Anda di halaman 1dari 4

Nama : Lutfita Diaz A

Nim : A1H013046
Bagaimana Sistem Informasi Pertanian di Indonesia
Pakar pertanian telah menyumbang 60% pencapaian swasembada beras kita pada tahun
1984 yang lalu. Kini di Era Komunikasi Global dimana perangkat Teknologi Informasi
berupa internet yang semarak dengan penyelenggara komersial berupa Warung Internet
(Warnet), bukan lagi barang asing. Terlebih lagi, perangkat Teknologi Informasi pada tingkat
Departemen Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Balai-Balai Penelitian
dan Pengembangan Komoditas Pertanian sebagai penghasil inovasi teknologi pertanian, juga
telah memadai. Di tingkat wilayah saat ini terdapat 30 Balai Pengkajian Teknologi Pertanian
(BPTP), perangkat organisasi Badan Litabang Pertanian yang mengakuisisi peran Balai
Informasi Pertanian tempo dulu, berperan sebagai penghasil Teknologi Tepat Guna Spesifik
Lokasi, sekaligus memberikan contoh , kini juga dilengkapi dengan perangkat Teknologi
Informasi. Dengan demikian, perangkat pemerintah pusat dan sumber-sumber inovasi
teknlogi, termasuk perangkatnya di wilayah pengembangan pertanian nampaknya siap
berperan tanpa hambatan (contoh terbaru lahirnya Website Prima Tani). Karena itu, saatnya
perhatian dan upaya penyediaan perangkat Teknologi Informasi di arahkan kepada pengguna
inovasi teknologi secara lokal kabupaten dan Balai Penyuluhan Pertanian (BPP), yang
bersentuhan langsung dengan berjuta petani yang haus akan inovasi teknologi dan rekayasa
kelembagaan pedesaan progresif, melengkapi sistem, media dan metode penyuluhan
konvensional kita saat ini yang sedang bergelut dengan peningkatan kinerjanya.
Perlunya Balai Penyuluhan Pertanian dilengkapi perangkat Teknologi Informasi
sehingga mampu mengakses ke Internet. Menurutnya hal ini akan memudahakannya
memperoleh informasi berupa inovasi teknologi dan kelembagan yang dibutuhkannya dalam

mengupayakan kesejahteraan masyarakat tani yang menjadi tugas pokok, fungsinya serta
tanggung jawabnya.
Beda dengan Teknologi Informasi Penyuluhan di Jepang Penyuluhan Petanian di
Jepang (meliputi Pertanian, Perikanan dan Kehutanan) berawal pada tahun 1948 dengan
tujuan utama mengembangkan difusi inovasi teknologi yang diperoleh dari Lembaga
Penelitian Pertanian untuk diteruskan kepada para petani agar mengadopsi dan
mengadaptasikannya

pada kondisi usaha tani yang

nyata pada wilayah-wilayah

pengembangan pertanina. Tujuan penyuluhan terfokus pada penerapan inovasi teknologi


guna meningkatkan ketersediaan pangan dalam jangka panjang ke depan menyusul kekalahan
negaranya dalam Perang Dunia ke-2. Kini kegiatan penyuluhan lebih diperluas, mencakup
subsektor pendukungnya berupa teknologi maju, pengelolaan kesuburan tanah, pemenuhan
kebutuhan finansial usaha tani dan lainnya. Berkaitan dengan keterbatasan personalia
Penyuluh Pertanian dan keterbatasan finansial pemerintah pusat dan wilayah (perfecture),
maka kini di Jepang formulasi penyebaran informasi sebagai promosi, mengawali kegiatan
penyuluhan dan komunikasi inovasi teknologi, bertumpu pada penggunaan komputer dan
teknologi informasi yang lebih efektif dan efisien. Materi informasinya bukan hanya inovasi
teknologi, tetapi juga inovasi kelembagaan, metode penyelenggaraan peenyuluhan,serta ilmu
pengetahuan dan teknologi lainnya. Pemeran utama dalam hal ini justru bukan semata dari
kelembagaan Pemerintah Jepang, melainkan juga dari Organisasi Non Pemerintah yaitu
Asosiasi Pembangunan dan Penyuluhan Pertanian Jepang (Japan Agricultural Development
and Extension Assosiation). Assosisasi ini telah membangun suatu sistem pertukaran
informasi diantara para Pemandu Penyuluhan Pertanian pada setiap wilayah pengembangan,
dengan materi kumpulan kasus-kasus Penyuluhan Pertanian yang berbasis pada Program
Penyuluhan, informasi tentang Metode Penyuluhan, informasi teknis komoditas yang
dikembangkan para petani, dan informasi tentang temuan inovasi teknologi oleh Lembaga

Penelitian Pertanian.Dengan perangkat teknologi informasi, para Pemandu Penyuluhan


petanian dapat dengan cepat mempertukarkan informasi spesfik lokasi ke wilayah
pengembangan lainnya. Perangkat yang digunakan berkembang seiring waktu. Jika pada
tahun 1975 sebagai, awal penerapannya menggunakan Surat Berantai (Snail Letter ), maka
pada tahun 1985 beralih dengan menggalakkan penggunaan faximili, dan pada tahun 1990
diramaikan dengan penggunaan jaringan komunikasi personal yang diberi nama dengan
dukungan fiansial pemerintah pusat dan wilayah (perfecture). Di Jepang pada tahun 2005
yang lalu terdapat sekitar 9.000 Penyuluh Pertanian yang bekerja pada 450 Pusat Penyuluhan
Pertanian, tersebar pada wilayah pemerintahan (Perfecture) dan bersinergi dengan Lembaga
penelitian Pertanian wilayah setempat. Karakteristik pemanfaatan Teknologi Informasi di
Jepang, didominasi oleh Lembaga Jaringan Kerja Informasi Pertanian yang bernaung di
bawahya Assosiasi Pembangunan dan Penyuluhan Pertanian Jepang, menempatkan Pemandu
Penyuluhan Wilayah sebagai sasarannya. Jaringannya bersifatnya tertutup, ruang lingkup
seluruh Jepang dan melibatkan banyak pihak, yakni (i) Departemen Pertanian, Perikanan dan
Kehutanan, (ii) Pemerintah Wilayah (Perfecture), (iii) Pusat-pusat Penyuluhan, (iv)Lembaga
Penelitian Pertanian Nasional, dan (v) Perusahaan publik. Selain lembaga tersebut diatas,
dijumpai pula Jaringan Kerja Lokal yang bersifat tertutup, dioperasikan oleh pemerintah
wilayah dan Pusat Penyuluhan Petanian dengan sasaran utama para petani , melibatkan
lembaga pemerintahan wilayah, pusat-pusat penyuluhan, lembaga penelitian pertanian
wilayah, dan koperasi pertanian serta petani, dengan ruang lingkupnya wilayah. Adapun
Home page, jaringan teknologi informasi yang bersifat umum, terbuka dan dapat diakses
semua pihak, termasuk

petani dan konsumen pertanian, melengkapi jaringan teknologi

informasi lainnya.
Bagaimana dengan Penyuluhan di Indonesia? Penyuluhan Pertanian di Era
Kemerdekaan Indonesia saat ini terpaut 20 tahun ke belakang dari segi waktu dengan

Penyuluhan Pertanian di Jepang, namun dengan kondisi yang berbeda yakni Jepang baru saja
kalah perang versus Indonesia yang baru merdeka. Penyuluhan mulai diintensifkan sejak
awal tahun 1970-an, dengan pendekatan terpadu penyediaan sarana pendukung, pengolahan
dan pemasaran hasil,serta dukungan finansial di satu sisi, dan menarik dukungan struktur
pedesaan progresif di sisi lainnya. Pandekatan ini lazim disebut dengan Bimbingan Massal
(Bimas) yang disempurnakan dengan Wilayah Unit Desa (Wilud), mengacu kepada Grand
Teori A. T. Mosher tentang Pembangunan Pertanian. Perangkat kelembagaanya kemudian
lebih disempurnakan dengan lahirnya dan berperannya organisasi dan kelembagaan Balai
Penyuluhan Pertanian pada tahun 1977 (efektif tahun 1978) yang berbasisi secara
lokal/kecamatan pada setiap Kabupaten/Kota, dan Balai Informasi Pertanian (BIP) yang
keberadaannya melayani informasi inovasi teknologi pertanian pada wilayah propinsi. BPP
sebagai home base-nya Penyuluh Pertanian, sebagai konsumen informasi, dan BIP sebagai
produsen dan pelayan informasi.

Anda mungkin juga menyukai