Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PRESENTASI KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
Nama
: Ny. Isropah
J. kelamin
: Perempuan
Usia
: 52 tahun
Agama
: Islam
Status
: Menikah
Alamat
: Ambokembang gang 13, kedungwuni
Pekerjaan
: Ibu rumah tangga
No. RM
: 188770
B. ANAMNESIS
a. Keluhan utama: benjolan didaerah kelamin
b. Riwayat penyakit sekarang :
Pasien datang ke IGD dengan keluhan terdapat benjolan pada daerah
kelamin bagian kiri bulan, awalnya kecil makin lama membesar, terasa nyeri
terutama jika ditekan, tampak kemerahan, panas (-), BAK (+), BAB (+),
perdarahan (-), keluar cairan (-).
c. Riwayat penyakit dahulu :
Riwayat dengan keluhan serupa (-), batuk kronis (-), asma (-), DM (+) > 10
tahun, hipertensi (-), alergi (-), menopause 2 tahun yang lalu.
d. Riwayat penyakit keluarga :
Almarhum ayah pasien memiliki riwayat diabetes, keluhan serupa disangkal.
e. Genogram

f. Sosial Ekonomi
Sosial : pasien tinggal bersama dengan suami dan ketiga anaknya.

Ekonomi : pendapatan keluarga perbulan antara 1,2 1,6 juta rupiah dan bisa

mencukupi kebutuhan sehari-hari.


Lingkungan : jarak antara rumah berdekatan, sanitasi dan ventilasi cukup.

Kesan : kehidupan sosial, ekonomi dan lingkungan keluarga cukup.


C. PEMERIKSAAN FISIK
a. Keadaan Umum
: Baik, tampak kesakitan
b. Kesadaran
: Compos Mentis
c. Vital Sign
TD
: 140/100 mmHg
Nadi
: 60 x/menit
RR
: 20 x/menit
Suhu
: 35,4 0C
d. Kepala dan leher
Normosefali, rambut hitam beruban, distribusi merata.
Mata
: Pupil isokor, Ca -/-, Si -/-, mata cekung (-).
Hidung : Bentuk normal, nafas cuping hidung (-), sekret (-).
Telinga : Bentuk normal, sekret (-).
Mulut
: Mukosa mulut (+), hiperemis (-), sianosis (-).
Leher
: pembesaran limfonodi (-), JVP tidak meningkat.
e. Pemeriksaan dada
- Thorak
o Inspeksi
: Simetris, ketinggalan gerak (-), retraksi dada (-).
o Palpasi
: Ketinggalan gerak (-), fokal fremitus lapang paru
kanan dan kiri sama, tidak ada massa.
o Perkusi
: Seluruh lapang paru sonor.
o Auskultasi : Vesikuler (+/+) Wheezing (-/-) , Ronkhi (-/-)
- Jantung
o Inspeksi
: iktus kordis tidak tampak
o Palpasi
: iktus kordis kuat angkat
o Auskultasi
: S1>S2 regular, bising (-), gallop (-).
o Batas jantung
:
Batas kiri atas : SIC II, LMC sinistra
Batas kanan atas SIC II, LPS dextra
Batas kiri bawah SIC V, LMC sinistra
Batas kanan bawah SIC V, LPS dextra
f. Pemeriksaan abdomen
Inspeksi
: Datar, tidak tampak ada massa maupun sikatrik.
Auskultasi
: Peristaltik (+) normal.
Perkusi
: Timpani seluruh kuadran, distensi (-).

Palpasi

: Supel, nyeri tekan (-), massa (-), hepar dan lien tidak

teraba, turgor < 2 detik.


g. Pemeriksaan ekstremitas
Akral hangat (+), edema (-), sianosis (-)
Tungkai

Lengan

Kanan

Kiri

Kanan

Kiri

Gerakan

Bebas

Bebas

Bebas

Bebas

Tonus

Normal

Normal

Normal

Normal

Trofi

Eutrofi

Eutrofi

Eutrofi

Eutrofi

Ref Fisiologis

(+)

(+)

(+)

(+)

Ref Patologis

(-)

(-)

(-)

(-)

Sensibilitas

(+)

(+)

(+)

(+)

h. Status lokalis genital


Tampak benjolan di labia mayor sinistra dengan ukuran 3 x 2 x 2 cm, kenyal,
batas tegas, hiperemis, nyeri tekan (+), discharge (-).
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
GDS : 348 (di IGD)
HB
11,2
Leukosit
14.810
Trombosit
379.000
Hematokrit
33
LED 1 jam
95
LED 2 jam
115
Eosinofil
0
Basofil
0
Netrofil batang
0
Netrofil segmen
76
Limfosit
16
Monosit
8
Cholesterol
238
TG (Trigliserida)
151
UA / uric acid
6,0
Ureum
41,5
Creatinin
0,69
SGOT
18
SGPT
17

14-18
4.800-10.800
150.000-450.000
42-52
0-10
0-10
1-4
0-1
2-5
36-66
22-40
4-8
0-220
0-150
L=3,4-7,0 P=2,4-5,7
10-50
0,6-1,1
0-37
0-42

E. DIAGNOSIS KLINIS
Kista bartolini dengan abses labia mayor sinistra
F. PENATALAKSANAAN
Infus RL 24 tpm makro
Injeksi ceftriaxon 2 x 1 gr
Injeksi ketorolac
bila nyeri
Asam mefenamat 3 x 1
Ranitidin 3 x 1
Abses yang ruptur
tampon betadine

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pendahuluan
Kista Bartholini terjadi karena tersumbatnya bagian distal dari duktus kelenjar
yang menyebabkan retensi dari sekresi, sehingga terjadi pelebaran duktus dan
pembentukan kista. Kondisi ini disebabkan oleh adanya bakteri, yang antara lain
adalah E-coli, kuman/bakteri penyakit kelamin, dll.
Kelenjar ini tidak teraba kecuali pada keadaan penyakit atau infeksi. Pada
masa pubertas kelenjar ini mulai berfungsi memberikan kelembaban bagi vestibulum.
Kelenjar bartholin sangat sering terinfeksi dan dapat menyebabkan terbentuknya kista
atau abses pada wanita usia produktif.
Kista bartolini biasanya terjadi pada wanita antara usia 20-30 tahun. Sekitar 1
dalam 50 wanita akan mengalami kista bartolini atau abses dalam hidup mereka,
sehingga hal ini merupakan masalah yang perlu untuk dicermati. Kista bartholini
dengan diameter 1-3 cm seringkali asimptomatik. Sedangkan kista yang berukuran
lebih besar, kadang menyebabkan nyeri, dispareunia, umumnya tidak disertai demam,
pembengkakan area vulva dan labia selama 2-4 hari, teraba masa. Jika kista menjadi
terinfeksi maka bisa terjadi abses pada kelenjar dan akan menimbulkan gangguan
pada saat beraktifitas seperti berjalan, duduk, atau melakukan hubungan seksual.
Apabila pasien dalam kondisi sehat, tidak demam, tes laboratorium darah tidak perlu
dilakukan untuk mengevaluasi kista tanpa abses.
Pengobatan kista bartholini sesuai dengan gejala yang dikeluhkan oleh pasien
sendiri. Ada beberapa pengobatan yang dapat dilakukan, diantaranya dapat berupa
intervensi bedah dan medikamentosa. Intervensi bedah yaitu marsupialisasi.
Komplikasi yang terjadi jika kista bartholini sudah terinfeksi dan menimbulkan abses
yang dapat menyebabkan kekambuhan. Perdarahan terutama pada pasien dengan

koagulopati dan dapat meninmbulkan jaringan parut. Prognosis dari kista bartholini
ini pada umumnya adalah baik.
B. Anatomi
Kelenjar Bartholin (greater vestibular glands) merupakan homolog dari
kelenjar Cowper (kelenjar bulbourethral pada laki-laki). Pada masa pubertas, kelenjar
ini mulai berfungsi, memberikan kelembaban bagi vestibulum.
Kelenjar Bartholin berkembang dari tunas dalam epitel daerah posterior dari
vestibulum. Kelenjar ini terletak bilateral di dasar labia minora dan mengalirkan hasil
sekresinya melalui duktus sepanjang 2 2.5 cm, yang bermuara ke dalam vestibulum
pada arah jam 4 dan jam 8 (seperti di gambar). Kelenjar ini biasanya berukuran
sebesar kacang dan ukurannya jarang melebihi 1 cm. Kelenjar ini tidak teraba kecuali
pada keadaan penyakit atau infeksi.

Gambar Anatomi kelenjar Bartholin.


C. Epidemiologi
Kista Bartholini merupakan kista yang sering terjadi pada vulva. Dua persen
wanita mengalami kista Bartolini atau abses kelenjar pada suatu saat dalam
kehidupannya. Abses umumnya hampir terjadi tiga kali lebih banyak daripada kista.
Salah satu penelitian kasus kontrol menemukan bahwa wanita berkulit putih dan
hitam yang lebih cenderung untuk mengalami kista bartolini atau abses bartolini
daripada wanita hispanik, dan bahwa perempuan dengan paritas yang tinggi memiliki
risiko terendah. Kista Bartolini, yang paling umum terjadi pada labia majora. Involusi

bertahap dari kelenjar Bartolini dapat terjadi pada saat seorang wanita mencapai usia
30 tahun. Hal ini mungkin menjelaskan lebih seringnya terjadi kista Bartolini dan
abses selama usia reproduksi. Biopsi eksisional mungkin diperlukan lebih dini karena
massa pada wanita pascamenopause dapat berkembang menjadi kanker.
Beberapa penelitian telah menyarankan bahwa eksisi pembedahan tidak
diperlukan karena rendahnya risiko kanker kelenjar Bartholin (0,114 kanker per
100.000 wanita-tahun). Kebanyakan kasus terjadi pada wanita usia reproduktif, antara
20 sampai 30 tahun. Namun, tidak menutup kemungkinan dapat terjadi pada wanita
yang lebih tua atau lebih muda.
D. Etiologi
Kista Bartolini berkembang ketika saluran keluar dari kelenjar Bartolini
tersumbat. Penyebab penyumbatan diduga akibat infeksi atau adanya pertumbuhan
kulit pada penutup saluran kelenjar bartholini. Cairan yang dihasilkan oleh kelenjar
kemudian terakumulasi, menyebabkan kelenjar membengkak dan membentuk suatu
kista. Suatu abses terjadi bila kista menjadi terinfeksi.
Obstruksi distal saluran Bartolini bisa mengakibatkan retensi cairan, dengan
dihasilkannya dilatasi dari duktus dan pembentukan kista. Kista dapat terinfeksi, dan
abses dapat berkembang dalam kelenjar. Kista Bartolini tidak selalu harus terjadi
sebelum abses kelenjar.
Penyebab sumbatan :
Infeksi : Sejumlah bakteri dapat menyebabkan infeksi, termasuk bakteri yang
umum, seperti Escherichia coli (E. coli), serta bakteri yang menyebabkan

penyakit menular seksual seperti gonore dan klamidia.


Non infeksi : Trauma mekanik

E. Patofisiologi
Obstruksi dari saluran bartolini distal bisa karena retensi sekresi dengan
resultan dilatasi saluran dan formasi kista. Kista bisa menjadi infeksi dan akhirnya
berkembang menjadi abses. Kista saluran bartolini bisa saja tidak tampak sebelum

menjadi abses. jika kista saluran bartolini tampak kecil dan tidak menjadi inflamasi,
akan tampak asimptomatik. Jika kista menjadi infeksi, akan tampak bentuk abses.
Obstruksi duktus Penumpukan sekret mukus Pembengkakan (kista
bartholin) Kista dapat mengalami peradangan (bartholinitis) terutama bila terjadi
infeksi Kista yang terinfeksi dapat berkembang menjadi abses (abses bartholin).
F. Manifestasi Klinis
Biasanya unilateral
Berbentuk bulat sampai oval, berukuran 1-5 cm
Tidak terasa nyeri
Terletak pada labia mayora bagian 1/3 posterior, menonjol ke arah introitus
Kista yang membesar menimbulkan rasa tidak nyaman/mengganggu saat

berjalan, duduk atau coitus


Bila meradang : nyeri, demam, disertai tanda radang lainnya
Bila terbentuk abses : fluktuasi (+)
Dapat disertai pembesaran kelenjar limph femoral dan inguinal

G. Pemeriksaan Penunjang
Apabila pasien dalam kondisi sehat, afebris; tes laboratorium darah tidak
diperlukan untuk mengevaluasi abses tanpa komplikasi atau kista. Kultur bakteri
dapat bermanfaat dalam menentukan kuman dan pengobatan yang tepat bagi abses
Bartholin.
H. Terapi
Jika kistanya tidak besar dan tidak menimbulkan gangguan, tidak perlu
dilakukan tindakan apa-apa. Dalam hal lain perlu dilakukan pembedahan. Tindakan
itu terdiri atas ekstirpasi, akan tetapi tindakan ini bisa menimbulkan perdarahan.
Akhir-akhir ini dianjurkan marsupialisasi sebagai tindakan tanpa resiko sayatan dan
isi kista dikeluarkan, dinding kista yang terbuka dijahit pada kulit vulva yang terbuka
pada sayatan.
Kateter Word
Indikasi : Kista bartholini

Gambar Word Catheter


Keuntungan :
Minimal trauma, nyeri sedikit

Coitus tidak terganggu

Tindakan sederhana

Teknik :
a. Anestesi lokal
b. Insisi 2 cm
c. Kateter dipasang, balon diisi dengan 2-3 ml air
d. Pertahankan 3-4 minggu, dalam waktu ini duktus akan mengalami
epithelialisasi
e. Kateter diangkat

Kateter word memang dirancang untuk kasus kista/abses bartholin. Setelah


dipasang, kateter word ini dibiarkan selama 4 minggu dan penderita dianjurkan untuk
tidak melakukan aktivitas seksual, sampai kateter dilepas. Setelah 4 minggu akan
terbentuk saluran drainase baru dari kista bartholin Secara kosmetik hasilnya cukup
bagus karena orifisiumnya akan mengecil dan hampir tidak terlihat.
Marsupialisasi
Indikasi

: Kista bartholin kronik dan berulang

Keuntungan

Komplikasi < dari ekstirpasi

Fungsi lubrikasi dipertahankan

Kerugian

: Rekurensi 10-15% karena penutupan dan fibrosis orifisium

Teknik

a. Posisi lithotomi

b. Lakukan pemeriksaan bimanual untuk menentukan luasnya kista


c. Tindakan aseptik & antiseptik
d. Labia diretraksi dengan benang 3.0 sehingga tampak introitus vagina
e. Buat insisi di atas mukosa vagina pada perbatasan dengan introitus sampai
mencapai dinding kista
f. Dinding kista diinsisi, keluarkan semua isinya
g. Dinding kista dipegang dengan klem Allis
h. Dinding kista dijahit secara terputus dengan benang absorbable 3.0 kolateral
dengan kulit introitus, ke medial dengan mukosa vagina
i. Tidak diperlukan tampon/drain

Marsupialisasi adalah pilihan terapi apabila setelah penggunaan kateter word


terjadi rekurensi atau tidak ada kateter word. Prinsipnya adalah membuat insisi elips
dengan skalpel di luar atau di dalam cincin hymen (jangan di luar labium mayor

karena dapat timbul fistel). Insisi harus cukup dalam mengiris kulit dan dinding kista
di bawahnya (untuk kemudian dibuang). Apabila terdapat lokulasi, dibersihkan.
Kemudian dinding kista didekatkan dengan kulit menggunakan benang 3.0 atau 4.0
dan dijahit interrupted. Angka rekurens sekitar 10%.

Eksisi/Ekstirpasi
Indikasi :
Abses/kista persisten

Abses/kista rekuren

Terdapat indurasi pada basal kista yang sulit dicapai dengan marsupialisasi

Kista pada usia > 40 tahun (dapat menjadi ganas)

Keuntungan : Kecil kemungkinan rekuren


Kerugian/Komplikasi :
Perdarahan (a.pudenda)

Hematoma

Selulitis

Pembentukan scar

Sisa jaringan kista yang tidak terangkat sepenuhnya rekuren

Fungsi lubrikasi (-)

Eksisi dilakukan jika terjadi rekurensi berulang. Sebaiknya tindakan ini


dilakukan di kamar operasi oleh karena biasanya akan terjadi perdarahan yang banyak
yang berasal dari plexus venosus bulbus vestibuli, dan pernah dilaporkan terjadinya
septik syok pasca tindakan. Komplikasi lain adalah selulitis dan dyspareuni.

BAB II
PEMBAHASAN
Pasien datang ke IGD dengan keluhan terdapat benjolan pada daerah kelamin bagian
kiri bulan, awalnya kecil makin lama membesar, terasa nyeri terutama jika ditekan,
tampak kemerahan, panas (-), BAK (+), BAB (+), perdarahan (-), keluar cairan (-) selain itu
pasien juga mempunyai riwayat DM > 10 tahun dan juga jarang kontrol. Keadaan umum
pasien tampak kesakitan, dari pemeriksaan fisik lokalis didapatkan benjolan di labia mayor
sinistra dengan ukuran 3 x 2 x 2 cm, kenyal, batas tegas, hiperemis, nyeri tekan (+), discharge
(-). Saat dibangsal tindakan yang dilakukan adalah pemasangan tampon betadin pada labia
mayor dikarenakan terjadi ruptur pada abses labia mayor sinistra serta terapinya diberika
antibiotik berspectrum luas.
Untuk diagnosis ditegakkan berdasarkan dari pemeriksaan fisik dan anamnesis yaitu
mengarah kepada kista bartolini dikarenakan tersumbatnya bagian distal dari duktus kelenjar
yang menyebabkan retensi dari sekresi, sehingga terjadi pelebaran duktus sehingga
terbentuklah kista, pada pasien ini kista bartolini disertai dengan abses disekitarnya
disebabkan karena kista sudah terinfeksi mungkin dikarenakan proses penyumbatan yang
sudah terjadi bulan, pasien kurang menjaga kebersihan.
Jadi untuk alur penanganan dari kista dan abses bartolini dapat disimpulkan sebagai
berikut :
1. Bartholinitis
2. Kista Bartholin

: Antibiotik spektrum luas


:

Kecil, asimptomatik dibiarkan

Simptomatis/ rekuren pembedahan berupa insisi + word catheter


marsupialisasi

laser varporization dinding kista


3. Abses bartholin

: Insisi (bedah drainase) + word catheter, ekstirpasi

Penanganan abses bartholin sama dengan penanganan kista bartholin


simtomatis, namun ada sedikit perbedaan. Prinsipnya berikan terapi antibiotik
spektrum luas, dan lakukan pemeriksaan kultur pus oleh karena ada kemungkinan
disebabkan gonorrhea atau chlamydia, meskipun 67% disebabkan oleh flora normal
vagina.

DAFTAR PUSTAKA
1. Word B. Office treatment of cyst and abscess of Bartholin's gland duct. South Med J.
1968;61:5148.
2. Brook I. Aerobic and anaerobic microbiology of Bartholin's abscess. Surg Gynecol
Obstet. 1989;169:324.
3. Landay Melanie, Satmary Wendy A, Memarzadeh Sanaz, Smith Donna M, Barclay
David L, "Chapter 49. Premalignant & Malignant Disorders of the Vulva & Vagina"
(Chapter). DeCherney AH, Nathan L: CURRENT Diagnosis & Treatment Obstetrics &
Gynecology, 10e. USA: McGraw-Hill
4. Visco AG, Del Priore G. Postmenopausal Bartholin gland enlargement: a hospital-based
cancer risk assessment. Obstet Gynecol. 1996;87:28690.
5. Wilkinson EJ, Stone IK. Atlas of vulvar disease. 5th ed. Baltimore: Williams &
Wilkins, 1995:115.
6. Kaufman RH. Benign diseases of the vulva and vagina. 4th ed. St Louis: Mosby,
1994:168248.

Anda mungkin juga menyukai