Anda di halaman 1dari 14

AKALASIA

Fathin Hanina
C11110853
FK-UNHAS

PENDAHULUAN
Suatu gangguan motilitas primer esofagus
Kegagalan sfingter esofagus bagian distal yang
hipertonik untuk berelaksasi pada waktu menelan &
hilangnya peristalsis esofagus.
Menyebabkan obstruksi fungsional
Terjadi stasis makanan & dilatasi esofagus
Terbagi akalasia primer & sekunder.(1,4,10,14,16)

INSIDENS
1 dari 100.000 jiwa pertahun dengan perbandingan jenis
kelamin antara pria dan wanita 1 : 1.
Lebih sering orang dewasa, 20 - 60 tahun dan sedikit pada
anak-anak sekitar 5% dari total akalasia. (2,4,6,15)

EPIDEMIOLOGI
Di Amerika Serikat ditemukan sekitar 2000 kasus
akalasia setiap tahun.
Suatu penelitian internasional melaporkan bahwa dari
28 populasi di 26 negara, angka kematian tertinggi
tercatat di Selandia Baru dengan angka kematian
standar 239 dan yang terendah dengan angka kematian
standar 0, baik primer maupun sekunder. (4,11)

ETIOLOGI
1. Primer:
Penyebab yang jelas tidak diketahui.
Virus neurotropik yang berakibat lesi pada nukleus dorsalis
vagus pada batang otak dan ganglia mienterikus pada
esofagus.
Faktor keturunan.

2. Sekunder:
Infeksi, tumor intraluminer (tumor kardia) atau pendorongan
ekstraluminer seperti pseudokista pankreas.
obat antikolinergik atau pascavagotomi.(4,11)

ANATOMI

Gambar 1. Hubungan anatomi topografi esofagus (1)esofagus,


(2)trakea, (3)bronkus kanan, (4)bronkus kiri, (5)arkus aorta,
(6)diafragma, (7)hiatus eofagus, (8)segmen abdominal esofagus,
(9)kardia gaster, (10)fundus gaster (9)

PATOFISIOLOGI
Menurut Castell:(4,11)
a. Obstruksi pada sambungan esofagus dan lambung akibat
peningkatan sfingter esofagus bawah (SEB) istirahat jauh di atas
normal dan gagalnya SEB untuk relaksasi sempurna.
Pada akalasia tekanan SEB meningkat sekitar dua kali lipat atau kurang lebih 50
mmHg.
Ketidakmampuan relaksasi sempurna akan menyebabkan adanya tekanan
residual. Bila tekanan hidrostatik disertai dengan gravitasi dapat melebihi
tekanan residual, makanan dapat masuk ke dalam lambung.

b. Peristaltik esofagus yang tidak normal disebabkan karena


aperistaltik dan dilatasi bagian bawah korpus esofagus.
Akibat lemah dan tidak terkoordinasinya peristaltik sehingga tidak efektif dalam
mendorong bolus makanan melewati SEB.

DIAGNOSIS
1. Gambaran Klinik:
i.

Disfagia, hilang timbul, bertahun-tahun sebelum diagnosis ditegakkan,


berulang kali dan makin sering. (1,4,9,11)

ii. Regurgitasi, pada malam hari berhubungan dengan posisi berbaring pasien.
Pasien tidak merasa asam atau pahit menandakan bukan dari lambung. (4,9,11)
iii. Penurunan berat badan, berlangsung dalam 1-5 tahun sebelum diagnosis
ditegakkan. (4,11)
iv. Disfagia juga disertai dengan nyeri dada substernal menjalar ke belakang,
bahu, rahang, dan tangan. (4,11)
v. Gejala lain, komplikasi retensi makanan dalam bentuk batuk-batuk dan
pneumonia aspirasi.
Pemeriksaan fisis tidak banyak membantu dalam menentukan gejala objektif yang
nyata. (4,9,11)

2. Pemerikasaan radiologi:

Gambar 3. Foto toraks posisi PA dan lateral


menunjukkan gambaran esofagus yang
mengalami dilatasi dengan air fluid level. (18)

Gambar 4. Barium kontras: Penyempitan dan


stenosis pada kardia esofagus dengan dilatasi
esofagus bagian proksimal. (10)

Gambar 5. Memperlihatkan gambaran


akalasia berupa birds beak deformity dan
dilatasi esofagus (16)

Gambar 6. Esofagografi menunjukkan gambaran


esofagus yang mengalami dilatasi. (10)

3. Patologi anatomi:

Gambar 7. Ketiadaan ganglia pada pleksus Auerbach di gastro-esophageal


junction. a)tampak sedikit infiltrasi limfosit. b) inflamasi ringan pleksus
mienterikus Auerbach. Infiltrasi sedang limfosit, sel ganglion dapat
teridentifikasi. c) inflamasi sedang : tampak infiltrasi limfosit. Hilangnya sel
ganglion. d) Radang berat mienterikus dengan gambaran limfosit banyak.(10)

TERAPI
Bersifat paliatif:

(9)

i. Diet tinggi kalori


ii. Medikamentosa:
- Smooth muscle relaxant (Nitrogycerin)
- Calcium channel blockers (Nifedipine)
- Injeksi Botulinum Toksin

iii. Tindakan dilatasi: Pneumatic Dilatation


iv. Psikoterapi
v. Tindakan bedah: operasi esofagokardiotomi (operasi Heller).

KOMPLIKASI & PROGNOSIS


Menetapnya gejala-gejala disfagia karena miotomi yang
tidak adekuat atau refluks gastroesofageal.
Komplikasi yang paling sering muncul pada akalasia
yang lama adalah karsinoma esofagus.
Pasien akalasia mempunyai respon yang baik terhadap
pengobatan. Sehingga bila ditangani secara dini,
prognosis pasien baik. (4,11)

DAFTAR PUSTAKA

(1). Achalasia. [Online]. 2007 Feb 10 [cited 2007 September 29];


(2). Achalasia. [Online ]. 2007 September 29 ; Available from; URL:
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000267.htm
(3). Adnan,Misbahuddin, Frans Liyadi S. Radiologi 3. Makassar ; Bagian Radiologi FKUH.1980. p.12.
(4). Bakry F. Akalasia. Buku ajar ilmu penyakit dalam. 4th ed. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata MK,
Setiati S, editors. Jakarta: Pusat Penerbitan, Departemen Ilmu penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia; 2006. p. 322-324. (vol 1).
(5). Ekayuda I. Radiology anak. Radiologi diagnostic. 2nd ed. Jakarta; 2005. p. 393-394.
(6). Fisichella, P Marco. Achalasia. [Online] 2006 Oct 10 [cited 2007 Sept 29]. Available from URL:
http://www.emedicine.com/med/topic16.htm
(7). Forbes A, MisiewiczJJ, Compton CC, Levine MS, Quraishy MS, Rubesin SE, et al. The esophagus. Atlas of clinical
gastroenterology. 3rd ed. Edinburgh: Elsevier Mosby; 2005. p. 23-26.
(8). Goyal,Ray K. Disease of the Esofagus. Principles of the Internal Medicine vol 2. 16th ed. New York ; Mac Graw-Hill
Book Company; 2000. p.
(9). Hafid A, Syukur A, Achmad IA, Ridad AM, Ahmadsyah I, Airiza AS, et al. Esofagus dan diafgagma. Buku ajar ilmu
bedah. Sjamsuhidajat R, de JonG W, editors. 2nd ed. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2005. p. 499.
(10). Hirano,Ikuo. Pathophysiology of achalasia and diffuse esophageal spasm. [Online]cited 2007 September 29;
Available from : http://www.nature.com/gimo/contents/pt1/full/gimo22.html#f1
(11). Manan, Chudahman. Akalasia. Gastroenterologi Hepatologi. Jakarta : CV Infomedika ; 1990. p. 141-146.
(12). Meschan I. Oropharynx, laringopharynx, and esophagus. Roentgen sign in diagnostic imaging. 2nd ed.
Philadelphia: W. B. Saunders Company; 1984. p. 522,525-526. (Abdomen; vol 1).
(13). Paul and Juhls. The Abdomen and Gastrointestinal Tract. Essential of Rontgen Interpretation. 4th ed. Cambridge
: Harper & Row Publishers; 1981. p.529-530.
(14). Price SA, Wilson LM. Esofagus. Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit. 4th ed. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 1995. p. 357-358,363-365. (vol 1).

Anda mungkin juga menyukai