Anda di halaman 1dari 21

23

BAB III
KRITERIA PERENCANAAN

3.1

Analisa Debit Andalan


Debit andalan adalah debit yang diperkirakan selalu ada/tersedia dengan

keandalan tertentu pada waktu yang lama. Karena di lokasi-lokasi studi tidak
terdapat stasiun duga/pengukur debit air, maka untuk memperkirakan besarnya
debit andalan dihitung/didekati dengan menggunakan metode simulasi hujan
menjadi aliran (Rainfall - runoff model).
Pada studi ini untuk memperkirakan debit sumber air dipakai simulasi
metode NRECA.Untuk perhitungan NRECA pada daerah studi dibutuhkan
input data sebagai berikut :
Curah hujan bulanan selama 10 tahun, dari Stasiun Ciracas (Untuk analisa
sumber air Cibadak,) dengan periode pencatatan dari tahun 1997 sampai
dengan tahun 2007.
Evapotranspirasi dihitung dengan data temperatur, kelembaban relatif,
kecepatan angin dan lama penyinaran matahari dari Stasiun Klimatologi
Purwakarta.
Nilai evapotranspirasi dihitung dengan menggunakan rumus Pennman.
Nilai tampungan kelengasan awal, nilainya didapat dengan trial and error.
Tampungan air tanah awal, nilainya didapat dengan coba-coba (trial and
error).

3.1.1 Ketersediaan Data Hujan dan Klimatologi


Lokasi sumber air Cibadak yang berdekatan dengan Stasiun Hujan
Ciracas, maka data hujan yang dipergunakan di ambil dari Stasiun Hujan Ciracas
milik Perum Jasa Tirta II Divisi Usaha II Seksi Usaha Purwakarta. Disamping itu
alasan Pemilihan stasiun hujan tersebut didasarkan juga pada kelengkapan data
pencatatan stasiun hujan tersebut.

Daud Kurniawan, 2014


ANALISA PENYEDIAAN SUMBER AIR BAKU STATION CIBADAK DI KABUPATEN PURWAKARTA)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

24

Data hujan di ketiga Stasiun Hujan tersebut tersedia selama 11 tahun


terakhir dari tahun 1997 s/d 2007. Pada sepanjang tahun 2007, rata-rata curah
hujan bulanan tertinggi yang tercatat terjadi pada bulan Januari, Pebruari, Maret
dan Desember, yang masing-masing mencapai 400 s/d 950 mm.
Kondisi iklim di lokasi pekerjaan secara umum adalah sama dengan
wilayah lain di Indonesia yaitu beriklim tropis dan dipengaruhi oleh angin muson
dimana musim penghujan terjadi pada bulan November hingga Mei, sedangkan
musim kemarau terjadi pada bulan Juni hingga Oktober. Perbedaan musim dalam
setahun tersebut menyebabkan terjadinya perubahan suhu dan kelembaban. Suhu
udara berkisar antara 25o-27o C dengan kelembaban nisbi rata-rata berkisar 90%.

3.1.2 Perhitungan Evapotranspirasi Potensial


Evaporasi dan transpirasi merupakan faktor penting dalam studi
pengembangan sumber daya air. Evaporasi adalah proses fisik yang mengubah
suatu cairan atau bahan padat menjadi gas. Sedangkan transpirasi adalah
penguapan air yang terjadi melalui tumbuhan. Jika kedua proses tersebut saling
berkaitan disebut dengan evapotranspirasi. Sehingga evapotranspirasi merupakan
gabungan antara proses penguapan dari permukaan tanah bebas (evaporasi) dan
penguapan yang berasal dari daun tanaman (transpirasi).
Besarnya nilai evaporasi dipengaruhi oleh iklim, sedangkan untuk
transpirasi dipengaruhi oleh iklim, varietas, jenis tanaman serta umur tanaman.
Dalam studi ini untuk menghitung besarnya evapotranspirasi digunakan
metode Penman Modifikasi yang telah disesuaikan dengan keadaan daerah
Indonesia (Suhardjono, 1990: 54).

Rumus Evapotranspirasi Metode Penman


Eto

= c x Eto*

(3.1)

Eto*

= W (0.75.Rs Rn1) + (1 W). f(u). (ea ed)

(3.2)

Daud Kurniawan, 2014


ANALISA PENYEDIAAN SUMBER AIR BAKU STATION CIBADAK DI KABUPATEN PURWAKARTA)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

25

Rumus penyederhanaan Penman ini mempunyai ciri khusus sebagai


berikut:
W

= faktor yang berhubungan dengan suhu (t) dan elevasi daerah

Rs

= radiasi gelombang pendek (mm/hari) = f(t) . f(ed) . f(n/N)

Ra

= radiasi gelombang pendek yang memenuhi batas luar atmosfir


(angka angot)

Rn1

= radiasi bersih gelombang panjang (mm/hari) = f(t).f(ed).f(n/N)

f(T)

= fungsi suhu = . Ta4

f(ed)

= fungsi tekanan uap = 0,34 0,044 . (ed)1/2

f(n/N)

= fungsi kecerahan

f(u)

= fungsi kecepatan angin angin pada ketinggian 2 meter (m/det)

= 0,1 + 0,9 . n/N

= 0,27 (1 + 0,864 .u)


(eaed)=perbedaan tekanan uap jenuh dengan uap sebenarnya
Ed

= ea . RH

RH

= kelembaban udara relatif (%)

= angka koreksi Penman yang besarnya melihat kondisi siang dan


malam

Prosedur perhitungan Eto berdasarkan rumus Penman Modifikasi adalah


sebagai berikut :
1.

Mencari data suhu rerata bulanan (t)

2.

Berdasar nilai (t) cari nilai (ea), (W), (1W) dan f(t) dengan tabel

3.

Cari data kelembaban relatif (RH)

4.

Berdasar nilai (ea) dan RH cari (ed)

5.

Berdasar nilai (ed) cari nilai f(ed)

6.

Cari letak lintang daerah yang ditinjau

7.

Berdasar letak lintang cari nilai (Ra)

8.

Cari data kecerahan matahari (n/N)

9.

Berdasar nilai (Ra) dan (n/N) cari besaran (Rs)

10. Berdasar nilai (n/N) cari nilai f(n/N)


11. Cari data kecepatan angin rerata bulanan (u)
12. Berdasar nilai (u) cari besaran f(u)
Daud Kurniawan, 2014
ANALISA PENYEDIAAN SUMBER AIR BAKU STATION CIBADAK DI KABUPATEN PURWAKARTA)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

26

13. Hitung besar Rn1 = f(t).f(ed).f(n/N)


14. Cari besarnya angka koreksi (c)
15. Hitung Eto*
16. Hitung Eto

3.1.3

Simulasi Debit Andalan Metode NRECA


Langkah perhitungan mencakup 18 tahapan, untuk mempermudah

hitungan dibuatlah kolom-perkolom dari kolom (1) hingga (18) seperti dibawah
ini :
1)

Jumlah hari tiap bulanan

2)

Nilai hujan (Rb) dalam 1 periode (bulanan)

3)

Nilai evapotranspirasi (PET = Penguapan Peluh Pontensial)

4)

Nilai tampungan kelengasan awal (w0), nilainya didapat dengan cara


try and error, dan pada percobaan pertama di bulan Januari diambil
600 (mm).

5)

Rasio tampungan tanah (soil storage ratio wi) dihitung dengan


rumus :
Wi

Wo
No min al

Nominal = 100+0,2 Ra
Ra

= hujan tahunan (mm)

6)

Rasio Rb / PET = kolom (2) : kolom (3)

7)

Rasio AET / PET


AET

(3.3)

= Penguapan Peluh Aktual, nilainya tergantung dari rasio

Rb / PET (kolom 6) dan Wi (kolom 5)


8)

AET

AET =
PET koefisien.reduksi
PET

= kolom(7) x kolom(3) x koefisien reduksi


Koefisien reduksi diperoleh dari menghitung beda elavasi hulu dengan
elevasi lokasi sumber (dalam m) dibagi jarak (km). Adapun nilai koefisien reduksi
berdasarkan kemiringannya adalah sebagai berikut :

Daud Kurniawan, 2014


ANALISA PENYEDIAAN SUMBER AIR BAKU STATION CIBADAK DI KABUPATEN PURWAKARTA)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

27

Tabel 3.1 Koefisien Reduksi

Kemiringan (m/ mk)

Koef. Reduksi

0 50 m /km

0,9

51 - 100 m/km

0,8

101 200 m/km

0,6

> 200 m/km

0,4

9)

Neraca air =Rb AET =kolom (2) kolom (8)

10)

Rasio kelebihan kelegasan (excess moisture) yang dapat diperoleh


sebagai berikut:
Jika neraca air kolom (9) positif, maka rasio tersebut dapat
diperoleh dengan memasukkan nilai tampungan kelengasan
tanah (Wi) dikolom 5.
Jika neraca negatif, rasio 0

11)

Kelebihan kelengasan
= rasio kelebihan kelengasan x neraca air
= kolom (10) x kolom (11)

12) Perubahan tampungan


= neraca air kelebihan kelengasan
= kolom (9) x kolom(11)
13) Tampungan air tanah
= P1 x kelebihan kelengasan
= P1 x kolom (11)
P1 = parameter yang menggambarkan karateristik tanah permukaan
(kedalaman 0-2 m), nilainya 0,1 0,5 tergantung dari sifat lulus air
lahan.
P1 = 0,1 bila bersifat kedap air
P1 = 0,5 bila bersifat lulus air
14) Tampungan air tanah awal yang harus dicobacoba dengan nilai
awal = 2

Daud Kurniawan, 2014


ANALISA PENYEDIAAN SUMBER AIR BAKU STATION CIBADAK DI KABUPATEN PURWAKARTA)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

28

15) Tampungan air tanah akhir


= tampungan air tanah + tampungan air tanah awal
= kolom (13) x kolom (14)
16)

Aliran air tanah


= P2 x tampungan tanah akhir
= P2 x kolom (15)
P2 = parameter seperti P1 tetapi untuk lapisan tanah dalam
(kedalamam 0 10 m)
P2 = 0,9 bila bersifat kedap air
P2 = 0,5 bila bersifat lulus air

17) Larian langsung (direct runoff)


= kelebihan kelengasan
= kolom (11) kolom (13)
18) Aliran total
= aliran langsung + aliran air tanah
= kolom (17) + kolom (16) dalam mm/periode
= kolom (18) dalam mm x 10 x luas tadah hujan (ha), m3/ periode

Untuk perhitungan periode berikutnya diperlukan nilai tampungan dan kelengasan


(kolom 4) untuk periode berikutnya dan tampungan air tanah (kolom 14) periode
berikutnya yang dapat dihitung dengan mengunakan rumus berikut :
a)

Tampungan kelengasan = tampungan kelengasan periode sebelumnya +


perubahan tampungan = kolom (4) + kolom (12), semuanya dari
periode sebelumnya.

b) Tampungan air tanah = tampungan air tanah periode sebelumnya


aliran air tanah = kolom (15) kolom (16), semuanya dari periode
sebelumnya.
Sebagai kontrol diakhir perhitungan, nilai tampungan kelengasan awal (bulan
Januari) harus mendekati tampungan kelengasan akhir (bulan Desember). Jika
perbedaan keduanya cukup jauh (> 200 mm) perhitungan perlu diulang mulai
Daud Kurniawan, 2014
ANALISA PENYEDIAAN SUMBER AIR BAKU STATION CIBADAK DI KABUPATEN PURWAKARTA)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

29

awal bulan Januari lagi dengan mengambil nilai tampungan kelengasan awal
(Januari) = tampungan kelengasan bulan Desember.

Gambar 3.1. Rasio AET/PET

Gambar 3.2. Rasio Tampungan Kelengasan Tanah

Daud Kurniawan, 2014


ANALISA PENYEDIAAN SUMBER AIR BAKU STATION CIBADAK DI KABUPATEN PURWAKARTA)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

30

3.1.4 Tingkat Keandalan Debit


Untuk penentuan debit andalan dengan tingkat keandalan tertentu perlu
dipertimbangan terminologi debit sungai yang terbagi sebagai berikut:
1. Debit air musim kering
Debit yang dilampaui oleh debit-debit sebanyak 355 hari dalam setahun
dengan kata lain debit ini menpunyai tingkat keandalan sebesar 95 %.
2. Debit air rendah
Debit yang dilampaui oleh debit-debit sebanyak 275 hari dalam setahun
dengan kata lain debit ini menpunyai tingkat keandalan sebesar 90 %.
3. Debit air normal
Debit yang dilampaui oleh debit-debit sebanyak 185 hari dalam setahun
dengan kata lain debit ini menpunyai tingkat keandalan sebesar 50 %.
4. Debit air cukup (affluent)
Debit yang dilampaui oleh debit-debit sebanyak 95 hari dalam setahun
dengan kata lain debit ini menpunyai tingkat keandalan sebesar 25 %.

Dalam studi ini dihitung besarnya debit andalan dengan tingkat keandalan
90 % (dengan debit air rendah), dimana dalam menentukan probabilitas tersebut
dihitung dengan metode Basic Year, dengan rumus :
Pr = m / (n+1) * 100 %

(3.4)

dimana :
Pr = probabilitas (%)

3.2

= nomor urut data

= jumlah data

Analisa Debit Kebutuhan


Debit kebutuhan di analisa dari berbagai macam metode pendekatan.

Dengan tujuan untuk mengetahui kebutuhan air daerah layanan air baku dan
ketersedian air baku sumber mata air.

Daud Kurniawan, 2014


ANALISA PENYEDIAAN SUMBER AIR BAKU STATION CIBADAK DI KABUPATEN PURWAKARTA)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

31

3.2.1 Proyeksi Pertumbuhan Penduduk


Pertumbuhan penduduk merupakan salah satu faktor penting dalam
perencanaan kebutuhan air bersih. Dalam kajian ini, proyeksi jumlah penduduk
digunakan sebagai dasar untuk menghitung tingkat kebutuhan air bersih pada
masa mendatang. Proyeksi jumlah penduduk di suatu daerah dan pada tahun
tertentu dapat dilakukan apabila diketahui tingkat pertumbuhan penduduknya.
Proyeksi jumlah penduduk di masa mendatang dapat dilakukan dengan
menggunakan tiga metode yaitu :
1. Metode Geometrik
Dengan menggunakan metode geometrik, maka perkembangan penduduk
suatu daerah dapat dihitung dengan formula sebagai berikut :
Pn = Po(1 + r)n

(3.5)

dengan :
Pn = jumlah penduduk pada akhir tahun ke-n (jiwa)
P0 = jumlah penduduk pada tahun yang ditinjau (jiwa)
r

= angka pertumbuhan penduduk tiap tahun (%)

= jumlah tahun proyeksi (tahun)

2. Metode Aritmatik
Dalam metode ini, pertumbuhan rata-rata penduduk berkisar pada
persentase r (angka pertambahan penduduk per-tahun) yang konstan setiap
tahun. Metode ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
Pn = Po(1 + rn)
dengan :
Pn = jumlah penduduk pada akhir tahun ke-n (jiwa)
P0 = jumlah penduduk pada tahun yang ditinjau (jiwa)
r

= angka pertambahan penduduk per tahun (%)

n = jumlah tahun proyeksi (tahun)

Daud Kurniawan, 2014


ANALISA PENYEDIAAN SUMBER AIR BAKU STATION CIBADAK DI KABUPATEN PURWAKARTA)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

(3.6)

32

3. Metede Eksponensial
Perkiraan jumlah penduduk berdasarkan metode Eksponensial dapat
didekati dengan persamaan berikut :
Pn = P0.e

r.n

(3.7)

dengan :
Pn = jumlah penduduk pada akhir tahun ke-n (jiwa)
P0 = jumlah penduduk pada tahun yang ditinjau (jiwa)
r

= angka pertumbuhan penduduk (%)

n = periode tahun yang ditinjau (tahun)


e = bilangan logaritma natural (2,7182818)

Dalam menentukan metode yang akan dipakai untuk menentukan jumlah


pertambahan penduduk dari dua metode di atas, sebagai dasar perhitungan adalah
berdasarkan pada suatu pendekatan yang sesuai dengan beberapa hal berikut :
Tata guna tanah yang ada dan kesesuaian lahan
Kecenderungan pertumbuhan fisik kota dan penduduk
Strategi kebijaksanaan yang ditetapkan dalam pengembangan kota.

Berdasarkan

inventarisasi

data

yang

didapatkan

dari

Kabupaten

Purwakarta Dalam Angka tahun 2006, pertumbuhan laju penduduk rata-rata di


kabupaten Purwakarta adalah sebesar 2.28% per-tahun. Data ini digunakan
sebagai acuan pada proses proyeksi penduduk pada tahun 2035.

3.2.2 Kriteria Desain Air Baku Pedesaan


Kriteria perencanaan diambil berdasarkan studi literatur dan tetap
berpedoman pada kriteria perencanaan dari Petunjuk Teknis Bidang Air Bersih
Direktorat Air Bersih, Direktorat Jenderal Cipta Karya. Dalam penerapannya
parameter-parameter

tersebut

bisa

disesuaikan

dengan

kondisi

perencanaan.

Daud Kurniawan, 2014


ANALISA PENYEDIAAN SUMBER AIR BAKU STATION CIBADAK DI KABUPATEN PURWAKARTA)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

daerah

33

Untuk menjadikan sistem air bersih suatu daerah memenuhi syarat


kualitas, kuantitas dan kontinuitas, maka dalam perencanaannya akan mengacu
kepada kriteria-kriteria teknis maupun biaya.
Secara garis besar kriteria kebutuhan air bersih suatu kota, harus dapat
melayani berbagai jenis kebutuhan baik kebutuhan domestik maupun non
domestik. Salah satu hal yang perlu diperhatikan adalah perbandingan antara
jumlah layanan sambungan rumah (SR) dan keran umum (KU) yang mana hal ini
akan berdampak kepada jangka waktu pengambilan biaya (factor cost recovery)
dan ini tentu akan sangat bergantung kepada keadaan dan perkembangan daerah
pelayanannya.
Kriteria Desain untuk setiap sistem penyediaan air bersih pedesaan secara
lengkap disajikan pada tabel dibawah ini :

Tabel 3.2 Kriteria Desain Air Baku Pedesaan

No.
1.

2.

3.

4.

5.

6.

SPABP

Keterangan

Penangkap Mata Air (PMA)

- Skala komunal
- Asumsi kebutuhan 30 - 60 liter/orang/hari
- Waktu pengambilan 8-12 jam/hari
- Direncanakan Melayani 40 KK
Sumur Gali (SGL)
- Skala komunal
- Asumsi kebutuhah 30 - 60 Uter/orang/hari
- Direncanakan Melayani 1 - 5 KK
Penampung Air Hujan (PAH) - Skala komunal
- Asumsi kebutuhan 30 - 60 Uter/orang/hari
- Direncanakan Melayani 5 - 10 KK
Sistem Instalasi Pengolahan
- Skala komunal
Air Sederhana (SIPAS)
- Waktu Operasional 6 - 8 jam
- Kapasitas Optimun 0,25 l/detik
- Asumsi kebutuhan 30 - 60 Uter/orang/hari
- Direncanakan Melayani 20 - 30 KK
Hidran Umum (HU) dan
- Skala komunal
Kran Umum (KU)
- Asumsi kebutuhan 30 - 60 Uter/orang/hari
- Direncanakan Melayani 20 - 30 KK
Saringan Rumah Tangga
- Skala rumah tangga
(SARDT)
- Asumsi kebutuhan 30 - 60 Uter/orang/hari

Daud Kurniawan, 2014


ANALISA PENYEDIAAN SUMBER AIR BAKU STATION CIBADAK DI KABUPATEN PURWAKARTA)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

34

7.

Sumur Pompa Tangan (SPT)

8.

Pengolahan Air Gambut

9.

Kran Umum atau Hidran


Umum

10
11
12

Intake
Bak Pengumpul
Saringan Pasir Lambat

- Direncanakan Melayani 1 KK
- Skala komunal
- Asumsi kebutuhan 30 - 60 Uter/orang/hari
- Direncanakan Melayani 1 - 5 KK
- Skala Individual
- Asumsi kebutuhan 30 - 60 Uter/orang/hari
- Direncanakan Melayani 1 KK
- Cakupan pelayanan 60 -100 % jumlah penduduk
- Jarak minimum penempatan 200 meter
- Pelayanan 30 - 60 l/jiwa/hari
- Faktor kehilangan air 20 % dari total kebutuhan
- Faktor hari maksimum 1,1
- Faktor jam puncak 1,2
- Periode disain 5-10 tahun
- Kecepatan aliran (v) = 0,3 - 2 m/dt
- Waktu detensi =5-15 menit
- Surface loading/kecepatan filtrasi = 0,1 - 0,3
m3/m2.jam
- Tinggi air =0,7-1 meter
- Tinggi media =0,7-1 meter
- Efective Size (ES) = 0,15 - 0,35 mm

Sumber: Modul No.1 Petunjuk Praktis Perencanaan Pembangunan Sistem


Penyediaan Air Bersih Pedesaan, Direktorat Jenderal Cipta Karya

3.2.3 Kebutuhan Air Baku


Kebutuhan air total dihitung berdasarkan jumlah pemakai air yang telah
diproyeksikan untuk 5-10 tahun mendatang dan kebutuhan rata-rata setiap
pemakai setelah ditambahkan 20 % sebagai faktor kehilangan air (kebocoran).
Kebutuhan total ini dipakai untuk mengecek apakah sumber air yang dipilih dapat
digunakan. Kebutuhan air bersih ini didasarkan atas pelayanan dengan
menggunakan Hidran Umum (HU) dengan perhitungan sebagai berikut :
1) Hitung kebutuhan air bersih dengan mengkalikan jumlah jiwa yang akan
dilayani sesuai dengan tahun perencanaan (P) dikali kebutuhan air
perorang perhari (q) dikali faktor hari maksimum (fmd= 1,05 -1,15)
Q

= P.q

Qmd = Q.fmd

Daud Kurniawan, 2014


ANALISA PENYEDIAAN SUMBER AIR BAKU STATION CIBADAK DI KABUPATEN PURWAKARTA)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

(3.8)
(3.9)

35

2) Hitung kebutuhan total air bersih (Qt), dengan faktor kehilangan air 20 %
dengan persamaan :
Qt

= Qmd x (100/80)

(3.10)

3) Kemudian dibandingkan dengan hasil pengukuran debit sumber air baku


apakah dapat mencukupi atau tidak.

3.3

Fluktuasi Penggunaan Air Baku


Menurut Fair et al. (1966) dan Al-Layla et al. (1977) konsumsi air

akan berubah sesuai dengan perubahan musim dan aktivitas masyarakat.


Adakalanya penggunaan air lebih kecil dari kebutuhan rata-ratanya, adakalanya
sama dengan kebutuhan rata-ratanya atau bahkan lebih besar dari rata-ratanya.
Sesuai dengan keperluan perencanaan sistem penyediaan air baku maka terdapat
dua pengertian yang ada kaitannya dengan fluktuasi pelayanan air, yaitu :
1. Faktor hari Maksimum (Maximum Day Factor).
Faktor perbandingan antara penggunaan hari maksimum dengan
penggunaan air rata-rata harian selama setahun, sehingga akan
diperoleh :
Qhari maks

= fhm * Qhari rata-rata

(3.11)

2. Faktor Jam Puncak (Peak Hour Factor).


Faktor perbandingan antara penggunaan air jam terbesar dengan
penggunaan air rata-rata hari maksimum, sehingga akan diperoleh :
Qjam puncak = fjp * Qhari maks

(3.12)

Catatan:
Qhari maks

= kebutuhan air maksimum pada suatu hari (liter/detik).

Qjam puncak = kebutuhan air maksimum pada saat tertentu dalam satu
hari (liter/detik).
Untuk mengetahui kebutuhan hari maksimum dan kebutuhan jam puncak
adalah dengan mengalikan faktor hari maksimum dan nilai faktor jam puncak
dengan kebutuhan air rata-rata perhari. Nilai faktor hari maksimum adalah 1,05

Daud Kurniawan, 2014


ANALISA PENYEDIAAN SUMBER AIR BAKU STATION CIBADAK DI KABUPATEN PURWAKARTA)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

36

1,15. Sedangkan faktor jam puncak umumnya adalah 1,0 3,0 (Fair et al., 1966;
Al-Layla et al., 1977).
3.4

Kriteria Perencanaan Struktur


Di dalam merencanakan detail desain (DED) prasarana air baku (PAB),

beberapa hal yang harus diperhatikan antara lain adalah sebagai berikut :
1. Bangunan Penangkap Air (Bronkaptering) untuk mata air,
Permukaan bangunan bagian atas dibuat lebih rendah dari pelimpah
air yang mengalir dari mata air,
Sekitar lokasi mata air dibuat pagar untuk keamanan dan kelestaraian
mata air terhadap binatang/hewan dan pengotoran mata air,
Bangunan bronkaptering di buat dengan konstruksi pasangan batu dan
bak pengumpul/penampung dibuat dengan pasangan beton yang
dilengkapi pipa over flow, pipa outlet, pipa drain, pipa udara
(ventilasi) dan alat pengukur dabit (Thomson / Chipolleti),
Konstruksi bangunan bak pengumpul/penampung distribusi adalah
konstruksi beton yang berpedoman pada persyaratan yang ditentukan
dalam SNIT-15-1991-03

3.5

Brongkaptering dan Bak Pengumpul


Sumberair yang berupa parit kecil yang mempunyai aliran air yang

jernih sepanjang tahun.Daerah alirannya berupa hutan. Air yang mengalir


tersebut terdiri dan air yang berasal dari dalam lapisan tanah (base flow) dan
aliran limpasan hujan (run off). Fungsi dan bangunan penangkap mata air
(bronkaptering) adalah menahan aliran air, agar dapat dialirkan ke hilir
dengan cara disalurkan melalui jaringan pipa. Diharapkan juga dengan
bangunan ini jumlah aliran dapat terukur, sehingga dapat digunakan secara
optimal. Bangunan ini juga menjaga terjadinya kontaminasi terhadap kualitas
dari sumber air.

Daud Kurniawan, 2014


ANALISA PENYEDIAAN SUMBER AIR BAKU STATION CIBADAK DI KABUPATEN PURWAKARTA)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

37

1. Fungsi Bangunan
Bangunan bronkaptering berfungsi menyadap aliran baik yang berasal
dari permukaan maupun dari lapisan bawah tanah.Aliran permukaan dihambat
dengan semacam bendung, dan aliran dari lapisan bawah tanah dengan
menggali dasar parit dan meletakkan ujung pipa yang dilubangi (perforated)
sebagai saringan di dalamnya.
Dinding pasangan batu yang berfungsi sebagai bendung dilengkapi dengan alur
pelimpas yang memungkinkan air melimpas bila permukaannya terlampau tinggi.Air
outlet dari bangunan bronkaptering kemudian dialirkan melalui pipa ke bak
pengumpul.
Bak pengumpul tersebut berfungsi untuk menjaga debit ketersediaan air atau
sebagai cadangan air saat musim kemarau tiba (jika debit mata air berkurang).Dari
bak pengumpul kemudian dialirkan ke bak penampung distribusi menuju ke
kampung-kampung yang dilayani.
Pagar di sekeliling bangunan dapat dibuat jika diperlukan untuk melindungi
terjadinya pengotoran oleh manusia atau binatang kedalam mata air.
2. Bagian Bagian Bangunan
Setelah mempelajari kondisi lokasi studi, maka konsep bangunan penangkap mata
air terdiri dari tiga bagian, yaitu :
1. Bangunan Bronkaptering.
2. Bangunan Bak Pengumpul/ Penampung.
3. Bangunan Bak Penampung Distribusi dilengkapi Kran Umum.

Daud Kurniawan, 2014


ANALISA PENYEDIAAN SUMBER AIR BAKU STATION CIBADAK DI KABUPATEN PURWAKARTA)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

38

3. Skema Bangunan Bronkaptering dan Bak Pengumpul


Skema Bangunan Bronkaptering dan Bak Pengumpul/penampung dan situasi
tipikal bangunannya dapat dilihat pada Gambar 3.3 dan 3.4 berikut ini :

Bronkaptering

Pelimpah
penguras

Valve jaringan

Bak pengumpul

Valve penguras

Menuju ke
jaringan

Gambar 3.3 Skema Bangunan Bronkaptering dan Bak Pengumpul/Penampung


Sumber : Program Perencanaan Pengadaan Air Bersi Pedesaan Program JRFRerompak

Daud Kurniawan, 2014


ANALISA PENYEDIAAN SUMBER AIR BAKU STATION CIBADAK DI KABUPATEN PURWAKARTA)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

39

Gambar 3.4 Situasi dan Tipikal Banguan Bronkaptering


Sumber : Program Perencanaan Pengadaan Air Bersi Pedesaan Program JRFRerompak

Daud Kurniawan, 2014


ANALISA PENYEDIAAN SUMBER AIR BAKU STATION CIBADAK DI KABUPATEN PURWAKARTA)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

40

Gambar 3.5 Tampak Atas dan Samping Bangunan Bronkaptering


Sumber : Program Perencanaan Pengadaan Air Bersi Pedesaan Program JRFRerompak

Daud Kurniawan, 2014


ANALISA PENYEDIAAN SUMBER AIR BAKU STATION CIBADAK DI KABUPATEN PURWAKARTA)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

41

3.6

Tinjauan Struktur
Tinjauan struktur dilaksanakan berkaitan dengan bangunan pendukung

pengambilan dari sumber mata air.Struktur harus didesain dengan mutu baik dan
biaya efisien serta mampu beroprasi dalam sistem penyediaan air bersih.

3.6.1 Peraturan dan Pedoman Perencanaan Struktur


Struktur disesain untuk mampu menahan beban berat sendiri dan beban luar
dengan peubahan-perubahan yang tidak melebihi batas batas ijin.
Sebagai dasar asumsi beban yang bekerja dalam struktur sistem penyediaan air
bersih digunakan pedoman :
1. Peraturan Muatan Indonesia 1983 (PMI NI 1983).
2. Peraturan Pembebanan Indonesia untuk Gedung 1983.
3. Tata Cara Perhitungan struktur Beton untuk Bangunan Gedung
(SKSNI T-15-1991-03).
4. Pedoman Peraturan Beton Indonesia (PBI 1971 NI-2).
5. Seri Beton CUR Gideon Kusuma dkk.
6. Pedoman Perencanaan Bangunan Tahan Gempa untuk Rumah dan
Gedung (SKBI-1.3.5.3-1987).
7. Pedoman Beton Bertulang Indonesia (SKSNI T-15-1991-03).

3.6.2 Perhitungan Struktur Bangunan


1. Pembebanan
Perhitungan kekuatan penampang beton bertulang berdasarkan SNI1992 menggunakan desain yang disebut metode LRFD (Load
Resistance Factor Design) yang mengacu pada metode kekuatan batas.
Besarnya faktor beban yang digunakan yaitu sebagai berikut :
Pembebanan Tetap :
W = 1,2 DL + 1,6 LL

(3.13)

Pembebanan Sementara :
W = 0,75 (1,2 DL + 1,6 LL + WL)

(3.14)

W = 1,05 (DL + 0,6 LL + EL)

(3.15)

Daud Kurniawan, 2014


ANALISA PENYEDIAAN SUMBER AIR BAKU STATION CIBADAK DI KABUPATEN PURWAKARTA)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

42

Dimana :

Beban Mati (DL = Dead Load) adalah berat dari semua bagian
struktur yang bersifat tetap, termasuk segala unsur tambahan yang
merupakan bagian tak terpisahkan dari struktur.

Beban Hidup (LL = Life Load) adalah beban-beban yang terjadi


akibat penghunian atau pemakaian dari bangunan, termasuk di
dalamnya beban yang berasal dari barang yang dapat berpindah
yang bukan merupakan bagian tak terpisahkan dari struktur.

Beban Angin (WL = Wind Load) adalah semua beban yang bekerja
pada bangunan yang di sebabkan oleh selisih dalam tekanan udara.

Beban Gempa (EL = Earthquake Load) adalah beban yang


disebabkan oleh gempa.

2. Perhitungan Tulangan

Plat Atas
As

= .b .d (mm2)

Mu
bd^2

(3.16)
(3.17)

dimana :
As

= luas tulangan (mm2).

= rasio penulangan ( lihat buku grafik dan tabel


perencanaan beton bertulang / buku Cur Gideon Kusuma
dkk. Tabel 5.1.a).

= lebar beton (mm).

= tebal plat (h) penutup beton (p) setengah diameter


tulangan (1/2 ) yang direncanakan.

Daud Kurniawan, 2014


ANALISA PENYEDIAAN SUMBER AIR BAKU STATION CIBADAK DI KABUPATEN PURWAKARTA)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

43

3.7

Analisa Sistem Jaringan Air Baku dengan Sofware Epanet 2.0


Epanet 2.0 adalah program komputer yang menggambarkan simulasi

hidrolis yang mengalir di dalam jaringan pipa.Jaringan itu sendiri terdiri dari Pipa,
Node (titik koneksi pipa), pompa, katub dan tangki air atau reservoir. (Lewis A.
Rossman, 2000:1)
Analisa sistem jaringan air baku dengan software Epanet 2.0 ini
dimaksudkan untuk mengetahui tingkat tekanan dan debit yang terjadi pada
jaringan yang ada (ekisting), dengan tujuan untuk optimalisasi jaringan.
Analisa sistem jaringan dimulai dengan penggambaran peta jaringan air
bersih eksisting dan jaringan air baku yang direncanakan. Dari penggambaran
tersebut kemudian jaringan sarana air baku diterjemahkan dalam sebuah skematik
perpipaan (permodelan) yang kemudian dianalisa dengan Epanet 2.0. Setelah
model jaringan dibuat kemudian dimasukan input-input properti jaringannya,
sehingga jaringan dapat dijalankan dengan program Epanet 2.0.

3.7.1 Ruang Kerja Epanet 2.0


Ruang kerja dasar Epanet 2.0 dapat dilihat pada gambar 3.6 berikut.
Terdiri dari elemen :Menu bar, dua buah tool bar, status bar, Network
mapwindows, browser window, dan property

Editor

window.

Penjelasan

masing-masing elemen ada pada penjelasan berikut ini :

Gambar 3.6 Ruang Kerja Dasar Epanet 2.0


Sumber : Epanet 2.0 Users Manual
Daud Kurniawan, 2014
ANALISA PENYEDIAAN SUMBER AIR BAKU STATION CIBADAK DI KABUPATEN PURWAKARTA)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Anda mungkin juga menyukai