Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULAN
A. Latar Belakang
Di era globalisasi seperti sekarang ini, manusia Indonesia perlu meningkatkan
keterampilan berpikir, agar mampu memecahkan masalah-masalah yang ada di
sekitarnya. Pengembangan keterampilan berpikir sudah menjadi kebutuhan yang tidak
dapat ditunda lagi, karena tuntutan dunia menghendaki demikian.
Berpikir merupakan salah satu faktor yang menentukan dalam prestasi belajar,
penalaran formal, keberhasilan belajar, dan kreativitas karena berpikir merupakan inti
pengatur tindakan siswa. Tuntutan era globalisasi ini mensyaratkan agar siswa tidak
hanya menerima dan meniru apa yang diberikan guru, tetapi harus secara aktif berbuat
atas dasar kemampuan dan pemikirannya sendiri. Cara ini diharapkan dapat membuat
siswa menjadi manusia yang mandiri dan dapat berpikir kreatif. Untuk itu peran guru
sebagai pemberi ilmu sudah harus bergeser kepada peran baru yang lebih kondusif
bagi siswa menyiapkan diri dalam persaingan global sesuai tuntutan perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi.
Dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan yang sejalan dengan
perkembangan teknologi, pemerintah menaruh perhatian terhadap mutu proses
pembelajaran. Hal tersebut tertuang dalam Peraturan Pemerintah RI Nomor 19
tentang Standar Nasional Pendidikan pada bab 4 mengenai standar proses,
menyatakan bahwa: proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan
secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik
untuk berpartisipasi aktif serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa,
kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat dan perkembangan fisik serta
psikologis peserta didik (Depdiknas.2011)
Mengingat percepatan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang
terjadi, tidak memungkinkan bagi guru bertindak sebagai satu-satunya orang yang
menyalurkan semua fakta dan teori-teori dengan menggunakan metode ceramah
(pendekatan ekspositori) yang dilakukan di sekolah. Untuk mengatasi hal ini perlu
pengembangan keterampilan memperoleh dan memproses semua fakta, konsep, dan
prinsip pada diri siswa (Dimyati.2006)

Pengembangan

keterampilan

dapat

diterapkan

dengan

pendekatan

keterampilan proses. Hal ini dikarenakan beberapa alasan. Alasan pertama,


perkembangan ilmu pengetahuan berlangsung semakin cepat sehingga para guru tidak
mungkin lagi mengajarkan semua fakta dan konsep kepada anak didiknya. Alasan
kedua, sesuai dengan pendapat para ahli psikologi yang mengatakan bahwa siswa
mudah memahami konsep-konsep yang rumit dan abstrak jika disertai dengan contohcontoh yang wajar sesuai dengan situasi dan kondisi yang dihadapi dengan cara
mempraktekan sendiri. Alasan ketiga, penemuan ilmu pengetahuan tidak bersifat
mutlak namun penemuannya bersifat relatif. Suatu teori mungkin terbantah dan
ditolak setelah orang mendapatkan data baru yang mampu membuktikan kekeliruan
teori yang dianut. Muncul lagi teori baru, yang prinsipnya mengandung kebenaran
relatif. Sedangkan alasan keempat, dalam proses pembelajaran seharusnya
pengembangan konsep tidak dilepaskan dari pengembangan sikap dan nilai dari diri
anak didik (Semiawan.1992).
Pembelajaran IPA atau sains di sekolah berdasarkan kurikulum menekankan
pada penguasaan kompetensi melalui serangkaian proses ilmiah. Dalam buku panduan
penyusunan kurikulum tingkat satuan pendidikan, proses pembelajaran IPA diarahkan
dalam mencari tahu dan berbuat untuk membantu peserta didik memperoleh
pemahaman yang lebih mendalam tentang diri dan alam sekitar. Biologi sebagai salah
satu bidang IPA menyediakan berbagai pengalaman belajar untuk memahami konsep
dan proses ilmiah. Oleh karena itu pembelajaran IPA khususnya biologi menekankan
pada pemberian pengalaman belajar secara langsung melalui penggunaan dan
pengembangan keterampilan proses dan sikap ilmiah (Depdiknas.2006)
Pendekatan keterampilan proses adalah suatu pendekatan pengajaran yang
memberi kesempatan kepada siswa untuk ikut menghayati proses penemuan atau
penyusunan suatu konsep sebagai suatu keterampilan proses. Kaitannya dengan
keterampilan proses dalam pembelajaran, guru menciptakan bentuk kegiatan
pengajaran yang bervariasi, agar siswa terlibat dalam berbagai pengalaman. Karena
kelebihan keterampilan proses membuat siswa menjadi bersifat kreatif, aktif, terampil
dalam berpikir dan terampil dalam memperoleh pengetahuan. Dengan keterampilan
maka siswa dapat mengasah pola berpikirnya sehingga dapat meningkatkan kualitas
hasil belajar (Sagala.2010)
Keterampilan proses melibatkan keterampilan-keterampilan kognitif atau
intelektual, psikomotorik, dan sosial. Keterampilan intelektual memicu siswa
2

menggunakan

pikirannya.

Keterampilan

manual

melibatkan

siswa

dalam

menggunakan alat dan bahan, mengukur, menyusun atau merakit alat. Sedangkan
keterampilan sosial merangsang siswa berinteraksi dengan sesamanya dalam
melaksanakan kegiatan belajar mengajar (Rustaman. 2005)
Namun pada kenyataannya proses pembelajaran IPA berbeda dari yang
diharapkan pemerintah. Berdasarkan hasil kajian penelitian Sardjono dalam Muslim,
menunjukkan bahwa pembelajaran IPA di sekolah masih saja melaksanakan proses
pembelajaran secara konvensional dimana pembelajaran berpusat pada guru dan siswa
pasif mengikuti pembelajaran. Hal inilah yang menyebabkan prestasi belajar IPA
masih sangat rendah bila dibandingkan dengan mata pelajaran lainnya (Muslim.2008)
Pada proses pembelajaran guru lebih menekankan pada penguasaan konsep,
dimana guru hanya memberikan serangkaian latihan dan soal. Selain itu kegiatan
praktikum atau kegiatan yang menunjang keterampilan siswa jarang dilaksanakan, hal
ini dapat menyebabkan keterampilan proses ilmiah siswa tidak berkembang. Sehingga
siswa tidak terampil dalam menyusun hipotesis, melakukan pengamatan, membaca
grafik, menentukan variabel percobaan, menginterpretasi data dan menarik
kesimpulan. Akibatnya, siswa sulit dalam menerapkan konsep IPA atau sains dalam
kehidupan sehari-hari.
Konsep yang dapat digunakan dalam pendekatan keterampilan proses biasanya
dilakukan untuk pelajaran-plajaran sains contohnya ekosistem dalam pembelajaran
biologi. Konsep ini dapat menghubungkan siswa dengan lingkungan sekitarnya di
kehidupan sehari-hari. Konsep ekosistem menjelaskan macam-macam interaksi yang
terjadi antar individu, antar populasi sejenis maupun berbeda jenis, dan antar
komponen yang hidup dengan tidak hidup di lingkungan. Selain itu, ekosistem juga
menjelaskan mekanisme aliran energi dan rantai makanan pada makhluk hidup
sekitarnya, serta memahami perbandingan jumlah makhluk hidup yang menempati
setiap tingkat trofik. Oleh karena itu, perlunya pengamatan langsung sebagai upaya
untuk meningkatkan hasil belajar melalui pembelajaran keterampilan proses. Dengan
demikian, pendekatan tersebut dapat meningkatkan kreatifitas, keaktifan, kemampuan
berpikir, sehingga hasil belajar dapat meningkat.

B. Rumusan Masalah
Sesuai dengan latar belakang maka dapat dirumuskan permasalahannya
sebagai berikut:
1. Teori-teori belajar yang digunakan dalam proses pembelajaran ?
2. Apa pengertian dari pendekatan keterampilan proses ?
3. Teori-teori belajar yang mendukung pendekatan keterampilan proses ?
4. Apakah Pendekatan Keterampilan Proses dapat meningkatkan hasil belajar
Biologi ?
C. Tujuan dan Manfaat Makalah
Makalah ini bertujuan untuk mengetahui teori-teori yang digunakan dalam
pendekatan keterampilan proses pada pembelajaran biologi serta dampaknya terhadap
hasil belajar biologi. Serta diharapkan dapat memberikan manfaat bagi :
1. Dunia pendidikan : Khususnya bagi guru, diharapkan bermanfaat dalam
pengembangan pembelajaran formal dengan suatu model pembelajaran yang
tepat, guna memperoleh hasil belajar yang optimal.
2. Peneliti

Diharapkan

dapat

menjadi

bekal

pengetahuan

mengenai

pembelajaran keterampilan proses dalam meningkatkan hasil belajar siswa dan


dapat menerapkannya dengan baik dalam proses belajar

BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Teori - Teori Belajar
1. Teori Belajar Behavioristik
Teori belajar behavioristik adalah sebuah teori yang dicetuskan oleh Gage dan
Berliner tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman. Teori ini lalu
berkembang menjadi aliran psikologi belajar yang berpengaruh terhadap arah
pengembangan teori dan praktek pendidikan dan pembelajaran yang dikenal sebagai
aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak
sebagai hasil belajar. Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus-responnya,
mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respons atau perilaku
tertentu menggunakan metode pelatihan atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku
akan semakin kuat bila diberikan penguatan dan akan menghilang bila dikenai
hukuman (Bagus.2012).
Belajar merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan respons.
Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan
perilakunya. Menurut teori ini dalam belajar yang penting adalah input yang berupa
stimulus dan output yang berupa respons. Stimulus adalah apa saja yang diberikan
guru kepada pembelajar, sedangkan respons berupa reaksi atau tanggapan pebelajar
terhadap stimulus yang diberikan oleh guru tersebut. Proses yang terjadi antara
stimulus dan respons tidak penting untuk diperhatikan karena tidak dapat diamati dan
tidak dapat diukur. Yang dapat diamati adalah stimulus dan respons, oleh karena itu,
apa yang diberikan oleh guru (stimulus) dan apa yang diterima oleh pebelajar
(respons) harus dapat diamati dan diukur. Teori ini mengutamakan pengukuran, sebab
pengukuran merupakan suatu hal penting untuk melihat terjadi atau tidaknya
perubahan tingkah laku tersebut.
Faktor lain yang dianggap penting oleh aliran behavioristik adalah faktor
penguatan (reinforcement). Bila penguatan ditambahkan (positive reinforcement)
maka respons akan semakin kuat. Begitu pula bila respons dikurangi/dihilangkan
(negative reinforcement) maka respons juga semakin kuat..

Tokoh-tokoh aliran

behavioristik di antaranya adalah Thorndike, Watson, Clark Hull, Edwin Guthrie, dan
Skinner (Bagus.2012).
5

Ada tiga hukum/dalil belajar yang utama menurut Thorndike, yakni (1) hukum
efek atau dalil sebab-akibat (law of effect); (2) hukum latihan (law of exercise), dan
(3) hukum kesiapan (law of readiness). Watson mendefinisikan belajar sebagai proses
interaksi antara stimulus dan respons, namun stimulus dan respons yang dimaksud
harus dapat diamati (observable) dan dapat diukur. Hull mengatakan kebutuhan
biologis (drive) dan pemuasan kebutuhan biologis (drive reduction) adalah penting
dan menempati posisi sentral dalam seluruh kegiatan manusia, sehingga stimulus
(stimulus dorongan) dalam belajarpun hampir selalu dikaitkan dengan kebutuhan
biologis, walaupun respons yang akan muncul mungkin dapat berwujud macammacam. Asas belajar Guthrie yang utama adalah hukum kontiguiti, yaitu gabungan
stimulus-stimulus yang disertai suatu gerakan, pada waktu timbul kembali cenderung
akan diikuti oleh gerakan yang sama. Guthrie percaya bahwa hukuman (punishment)
memegang peranan penting dalam proses belajar. Hukuman yang diberikan pada saat
yang tepat akan mampu mengubah tingkah laku seseorang. Skinner setuju dengan
pendapat Watson yang mengatakan bahwa belajar merupakan proses perubahan
perilaku (Bagus.2012).
2. Teori Belajar Kognitivisme
Dasar pemikiran teori belajar kognitivisme adalah rasional. Teori ini memiliki
asumsi filosofis, yaitu the way in which we learn (Sukardjo, 2010). Pengetahuan
seseorang diperoleh berdasarkan pemikiran. Inilah yang disebut dengan filosofi
Rasionalism. Menurut teori ini, peserta didik belajar disebabkan oleh kemampuan
peserta didik dalam menafsirkan peristiwa yang terjadi di dalam lingkungan. Teori
kognitivisme berusaha menjelaskan dalam belajar bagaimana orang-orang berpikir.
Teori ini menjelaskan bagaimana belajar terjadi dan menjelaskan secara alami
kegiatan mental internal dalam diri peserta didik. Oleh karena itu, teori kognitivisme
lebih mementingkan proses belajar daripada hasil belajar itu sendiri. Menurut teori ini
bahwa belajar melibatkan proses berpikir yang kompleks (Bagus.2012).
Prinsip dasar yang mendasari teori belajar kognitif adalah teori psikologi.
Prinsip teori psikologi adalah bahwa setiap orang dalam bertingkah laku dan mengerjakan segala sesuatu senantiasa dipengaruhi oleh tingkat-tingkat perkembangan dan
pemahamannya atas dirinya sendiri. Berdasarkan pengertian itulah, maka teori belajar
kognitif ini dikatakan memiliki hubungan yang sangat erat dan berasal dari teori
psikologi. Aspek kognitifnya mempersoalkan masalah bagaimana orang memperoleh
6

pemahaman mengenai diri sendiri dan lingkungannya, serta bagaimana mereka


berbuat dalam berhubungan dengan lingkungan mereka dengan menggunakan
kesadarannya. Sementara itu, aspek psikologisnya menekankan pada hubungan antara
orang dan lingkungan psikologisnya secara bersamaan dan saling berhubungan secara
timbal balik (Putrayasa.2011).
Dalam hal belajar, aspek psikologis ini memandang bahwa proses belajar pada
seseorang terjadi secara tidak nampak dari luar dan sifatnya kompleks, karena tingkah
laku seseorang tidak dipengaruhi oleh faktor luar, tetapi dipengaruhi oleh cara-cara
bagaimana terjadinya proses informasi di dalam diri seseorang (dalam jiwanya). Oleh
karena itu, psikologi kognitif lebih menekankan arti penting proses internal atau
proses-proses mental manusia daripada proses eksternalnya.
Pengetahuan seseorang diperoleh berdasarkan pemikiran. Inilah yang disebut
dengan filosofi Rasionalism. Menurut teori ini, peserta didik belajar disebabkan oleh
kemampuan peserta didik dalam menafsirkan peristiwa yang terjadi di dalam
lingkungan. Prinsip yang mendasari teori belajar kognitif adalah teori psikologi.
Prinsip teori psikologi adalah bahwa setiap orang dalam bertingkah laku dan
mengerjakan

segala

sesuatu

senantiasa

dipengaruhi

oleh

tingkat-tingkat

perkembangan dan pemahamannya atas dirinya sendiri. Tujuan teori belajar kognitif
adalah untuk membentuk hubungan yang teruji, yang teramalkan dari tingkah laku
orang-orang pada ruang kehidupan mereka secara spesifik sesuai dengan situasi
psikologisnya. Prinsip-prinsip dasar teori belajar kognitif adalah: (a) belajar
merupakan peristiwa mental, (b) guru (pendidik) harus memperhatikan perilaku si
belajar yang tampak, seperti penyelesaian tugas rumah, hasil tes, di samping itu juga
harus memperhatikan faktor sosial dan lingkungan psikologisnya, dan (c) kemampuan
berpikir orang tidak sama antara satu dan yang lain, dan tidak tetap dari waktu ke
waktu (Bagus.2012).
Ada empat teori kognitif yang paling berpengaruh di dunia pendidikan dewasa
ini, yaitu: (1) Teori belajar Bruner dengan model belajar penemuan, (2) Teori belajar
Ausubel dengan model belajar bermakna, (3) Teori belajar Robert Gagne dengan
model pemrosesan informasi, dan (4) Teori belajar Jean Piaget dengan model
perkembangan intelektual. Menurut Bruner, ada 3 (tiga) proses kognitif dalam belajar,
yaitu: (a) proses pemerolehan informasi baru, (b) proses mentransformasikan
informasi yang diterima, dan (c) menguji relevansi dan ketepatan pengetahuan. Di
samping itu, Bruner juga mengemukakan hal-hal yang perlu diperhatikan dalam
7

pembelajaran, yaitu: (a) pentingnya struktur bidang studi, (b) kesiapan untuk belajar,
(c) intuisi, dan (d) motivasi. Belajar penemuan (discovery learning) merupakan salah
satu model pembelajaran/belajar kognitif yang dikembangkan oleh Bruner. Menurut
Bruner, belajar bermakna hanya dapat terjadi melalui belajar penemuan yang
merupakan proses belajar. Tahap-tahap penerapan Belajar Penemuan adalah : (1)
stimulus, (2) problem statemen, (3) data collection, (4) data processing, (5) verifikasi,
dan (6) generalisasi (Putrayasa.2011).
Belajar bermakna adalah belajar yang disertai dengan pengertian. Belajar
bermakna akan terjadi apabila informasi yang baru diterima si belajar mempunyai
kaitan erat dengan konsep yang sudah ada/diterima oleh siswa sebelumnya dan
tersimpan dalam struktur kognitif. Makna belajar dapat diklasifikasikan ke dalam 2
(dua) dimensi. Dimensi pertama berhubungan dengan cara informasi atau materi
disajikan siswa, sedangkan dimensi kedua berhubunga dengan bagaimana siswa dapat
mengkaitkan informasi yang diterima dengan struktur kognitif yang sudah dimiliki.
Langkah-langkah yang dilakukan guru untuk menerapkan belajar bermakna Ausubel
adalah sebagai berikut: (1) pengaturan awal (advance organizer), (2) progressive
differensial, dan (3) rekonsiliasi integratif (integrative reconsiliation), dan (4)
konsolidasi (consolidation).
Menurut Gagne, belajar bukan merupakan proses tunggal, melainkan proses
yang luas yang dibentuk oleh pertumbuhan dan perkembangan tingkah laku. Artinya,
banyak keterampilan yang telah dipelajari memberikan sumbangan bagi belajar
keterampilan yang lebih rumit. Belajar merupakan suatu proses yang kompleks yang
menghasilkan berbagai macam tingkah laku yang berlainan yang disebut kapasitas.
Kapasitas itu diperoleh orang dari: (a) stimulus yang berasal dari lingkungan dan (b)
proses kognitif yang dilakukan si belajar (Putrayasa.2011).
Ada beberapa konsep yang perlu dimengerti dalam teori perkembangan Piaget,
yaitu: (a) inteligensi, (b) organisasi, (c) skema, (d) asimilasi, (e) akomodasi, dan (f)
ekuilibrasi. Tahap-tahap Perkembangan Kognitif menurut Piaget adalah: (1) Tahap
Sensoris-Motor (terjadi pada umur 0-2 tahun), (2) Tahap Pra-Operasional (terjadi
pada umur 2-7 tahun), (3) Tahap Operasi Konkret (terjadi pada umur 7-11 tahun), dan
(4) Tahap Operasi Formal (terjadi pada umur 11-15 tahun).

3. Teori Belajar Konstruktivisme


Dalam

kerangka

konstruktivis,

belajar

dimaknai

sebagai

suatu

upaya

pengkonstruksian pengetahuan oleh individu sebagai pemberian makna atas data sensori
yang berkaitan dengan pengetahuan yang telah ada sebelumnya. Belajar merupakan suatu
proses pemaknaan yang melibatkan konstruksi-konstruksi dari para pemelajar. Menurut
pandangan konstruktivis lebih diarahkan pada terbentuknya makna pada diri pemelajar
atas apa yang dipelajarinya berdasarkan pengetahuan dan pemahaman mereka
sebelumnya. Dalam proses ini lebih ditekankan pada terbentuknya hubungan-hubungan
makna antara pengetahuan yang telah ada dan pengetahuan baru dengan fasilitasi
kreativitas guru selaku mediator pembelajaran. Dengan demikian, dilihat dari dimensi
pembelajaran, model konstruktivis memandang belajar itu sebagai sebuah proses
modifikasi ide dan pengetahuan yang telah dimiliki oleh siswa menuju terbentuknya
pengetahuan baru. Dalam proses ini siswa secara aktif terlibat dalam upaya penemuan
makna dari apa yang dipelajarinya, sehingga secara langsung berdampak pada tumbuh
dan berkembangnya keterampilan berpikir mereka selama pembelajaran berlangsung. Di
samping itu, aplikasi model konstruktivis memungkinkan siswa untuk menguasai materi
pelajaran secara lebih komprehensif dan bermakna, mengingat mereka terlibat secara
aktif selama berlangsungnya pembelajaran (Putrayasa.2011).

Model konstruktivis memberi beberapa peluang bagi kalangan guru untuk


mengatasi berbagai persoalan yang terkait dengan rendahnya kualitas proses dan hasil
pembelajaran, karena model ini dapat memfasilitasi keterlibatan aktif dan
berkembangnya keterampilan berpikir siswa selama pembelajaran. Jadi, dalam
pandangan konstruktivisme sangat penting peran siswa untuk dapat membangun
constructive habits of mind. Agar siswa memiliki kebiasaan berpikir, maka
dibutuhkan kebebasan dan sikap belajar (Bagus.2012).
Belajar menurut pandangan konstruktivis lebih diarahkan pada terbentuknya
makna pada diri pemelajar atas apa yang dipelajarinya berdasarkan pengetahuan dan
pemahaman mereka sebelumnya. Dalam proses ini lebih ditekankan pada
terbentuknya hubungan-hubungan makna antara pengetahuan yang telah ada dan
pengetahuan baru dengan fasilitasi kreativitas guru selaku mediator pembelajaran.
Aplikasi model konstruktivis memungkinkan siswa untuk menguasai materi pelajaran
secara lebih komprehensif dan bermakna, mengingat mereka terlibat secara aktif
selama berlangsungnya pembelajaran. Faham konstruktivis memandang bahwa
pengetahuan merupakan konstruksi (bentukan) dari orang yang mengenal sesuatu
9

(skemata). Pengetahuan tidak bisa ditransfer dari guru kepada orang lain, karena
setiap orang mempunyai skema sendiri tentang apa yang diketahuinya.
Pandangan konstruktivisme tentang pengetahuan secara sederhana dapat
dirangkum sebagai berikut: (1) kita tidak bisa mengetahui suatu kenyataan yang
objektif; (2) pengetahuan adalah subjektif; dan (3) Pengetahuan dari dua orang bisa
dikatakan saling berbagi sepanjang pembentukannya dilakukan dengan cara yang
sama dalam situasi tertentu. Hal paling penting dalam teori konstruktivisme adalah
penekakan pada siswa dalam proses pembelajaran. Mereka yang harus bertanggung
jawab terhadap hasil belajarnya. Belajar lebih diarahkan pada experiental learning,
yaitu adaptasi kemanusiaan berdasarkan pengalaman konkret di laboratorium, diskusi
dengan teman sejawat, yang kemudian dikontemplasikan dan dijadikan ide serta
pengembangan konsep baru. Terdapat beberapa kemampuan yang diperlukan dalam
proses mengkonstruksi pengetahuan, yaitu (1) kemampuan mengingat dan
mengungkapkan kembali pengalaman, (2) kemampuan membandingkan dan
mengambil keputusan akan persamaan dan perbedaan, dan (3) kemampuan untuk
lebih menyukai suatu pengalaman yang satu daripada yang lainnya (Bagus.2012).
Aspek-aspek konstruktivisme teridiri atas adaptasi (adaptation), konsep pada
lingkungan (the concept of environment), dan pembentukan makna (the construction
of meaning). Menurut Piaget, adaptasi terhadap lingkungan dilakukan melalui dua
proses, yaitu asimilasi dan akomodasi. Bila dalam proses asimilasi seseorang tidak
dapat

mengadakan

adaptasi

terhadap

lingkungannya

maka

terjadilah

ketidaksetimbangan (disequilibrium). Tingkatan pengetahuan atau pengetahuan


berjenjang oleh Vygotskian disebut sebagai scaffolding. Scaffolding berarti
memberikan sejumlah besar bantuan kepada seorang individu selama tahap-tahap
awal pembelajaran dan kemudian mengurangi bantuan tersebut dan memberikan
kesempatan kepada individu tersebut mengambil alih tanggung jawab yang semakin
besar segera setelah mampu mengerjakan sendiri.
Karakteristik yang juga merupakan prinsip dasar konstruktivisme meliputi:
pengembangan strategi alternative untuk memperoleh dan menganalisis informasi,
dimungkinkannya perspektif jamak dalam proses belajar. Peran utama siswa dalam
proses belajar, penggunaan scaffolding dalam pembelajaran, peran guru sebagai
fasilitator, tutor, dan mentor, pentingnya kegiatan belajar dan evaluasi belajar yang
otentik (Putrayasa.2011).

10

4. Teori Pembelajaran Humanistik


Pada dasarnya teori belajar humanistik memiliki tujuan belajar untuk
memanusiakan manusia. Oleh karena itu, proses belajar dapat dianggap berhasil
apabila si pembelajar telah memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. Dengan
kata lain, si pembelajar dan proses belajarnya harus berusaha agar lambat laun ia
mampu mencapai aktualisasi diri dengan sebaik-baiknya (Putrayasa.2011).
Humanistik adalah suatu teori yang tertuju pada masalah bagaimana tiap
individu dipengaruhi dan dibimbing oleh maksud-maksud pribadi yang mereka
hubungkan kepada pengalaman-pengalaman mereka sendiri.
Tujuan utama para pendidik adalah membantu si siswa untuk mengembangkan
dirinya, yaitu membantu masing-masing individu untuk mengenal diri mereka sendiri
sebagai manusia yang unik dan membantu dalam mewujudkan potensi-potensi yang
ada dalam diri mereka.
Para pendidik yang beraliran humanistik juga mencoba untuk membuat
pembelajaran yang membantu anak didik untuk meningkatkan kemampuan dalam
membuat, berimajinasi, mempunyai pengalaman, berintuisi, merasakan, dan
berfantasi. Pendidik humanistik mencoba untuk melihat dalam spektrum yang luas
mengenai perilaku manusia. Berapa banyak hal yang bisa dilakukan manusia? dan
bagaimana aku bisa membantu mereka untuk melakukan hal-hal tersebut dengan lebih
baik. (Putrayasa.2011).
Melihat hal-hal yang diusahakankan oleh para pendidik humanistik, tampak
bahwa pendekatan ini mengedepankan pentingnya emosi dalam dunia pendidikan.
Freudian melihat emosi sebagai hal yang mengganggu perkembangan, sementara
humanistik melihat keuntungan pendidikan emosi. Jadi bisa dikatakan bahwa emosi
adalah karakterisitik yang sangat kuat yang nampak dari para pendidik beraliran
humanistik. Karena berpikir dan merasakan saling beriringan, mengabaikan
pendidikan emosi sama dengan mengabaikansalah satu potensi terbesar manusia. Kita
dapat belajar menggunakan emosi kita dan mendapat keuntungan dari pendekatan
humanistik ini sama seperti yang kita dapatkan dari pendidikan yang menitikberatkan
kognisi (Putrayasa.2011).
Teori belajar humanistik memiliki tujuan belajar untuk memanusiakan
manusia. Oleh karena itu, proses belajar dapat dianggap berhasil apabila si pembelajar
telah memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. Tujuan utama para pendidik
adalah membantu siswa untuk mengembangkan dirinya, yaitu membantu masing11

masing individu untuk mengenal diri mereka sendiri sebagai manusia yang unik dan
membantu dalam mewujudkan potensi-potensi yang ada dalam diri mereka.
Tokoh penting dalam teori belajar humanistik adalah: (1) Arthur W. Combs.
Menurutnya, belajar terjadi apabila mempunyai arti bagi individu. Guru tidak dapat
memaksakan materi yang tidak disukai atau tidak relevan dengan kehidupan mereka.
(2) Bloom dan Krathwohl. Bloom dan Krathwol menunjukkan apa yang dikuasai
dalam tiga kawasan, yaitu kawasan kognitif, afektif, dan psikomotor. (3) Kolb. Kolb
membagi tahapan belajar dalam empat tahap, yakni: a) pengalaman konkret, b)
pengalaman aktif dan reflektif, c) konseptualisasi, dan d) eksperimentasi aktif. (4)
Honey dan Mumford. Honey dan Mumfrod menggolongkan siswa atas empat tipe,
yakni : a) tipe aktivis, b) tipe reflector, c) tipe teoris, dan d) tipe pragmatis. (5)
Habermas. Habermas membagi tiga macam tipe belajar, yaitu: a) belajar teknis, 2)
belajar praktis, dan c) belajar emansipatoris. (6) Carl Rogers. Rogers adalah seorang
psikolog humanistik yang menekankan perlunya sikap saling menghargai dan tanpa
prasangka (antara klien dan terapist) dalam membantu individu mengatasi masalahmasalah kehidupannya. Rogers membedakan dua tipe belajar, yakni kognitif
(kebermaknaan) dan experiential (pengalaman atau signifikansi). (7) Abraham
Maslow. Maslow mengemukakan bahwa individu berperilaku dalam upaya untuk
memenuhi kebutuhan yang bersifat hirarkis. Teorinya yang sangat terkenal sampai
dengan hari ini adalah teori tentang Hierarchy of Needs (Hierarki Kebutuhan).
Adapun hirarki kebutuhan tersebut adalah sebagai berikut: a) kebutuhan fisiologis, b)
kebutuhan akan rasa aman dan tentram, c) kebutuhan untuk dicintai dan disayangi,
d) kebutuhan untuk dihargai, dan e) kebutuhan untuk aktualisasi diri (Bagus.2012).
B. Pendekatan Keterampilan Proses
1. Pengertian PKP
Depdikbud seperti yang dikutip Dimyati mendefinisikan pendekatan
keterampilan proses sebagai wawasan atau anutan pengembangan keterampilanketerampilan intelektual, sosial, dan fisik yang bersumber dari kemampuankemampuan mendasar yang pada prinsipnya telah ada dalam diri siswa. Keterampilan
tersebut sesungguhnya telah ada dalam diri siswa maka tugas gurulah untuk
mengembangkan keterampilan baik intelektual, sosial maupun fisik melalui kegiatan
pembelajaran (Dimyati.2006).

12

Untuk memahami suatu fakta maupun konsep biasanya peserta didik perlu
bekerja dengan objek-objek yang konkret, melakukan eksplorasi, manipulasi ide,
sehingga memperoleh data-data, tidak sekedar menghafal. Pendekatan factual dan
konseptual dalam pembelajaran sains perlu didasarkan atas pengamatan terhadap apa
yang dilakukan ilmuwan. Proses proses yang dijabarkan dari kegiatan apa yang
dilakukan

oleh

seorang

ilmuwan

itu

yang

disebut

keterampilan

proses

(Nurhayati.2011).
Keterampilan berarti kemampuan menggunakan pikiran, nalar, dan perbuatan
secara efisien dan efektif untuk mencapai suatu hasil tertentu, termasuk kreativitas.
Sedangkan proses dapat didefinisikan sebagai perangkat keterampilan kompleks yang
digunakan ilmuwan dalam melakukan penelitian ilmiah. Proses juga merupakan
konsep besar yang dapat diuraikan menjadi komponen-komponen yang harus dikuasai
seseorang bila akan melakukan penelitian (Poppy.2011)
Keterampilan proses adalah keterampilan fisik dan mental terkait dengan
kemampuan-kemampuan mendasar yang dimiliki, dikuasai dan diaplikasikan dalam
suatu kegiatan ilmiah sehingga para ilmuwan berhasil menemukan sesuatu yang baru
(Semiawan.1992).
Belajar sains atau biologi secara bermakna baru akan dialami siswa apabila
siswa terlibat aktif secara intelektual, manual, dan sosial. Pengembangan keterampilan
proses sains sangat ideal dikembangkan apabila guru memahami hakikat belajar sains,
yaitu sains sebagai proses dan produk. Keterampilan proses perlu dikembangkan
melalui pengalaman langsung, sebagai pengalaman belajar, dan disadari ketika
kegiatannya sedang berlangsung. Namun apabila dia sekedar melaksanakan tanpa
menyadari apa yang sedang dikerjakannya, maka perolehannya kurang bermakna dan
memerlukan waktu lama untuk menguasainya. Kesadaran tentang apa yang sedang
dilakukannya,

serta

keinginan

untuk

melakukannya

dengan

tujuan

untuk

menguasainya adalah hal yang sangat penting (Rustaman.2005)


Keterampilan proses melibatkan keterampilan-keterampilan kognitif atau
intelektual, manual dan sosial. Keterampilan kognitif atau intelektual terlibat karena
dengan melakukan keterampilan proses siswa menggunakan pikirannya. Keterampilan
manual jelas terlibat dalam keterampilan proses karena mungkin mereka melibatkan
penggunaan alat dan bahan, pengukuran, penyusunan atau perakitan alat. Dengan
keterampilan sosial dimaksudkan bahwa mereka berinteraksi dengan sesamanya

13

dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar dengan keterampilan proses, misalnya


mendiskusikan hasil pengamatan (Rustaman.2005)
Pendekatan

keterampilan

proses

adalah

suatu

cara

mengajar

yang

menitikberatkan pada pengembangan keterampilan-keterampilan perolehan yang


gilirannya akan menjadi roda penggerak penemuan dan pengembangan fakta dan
konsep serta penumbuhan dan pengembangan sikap dan nilai (Semiawan.1992).
Menurut

Usman

&

Lilis

Setiawati

(1993)

mengatakan

pendekatan

keterampilan proses merupakan pendekatan belajar mengajar yang mengarahkan


kepada pengembangan kemampuan mental, fisik, dan sosial yang mendasar sebagai
penggerak kemampuan yang lebih tinggi dalam diri individu siswa. Pendekatan
keterampilan proses sebagai pendekatan yang menekankan pada penumbuhandan
pengembangan sejumlah keterampilan tertentu pada diri siswa agarmampu
memproses informasi sehingga ditemukan hal-hal yang baru yang bermanfaat baik
berupa fakta, konsep, maupun pengembangan sikap dan nilai. Sebagai konsekuensi
dari pendekatan keterampilan prosesini, maka siswa berperan selaku subjek dalam
belajar. Siswa bukan sekadar penerima informasi, tetapi sebaliknya sebagai pencari
informasi. Oleh karena itu, siswa harus aktif dan terampil untuk mampu mengelola
perolehannya, hasil belajarnya atau pengalamannya.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa
keterampilan proses adalah keterampilan fisik dan mental yang meliputi aspek
kognitif, afektif, dan psikomotor yang dapat diaplikasikan dalam suatu kegiatan
ilmiah. Dengan demikian, pembelajaran dengan pendekatan keterampilan proses
memberi kesempatan kepada siswa agar terlibat secara aktif dalam pembelajaran
sehingga dengan adanya interaksi antara pengembangan keterampilan proses dengan
fakta, konsep, serta prinsip ilmu pengetahuan, akan mengembangkan sikap dan nilai
ilmuwan pada diri siswa.
2. Perlunya Pembelajaran Keterampilan Proses
Menurut

(Semiawan.1992),

perlu

diperhatikan

kenapa

perlunya

pembelajaran keterampilan proses itu diadakan, karena sebagai berikut :


1. Siswa mudah memahami konsep-konsep yang rumit dan abstrak jika disertai

dengan contoh-contoh yang wajar sesuai dengan situasi dan kondisi yang
dihadapi dengan cara mempraktekan sendiri.

14

2. Perkembangan ilmu pengetahuan berlangsung semakin cepat sehingga para

guru tidak mungkin lagi mengajarkan semua fakta dan konsep kepada anak
didiknya.
3. Proses pembelajaran seharusnya pengembangan konsep tidak dilepaskan dari

pengembangan sikap dan nilai dari diri anak didik.


Memaknai ketiga alasan yang dikemukakan diatas mendorong seorang
pendidik dalam proses pembelajarannya untuk menerapkan suatu pendekatan
pembelajaran yang bersifat Children Oriented, yang memungkinkan siswa untuk
bersifat aktif dalam belajar dan menerapkan cara-cara seperti yang dilakukan seorang
ilmuwan dalam memahami ilmu pengetahuan.
3. Jenis-jenis Keterampilan Proses
Jenis-jenis keterampilan proses sains dan karakteristiknya terdiri atas sejumlah
keterampilan yang satu sama lain sebenarnya tidak dapat dipisahkan, namun ada
penekanan khusus dalam masing-masing keterampilan proses tersebut. Menurut Mary
L. Ango keterampilan proses sains terdiri dari sebelas keterampilan yaitu, observing
(observasi), classifying (klasifikasi), inferring (menafsirkan), predicting (prediksi),
communicating

(komunikasi),

interpreting

data

(interpretasi

operational definitions (menerapkan konsep), posing questions


pertanyaan),

hypothesizing

(hipotesis),

experimenting

data),

making

(mengajukan

(bereksperimen),

and

formulating models (membuat eksperimen) (Mary.2002).


Sedangkan menurut Yew Mei bahwa keterampilan dasar dalam keterampilan
proses merupakan dasar dari keterampilan terintegrasi yang pada umumnya lebih
kompleks dalam memecahkan suatu permasalahan dalam suatu eksperimen
(Grace.2007)
4. Ragam Jenis Keterampilan Proses
Ragam jenis PKP menurut para ahli ada 4 sebagai berikut :

1. Rustaman, Observasi, menafsirkan, klasifikasi, meramalkan, berkomunikasi,


berhipotesis, merencanakan percobaan, menerapkan konsep, mengajukan pertanyaan,
berkomunikasi.

2. Conny Semiawan, Observasi, berhipotesis, merencanakan penelitian, mengendalikan


variabel, menafsirkan, menyusun kesimpulan,
berkomunikasi.
15

meramalkan, menerapkan konsep,

3. Wynne Harlen, Observasi, berhipotesis, prediksi, investigasi,

interpretasi data,

menyusun kesimpulan, berkomunikasi.

4. Nurhayati, terbagi atas dua yaitu 1) Keterampilan proses dasar yang terdiri dari
Observasi, klasifikasi, komunikasi, pengukuran penarikan kesimpulan dan prediksi.
2) Keterampilan proses terintegrasi yang terdiri dari megindentifikasi variable,
menyusun data dalam table, menyusun grafik, menggambarkan hubungan di antara
variable-variabel, memperoleh dan memproses data, menganalisis investigasi,
menyusun hipotesis, merumuskan variable-variabel, dan terakhir melakukan
eksperimen.

5. Langkah langka Keterampilan Proses

Suryosubroto (2002), menyatakan bahwa ada langkah-langkah yang harus


dilalui oleh seorang guru dalam menggunakan keterampilan proses diantaranya:
1. Pemanasan, bertujuan untuk mengarahkan siswa pada pokok permasalahan
agar setiap siswa siap, baik secara mental, emosional maupun fisik. Kegiatan
ini antara lain:
a) Pengulasan langsung pengalaman yang pernah dialami siswa maupun guru
b) Pengulasan bahan pengajaran yang pernah dipelajari pada waktu
sebelumnya
c) kegiatan-kegiatan yang menggugah dan mengarahkan perhatian siswa
antara lain meminta pendapat/ saran siswa, menunjukkan gambar, slide, film
atau benda lain.
2. Proses belajar mengajar, hendaknya selalu mengikutsertakan siswa secara aktif
guna mengembangkan kemampuan-kemampuan siswa antara lain kemampuan
mengamati, menginterpretasikan, meramalkan, mengaplikasikan konsep,
merencanakan dan melaksanakan penelitian, serta mengkomunikasikan hasil
penemuannya.
3. Penerapan Keterampilan Proses.
Penerapan keterampilan proses hendaknya terlihat pada setiap atau
beberapa komponen pengajaran, antara lain mengkaji kompetensi dasar,
mengidentifikasi materi pokok, mengembangkan kegiatan pembelajaran,
merumuskan indikator pencapaian kompetensi, penentuan jenis penilaian,
menentukan alokasi waktu serta menentukan sumber belajar

16

Berdasarkan yang telah diuraikan oleh para ahli di atas, ada dua yang kami
bahas yaitu contoh langkah-langkah keterampilan proses menurut Rustaman dan
langkah-langkah yang dilakukan oleh Nurhayati.
Langkah-langkah pendekatan proses menurut Rustaman sebagai berikut :
1. Melakukan Pengamatan (observasi)
Mengamati merupakan keterampilan paling dasar dalam proses dan
memperoleh ilmu pengetahuan serta merupakan hal terpenting untu
mengembangkan keterampilan-keterampilan proses yang lain. Mengamati
merupakan tanggapan kita terhadap berbagai objek dan peristiwa alam dengan
menggunakan

pancaindra.

Menggunakan

indera

penglihat,

pembau,

pendengar, pengecap, dan peraba pada waktu mengamati ciri-ciri semut,


capung, kupu-kupu, dan hewan lain yang termasuk serangga merupakan
kegiatan yang sangat dituntut dalam belajar IPA. Menggunakan fakta yang
relevan dan memadai dari hasil pengamatan juga termasuk keterampilan
proses mengamati.
2. Menafsirkan (interpretasi)
Mencatat setiap hasil pengamatan tentang fermentasi secara terpisah
antara hasil utama dan hasil sampingan termasuk menafsirkan atau
interpretasi. Menghubung-hubungkan hasil pengamatan tentang bentuk alat
gerak dengan habitatnya menunjukkan bahwa siswa melakukan interpretasi.
Begitu pula jika siswa menemukan pola atau keteraturan dari satu seri
pengamatan tentang jenis-jenis makanan berbagai burung, misalnya semuanya
bergizi tinggi, dan menyimpulkan bahwa makanan bergizi diperlukan oleh
burung.
3. Mengelompokkan (klasifikasi)
Penggolongan makhluk hidup dilakukan setelah siswa mengenali ciri-cirinya.
Dengan demikian dalam proses pengelompokan tercakup beberapa kegiatan
seperti mencari perbedaan, mengontraskan ciri-ciri, mencari kesamaan,
membandingkan, dan mencari dasar penggolongan. Jadi mengklasifikasikan
merupakan keterampilan proses untuk memilah berbagai objek peristiwa
berdasarkan sifat-sifat khususnya, sehingga didapatkan golongan/kelompok
sejenis dari objek peristiwa yang dimaksud
4. Meramalkan (prediksi)
17

Keterampilan meramalkan atau prediksi mencakup keterampilan mengajukan


perkiraan tentang sesuatu yang belum terjadi berdasarkan suatu kecendrungan
atau pola yang sudah ada. Memperkirakan bahwa besok matahari akan terbit
pada jam tertentu di sebelah timur merupakan contoh prediksi. Memprediksi
dapat diartikan sebagai mengantisipasi atau membuat ramalan tentang segala
hal yang akan terjadi pada waktu mendatang, berdasarkan perkiraan pada pola
atau kecendrungan tertentu, atau hubungan antara fakta, konsep, dan prinsip
dalam ilmu pengetahuan.
5. Berkomunikasi
Membaca grafik, tabel, atau diagram dari hasil percobaan tentang faktor-faktor
yang mempengaruhi pertumbuhan atau pernapasan termasuk berkomunikasi
dalam pembelajaran IPA. Menggambarkan data empiris dengan grafik, tabel,
atau diagram juga termasuk berkomunikasi. Selain itu termasuk ke dalam
berkomunikasi

juga

adalah

menjelaskan

hasil

percobaan,

misalnya

mempertelakan atau memerikan tahap-tahap perkembangan daun, termasuk


menyusun

dan menyampaikan

laporan

secara sistematis

dan jelas.

Mengkomunikasikan dapat diartikan sebagai menyampaikan dan memperoleh


fakta, konsep, dan prinsip ilmu pengetahuan dalam bentuk suara, visual, atau
suara visual.
6. Berhipotesis
Hipotesis menyatakan hubungan antara dua variabel, atau mengajukan
perkiraan penyebab sesuatu terjadi. Dengan berhipotesis diungkapkan cara
melakukan pemecahan masalah, karena dalam rumusan hipotesis biasanya
terkandung cara untuk mengujinya. Apabila ingin diketahui faktor-faktor yang
mempengaruhi kecepatan tumbuh, dapat dibuat hipotesis: Jika diberikan
pupuk NPK, maka tumbuhan A akan lebih cepat tumbuh. Dalam hipotesis
tersebut terdapat dua variabel (factor pupuk dan cepat tumbuh), ada perkiraan
penyebabnya (meningkatkan), serta mengandung cara untuk mengujinya
(diberi pupuk NPFC). Keterampilan menyusun hipotesis dapat diartikan
sebagai kemampuan untuk menyatakan dugaan yang dianggap benar
mengenai adanya suatu faktor yang terdapat dalam suatu situasi, maka akan
ada akibat tertentu yang dapat diduga akan timbul.

18

7. Merencanakan percobaan atau penyelidikan


Beberapa kegiatan menggunakan pikiran termasuk ke dalam keterampilan
proses merencanakan penyelidikan. Apabila dalam lembar kegiatan siswa
tidak dituliskan alat dan bahan secara khusus, tetapi tersirat dalam masalah
yang dikemukakan, berarti siswa diminta merencanakan dengan cara
menentukan alat dan bahan untuk penyelidikan tersebut. Menentukan variabel
atau peubah yang terlibat dalam suatu percobaan tentang pengaruh pupuk
terhadap laju pertumbuhan tanaman juga termasuk kegiatan merancang
penyelidikan. Selanjutnya menentukan variabel control dan variabel bebas,
menentukan apa yang diamati, diukur atau ditulis, serta menentukan cara dan
langkah kerja juga termasuk merencanakan penyelidikan. Sebagaimana dalam
penyusunan rencana kegiatan penelitian perlu ditentukan cara mengolah data
untuk dapat disimpulkan, maka dalam merencanakan penyelidikan pun terlibat
kegiatan menentukan cara mengolah data sebagai bahan untuk menarik
kesimpulan.
8. Menerapkan konsep atau prinsip
Setelah memahami konsep pembakaran zat makanan menghasilkan kalori,
barulah seorang siswa dapat menghitung jumlah kalori yang dihasilkan
sejumlah gram bahan makanan yang mengandung zat makanan. Apabila
seorang siswa mampu menjelaskan peristiwa baru (misal banjir) dengan
menggunakan konsep yang telah dimiliki (erosi dan pengangkutan air), berarti
ia menerapkan prinsip yang telah dipelajarinya. Begitu pula apabila siswa
menerapkan konsep yang telah dipelajari dalam situasi baru.
9. Mengajukan pertanyaan
Pertanyaan yang diajukan dapat meminta penjelasan, tentang apa, mengapa,
bagaimana, atau menanyakan latar belakang hipotesis. Pertanyaan yang
meminta penjelasan tentang pembahasan ekosistem menunjukan bahwa siswa
ingin mengetahui dengan jelas tentang hal itu. Pertanyaan tentang mengapa
dan bagaimana keseimbangan ekosistem dapat dijaga menunjukkan si penanya
berpikir. Pertanyaan tentang latar belakang hipotesis menunjukkan si penanya
sudah memiliki gagasan atau perkiraan untuk menguji atau memeriksanya.
Dengan demikian jelaslah bahwa bertanya tidak sekedar bertanya tetapi
melibatkan pikiran.
19

Langkah-langkah pendekatan proses menurut Nurhayati terbagi dua, yaitu


keterampilan proses dasar dan keterampilan proses terintergrasi sebagai berikut :
1. Keterampilan proses dasar, merupakan dasar intelektual untuk pemecahan
masalah yang terdiri sebagai berikut :
a. Mengamati/observasi
Observasi atau pengamatan merupakan salah satu keterampilan ilmiah
yang paling mendasar dalam proses dan memperoleh ilmu pengetahuan serta
merupakan hal terpenting untuk mengembangkan keterampilan proses yang
lain.
Kegiatan mengamati, menurut penulis dapat dilakukan dengan panca
indera seperti melihat, mendengar, meraba, mencium dan mengecap. Hal ini
sejalan dengan pendapat. Bahwa "kegiatan mengamati dapat dilakukan peserta
didik melalui kegiatan belajar, melihat, mendengar, meraba, mencicip dan
mengumpulkan dan atau informasi.
Jadi kegiatan mengamati merupakan tingkatan paling rendah dalam
pengembangan keterampilan dasar dari peserta didik, karena hanya sekedar
pada penglihatan dengan panca indera. Pada dasarnya mengamati dan melihat
merupakan dua hal yang berbeda walaupu sekilas mengandung pengertian
yang sama. Melihat belum tentu mengamati, karena setiap hari mungkin
peserta didik melihat beraneka ragam tanaman, hewan, benda-benda lain yang
ada di sekitarnya, tetapi sekedar melihat tanpa mengamati bagaimana
sebenarnya tanaman, hewan tersebut berkembang dari kecil hingga menjadi
besar.
b. Mengklasifikasikan
Mengklasifikasikan merupakan keterampilan proses untuk memilih
berbagai obyek peristiwa berdasarkan sifat-sifat khsususnya. Sehingga
didapatkan golongan atau kelompok sejenis dari obyek yang dimaksud
Untuk melakukan kegiatan mengkalasifikasik menurut Djamarah
adalah "peserta didik dapat belajar melalui proses : mencari persamaan
(menyamakan, mengkombinasikan, menggolongkan dan mengelompokkan.
Melalui keterampilan mengklasifikasi peserta didik diharapkan mampu
membedakan, menggolongan segala sesuatu yang ada di sekitar mereka
sehingga apa yang mereka lihat sehari-harii dapat menambah pengetahuan
dasar mereka.
c. Mengkomunikasikan
20

Mengkomunikasikan dapat diartikan sebagai "menyampaikan dan


memperoleh fakta, konsep dan prinsip ilmu pengetahua dalam bentuk suara,
visual atau secara visual"Kegiatan mengkomunikasi dapat berkembanga
dengan baik pada diri peserta didik apabila mereka melakukan aktivitas
seperti: berdiskusi, mendeklamasikan, mendramatikan, bertanya, mengarang,
memperagakan, mengekspresikan dan melaporkan

dalam bentuk lisan,

tulisan, gambar dan penampilan


Dari pernyataan di atas, dapat dikatakan bahwa mengkomunikasikan
bukan berarti hanya melalui berbicara saja tetapi bisa juga dengan gambar,
tulisan bahkan penampilan dan mungkin lebih baik dari pada berbicara.
d. Mengukur
Keterampilan mengukur sangat penting dilakukan agar peserta didik
dapat mengobservasi dalam bentuk kuantitatif. Mengukur dapat diartikan
"membandingkan yang diukur dengan satuan ukuran tertentu yang telah
ditetapkan"
Adapun kegiatan yang dapat mengembangkan keterampilan mengukur
peserta didik menurut. Dapat dilakukan dengan cara mengembangkan sesuatu,
karena pada dasarnya mengukur adalah membandingkan, misalnya saja siswa
membandingkan luas kelas, volume balok, kecakapan mobil dan sebagainya.
Kegiatan pengukuran yang dilakukan peserta didik berbeda-beda
tergantung dari tingkat sekolah mereka, karena semakin tinggi tingkat
sekolahnya maka semakin berbeda kegiatan pengukuran yang dikerjakan.
e. Menyimpulkan
Menyimpulkan dapat diartikan sebagai "suatu keterampilan untuk
memutuskan keadaan suatu. Objek atau peristiwa berdasarkan fakta, konsep
dan prinsip yang diketahui.
Kegiatan yang menampakkan keterampilan menyimpulkan misalnya:
berdasarkan pengamatan diketahui bahwa lilin mati setelah ditutup dengan
gelas rapat-rapat. Peserta didik dapat menyimpulkan bahwa lilin bisa menyala
apabila ada oksigen. Kegiatan menyimpulkan dalam kegiatan belajar mengajar
dilakukan sebagai pengembangan keterampilan peserta didik yang dimulai
dari kegiatan observasi lapangan tentang apa yang ada di alam ini.
f. Memprediksi
Memprediksi adalah "antisipasi atau perbuatan ramalan tentang sesuatu
hal yang akan terjadi di waktu yang akan datang, berdasarkan perkiraan pada
pola kecendrungan tertentu, atau hubungan antara fakta dan konsep dalam
ilmu pengetahuan". untuk mengembangkan keterampilan memprediksi dapat
21

dilakukan oleh peserta didik melalui kegiatan belajar antisipasi yang


berdasarkan pada kecendrungan/pola. Hubungan antara data, hubungan
informasi. Hal ini dapat dilakukan misalnya memprediksi waktu tertibnya
matahari yang telah diobservasi, memprediksikan waktu yang dibutuhkan
untuk menempuh jarak tertentu dengan menggunakan kendaraan dengan yang
berkecepatan tertentu.
Pada prinsipnya memprediksi, observasi dan menarik kesimpulan
merupakan tiga hal yang berbeda, hal tersebut dapat dibatasi sebagai berikut :
"kegiatan yang dilakukan melalui panca indera dapat disebut dengan observasi
dan menarik kesimpulan dapat diungkapkan dengan, mengapat hal itu bisa
terjadi sedangkan kegiatan observasi yang telah dilakukan apa yang akan
diharapkan".
2. Keterampilan proses terintegrasi, merupakan alat yang siap pakai jika orang
akan memecahkan masalah yang terdiri sebagai berikut :
a. Mengidentifikaasi variable
Peserta didik harus memahami apa itu variable, variable adalah sesuatu
yang dapat berubah dalam suatu situasi.
b. Menyusun data dalam table, untuk mengorganisasikan sejumlah
informasi dengan cara yang mangkus
c. Menyusun grafik
Dimana gambar lebih banyak memberikan informasi dibandingkan dengan
gambar-gambar
d. Memperoleh dan memproses data
Mendapatkan data yang ingin diolah lalu disusun dalam table, membuat
grafik, menggambarkan hubungan antara variable yang satu dengan
variable yang lain.
e. Menganalisis investigasi
f. Menyusun hipotesis
Adalah dugaan mengenai hubungan dianatara variable-variabel yang akan
diteliti
g. Merumuskan variable variable secara operasional
h. Melakukan eksperimen
Yaitu aktivitas yang memadukan semua keterampilan proses yang telah
diuraikan sebelumnya.
22

6. Indikator Keterampilan Proses

Menurut Nuryani Y Rustaman indikator keterampilan proses disajikan dalam


bentuk tabel berikut ini :
1. Mengamati/Observasi
a) Menggunakan sebanyak mungkin indera
b) Mengumpulkan atau menggunakan fakta yang relevan.
2. Mengelompokkan/Klasifikasi
a) Mencatat setiap pengamatan secara terpisah
b) Mencari perbedaan, persamaan
c) Mengontraskan ciri-ciri
d) Membandingkan
e) Mencari dasar pengelompokkan atau penggolongan
f) Menghubungkan hasil-hasil pengamatan.
3. Menafsirkan/Interpretasi
a) Menghubungkan hasil-hasil pengamatan
b) Menemukan pola dalam suatu seri
c) Pengamatan
d) Menyimpulkan.
4. Meramalkan/Prediksi
a) Menggunakan pola-pola hasil pengamatan
b) Mengemukakan apa yang mungkin terjadi pada keadaanyang belum
diamati.
5. Mengajukan pertanyaan
a) Bertanya apa, bagaimana, dan mengapa
b) Bertanya untuk meminta penjelasan
c) Mengajukan pertanyaan yang berlatar belakang hipotesis
6. Berhipotesis
a) Mengetahui bahwa ada lebih dari satu kemungkinan penjelasan dari
satu kejadian
b) Menyadari bahwa suatu penjelasan perlu diuji kebenarannya dengan
memperoleh bukti lebih banyak atau melakukan cara pemecahan
masalah.

23

7. Merencanakan Percobaan
a) Menentukan alat/bahan/sumber yang akan digunakan
b) Menentukan variabel/factor penentu
c) Menentukan apa yang akan diukur, diamati, dan dicatat
d) Menentukan apa yang akan dilaksanakan berupa langkah kerja.
8. Menggunakan Alat/Bahan
a) Memakai alat/bahan
b) Mengetahui alasan mengapa menggunakan alat/bahan
c) Mengetahui bagaimana menggunakan alat/bahan.
9. Menerapkan konsep
a) Menerapkan konsep yang telah dipelajari dalam situasi baru
b) Menggunakan konsep pada pengalaman baru untuk menjelaskan apa
yang sedang terjadi.
10. Berkomunikasi
a) Mengubah bentuk penyajian
b) Memerikan/menggambarkan data empiris hasil percobaan atau
pengamatan dengan grafik atau tabel atau diagram
c) Menyusun dan menyampaikan laporan secara sistematis Menjelaskan
hasil percobaan atau penelitian
d) Membaca grafik, tabel, atau diagram
e) Mendiskusikan hasil kegiatan, suatu masalah atau suatu peristiwa
7. Peranan Guru dalam Mengembangkan Keterampilan Proses

Secara umum peran guru terutama berkaitan dengan pengalaman mereka


membantu siswa mengembangkan keterampilan proses sains. Menurut (Harlen.1992)
sedikitnya terdapat lima aspek yang perlu diperhatikan oleh guru dalam berperan
mengembangkan keterampilan proses.
1) Memberikan kesempatan untuk menggunakan keterampilan proses dalam
melakukan eksplorasi materi dan fenomena. Pengalaman langsung tersebut
memungkinkan

siswa

untuk

menggunakan

alatalat

inderanya

dan

mengumpulkan informasi atau bukti-bukti untuk kemudian ditindak lanjuti


dengan pengajuan pertanyaan, merumuskan hipotesis berdasarkan gagasan
yang ada.

24

2) Memberi kesempatan untuk berdiskusi dalam kelompok-kelompok kecil dan


juga diskusi kelas. Tugas-tugas dirancang agar siswa berbagi gagasan (urunrembuk), menyimak teman lain, menjelaskan dan mempertahankan gagasan
mereka sehingga mereka dituntut untuk berpikir reflektif tentang hal yang
sudah dilakukannya, menghubungkan gagasan dengan bukti danpertimbangan
orang lain untuk memperkaya pendekatan yang mereka rencanakan. Berbicara
dan menyimak menyiapkan dasar berpikir untuk bertindak.
3) Mendengarkan pembicaraan siswa dan mempelajari produk mereka untuk
menemukan proses yang diperlukan untuk membentuk gagasan mereka.
Dengan kata lain aspek ketiga menekankan: membantu pengembangan
keterampilan

bergantung

padapengetahuan

bagaimana

siswa

menggunakannya.
4) Mendorong siswa mengulas (review) secara kritis tentang bagaimana kegiatan
mereka

telah

dilakukan.

Mereka

juga

hendaknya

didorong

untuk

mempertimbangkan cara-cara alternative untuk meningkatkan kegiatan


mereka. Membantu siswa untuk menyadari keterampilan-keterampilan yang
mereka perlukan adalah penting sebagai bagian dari proses belajar mereka
sendiri.
5) Memberikan teknik atau strategi untuk meningkatkan keterampilan, khususnya
ketepatan dalam observasi dan pengukuran misalnya, atau teknik-teknik yang
perlu rinci dikembangkan dalam komunikasi. Begitu pula dalam penggunaan
alat, karena mengetahui bagaimana cara menggunakan alat tidak sama dengan
menggunakannya. Menggunakan teknik secara tepat berarti memerlukan
pengetahuan bagaimana cara menggunakannya.

8. Pelajaran Biologi Yang Bias Diterapkan PKP

Begitu banyak pelajaran biologi yang bisa menggunakan PKP dalam proses
pembelajarannya, Konsep ekosistem merupakan bagian dari konsep IPA atau sains
dalam pembelajaran biologi.
Konsep ekosistem ini dapat menghubungkan siswa dengan lingkungan
sekitarnya di kehidupan sehari-hari. Konsep ekosistem menjelaskan macam-macam
25

interaksi yang terjadi antar individu, antar populasi sejenis maupun berbeda jenis, dan
antar komponen yang hidup dengan tidak hidup di lingkungan. Selain itu, ekosistem
juga menjelaskan mekanisme aliran energi dan rantai makanan pada makhluk hidup
sekitarnya, serta memahami perbandingan jumlah makhluk hidup yang menempati
setiap tingkat trofik. Oleh karena itu, perlunya pengamatan langsung sebagai upaya
untuk meningkatkan hasil belajar melalui pembelajaran keterampilan proses sains.
Dengan demikian, pendekatan tersebut dapat meningkatkan kreatifitas, keaktifan,
kemampuan berpikir, sehingga hasil belajar dapat meningkat.
Contohnya pada kelas X IPA dengan Standar Kompetensi 4 Menganalisis
hubungan antara komponen ekosistem, perubahan materi, dan energi serta peranan
manusia dalam keseimbangan ekosistem. Kompetensi Dasar 4.1 Mendeskripsikan
peran komponen ekosistem dalam aliran energi dan daur biogeokimia. Tujuan
pembelajaran yang harus diketahui oleh siswa seama proses pembelajaran adalah : 1)
Siswa dapat mendeskripsikan pengertian ekosistem, 2) Siswa dapat mengelompokkan
komponen biotik berdasarkan fungsinya, 3) Siswa dapat mengelompokkan komponen
abiotik berdasarkan fungsinya, 4) Siswa dapat membedakan penyusun komponen
biotik dan abiotik dari ekosistem, 5) Siswa dapat mendeskripsikan hubungan antara
komponen biotik dengan abiotik, 6) Siswa dapat mengetahui pengaruh perubahan
komponen terhadap ekosistem.
Dari tujuan pembelajaran diatas dapat dilakukan dengan PKP dengan
pemberian LKS, dari pertanyaan-pertanyaan

LKS tersebutlah siswa dapat

membangun kegiatan-kegiatan yang ada pada PKP. Penerapan PKP dalam proses
pembelajaran membuat siswa lebih paham akan pelajaran yang dipelajari karena telah
mampu melakukan kegiatan kegiatan ilmiah layaknya seorang ilmuwan, sehingga
ilmu yang didapatkan dapat tersimpan lama dalam benak peserta didik.

9. Keunggulan dan Kelemahan Pendekatan Keterampilan Proses

Menurut (Sagala.2010) berbagai hasil penelitian menyebutkan bahwa


pendekatan keterampilan proses memiliki keunggulan diantaranya:
a) Memberi bekal cara memperoleh pengetahuan,
b) Keterampilan proses merupakan hal yang sangat penting untuk pengembangan
pengetahuan masa depan,
26

c) Keterampilan proses bersifat kreatif, siswa aktif, dapat meningkatkan


keterampilan berpikir dan cara memperolehpengetahuan.
Sedangkan kelemahan dari pendekatan keterampilan proses diantaranya:
a) Memerlukan banyak waktu sehingga sulit untuk dapat menyelesaikan bahan
pengajaran yang ditetapkan dalam kurikulum,
b) Memerlukan fasilitas yang cukup baik dan lengkap sehingga tidak semua
sekolah dapat menyediakan.
c) Merumuskan masalah, menyusun hipotesis, merancang suatu percobaan untuk
memperoleh data yang relevan adalah pekerjaan sulit, tidak setiap siswa
mampu melaksanakannya.
C. Teori-Teori Belajar yang Digunakan PKP
Dari keempat teori-teori belajar yang telah dijelaskan diatas, ada beberapa
yang digunakan atau mendukung PKP dalam proses pembelajaran didalam kelas
maupun diluar kelas, sebagai berikut :
1. Teori belajar kognitif
Teori belajar Bruner dengan model belajar penemuan, teori belajar Ausubel
dengan model belajar bermakna, teori belajar Robert Gagne dengan model
pemrosesan informasi, dan teori belajar Jean Piaget dengan model
perkembangan intelektual adalah bagian dari Pendekatan keramplilan Proses
dalam pembelajaran dikelas. Sehingga teori belajar kognitif adalah salah satu
teori yang digunakan dalam PKP ini.
2. Teori belajar Kontruktivistik
Dalam proses ini lebih ditekankan pada terbentuknya hubungan-hubungan
makna antara pengetahuan yang telah ada dan pengetahuan baru dengan
fasilitasi kreativitas guru selaku mediator pembelajaran. Aplikasi model
konstruktivis memungkinkan siswa untuk menguasai materi pelajaran secara
lebih komprehensif dan bermakna, mengingat mereka terlibat secara aktif
selama berlangsungnya pembelajaran. Faham konstruktivis memandang
bahwa pengetahuan merupakan konstruksi (bentukan) dari orang yang
mengenal sesuatu (skemata). Pengetahuan tidak bisa ditransfer dari guru
kepada orang lain, karena setiap orang mempunyai skema sendiri tentang apa
yang diketahuinya. Dari teori ini juga telah menjelaskan bahwa teori

27

kontruktivistik ini mendukung PKP karena prose pembelajaran adalh modal


utama dalam mencapai hasil belajar yang baik.
3. Teori Belajar Humanistik
Dalam teori belajar ini menekankan paham memanusiakan manusia, dimana
dalam PKP memiliki3 ranah yaitu kognitif, psikomotorik dan social. Social
adalah golongan dalam interaksi kita sesama peserta didik maupun dengan
pengajar, cara bersikap dan bertutur kata, sehingga teori belajar humanistik ini
digolongkan digunakan dalam PKP

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

28

1. Ada 4 teori-teori belajar dalam proses pembelajaran yaitu teori, behavioristik,


kognitif, konstruktivistik, dan humanistik
2. Keterampilan proses adalah keterampilan fisik dan mental yang meliputi aspek
kognitif, afektif, dan psikomotor yang dapat diaplikasikan dalam suatu
kegiatan ilmiah. Dengan demikian, pembelajaran dengan pendekatan
keterampilan proses memberi kesempatan kepada siswa agar terlibat secara
aktif dalam pembelajaran sehingga dengan adanya interaksi antara
pengembangan keterampilan proses dengan fakta, konsep, serta prinsip ilmu
pengetahuan, akan mengembangkan sikap dan nilai ilmuwan pada diri siswa.
3. Teori belajar yang mendukung PKP adalah teori belajar kognitif, kontrukvistik
dan humanistik.
4. Hasil belajar siswa dapat meningkat dengan baik dikarenakan siswa dituntut
untuk memahami segala proses pembelajaran yang berlangsung, bukan
sekedar guru yang aktif didalam kelas.
5. Saran
Dengan mempertimbangkan keunggulan-keunggulannya, maka pendekatan
keterampilan proses disarankan penggunaannya dalam pembelajaran biologi di
berbagai jenjang pendidikan.

DAFTAR PUSTAKA
Bagus. 2012. Landadan pembelajaran. Universitas Pendidikan Ganesha, Bali :
Undiksha Press

29

Dimyati dan Mujiono. 2006. Belajar dan Pembelajaran, Jakarta: Rineka Cipta.
Grace. 2007. Promoting Science Process Skills and The Relevance of Science
Through Science Alive Programme, Proceedings of the Redesigning
Pedagogy: Culture, Knowledge and Understanding Conference, Singapore,
May.
Harlen, 1992. The Teaching of Science: Sudies in Primary Education, London: David
Fulthon Publishing Company.
Mary. 2002. Mastery of Science Process Skills and Their Effective Use in the
Teaching of Science: An Educology of Science Education in the Nigerian
Context, International Journal of Educology, Volume 16, No. 1.
Muslim. 2008. Effort to Improve Science Process Skill Students Learning in Physics
Through Inquiry Based Model. Proceeding The Second International Seminar
on Science Education, UPI.
Nurhayati.20011. Strategi Belajar Mengajar. Makassar : Badan Penerbit UNM
Peraturan Pemerintah RI Bab IV Standar Proses Pasal 19 ayat 1 tentang Standar
Nasional Pendidikan, tersedia di: www.depdiknas.go.id
Poppy. 2011. Pendekatan Keterampilan Proses pada Pembelajaran IPA, diakses dari
http://bpgdisdik-jabar.com/materi/6_sma_biologi_1.pdf.
Putrayasa,(2011). Studi Penelusuran Miskonsepsi dalam Pembelajaran Tata Kalimat
dengan Model Konstruktivisme Berpendekatan Inkuiri pada Siswa Kleas I
SMP Ne-geri di Kota Singaraja, Kabupaten Buleleng, Provinsi Bali
(Prosiding KIMLI, 2011).
Rustaman, dkk. 2004. Strategi Belajar Mengajar Biologi. Bandung: UPI.
Sagala.2010. Konsep dan Makna Pembelajaran, Bandung: Alfabeta.
Semiawan, Conny dkk. 1992. Pendekatan Keterampilan Proses, Bagaimana
Mengaktifkan Siswa dalam Belajar. Jakarta: Gramedia.
Sukardjo, (2010). Landasan Pendidikan: Konsep dan Aplikasinya. Jakarta: Rajawali
Pers.
Suryabroto, Sumadi. 2002. Psikologi Pendidikan, Jakarta: Raja Grafindo, Cet. KeXIII.

30

Anda mungkin juga menyukai