian
Memberikan pengetahuan yang lebih luas pengertian rumah sehat dan belajar
bagaimana mengaplikasikannya didalam kehidupan
I.6 Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan dalam makalah ini adalah sebagai berikut :
COVER
KATA PENGANTAR
ABSTRAK
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL
DAFTAR LAMPIRAN
BAB I PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang Masalah
I.2 Pokok Permasalahan
I.3 Tujuan Penulisan
I.3.1 Tujuan Umum
I.3.2 Tujuan Khusus
I.4 Batasan Masalah
I.5 Manfaat Kajian
I.6 Sistematika Penulisan
BAB II RUMAH SEHAT
II.1 Definisi
II.2 Syarat-syarat dan Kriteria Bangunan
II.3 Standar dan Peraturan
II.3.1 Koefisien Dasar Bangunan (KDB) danKoefisien Luar Bangunan (KLB)
3

II.3.2Garis Sempadan Bangunan (GSB)


II.3.3Garis Sempadan Jalan (GSJ)
II.3.4Garis Jarak Bebas Samping (GJBS) dan Garis Jarak Bebas Belakang (GJBB)
II.3.5Rasio/Perbandingan Luas Bangunan dengan Penghuni
II.3.6Gambar tentang GSB, GSJ, GJBS, GJBB
II.4 Bangunan Tahan Gempa untuk Rumah Tinggal
BAB III HASIL PENGAMATAN
III.1 Kondisi Rumah Tidak Sehat

Lokasi rumah survey

Luas tanah

Luas bangunan

Jumlah ruangan

Jumlah penghuni

Denah lokasi

Denah rumah eksisting

Tampak depan dan tampak samping rumah eksisting

III.2Perbandingan dengan Rumah Sehat


BAB IV ANALISA DAN USULAN PERBAIKAN
IV.1 Analisa Rumah
IV.2 Usulan Perbaikan Rumah
BAB V PENUTUP
V.1 Kesimpulan
V.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

BAB II
RUMAH SEHAT
II. 1Definisi
Setiap manusia di dunia memiliki kebutuhan primer akan papan, yaitu kebutuhan
manusia untuk membuat tempat tinggal. Menurut UU No. 20 Tahun 2001 tentang
Perumahan dan Kawasan, rumah adalah bangunan gedung yang berfungsi sebagai tempat
tinggal yang layak huni, sarana pembinaan keluarga, cerminan harkat dan martabat
penghuninya, serta asset bagi pemiliknya. Sementara itu, WHO mendefinisikan rumah
sebagai struktur fisik atau bangunan sebagai tempat berlindung, dimana lingkungan dari
struktur tersebut berguna untuk kesehatan jasmani dan rohani serta keadaan sosialnya baik
untuk kesehatan keluarga dan individu.
Rumah sehat merupakan bangunan tempat tinggal yang memenuhi syarat kesehatan
yaitu rumah yang memiliki jamban yang sehat, sarana air bersih, tempat pembuangan
sampah, sarana pembuangan air limbah, ventilasi yang baik, kepadatan huanian rumah
yang seusai dan lantai rumah yang tidak terbuat dari tanah (Depkes RI, 2003)
II. 2. Syarat-syarat dan Kriteria
Menurut Depkes RI (2007), prinsip standar rumah sehat adalah sebagai berikut:
1. Memenuhi kebutuhan fisiologis, antara lain pencahayaan, penghawaan, ruang gerak
yang cukup dan terhindar dari gangguan kebisingan.
2. Memenuhi kebutuhan psikologis, antara lain privacy yang cukup, komunikasi yang
sehat antara anggota keluarga dalam rumah.
3. Memenuhi persyaratan pencegahan penularan penyakit, antara lain penyediaan air
bersih, pengelolaan tinja dan limbah rumah tangga, bebas vektor penyakit,
terlindungnya makanan dan minuman dari pencemaran.
4. Memenuhi persyaratan pencegahan terjadinya kecelakaan, antara lain persyaratan
garis sepadan jalan, konstruksi yang kuat, tidak mudah terbakar, dan tidak
cenderung menimbulkan kecelakaan bagi penghuninya.
Kriteria rumah sehat didasarkan pada Pedoman Teknis Penilaian Rumah Sehat
Direktorat Jenderal Pendengalian Penyakit dan Penyehatan Lngkungan Depkes RI Tahun
2007. Komponen-komponen yang dijadikan indicator terdiri dari tiga bagian antara lain,

indicator komponen rumah, indicator sarana sanitasi, dan indicator penilaian perilaku
penghuni.
Indikator komponen yang dijadikan dasar penilaian rumah sehat antara lain:
1. Langit-langit
Langit-langit berfungsi untuk utup seluruh konstruksi atap dan kuda-kuda agar
terlihat rapih, menahan debu yang jatuh serta menahan tetesan air hujan yang
menembus celah-celah atap dan untuk menahan panas agar tidak mudah masuk ke
ruangan yang dibawahnya. Langit-langit yang memenuhi persyaratan adalah langitlangit yang dapat menahan debu dan kotoran lain yang jatuh dari atap, harus
menutup rata kerangka atap serta mudah dibersihkan. Tinggi langit-langit minimal
2,4 meter dari permukaan lantai
2. Atap
Konstruksi atap harus didasrkan kepada perhitungan yang teliti sehingga dapat
menahan semua beban yang ada seperti beban hujan dan beban angina. Fungsi dari
atap adalah untuk melindungi bagian-bagian dalam rumah dan semua penghuni dari
panas dan hujan. Syarat atap yang baik antara lain:
a. Rapat air,padat dan tidak dapat bergeser
b. Tidak mudah terbakar, ringan dan dapat tahan lama
3. Dinding
Dinding harus tegak lurus dari lantai agar dapat menahan beban dinding sendiri.
Selain itu, dinding juga harus menahan beban angina serta beban diatasnya seperti
atap. Dinding juga harus terpisah dari pondasi oleh lapisan kedap air agar air tanah
tidak dapat meresap. Dinding tidak boleh basah, lembab dan harus bebas dari
lumut.
4. Lantai
Lantai sebaiknya tidak terbuat oleh tanah karena ketika musim hujan dapat menjadi
lembab dan menimbulkan penyakit bagi penghuninya. Oleh karena itu, lantai
sebaiknya dibuat oleh bahan yang kedap air seperti disemen dan kemudian dilapisi
oleh keramik.
5. Jendela
Luas jendela yang baik paling sdikit mempunyai luas 10-20% dari luas lantai. Jika
luas jendela melebihi 20% dari luas lantai, dapat menimbulkan kesilauan dan

panas, sedangkan jika kurang dari 10% dapat menimbulkan suasana pengap dan
gelap.
6. Ventilasi
Ventilasi digunakan untuk menyediakan udara segar dari luar kepada setiap ruang
di dalam kamar dan untuk menyalurkan udara kotor ke luar. Ventilasi yang baik
memiliki syarat-syarat antara lain:
a. Luas lubang ventilasi tetap minimal 5% dari luas lantai ruangan
b. Udara yang masuk harus udara bersih yang tidak dicemari oleh asap kendaraan,
pabrik, sampah maupun asap lainnya.
c. Aliran udara diusahakan cross ventilation sehingga proses aliran udara lebih
lancar.
7. Pencahayaan
Cahaya yang cukup merupakan suatu kebutuhan manusia agar terhindar dari
penyakit dan kerugian-kerugian lainnya. Terdapat dua jenis pencahayaan:
a. Pencahayaan Alami
Pencahayaan alami diperoleh melalui sinar matahari yang masuk melalui
lubang jendela, celah, maupun bagian lain dari rumah yang terbuka. Fungsi dari
sinar matahari adalah untuk penerangan dan untuk mengurangi kelembaban
ruangan, mengusir nyamuk dan serangga lainnya serta membunuh kumankuman (Azwar, 1996).
b. Pencahayaan Buatan
Pencahayaan buatan merupakan penerangan dengan menggunakan sumber
cahaya buatan seperti lampu.
8. Pembagian Ruangan/Tata Ruang
Setiap bagian dalam rumah harus sesuai dengan fungsinya dan memiliki tata ruang
yang baik agar memudahkan komunikasi antara ruangan di dalam rumah dengan
menjamin kerahasiaan pribadi masing-masing penghuni.

Untuk ruang tidur, harus ada pemisah antara ruang kamar tidur orang tua
dan kamar tidur anak. Kemudian, luas ruangan minimal 8m2 dengan
kapasitas orang maksimal 2 orang.

Untuk dapur, ruang dapur harus memiliki ventilasi yang baik agar asap hasil
kegiatan masak dapat dialirkan keluar. Luas dapur minimal 3m2. Selain itu,
di dapur harus tersedia alat-alat pengolahan makanan, alat-alat masak,
7

tempat cuci peralatan dan air bersih dan tempat penyimpanan bahan
makanan.

Untuk kamar mandi harus memiliki minimal 1 lubang ventilasi yang


berhubungan dengan udara luar.

9. Luas Bangunan Rumah


Luas bangunan rumah harus disesuaikan dengan jumlah penghuninya tidak terjadi
kepadatan penghuni. Ika suatu rumah terlalu padat, maka akan menyebabkan
kurangnya oksigen dan mudahnya penyebaran penyakit. Permenkes mensyaratkan
rumah sehat memenuhi syarat luas lebih dari 8m2 untuk tiap orang.
Sementara itu, indicator sarana sanitasi yang dijadikan dasar penilaian rumah sehat adalah:
1. Sarana Air Bersih
Air bersih adalah air yang dapat digunakan untuk keperluan sehari-hari dan jika
dimasak dapat diminum. Sementara itu, air minum adalah air yang syaratnya memenuhirat
kesehatan dan dapat langsung diminum (Depkes RI, 2002).
Air dikatakan bersih jika memenuji 3 syarat yaitu:
a. Syarat Fisik
Air tidak berwarna, tidak berbau, jernih dan memiliki suhu di bawah suhu udara
sehingga nyaman untuk digunakan
b. Syarat Kimia
Air tersebut tidak tercemar oleh zat kimia yang berbahaya untuk kesehatan
c. Syarat Bakterial
Air tidak boleh mengandung mikrooganisme, sebagai contoh adanya bakteri
E.Coli.
Dalam penyediaan air bersih, ada beberapa hal yang harus diperhatikan, antara
lain:
a. Jarak antara sumber air bersih dengan sumber air kotor (septik tank dan
resapan) minimal 10 meter
b. Sumur gali minimal 3 meter dari permukaan tanah dan dilengkapi dengan
cincin dan bibir sumur
c. Penampungan air dan sumur gali dijaga kebersihannya dan dipelihara secara
rutin
2. Jamban (Sarana pembuangan Kotoran)

Pembuangan kotoran adalah system pembuangan yang digunakan oleh rumah


untuk kotoran buang air besar. Tujuan dilakukannya pembuangan tinja secara aniter adalah
untuk menampung dan mengisolir tinja sehingga hubungan langsung maupun tidak
langsung antara tinja dan manjsuia dapat dihindarkan.
Syarat sarana pembuangan tinja yang baik adalah:
a. Tidak terjadi kontaminasi tanah permukaan
b. Tidak terjadi kontaminasi pada air tanah yang mungkin masuk ke sumur
c. Tidak terjadi kontaminasi pada air permukaan
d. Tidak terjangkau oleh lalat dan kuman
e. Harus bebas dari bau serta kondisi yang tidak sedap
Menurut Azwar (1996), terdapat 4 cara pembuangan tinja, dimana yang paling
dianjurkan adalah dengan menggunakan septic tank. Septic tank terdiri dari tank
sedimentasi yang kedap air dimana tinja dan air masuk dan mengalami proses
dekomposisi.
3. Sarana pembuangan air limbah
Air limbah adalah cairan buangan yang berasal dari rumah tangga, industry dan
tempat umum lainnya dan biasanya mengandung bahan atau zat yang membahayakan
kehidupan manusia serta mengganggu kelestarian lingkungan (Chandra, 2007). Air limbah
dari rumah tangga adalah air yang berasal dari kamar mandi dan dapur.
4. Sarana pembuangan sampah
Sampah merupakan semua produk sisa dalam bentuk padat akibat aktifitas manusia dan
sudah dianggap tidak bermangaat. Agar sampah tidak membahayakan kesehatan manusia,
diperlukan pengaturan pembuangannya. Syarat tempat sampah yang baik adalah:
a. Terbuat dari bahan yang mudah dibersihkan, kuat dan tidak mudah bocor
b. Harus dituutp rapat sehingga tidak menarik serangga atau binatang-binatang
lainnya serperti tikus, kucing dan sebagainya.
Penilaian perilaku penghuni rumah meliputi komponen sebagai berikut:
1. Perilaku pemeliharaan kesehatan
Perilaku pemeliharaan kesehatan merupakan usaha seseorang untuk menjaga
kesehatan agar tidak sakit dan usaha untuk sembuh jika sakit. Perilaku
pemeliharaan kesehatan terdiri dari 3 aspek yaitu:
a. Perilaku pencegahan penyakit
b. Perilaku peningkatan kesehatan
9

c. Perilaku gizi
2. Perilaku pencarian dan penggunaan fasilitas pelayanan kesehatan atau perilaku
pencarian pengobatan
3. Perilaku kesehatan lingkungan
Perilaku

kesehatan

lingkungan

merupukan

respon

seseorang

terhadap

lingkungannya sehinggan lingkungan tersebut tidak mempengaruhi kesehatannya.


Perilaku ini mencakup perilaku sehubungan dengan air bersih, pembuangan air
kotor, limbah, rumah yang sehat, serta pembersihan sarang-sarang nyamuk.
II.3 Standar dan Peraturan
II.3.1 Koefisien Dasar Bangunan (KDB) dan Koefisien Luar Bangunan (KLB)
Penetapan besarnya kepadatan dan ketinggian bangunan ditetapkan dengan
mempertimbangkan perkembangan kota, kebijaksanaan intensitas pembangunan, daya
dukung lahan/ lingkungan, serta keseimbangan dan keserasian lingkungan.
Apabila KDB dan KLB belum ditetapkan dalam rencana tata ruang, rencana tata
bangunan dan lingkungan, peraturan bangunan setempat, maka Kepala Daerah dapat
menetapkan berdasarkan berbagai pertimbangan dan setelah mendengarkan pendapat
teknis para ahli terkait.
Ketentuan besarnya KDB dan KLB dapat diperbarui
Sejalan dengan pertimbangan perkembangan kota, kebijaksanaan intensitas
pembangunan, daya dukung lahan/lingkungan, dan setelah mendengarkan pendapat
teknis para ahli terkait.
Dengan pertimbangan kepentingan umum dan ketertiban pembangunan, Kepala
Daerah dapat menetapkan rencana perpetakan dalam suatu kawasan/lingkungan dengan
persyaratan:
(1) Setiap bangunan yang didirikan harus sesuai dengan rencana perpetakan yang telah
diatur di dalam rencana tata ruang;
(2) Apabila perpetakan tidak ditetapkan, maka KDB dan KLB diperhitungkan
berdasarkan luas tanah di belakang garis sempadan jalan (GSJ) yang dimiliki;
(3) Untuk persil-persil sudut bilamana sudut persil tersebut dilengkungkan atau
disikukan, untuk memudahkan lalu lintas, maka lebar dan panjang persil tersebut
diukur dari titik pertemuan garis perpanjangan pada sudut tersebut dan luas persil
diperhitungkan berdasarkan lebar dan panjangnya;

10

(4) Penggabungan atau pemecahan perpetakan dimungkinkan dengan ketentuan KDB


dan KLB tidak dilampaui, dan dengan memperhitungkan keadaan lapangan,
keserasian dan keamanan lingkungan serta memenuhi persyaratan teknis yang telah
ditetapkan;
(5) Dimungkinkan adanya pemberian dan penerimaan besaran KDB/KLB diantara
perpetakan yang berdekatan, dengan tetap menjaga keseimbangan daya dukung
lahan dan keserasian lingkungan.
(6) Dimungkinkan adanya kompensasi berupa penambahan besarnya KDB. KLB bagi
perpetakan tanah yang memberikan sebagian luas tanahnya untuk kepentingan
umum.
(7) Penetapan besarnya KDB, KLB untuk pembangunan bangunan gedung di atas
fasilitas umum adalah setelah mempertimbangkan keserasian, keseimbangan dan
persyaratan teknis serta mendengarkan pendapat teknis para ahli terkait.
Perhitungan KDB dan KLB
Perhitungan KDB maupun KLB ditentukan dengan pertimbangan sebagai berikut:
a. Perhitungan luas lantai bangunan adalah jumlah luas lantai yang diperhitungkan
sampai batas dinding terluar;
b. Luas lantai ruangan beratap yang sisi-sisinya dibatasi oleh dinding yang tingginya
lebih dari 1,20 m di atas lantai ruangan tersebut dihitung penuh 100 %;
c. Luas lantai ruangan beratap yang bersifat terbuka atau yang sisi-sisinya dibatasi
oleh dinding tidak lebih dari 1,20 m di atas lantai ruangan dihitung 50 %, selama
tidak melebihi 10 % dari luas denah yang diperhitungkan sesuai dengan KDB yang
ditetapkan;
d. Overstek atap yang melebihi lebar 1,50 m maka luas mendatar kelebihannya
tersebut dianggap sebagai luas lantai denah;
e. Teras tidak beratap yang mempunyai tinggi dinding tidak lebih dari 1,20 m di atas
lantai teras tidak diperhitungkan sebagai luas lantai;
f. Luas lantai bangunan yang diperhitungkan untuk parkir tidak diperhitungkan dalam
perhitungan KLB, asal tidak melebihi 50 % dari KLB yang ditetapkan, selebihnya
diperhitungkan 50 % terhadap KLB;
g. Ram dan tangga terbuka dihitung 50 %, selama tidak melebihi 10 % dari luas lantai
dasar yang diperkenankan;

11

h. Dalam perhitungan KDB dan KLB, luas tapak yang diperhitungkan adalah yang
dibelakang GSJ;
i. Batasan perhitungan luas ruang bawah tanah (besmen) ditetapkan oleh Kepala
Daerah dengan pertimbangan keamanan, keselamatan, kesehatan, dan pendapat
teknis para ahli terkait;
j. Untuk pembangunan yang berskala kawasan (superblock), perhitungan KDB dan
KLB adalah dihitung terhadap total seluruh lantai dasar bangunan, dan total
keseluruhan luas lantai bangunan dalam kawasan tersebut terhadap total
keseluruhan luas kawasan;
k. Dalam perhitungan ketinggian bangunan, apabila jarak vertikal dari lantai penuh ke
lantai penuh berikutnya lebih dari 5 m, maka ketinggian bangunan tersebut
dianggap sebagai dua lantai;
l. Mezanin yang luasnya melebihi 50 % dari luas lantai dasar dianggap sebagai lantai
penuh.
II.3.2Garis Sempadan Bangunan Gedung (GSB)
Garis Sempadan Bangunan ditetapkan dalam rencana tata ruang, rencana tata
bangunan dan lingkungan, serta peraturan bangunan setempat. Penetapan Garis
Sempadan

Bangunan

didasarkan

pada

pertimbangan

keamanan,

kesehatan,

kenyamanan, dan keserasian dengan lingkungan serta ketinggian bangunan. Daerah


menentukan garis-garis sempadan pagar, garis sempadan muka bangunan, garis
sempadan loteng, garis sempadan podium, garis sempadan menara, begitu pula garisgaris sempadan untuk pantai, sungai, danau, jaringan umum dan lapangan umum.
Pada suatu kawasan/lingkungan yang diperkenankan adanya beberapa klas
bangunan dan di dalam kawasan peruntukan campuran, untuk tiap-tiap klas bangunan
dapat ditetapkan garis-garis sempadannya masing-masing.
Dalam hal garis sempadan pagar dan garis sempadan muka bangunan berimpit
(GSB sama dengan nol), maka bagian muka bangunan harus ditempatkan pada garis
tersebut.
Ketentuan besarnya GSB dapat diperbarui dengan pertimbangan perkembangan
kota, kepentingan umum, keserasian dengan lingkungan, maupun pertimbangan lain
dengan mendengarkan pendapat teknis para ahli terkait.
Kepala Daerah dengan pertimbangan keselamatan, kesehatan, dan kenyamanan,
juga menetapkan garis sempadan samping kiri dan kanan, serta belakang bangunan
12

terhadap batas persil, yang diatur di dalam rencana tata ruang, rencana tata bangunan
dan lingkungan, dan peraturan bangunan setempat.
Sepanjang tidak ada jarak bebas samping maupun belakang bangunan yang
ditetapkan, maka Kepala Daerah menetapkan besarnya garis sempadan tersebut dengan
setelah mempertimbangkan keamanan, kesehatan dan kenyamanan, yang ditetapkan
pada setiap permohonan perizinan mendirikan bangunan.
Untuk bangunan yang digunakan sebagai tempat penyimpanan bahan-bahan/bendabenda yang mudah terbakar dan/atau bahan berbahaya, maka Kepala Daerah dapat
menetapkan syarat-syarat lebih lanjut mengenai jarak-jarak yang harus dipatuhi.
Pada daerah intensitas bangunan padat/rapat, maka garis sempadan samping dan
belakang bangunan harus memenuhi persyaratan:
(1) bidang dinding terluar tidak boleh melampaui batas pekarangan;
(2) struktur dan pondasi bangunan terluar harus berjarak sekurang-kurangnya 10 cm
kearah dalam dari batas pekarangan, kecuali untuk bangunan rumah tinggal;
(3) untuk perbaikan atau perombakan bangunan yang semula menggunakan bangunan
dinding batas bersama dengan bangunan di sebelahnya, disyaratkan untuk
membuat dinding batas tersendiri disamping dinding batas terdahulu;
(4) pada bangunan rumah tinggal rapat tidak terdapat jarak bebas samping, sedangkan
jarak bebas belakang ditentukan minimal setengah dari besarnya garis sempadan
muka bangunan.
II.3.3Garis Sempadan Jalan (GSJ)
Garis sempadan jalan (GSJ) adalah garis batas pekarangan terdepan. GSJ
merupakan batas terdepan pagar halaman yang boleh didirikan. Oleh karena itu
biasanya di muka GSJ terdapat jalur untuk instalasi air, listrik, gas, serta saluransaluran pembuangan.
Pada GSJ tidak boleh didirikan bangunan rumah, terkecuali jika GSJ berimpit
dengan garis sempadan bangunan (GSB). Ketentuan mengenai GSJ biasanya sudah
terdapat dalam dokumen rencana tata ruang kota setempat, bisa didapat di dinas tata
kota atau Bappeda.
GSJ dimaksudkan mengatur lingkungan hunian memiliki kualitas visual yang baik,
selain itu juga mengatur jarak pandang yang cukup antara lalu lintas di jalan dan
bangunan. Ketentuan besarnya GSJditentukan dengan pertimbangan perkembangan

13

kota, kepentingan umum, keserasian dengan lingkungan, maupun pertimbangan lain


dengan mendengarkan pendapat teknis para ahli terkait.
II.3.4Garis Jarak Bebas Samping (GJBS) dan Garis Jarak Bebas Belakang (GJBB)
Pada daerah intensitas bangunan rendah/renggang, maka jarak bebas samping dan
belakang bangunan harus memenuhi persyaratan:
(1) jarak bebas samping dan jarak bebas belakang ditetapkan minimum 4 m pada lantai
dasar, dan pada setiap penambahan lantai/tingkat bangunan, jarak bebas di atasnya
ditambah 0,50 m dari jarak bebas lantai di bawahnya sampai mencapai jarak bebas
terjauh 12,5 m, kecuali untuk bangunan rumah tinggal, dan sedangkan untuk
bangunan gudang serta industri dapat diatur tersendiri;
(2) sisi bangunan yang didirikan harus mempunyai jarak bebas yang tidak dibangun
pada kedua sisi samping kiri dan kanan serta bagian belakang yang berbatasan
dengan pekarangan.
Pada dinding batas pekarangan tidak boleh dibuat bukaan dalam bentuk apapun.
Jarak bebas antara dua bangunan dalam suatu tapak diatur sebagai berikut:
(1) dalam hal kedua-duanya memiliki bidang bukaan yang saling berhadapan, maka
jarak antara dinding atau bidang tersebut minimal dua kali jarak bebas yang
ditetapkan;
(2) dalam hal salah satu dinding yang berhadapan merupakan dinding tembok tertutup
dan yang lain merupakan bidang terbuka dan/atau berlubang, maka jarak antara
dinding tersebut minimal satu kali jarak bebas yang ditetapkan;
(3) dalam hal kedua-duanya memiliki bidang tertutup yang saling berhadapan, maka
jarak dinding terluar minimal setengah kali jarak bebas yang ditetapkan.
II.3.5Perbandingan Luas Bangunan dengan Penghuni
Kebutuhan ruang per orang dihitung berdasarkan aktivitas dasar manusia di dalam
rumah. Aktivitas seseorang tersebut meliputi aktivitas tidur, makan, kerja, duduk,
mandi, kakus, cuci dan masak serta ruang gerak lainnya. Dari hasil kajian, kebutuhan
ruang per orang adalah 9 m2 dengan perhitungan ketinggian rata-rata langit-langit
adalah 2,80 m. Rumah sederhana sehat memungkinkan penghuni untuk dapat hidup
sehat dan menjalankan kegiatan hidup sehari-hari secara layak. Kebutuhan minimum
ruangan pada rumah sederhana sehat perlu memperhatikan beberapa ketentuan sebagai
berikut:
14

(1) kebutuhan luas per jiwa


(2) kebutuhan luas per Kepala Keluarga (KK)
(3) kebutuhan luas bangunan per kepala Keluarga (KK)
(4) kebutuhan luas lahan per unit bangunan

Secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 2


Tabel 1. Kebutuhan Luas Minimum Bangunan dan Lahan
untuk Rumah Sederhana Sehat (Rs Sehat)

Gambar GSB, GSJ, GJBS, GJBB

Gambar1. Garis-Garis Bangunan


II.4 Bangunan Tahan Gempa untuk Rumah Tinggal

15

Bangunan tahan gempa pada dasarnya adalah upaya untuk membuat seluruh elemen
rumah menjadi satu kesatuan yang utuh, yang tidak lepas/runtuh akibat gempa. Penerapan
konsep tahan gempa antara lain dengan cara membuat sambungan yag cukup kuat diantara
berbagai elemen tersebut serta pemilihan material dan pelaksanaan yang tepat. Konsep
rumah contoh yang dikembangkan Kantor Menteri Negara Riset dan Teknologi (KMNRT)
tidak hanya mengacu kepada konsep desain tahan gempa saja, akan tetapi mencakup
konsep pemanfaatan material setempat, budaya masyarakat dalam membangun rumah,
serta aspek kemudahan pelaksanaan.
Kadar kecocokan sistem struktur terhadap gempa yang dinyatakan sangat cocok,
bila bangunan gedung dan rumah dibuat dengan mengunakan sistem struktur rangka kaku,
baik menggunakan bahan beton bertulang, baja, dan kayu dengan perkuatan silang.
Bangunan gedung dan rumah tinggal yang dibangun dengan sistem struktur ini
memberikan karakteristik berat bangunan ringan dan memiliki daya tahan yang tinggi
terhadap beban gempa.
Beberapa konsep utama dalam konstruksi bangunan tahan gempa antara lain:
1. Denah Bangunan yang Simetris
Khusus pada bangunan tahan gempa denah bangunan perlu didesain secara
simetris. Berdasarkan pengamatan pada kerusakan bangunan akibat gempa, diketahui
bahwa struktur bangunan yang demikian dapat menahan gaya gempa. Struktur seperti
ini juga mengurangi efek gaya torsi yang ditimbulkan saat terjadi gempa. Denah yang
simetris memungkinkan pembagian kekuatan yang merata pada setiap bagian
bangunan. Dengan adanya pemerataan tersebut, maka bangunan tidak akan mudah
roboh saat terjadi gempa.
2. Material Bangunan yang Ringan
Alam semesta telah menyediakan material-material yang mampu dimanfaatkan
dalam proses perancangan bangunan. Akan tetapi manusia harus tetap mengasah
kreativitasnya untuk menciptakan material-material yang sesuai dengan kebutuhan
mereka. Dalam proses pemilihan material bagi rancangan bangunan tahan gempa perlu
memperhatikan faktor berat material tersebut. Material yang sebaiknya digunakan

16

adalah material yang ringan namun kuat. Hal ini sesuai dengan konsep bahwa beban
inersia gempa sebanding dengan berat bahan bangunan tersebut.
3. Sistem Konstruksi Penahan Beban yang Memadai
Agar suatu bangunan dapat menahan gempa, maka bangunan trsebut harus mampu
menyalurkan setiap gaya inersia akibat gempa dari elemen-elemen struktur bangunan
utama kemudian memindahkannya ke pondasi yang ada di dalam tanah. Struktur utama
penahan gaya horizontal akibat gempa harus elastis, karena jika batas kekuatan
elastisitas telah dilampaui maka tidak akan terjadi keruntuhan getas secara tiba-tiba,
melainkan pada beberapa tempat terlebih dahulu. Dalam proses menyalurkan gaya dari
elemen struktur ke pondasi terdapat sebuah jalur yang disebut lintasan gaya. Setiap
bangunan harus memiliki lintasan gaya yang cukup kuat untuk dapat menahan gaya
gempa horizontal.
Taraf keamanan minimum untuk bangunan gedung dan rumah tinggal yang masuk
dalam kategori bangunan tahan gempa, yaitu yang memenuhi berikut ini:
a. Bila terkena gempa bumi yang lemah, bangunan tersebut tidak mengalami kerusakan
sama sekali.
b. Bila terkena gempa bumi sedang, bangunan tersebut boleh rusak pada elemenelemen non-struktural, tetapi tidak boleh rusak pada elemen-elemen struktur.
c. Bila terkena gempa bumi yang sangat kuat: bangunan tersebut tidak boleh runtuh
baik sebagian maupun seluruhnya; bangunan tersebut tidak boleh mengalami
kerusakan yang tidak dapat diperbaiki.
Berdasarkan acuan normative SNI 03-1726-2002, Tata Cara Perencanaan
Ketahanan Gempa Untuk Bangunan, Bangunan rumah dan gedung lainnya yang dibuat
atau direncanakan mengikuti pedoman teknis ini harus mengikuti ketentuan-ketentuan
berikut:
1. Pondasi
a. Pondasi harus ditempatkan pada tanah keras.
b. Penampang melintang pondasi harus simetris seperti terlihat pada Gambar 2

17

Gambar 2. Penampang melintang pondasi batu kali

c. Harus dihindarkan penempatan pondasi pada sebagian tanah keras dan sebagian
tanah lunak.

Gambar 3. Pondasi menerus yang diletakkan pada sebagian tanah keras dan sebagian tanah
lunak.

d. Sangat disarankan menggunakan pondasi menerus, mengikuti panjang denah


bangunan, seperti ditunjukan oleh Gambar 4.

Gambar 4. Pondasi menerus


e. Pondasi dibuat menerus pada kedalaman yang sama, pondasi bertangga seperti
ditunjukan oleh gambar 5 berikut tidak diperkenankan.

Gambar 5. Pondasi bertangga yang tidak diperkenankan

18

f. Penggunaan pondasi pada kondisi tanah lunak dapat digunakan pondasi pelat beton
atau jenis pondasi alternatif lainnya.

2. Dinding Rumah tahan Gempa


Dinding yang dipakai merupakan perpaduan antara kebiasaan masyarakat setempat
yang menggunakan material kayu dan dinding yang terbuat dari batu-bata. Untuk
menyatukan dinding dengan kolom maupun sloof, dipergunakan angker yang dipasang
pada jarak 0.3 meter. Untuk mengatasi adanya gaya horisontal akibat gempa, maka
pada dinding di pasang pengikat silang sebagai pengaku. Setiap bukaan yang cukup
lebar seperti : pintu, jendela harus dipasang balok lintel. Dalam desain bangunan ini
balok lintel disatukan dengan kayu kusen atas.
Dalam dinding terdapat penguat-penguat yang disebut kolom. Kolom menggunakan
material kayu dengan ukuran yang ada di pasaran yaitu ukuran 2 x 5/10. Dengan
menggunakan ukuran yang ada dipasaran, dimaksudkan untuk memudahkan
masyarakat dalam memperoleh material tersebut. Untuk menahan gaya geser akibat
gempa, maka pada ujung bawah kolom dipasang plat berbentuk U yang ditanam dalam
adukan beton sloof.
3. Kolom : Rumah Tahan Gempa
Kolom menggunakan material kayu dengan ukuran yang ada di pasaran yaitu
ukuran 2 x 5/10. Pemakaian ukuran yang ada dipasaran, dimaksudkan untuk
memudahkan masyarakat dalam mencontoh. Untuk menahan gaya geser akibat gempa,
maka pada ujung bawah kolom dipasang plat berbentu U yang ditanam dalam adukan
beton sloof.
Untuk menjamin adanya satu kesatuan antara kolom dengan rangka kuda-kuda,
maka salah satu batang diagonal kuda-kuda dipanjangkan sampai ke kolom. Sementara
itu untuk menghindari terlepasnya kusen pintu/jendela, maka batang horisontal kusen
pintu/jendela.
19

4. Struktur Atap dan Kuda-kuda


Pada struktur atap yang menahan beban gempa dalam arah horizontal, jika tidak
terdapat batang pengaku di dalamnya maka bangunan tersebut akan runtuh jika terjadi
gempa bumi. Apabila bangunan tersebut cukup lebar maka diperlukan setidaknya 2
hingga 3 batang pengaku pada tiap-tiap ujung bangunan. Tetapi perlu diperhatikan
bahwa batang pengaku ini harus memiliki sistem menerus sehingga gaya dapat
dialirkan ke ring balok pada ketinggian langit-langit. Gaya-gaya dari batang pengaku
dan beban saling tegak lurus bidang pada dinding sehingga menghasilkan momen
lentur pada ring balok. Apabila panjang dinding pada arah lebar lebih besar dari 4
meter, maka diperlukan batang pengaku horizontal pada sudut untuk memindahkan
beban dari batang pengaku pada bidang tegak dinding dalam yang merupakan elemenelemen struktur yang menahan beban gempa utama.
Material atap yang digunakan harus material yang ringan namun kuat. Kuda-kuda
menggunakan material dari kayu sedangkan atap menggunakan seng. Metode
sambungan yang digunakan sangat sederhana, hal ini untuk mempermudah masyarakat
dalam mencontoh metode tersebut. Untuk memperkuat hubungan antara batang serta
menjaga stabilitasnya, maka hubungan antara batang membentuk segitiga. Hubungan
antara kuda-kuda yang satu dengan kuda-kuda lainnya menggunakan batang pengaku
dan batang pengaku di badan bangunan yang biasa disebut dengan batang lintel.
Beberapa aspek yang perlu diperhatikan adalah sambungan antar batang horizontal
jangan terletak pada titik kritis, hal ini untuk menghindari terjadinya lendutan antara
sambungan tarik dan sambungan tekan.
Kuda-kuda untuk bangunan gedung dan rumah tahan gempa disarankan
menggunakan kuda-kuda papan paku. Kuda-kuda ini cukup ringan dan pembuatannya
cukup sederhana. Ukuran kayu yang digunakan 2 cm x 10 cm, dan jumlah paku yang
digunakan minimum 4 buah paku dengan panjang 2,5 kali tebal kayu.

20

Gambar 9. Detail Struktur Kuda-Kuda Atap

21

BAB III
HASIL PENGAMATAN

III.1 Kondisi Rumah Tidak Sehat

Lokasi Rumah Survei (Alamat) : Jl. Raya Srengseng Sawah No. 33

Luas Tanah : 9.3m x 5.85 m = 54.4050 m2

Luas Bangunan : 43.45 m2

Jumlah Ruangan:
Rumah ini terdiri dari 4 (empat) ruangan yang terdiri dari
a. 2 (dua) kamar tidur
b. 1 (satu) ruang tamu/ruang keluarga
c. 1 (satu) dapur
d. 1 (satu) kamar mandi

Jumlah Penghuni: 4 orang

Denah Lokasi (Site Layout)

: terlampir

Denah Rumah Eksisting

: terlampir

Tampak Depan dan Tampak Samping Rumah Eksisting

: terlampir

III.2 Perbandingan dengan Rumah Sehat

No
.
1.

Faktor Pembanding
Penghawaan
(sirkulasi udara)

Rumah Hasil Survei


- Kamar anak tidak ada
jendela lubang ventilasi
cenderung kurang
memadai

Rumah Sehat
-

Luas lubang ventilasi tetap


minimal 5% dari luas
lantai ruangan

Udara yang masuk harus


udara bersih yang tidak
dicemari oleh asap
kendaraan, pabrik, sampah
maupun asap lainnya.

Menfungsikan jendela
sebangai tempat
pertukaran sirkulasi udara
sebenarnya

- Jendela depan ruang tamu


jarang difungsikan dan
tertutup sofa
- Jendela dapur tidak
berfungsi
- Kamar mandi tidak memiliki
ventilasi

22

2.

Pencahayaan

- Pencahayaan dapur
cenderung minim
disamping jendela sudah
tidak berfungsi, dibagian
belakang dapur ditutupi
kerai bambu sehingga
cahaya dari luar
terhalangi

Pencahayaan yang baik


berasal dari sinar matahari
langsung ketika siang hari,
(penghematan energy)

Luas jendela yang baik


paling sedikit mempunyai
luas 10-20% dari luas
lantai

Air tidak berwarna, tidak


berbau, jernih dan
memiliki suhu di bawah
suhu udara sehingga
nyaman untuk digunakan
Jarak antara sumber air
bersih dengan sumber air
kotor (septik tank dan
resapan) minimal 10 meter

- Pencahayaan kamar anak


pada siang hari juga
cenderung kurang karena
berada ditengah-tengah
tanpa jendela satupun

3.

4.

Sumur air bersih

Sumber air bersih (sumur)


berada di dekat septic tank
didekat dapur dan tidak ada
reservoir.

Pengolahan limbah - Jarak septic tank dengan


sumber air sangat dekat
cair dan padat
(di wilayah dapur), hal ini
sangat memungkinkan
tercemarnya sumber air
minum oleh air
pembuangan
- septik tank juga tidak
memiliki lubang
penghawaan, maupun
lubang pipa untuk
keperluan
pembersihan(penyedotan
jika penuh).
- Tidak ada tempat sampah
pada rumah yang disurvey

Jarak septic tank dengan


sumur harus diletakkan
jauh kurang lebih 8 meter.

Septic tank harus memiliki


lubang hawa dan lubang
pipa untuk keperluan
kebersihan.

Memberikan tempat
pembuangan sampah

Tidak terjadi kontaminasi


tanah permukaan

Tidak terjadi kontaminasi


pada air tanah yang
mungkin masuk ke sumur

Tidak terjadi kontaminasi


pada air permukaan

Tidak terjangkau oleh lalat


dan kuman

Harus bebas dari bau serta


23

kondisi yang tidak sedap

Tata Ruang

Ruang hijau

Konstruksi rumah

- Ruang tamu dan keluarga


yang dijadikan satu
dengan mable rumah
tangga yang penuh sesak
menambah tata ruang
tidak sesuai fungsinya
(terdapat kasur juga di
ruang tamu ini)
- Dapur yang langsung terlihat
dari ruang tamu dengan
sekat setengah
- Perabotan rumah tangga
(mable) yang memakan
tempat seperti sofa besar terdapat dua dan terdapat
bangku juga yang sangat
menyulitkan ruang gerak
penghuni

- Tidak ada tanaman pada


rumah ini

- Atap yang digunakan adalah


asbes

harus ada pemisah antara


ruang kamar tidur orang
tua dan kamar tidur anak.
Kemudian, luas ruangan
minimal 8m2 dengan
kapasitas orang maksimal
2 orang.
Untuk dapur, ruang dapur
harus memiliki ventilasi
yang baik agar asap hasil
kegiatan masak dapat
dialirkan keluar. Luas
dapur minimal 3m2.
Untuk kamar mandi harus
memiliki minimal 1 lubang
ventilasi yang
berhubungan dengan udara
luar.

Ruang hijau (taman) dapat


memberikan penghawaan
yang sejuk

Memberikan tanaman
gantung atau tanaman
dalam pot dibagian teras
rumah agar sirkulasi udara
lebih baik

Menggunakan atap
genteng karena dengan
lahan yang kecil
penggunaan asbes
menambah penghawaan
rumah semakin panas,
maka digunakan genteng

Tabel 2. Perbandingan Rumah Hasil Survei dengan Rumah Sehat

24

BAB IV
ANALISA DAN USULAN PERBAIKAN
IV.1 Analisa Rumah
IV.1.1 Aspek Eksternal
a. Lingkungan
Rumah yang kami survei berada di sebuah gang dimana lingkungan tersebut
padat oleh rumah warga sehingga tidak terdapat ruang terbuka hijau. Terdapat
rumah warga lain tepat di sebelah kiri rumah yang kami survei, sedangkan di
sebelah kanan rumah terdapat sebuah gang kecil selebar 1 m. Gang tersebut
hanya cukup untuk dilewati oleh satu orang dan tidak dapat dilewati oleh motor.
Di belakang rumah terdapat sebuah lapangan voli milik masyarakat sekitar
sedangkan di depan rumah adalah jalan akses ke rumah tersebut. Jalan di depan
rumah tersebut terbuat dari aspal dan selebar 2 m sehingga hanya motor dan
orang yang dapat melewatinya. Secara keseluruhan, lingkungan dimana rumah
tersebut berada cukup bersih, namun tidak terdapat penghijauan di sekitarnya.
b. Infrastruktur
Rumah yang kami survei berada di dalam gang kecil namun tidak berjarak
terlalu jauh dari jalan raya sehingga akses ke fasilitas lain seperti transportasi
umum dan warung tidak terlalu sulit. Jarak dari rumah ke jalan raya hanya
sekitar 100 m sehingga jarak dapat ditempuh dengan jalan kaki.
IV.1.2 Aspek Internal dan Fisik
a. Organisasi Ruangan

25

Rumah yang kami survei hanya terdiri dari 4 ruangan terpisah yang terdiri
dari 2 kamar tidur, 1 kamar mandi, dan 1 ruangan yang merangkap sebagai
dapur, ruang tamu dan ruang keluarga.
Ruang keluarga dan ruang tamu disatukan menjadi satu di dekat pintu
masuk sehingga ketika tamu masuk, mereka akan berada di ruang keluarga
juga. Pintu depan rumah membentuk sudut terhadap dinding depan sehingga
membuat ruang tamu tersebut semakin kecil. Selain itu, rumah tersebut terkesan
sempit karena pemilik rumah memiliki banyak barang yang tidak diatur dengan
rapih. Sebagai contoh, terdapat sebuah sofa persis di smaping pintu masuk
sehingga menyulitkan tamu untuk masuk ke dalam rumah. Selain itu, terdapat
sebuah meja kecil di depan meja lainnya di ruang tamu.
Ruang keluarga dan dapur hanya dipisahkan oleh sebuah sekat sehingga
ruangan tersebut tidak dipisahkan secara menyeluruh. Sekat tersebut hanya
setinggi 1.2 m dari lantai. Dapur dalam rumah yang kami survei berukuran
7,91m2. Luas ini sudah diatas persyaratan rumah sehat. Dapur rumah tersebut
juga sudah dilengkapi alat-alat pengolahan makanan, alat-alat masak, tempat
cuci peralatan dan air bersih serta tempat penyimpanan bahan makanan.
Kamar tidur depan berfungsi sebagai kamar tidur induk untuk kedua orang
tua. Ukuran kamar tidur tersebut adalah 9m2 sehingga sesuai dengan standar
rumah sehat. Namun, kamar tidur tersebut terlihat sangat sempit dikarenakan
banyaknya barang yang ada di ruang tersebut. Terdapat dua lemari besar yang
menutupi satu sisi dinding, sedangkan barang-barang lainnya terdapat di lantai
sekitar lemari tersebut.
Kamar tidur untuk kedua anak terpisah dari kamar tidur orang tua dan
berada di sebelah kamar tidur induk berukuran 7,95m2. Ukuran ini masih
terlalu sempit untuk ditempatkan 2 orang sesuai dengan persyaratan rumah
sehat. Seperti halnya dengan ruang tidur induk, kamar tidur untuk anak terkesan
sempit. Dalam hal ini, ruang tidur anak terkesan sempit karena kasur besar yang
ada di ruangan tersebut. Selain itu juga terdapat meja belajar dan lemari.
b. Kualitas dan Utilitas Bangunan
Kualitas bangunan dapat dilihat dari bahan dan material yang digunakan
juga dalam proses pembangunannya. Digunakan atap dengan bahan asbes yang
kurang baik. Utilitas bangunan meliputi instalasi listrik dan instalasi air bersih.

26

IV.1.3 Aspek Teknik


a. Material
Rumah yang kami survei memiliki atap yang terbuat dari asbes dan
ketinggian rumah 2.5 m. Langit-langit rumah terbuat dari triplek. Lantai rumah
sudah terbuat oleh keramik sedangkan dinding rumah adalah setengah pasang
batu-bata yang dilapisi oleh plaster. Pintu dan kusen jendela terbuat dari kayu,
sedangkan pintu kamar mandi terbuat dari PVC.
b. Denah Eksisting (terlampir)

c. Tampak Bangunan (terlampir)


Pada bagian depan rumah terdapat 4 jendela, 2 pintu utama yang dijadikan
satu, serta atap menghadap ke depan yang terbuat dari asbes. Tampak kanan
rumah hanya berupa semen dan tidak ada lapisan tambahan cet. Sebelah kiri
rumah tidak dapat terlihat karena bersebelahan dengan rumah tetangga. Pada
bagian belakang rumah terdapat 1 jendela dan 1 pintu belakang serta atap yang
menghadap ke depan dan terbuat dari asbes. Di bagian atas terdapat lubang
ventilasi dan sama halnya dengan tampak kanan, hanya berupa semen dan tidak
ada lapisan tambahan cet.
d. KDB

: 89.4%

e. KLB

: 0.89

f. GSB

: 50 cm

g. GSJ

: 50 cm

h. GJBS

: 50cm ke kanan

i. GJBB

: 1,5 m

j. Rasio/Perbandingan Luas Bangunan dengan Penghuni : 10,825


IV.1.4 Aspek Ruang/Hubungan Fungsi Kegiatan
a. Sirkulasi Udara (Penghawaan)
Ventilasi yang terdapat di rumah tersebut berupa ventilasi alami dan
ventilasi buatan. Ventilasi alami yang dimaksud berupa celah-celah di atas pintu
dan jendela, sementara ventilasi buatan adalah kipas angina. Kedua ventilasi
27

tersebut berfungsi untuk mensirkulasikan udara agar udara di rumah di kotor


dan pengap.
Di ruang keluarga, ventilasi alami berada di atas pintu dan jendela berupa
celah-celah persegi panjang. Luas ventilasi pada ruang tersebut adalah 0.46m2
atau 3.4%. Hal ini menunjukan bahwa ventilasi yang ada pada ruang tersebut
masih dibawah persyaratan minimal 5%. Selain itu, terdapat satu kipas angin di
langit-langit dan satu kipas angin yang ditempatkan di lantai yang berfungsi
untuk menjaga suhu ruang tersebut agar tidak terlalu panas.
Sama halnya dengan ruang keluarga, pada kamar tidur digunakan ventilasi
berupa celah persegi panjang diatas pintu dan jendela. Ventilasi yang berada
pada jendela menyalurkan udara segar dari luar sedangkan ventilasi yang
berada pada pintu menyalurkan udara dari ruang keluarga. Luas ventilasi pada
kamar tersebut adalah 0,49m2 atau 5.4% dari luas lantai sehingga sudah sesuai
dengan persyaratan rumah sehat.
Pada kamar tidur anak hanya terdapat ventilasi di atas pintu. Namun, luas
tersebut adalah 0.17m2 dan sudah sesuai dengan persyaratan rumah sehat.
Ventilasi pada dapur berasal dari celah diatas jendela dan pintu belakang.
Luas ventilasi tersebut adalah 0.32m2 atau 4% dari luas lantai ruangan. Hal ini
menunjukan bahwa ventilasi pada dapur masih dibawah persyaratan rumah
sehat.
Sementara itu, pada kamar mandi hanya terdapat ventilasi pada bagian
bawah pintu sebesar 0.49m2. Luas tersebut sudah sesuai dengan persyaratan
rumah sehat, namun ventilasi tersebut hanya mengalirkan udara ke dapur dan
bukan udara segar dari luar.
b. Pencahayaan
Terdapat dua jenis pencahayaan dalam rumah yang kami survei,
pencahayaan alami yang berasal dari jendela, serta pencahayaan buatan yang
berasal dari lampu pijar.
Di ruang keluarga terdapat dua jendela yang menghadap ke depan rumah.
Luas jendela tersebut adalah 1.15m2 sehingga hanya mencakup 9% dari luas
lantai ruangan. Ukuran tersebut masih dibawah persyaratan rumah sehat yang
mensyaratkan ukuran jendela minimal 10% dari luas lantai. Untuk pencahayaan
buatan, terdapat dua lampu di langit-langit yang berfungsi untuk memberikan

28

penerangan saat malam hari. Namun, satu dari kedua lampu tersebut tidak
berfungsi dan rusak.
Pada kamar tidur induk juga terdapat dua buah jendela yang menghadap ke
depan rumah. Luas jendela tersebut adalah 1.04m2, yaitu 11.5% dari luas lantai
ruangan sehingga sudah memenuhi persyaratan rumah sehat. Selain itu, juga
terdapat satu lampu untuk penerangan pada malam hari.
Berbeda dengan kamar tidur induk, kamar tidur anak tidak memiliki
pencahayaan alami dikarenakan dinding yang menghadap ke luar rumah
bersebelahan dengan dinding rumah tetangga. Oleh karena itu, pencahayaan di
kamar ini hanya mengandalkan pencahayaan buatan dengan menggunakan
lampu.
Pada bagian dapur, terdapat satu buah jendela yang menghadap ke belakang
rumah yang berfungsi sebagai pencahayaan alami. Luas jendela tersebut adalah
0.49m2 atau 6.1% dari luas lantai ruangan. Luas tersebut masih jauh dibawah
persyaratan minimal 10% dari luas lantai. Selain pencahayaan alami, dapur
tersebut juga memiliki pencahayaan buatan berupa satu lampu.
Kamar mandi pada rumah yang kami survei tidak memiliki jendela. Oleh
karena itu, penerangan untuk kamar mandi menggunakan pencahayaan buatan.
c. Air Bersih dan Sanitasi
Air bersih pada rumah yang kami survei disalurkan ke 2 kran yaitu di
tempat cuci piring dapur serta di bak penampungan air kamar mandi. Air yang
terdapat dalam rumah tersebut sudah cukup bersih. Airnya jernih, tidak keruh
serta tidak berbau sehingga dapat dikatakan air bersih. Sementara itu, septik
tank rumah tersebut berada di bawah kamar mandi sedangkan resapan berada di
luar rumah dekat dapur. Di rumah tersebut hanya terdapat satu keranjang
sampah, yaitu di dapur.
IV.2 Usulan Perbaikan Rumah
IV.2.1 Aspek Eksternal
a. Lingkungan
Rumah yang kami survei berada di sebuah gang dimana lingkungan tersebut
padat oleh rumah warga sehingga tidak terdapat ruang terbuka hijau. Usulan
kami ditambahkan tanaman-tanaman hias untuk penghijauan dan juga untuk
keindahan lingkungan.
29

b. Infrastruktur
Rumah yang kami survei berada di dalam gang kecil namun tidak berjarak
terlalu jauh dari jalan raya sehingga akses ke fasilitas lain seperti transportasi
umum dan warung tidak terlalu sulit. Jarak dari rumah ke jalan raya hanya
sekitar 100 m sehingga jarak dapat ditempuh dengan jalan kaki.
IV.2.2 Aspek Internal dan Fisik
a. Organisasi Ruangan
Berdasarkan denah usulan, kami tidak menambah maupun mengurangi
jumlah ruangan yang telah ada namun mengubah letak ruangan yang ada untuk
mengefektifkan luas bangunan yang cukup sempit.
Ruang tamu kami perluas dengan cara mengubah letak pintu dan tembok
depan rumah menjadi tidak membentuk sudut agar luas ruang tamu efektif. Juga
mengganti perabot ruang tamu seperti sofa dan meja tamu yang lebih sesuai
dengan luas ruang tamu.
Kamar tidur anak dipindahkan menjadi berseberangan dengan kamar tidur
utama. Tujuan dari pemindahan kamar tidur anak adalah sebagai pembatas
ruang tamu untuk menjaga privasi keluarga juga sebagai pembatas dapur, selain
itu luas bekas kamar tidur anak difungsikan sebagai ruang keluarga, sehingga
lahan rumah yang sempit bisa di efektifkan.
Kamar mandi dipindahkan ke seberang letak kamar mandi sebelumnya.
Tujuan dari pemindahan kamar mandi adalah agar tembok kamar mandi dapat
ditambahkan ventilasi sebagai sirkulasi udara didalam kamar mandi.
b. Kualitas dan Utilitas Bangunan
Kualitas bangunan dapat dilihat dari bahan dan material yang digunakan
juga dalam proses pembangunannya. Untuk rumah usulan kami memperhatikan
bahan dan material yang digunakan aman dan tidak berdampak buruk bagi
kesehatan dan lingkungan.
Utilitas bangunan yang meliputi instalasi listrik dan instalasi air bersih.
Untuk instalasi air kami memisahkan antara perpipaan untuk air kotor dan air
bersih. Sumur sebagai sumber air bersih diletakkan di teras depan rumah
sehingga tidak tercemar dengan tempat pembuangan air kotor dan septic tank
yang berada di teras belakang rumah. Untuk pemasangan kabel listrik kami
30

bekerja sama dengan pihak PLN dan mengikuti peraturan yang telah ditetapkan
PLN demi keselamatan dan kenyamanan penghuni rumah.
IV.2.3 Aspek Teknik
a. Material
Material atap kami ubah menjadi terbuat dari tanah liat karena atap asbes
berbahaya bagi kesehatan dan efek jangka panjang dari menghirup serat asbes
adalah dapat menyebabkan kanker paru-paru, sedangkan atap tanah liat tidak
menimbulkan efek negatif bagi kesehatan juga perawatan yang mudah dan
ramah lingkungan. Langit-langit rumah terbuat dari triplek. Lantai rumah sudah
terbuat oleh keramik sedangkan dinding rumah adalah setengah pasang batubata yang dilapisi oleh plaster. Pintu dan kusen jendela terbuat dari kayu,
sedangkan pintu kamar mandi terbuat dari PVC. Tembok rumah kami tinggikan
menjadi 3 meter dengan tujuan untuk memperbaiki sistem penghawaan agar
tidak pengap, mempengaruhi suhu ruangan agar tidak terlalu panas, dan dari
aspek kenyamanan dan keindahan.
b. Denah Renovasi (terlampir)
c. Tampak Bangunan (terlampir)
Pada bagian depan rumah terdapat 4 jendela, 2 pintu utama yang dijadikan
satu yang sudah tidak membentuk sudut, serta atap menghadap ke depan yang
terbuat dari tanah liat. Tampak kanan rumah ditambahkan 2 jendela dari kamar
tidur anak dan ventilasi dari kamar mandi. Sebelah kiri rumah tidak dapat
terlihat karena bersebelahan dengan rumah tetangga. Pada bagian belakang
rumah terdapat 2 jendela, 1 ventilasi dan 1 pintu belakang serta atap yang
menghadap ke depan dan terbuat dari tanah liat. Dinding luar pada tampak
belakang dan tampak kanan di cet untuk estetika dan keawetan.
d. KDB

: 89.4%

e. KLB

: 0.89

f. GSB

: 50 cm

g. GSJ

: 50 cm

h. GJBS

: 50 cm ke kanan

i. GJBB

: 1,5 m

j. Rasio/Perbandingan Luas Bangunan dengan Penghuni : 10,825


31

Karena luas lahan yang tidak dapat diperbesar, tidak terdapat perubahan
terhadap KDB, KLB, GSB, GSJ, GJBS, GJBB serta rasio luas bangunan
dengan penghuni.
k. Gempa
Untuk kekuatan bangunan dalam segi gempa, sesuai dengan SNI 03-17262002, pondasi yang digunakan dalam usulan rumah kami adalah pondasi
menerus, simetris serta kedalaman yang sama. Selain itu, pada dinding dipasang
kolom lintel untuk mengatasi adanya gaya horizontal akibat gempa yang
letaknya ada di kusen-kusen. Pada setiap kolom terdapat beton sloof untuk
menahan gaya geser akibat gempa. Untuk struktur atap, digunakan material
yang ringan namun kuat, yaitu kayu.
IV.2.4 Aspek Ruang/Hubungan Fungsi Kegiatan
a. Sirkulasi Udara (Penghawaan)
Penambahan ventilasi alami pada dinding rumah tersebut. Ventilasi tersebut
berfungsi untuk mensirkulasikan udara agar udara di rumah tidak kotor dan
pengap. Semua ventilasi dibuat berdasarkan standar yaitu minimal 5% dari luas
lantai.
Pada ruang tamu, ventilasi alami terdapat1 di atas pintu dan 2 di atas jendela
berupa celah-celah persegi panjang. Standar luas ventilasi pada ruang tamu
adalah 0.216 m2, kami membuat luas ventilasi pada ruang tersebut menjadi 0.55
m2 sehingga sudah memenuhi standar ventilasi yaitu 5% dari luas lantai. Kipas
angin yang terdapat pada ruang tamu tidak kami pindahkan karena sudah sesuai
dengan fungsinya.
Pada kamar tidur induk digunakan ventilasi berupa celah persegi panjang
diatas pintu dan jendela. Ventilasi yang berada pada jendela menyalurkan udara
segar dari luar sedangkan ventilasi yang berada pada pintu menyalurkan udara
dari ruang keluarga. Standar luas ventilasi pada kamar tidur induk adalah 0.45
m2, kami membuat luas ventilasi pada kamar tersebut menjadi 0.675 m2
sehingga sudah memenuhi standar.
Pada kamar tidur anak terdapat 1 ventilasi di atas pintu dan 2 ventilasi di
atas jendela. Standar luas ventilasi pada kamar tidur anak adalah 0.434 m2, kami
membuat luas ventilasi pada kamar tidur anak menjadi 0.675 m2 sehingga
sudah memenuhi standar 5% dari luas lantai.
Pada ruang keluarga, sirkuasi udara didapatkan dari ventilasi yang berada di
dapur dan juga kipas angin berdiri.
32

Pada dapur terdapat ventiasi dari celah diatas pintu belakang, diatas jendela
dan disebelah jendela. Standar luas ventilasi pada dapur adalah 0.166 m2, kami
membuat luas ventilasi dapur menjadi 0.795 m2 sehingga sudah memenuhi
standar.
Pada kamar mandi terdapat ventilasi pada bagian bawah pintu dan juga pada
dinding kamar mandi yang terlihat pada tampak kanan rumah. Standar luas
ventilasi pada kamar mandi adalah 0.124 m2, kami membuat luas ventilasi pada
kamar mandi menjadi 0.875 m2 sehingga sudah memenuhi standar.
b. Pencahayaan
Pencahayaan dalam rumah berasal dari jendela dan juga lampu pijar. Pada
ruang tamu terdapat dua jendela yang menghadap ke depan rumah. Standar luas
jendela pada ruang tamu adalah 0.432 m2 0.864 m2, kami membuat luas
jendela pada ruang tamu menjadi 0.814 m2 sehingga sudah memenuhi standar
luas jendela 10%-20% dari luas ruangan. Untuk pencahayaan buatan pada
ruang tamu adalah lampu hias gantung yang tidak terlalu besar dan cukup untuk
penerangan di malam hari.
Pada kamar tidur induk juga terdapat dua buah jendela yang menghadap ke
depan rumah. Standar luas jendela pada kamar tidur induk adalah 0.9m2 1.8
m2, kami membuat luas jendela pada kamar tidur induk menjadi 1.125 m2
sehingga sudah memenuhi standar luas jendela. Selain itu, juga terdapat satu
lampu untuk penerangan pada malam hari.
Pada kamar tidur anak terdapat 2 jendela yang terlihat pada tampak kanan
rumah yang akan menjadi pencahayaan alami. Standar luas jendela pada kamar
tidur anak adalah 0.868 m2 - 1.736 m2, kami membuat luas jendela pada
kamar tidur anak menjadi 1.125 m2 sehingga sudah memenuhi standar luas
jendela .Terdapat juga pencahayaan buatan berupa lampu pijar untuk
penerangan pada malam hari.
Pada bagian dapur, terdapat satu buah jendela yang menghadap ke belakang
rumah yang berfungsi sebagai pencahayaan alami. Standar luas jendela pada
dapur adalah 0.3315 m2 - 0.663 m2, kami membuat luas jendela pada dapur
menjadi 0.814 m2 sehingga sudah memenuhi standar luas jendela. Selain
pencahayaan alami, dapur tersebut juga memiliki pencahayaan buatan berupa
satu lampu.
Pada ruang keluarga, terdapat pencahayaan buatan berupa lampu pijar juga
mendapatkan pencahayaan dari kaca yang berada di bagian dinding dapur.
33

Pada Kamar mandi, terdapat penerangan dari jendela kecil yang berada
persis diatas ventilasi seluas 0.0462 m2 dan ventilasi yang terlihat pada tampak
kanan rumah juga penerangan buatan dari lampu pijar.
c. Air Bersih dan Sanitasi
Sumur yang berfungsi sebagai sumber air bersih berada dibawah teras depan
rumah dan dialirkan melalui pipa menuju 2 keran yang berada di kamar mandi
dan juga 1 keran yang berada di dapur. Letak septiktank kami tempatkan di
taman belakang karena lebih mudah saat penyedotan WC dan dapat diletakkan
lubang penghawaan. Septiktank disambungkan dengan sumur resapan di
sebelah septiktank.

34

BAB V
PENUTUP

V.1 Kesimpulan
a. Rumah sehat merupakan bangunan tempat tinggal yang memenuhi syarat
kesehatan yaitu rumah yang memiliki jamban yang sehat, sarana air bersih, tempat
pembuangan sampah, sarana pembuangan air limbah, ventilasi yang baik,
kepadatan huanian rumah yang seusai dan lantai rumah yang tidak terbuat dari
tanah
b. Aspek-aspek yang ditijau dari rumah sehat antara lain pencahayaan, penghawaan,
tata ruang, material bangunan, sanitasi, luas bangunan, serta aspek ekonomi
c. Rumah yang berada pada Jalan Raya Srengseng Sawah No. 13 tidak memenuhi
kriteria-kriteria untuk dikategorikan sebagai rumah sehat karena beberapa hal
yaitu, pencahayaan yang kurang, penghawaan yang kurang baik, tata ruang yang
tidak efektif, serta material bangunan yang kurang baik.
d. Untuk memenuhi persyaratan rumah sehat, rumah yang berada pada Jalan Raya
Srengseng Sawah No. 13 dapat direnovasi. Renovasi yang dilakukan adalah:
1. Menambahkan jendela dan ventilasi
2. Mengubah tata ruang
3. Meninggikan langit-langit untuk penghawaan
4. Mengubah material atap dari asbes menjadi genteng tanah liat
e. Ada beberapa aspek dari rumah sehat yang tidak dapat diubah karena
kondisinya yang tidak memungkinkan yaitu luas bangunan, KDB, KLB, GSB,
GSJ, GJBS, GJBB serta rasio luas bangunan dengan penghuni
V.2 Saran
Selain aspek dan standar-standar yang berlaku untuk rumah sehat, segi estetika
dan kenyamanan dapat diperhatikan. Pemilik rumah dapat menambahkan tanamantanaman di teras maupun di belakang rumah untuk meningkatkan keindahan rumah. Selain
itu, pemilik juga dapat merapihkan barang-barang agar tidak berantakan di dalam rumah.
Selain lebih enak untuk dipandang, hal ini juga akan membuat penghuni merasa lebih
nyaman serta kebersihan lebih mudah untuk dijaga. Kebersihan pangkal kesehatan adalah
pepatah yang benar adanya.

35

DAFTAR PUSTAKA

Budiman, Chandra. (2007). Pengantar Kesehatan Lingkugan. Jakarta: EGC


Puspantoro, Benny. (1996). Konstruksi Bangunan Gedung Tidak Bertingkat. Yogyakarta:
Penerbitan Universitas Mahasiswa Atma Jaya.
Febri, Suryo. (2004). Akses pada 29 Oktober 2014 dari
http://digilib.ump.ac.id/files/disk1/20/jhptump-ump-gdl-suryofebri-969-2-babii.pdf
Kusuma, Astuti. (2010). Akses pada 1 November 2014 dari
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23722/4/Chapter%20II.pdf
Permen PU. (2007). Akses pada 5 November 2014 dari
http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/01%20perencanaan%20bangunan%20dan
%20lingkungan.pdf.
Depkes RI Ditjen PPM dan PL (2002) Pedoman Teknis Penilaian Rumah Sehat.
Kepmenkes RI No.403/KPTS/M/2002 ttg Pedoman Teknis Pembangunan Rumah
Sederhana Sehat (Rs Sehat)
Kepmenkes RI No. 829/Menkes/SK/VII/1999 ttg Persyaratan Kesehatan Perumahan.
UU RI No.4 Tahun 1992 ttg Perumahan dan Pemukiman.

36

LAMPIRAN

37

Anda mungkin juga menyukai