BAB III
III - 1
-1
LAPORAN AKHIR
e. Nilai rata-rata curah hujan bulanan berkisar antara 14,25 mm s/d 302,98 mm
f. Nilai rata-rata jumlah hari hujan bulanan antara 2,11 hari s/d 17,32 hari
Bahasan yang akan disajikan dalam analisa dan perhitungan hidrologi ini berupa
uraian singkat mengenai teori, contoh perhitungan ataupun analisa serta hasil
perhitungan yang akan disajikan dalam bentuk tabel-tabel perhitungan.
III - 2
-2
LAPORAN AKHIR
dimana :
ed = ea x RH/100
III - 3
-3
LAPORAN AKHIR
III - 4
-4
LAPORAN AKHIR
III - 5
-5
LAPORAN AKHIR
III - 6
-6
LAPORAN AKHIR
III - 7
-7
LAPORAN AKHIR
III - 8
-8
LAPORAN AKHIR
1. Dasar Teori
Curah hujan efektif diperlukan untuk analisa neraca air bulanan, yang
dihitung berdasarkan tetapan 70% dari curah hujan tengah bulanan yang
terlampaui. Sesuai dengan jenis budidaya tanaman yang dilakukan pada
Lokasi Studi, maka perhitungan curah hujan efektif dilakukan dengan 2 (dua)
kondisi yang berbeda, yaitu :
a. Untuk padi
Re = 70% x R80
b. Untuk palawija
Re = Koefisien tanaman x R50
a. Penetapan R80
Dengan metoda Harza yang menetapkan curah hujan efektif (R 80)
berdasarkan ranking pada urutan ke-n dari harga terkecil, dengan
menggunakan rumus dasar :
n = (N/5)+1
dimana :
n = nomor urut yang terpilih (bilangan bulat)
N = jumlah data.
III - 9
-9
LAPORAN AKHIR
a. Penetapan R80
R80 merupakan data urutan ke-n dengan harga,
n = (N/5)+1 = (23/5)+1 = 5,6 ~ 6
Kemudian data-data tersebut direkap dalam table. 3.10. untuk dihitung
harga Curah hujan efektif untuk padi.
b. Penetapan R50
R50 merupakan data urutan ke-n pada Tabel . 3.9. dengan harga
N = N/2 = 23/2 = 11,5 ~ 12
Hasil penetapan R80 dan R50 serta curah hujan efektif untuk padi dan palawija,
disajikan pada Tabel 3.10. sampai Tabel 3.12. Sehubungan data yang
tersedia adalah data tengah bulanan atau dua mingguan, maka untuk
menetapkan curah hujan efektif harian diambil asumsi :
a. Untuk padi
Re = 70% x R80 x 1/15 mm/hari
b. Untuk palawija
Re = Koefisien tanaman x R50 x 1/15 mm/hari
III - 10
LAPORAN AKHIR
III - 11
LAPORAN AKHIR
III - 12
LAPORAN AKHIR
III - 13
LAPORAN AKHIR
III - 14
LAPORAN AKHIR
III - 15
LAPORAN AKHIR
Analisa frekuensi dilakukan terhadap data curah hujan harian 1 (satu) dan 3
(tiga) harian maksimum dan bertujuan untuk menetapkan harga curah hujan
rencana pada periode ulang tertentu, dengan mengasumsikan bahwa data curah
hujan merupakan data statistik, maka dalam penentuan metoda analisis frekuensi
dipilih cara yang relevan, yaitu ploting data pada kertas probability, atau analisis
distribusi data (metode analitis).
Berdasarkan kajian terhadap rekaman data curah hujan harian yang ada, yang
mencakup jenis data curah hujan 1 harian dan 3 harian maksimum, maka
selanjutnya ditetapkan Metode Gumbel I metode dalam analisa distribusi data.
Data hujan yang digunakan dalam analisis Hidrologi Daerah Irigasi adalah data
hujan dari Stasiun Taliabu dari 2006 sampai dengan tahun 2016, berupa rekaman
data curah hujan harian.Data-data curah hujan tersebut selanjutnya diolah dan
direkap data hujan 1 (satu) dan 3 (tiga) harian yang berurutan.
Hujan 1 (satu) harian maksimum ditetapkan dengan mengambil nilai terbesar dari
1(satu) harian yang terbesar dari 1 (satu) tahun pengamatan pada stasiun yang
bersangkutan. Dengan cara yang sama dilakukan untuk mencari hujan 3 (tiga)
harian maksimum.
1. Metode Gumbell
Metoda Gumbel merupakan metoda analisa distribusi data atau analisis frekuensi,
yang sering digunakan karena tingkat akurasinya. Persamaan umum yang
digunakan dalam analisa frekuensi dengan Metoda Gumbel adalah :
YT Yn
RT = R xS
Sn
Dimana :
RT = Curah hujan rencana dengan periode ulang T tahun, mm
III - 16
LAPORAN AKHIR
R = Curah hujan harian rata-rata, mm
S = Standar deviasi
Sn = Reduced standar deviation
Yt = Reduced variate
Yn = Reduced mean
(R R1)2
S =
n1
n = Jumlah data
Tabel perhitungan untuk curah hujan n harian (1 harian dan 3 harian) maksimum
dengan Metoda Gumbel, untuk pengembangan pengairan di Daerah Irigasi Lebak
Datuk, seperti disajikan pada Tabel 3.13. dan Table 3.14. dengan tinjauan untuk
periode ulang 2,5,10,25,50 dan 100 tahun.
Dimana :
Log Rt = Harga logaritma curah hujan rencana dengan kala ulang T
tahun (mm).
Log R = Harga rata – rata curah hujan maksimum (mm).
III - 17
LAPORAN AKHIR
n 2
Tabel perhitungan untuk curah hujan n harian (1 harian dan 3 harian) maksimum
dengan Metoda Log Pearson Type III, untuk pengembangan pengairan di Daerah
Irigasi Sahu seperti disajikan pada Tabel 3.15. dan Table 3.16. dengan tinjauan
untuk periode ulang 2,5,10,25,50 dan 100 tahun.
III - 18
LAPORAN AKHIR
III - 19
LAPORAN AKHIR
III - 20
LAPORAN AKHIR
III - 21
LAPORAN AKHIR
III - 22
LAPORAN AKHIR
III - 23
LAPORAN AKHIR
III - 24
LAPORAN AKHIR
III - 25
LAPORAN AKHIR
3.4. K E B U T U H A N A I R U N T U K I RIG AS I
Dimana :
NFR = Kebutuhan air irigasi di sawah, mm/hari
Etc = Penggunaan konsumtif, mm/hari
P = Kehilangan air akibat perkolasi, mm/hari
Re = curah hujan efektif, mm/hari
WLR = penggantian lapisan air, mm/hari
III - 26
LAPORAN AKHIR
Kebutuhan air untuk penyiapan lahan, secara umum akan menentukan kebutuhan
air maksimum dalam suatu proyek irigasi, yang dipengaruhi oleh jangka waktu
penyelesaian pekerjaan penyiapan lahan (LP).
Faktor – faktor penting yang menentukan besarnya kebutuhan air untuk
penyiapan lahan adalah :
a. Lamanya waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pekerjaan
penyiapan lahan.
b. Jumlah air yang diperlukan untuk penyiapan lahan.
Faktor – faktor penting yang menentukan lamanya jangka waktu penyiapan lahan
adalah :
- Tersedianya tenaga kerja dan terenak penghela atau traktor untuk
menggarap tanah.
- Perlunya memperpendek jangka waktu tersebut agar tersedia
cukup waktu untuk menanam padi sawah atau padi lading kedua.
Untuk daerah – daerah proyek irigasi baru jangka waktu penyiapan lahan akan
ditetapkan berdasarkan kebiasaan yang berlaku di daerah – daereah di dekatnya.
Sebagai pedoman diambil jangka waktu 1,50 bulan untuk menyelesaikan
penyiapan lahan di seluruh petak tersier.
Perhitungan kebutuhan air irigasi selama jangka waktu penyiapan lahan dilakukan
dengan menggunakan metoda yang dikembangkan oleh Van de Goor dan Ziljstra,
berdasarkan laju air konstan selama periode penyiapan lahan, dengan bentuk
persamaan umum :
LP = PWR = IR = M / (ek – 1)
Dimana :
LP = PWR = IR = Kebutuhan air irigasi untuk penyiapan lahan di tingkat
persawahan, mm/hari
M = Kebutuhan air untuk mengganti/mengkompensasi
kehilangan air akibat evaporasi dan perkolasi di sawah
yang sudah dijauhkan
III - 27
LAPORAN AKHIR
M = Eo + P
Eo = evaporasi air terbuka yang diambil 1,1 x Eto selama
penyiapan lahan, mm/hari
P = Perkolasi diasumsikan 3 mm/hari
K = MT / S
T = jangka waktu penyiapan lahan (hari)
S = Kebutuhan air untuk air untuk penjenuhan ditambah
dengan lapisan air 50 mm, jadi 250 + 50 = 300 mm
Etc = Kc + Eto
dimana :
Kc = koefisien tanaman, diterapkan dengan mengambil harga untuk jenis
unggulan, disajikan pada Tabel 3.22.
Eto = evapotrasi potensial (Penmann Modifikasi), mm/hari
III - 28
LAPORAN AKHIR
ini merupakan Daerah Irigasi yang tanahnya sangat porous sehingga harga laju
perkolasi ditetapkan sebesar 4 mm/hari.
Penggantian lapisan air dilakukan satu atau dua bulan setelah transplantasi, yaitu
dengan memberikan lapisan air setinggi 50 mm dengan rentang waktu selama 1,5
bulan. Sesuai dengann kondisi tersebut diatas, maka kebutuhan air tambahan
untuk penggantian lapisan air (WLR) diperhitungkan sebesar 3,3 mm/hari untuk
tengah bulanan.
III - 29
LAPORAN AKHIR
III - 30
LAPORAN AKHIR
III - 31
LAPORAN AKHIR
III - 32
LAPORAN AKHIR
III - 33
LAPORAN AKHIR
III - 34
LAPORAN AKHIR
III - 35
LAPORAN AKHIR
Q = P–E+S
dimana :
Q = limpasan (mm)
P = hujan rata-rata DPS (mm)
E = evapotranspirasi aktual (mm)
S = perubahan kandungan (mm)
III - 36
LAPORAN AKHIR
Wi = Wo / NOMINAL
NOMINAL = 100 + 0,2 Ra
Ra = hujan tahunan (mm)
6. Rasio Rb/PET = kolom (2) : kolom (3)
7. Rasio AET/PET
AET = penguapan peluh aktual yang dapat diperoleh dari
grafik, nilainya tergantung dari rasio Rb/PET (kolom 6) dan Wi (kolom
5).
8. AET = (AET/PET) x PET x koefisien reduksi
= kolom (7) x kolom (3) x koefisien reduksi
9. Neraca air = Rb – AET = kolom (2) – kolom (8)
10. Rasio kelebihan kelengasan (excess moisture) dapat diperoleh
dengan cara berikut :
(i) bila neraca air (kolom 9) positif, maka rasio tersebut dapat
diperoleh dari grafik dengan memasukkan nilai tampungan
kelengasan tanah (Wi) pada (kolom 5).
(ii) bila neraca air negatif, rasio = 0
11. Kelebihan kelengasan
= rasio kelebihan kelengasan x neraca air
= kolom (10) x kolom (9)
12. Perubahan tampungan
= neraca air – kelebihan kelengasan
= kolom (9) - kolom (11)
13. Tampungan air tanah = P1 x kelebihan kelengasan
= P2 x kolom (11)
P1 = parameter yang menggambarkan karakteristik tanah
permukaan (kedalaman 0 – 2 m), nilainya 0,1 – 0,5
tergantung pada sifat lulus air lahan.
P1 = 0,1 bila bersifat kedap air; = 0,5 bila bersifat lulus air.
14. Tampungan air tanah awal harus dicoba-coba dengan nilai awal = 2
15. Tampungan air akhir = tamp. air tanah + tamp. air tanah awal
= kolom (13) + kolom (14)
16. Aliran air tanah = P2 x tamp. air tanah akhir
III - 37
LAPORAN AKHIR
= P2 x kolom (15)
P2 = parameter seperti P1 tetapi untuk lapisan tanah dalam
(kedalaman 2 – 10 m)
P2 = 0,9 bila bersifat kedap air; = 0,5 bila bersifat lulus air
17. Larian langsung (direct run-off)
= kelebihan kelengasan – tampungan air tanah
= kolom (11) – kolom (13)
18. Aliran total = larian langsung + aliran air tanah
= kolom (17) + kolom (16), dalam (mm/15 harian)
III - 38
LAPORAN AKHIR
III - 39
LAPORAN AKHIR
III - 40
LAPORAN AKHIR
III - 41
LAPORAN AKHIR
III - 42
LAPORAN AKHIR
Perhitungan kebutuhan air untuk setiap alternatif disusun dalam bentuk table
seperti disajikan dalam bentuk tabel. 3.29 dengan mempertimbangan
ketersediaan debit andalan dalam setiap bulannya.
Berdasarkan tabel 3.29. kajian dari alternatif kebutuhan air serta Luasan
Maksimum , diperoleh pada alternatif III yaitu :
Jumlah = 744,254 ha
Berdasarkan tabel 3.26 Pada Alternatif III perhitungan kebutuhan air dapat
diketahui nilai maksimum dari kebutuhan air di saluran Primer yaitu = 1,84 ≈ 1,85
lt/dt/ha.
III - 43
LAPORAN AKHIR
a. Low land
- Dihitung berdasarkan hujan rencana 3 harian dengan periode ulang 5
tahun.
- Lama waktu pembuangan 3 hari
- Tinggi genagan makimum di sawah yang diijinkan 20 mm.
- Pada saat mulai turun hujan diasumsikan ke dalam air sawah yang ada
150 mm.
b. Up land
2. Hujan Rencana
a. Low land
Untuk perhitungan hujan rencana 3 harian maksimum pada daerah low land, yang
menggunakan data hujan Stasiun hujan Taliabu. Data hujan harian yang ada
selama 11 tahun ( tahun 2006 – 2016).
III - 44
LAPORAN AKHIR
b. Up land
Untuk perhitungan hujan rencana 1 harian maksimum pada daerah Up land, yang
menggunakan data hujan Stasiun Taliabu. Data hujan harian yang ada selama 11
tahun ( tahun 2006 – 2016).
3. Debit Pembuang
a. Low Land
Dn
Dm =
nx8,64
Dn = R (n)T + n ( IR – ET – P ) . S
Dimana :
ET = Evapotranspirasi, mm/hari.
P = Perkolasi
III - 45
LAPORAN AKHIR
b. Up Land
Debit banjir rencana up land didefinisikan sebagai volume limpasan air hujan
dalam waktu sehari dari suatu daerah yang akan dibuang airnya yang disebabkan
oleh curah hujan sehari di daerah tersebut, air hujan yang tidak tertahan atau
merembes dalam waktu satu hari itu juga. Hal ini merupakan debit rencana yang
konstan.
Qd = 1,62 . Dm . A0,22
aR (1) 5
Dm =
nx8,64
Dimana :
III - 46
LAPORAN AKHIR
III - 47
LAPORAN AKHIR
1. Neraca Air
Neraca air daerah pengembangan pengairan ditinjau secara
menyeluruh, meliputi sumber – sumber daerah pengembangan (inflow)
dan air yang keluar dari daerah pengembangan (out flow).
Hasil perhitungan degan pola tanam alternatif terpilih dan debit andalan dapat
disajikan dalam tabel.3.32.
III - 48
LAPORAN AKHIR
III - 49
LAPORAN AKHIR
III - 50